0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
90 tayangan30 halaman

Referat Transfusi Darah Baru

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 30

BAGIAN ANESTESI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2018


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MANAJEMEN TRANSFUSI DARAH

OLEH :
Syahyuni Saleh, S.Ked
10542 0542 13

PEMBIMBING:
dr. Zulfikar Djafar, M. Kes, Sp.An.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : SyahyuniSaleh

NIM : 10542054213

Judul Laporan Kasus : Manajemen Transfusi Darah

Telah menyelesaikan referat dalam rangka kepanitraan klinik di bagian Anestesi

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, November 2018

Pembimbing,

dr. Zulfikar Djafar, M. Kes, Sp.An.

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat

diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda

Besar Nabi Muhammad SAW.

Referat berjudul “Manajemen Transfusi Darah ” ini dapat terselesaikan

dengan baik dan tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk dalam

menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian Anestesi. Secara khusus penulis

sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Zulfikar

Djafar, M. Kes, Sp.An selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu

dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi

selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna.

Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat

kepada semua orang.

Makassar, November 2018

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Tranfusi darah adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah donor
ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Tranfusi darah telah
mulai dicoba dilakukan sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke 17,
namun berakhir dengan kegagalan, karena cara pemberiannya dan pada waktu itu
dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai
percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang
semestinya menjadi sumber darah. Namun demikian pada masa ini, karena masih
banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, tranfusi darah sempat dilarang
dilakukan. Pada masa ini, tranfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri ke
dalam vena resipien.1
WHO telah mengembangkan strategi untuk transfuse darah yang aman dan
meminimalkan risiko tranfusi. Strategi tersebut terdiri dari pelayanan transfusi
darah yang terkoordinasi secara nasional; pengumpulan darah hanya dari donor
sukarela dari populasi risiko rendah; pelaksanaan skrining terhadap semua darah
donor dari penyebab infeksi, antara lain HIV, virus hepatitis, sifilis dan lainnya,
serta pelayanan laboratorium yang baik di semua aspek, termasuk golongan darah,
uji kompatibilitas, persiapan komponen, penyimpanan dan transportasi
darah/komponen darah; mengurangi transfusi darah yang tidak perlu dengan
penentuan indikasi transfusi darah dan komponen darah yang tepat, dan indikasi
cara alternative transfusi.
Di Indonesia, Palang Merah Indonesia (PMI) adalah satu-satunya
organisasi yang diperbolehkan oleh pemerintah (tertuang dalam Peraturan
Pemerintah No.18 tahun 1980) untuk melakukan prosedur transfusi darah.
Meskipun demikian, sebenarnya prosedur transfusi darah sudah dilakukan sejak
zaman perjuangan revolusi oleh PMI.
Namun transfusi bukanlah tanpa risiko, meskipun telah dilakukan berbagai
upaya untuk memperlancar tindakan transfusi, namun efek samping, reaksi
transfusi, atau infeksi akibat transfusi tetap mungkin terjadi. Pemberian

4
komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan
dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Banyak hal yang harus
diperhatikan dan dipersiapkan sehingga transfusi dapat digunakan secara optimal.
Oleh karena itu, perlu dipahami mengenai penggunaan transfusi darah sehingga
penatalaksanaanya sesuai dengan indikasi dan keamanannya dapat ditingkatkan.9

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DARAH
Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah
dimasukkan sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam sistem
kardiovaskuler, tersusun dari : 1. Komponen korpuskuler atau seluler, 2.
Komponen cairan. Komponen korpuskuler yaitu materi biologis yang
hidup dan bersifat multiantigenik, terdiri dari sel darah merah, sel darah
putih dan keeping trombosit, yang kesemuanya dihasilkan dari sel induk
yang senantiasa hidup dalam sumsum tulang. Ketiga jenis sel darah ini
memiliki masa hidup terbatas dan akan mati jika masa hidupnya berakhir.
Agar fungsi organ darah tidak ikut mati, maka secara berkala pada waktu-
waktu tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan diganti, diperbarui
dengan sel sejenis yang baru. Komponen cair yang juga disebut plasma,
menempati lebih dari 50 volume % organ darah, dengan bagian terbesar
dari plasma (90%) adalah air, bagian kecilnya terdiri dari protein plasma
dan elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin,
berbagai fraksi globulin serta protein untuk factor pembekuan dan untuk
fibrinolisis. 2,3
Peran penting darah adalah
a. Sebagai organ transportasi, khususnya oksigen (O2), yang dibawa dari
paru-paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut
sisa pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar melalui
paru-paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh
hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma
ikut berfungsi sebagai sarana transportasi dengan mengikat berbagai
materi yang bebas dalam plasma, untuk metabolism organ-organ
tubuh.
b. Sebagai orgam pertahanan tubuh (imunologik), khususnya dalam
menahan invasi berbagai jenis mikroba pathogen dan antigen asing.

