Revisi Kia Selvia Kumala Dewi - 1930079
Revisi Kia Selvia Kumala Dewi - 1930079
Revisi Kia Selvia Kumala Dewi - 1930079
Oleh :
i
KARYA ILMIAH AKHIR
Oleh :
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
karya ilmiah akhir ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan peraturan
Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiat, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes
Penulis,
HALAMAN PERSETUJUAN
iii
iv
Pembimbing
Mengetahui
Stikes Hang Tuah Surabaya
Ka Prodi Pendidikan Profesi Ners
iv
MOTTO & PERSEMBAHAN
“Fight to the end, pick up your success. If tired then rest, but don’t give up ”
PERSEMBAHAN
ilmiah akhir ini dengan baik. Karya ilmiah akhir ini saya persembahkan kepada:
selalu memberikan cinta dan kasih sayang, do’a dan dukungan baik moril
akhir (Mas Edwin, Mbak April dan Anjani) yang saling membantu dan
6. Terima kasih untuk semua orang yang ada di sekelilingku yang selalu
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Karya Ilmiah Akhir ini disusun
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program Pendidikan Profesi Ners.
ini bukan hanya karena kemampuan penulis saja, tetapi banyak bantuan dari
berbagai pihak yang telah dengan ikhlas membantu penulis demi terselesainya
penulisan, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya atas kesempatan dan
Ners.
Pendidikan Profesi Ners Stikes Hang Tuah Surabaya yang telah memberikan
vi
vii
vii
5. Bapak dan Ibu Dosen Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan
bekal bagi penulis dalam penyempurnaan penulisan Karya Tulis Ilmiah Akhir
ini, juga kepada seluruh tenaga administrasi yang tulus ikhlas melayani
Urgandana, Imelda Sandy, Rara Ayu Anjani dan Ignatius Erino) dalam
semangat sehingga Karya Ilmiah Akhir ini dapat terselesaikan, saya hanya
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
bantuannya. Penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT membalas amal
baik semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian Karya
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka saran dan kritik
Karya Tulis Ilmiah Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER..............................................................................................i
SURAT PERNYATAAN......................................................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................iv
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xiv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.4 Manfaat.............................................................................................................5
1.5 Metode Penulisan.............................................................................................6
1.6 Sistematika Penulisan.......................................................................................7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................9
viii
ix
2.2.5 Evaluasi........................................................................................................23
3.1 Pengkajian.................................................................................................46
3.1.1 Identitas......................................................................................................46
ix
x
3.1.5 Psikososial..................................................................................................47
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Kekerasan........................................................................................................95
xiii
1
DAFTAR SINGKATAN
DO : Data Objektif
DS : Data Subjektif
PK : Perilaku Kekerasan
SP : Strategi Pelaksanaan
SPTK : Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
WHO : World Health Organization
COVID-19 : Corona Virus Disease 2019
SARS : Severe Acute Respiratory Syndrome
Ny : Nyonya
P : Perawat
K : Klien
RSJ : Rumah Sakit Jiwa
IDPI : Ikatan Dewan Persatuan Indonesia
ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome
SOFA : Sepsis-relate Organ Failure Assesment
RMs : Recruitment Manoueuvers
NIV : Non Invasive Ventilasi
HFNO : High-Flow Nasal Oxygen
IPDP : Ikatan Dokter Paru Indonesia
PPPI : Program Pencegahan Pengendalian Infeksi
SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrom
SARS : Severe Acute Respiratory Syndrome
MERS : Middle East Respiratory Syndrome
SD : Standar Deviasi
EECLS : Expertise in Extra Corporal Life Support
CRT : Capillary Refill Time
TEK : Terapi Elektro Konvulsi
ODGJ : Orang Dengan Gangguan Jiwa
xiv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Skrizofrenia adalah bentuk ganguan jiwa yang sering di jumpai dan multifactorial,
perkembangannya dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta ditandai dengan
gejala positif, negatif dan defisit kognitif (Jones, et al.2011). Klien skizofrenia mengalami
hariaan dan penurunan fungsi sosial yang bemakna. Gejala negatif meliputi sulit memulai
pembicaraan,efek tumpul atau datar, kurangnya motivasi dan atensi, pasif, apatis, dan
penarikan diri secara sosial dan rasa tidak nyaman. Gejala positif meliputi
formal (Videbeck, 2008). Sikap bemusuhan lebih dikenal dengan perilaku kekerasan yang
Data yang di dapatkan dari WHO (2015) menunjukkan jumlah orang yang
mengalami Skizofrenia di seluruh dunia adalah 7 dari 1000 penduduk di dunia yaitu
sebesar 21 juta orang, tiga dari empat kasus gejala yang muncul terjadi pada usia 15 dan
34 tahun (Stuart, 2013). Data riset kesehatan dasar (2013) dengan responden yang diteliti
adalah 1.027.763 Menurut WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60
juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofernia, serta 47,5 juta terkena dimensia.
Menurut data WHO (2018), skizofrenia menyerang lebih dari 23 juta orang dari populasi
di dunia dan lebih umum diderita oleh laki-laki 12 juta dibanding dengan perempuan 9
juta.
signifikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, naik dari 1,7% menjadi 7% angka
terjadinya skizofrenia dari 34 provinsi terbanyak pada rovinsi Bali, DIY, dan NTB dengan
2
jiwa skizofrenia sebesar 6% dan Surabaya tercatat 18,8% (2018). Proses globalisasi dan
dan budaya pada masyarakat. Data Rumah Sakit Jiwa Menur di Ruang Flamboyan tahun
2018, rata-rata terdapat 152 pasien skizofernia perbulan dan masalah keperawatan perilaku
kekerasan sebesar 40%, yang merupakan masalah keperawatan terbesar kedua setelah
halusinasi. Sedangkan di Rumah Sakit Jiwa Menur terdapat sekitar 417 orang yang
terkena gangguan jiwa masalah utama perilaku kekerasan dari seluruh pasien yang
berjumlah 2785 orang dari keseluruhan pasien yang terdapat di Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya.
membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan
amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010). Perilaku
kekerasan bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan
definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu
saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat kekerasan. Perilaku kekerasan
yang dihadapi, dan tidak mampu mengontrol dorongan untuk melakukan perilaku
Corona virus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
Coronaviridae dibagi dua sub keluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik
terdapat tujuh tipe Coronavirus yang dapat menginfeksi manusia saat ini yaitu dua
3
alphacoronavirus (229E dan NL63) dan empat betacoronavirus, yakni OC43, HKU1,
Coronavirus tipe baru yang menjadi penyebab kejadian luar biasa di Wuhan, yakni Novel
Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyerupai gejala flu, yaitu
demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah itu, gejala dapat
hilang dan sembuh atau malah memberat. Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul
dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Demam
adalah gejala yang paling umum, meskipun beberapa orang yang lebih tua dan mereka
yang memiliki masalah kesehatan lainnya mengalami demam di kemudian hari. Dalam
satu penelitian, 44% orang mengalami demam ketika mereka datang ke rumah sakit,
sementara 89% mengalami demam di beberapa titik selama dirawat di rumah sakit. Gejala
umum lainnya termasuk batuk , kehilangan nafsu makan , kelelahan , sesak napas ,
produksi dahak , dan nyeri otot dan sendi . Gejala seperti mual , muntah , dan diare telah
diamati dalam berbagai persentase. Gejala yang kurang umum termasuk bersin, pilek,
dampak pada kondisi kesehatan jiwa dan psikososial setiap orang. Sampai dengan tanggal
25 Maret 2020, dilaporkan total kasus konfirmasi COVID-19 sejumlah 414.179 dengan
18.440 kematian (CFR 4,4%) yang dilaporkan di 192 negara/wilayah. Di antara kasus
tersebut, sudah ada beberapa petugas kesehatan yang dilaporkan COVID-19 sebanyak
4.241 kasus. Menurut WHO (2020), munculnya pandemi menimbulkan stres pada
berbagai lapisam masyarakat. Meskipun sejauh ini belum terdapat ulasan sistematis
tentang dampak COVID-19 terhadap kesehatan jiwa, namun sejumlah penelitian terkait
pandemi (antara lain flu burung dan SARS) menunjukkan adanya dampak negatif terhadap
dalam jangka menengah dan panjang, 41—65% dari penyintas mengalami berbagai
menunjukkan bahwa masalah psikologis pada penyintas SARS tidak berkurang dalam
kurun waktu satu tahun setelah kejadian. Bahkan, diperkirakan 64% dari penyintas
mengalami berbagai distres psikologis terdapat pada perempuan dan tenaga kesehatan.
