Referat Transfusi Darah Baru
Referat Transfusi Darah Baru
Referat Transfusi Darah Baru
OLEH :
Syahyuni Saleh, S.Ked
10542 0542 13
PEMBIMBING:
dr. Zulfikar Djafar, M. Kes, Sp.An.
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : SyahyuniSaleh
NIM : 10542054213
Pembimbing,
2
KATA PENGANTAR
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
dengan baik dan tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk dalam
sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Zulfikar
Djafar, M. Kes, Sp.An selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Tranfusi darah adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah donor
ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Tranfusi darah telah
mulai dicoba dilakukan sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke 17,
namun berakhir dengan kegagalan, karena cara pemberiannya dan pada waktu itu
dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai
percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang
semestinya menjadi sumber darah. Namun demikian pada masa ini, karena masih
banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, tranfusi darah sempat dilarang
dilakukan. Pada masa ini, tranfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri ke
dalam vena resipien.1
WHO telah mengembangkan strategi untuk transfuse darah yang aman dan
meminimalkan risiko tranfusi. Strategi tersebut terdiri dari pelayanan transfusi
darah yang terkoordinasi secara nasional; pengumpulan darah hanya dari donor
sukarela dari populasi risiko rendah; pelaksanaan skrining terhadap semua darah
donor dari penyebab infeksi, antara lain HIV, virus hepatitis, sifilis dan lainnya,
serta pelayanan laboratorium yang baik di semua aspek, termasuk golongan darah,
uji kompatibilitas, persiapan komponen, penyimpanan dan transportasi
darah/komponen darah; mengurangi transfusi darah yang tidak perlu dengan
penentuan indikasi transfusi darah dan komponen darah yang tepat, dan indikasi
cara alternative transfusi.
Di Indonesia, Palang Merah Indonesia (PMI) adalah satu-satunya
organisasi yang diperbolehkan oleh pemerintah (tertuang dalam Peraturan
Pemerintah No.18 tahun 1980) untuk melakukan prosedur transfusi darah.
Meskipun demikian, sebenarnya prosedur transfusi darah sudah dilakukan sejak
zaman perjuangan revolusi oleh PMI.
Namun transfusi bukanlah tanpa risiko, meskipun telah dilakukan berbagai
upaya untuk memperlancar tindakan transfusi, namun efek samping, reaksi
transfusi, atau infeksi akibat transfusi tetap mungkin terjadi. Pemberian
4
komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan
dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Banyak hal yang harus
diperhatikan dan dipersiapkan sehingga transfusi dapat digunakan secara optimal.
Oleh karena itu, perlu dipahami mengenai penggunaan transfusi darah sehingga
penatalaksanaanya sesuai dengan indikasi dan keamanannya dapat ditingkatkan.9
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DARAH
Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah
dimasukkan sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam sistem
kardiovaskuler, tersusun dari : 1. Komponen korpuskuler atau seluler, 2.
Komponen cairan. Komponen korpuskuler yaitu materi biologis yang
hidup dan bersifat multiantigenik, terdiri dari sel darah merah, sel darah
putih dan keeping trombosit, yang kesemuanya dihasilkan dari sel induk
yang senantiasa hidup dalam sumsum tulang. Ketiga jenis sel darah ini
memiliki masa hidup terbatas dan akan mati jika masa hidupnya berakhir.
Agar fungsi organ darah tidak ikut mati, maka secara berkala pada waktu-
waktu tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan diganti, diperbarui
dengan sel sejenis yang baru. Komponen cair yang juga disebut plasma,
menempati lebih dari 50 volume % organ darah, dengan bagian terbesar
dari plasma (90%) adalah air, bagian kecilnya terdiri dari protein plasma
dan elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin,
berbagai fraksi globulin serta protein untuk factor pembekuan dan untuk
fibrinolisis. 2,3
Peran penting darah adalah
a. Sebagai organ transportasi, khususnya oksigen (O2), yang dibawa dari
paru-paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut
sisa pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar melalui
paru-paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh
hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma
ikut berfungsi sebagai sarana transportasi dengan mengikat berbagai
materi yang bebas dalam plasma, untuk metabolism organ-organ
tubuh.
b. Sebagai orgam pertahanan tubuh (imunologik), khususnya dalam
menahan invasi berbagai jenis mikroba pathogen dan antigen asing.
