Laporan Kasus Kedokteran Keluarga

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

HALAMAN SAMPUL

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA: PENATALAKSANAAN


DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI

DISUSUN OLEH:

Anis Nabilah binti Muhammad Razi C014182224


Aslan Tripanji C014181046
Ayu Sofeya binti Hishamudin C014182223

SUPERVISOR:

Dr. dr. Andi Alfian Zainuddin, MKM


drg. St. Maisarah M.Kes

BAGIAN KEDOKTERAN KELUARGA DAN KEDOKTERAN PENCEGAHAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

JULI 2020
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA: PENATALAKSANAAN DIABETES
MELLITUS DAN HIPERTENSI

Anis Nabilah binti Muhammad Razi1*, Aslan Tripanji1*, Ayu Sofeya binti Hishamuddin1*,
Andi Alfian Zainuddin2*, St. Maisarah2*
1) Bagian Kedokteran Keluarga dan Pencegahan
*Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
2) Puskesmas Cendrawasih, Makassar, Sulawesi Selatan

Abstrak

Diabetes adalah masalah kesehatan utama yang telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan. Hampir setengah miliar orang hidup dengan diabetes di seluruh
dunia. Rata-rata prevalensi DM di Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar 10,9%.
Saat ini diperkiraan 10,7 juta orang penduduk didiagnosis DM. Dengan angka tersebut
Indonesia menempati peringkat ke-7 di dunia. Hipertensi merupakan masalah
kesehatan global berakibat peningkatan angka kesakitan dan kematian serta beban
biaya kesehatan termasuk di Indonesia. Prevalensi hipertensi di Indonesia dengan
jumlah penduduk sekitar 260 juta adalah 34.1%. Studi deskriptif ini diperoleh melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik, kunjungan rumah, perlengkapan data keluarga,
analisa psikososial serta lingkungan, serta penilaian berdasarkan diagnosis holistik.
Kasus ini mendeskripsikan seorang pasien perempuan 66 tahun dengan diabetes
mellitus dan hipertensi. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, didapatkan beberapa
faktor yang mempengaruhi penyakit pasien. Didapatkan faktor resiko internal yaitu
pengaruh gaya hidup pribadi yang buruk yaitu diet pasien yang sering mengkonsumsi
makanan yang tinggi gula dan kolesterol, serta kurangnya kesadaran dini tentang
penyakitnya. Faktor resiko eksternal iaitu genetika serta faktor lingkungan. Kajian
dilakukan lebih dalam sudut pandang kedokteran keluarga dan melihat secara holistik.
Serta diharapkan hasil dari laporan ini tidak hanya menyelesaikan masalah klinis
pasien, tetapi juga mencari dan memberi solusi atas hal-hal yang mempengaruhi
kesehatan pasien dan keluarga.
Kata kunci : Diabetes Mellitus, Hipertensi, Kedokteran keluarga, Diagnostik Holistik,
Puskesmas Cendrawasi