Sebuah penelitian yang juga dilakukan di Hong Kong bahkan menunjukkan bahwa 30
bulan paskainfeksi SARS, 25.6% dari penyintas mengalami Post Traumatic Disorders
(PTSD) dan 15.6% mengalami gangguan depresi. Secara rata-rata, setidaknya 30%
penyintas mengalami salah satu dari gejala tersebut (Mak dkk., 2009). Berdasarkan
penelitian tentang dampak tsunami pada tahun 2004, maka semua masalah kesehatan jiwa
meningkat hampir dua kali lipat setelah 12 bulan, yaitu gangguan jiwa berat (severe
mental disorder) dari 2-3% menjadi 3-4%, gangguan jiwa sedang ke berat (mild to
moderate mental disorder) dari 10% Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa Dan Psikososial
Pada Pandemi COVID 19 menjadi 15-20%, sedangkan distres psikososial sedang ke berat
(mild to severe psychosocial distres) mencapai 30-50%, dan distres psikososial sedang
(WHO, 2015).
Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis akan
melakukan kajian lebih dengan melakukan asuhan keperawatan jiwa kemudian membuat
rumusan masalah sebagai berikut, “Bagaimana asuhan keperawatan jiwa masalah utama
resiko perilaku kekerasan pada Ny. T dengan diagnosa medis skizofernia di Ruang
perilaku kekerasan dengan diagnosa medis skizofernia di Ruang Flamboyan Rumah Sakit
1. Mengkaji klien dengan masalah utama resiko perilaku kekerasan dengan diagnosa
Surabaya
diagnosa medis skizofernia di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
1.4 Manfaat
Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini dapat memberi manfaat :
1. Akademis
6
Hasil studi kasus ini memberikan informasi terbaru bagi ilmu pengetahuan
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi acuan bagi pelayanan dirumah sakit
dengan baik.
b. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi bagi peneliti
perilaku kekerasan.
1. Metode
gejala yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi studi kepustakaan yang
a. Wawancara
7
b. Observasi
c. Pemeriksaan
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung dari pasien, baik berupa observasi
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari orang tua pasien, catatan medik perawat, hasil-
4. Studi Kepustakaan
Mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan judul studi kasus dan
Supaya leih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami studi kasus
2. Bagian inti, terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub bab
berikut ini :
8
BAB 2 : Tinjauan Pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit dan
asuhan keperawatan jiwa perilaku kekerasan. Konsep penyakit akan diuraikan definisi,
proses terjadinya, etiologi dan cara penanganan secara medis. Asuhan keperawatan akan
evaluasi.
mempunyai riwayat melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri atau
orang lain atau lingkungan baik secara fisik/emosional/seksual dan verbal (Keliat, 2010).
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,orang lain maupun
secara fisik maupun verbal yang ditujukan kepada diri sendiri maupun orang lain. Perilaku
kekerasan biasanya berupa kekerasan secara fisik atau kekerasan secara verbal. Perilaku
10
percaya diri (Townsend, 2009). Perilaku kekerasan adalah suatu keadan diaman seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayahkan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol
menyampaikan pesan bahwa dia “Tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap,
merasa tidak dituruti atau diremehkan”. Rentang respon kemarahan individu dimulai dari
respon normal (asertif) sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif).
Gambar 2.1 : Rentang respon perilaku kekerasan (Keliat,1999 ) dalam Ade Hermawan
(2011)
Keterangan :
Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
Tanda gejala yang ada adalah ada ide melukai, merencanakan tindakan kekerasan,
ketus, mengucapkan kata-kata kotor, serta adanya riwayat perilaku kekerasan (Keliat,
2010).
1. Fisik
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar
dan ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri / orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresi.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
5. Intelektual
6. Spiritual
Merasa dirinya berkuasa, merasa dirinya benar, keragua-raguan, tidak bermoral dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial
8. Perhatian
12
2.1.4 Etiologi
1. Faktor psikologis
a. Terdapat asumsi bahwa seorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan
b. Bedasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak
menyenangkan
c. Rasa frustasi
e. Terori psikonalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberi kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya
berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindak kekeraasan merupakan pengungkapan secara
kekerasan
dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan terori bandura bahwa agresif tidak
berbeda dengan repons-respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
3. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris rungan
pada hipotalamus (system limbik) ternayata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika
13
terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran
rasional) dan lobus temporal (untuk interprestasi indera penciuman dan memori) akan
menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi dan hendak menyerang objek yang ada
disekitanya.
Selain itu berdasarkan teori biologi, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
agresif.
penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebropinal merupakan faktor
c. Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan
genetik termasuk genetik tipe kariotipe XXY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni
d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai gangguan serebral,
tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis,
epilepsy (epilepsy lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
4. Faktor presipitasi
Secara umum seorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury
sacara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkungan.
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku
4. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan alkhol
serta tidak mampu mengontrol emosi pada sat menghadapi rasa frustasi
8. Mekanisme koping
Pada saat ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom
15
peristaltic gaster menurun, pengeluarana urin dan saliva meningkat, tangan mengepal,
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara terbaik, individu
dapat mengekpresikan rasa marahnya tanpa meyakiti orang lain secara fisik maupun
3. Membrontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku untuk menarik
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditunjukkan kepada diri sendiri, orang
Core Problem
Perilaku Kekerasan
Kurang
Pengetahuan
Causa
tentang penyakit
Koping jiwa dan obat-
Harga Diri obatnya
Rendah Individu Tidak
Efektif
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
dari pengkumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Keliat, Budi Ana
1. Identitas klien
Perilaku kekerasan jenis kelamin terbanyak dominan laki-laki, usia rata-rata yang
melakukan perilaku kekerasan 30-50 tahun dengan jenjang karir rata-rata lulusan SD.
2. Alasan Masuk
Marah-marah, memukul orang lain, membanting suatu benda, bertengkar dengan orang
lain.
3. Faktor presdeposisi
keluarga, dan tindakan kriminal. Menanyakan kepada klien tentang faktor predesposisi,
faktor predesposisi klien dari pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, adanya
riwayat anggota keluarga yang gangguan jiwa dan adanya riwayat penganiayaan.
4. Pemeriksaan fisik
Klien dengan perilaku kekerasan pemeriksaan fisik biasanya tekanan darah naik, nadi
naik, dan dengan kondisi fisik muka merah, otot wajah tegang.
5. Psikososial
a. Genogram
pengambilan keputusan dan pola asuh. Pada klien perilaku kekerasan perlu dikaji pola
b. Konsep diri
17
1) Gambaran diri
Klien dengan perilaku kekerasan mengenai gambaran dirinya ialah pandangan tajam,
2) Identitas diri
Klien dengan PK baisanya identitas dirinya ialah moral yang kurang karena
3) Fungsi peran
Fungsi peran pada klien perilaku kekerasan terganggu karena adanya perilaku
4) Ideal diri
5) Harga diri
Harga diri yang dimiliki oleh klien perilaku kekerasan ialah harga diri rendah karena
penyebab awal PK marah yang tidak biasa menerima kenyataan dan memiliki sifat labil
c. Hubungan sosial
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan serta memiliki amarah yang tidak dapat
terkontrol.
d. Spiritual
Nilai dan kenyakinan dan ibadah pada pasien perilaku kekerasan mengangap tidak ada
6. Status mental
a) Penampilan
18
Pada klien dengan perilaku kekerasan biasanya klien tidak mampu merawat
penampilannya, biasanya penampilan tidak rapi , penggunaan pakaian tidak sesuai, cara
berpakaian tidak seperti biasanya, rambut kotor, rambut tidak seperti biasanya, rambut
kotor, rambut seperti tidak pernah disisir, gigi kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam.
b) Pembicaran
Pada klien perilaku kekerasan cara bicara klien kasar, suara tinggi, membentak, ketus,
c) Aktivitas motorik
Klien perilaku kekerasan terlihat tegang dan gelisah, muka merah dan jalan
mondar-mandir.
Untuk klien perilaku kekerasan efek dan emosinya labil, emosi klien cepat
defensive bahwa pendapatnya paling benar, curiga, sinis dan menolak dengan kasar.
Bermusuhan: dengan kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau tidak ramah.
Curiga dengan menunjukkan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau
orang lain.
f) Presepsi / sensori
Pada klien perilaku kekerasan resiko untuk mengalami presepsi sensori sebagai
penyebabnya.
7. Proses pikir
19
Proses pikir klien perilaku kekerasan yaitu hidup dalam pikirannya sendiri, hanya
memuaskan keinginannya tanpa peduli sekitarnya, menandakan ada distorsi arus asosiasi
dalam diri klien yang dimanefestasikan dengan lamunan, fantasi, waham dan
b. Isi pikirannya
Pada klien dengan perilaku kekerasan klien memiliki pemikiran curiga, dan tidak
8. Tingkat kesadaran
Tidak sadar, bigung, dan apatis. Terjadi disorientasi orang, tempat dan waktu. Klien
perilaku kekerasan tingkat keasadarannya bigung sendiri untuk menghadapi kenyataan dan
mengalami kegelisahan.
9. Memori
Klien dengan perilaku kekerasan masih mengingat kejadian jangka pendek dan
panjang.
Tingkat konsentrasi klien perilaku kekerasan mudah beralih dari satu objek ke objek
Klien dengan perilaku kekerasan tidak mampu mengambil keputusan yang kontruktif
dan adaptif.