6
Tranfusi darah adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah
donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya
pengobatan.Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit
(granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus
(immunoglobulin).
c. Peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme
homeostasis) sebagai upaya untuk mempertahankan volume darah
apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah. Fungsi ini dilakukan
oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas
homeostasis yang berlebihan.2,4
Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari
komponen darah korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan
bawaan ataupun karena penyakit yang didapat, yang tidak dapat diatasi
oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka
diperlukan penggantian dengan tranfusi darah, khususnya dari komponen
yang diperlukan.2,4
B. TRANSFUSI DARAH
1. Defenisi
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah
dari donor ke sistem sirkulasi penerima (resipien) melalui pembuluh
darah vena. Berdasarkan sumber darah atau komponen darah, transfusi
darah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu Homologous
atau allogenictransfusion, yaitu transfusi menggunakan darah dari
orang lain dan Autologoustransfusion, yaitu transfusi dengan
menggunakan darah resipien itu sendiri yang diambil sebelum transfusi
dilakukan.2,6
2. Tujuan Transfusi Darah
Tujuan tranfusi darah adalah mengembalikan dan mempertahankan
volume yang normal peredaran darah, menggantikan kekurangan
7
komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan,
memperbaiki fungsi homeostasis, dan tindakan terapi khusus.9
8
b. Cocokkan dengan identitas resipien dengan kantong darah yang
ditransfusikan termasuk tanggal kadaluarsa darah.
- Apakah ada tanda-tanda kompatibel pada darah yang
ditransfusikan termasuk tanggal kadaluarsa darah
- Cek darah secara visual apakah ada bekuan darah.
- Catat tekanan darah, frekuensi nadi resipien.
c. Monitor keadaan pasien :
- Untuk setiap darah yang ditransfusikan segera sesudah
transfusi dimulai.
- Dimulai pada 15 menit pertama sesudah transfusi darah
dimulai sampai sekurang-kurangnya 1 jam berikutnya
sampai transfusi selesai.
- Membuat patient chart
- Mencatat keadaan umum pasien, suhu tubuh, nadi, tekanan
darah, pernapasan.
- Keseimbangan cairan (oral/cairan intravena, output urin).
d. Catatan lain yaitu waktu mulai transfusi, selesai transfusi, volume
dan macam produk yang ditransfusi, dan reaksi transfusi (catat dan
segera melapor bila ada tanda-tanda dingin, demam, gatal-gatal,
nyeri.10
Selular
9
1. Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell
washed)
2. Sel darah merah pekat beku (packed red blood cell
washed)
Trombosit konsentrat (concentrate platelets)
Granulosit feresis (granulocytes pheresis)
Non selular
Albumin
Immunoglobulin
Factor VIII dan factor XI pekat
Rh immunoglobulin
Plasma ekspander sintetik
Seluler
10
Whole blood ada 3 macam, yaitu:
Indikasi:
11
Penggantian volume pada pasien dengan syok
hemoragi, trauma atau luka bakar
Pasien dengan perdarahan masif dan telah
kehilangan lebih dari 25% dari volume darah
total.
Kontraindikasi :
Ket :
12
2. Packed Red Cell (PRC)
PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan
selama penyimpanan, atau dengan sentrifugasi putaran tinggi.
Sebagian besar (2/3) dari plasma dibuang.(1) Satu unit PRC dari
500 ml darah lengkap volumenya 200-250 ml dengan kadar
hematokrit 70-80%, volume plasma 15-25 ml, dan volume
antikoagulan 10-15 ml. Mempunyai daya pembawa oksigen dua
kali lebih besar dari satu unit darah lengkap. Waktu
penyimpanan sama dengan darah lengkap14,15.
Secara umum pemakaian PRC ini dipakai pada pasien
anemia yang tidak disertai penurunan volume darah, misalnya
pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik,
leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia,
gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada
tanda “oxsygen need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi,
pusing, dan gelisah). PRC diberikan sampai tanda oxsygen need
hilang. Biasanya pada Hb 8-10 gr/dl14,15.
Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan
PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit
3-5 %14,15.