6
Tranfusi darah adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah
donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya
pengobatan.Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit
(granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus
(immunoglobulin).
c. Peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme
homeostasis) sebagai upaya untuk mempertahankan volume darah
apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah. Fungsi ini dilakukan
oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas
homeostasis yang berlebihan.2,4
Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari
komponen darah korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan
bawaan ataupun karena penyakit yang didapat, yang tidak dapat diatasi
oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka
diperlukan penggantian dengan tranfusi darah, khususnya dari komponen
yang diperlukan.2,4

B. TRANSFUSI DARAH
1. Defenisi
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah
dari donor ke sistem sirkulasi penerima (resipien) melalui pembuluh
darah vena. Berdasarkan sumber darah atau komponen darah, transfusi
darah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu Homologous
atau allogenictransfusion, yaitu transfusi menggunakan darah dari
orang lain dan Autologoustransfusion, yaitu transfusi dengan
menggunakan darah resipien itu sendiri yang diambil sebelum transfusi
dilakukan.2,6
2. Tujuan Transfusi Darah
Tujuan tranfusi darah adalah mengembalikan dan mempertahankan
volume yang normal peredaran darah, menggantikan kekurangan

7
komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan,
memperbaiki fungsi homeostasis, dan tindakan terapi khusus.9

3. Indikasi Transfusi Darah


Secara garis besar, indikasi tranfusi darah adalah untuk
mengembalikan dan mempertahankan suatu volume peredaran darah
yang normal, misalnya pada anemia karena perdarahan, trauma bedah,
atau luka bakar luas. Selain itu, untuk mengganti kekurangan
komponen seluler atau kimia darah, misalnya pada anemia,
trombositopenia, hipotrombinemia, dan lain-lain.
Keadaan yang memerlukan tranfusi darah :
a. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr% atau Ht <30%
b. Pada orang tua, kelainan paru, kelainan jantung Hb <10 g/dl
c. Pada pembedahan mayor kehilangan darah >20% volume darah
d. Pada bayi anak yang kehilangan darah >15%, dengan kadar Hb
yang normal
e. Pada bayi anak, jika kehilangan darah hanya 10-15% dengan kadar
Hb normal tidak perlu transfusi darah, cukup dengan diberi cairan
kristaloid atau koloid, sedang >15% perlu transfusi karena terdapat
gangguan pengangkutan Oksigen.
f. Pada orang dewasa yang kehilangan darah sebanyak 20%, dengan
kadar Hb normal
g. Kehilangan darah sampai 20% dapat menyebabkan gangguan
faktor pembekuan1
4. Prosedur Pelaksanaan Transfusi Darah
Banyak laporan mengenai kesalahan tatalaksana tranfusi, misalnya
kesalahan pemberian darah milik pasien lain. Untuk menghindari
berbagai kesalahan, maka perlu diperhatikan :
a. Penjelasan kepada pasien dan keluarganya dengan informed
consent.

8
b. Cocokkan dengan identitas resipien dengan kantong darah yang
ditransfusikan termasuk tanggal kadaluarsa darah.
- Apakah ada tanda-tanda kompatibel pada darah yang
ditransfusikan termasuk tanggal kadaluarsa darah
- Cek darah secara visual apakah ada bekuan darah.
- Catat tekanan darah, frekuensi nadi resipien.
c. Monitor keadaan pasien :
- Untuk setiap darah yang ditransfusikan segera sesudah
transfusi dimulai.
- Dimulai pada 15 menit pertama sesudah transfusi darah
dimulai sampai sekurang-kurangnya 1 jam berikutnya
sampai transfusi selesai.
- Membuat patient chart
- Mencatat keadaan umum pasien, suhu tubuh, nadi, tekanan
darah, pernapasan.
- Keseimbangan cairan (oral/cairan intravena, output urin).
d. Catatan lain yaitu waktu mulai transfusi, selesai transfusi, volume
dan macam produk yang ditransfusi, dan reaksi transfusi (catat dan
segera melapor bila ada tanda-tanda dingin, demam, gatal-gatal,
nyeri.10

5. Sediaan Darah Untuk Transfusi


a) Macam-macam komponen darah
Komponen darah adalah bagian darah yang dipisahkan
dengan cara fisik/mekanik misalnya dengan cara sentrifugasi. 11
Meliputi :

Selular

 Darah utuh (whole blood)


 Sel darah merah pekat (packed red blood cell)
 Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed
red blood cell leukocytes reduced)

9
1. Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell
washed)
2. Sel darah merah pekat beku (packed red blood cell
washed)
 Trombosit konsentrat (concentrate platelets)
 Granulosit feresis (granulocytes pheresis)
Non selular

 Plasma sangat beku (fresh frozen plasma)


 Plasma donor tunggal (single donor plasma)
 Kriopresipitat faktor anti hemophilia (cryoprecipitale
AHF)
Macam macam derifat plasma

 Albumin
 Immunoglobulin
 Factor VIII dan factor XI pekat
 Rh immunoglobulin
 Plasma ekspander sintetik
Seluler

1. Darah Lengkap/ Whole Blood (WB)


Darah lengkap ini berisi sel darah merah, leukosit, trombosit
dan plasma. Satu unit kantong darah lengkap berisi 450 ml
darah dan 63 ml antikoagulan. Di Indonesia satu kantong darah
lengkap berisi 250 ml darah dengan 37 ml antikoagulan. Suhu
simpan antara 1-6 0C. lama simpan dari darah lengkap ini
tergantung dari antikoagulan yang dipakai pada kantong darah,
pada pemakaian sitrat fosfat dektrose (CPD) lama simpan
adalah 21 hari, sedangkan dengan CPD adenine (CPDA) adalah
35 hari11.