Latar Belakang

Diabetes adalah masalah kesehatan utama yang telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan. Hari ini, hampir setengah miliar orang hidup dengan diabetes di
seluruh dunia. Diabetes adalah sekelompok gangguan yang disebabkan oleh interaksi
yang kompleks antara kerentanan genetik, faktor lingkungan, dan pilihan gaya hidup
pribadi yang memiliki fenotip hiperglikemia. Diabetes mellitus tipe 2 (DM) adalah
kelompok gangguan kronis heterogen yang disebabkan oleh defek sekresi insulin
progresif dan peningkatan produksi glukosa dalam pengaturan resistensi insulin.
Prevalensi di Amerika Serikat, 25,8 juta orang dewasa dan anak-anak (8,3% dari
populasi), termasuk 18,8 juta yang telah didiagnosis, menderita diabetes. Ini termasuk
sekitar 1 dari 400 anak-anak dan remaja dan 26,9% orang berusia 65 tahun ke atas. DM
tipe 2 adalah bentuk paling umum, terhitung lebih dari 90% kasus.(Richard et al., 2013)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang
DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global. WHO memprediksi kenaikan
jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3
juta pada tahun 2030. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi DM di Indonesia
untuk usia di atas 15 tahun sebesar 10,9%. Jika dibanding dengan data dari Riskesdas
tahun 2013, prevalensi DM di Indonesia sebesar 6,9%. Prevalensi terkecil terdapat di
Provinsi TTN sebesar 0,9%, dan terbesar di Provinsi DKI sebesar 3,4%. Pravalensi DM
di Sulawesi Selatan sebesar 1,6%. (Riskesdas, 2018) Data-data diatas menunjukkan
bahwa jumlah penyandang DM di Indonesia sangat besar. Dengan kemungkinan terjadi
peningkatan jumlah penyandang DM di masa mendatang akan menjadi beban yang
sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau
bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Berdasar data IDF 2019, saat ini
diperkiraan 10,7 juta orang penduduk didiagnosis sebagai penyandang DM dan 7,9 juta
penduduk tidak terdiagnosis sebagai penyandang DM. Dengan angka tersebut
Indonesia menempati peringkat ke-7 di dunia.(IDF, 2019) Masalah yang dihadapi
Indonesia antara lain belum semuapenyandang DM mendapatkan akses ke pusat
pelayanan kesehatan secara memadai. Demikian juga ketersedian obat hipoglikemik
oral maupun injeksi pada layanan primer (Puskesmas) serta keterbatasan
sarana/prasarana di beberapa pusat pelayanan kesehatan. Demikian juga kemampuan
petugas kesehatan yang belum optimal dalam penanganan kasus-kasus DM, baik
dalam aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.(Soelistijo, Novida and
Rudijanto, 2015) Satu studi menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, status area, status
pekerjaan, obesitas, hipertensi, dan dislipidemia adalah faktor yang berkontribusi dalam
pengembangan diabetes mellitus. Karena itu, individu perlu secara konstan mengontrol
kadar glukosa, tekanan darah, dan kolesterol darah mereka, serta berolahraga secara
teratur. Pemerintah perlu merancang program pencegahan untuk mengendalikan
prevalensi diabetes mellitus melalui pencegahan dini dengan mempertimbangkan
faktor-faktor risiko yang dapat mengarah pada perkembangan penyakit.(Idris, Hasyim
and Utama, 2017)

Hipertensi (HTN) merupakan masalah kesehatan global berakibat peningkatan


angka kesakitan dan kematian serta beban biaya kesehatan termasuk di Indonesia.
HTN adalah faktor risiko utama untuk infark miokard dan stroke. HTN primer merupakan
90% dari kasus HTN. Perawatan awal termasuk modifikasi gaya hidup dan obat-obatan.
Sebagian besar pasien memerlukan setidaknya 2 obat untuk mencapai kontrol. Pasien
yang tidak terkontrol dengan 3 obat harus menjalani pemeriksaan untuk penyebab
sekunder. HTN primer (> 90% pasien). Penyebab spesifik tidak diketahui, tetapi faktor
lingkungan (yaitu, asupan garam, asupan alkohol berlebih, obesitas) dan genetika
keduanya berperan. Di Amerika Serikat, HTN berkontribusi pada 1 dari setiap 7
kematian dan setengah dari kematian terkait penyakit kardiovaskular. (Richard et al.,
2013) Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan
prevalensi hipertensi di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta adalah
34.1% dibandingkan 27.8% pada Riskesdas tahun 2013. Kebanyakkan kasus hipertensi
diawali dengan prehipertensi dan akhirnya terjadi hipertensi. Kesadaran dini seharusnya
diedukasikan kepada semua masyarakat agar tidak diremehkan dengan melakukan
perubahan gaya hidup yang cepat dalam diet yang tepat dan fisik yang memadai.
Sentiasa beraktifitas menjadi hal wajib untuk orang dewasa muda, sebelum faktor risiko
yang lain terjadi. Sebagian besar faktor risiko dapat dimodifikasi prehipertensi terutama
adalah perubahan gaya hidup. Dengan mencegah kondisi prehipertensi untuk
berkembang lebih jauh ke hipertensi, hal ini dapat membantu mengurangi beban sistem
perawatan kesehatan dalam hal biaya perawatan farmakoterapi dan komplikasi.(Widjaja
et al., 2013) Dalam upaya menurunkan prevalensi dan insiden penyakit kardiovaskular
akibat hipertensi dibutuhkan tekad kuat dan komitmen bersama secara
berkesinambungan dari semua pihak terkait seperti tenaga kesehatan, pemangku
kebijakan dan juga peran serta masyarakat. (Is, 2009)