Keuntungan transfusi PRC dibanding darah lengkap : 15
a. Kemungkinan overload sirkulasi menjadi minimal
b. Reaksi transfusi akibat komponen plasma menjadi minimal.
c. Reaksi transfusi akibat antibodi donor menjadi minimal.
d. Akibat samping akibat volume antikoagulan yang
berlebihan menjadi minimal.
e. Meningkatnya daya guna pemakaian darah karena sisa
plasma dapat dibuat menjadi komponen-komponen yang
lain.
Indikasi :
13
Meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang
menunjukkan gejala anemia, yang hanya memerlukan massa sel
darh merah pembawa oksigen saja misalnya pada pasien dengan
gagal ginjal atau anemia karena keganasan.
14
Hb sekitar 5 adalah CRITICAL
15
Dibuat dari darah utuh yang dicuci dengan
normal saline sebanyak tiga kali untuk
menghilangkan antibodi. Washed PRC hanya dapat
disimpan selama 4 jam pada suhu 4oC, karena itu
harus segera diberikan. Sel darah merah yang dicuci
dengan normal salin memiliki hematokrit 70-80 %
dengan volume 180 ml. Pencucian dengan salin
membuang hamper seluruh plasma (98%),
menurunkan konsentrasi leukosit, dan trombosit serta
debris. Karena pembuatannya biasanya dilakukan
dengan system terbuka maka komponen ini hanya
dapat disimpan dalam 4 jam dalam suhu 1-6 0C.11
16
3. Leukosit/Granulosit konsentrat
Diberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun
berat, infeksi yang tidak membaik/ berat yang tidak sembuh
dengan pemberian antibiotik, kualitas leukosit menurun.
Komponen ini dibuat dari seorang donor dengan metode
pemutaran melalui hemonetic –30. Dengan alat ini darah dari
donor dilakukan pemutaran terus-menerus, memisahkan dan
mengumpulkan buffy coat yang banyak mengandung granulosit
limfosit dan platelet kemudian dicampur dengan larutan sitrat
sebagai antikoagulan yang akhirnya dilarutkan dalam plasma.15
Indikasi :
a. Penderita neutropenia dengan febris yang tinggi yang gagal
dengan antibiotik
b. Anemia aplastik dengan lekosit kurang dari 2000/ml
c. Penyakit-penyakit keganasan lainnya.
Kapan saat yang tepat untuk pemberian transfusi
granulosit, masih belum pasti. Umumnya para klinisi
menganjurkan pemberian transfusi granulosit pada penderita
neutropenia dengan panas yang tinggi dan gagal diobati dengan
antibiotik yang adekuat lebih dari 48 jam. Efek pemberian
transfusi granulosit tampak dari penurunan suhu badan penderita
terjadi pada 1-2 jam setelah transfusi.
4. Trombosit
Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada
kasus perdarahan yang disebabkan oleh kekurangan trombosit.
Pemberian trombosit yang berulang-ulang dapat menyebabkan
pembentukan thrombocyte antibody pada penderita. Transfusi
trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena
trombositopenia. Komponen trombosit mempunyai masa simpan
sampai dengan 3 hari.11
17
Indikasi pemberian komponen trombosit ialah :
18
a. Perdarahan menyeluruh yang tidak dapat dikendalikan
dengan jahitan bedah atau kauter.
b. Peningkatan PT atau PTT minimal 1,5 kali dari normal.
c. Hitung trombosit lebih besar dari 70.000/mm3 (untuk
menjamin bahwa trombositopenia bukan merupakan
penyebab perdarahan).
ASA merekomendasikan pemberian FFP dengan mengikuti
petunjuk berikut :15
a. Segera setelah terapi warfarin
b. Untuk koreksi defisiensi faktor koagulasi yang mana
untuk faktor yang spesifik tidak tersedia.
c. Untuk koreksi perdarahan mikrovaskuler sewaktu terjadi
peningkatan >1,5 kali nilai normal PT atau PTT
d. Untuk koreksi perdarahan sekunder mikrovaskuler yang
meningkat akibat defisiensi faktor koagulasi pada pasien
yang ditransfusi lebih dari satu unit volume darah dan
jika PT dan PTT tidak dapat diperoleh saat dibutuhkan.
e. FFP sebaiknya diberikan dalam dosis yang
diperhitungkan mencapai suatu konsentrasi plasma
minimum 30% (biasanya tercapai dengan pemberian 10-
15 ml/kg), kecuali setelah pemberian warfarin yang mana
biasanya cukup antara 5-8 ml/kg.
f. FFP dikontraindikasikan untuk peningkatan volume
plasma atau konsentrasi albumin.