10
Whole blood ada 3 macam, yaitu:

- Darah Segar, yaitu darah yang baru diambil dari donor


sampai 6 jam sesudah pengambilan. Keuntungan
pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya
masih lengkap termasuk faktor labil (V dan VIII) dan
fungsi eritrosit masih relatif baik. Kerugiannya sulit
diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk
pemeriksaan golongan, reaksi silang dan transportasi
diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan resiko penularan
penyakit relatif banyak.
- Darah Baru, yaitu darah yang disimpan antara 6 jam
sampai 6 hari sesudah diambil dari donor. Faktor
pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat
terjadi peningkatan kadar kalium, amonia, dan asam
laktat.
- Darah Simpan, darah yang disimpan lebih dari 6 hari
sampai 35 hari. Keuntungannya mudah tersedia setiap
saat, bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang.
Sedang kerugiaannya ialah faktor pembekuan terutama
faktor V dan VIII sudah habis. Kemampuan transportasi
oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena
afinitas Hb terhadap oksigen yang tinggi, sehingga
oksigen sukar dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan
oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium, amonia,
dan asam laktat tinggi.19
Darah lengkap diberikan dengan golongan ABO dan Rh
yang diketahui. Diberikan pada penderita yang mengalami
perdarahan akut, syok hipovolemik, bedah mayor dengan
perdarahan >1500 ml.

Indikasi:

11
 Penggantian volume pada pasien dengan syok
hemoragi, trauma atau luka bakar
 Pasien dengan perdarahan masif dan telah
kehilangan lebih dari 25% dari volume darah
total.

Kontraindikasi :

Sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia


kronik yang normovolemik atau yang bertujuan
meningkatkan sel darah merah.

Dosis dan cara pemberian :

 Dewasa : 1 unit darah lengkap akan


meningkatkan Hb 1 gr/dl atau hematokrit 3-4%.
 Anak   :  8 mL/kg darah lengkap akan
meningkatkan Hb sekitar 1 g/dl.
Unit kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250
ml, 350 ml, 450 ml. Setiap unit darah lengkap diberikan dalam 4
jam dengan tetesan sesuai keadaan klinis.

Rumus kebutuhan whole blood

6 x  ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

Ket :

 Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb


normal (11.7 – 15.5 g/dL)
 Hb pasien : Hb pasien saat ini

12
2. Packed Red Cell (PRC)
PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan
selama penyimpanan, atau dengan sentrifugasi putaran tinggi.
Sebagian besar (2/3) dari plasma dibuang.(1) Satu unit PRC dari
500 ml darah lengkap volumenya 200-250 ml dengan kadar
hematokrit 70-80%, volume plasma 15-25 ml, dan volume
antikoagulan 10-15 ml. Mempunyai daya pembawa oksigen dua
kali lebih besar dari satu unit darah lengkap. Waktu
penyimpanan sama dengan darah lengkap14,15.
Secara umum pemakaian PRC ini dipakai pada pasien
anemia yang tidak disertai penurunan volume darah, misalnya
pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik,
leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia,
gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada
tanda “oxsygen need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi,
pusing, dan gelisah). PRC diberikan sampai tanda oxsygen need
hilang. Biasanya pada Hb 8-10 gr/dl14,15.
Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan
PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit
3-5 %14,15.
Keuntungan transfusi PRC dibanding darah lengkap : 15
a. Kemungkinan overload sirkulasi menjadi minimal
b. Reaksi transfusi akibat komponen plasma menjadi minimal.
c. Reaksi transfusi akibat antibodi donor menjadi minimal.
d. Akibat samping akibat volume antikoagulan yang
berlebihan menjadi minimal.
e. Meningkatnya daya guna pemakaian darah karena sisa
plasma dapat dibuat menjadi komponen-komponen yang
lain.
Indikasi :

13
Meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang
menunjukkan gejala anemia, yang hanya memerlukan massa sel
darh merah pembawa oksigen saja misalnya pada pasien dengan
gagal ginjal atau anemia karena keganasan.

 Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000


ml.
 Hemoglobin <8 gr/dl.
 Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama :
(misalnya empisema, atau penyakit jantung iskemik)
 Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.
Kontraindikasi :

Dapat menyebabkan hipervolemi jika diberikan dalm


jumlah banyak dalam waktu singkat.

Dosis dan cara pemberian :

Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan


4 ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %.
Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan kecepatan 1-2
mL/menit, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui.