Deskripsi Kasus

Ny. N , seorang ibu rumah tangga berusia 66 tahun merupakan pasien kontrol
rutin di Puskesmas Cendrawasih dengan keluhan badan sering merasa lemas. Pasien
mempunyai Diabetes Mellitus (DM) dan Hipertensi (HT) yang diketahui bersamaan
sejak 10 tahun yang lalu. Pasien didiagnosa DM dan HT di Puskesmas Cendrawasih
pada 2010 saat kontrol rutin di Puskesmas Cendrawasih. Terakhir kontrol satu minggu
yang lalu dengan hasil pemeriksaan tekanan darah 140/100mmHg, dan gula darah
sewaktu (GDS) 325mg/dl.

Pasien saat in rutin meminum tiga macam obat antidiabetes iaitu Glimapirid ,
metformin dan akarbose. Setiap bulan pasien rutin memeriksakan diri atau sekedar cek
kadar gula darah dan tekanan darah di Puskesmas Cendrawasih. Riwayat merokok dan
riwayat minum alkohol tidak ada. Riwayat penyakit jantung, alergi maupun asma
disangkal. Riwayat penyakit lainnya, pasien memiliki penyakit atritis yang didiagnosa di
Rumah Sakit Bhayangkara dan saat ini minum obat glikosamind dan mekobalamin.
Riwayat penyakit diabetes dalam keluarga disangkal namun riwayat penyakit hipertensi
yang sama dalam keluarga ada yaitu kedua orang tua pasien yang sudah meninggal
juga memiliki riwayat hipertensi. Suami pasien sudah meninggal dan menderita kanker
prostat sejak 17 tahun lalu. Anak laki-laki pasien menderita DM sejak 2 tahun lalu dan
rutin minum obat.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos


mentis.Status generalis dalam batas normal. Status gizi pasien obesitas derajat 1
dengan IMT 30,67 (berat badan 69 kg dan tinggi badan 150 cm). Status lokalis dalam
batas normal. Pemeriksaan tekanan darah meningkat 140/100mmHg Pemeriksaan
laboratorium terakhir menunjukkan kadar gula darah semasa (GDS) meningkat (325
mg/dl).

Ny. N merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Kedua orang tua Ny. N telah
meninggal dunia. Pasien memiliki 1 orang anak laki-laki serta 2 orang cucu perempuan.
Saat ini pasien tinggal bersama anak laki-lakinya yang juga menderita DM, menantunya
dan dua orang cucu perempuanya. Alamat rumah terletak di jalan tanjung dapura.

Gambar 1. Genogram Keluarga Ny.N

Gambar 1 menunjukkan Genogram keluarga Ny.N menunjukan Ny.N yang


merupakan penderita DM tinggal seumah dengan satu anak laki-laki yang juga
merupakan penderita DM, menantu perempuan dan 2 orang cucunya. Terdapat riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga (orang tua) yang menhidapi Hipertensi. Suami Ny.
N telah meninggal karena kanker prostat sejak 17 tahun yang lalu.

Kegiatan sehari-hari Ny.N selain menjadi ibu rumah tangga, Ny.N sering jalan-
jalan keluar rumah untuk bersosialisasi dengan tetangga. Ny.N saat ini masih konsumsi
makanan yang manis dan berlemak. Pasien memiliki jaminan kesehatan BPJS untuk
membiayai pengobatannya. Selama ini pasien dan keluarganya hanya berobat ke
puskesmas atau RS bila benar-benar terganggu kesehatannya.