2. Plasma biasa (Plasma Simpan)
Mengandung faktor stabil fibrinogen, albumin, dan
globulin. Didapat dari dari darah lengkap yang telah
mengalami penyimpanan. Dari 250 cc darah lengkap
diperoleh 125 cc plasma. Dapat bertahan selama 2 bulan pada
suhu 4oC. Indikasi : 15,16
a. Untuk mengatasi keadaan shok (sebelum darah datang).
19
b. Memperbaiki volume sirkulasi darah.
c. Mengganti protein plasma yang hilang pada luka bakar
yang luas.
d. Mengganti dan menambah jumlah faktor-faktor tertentu
yang hilang misalnya fibrinogen, albumin, dan globulin.
Plasma diberikan pada kehilangan plasma misalnya
dengue hemoragik fever, atau luka bakar yang luas. Dosis
pemberian tergantung keadaan klinis. Umumnya diberikan
10-15 ml/kgBB/hari. Hati-hati pada orang tua, karena
kemungkinan terjadinya payah jantung atau overload
sirkulasi. Indikasi ini sekarang tidak dianjurkan lagi karena
lebih aman menggunakan terapi larutan koloid atau albumin
yang bebas resiko transmisi penyakit. 15,16
3. Cryopresipitate
Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah
faktor VIII, faktor pembekuan XIII, faktor Von Willbrand,
fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk menghentikan
perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah
penderita hemofili A.
- Hemophilia A
20
- Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
- Penyakit von wilebrand
Derifat Plasma
2. Konsentrat Faktor IX
Dua konsentrat F IX sekarang tersedia sebagai hasil
rekombinan. Sediaan ini steril, stabil dan kering beku sebagai
hasil dari fraksinasi plasma yang dikumpulkan. Kompleks F
IX merupakan sediaan yang mengandung selain F IX juga
sejumlah F II, VII, X dan beberapa protein.11
21
4. Immunoglobulin
Immunoglobulin biasanya dibuat melalui proses
fraksinasi dengan etanol dingin dari plasma yang
dikumpulkan. Berisi immunoglobulin G (IgG) dengan sedikit
IgA dan IgM. Terdapat dua sediaan yakni intramuscular (IM)
dan intravena (IV). Pada sediaan IM, produk ini mempunyai
beberapa kelemahan yaitu pada pemberiannya diperlukan
waktu 4-7 hari untuk mencapai kadar puncak dalam plasma,
dosis maksimum yang dapat diberikan dibatasi oleh massa
otot dan pada pemberiannya menyebabkan nyeri. Sediaan IM
saat ini diberikan hanya untuk profilaksis. Sediaan ini
merupakan larutan steril dengan konsentrasi protein kurang
lebih 16,5 g/dl.6
5. Rh Immune Globulin
RhIG dibuat dari plasma yang dikumpulkan dan
mengandung IgG anti D. terdapat dua sediaan yaitu IM dan
IV. Sediaan IV dosis 120 ug dan 300 ug telah disetujui oleh
FDA untuk supresi imun terhadap antigen D dan untuk
pengobatan ITP.11
Komplikasi imunologi
1) Reaksi transfusi hemolitik
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir
selalu karena ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi
jenis IgM yang beredar) dan sekitar 90%-nya terjadi karena
kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah
yang akan diberikan.2,3Gejala dan tanda yang dapat timbul
pada RTHA adalah demam dengan atau tanpa menggigil,
mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine
berkurang, hemoglobinuria, dan hipotensi. Pada keadaan
22
yang lebih berat dapat terjadi renjatan (shock), koagulasi
intravaskuler diseminata (KID), dan/atau gagal ginjal akut
yang dapat berakibat kematian.1,2
Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya
disebabkan oleh adanya antibodi yang beredar yang tidak
dapat dideteksi sebelum transfusi dilakukan karena titernya
rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang
waktu untuk meningkatkan produksi antibodi tersebut.