Rumus Kebutuhan darah (ml) :

3 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB


Ket :

 Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal


 Hb pasien : Hb pasien saat ini

Dapat disebutkan bahwa :

14
Hb sekitar 5 adalah CRITICAL

Hb sekitar 8 adalah TOLERABLE

Hb sekitar 10 adalah OPTIMAL

Transfusi mulai diberikan pada saat Hb CRITICAL dan


dihentikan setelah mencapai batas TOLERABLE atau
OPTIMAL
Kerugian PRC adalah masih cukup banyak plasma, lekosit,
dan trombosit yang tertinggal sehingga masih bisa terjadi
sensitisasi yang dapat memicu timbulnya pembentukan antibodi
terhadap darah donor. Untuk mengurangi efek samping
komponen non eritrosit maka dibuat PRC yang dicuci (washed
PRC).
a. Sel darah merah Pekat Dengan Sedikit Leukosit
(Packed Red Blood Cell Leukocytes Reduced)
Setiap unit sel darah merah pekat
mengandung 1-3 x 109 leukosit. American
Association of Blood bank Standard for Transfusion
Services menetapkan bahwa sel darah merah yang
disebut dengan sedikit leukosit jika kandungan
leukositnya kurang dari 5x106 leukosit/unit. Sel darah
ini dapat diperoleh dengan cara pemutaran,
pencucian sel darah merah dengan garam fisiologis,
dengan filtrasi atau degliserolisasi sel darah merah
yang disimpan beku. Karena pada pembuatannya ada
sel darah merah yang hilang, maka kandungan sel
darah merah kurang dibandingkan dengan sel darah
merah pekat biasa.11

b. Sel Darah Merah Pekat Cuci (Packed Red Blood Cell


Washed)

15
Dibuat dari darah utuh yang dicuci dengan
normal saline sebanyak tiga kali untuk
menghilangkan antibodi. Washed PRC hanya dapat
disimpan selama 4 jam pada suhu 4oC, karena itu
harus segera diberikan. Sel darah merah yang dicuci
dengan normal salin memiliki hematokrit 70-80 %
dengan volume 180 ml. Pencucian dengan salin
membuang hamper seluruh plasma (98%),
menurunkan konsentrasi leukosit, dan trombosit serta
debris. Karena pembuatannya biasanya dilakukan
dengan system terbuka maka komponen ini hanya
dapat disimpan dalam 4 jam dalam suhu 1-6 0C.11

c. Sel Darah Merah Pekat Beku Yang Dicuci (Packed


Red Blood Cell Frozen, Packed Red Blood Cell
Deglycerolized)
Sel darah merah beku ini dibuat dengan
penambahan gliserol suatu sediaan krioprotektif
terhadap darah yang usianya kurang dari 6 hari.
Darah ini kemudian dibekukan pada suhu -650C atau
-2000C (tergantung sediaan gliserol) dan dapat
disimpan selama 10 tahun. Karena pada proses
penyimpanan beku, pencairan dan pencuciannya ada
sel darah merah yang hilang maka kandungan sel
darah merah minimal 80% dari jumlah sel darah
merah pekat asal, demikian pula hematokrit kurang
lebih 70-80%. Proses pencucian dapat menggunakan
larutan glukosa dan salin. Suhu simpan 1-6 0C dan
tidak boleh digunakan lebih dari 24 jam karena
proses pencucian biasanya memakai system
terbuka.11

16
3. Leukosit/Granulosit konsentrat
Diberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun
berat, infeksi yang tidak membaik/ berat yang tidak sembuh
dengan pemberian antibiotik, kualitas leukosit menurun.
Komponen ini dibuat dari seorang donor dengan metode
pemutaran melalui hemonetic –30. Dengan alat ini darah dari
donor dilakukan pemutaran terus-menerus, memisahkan dan
mengumpulkan buffy coat yang banyak mengandung granulosit
limfosit dan platelet kemudian dicampur dengan larutan sitrat
sebagai antikoagulan yang akhirnya dilarutkan dalam plasma.15
Indikasi :
a. Penderita neutropenia dengan febris yang tinggi yang gagal
dengan antibiotik
b. Anemia aplastik dengan lekosit kurang dari 2000/ml
c. Penyakit-penyakit keganasan lainnya.
Kapan saat yang tepat untuk pemberian transfusi
granulosit, masih belum pasti. Umumnya para klinisi
menganjurkan pemberian transfusi granulosit pada penderita
neutropenia dengan panas yang tinggi dan gagal diobati dengan
antibiotik yang adekuat lebih dari 48 jam. Efek pemberian
transfusi granulosit tampak dari penurunan suhu badan penderita
terjadi pada 1-2 jam setelah transfusi.
4. Trombosit
Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada
kasus perdarahan yang disebabkan oleh kekurangan trombosit.
Pemberian trombosit yang berulang-ulang dapat menyebabkan
pembentukan thrombocyte antibody pada penderita. Transfusi
trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena
trombositopenia. Komponen trombosit mempunyai masa simpan
sampai dengan 3 hari.11