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya mengingkari penyakit yang diderita klien
tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa
SP 1 pasien :
6. Mempraktikkan latihan cara mengontrol fisik (tarik nafas dalam ketika marah)
SP 2 pasien :
SP 3 pasien :
SP 4 pasien :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (sp1, 2) dan verbal yaitu (latihan ibadah dan berdoa, buat
SP 5 pasien :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp1, 2), verbal (Sp 3), spiritual
SP 1 keluarga :
2. Latih cara merawat pasien dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga
tentang cara merawat pasien perilaku kekerasan di rumah (diskusikan masalah yang
dihadapi keluarga dalam merawat pasien dan diskusikan bersama keluarga tentang
perilaku penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang muncul dan akibat perilaku
tersebut), diskusikan bersama keluarga kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan
SP 2 keluarga :
1. Evaluasi SP 1
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat, anjurkan keluarga untuk
memberikan pujian kepada pasien jika pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara
tepat, diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan jika pasien
SP 3 keluarga :
dilakukan pada pasien dan keluarga berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat. Pada
b. berjabat tangan
d. membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa lalu
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah
secara :
a. Verbal
d. Terhadap lingkungan
b. Obat
Tindakan (SP 2) :
1. Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua.
Tindakan (SP 3) :
Tindakan (SP 4) :
2. Tindakan (SP 5) :
2.2.5 Evaluasi
kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, serta akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukan.
perkembangannya dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta ditandai dengan
gejala positif, negatif dan deficit kognitif (Jones et al, 2011). Peristiwa ini dipengaruhi
kejadian ini juga dianggap sebagai faktor kunci terjadinya skrezofernia (Bobo et al, 2008).
24
kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa
1. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9%-1,8%
bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak-anak dengan salah satu orang tua yang menderita
Skizofrenia 40-68%, kembar 2 telur 2-15% dan kembar satu telur 61-86%.
2. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
ekstermitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek
otak tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan
Menurut Meyer Skizofrenia merupakan reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga
timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari
kenyataan (otisme).
2) Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan ide yang berkuasa serta
tidak mungkin.
c. Bleuler, ciri khas skizofrenia dapat diidentifikasi dari 4 A gejala khas (Bleuler’s 4 A’s)
yaitu:
Tanda dan Gejala menurut (Bleuler dalam Nanda NIC NOC, 2015).
1. Gejala Primer
a. Gangguan Proses Pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah
Emosi berlebihan
c. Gangguan Kemauan
d. Gangguan Psikomotor
e. Autisme
Menurut (Kraepelin dalam Nanda NIC NOC, 2015), membagi Skizofrenia dalam beberapa
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan
3. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului
oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder
dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir,
Gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia
luar maupun dirinya sendiri berubah, semua seakan-akan mempunyai suatu arti yang
khususu baginya.
6. Skizofrenia Residual
27
Keadaan skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-
gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
depresi (skizo deprsif) atau gejala mania (psikopanik). Jenis ini cenderung untuk menjadi
1. Farmakoterapi
aktif dan mencegah kekambuhan. Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami
episode skizofrenia, pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek
dengan dosis yang rendah. Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut
atau kronis. Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3
minggu. Setelah 4-8 minggu, pasien masuk ke tahap stabilisasi sewaktu gejala-gejala
sedikit banyak yang sudah teratasi. Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikotik
dengan penderita. TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor. Terhadap
skizofrenia simplex efeknya mengecewakan, bila gejala hanya ringan lantas diberi TEK,
Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak membawa hasil yang diharapkan, bahkan
ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada penderita dengan Skizofrenia karena
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
terdapat tujuh tipe Coronavirus yang dapat menginfeksi manusia saat ini yaitu dua
alphacoronavirus (229E dan NL63) dan empat betacoronavirus, yakni OC43, HKU1,
Coronavirus tipe baru yang menjadi penyebab kejadian luar biasa di Wuhan, yakni Novel
Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari
gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-
CoV-2.
Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua, dengan gejala
klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai berat seperti SARS atau MERS
serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa. Jika kita terpapar virus dalam
jumlah besar dalam satu waktu, dapat menimbulkan penyakit walaupun sistem imun tubuh
berfungsi normal. Orang-orang dengan sistem imun lemah seperti orang tua, wanita hamil,
dan kondisi lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah. Infeksi
29
Coronavirus menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini lagi
melalui kontak erat dan droplet, tidak melalui udara. Orang yang paling berisiko tertular
penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk yang
menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam.
Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan ke
manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak sebagai vektor
Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan
untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk kejadian
severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East respiratory syndrome (MERS)
(Li, 2005). Namun pada kasus SARS, saat itu host intermediet (masked palm civet atau
luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan awalnya disangka sebagai host alamiah.
Barulah pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa luwak hanyalah sebagai host
intermediet dan kelelawar tapal kuda (horseshoe bars) sebagai host alamiahnya (Cao,
2020). Secara umum, alur Coronavirus dari hewan ke manusia dan dari manusia ke
manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet, rute feses dan oral.
Kontak erat didefinisikan seseorang yang memiliki kontak (dalam 1 meter) dengan
kasus yang terkonfirmasi selama masa simptomatiknya termasuk satu hari sebelum onset
COVID-19, bekerja dengan petugas kesehatan yang terinfeksi COVID-19 atau memeriksa
pasien yang terkonfimari kasus atau dalam lingkungan ruangan sama, ketika prosedur
aerosol dilakukan.
Berbagi lingkungan ruangan, bekerja bersama, belajar bersama dalam jarak dekat
4. Anggota keluarga atau tinggal di rumah yang sama dengan pasien COVID-19
(WHO, 2020).
hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan sel host sesuai
tropismenya.
1. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh Protein S yang
ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama dalam menginfeksi spesies host-
nya serta penentu tropisnya (Z, W, & H, 2020). Pada studi SARS-CoV protein S
enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru,
lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal,
otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan
sel otot polos. Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA
genom virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA
melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya
adalah perakitan dan rilis virus (Fehr & Perlman, 2015). Setelah terjadi transmisi,
virus masuk ke saluran napas atas kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas
atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah.
31
Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat
2. Pada tahap kedua, organisasi terjadi sehingga terjadi perubahan infiltrat atau
konsolidasi luas di paru. Infeksi tidak sebatas di sistem pernapasan tetapi virus
juga bereplikasi di enterosit sehingga menyebabkan diare dan luruh di feses, juga
klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >38 0C), batuk dan kesulitan bernapas.
Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal
seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu
minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok
septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem
koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan
tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan
sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat
Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi (World Health
Organization, 2020):
1. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala yang
tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat disertai dengan
nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot. Perlu diperhatikan
bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien immunocompromises presentasi gejala
menjadi tidak khas atau atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai
dengan demam dan gejala relatif ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala
32
komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek (World Health Organization,
2020).
2. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada
tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat ditandai dengan
batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas cepat atau takipneu tanpa
3. Pneumonia berat
Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas
sedangkan tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: >30x/menit), distress
Gejala: batuk atau tampak sesak, Sianosis central atau SpO 2 <90%, distress napas
berat (retraksi dada berat), pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau
minum; letargi atau penurunan kesadaran; atau kejang). Dalam menentukan pneumonia
berat ini diagnosis dilakukan dengan diagnosis klinis, yang mungkin didapatkan hasil
didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO₂) dibagi fraksi oksigen inspirasi (FIO₂) kurang
a. Dewasa :
1. ARDS ringan : 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan PEEP atau
2. ARDS sedang : 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤200 mmHg dengan PEEP ≥5
tanpa diventilasi.
4. Tidak tersedia data PaO2 : SpO2/FiO2 ≤315 diduga ARDS (termasuk pasien
tanpa ventilasi).
b. Anak :
1. Bilevel NIV atau CPAP ≥5 cmH2O melalui masker full wajah : PaO2/FiO2 ≤
2. ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ oxygenation index (OI) < 8 or 5 ≤ OSI <
7.5
5. Sepsis
Tanda pasien mengalama sepsis adalah disfungsi organ perubahan status mental,
susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi oksigen rendah, keluaran urin
berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, akral dingin atau tekanan darah
Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai 0-24
dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui tekanan oksigen atau
(hipotensi), system saraf pusat (tingkat kesadaran dihitung dengan Glasgow coma scale)
34
dan ginjal (luaran urin berkurang atau tinggi kreatinin). Sepsis didefinisikan peningkatan
skor Sequential (Sepsis-relate Organ Failure Assesment (SOFA) ≥ 2 poin. Pada anak-anak
didiagnosis sepsis bila curiga atau terbukti infeksi dan ≥ 2 kriteria systemic inflammatory
Response Syndrom (SIRS) yang salah satunya harus suhu abnormal atau hitung leukosit.