Hemolisis yang terjadi biasanya ekstravaskuler.2,9Gejala dan
tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat,
ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak
terjadi hal yang perlu dikuatirkan karena hemolisis berjalan
lambat dan terjadi ekstravaskuler, tetapi dapat pula terjadi
seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan, biasanya tanpa
pengobatan. Bila terjadi hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal,
penatalaksanaannya sama seperti pada RTHA.3,8
2) Reaksi febris transfusi
Gambaran khas berupa menggigil lalu diikuti panas,
umumnya terjadi setelah beberapa jam sesudah transfusi.
Pening, mual, muntah dapat terjadi. Reaksi ini disebabkan
aloimunisasi terhadap antigen leukosit dan trombosit. Sebab
lain, karena adanya kemungkinan kontaminasi bakteri.11
3) Kerusakan paru akut karena transfusi
Reaksi ini disebabkan oleh transfusi antibody di dalam
plasma donor, yang bereaksi dengan granulosit resipien.
Diduga aglutinasi granulosit resipien dan aktivasi komplemen
terjadi dalam jaringan vaskuler paru menyebabkan endotel
kapiler rusak sehingga terjadi kebocoran cairan kedalam
alveoli. Keluhannya berupa menggil, panas, nyeri dada,
hipotensi, sianosis. Reaksi dapat terjadi dalam beberapa jam
23
selama transfusi, umumnya akan mereda dalam 48-96 jam
dengan bantuan pernapasan.11
4) Reaksi transfusi alergi
Terjadi transfuse alergi disebabkan oleh IgE resipen terhadap
protein atau bahan terlarut di dala plasma darah, interaksi
antara antigen gengan IgE merangsang keluarnya
antihistamin dari sel mast dan basophil gambaran berupa
urtikaria, spasme otot, angioedema sampai renjatan
anfilaktik. 11
5) Purpura pasca transfusi
Ini disebabkan oleh berkembangnya aloantibodi yang
ditunjukkan kepada antigen trombosit. Reaksi ini merupakan
pengembangan trombositopeni, terjadi 5-10 hari sesudah
transfuse.11
24
2) Transfusi massif: metabolic, hipotermi, pengenceran,
mikroembolisasi paru. Transfusi massif adalah transfusi
sejumlah darah yang telah disimpan, dengan volume darah
yanglebih besar daripada volume darah resipien dalam waktu
24 jam. Pada keadaan ini dapat terjadi hipotermia bila darah
yang digunakan tidak dihangatkan, hiperkalemia,
hipokalsemia dan kelainan koagulasi karena terjadi
pengenceran dari trombosit dan factor- factor pembekuan.
Penggunaan darah simpan dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi diantaranya
adalah kelainan jantung, asidosis, kegagalan hemostatik,
acute lung injury.3,511
3) Lainnya: plasticizer, hemosiderosis transfuse. Plasticizer
apabila kantong plastic terbuat dari PRV yang mengandung
“phthalate”, bahan ini lipofilik maka dapat larut dalam
cairanarah tergantung suhu dan penyimpanan yang
kemungkinan menyebabkan keracunan. Hemosiderosis
transfusi terjadi karena transfuse yang berulang-ulang,
misalnya anemia kronik karena kegaglan sumsum tulang.
Tiap kantong darah mengandung besi sekitar 0,25 mg.11
4) Infeksi
a) Hepatitis virus
Penularan virus hepatitis merupakan salah satu
bahaya/ resiko besar pada transfusi darah. Diperkirakan 5-
10 % resipien transfusi darah menunjukkan kenaikan
kadar enzim transaminase, yang merupakan bukti infeksi
virus hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis pasca
transfusi disebabkan oleh virus hepatitis non A non B.
Meski sekarang ini sebagian besar hepatitis pasca transfusi
ini dapat dicegah melalui seleksi donor yang baik dan
ketat, serta penapisan virus hepatitis B dan C, kasus
25
tertular masih tetap terjadi. Perkiraan resiko penularan
hepatitis B sekitar 1 dari 200.000 dan hepatitis C lebih
besar yaitu sekitar 1:10.000. 1,2
b) AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome)
Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat
terjadi melalui transfusi darah, yaitu dengan rasio
1:670.000, meski telah diupayakan penyaringan donor
yang baik dan ketat.
c) Infeksi CMV
Penularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus
yang lahir premature atau pasien dengan imunodefisiensi.