17
Indikasi pemberian komponen trombosit ialah :

1) Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan


jumlah trombositnya kurang dari 50.000/mm3. Misalnya
perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia,
anemia aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum
tulang karena pemberian sitostatika terhadap tumor ganas.
2) Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia
maupun hipertensi portal juga memerlukan pemberian
suspensi trombosit prabedah.
Non-seluler

1. Plasma biasa dan Plasma Segar Beku


Dari 250 ml darah utuh diperoleh 125 ml plasma. Plasma
banyak digunakan untuk mengatasi gangguan koagulasi yang
tidak disebabkan oleh trombositopenia, mengganti plasma yang
hilang, defisiensi imunoglobulin dan overdosis obat
antikoagulans (warfarin,dsb). Plasma tersedia dalam berbagai
bentuk sediaan sebagai berikut :
 Plasma segar (Fresh Plasma)
Dari darah utuh segar (<6 jam). Berisi semua faktor
pembekuan (juga faktor labil) dan trombosit. Harus diberikan
dalam 6 jam1,15.
 Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma)
Didapat dari pemisahan darah segar (darah donor kurang dari
6 jam) dengan metode pemutaran, kemudian dibekukan dan
disimpan pada temperatur –30 0C. Karena dibuat dari darah
segar, maka hampir semua faktor-faktor pembekuan masih
utuh selama penyimpanan –30 0C kecuali trombosit. Tapi bila
disimpan pada temperatur 4oC, maka semua faktor
pembekuan yang labil itu akan rusak menjadi plasma biasa. 15
Kriteria pemberian Fresh Frozen Plasma :15

18
a. Perdarahan menyeluruh yang tidak dapat dikendalikan
dengan jahitan bedah atau kauter.
b. Peningkatan PT atau PTT minimal 1,5 kali dari normal.
c. Hitung trombosit lebih besar dari 70.000/mm3 (untuk
menjamin bahwa trombositopenia bukan merupakan
penyebab perdarahan).
ASA merekomendasikan pemberian FFP dengan mengikuti
petunjuk berikut :15
a. Segera setelah terapi warfarin
b. Untuk koreksi defisiensi faktor koagulasi yang mana
untuk faktor yang spesifik tidak tersedia.
c. Untuk koreksi perdarahan mikrovaskuler sewaktu terjadi
peningkatan >1,5 kali nilai normal PT atau PTT
d. Untuk koreksi perdarahan sekunder mikrovaskuler yang
meningkat akibat defisiensi faktor koagulasi pada pasien
yang ditransfusi lebih dari satu unit volume darah dan
jika PT dan PTT tidak dapat diperoleh saat dibutuhkan.
e. FFP sebaiknya diberikan dalam dosis yang
diperhitungkan mencapai suatu konsentrasi plasma
minimum 30% (biasanya tercapai dengan pemberian 10-
15 ml/kg), kecuali setelah pemberian warfarin yang mana
biasanya cukup antara 5-8 ml/kg.
f. FFP dikontraindikasikan untuk peningkatan volume
plasma atau konsentrasi albumin.
2. Plasma biasa (Plasma Simpan)
Mengandung faktor stabil fibrinogen, albumin, dan
globulin. Didapat dari dari darah lengkap yang telah
mengalami penyimpanan. Dari 250 cc darah lengkap
diperoleh 125 cc plasma. Dapat bertahan selama 2 bulan pada
suhu 4oC. Indikasi : 15,16
a. Untuk mengatasi keadaan shok (sebelum darah datang).

19
b. Memperbaiki volume sirkulasi darah.
c. Mengganti protein plasma yang hilang pada luka bakar
yang luas.
d. Mengganti dan menambah jumlah faktor-faktor tertentu
yang hilang misalnya fibrinogen, albumin, dan globulin.
Plasma diberikan pada kehilangan plasma misalnya
dengue hemoragik fever, atau luka bakar yang luas. Dosis
pemberian tergantung keadaan klinis. Umumnya diberikan
10-15 ml/kgBB/hari. Hati-hati pada orang tua, karena
kemungkinan terjadinya payah jantung atau overload
sirkulasi. Indikasi ini sekarang tidak dianjurkan lagi karena
lebih aman menggunakan terapi larutan koloid atau albumin
yang bebas resiko transmisi penyakit. 15,16
3. Cryopresipitate
Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah
faktor VIII, faktor pembekuan XIII, faktor Von Willbrand,
fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk menghentikan
perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah
penderita hemofili A.

Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena


langsung, tidak melalui tetesan infus, pemberian segera
setelah komponen mencair, sebab komponen ini tidak tahan
pada suhu kamar. 11

Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama


simpan 1 tahun, ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah
dicairkan. Efek samping berupa demam, alergi. Satu kantong
(30 ml) mengadung 75-80 unit faktor VIII, 150-200 mg
fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII. Indikasi :

- Hemophilia A

20
- Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
- Penyakit von wilebrand

Derifat Plasma

1. Konsentrat Faktor VIII (Faktor VIII consentrate)

Konsentrate factor VIII dibuat dari plasma manusia


atau diproduksi melalui teknologi rekombinan. Konsentrate
factor VIII ini dibuat dengan proses fraksinasi dari plasma
yang dikumpulkan dan dibekukan segera setelah pengambilan
darah. Semua produk dibuat steril, stabil, murni dan beku
kering.11

2. Konsentrat Faktor IX
Dua konsentrat F IX sekarang tersedia sebagai hasil
rekombinan. Sediaan ini steril, stabil dan kering beku sebagai
hasil dari fraksinasi plasma yang dikumpulkan. Kompleks F
IX merupakan sediaan yang mengandung selain F IX juga
sejumlah F II, VII, X dan beberapa protein.11

3. Albumin Dan Fraksi Protein Plasma


Albumin merupakan derivate plasma yang diperoleh
dari darah lengkap atau plasmafaresis, terdiri dari 96 %
albumin dan 4 % globulin dan beberapa protein lain yang
dibuat dengan proses fraksinasi alcohol dingin. Derivate ini
kemudian dipanaskan 600C selama 10 jam sehingga bebas
virus.11

Fraksi protein plasma adalah produk yang sama dengan


albumin hanya dalam pemurniannya lebih kurang
dibandingkan dengan albumin dalam proses fraksinasi. Fraksi
protein plasma ini mengandung 83 % albumin dan 17 %
globulin.11

21
4. Immunoglobulin
Immunoglobulin biasanya dibuat melalui proses
fraksinasi dengan etanol dingin dari plasma yang
dikumpulkan. Berisi immunoglobulin G (IgG) dengan sedikit
IgA dan IgM. Terdapat dua sediaan yakni intramuscular (IM)
dan intravena (IV). Pada sediaan IM, produk ini mempunyai
beberapa kelemahan yaitu pada pemberiannya diperlukan
waktu 4-7 hari untuk mencapai kadar puncak dalam plasma,
dosis maksimum yang dapat diberikan dibatasi oleh massa
otot dan pada pemberiannya menyebabkan nyeri. Sediaan IM
saat ini diberikan hanya untuk profilaksis. Sediaan ini
merupakan larutan steril dengan konsentrasi protein kurang
lebih 16,5 g/dl.6

5. Rh Immune Globulin
RhIG dibuat dari plasma yang dikumpulkan dan
mengandung IgG anti D. terdapat dua sediaan yaitu IM dan
IV. Sediaan IV dosis 120 ug dan 300 ug telah disetujui oleh
FDA untuk supresi imun terhadap antigen D dan untuk
pengobatan ITP.11

6. Komplikasi Transfusi Darah

Komplikasi imunologi
1) Reaksi transfusi hemolitik
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir
selalu karena ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi
jenis IgM yang beredar) dan sekitar 90%-nya terjadi karena
kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah
yang akan diberikan.2,3Gejala dan tanda yang dapat timbul
pada RTHA adalah demam dengan atau tanpa menggigil,
mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine
berkurang, hemoglobinuria, dan hipotensi. Pada keadaan

22
yang lebih berat dapat terjadi renjatan (shock), koagulasi
intravaskuler diseminata (KID), dan/atau gagal ginjal akut
yang dapat berakibat kematian.1,2
Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya
disebabkan oleh adanya antibodi yang beredar yang tidak
dapat dideteksi sebelum transfusi dilakukan karena titernya
rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang
waktu untuk meningkatkan produksi antibodi tersebut.
Hemolisis yang terjadi biasanya ekstravaskuler.2,9Gejala dan
tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat,
ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak
terjadi hal yang perlu dikuatirkan karena hemolisis berjalan
lambat dan terjadi ekstravaskuler, tetapi dapat pula terjadi
seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan, biasanya tanpa
pengobatan. Bila terjadi hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal,
penatalaksanaannya sama seperti pada RTHA.3,8
2) Reaksi febris transfusi
Gambaran khas berupa menggigil lalu diikuti panas,
umumnya terjadi setelah beberapa jam sesudah transfusi.
Pening, mual, muntah dapat terjadi. Reaksi ini disebabkan
aloimunisasi terhadap antigen leukosit dan trombosit. Sebab
lain, karena adanya kemungkinan kontaminasi bakteri.11
3) Kerusakan paru akut karena transfusi
Reaksi ini disebabkan oleh transfusi antibody di dalam
plasma donor, yang bereaksi dengan granulosit resipien.
Diduga aglutinasi granulosit resipien dan aktivasi komplemen
terjadi dalam jaringan vaskuler paru menyebabkan endotel
kapiler rusak sehingga terjadi kebocoran cairan kedalam
alveoli. Keluhannya berupa menggil, panas, nyeri dada,
hipotensi, sianosis. Reaksi dapat terjadi dalam beberapa jam