6. Syok Septik
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum adekuat
laktat > 2 mmol/L. Definisi syok septik pada anak yaitu hipotensi dengan tekanan sistolik
< persentil 5 atau >2 SD dibawah rata rata tekanan sistolik normal berdasarkan usia atau
c. CRT meningkat (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan bounding pulse
d. Takipnea
f. Peningkatan laktat
g. Oliguria
1. Pemeriksaan penunjang yang penting yaitu pencitraan toraks seperti foto toraks,
menjelaskan oleh karena efusi, lobar atau kolaps paru atau nodul. Sumber dari edema
tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau kelebihan cairan, dibutuhkan
penyebab edema jika tidak ada faktor risiko. Penting dilakukan analisis gas darah untuk
melihat tekanan oksigen darah dalam menentukan tingkat keparahan ARDS serta terapi.
Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang
jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan multiple
ground-glass dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi
2. Kultur Darah
Ambil kultur darah untuk pemeriksaan jenis bakteri yang menyebabkan pneumonia
dan sepsis, jika memungkinkan sebelum pemberian terapi antimikrobial. Jangan menunda
Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan orofaring). Saluran
napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan endotrakeal tube dapat
berupa aspirat endotrakeal). Untuk Ambil spesimen dari saluran pernapasan atas (SPA;
nasofaringeal dan orofaringeal), jika secara klinis masih diragukan dan spesimen SPA
negatif, ambil spesimen dari saluran pernapasan bawah saat sudah tersedia (SPB; dahak
berventilasi) untuk uji virus COVID-19 dengan RT-PRC dan pewarnaan/kultur bakteri.
Pada pasien terkonfirmasi COVID-19 di rumah sakit, sampel SPA danSPB dapat
diambil berulang kali untuk menunjukkan bahwa virus sudah bersih. Frekuensi
pengambilan spesimen bergantung pada ciri dan sumber daya epidemik setempat. Untuk
pemulangan dari rumah sakit pasien yang secara klinis sudah pulih, dianjurkan dilakukan
4. Bronkoskopi
c. Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat
d. Fungsi ginjal
f. Elektrolit
Indonesia, 2020)
1) Berikan terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat dan
dan titrasi untuk mencapai target SpO2 ≥90% pada anak dan orang dewasa
distres pernapasan berat, sianosis sentral, syok, koma, atau kejang) harus
37
≥94%;
dan sistem oksigen harus berfungsi dengan baik, dan semua alat-alat untuk
terbukti COVID-19.
b. Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA berat tanpa
syok.
Pasien dengan ISPA berat harus hati-hati dalam pemberian cairan intravena,
karena resusitasi cairan yang agresif dapat memperburuk oksigenasi, terutama dalam
pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis kecuali terdapat alasan lain.
menyebabkan efek samping yang serius pada pasien dengan ISPA berat/SARI, termasuk
infeksi oportunistik, nekrosis avaskular, infeksi baru bakteri dan replikasi virus mungkin
perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan intervensi perawatan suportif
secepat mungkin.
penilaian prognosisnya
telah diberikan oksigen melalui sungkup tutup muka dengan kantong reservoir (10 sampai
15 L/menit, aliran minimal yang dibutuhkan untuk mengembangkan kantong; FiO2 antara
0,60 dan 0,95). Gagal napas hipoksemi pada ARDS terjadi akibat ketidaksesuaian
b. Oksigen nasal aliran tinggi (HFNO) atau ventilasi non invasif (NIV) hanya pada
pasien gagal napas hipoksemi tertentu, dan pasien tersebut harus dipantau ketat
1) Sistem HFNO dapat memberikan aliran oksigen 60 L/menit dan FiO2 sampai
meskipun data terbaru menyebutkan bahwa HFNO mungkin aman pada pasien
Saat ini pedoman berbasis bukti tentang HFNO tidak ada, dan laporan tentang
edema paru kardiogenik dan gagal napas pasca operasi) atau penyakit virus
pandemik (merujuk pada studi SARS dan pandemi influenza). Karena hal ini
dan injuri parenkim paru akibat barotrauma. Data yang ada walaupun terbatas
terapi oksigen dengan NIV. Pasien hemodinamik tidak stabil, gagal multi-
Pasien dengan ARDS, terutama anak kecil, obesitas atau hamil, dapat mengalami
desaturasi dengan cepat selama intubasi. Pasien dilakukan preoksigenasi sebelum intubasi
dengan Fraksi Oksigen (FiO2) 100% selama 5 menit, melalui sungkup muka dengan
kantong udara, bag-valve mask, HFNO atau NIV dan kemudian dilanjutkan dengan
intubasi.
40
d. Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yang rendah (4-8 ml/kg prediksi
berat badan, Predicted Body Weight/PBW) dan tekanan inspirasi rendah (tekanan
Sangat direkomendasikan untuk pasien ARDS dan disarankan pada pasien gagal
1) Perhitungkan PBW pria = 50 + 2,3 [tinggi badan (inci) -60], wanita = 45,5 +
3) Atur ventilasi mekanik untuk mencapai tidal volume awal = 8 ml/kg PBW
4) Kurangi tidal volume awal secara bertahap 1 ml/kg dalam waktu ≤ 2 jam
5) Atur laju napas untuk mencapai ventilasi semenit (tidak lebih dari 35
kali/menit)
6) Atur tidal volume dan laju napas untuk mencapai target pH dan tekanan
plateau
tersedia. Penggunaan sedasi yang dalam untuk mengontrol usaha napas dan mencapai
target volume tidal. Prediksi peningkatan mortalitas pada ARDS lebih akurat
e. Pada pasien ARDS berat, lakukan ventilasi dengan prone position > 12 jam per
hari
dewasa dan anak dengan ARDS berat tetapi membutuhkan sumber daya manusia dan
ventilator.
g. Pada pasien dengan ARDS sedang atau berat disarankan menggunakan PEEP lebih
atelektrauma dan meningkatkan rekrutmen alveolar) dan risiko (tekanan berlebih pada
akhir inspirasi yang menyebabkan cedera parenkim paru dan resistensi vaskuler pulmoner
yang lebih tinggi). Untuk memandu titrasi PEEP berdasarkan pada FiO2 yang diperlukan
secara berkala dengan CPAP yang tinggi [30-40 cm H2O], peningkatan PEEP yang
progresif dengan tekanan driving yang konstan, atau tekanan driving yang tinggi dengan
h. Pada pasien ARDS sedang-berat (td2/FiO2 <150) tidak dianjurkan secara rutin
i. Pada fasyankes yang memiliki Expertise in Extra Corporal Life Support (ECLS),
Saat ini belum ada pedoman yang merekomendasikan penggunaan ECLS pada
pasien ARDS, namun ada penelitian bahwa ECLS kemungkinan dapat mengurangi risiko
kematian.
kateter dan klem endotrakeal tube ketika terputusnya hubungan ventilasi mekanik
2) Pasien anak: hipotensi (Tekanan Darah Sistolik < persentil 5 atau >2 standar
deviasi (SD) di bawah normal usia) atau terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut:
x/menit atau >160 x/menit pada bayi dan HR <70x/menit atau >150 x/menit
pada anak); waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2 detik) atau
vasodilatasi hangat dengan bounding pulse; takipnea; mottled skin atau ruam
Apabila tidak ada pemeriksaan laktat, gunakan MAP dan tanda klinis gangguan
perfusi untuk deteksi syok. Perawatan standar meliputi deteksi dini dan tatalaksana dalam
1 jam; terapi antimikroba dan pemberian cairan dan vasopresor untuk hipotensi.
Penggunaan kateter vena dan arteri berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan pasien.
b. Resusitasi syok septik pada dewasa: berikan cairan kristaloid isotonik 30 ml/kg.
Resusitasi syok septik pada anak-anak: pada awal berikan bolus cepat 20 ml/kg
d. Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan cairan dan gagal napas. Jika tidak
ada respon terhadap pemberian cairan dan muncul tanda-tanda kelebihan cairan
(seperti distensi vena jugularis, ronki basah halus pada auskultasi paru, gambaran
edema paru pada foto toraks, atau hepatomegali pada anak-anak) maka kurangi
1) Kristaloid yang diberikan berupa salin normal dan Ringer laktat. Penentuan
kebutuhan cairan untuk bolus tambahan (250-1000 ml pada orang dewasa atau
10-20 ml/kg pada anak-anak) berdasarkan respons klinis dan target perfusi.
Target perfusi meliputi MAP >65 mmHg atau target sesuai usia pada anak-
43
anak, produksi urin (>0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada
cukup banyak, tetapi rekomendasi ini belum memiliki bukti yang cukup (low
quality evidence).
resusitasi cairan yang cukup. Pada orang dewasa target awal tekanan darah adalah
f. Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopresor dapat diberikan melalui
intravena perifer, tetapi gunakan vena yang besar dan pantau dengan cermat tanda-
tanda ekstravasasi dan nekrosis jaringan lokal. Jika ekstravasasi terjadi, hentikan
buruk dan terjadi disfungsi jantung meskipun tekanan darah sudah mencapai target
aman diberikan melalui kateter vena sentral tetapi dapat pula diberikan melalui
vena perifer dan jarum intraoseus. Pantau tekanan darah sesering mungkin dan
2) Norepinefrin dianggap sebagai lini pertama pada pasien dewasa; epinefrin atau
diberikan untuk pasien bradikardia atau pasien dengan risiko rendah terjadinya
2020)
Saat ini belum ada penelitian atau bukti talaksana spesifik pada COVID-19. Belum
ada tatalaksana antiviral untuk infeksi Coronavirus yang terbukti efektif. Pada studi
manfaat klinis. Saat ini penggunaan lopinavir dan ritonavir masih diteliti terkait efektivitas
dan keamanan pada infeksi COVID-19. Tatalaksana yang belum teruji / terlisensi hanya
boleh diberikan dalam situasi uji klinis yang disetujui oleh komite etik atau melalui
pemantauan ketat. Selain itu, saat ini belum ada vaksin untuk mencegah pneumonia
COVID-19 ini.