Biasanya virus ini menetap di leukosit danor, hingga
penyingkiran leukosit merupakan cara efektif mencegah
atau mengurangi kemungkinan infeksi virus ini. Transfusi
sel darah merah rendah leukosit merupakan hal terbaik
mencegah CMV ini.1,2
7. Tatalaksana Reaksi Transfusi
Reaksi transfusi hemolitik
a. Hentikan transfusi segera dan diganti infus NaCl 0,9%
b. Atasi shock dengan dopamine drip intravena 5-10 mg/kgBB
per menit sampai tekanan darah sistolik > 100 mmHg dan
perfusi jari-jari terasa hangat
c. Bila urine < 1 cc/kgBB/jam, maka segera berikan furosemide
1-2 mg/kgBB untuk mempertahankan urine > 100 cc/jam
d. Atasi demam dengan antipiretik
e. Periksa faal hemostasis untuk mengatasi kemungkinan DIC
Reaksi transfusi alergi
a. Transfusi dihentikan dan diganti dengan infus NaCl 0,9%
b. Antihistamin (IM atau IV)
Setelah gejala hilang transfusi dapat dilanjutkan, sebaiknya
dengan unit darah yang lain.
26
Reaksi anafilaksis
a. Tinggikan kedua tungkai untuk memperbaiki venous return
b. Hentikan transfusi dan diganti dengan infus NaCl 0,9%
c. Adrenalin 0,1-0,2 mg IV diulang tiap 5-15 menit sampai
sirkulasi membaik. Mungkin perlu dilanjutkan dopamine drip.
d. Berikan antihistamin (IM atau IV)
e. Steroid (hidrokortison 100 mg IV, deksametason 4-5 mg IV)
f. Aminofilin 5 mg/kgBB setelah tekanan darah membaik
g. Oksigen
Kelebihan cairan
a. Hentikan transfusi
b. Posisi penderita setengah duduk dan berikan oksigen
c. Furosemid 1-2 mg/kgBB IV dan digitalisasi cepat
d. Pertimbangkan phlebotomy, darah dikeluarkan 500 cc
e. Pada edema paru berat perlu diberikan morfin IV dengan
titrasi pelan 1 mg pelan-pelan, diulang tiap 10 menit sampai
sesak mereda. Sedikit overdosis morfin akan menyebabkan
depresi nafas/apnea.5
27
BAB III
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Cachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi
Kedua, Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI : 2002
2. Ramelan S, Gatot D, Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam
Pendidikan Kedokteran berkelanjutan (Continuing Medical Education)
Pediatrics Updates, 2005, Jakarta, IDAI cabang Jakarta, halaman: 21-30
4. Dr. Husein Alatas. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, 2007, Jakarta,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
halaman: 473-480
6. Hoffbrand, A.V. Kapita selekta Hematologi; oleh A.V Hoffbrand dan J.E.
Pettit; alih bahasa, Iyan Darmawan. Ed.6.2005,Jakarta:EGC .
7. Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu
Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics), 2000, Jakarta, EGC,
volume 2, Edisi 15, halaman: 1727-1732
11. Sudoyo AW, Bambang Setiyohadi, Idrus A, Marcellus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi Lima, 2009, Jakarta, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, halaman:1185-1204
12. Gwinnutt CL. Anestesi klinis. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2014.halaman.
50-52.
29
13. Boediwarsono, Soebiandiri, Sugianto et al. 2007. Transfusi Darah dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga
University Press. pp:187-92
14. Hewitt PE, Wagstaff W. 1995. Donor darah dan Uji Donor darah. Dalam :
Contreras M,Ed. Petunjuk Penting Transfusi (ABC of Transfusion), edisi
ke-2; alih bahasa Oswari J. Jakarta : EGC;1-4
16. Davies SC, brozovic M. Transfusi Sel darah Merah. Dalam Contreras M,
Ed. Petunjuk Penting transfusi (ABS of Transfusion) Edisi ke-2. Alih
Bahasa Oswari. Jakarta: EGC, 9-14
17. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Didapat dari
URL:http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB
/English/Handbook.pdf.
18. National Blood Users Group. A guideline for transfusion of red blood cells
in surgical patients. Irlandia, Januari 2001. Didapat dari
URL: http://www.doh.ie/pdfdocs/blood.pdf.
19. PHTDI, Transfusi KomponenDarah: Indikasi dan Skrinning, Perhimpunan
Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia,2003, Jakarta, halaman 12-15
30