23
selama transfusi, umumnya akan mereda dalam 48-96 jam
dengan bantuan pernapasan.11
4) Reaksi transfusi alergi
Terjadi transfuse alergi disebabkan oleh IgE resipen terhadap
protein atau bahan terlarut di dala plasma darah, interaksi
antara antigen gengan IgE merangsang keluarnya
antihistamin dari sel mast dan basophil gambaran berupa
urtikaria, spasme otot, angioedema sampai renjatan
anfilaktik. 11
5) Purpura pasca transfusi
Ini disebabkan oleh berkembangnya aloantibodi yang
ditunjukkan kepada antigen trombosit. Reaksi ini merupakan
pengembangan trombositopeni, terjadi 5-10 hari sesudah
transfuse.11

6) GVHD(Graft versus Host disease)


GVHD merupakan reaksi/ efek samping lain yang mungkin
terjadi pada pasien dengan imunosupresif atau pada bayi
premature. Hal ini terjadi oleh karena limfosit donor bersemai
(engrafting) dalam tubuh resipien dan bereaksi dengan
antigen penjamu. Reaksi ini dapat dicegah dengan pemberian
komponen SDM yang diradiasi atau dengan leukosit rendah.11

a. Komplikasi non- imunologi


1) Kelebihan (overlood) volume
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema
paru. Hal ini dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang
ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi
ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan
anemia kronik dan memiliki penyakit dasar
kardiovaskular.3,11

24
2) Transfusi massif: metabolic, hipotermi, pengenceran,
mikroembolisasi paru. Transfusi massif adalah transfusi
sejumlah darah yang telah disimpan, dengan volume darah
yanglebih besar daripada volume darah resipien dalam waktu
24 jam. Pada keadaan ini dapat terjadi hipotermia bila darah
yang digunakan tidak dihangatkan, hiperkalemia,
hipokalsemia dan kelainan koagulasi karena terjadi
pengenceran dari trombosit dan factor- factor pembekuan.
Penggunaan darah simpan dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi diantaranya
adalah kelainan jantung, asidosis, kegagalan hemostatik,
acute lung injury.3,511
3) Lainnya: plasticizer, hemosiderosis transfuse. Plasticizer
apabila kantong plastic terbuat dari PRV yang mengandung
“phthalate”, bahan ini lipofilik maka dapat larut dalam
cairanarah tergantung suhu dan penyimpanan yang
kemungkinan menyebabkan keracunan. Hemosiderosis
transfusi terjadi karena transfuse yang berulang-ulang,
misalnya anemia kronik karena kegaglan sumsum tulang.
Tiap kantong darah mengandung besi sekitar 0,25 mg.11
4) Infeksi
a) Hepatitis virus
Penularan virus hepatitis merupakan salah satu
bahaya/ resiko besar pada transfusi darah. Diperkirakan 5-
10 % resipien transfusi darah menunjukkan kenaikan
kadar enzim transaminase, yang merupakan bukti infeksi
virus hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis pasca
transfusi disebabkan oleh virus hepatitis non A non B.
Meski sekarang ini sebagian besar hepatitis pasca transfusi
ini dapat dicegah melalui seleksi donor yang baik dan
ketat, serta penapisan virus hepatitis B dan C, kasus

25
tertular masih tetap terjadi. Perkiraan resiko penularan
hepatitis B sekitar 1 dari 200.000 dan hepatitis C lebih
besar yaitu sekitar 1:10.000. 1,2
b) AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome)
Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat
terjadi melalui transfusi darah, yaitu dengan rasio
1:670.000, meski telah diupayakan penyaringan donor
yang baik dan ketat.
c) Infeksi CMV
Penularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus
yang lahir premature atau pasien dengan imunodefisiensi.
Biasanya virus ini menetap di leukosit danor, hingga
penyingkiran leukosit merupakan cara efektif mencegah
atau mengurangi kemungkinan infeksi virus ini. Transfusi
sel darah merah rendah leukosit merupakan hal terbaik
mencegah CMV ini.1,2
7. Tatalaksana Reaksi Transfusi
 Reaksi transfusi hemolitik
a. Hentikan transfusi segera dan diganti infus NaCl 0,9%
b. Atasi shock dengan dopamine drip intravena 5-10 mg/kgBB
per menit sampai tekanan darah sistolik > 100 mmHg dan
perfusi jari-jari terasa hangat
c. Bila urine < 1 cc/kgBB/jam, maka segera berikan furosemide
1-2 mg/kgBB untuk mempertahankan urine > 100 cc/jam
d. Atasi demam dengan antipiretik
e. Periksa faal hemostasis untuk mengatasi kemungkinan DIC
 Reaksi transfusi alergi
a. Transfusi dihentikan dan diganti dengan infus NaCl 0,9%
b. Antihistamin (IM atau IV)
Setelah gejala hilang transfusi dapat dilanjutkan, sebaiknya
dengan unit darah yang lain.