1. Jarak Sosial (social distencing) adalah jarak interaksi sosial minimal 2 meter, tidak
berjabat tangan, dan tidak berpelukan sehingga penularan virus dapat dicegah. Jarak sosial
ini sepertinya membuat interaksi menjadi semakin jauh, rasa sepi dan terisolasi. Hal ini
dapat diatasi dengan meningkatkan intensitas interaksi sosial melalui media sosial yang
2. Jarak fisik (Physical distancing): Jarak fisik adalah jarak antar orang dimanapun
berada minimal 2 meter, artinya walaupun tidak berinteraksi dengan orang lain jarak harus
dijaga dan tidak bersentuhan. Tidak ada jaminan baju dan tubuh orang lain tidak
3. Cuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir sebelum dan sesudah memegang
benda. Tangan yang memegang benda apa saja mungkin sudah ada virus COVID-19,
sehingga cuci tangan pakai sabun dapat menghancurkan kulit luar virus dan tangan bebas
dari virus. Hindari menyentuh mulut, hidung dan mata, karena tangan merupakan cara
4. Pakai masker kain yang diganti setiap 4 jam. Pada situasi pandemi tidak diketahui
apakah orang lain sehat atau OTG (yang tidak memperlihatkan tanda dan gejala pada hal
sudah mengandung virus corona), jadi pemakaian masker kain bertujuan tidak menularkan
5. Setelah pulang ke rumah. Pada situasi yang terpaksa harus ke luar rumah, maka saat
pulang ke rumah upayakan meninggalkan sepatu di luar rumah, lalu segera mandi dan
Oleh karena itu setiap orang diminta tinggal di rumah (stay at home) artinya
bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah dari rumah dan semua aktifitas
Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang
yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
Orang dengan gangguan jiwa yang berada di masyarakat dan yang dirawat di
rumah sakit jiwa mempunyai risiko yang sama terhadap penularan COVID-19. Oleh
karena itu semua tindakan pada OS, OTG, ODP, PDP, dan konfirmasi COVID-19 berlaku
untuk mereka. Orang dengan gangguan jiwa diberikan edukasi promosi kesehatan dan
memungkinkan ODGJ yang telah pulih berisiko kambuh. Untuk itu perlu dilakukan
beberapa dukungan kesehatan jiwa dan psikososial kepada ODGJ. Cara memberikan
pada pasien ODGJ karena berita yang ada serta pembatasan dalam ruang gerak individu
jiwa di layanan primer atau dokter yang merawat untuk melakukan tindakan lanjutan yang
psikiatrik oleh perawat dan dokter pelayanan kesehatan primer yang bertanggung jawab
d) Perawat dan dokter penanggung jawab kesehatan jiwa di puskesmas atau pelayanan
e) Perlakuan dan perhatian khusus terhadap ODGJ terlantar dan gelandangan, bekerja
BAB 3
TINJAUAN KASUS
FORMULIR PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
RS. JIWA MENUR SURABAYA
sulit tidur , sering berfikiran aneh aneh. Terjadi selama 2 bulan belakangan ini.
Pasien sudah pernah dirawat di RSJ Menur sebelumnya, pasien pernah dirawat di
RSJ sebelumnya pada tahun 2017. Sekarang pasien dirawat untuk yang ke-3 kali.
2. Pengobatan sebelumnya
Pengobatan sebelumnya tidak berhasil karena pasien tidak mau minum obat
secara teratur.
3. Pengalaman
Pasien tidak pernah mengalami aniaya fisik, seksual, kekerasan dalam keluarga,
Pasien pernah mengalami tindakan yang tidak menyenangkan saat SMA kelas 11
ketika pasien jatuh dibanting lawan saat karate yang mengakibatkan pasien trauma
3.1.5 Psikososial
1. Genogram
Pasien adalah anak ke-1 dari 4 bersaudara. Pasien belum menikah. Pasien tinggal
serumah bersama kedua orang tua dan adik perempuan bungsunya. Keluarga
pasien tidak memiliki riwayat gangguan jiwa. Komunikasi dengan keluarga baik.
Pola asuh orang tua terhadap anaknya juga baik. Saat pasien tidak kambuh pasien
2. Konsep diri :
a. Gambaran diri :
49
c. Peran diri :
Pasien mengatakan dirinya sebagai seorang anak ke 1 dari 4 bersaudara,
dirumah pasien bekerja membantu ibu berjualan sayur di pasar dan kadang
d. Ideal diri :
Pasien mengatakan ingin cepat pulang karena ingin segera bertemu dengan
keluarganya dan jalan-jalan bersama keluarga.
e. Harga diri :
Pasien merasa tidak ada yang mempercayai dan menghargai pasien saat
rumah sakit pasien mengikuti setiap kegiatan yang ada di ruangan seperti jalan
4. Spiritual :
50
GENOGRAM :
= Laki-laki
= Meninggal
= Tinggal serumah
= Pasien
1. Penampilan
2. Pembicaraan
Pasien berbicara sesuai dengan apa yang dibicarakan dan pasien berbicara dengan
cepat.
3. Aktivitas Motorik
51
4. Alam Perasaan
Pasien mengatakan kuatir karena pasien takut jika tidak cepat sembuh
5. Afek
Afek pasien tumpul, pasien sedikit marah saat ditanya penyebab melakukan
teringgung, tampak tegang dan kontak mata tidak dapat dipertahankan dan
pandangan tajam.
7. Persepsi Halusinasi
8. Proses Pikir
Sirkumstansial , pasien menjawab pertanyaan berbelit belit tetapi sampai pada
tujuan pembicaraan.
agama, waham somatik, dan tidak di temukan adanya fobia dalam diri pasien.
tempat, dan orang, pasien dapat menyebutkan dengan benar dan jelas
11. Memori
Pasien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka pendek, jangka panjang dan
saat ini
Pasien mengatakan menyakini apa yang didengar adalah sesuatu yang tidak nyata.
Pasien mengatakan meyakini apa yang di dengar adalah sesuatu yang tidak nyata.
a. Perawatan diri
53
b. Nutrisi
BB tertinggi : 65 BB terendah : 55
c. Tidur
Pasien mengatakan tidak ada masalah selama tidur. Pasien merasa segar
setelah bangun tidur dan memiliki kebiasaan tidur siang, saat tidur malam
pasien mengatakan tidur pukul 21.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB pagi.
2. Kemampuan Klien
obat dan melakukan pemeriksaan kesehatan, pasien patuh bila disuruh minum
obat, pasien minum obat sendiri tetapi untuk pengaturan jadwal masih
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mendukungnya agar cepat pulang,
pasien juga mengatakan bahwa yang mendukung adalah dokter, perawat dan
hobi ?
terbuka kepada ibu dan adiknya, akan tetapi disaat masalah yang terlalu berat dan
marah marah ,kadang sampai memukul orang yang membuat pasien emosi.
Maladaptif : Pasien akan menghindari orang baru yang tidak inginkannya untuk
berbicara.