Penilaian fungsionalitas keluarga pasien dievaluasi secara subjektif


menggunakan Family APGAR. Hasil Family Apgar Ny. N menunjukkan keluarga yang
sehat atau setiap anggota keluarga saling mendukung satu sama lain (Hasil: 10). (Tabel
1)

Tabel 1. Family APGAR

Sering/ Kadang- Jarang/


No. Pernyataan Selalu kadang Tidak
(2) (1) (0)
1. Saya puas bahwa saya dapat kembali
kepada keluarga saya, bila saya √
menghadapi masalah
2. Saya puas dengan cara-cara keluarga
saya membahas serta membagi masalah √
dengan saya
3. Saya puas bahwa keluarga saya menerima
dan mendukung keinginan saya

melaksanakan kegiatan dan ataupun arah
hidup yang baru
4. Saya puas dengan cara2 keluarga saya
menyatakan rasa kasih sayang dan √
menanggapi emosi
5. Saya puas dengan cara2 keluarga saya

membagi waktu bersama

Diagnostik holistik dapat ditegakkan pada pasien melalui lima aksis. Pada saat
pertama kali didiagnosis DM dan HT, pasien mengeluhkan lemas dan nafsu makan
meningkat. Pasien berharap penyakitnya terkontrol dengan baik dengan berusaha
mengontrol pola makan dan minum obat dengan teratur. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa klinis Diabetes
mellitus tipe 2 (E11.9) dan Hipertensi Esensial(I10) .Orang tua pasien yang telah
meninggal dunia diketahui juga menderita penyakit yang sama dengan pasien yang
menunjukkan adanya faktor genetik pada kejadian hipertensi pada pasien. Semua obat
yang pasien gunakan ditanggung oleh pemerintah sehingga pasien tidak perlu
memikirkan faktor ekonomi untuk pengobatan. Skala fungsional pasien menunjukan
pasien tidak terpengaruh buruk oleh kondisi penyakitnya (skala fungsional derajat 1).
( Tabel 2)

Tabel 2. Aksis diagnosis holistik

Aksis Keterangan
diagnosis
holistik

Aksis 1 :  Alasan Kedatangan


Diagnosis
Aspek Nafsu makan meningkat, sering merasa lemas.
Personal
 Harapan

Gula darahnya terkontrol dan tidak terjadi komplikasi akibat


penyakitnya.

 Persepsi

Penyakitnya diakibatkan oleh gaya hidupnya selama ini dan


paham akan pentingnya minum obat teratur.

 Upaya

Pengaturan pola hidup, diet dan minum obat secara teratur

Aksis 2 :  Diagnosa Klinis 1 : Diabetes Melitus (E11.9)


Diagnosis
Klinis  Diagnosa Klinis 2 : Hipertensi (I10)
Aksis 3 :  Genetik
Diagnosis
Faktor Terdapat bukti hubungan genetik dari keluarga pasien yaitu
Resiko orang tuanya yang mengalami penyakit Hipertensi. Anak laki-
Internal lakinya mempunyai DM

 Kondisi Biologis

Terdapat faktor resiko yaitu usia dan berat badan berlebih

 Gaya hidup

Pasien gemar memakan makanan gorengan dan kueh.

 Kondisi Psikologis

Pasien bersikap positif tentang penyakit yang dialami dan


sentiasa kontrol

Aksis 4 :  Ekonomi
Diagnosis
Faktor Segi ekonomi tidak terdapat masalah untuk pengobatan
Resiko karena semua obat yang pasien konsumsi, ditanggung oleh
Eksternal pemerintah

 Lingkungan Keluarga

Adanya  keinginan  keluarga  untuk  memotivasi  pasien 


dengan  cara  mengingatkanpasien untuk kontrol  dan  untuk 
minum  obat.

 Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial pasien dengan keluarga dan masyarakat


sekitar baik

Aksis 5:  Skala 1
Skala
Fungsional Dapat menjalani aktifitas seharian seperti sebelum sakit

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan pasien


secara komprehensif, digunakan konsep Mandala of Health. (Gambar 2)
BUDAYA

KOMUNITAS
Menjadi kader di posyandu berdekatan

GAYA HIDUP
Pola makan kurang sehat
Aktivitas fisik kurang
LINGKUNGAN PSIKOSOSIAL &
Gambar 2. Mandala of Health EKONOMI
Hubungan dengan keluarga dan
PERILAKU KESEHATAN KELUARGA tetangga baik
Menjaga pola makan yang baik Keluarga yang suportif Pasien bersikap positif tentang
Berobat ke puskesmas jika ada penyakit yang dialami dan sentiasa
Diskusi keluhan control. Keadaan ekonomi yang
Rutin kontrol obat cukup
Keluhan sering
Ny. N usia 66 tahun didapati menderita Diabetes Mellitus dan Hipertensi sejak
merasa lemas
PELAYANAN KESEHATAN Nafsu makan
usia 56 tahun. Ny. N rutin kontrol obat di
Asuransi kesehatan (BPJS)
Puskesmas Cendrawasih. Ny. NLINGKUNGAN
meningkat
didiagnosa PEKERJAAN
Pemeriksaan kesehatan Pasien adalah seorang ibu
dengan DM di dan HT sejak munculnya gejala sering merasa lemas dan nafsu makannya
rumah tangga
posyandu atau puskesmas
meningkat. Antara gejala DM yang biasa didapati dengan keluhan klasik DM yaitu
poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
FAKTOR BIOLOGI LINGKUNGAN FISIK
sebabnya. Keluhan lain adanya lemah badan, kesemutan,
66 tahun Tidakgatal, mata
dilakukan kabur, dan
pemeriksaan
Keluarga dengan penyakit yang tetapi menurut pasien ruang
disfungsi ereksi
sama pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. rumah
(Hipertensi) (Soelistijo et al., 2015)
yang selesa
Pasien di diagnosa DM dan HT secara bersamaan di Puskesmas Cendrawasih dengan
hasil cek GDP ≥126mg/dl dan tekanan darah 140/100mmHg pada beberapa kali
pemeriksaan. Kriteria diagnosis diabetes melitus dapat dilihat pada tabel 2 (Perkeni,
2019). Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥140 mmHg dan/atau TDD ≥90 mmHg
pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan. (PERHI, 2019)

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

Pasien mempunyai pola makanan dengan tidak baik dan masih belum mampu
mengontrol pola makannya. Pasien banyak konsumsi minuman dengan pemanis dan
makan makanan yang bergoreng. Seseorang yang tidak mampu mengatur pola makan
dalam makanan sehari-hari, akan lebih mudah terkena penyakit dibandingkan yang
berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Makan yang berlebihan menyebabkan gula
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan
klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP)

dan lemak dalam tubuh menumpuk secara berlebihan sehingga meningkatkan risiko
terjadinya penyakit diabetes mellitus. (Wardiah and Emilia, 2018)
Aktifitas fisik yang dilakukan Ny.N saat ini adalah minimal seperti mengasuh cucu
dan memasak di rumah. Ny. N jugak merupakan Kader di sebuah posyandu. Ny. N
cuma mengikuti senam pagi di puskesmas dan posyandu sahaja. IMT Ny. N saat in
adalah 30.67 menunjukkan pasien di kategori obesitas derajat 1.Resiko terjadinya
diabetes melitus meningkat dengan bertambahnya usia (>45 tahun), obesitas dan
kurangnya aktivitas fisik serta adanya kecenderungan genetik atau riwayat keluarga
dengan diabetes. (American Diabetes Association, 2019)(PERHI, 2019)
Saat ini pasien mengonsumsi tiga macam jenis obat untuk mengontrol glukosa
darahnya yaitu Glimapirid , metformin dan akarbose. GDS terakhir 1 minggu lalu
didapatkan 325 mg/dl. Evaluasi pengobatan dilakukan per 3 bulan di puskesmas dan
secara mandiri. Target pengendalian DM adalah melalui evaluasi kadar glukosa dan
HbA1C. Sasaran pengendalian DM mencakup: glukosa darah preprandial kapiler
normal (80-130 mg/dL), glukosa darah 1-2 jam PP kapiler normal (<180mg/dL),
HbA1C<7%. Terapi awal yang direkomendasikan American Diabetes Association
adalah menggunakan metformin dan intervensi gaya hidup. Jika tidak terkontrol dan
terdapat keterbatasan biaya, direkomendasikan menggunakan sulfonilurea atau
thiazolidinediones. Namun jika masih belum terkontrol, dianjurkan menggunakan insulin
basal atau golongan DPP4-i atau SGLT2-I. (Association, 2019)
Dokter memainkan peran mengedukasikan pasien tentang penyakit yang dialami
supaya tidak terjadinya komplikasi yang tidak diingini. Ada pentingnya juga
mengedukasikan keluarga pasien agar kewaspadaan terhadap penyakit yang dialami
oleh pasien itu lebih meningkat. Selain mengedukasikan tentang penyakit, pentingnya
juga mengedukasi kan tentang pola hidup dengan menjaga makan dan berolahraga.
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur
sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. (Soelistijo et al.,
2015)