26
 Reaksi anafilaksis
a. Tinggikan kedua tungkai untuk memperbaiki venous return
b. Hentikan transfusi dan diganti dengan infus NaCl 0,9%
c. Adrenalin 0,1-0,2 mg IV diulang tiap 5-15 menit sampai
sirkulasi membaik. Mungkin perlu dilanjutkan dopamine drip.
d. Berikan antihistamin (IM atau IV)
e. Steroid (hidrokortison 100 mg IV, deksametason 4-5 mg IV)
f. Aminofilin 5 mg/kgBB setelah tekanan darah membaik
g. Oksigen
 Kelebihan cairan
a. Hentikan transfusi
b. Posisi penderita setengah duduk dan berikan oksigen
c. Furosemid 1-2 mg/kgBB IV dan digitalisasi cepat
d. Pertimbangkan phlebotomy, darah dikeluarkan 500 cc
e. Pada edema paru berat perlu diberikan morfin IV dengan
titrasi pelan 1 mg pelan-pelan, diulang tiap 10 menit sampai
sesak mereda. Sedikit overdosis morfin akan menyebabkan
depresi nafas/apnea.5

27
BAB III
KESIMPULAN

Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke


dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan, pemikiran dasar pada
transfusi adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan dengan cairan
pengganti yang sesuai dari luar tubuh. Tujuannya adalah untuk mengembalikan
dan mempertahankan volume yang normal peredaran darah dan memperbaiki
fungsi homeostasis.. Dalam menjalankan prosedur transfusi darah banyak
kesalahan yang terjadi, misalnya kesalahan pemberian darah milik pasien lain.
Sehingga perlu menjalankan prosedur yang tepat guna menghindari kesalahan
selama proses transfusi darah berlangsung.Komplikasi yang dapat timbul dalam
menjalani transfusi darah antara lain reaksi transfusi hemolitik, reaksi febris
transfusi, Kerusakan paru akut karena transfuse, reaksi transfusi alergi, purpura
pasca transfuse, GVHD(Graft versus Host disease), kelebihan (overlood) volume,
lainnya: plasticizer, hemosiderosis transfuse, dan infeksi

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Cachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi
Kedua, Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI : 2002
2. Ramelan S, Gatot D, Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam
Pendidikan Kedokteran berkelanjutan (Continuing Medical Education)
Pediatrics Updates, 2005, Jakarta, IDAI cabang Jakarta, halaman: 21-30

3. Palang Merah Indonesia. Pelayanan Transfusi Darah, 2002


http://www.palangmerah.org/pelayanan transfusi.asp.

4. Dr. Husein Alatas. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, 2007, Jakarta,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
halaman: 473-480

5. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency


Medicine, 2nd edition. Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-529

6. Hoffbrand, A.V. Kapita selekta Hematologi; oleh A.V Hoffbrand dan J.E.
Pettit; alih bahasa, Iyan Darmawan. Ed.6.2005,Jakarta:EGC .

7. Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu
Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics), 2000, Jakarta, EGC,
volume 2, Edisi 15, halaman: 1727-1732

8. E. Shannon cooper,1992, Clinic in Laboratory Medicine, Volume 12,


Number 4, Philadelphia: WB Saunders Company, halaman: 655-665

9. Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan


Transplantasi dalam Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak, 2012,
Jakarta, Balai Penerbit IDAI, halaman: 217-225

10. Antonius H, Hegar B, Handryastuti S, Idris SN, Gandaputra EP,


Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI.
H.303-10.

11. Sudoyo AW, Bambang Setiyohadi, Idrus A, Marcellus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi Lima, 2009, Jakarta, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, halaman:1185-1204

12. Gwinnutt CL. Anestesi klinis. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2014.halaman.
50-52.

29
13. Boediwarsono, Soebiandiri, Sugianto et al. 2007. Transfusi Darah dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga
University Press. pp:187-92

14. Hewitt PE, Wagstaff W. 1995. Donor darah dan Uji Donor darah. Dalam :
Contreras M,Ed. Petunjuk Penting Transfusi (ABC of Transfusion), edisi
ke-2; alih bahasa Oswari J. Jakarta : EGC;1-4

15. Contreras M, Mollison PI. Uji Sebelum Transfusi dan Kebijakan


Pemesanan darah. Dalam : Contreras M,Ed. Petunjuk Penting transfusi
(ABC of Transfusion) Edisi ke-2, alih bahasa Oswari J, Jakarta : EGC, 5-
8.

16. Davies SC, brozovic M. Transfusi Sel darah Merah. Dalam Contreras M,
Ed. Petunjuk Penting transfusi (ABS of Transfusion) Edisi ke-2. Alih
Bahasa Oswari. Jakarta: EGC, 9-14

17. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Didapat dari
URL:http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB
/English/Handbook.pdf.

18. National Blood Users Group. A guideline for transfusion of red blood cells
in surgical patients. Irlandia, Januari 2001. Didapat dari

URL: http://www.doh.ie/pdfdocs/blood.pdf.
19. PHTDI, Transfusi KomponenDarah: Indikasi dan Skrinning, Perhimpunan
Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia,2003, Jakarta, halaman 12-15

30

Anda mungkin juga menyukai