SMA.
mengajar di PAUD.
ibunya
gangguan jiwa, obat-obatan, dan cara untuk mengahadapi stressor yang dialami.
kolinergik
3.2 Tabel terapi medik Pada Ny.T
56
5. Defisit pengetahuan
1. Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan
tekontrol , pasien suka marah marah dan Resiko mencederai diri sendiri ,
pendapatnya
No. RM : 24-xx-xx
Ruangan : Flamboyan
Tabel 3.4 Rencana Keperawatan
mencegah/mengendalikan
perilaku kekerasan 6) Diskusikan bersama pasien tentang cara
7) Pasien dapat mengontrol mencegah/mengendalikan perilaku kekerasan baik
perilaku kekerasan dengan secara verbal, fisik, obat dan spiritual
cara fisik I yaitu tarik nafas
dalam 7) Lakukan latihan nafas dalam dan kegiatan fisik
pengalihan perilaku kekerasan
SP 2 Pasien 1) Pasien dapat mengontrol 1) Lakukan latihan pukul bantal / kasur
Pasien mampu perilaku kekerasan dengan 2) Susun jadwal latihan pukul bantal / kasur dan
melakukan latihan cara fisik II yaitu pukul kegiatan lain kegiatan fisik pengalihan perilaku
mengendalikan perilaku bantal / kasur kekerasan
kekerasan dengan cara 2) Pasien dapat menyusun
fisik yang kedua yaitu jadwal latihan pukul bantal /
pukul bantal / kasur kasur kegiatan lain kegiatan
fisik pengalihan perilaku
kekerasan
SP 3 Pasien 1) Pasien mampu 1) Bantu pasien mengungkapkan rasa marah secara
Pasien mampu mengungkapkan rasa marah verbal yaitu menolak dan meminta dengan baik
melakukan latihan secara verbal yaitu menolak serta mengungkapkan perasaan dengan baik
mengendalikan perilaku dan meminta dengan baik 2) Susun jadwal mengungkapkan rasa marah secara
kekerasan dengan cara serta mengungkapkan verbal
verbal perasaan dengan baik
2) Pasien mampu menyusun
jadwal mengungkapkan rasa
marah secara verbal
SP 4 Pasien 1) Pasien mampu 1) Bantu pasien mengendalikan marah secara
60
Pasien mampu mengendalikan marah spiritual dengan kegiatan berdoa dan beribadah
melakukan latihan dengan cara beribadah dan yang biasa dilakukan.
mengendalikan perilaku berdoa yang biasa dilakukan 2) Buat jadwal beribadah dan berdoa
kekerasan dengan cara 2) Pasien mampu membuat
Spiritual jadwal beribadah dan berdoa
SP 5 Pasien 1) Pasien mampu meminum 1) Bantu pasien meminum obat dengan cara teratur
Pasien mampu obat dengan cara teratur dengan prinsip lima benar serta kegunaan obat
melakukan latihan dengan prinsip lima benar dan akibat berhenti minum obat
mengendalikan perilaku serta kegunaan obat dan 2) Buat jadwal minum obat secara teratur
kekerasan dengan cara akibat berhenti minum obat
patuh minum obat 2) Pasien mampu membuat
jadwal minum obat secara
teratur
61
3.5 Implementasi dan Evaluasi
Tabel 3.5 Implementasi dan Evaluasi
Tanggal Implementasi Evaluasi
/jam
Senin, DS : Pasien mengatakan jengkel kepada S : ”Nama saya T, saya suka dipanggil T.”
04-06-2020 ibunya karena tidak mempercayai “Saya kalau marah tegang , nada bicara tinggi”
pendapatnya, pasien sering marah
12.30 dan mengamuk
“Saya emosi biasanya marah marah, bisa
DO : Pasien mudah tersinggung, tampak sampai memukul”
tegang dan pandangan tajam “Perasaan saya senang mbak sudah bisa
mengetahui cara mengontrol marah dengan
Dx : Perilaku kekerasan. tarik nafas , tahan 3 detik kemudian lepaskan
lewat mulut”
Implementasi SP1 : O : - Pasien mampu berjabat tangan dan
1. Membina hubungan saling menyebutkan nama
percaya - Mampu menjelaskan penyebab, tanda gejala
2. Mengidentifikasi marah yang dilakukan dan akibatnya
penyebab marah - Pandangan tajam
3. Mengidentifikasi tanda - Pasien mudah tersinggung
dan gejala marah - Pasien tampak melakukan latihan tarik nafas
4. Mengidentifikasi marah dalam dan memukul bantal serta
yang dilakukan mengulanginya.
5. Mengidentifikasi akibat A : - Perilaku kekerasan (+)
marah - Pasien mampu bina hubungan saling
6. Menjelaskan cara
percaya
mengontrol marah
- Pasien mampu menjelaskan penyebab,
7. Mengajarkan
tanda, gejala, marah yang dilakukan dan
pengendalian marah
akibatnya
dengan latihan fisik tarik
- Pasien mampu menarik nafas dalam dan
nafas dalam dan pukul
bantal/kasur. mempraktikkan pukul bantal
8. Membimbing Pasien P : Motivasi pasien untuk latihan mengontrol
untuk memasukkan ke marah dengan latihan fisik 2x sehari saat
jadwal harian pasien pasien muncul perasaan emosi
- Evaluasi SP 1
- Minta pasien untuk
mengulangi
- Lanjutkan SP 2 (Ajarkan
mengontrol marah dengan
minum obat)
Selasa , DS : Pasien mengatakan kadang S : “Saya masih ingat tarik nafas dalam 3 detik
05-06-20 masih muncul perasaan kemudian hembuskan lewat mulut “
10.30 jengkel dan emosi “Saya belum melakukan secara mandiri mbak,
DO : Pasien tampak tegang, Saya bisa melakukan saat dibantu oleh
pandangan tajam perawat”
“Saya merasa senang sudah mengetahui cara
Implementasi SP2 : minum obat dengan benar yaitu benar nama
1. Evaluasi kemampuan pasien,benar obat,benar dosis, benar cara ,
pasien mengontrol resiko benar waktu dan benar dokumentasi “
perilaku kekerasan dengan O : - Pasien tampak tenang
latihan fisik - Kontak mata psien bisa dipertahankan
2. Melatih cara kontrol - Pasien tampak memahami cara minum obat
resiko perilaku kekerasan dengan benar dan mampu mengulanginya
dengan minum obat - Nada suara tidak tinggi dan ekspresi pasien
62
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dilakukan pembahasan mengenai asuhan keperawatan jiwa
dengan diagnosa medis skizofrenia dengan masalah utama resiko perilaku kekerasan pada
Ny. T di Ruang Flamboyan RSJ Menur Surabaya yang dilaksanakan mulai tanggal 04-06
Juni 2019. Melalui pendekatan studi kasus untuk mendapatkan kesenjangan antara teori
dan praktek di lapangan. Pembahasan terhadap proses asuhan keperawatan ini dimulai dari
4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah pasien
(Kusumawati dan Hartono, 2010). Pengkajian pada pasien, penulis menggunakan teori
proses keperawatan jiwa yaitu pengkajian identitas pasien, alasan masuk, faktor
persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, aspek medik
dan terapi (Damaiyanti, 2012). Teknik pengkajian yang dilakukan penulis adalah dengan
pengkajian pada Ny.T didapatkan data subyektif dan objektif yaitu pasien mengamuk dan
memukul orang tua (Ibu) tanpa sebab, gelisah , sulit tidur , sering berfikiran aneh aneh.
Menurut data yang di dapat klien pernah mengalami ganggun jiwa pada tahun
2017 di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, dengan masalah utama perilaku kekerasan
dengan diagnosa medis skizofrenia hebefrenik. Saat di ruangan klien didapatkan klien
tampak memasang muka jengkel saat diwawancara dan nada bicara pasien agak tinggi.
64
Pada dasarnya antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus tidak ada kesenjangan
yaitu dibuktikan pada tinjauan pustaka pada tanda dan gejala menurut (Keliat, 2010)
menjelaskan tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu ada ide melukai, merencanakan
perilaku kekerasan. Sedangkan di tinjauan kasus telah di dapatkan data secara objektif
membuat ibunya ketakutan dan saat di lakukan wawancara pasien sedikit marah saat
pasien mudah teringgung, tampak tegang dan kontak mata tidak dapat dipertahankan dan
pandangan tajam.
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis terhadap respon aktual atau potensial
(Keliat, 2006). Pohon masalah pada perilaku kekerasan (core problem) dapat
baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang
tidak terkontrol. Hal ini dapat terjadi karena beberapa penyebab yaitu faktor psikologis,
terhambat sehingga menyebabkan perilaku kekerasan yang didukung dari data yaitu pasien
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, diagnosa prioritas yang disesuaikan dengan
mengontrol fisik 1 yaitu dengan tarik nafas dalam, dan menganjurkan pasien memasukkan
cara fisik II yaitu pukul bantal / kasur, dan menganjurkan pasien memasukkan dalam
cara verbal, dan menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
cara spiritual, dan menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
cara minum obat, dan menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses terjadinya PK, menjelaskan ke keluarga xara
merawat pasien dengan PK. SP 2 : melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan PK, melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK. SP 3 :
membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge
strategi pelaksanaan yang betujuan agar klien mampu mengatasi atau mengendalikan
perilaku kekerasan.
66
Penulis berasumsi bahwa tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dengan
memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas
jiwa dengan diagnosa medis skizofrenia dengan masalah utama perilaku kekerasan pada
Ny. T di Ruang Kenari RSJ Menur Surabaya dilakukan mulai tanggal 04-06 Juni 2019.
Menurut Jurnal Ariani & Prihantini (2015) tentang “Pengaruh Terapi Psikoreligi
Terhadap Penurunan Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta” ada 3 strategi dalam manajemen perilaku kekerasan, yaitu strategi
(Marlindawani, 2009). Dengan terapi Psikoreligi jika dilaksanakan secara lebih maksimal
atau khusuk akan menjadi tindakan yang efektif menurunkan perilaku kekerasan pada
Skizofrenia di RSJD Surakarta. Penurunan ini meliputi penurunan pada respon fisik.