Kesimpulan

Kasus DM dan HT pada pasien Ny. N (66 tahun) ini diberikan intervensi
menggunakan edukasi sebagai peranan yang paling penting agar persepsi terhadap
penyakitnya dipahami secara komprehensif. Tidak hanya pasien sendiri, edukasi
melibatkan seluruh anggota keluarga juga orang-orang di lingkungan sekitar dalam
upaya meningkatkan pengendalian DM dari berbagai aspek, dimulai dari gaya hidup
yang aktif dengan melibatkan pasien di kegiatan sehari-hari keluarga bila
memungkinkan, sampai dengan penyediaan makanan yang mendukung diet DM serta
pengawasan konsumsi obat oral. Dorongan kepada pasien untuk mengecekan kondisi
gula darah dan pemeriksaan organ lainnya sangat penting karena monitoring yang rutin
dapat mencegah terjadinya hiperglikemi yang berkelanjutan dan menghindari komplikasi
yang dapat membahayakan pasien

Daftar Pustaka

Association, A. D. (2019) ‘American Diabetes Association Standards of Medical Care in


Diabetes 2019’.

IDF (2019) IDF Diabetes Atlas Ninth edition 2019, International Diabetes Federation.

Idris, H., Hasyim, H. and Utama, F. (2017) ‘Analysis of Diabetes Mellitus Determinants
in Indonesia: A Study from the Indonesian Basic Health Research 2013’, Acta medica
Indonesiana, 49(4), pp. 291–298.

Is, P. R. A. K. T. (2009) ‘Penatalaksanaan Hipertensi’, 36(6), pp. 451–452.

PERHI (2019) ‘Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019’, Indonesian Society


Hipertensi Indonesia, pp. 34–35. doi: 10.1111/jch.13137.

Richard et al. (2013) The Color Atlas of Family Medicine.

Riskesdas (2018) ‘Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar’, Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia, pp. 1–100. doi: 1 Desember 2013.

Soelistijo, S. et al. (2015) Konsesus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe2 Di Indonesia 2015, Perkeni. Available at: https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-
Konsensus-Pengelolaan-dan-Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-
PERKENI-
2015.pdf&ved=2ahUKEwjy8KOs8cfoAhXCb30KHQb1Ck0QFjADegQIBhAB&usg=AOvV
aw1PxTUAnZLMkJYCkfCBY1mU.
Soelistijo, S. A., Novida, H. and Rudijanto, A. (2015) Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia, Pb Perkeni. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.

Wardiah, W. and Emilia, E. (2018) ‘Faktor Risiko Diabetes Mellitus Pada Wanita Usia
Reproduktif di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Lama Kota Langsa, Aceh’, Jurnal
Kesehatan Global, 1(3), p. 119. doi: 10.33085/jkg.v1i3.3975.

Widjaja, F. F. et al. (2013) ‘Prehypertension and hypertension among young Indonesian


adults at a primary health care in a rural area’, Medical Journal of Indonesia, 22(1), pp.
39–45. doi: 10.13181/mji.v22i1.519.

Anda mungkin juga menyukai