Didalam ajaran agama manapun bahwa sesorang yang akan melakukan Doa, Dzikir dan
mengikuti ceramah agama disunahkan untuk mensucikan diri, khusus dalam ajaran islam
(berwudhu). Menurut H.R Buchori Muslim bahwa air wudhlu dapat merangsang syaraf
yang ada pada tubuh kita. Dengan demikian aliran darah yang ada pada tubuh kita menjadi
lancar, sehingga tubuh kita akan menjadi rilek dan akan menurunkan ketegangan. Dimana
bila kondisi tegang tidak segera dinetralisir akan berdampak kemarahan. Kemarahan
merupakan salah satu tanda dari perilaku kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa terapi
67
psikoreligi yang meliputi doa-doa, dzikir, ceramah keagamaan, dan lain-lain dapat
meningkatkan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial guna peningkatan integrasi kesehatan jiwa. Dari
sudut ilmu kedokteran jiwa atau keperawatan jiwa atau kesehatan jiwa, doa dan dzikir
psikoterapi biasa (Ilham, 2018). Dengan demikian orang yang mengikuti terapi psikoreligi
akan membatasi geraknya karena dia berfokus pada kegiatanya sehingga dapat
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi
proses atau formatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau
sumatif dilakukan dengan membandingkan respon pasien pada tujuan khusus dan umum
Pada tinjauan teori evaluasi belum dapat dilaksanakan karena merupakan kasus
semu. Sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dapat dilakukan karena dapat diketahui
keadaan pasien dan masalahnya secara langsung. Evaluasi pada tinjauan teori berdasarkan
observasi perubahan tingkah laku dan respon pasien. Sedangkan pada tinjauan kasus
evaluasi dilakukan setiap hari selama pasien dirawat dirumah sakit. Evaluasi tersebut
Pada waktu dilakukan evaluasi, penulis melakukan SP 1 pada tanggal 4 Juni 2019
mengendalikan fisik. Pada hari berikutnya tanggal 5 Juni 2019 masih tetap mengulangi SP
1 yaitu : menyebutkan tanda dan gejala, menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan,
68
dan menyebutkan akibat perilaku kekerasan pasien sudah mampu menyebutkan dan
hari akhir tanggal 6 juni 2019 pasien mampu melakukan SP 2 yaitu mengevaluasi jadwal
kegiatan harian, mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan nafas dalam apabila
marah dan memukul guling untuk mengendalikan perilaku kekerasan. karena kerjasama
dengan perawat sudah baik pasien mampu melakukan tindakan SP berikutnya, hasil dari
evaluasi pasien Ny. T di ruang Flamboyan pada tanggal 4-6 Juni 2019 sudah tercapai
sampai SP 2.
69
BAB 5
PENUTUP
jiwa masalah utama perilaku kekerasan pada Ny. T dengan diagnosa medis Skizofrenia di
Ruang Flamboyan RS Menur Surabaya maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan
sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan
jiwa masalah utama perilaku kekerasan dengan diagnosa medis Skizofrenia dengan resiko
5.1 Simpulan
Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan pada pasien
dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya memang sudah dua kali masuk
masalah utama perilaku kekerasan pada pasien Ny. T dengan diagnosa medis
(2) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (3) gangguan
dapat dilakukan dengan cara lain yaitu terapi psikoreligi. Menurut Jurnal
4. Pada akhir evaluasi pada tanggal 6 Juni 2018 semua tujuan tercapai sebagian
untuk mengatasi masalah resiko perilaku kekerasan pada klien Ny. T, yang
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran yang dapat
lebih profesional dan lebih kreatif dalam mengaplikasikan pada kasus secara nyata.
Iyus Yosep, T. S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Azizah Lilik, dkk. (2016). Buku Ajar Kesehatan Jiwa . Yogjakarta: Indomedia Pustaka
Erwina, I. (2012, Juni 1). Aplikasi Model Adaptasi Roy Pada Klien Resiko Perilaku
Kekerasan Dengan Penerapan AsertivenessTraining. Ners Jurnal Keperawatan
Vol 8, 65-73.
73
Lampiran 1
Pertemuan : Ke 1 (SP 1)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Tujuan Khusus
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara
dalam).
74
1. Fase Orientasi :
Dewi, saya biaya dipanggil Selvia. Saya perawat yang dinas diruang Madrim
ini, saya dinas diruangan ini selama 1 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam
7 sampai jam 2 siang, jadi selama 1 minggu ini saya yang merawat ibu.
Mbak, rasakan,”
2. Fase Kerja :
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan
yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?” “Apa yang Mbak lakukan
selanjutnya”
“ Menurut Mbak adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
75
“Maukah mbak belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?
” Ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar
“ Begini mbak, kalau tanda- marah itu sudah mbak rasakan, coba berdiri lalu
tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari
mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi dan lakukan sebanyak 5 kali.
“ Nah sebaiknya latihan ini mbak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
mbak?”
“ Coba mbak sebutkan penyebab ibu marah dan yang ibu rasakan dan apa yang
“Nanti tolong mbak tulis M, bila melakukannya sendiri, tulis B, bila dibantu dan
“Baik mbak, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk mencegah dan
mengendalikan marahMbak.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya Mbak?”
Pertemuan : Ke 2 (SP 2)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
2. Diagnosa Keperawatan
3. Tujuan khusus
4. Tindakan Keperawatan
SP 2 klien :
kekerasan dengan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun
1. Fase Orientasi
“Bagaimana perasaan mbak saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu
marah?”
2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan mbak marah dan muncul perasaan kesal,
selain nafas dalam mbak dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari
kita latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar mbak? Jadi kalau
nanti mbak kesal atau marah, i langsung ke kamar dan lampiaskan marah
mbak tersebut dengan memukul bantal dan kasur. Nah coba mbak lakukan
cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah,
3. Fase Terminasi
“ Coba mbak sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”
“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ya. Pukul berapa
bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore, lalu kalau ada keinginan
istirahat, besok kita lanjut lagi disini bagaimana?” Kita akan belajar
78
mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik.
”Assalamu’alaikum”
Lembar 3
Pertemuan : Ke 3 (SP 3)
A. PROSES KEPERAWATAN
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara, sesekali nada bicara
agak tinggi.
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
sosial/verbal
4. Tindakan Keperawatan
SP3 klien :
(evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku kekerasan,
79
latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal ( menolak dengan baik, meminta
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Mbak, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya Anwar”, sesuai
“Bagaimana bu, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?” Coba saya lihat jadwal kegiatan
hariannya. “Bagus.”
“Bagaimana kalau kita sekarang latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara ya Mbak.. Kalau marah sudah disalurkan melalui
tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara
dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya mbak:
80
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta tidak
Nanti biasakan dicoba disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba mbak
Yang kedua : Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin
Yang ketiga : Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal mbak dapat mengatakan:”Saya jadi ingin marah karena perkataan mu
3. Fase Terminasi
“Coba mbak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”“Bagus sekali,
sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari mbak mau latihan bicara
“ Besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu yaitu dengan
cara ibadah, mbak setuju? Mau dimana mbak? Disini lagi? Baik sampai nanti ya
Mbak…Assalamu’alaikum”
81
Lembar 4
Pertemuan : Ke 4 (SP 4)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
2. Diagnosa Keperawatan
3. Tujuan khusus
4. Tindakan Keperawatan
SP 4 klien :
ibadah/ berdoa)
82
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Fase Orientasi
“Bagaiman mbak, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan
marahnya?”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
ditempat biasa?”
menit?”
3. Fase kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa mbak lakukan! Bagus, yang
mana yang mau di coba?”“Nah, kalau mbak sedang marah coba langsung
duduk dan langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya
rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian
kemarahan.”
“Coba mbak sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba
sebutkan caranya?”
4. Fase terminasi
ketiga ini?” “ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari?
Bagus”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan mbak. Mau
berapa kali mbak sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai
kesebuatan pasien).”
83
“Coba mbak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu lakukan bila mbak
sedang marah”
“Setelah ini coba mbak lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat
tadi”
“ Baik, besok bagaimana kalau kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
“Mbak mau dimana, ok disini lagi seperti biasa ya, kita ngobrol 15 menit lagi
bagaimana?”
Lembar 5
Pertemuan : Ke 5 (SP 5)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
2. Diagnosa Keperawatan
3. Tujuan khusus
psikofarmaka
4. Tindakan Keperawatan
SP 5 klien :
minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar
nama obat, benar cara minum obat, benar waktu dan benar dosis obat)
disertai penjelasan guna minum obat dan akibat berhenti minum obat,
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum, masih ingat nama saya” bagus sekali,ya saya Selvia mbak,
“Bagaimana Mbak, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal,
bicara yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang
menit?”
“Berapa macam obat yang mbakminum?warnanya apa saja? Bagus, jam berapa
CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan tidak
Semuanya ini harus ibu minum 3x sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7
malam”“Bila nanti setelah minum obat mulut mbak terasa kering, untuk
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini mbak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama mbak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam
berapa saja harus diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini
minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya”.
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita minum
“Coba mbak sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu minum. Bagaiman cara
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang
kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan
“Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana Mbak melaksanakan
kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat pagi mbak,
Lampiran 6
K : “Iya sus”
P : “Perkenalkan nama P : Tampak rileks, terse-nyum Perawat merasa bahwa Klien masih memberikan Memperkenalkan diri
ke arah klien
saya Selvia mbak, saya klien harus diberikan tanggapan secara ragu-ragu dapat menciptakan rasa
K : Tampak rileks
88
K : (diam)
P : “Bagaimana kalau P : Fokus, kontak mata baik Perawat memulai Klien menunjukkan kesedi- Kontrak awal sangat
kita ngobrol-ngobrol K : Mendengar dengan pembicaraan dengan klien annya untuk terbuka dan penting dalam interaksi
mbak? Sekitar 15 menit seksama disertai kontrak terlebih berinteraksi. untuk menunjang hubu-
bagaimana?” dahulu. ngan saling percaya.
K : Tampak lelah dan
K : “Iya sus” mengantuk
P : Mendegarkan dengan
seksama
P : “Bagaimana P : Kontak mata baik, Perawat berusaha meng- Klien mau mengungkapkan Eksplorasi perasaan
perasaan mbak hari ini? eksplorasi apa yang apa yang ia rasakan kepada klien penting untuk
perhatian penuh terhadap
Apa aja yang sudah dirasakan klien. perawat. mengetahui apa yang
mbak lakukan mulai dari klien dirasakan klien.
tadi pagi?”
K : Badan condong ke depan,
mendengarkan perawat
dengan seksama
K : “Biasa aja. Tadi pagi
bangun jam setengah 5
mandi trus bersih-bersih,
K : Fokus pada pembicara-an
makan, tidur-tiduran,
makan kajang ijo, P : Diam sejenak memikir-kan
makan siang kemudian
bagaimana cara me-
santai-santai di tempat
tidur” nyampaikan pada klien
89
P : “Oh begitu. Coba P : Fokus pada klien Perawat berusaha me- Klien tampak terbuka dan Daya ingat pasien dapat
mbak ceritakan awal K : Kontak mata baik nggali alasan masuk klien mau mengungkapkan dikaji dengan
mula mbak masuk sini?” dan menggali daya ingat kronologi klien masuk ke menanyakan data-data
klien RS pasien yang sederhana
K : “Saya di rumah K : Berbicara menghadap
ngamuk-ngamuk sus, perawat sambil membena-hi
saya melempar kuas posisi duduk
make up dan P : Badan condong ke depan,
mengancam ibu saya ekspresi wajah tenang, sikap
dengan pisau terus saya terbuka
langsung dibawa ke RS
sama ibu saya”
P : “Mbak, ingat P : Eskpresi tenang, tetap Perawat mencoba Klien dapat menyebutkan Daya ingat pasien dapat
sekarang dimana dan mempertahankan kontak mata mengorientasikan waktu tempat dimana ia sekarang dikaji dengan
tanggal berapa? dengan klien, tersenyum dan tempat terhadap klien tapi klien tampak kesulitan menanyakan data-data
K : badan condong ke arah saat akan menyebutkan pasien yang sederhana
perawat, fokus pada waktu
pembicaraan
K : Serius memandang
perawat sambil mengung-
90
P : “Menurut Mbak, P : tersenyum, melihat jam Perawat menggali Klien tampak terbuka Konsep diri
gambaran diri klien menyampaikan hal-hal yang menunjukkan
bagian tubuh mana yang tangan, badan terbuka
ditanya oleh perawat gambaran diri klien
disukai, Mbak anak K : sedikit tersenyum dan yang meliputi citra
tubuh, identitas diri,
keberapa, dan apa yang memperhatikan perawat
peran, ideal diri, dan
mbak inginkan/harapkan harga diri klien
sekarang? Kalau
dirumah Mbak dekat
dengan siapa?”
K : Memandang perawat
K : “Saya menyukai P : Fokus pada klien
semua bagian tubuh
saya, saya bersyukur
atas semuanya. Saya ini
anak kedua dari 3
bersaudara, kakak dan
adik saya ada sudah
menikah semua. Saya
dirumah hanya tinggal
dengan bapak saya. Saat
ini saya ingin cepat
sembuh dan pulang.
Kalau dirumah saya
dekat dengan Ibu Saya”
P : “Mbak agamanya P : Menunjukkan perhatian Perawat menggal nilai dan Klien dapat menyebutkan Nilai dan keyakinan
apa? Biasanya dirumah keyakinan klien terkait kegiatan ibadah yang biasa
K : Menunduk sambil sangat penting untuk
sholat? Kalau disini spiritual serta kegiatan dilakukan baik pada saat di
sholatnya bagaimana? memandang kakinya ibadah yang biasa rumah atupun di RS menentukan apakah
92
P : “Oh iya mbak, kalau P : Empati pada klien, badan Perawat menggali Klien dapat memberikkan Kemampuan penilaian
misalnya mbak disuruh kemampuan penilaian klien penilaian terhadap hal-hal
condong ke arah klien terhadap hal-hal yang
milih antara mandi dan terhadap hal-hal yang yang sederhana
makan, mana yang K : focus pada pembicaraan sederhana sederhana dapat
Mbak pilih?”
menunjukkan adanya
K : Memandang perawat gangguan atau tidak.
K : “Saya milih mandi
P : Kontak mata baik
dulu sus”
P : “Wah, Mbaknya P : badan condong ke arah Perawat mencoba menggali Klien tampak bersemangat Penguatan terhadap
pintar… Oya, Mbak kan harapan klien untuk segera ingin pulang klien atas
klien, kontak mata baik
tau kalau sekarang ini di memberikan semangat kemampuannya sa-ngat
RS, berarti tau kan kalau K : Tampak lelah dan cepat sembuh membantu untuk
mbak sakit, terus meningkatkan
93
P : “Mengapa mbak P : Menunjukkan perhatian Perawat mencoba menggali Klien dapat Identifikasi penyebab
kalau di rumah lebih alasan klien suka mengungkapkan alasannya
K : Menunduk sambil menarik diri sangat
suka menyendiri jarang menyendiri di rumah
keluar rumah?” memandang kakinya penting untuk
mengetahui
K : “Saya kadang
merasa malu Sus, tapi K : Masih menunduk penyebabnya
sebenarnya saya lebih
P : Memperhatikan
senang kalau punya
teman”
P : “Baik Mbak, ini P : tersenyum, melihat jam Perawat mengakhiri Klien tampak memahami Penguatan terhadap
kontrak dan membuat apa yang disampaikan klien atas
sudah 15 menit kita tangan, badan terbuka
kontrak baru perawat. kemampuannya sa-ngat
berbincang-bincang jadi K : sedikit tersenyum dan membantu untuk
meningkatkan
kita akhiri saja ya? memperhatikan perawat
kemampuan dirinya.
Besok kita bertemu lagi
bagaimana?”
K : Menganggukkan kepala
K : “Iya Sus” P : Fokus pada klien
P : “Baiklah saya P : Tersenyum, jabat ta-ngan Perawat mengakhiri inte- Klien berespon untuk Klien sepakat untuk
94
permisi dulu ya mbak. K : Menerima jabat tangan raksi dengan baik. mengakhiri interaksi menindaklanjuti
Mbak bisa beristirahat dengan baik.
dari perawat pertemu-an. Hal ini
lagi. Terimakasih ya
mbak sudah meluangkan menunjukkan bahwa
waktunya”
K : Berdiri antara klien dan
P : Berdiri sambil memper- perawat telah terjadi
K : “Sama-sama sus”
silahkan klien untuk ber- trust. Hal ini sesuai
istirahat kembali dengan teori bahwa
aspek utama untuk
mempertahankan hubu-
ngan adalah adanya
hubungan saling
percaya.
95
Lampiran 7
Tanggal
No Kemampuan
04-06- 05-06- 06-06-
2019 2019 2019
A Pasien
SP 1 PASIEN
1 Mengidentifikasi penyebab PK √
2 Mengidentifikasi tanda dan gejala PK √
3 Mengidentifikasi PK yang dilakukan √
4 Mengidentifikasi penyebab PK √
5 Menyebutkan cara mengendalikan PK √
Membantu pasien mempraktekkan latihan cara √
6
mengendalikan fisik 1
Menganjurkan pasien memasukkan dalam √
7 √ √
kegiatan harian
Nilai SP 1 Pasien
Sp 2 Pasien
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien √
1
Nilai SP 2 Pasien
97
SP 3 Pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan PK dengan
2
cara verbal
Menganjurkan pasien memasukkan dalam
3
jadwal kegiatan harian
Nilai SP 3 Pasien
Sp 4 Pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan PK dengan
2
cara spiritual
Menganjurkan pasien memasukkan dalam
3
jadwal kegiatan harian
Nilai SP 4
Sp 5 Pasien
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Menjelaskan cara mengendalikan PK dengan
2
minum obat
Menganjurkan pasien memasukkan dalam
3
jadwal kegiatan harian
Nilai SP 5