Laporan Praktek Profesi Ners Komunitas
Laporan Praktek Profesi Ners Komunitas
Laporan Praktek Profesi Ners Komunitas
Disusun Oleh
kelompok4:
LEMBARAN PENGESAHAN
Oleh :
Kelompok 1
Mengetahui,
Ketua Kelompok 1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulisan laporan Pelaksanaan Profesi NERS
departemen Komunitas, akhirnya dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis
banyak mendapat bantuan dari semua pihak. Untuk itu penulis patut mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Sugeng Rusmiwari, Drs.,M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan.
2. Bapak Koiki Hida Selaku Kepala Desa Beserta Jajaran Desa Taramanu
Kec.Wanokaka yang telah memberikan ijin praktek mahasiswa/wi profesi
Ners Universitas Tribhuwana Tungga Dewi Malang didesa Taramanu
3. Ibu Ronasari Mahaji Putri, S.KM., M.Kes selaku Dosen Pembimbing
Institusi I.
4. Ibu Lasri,S.si.,MAP selaku Dosen Pembimbing institusi II.
5. Bapak dan ibu petugas kesehatan wilayah Desa Desa Taramanu Dusun
Wiwiloku RT 4 selaku Sumber informasi.
6. Masyarakat Desa Taramanu Dusun Wiwiloku RT 4 yang telah menerima
mahasiswa/i profesi Ners Universitas Tribhuwana Tungga Dewi Malang.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi balita merupakan salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi
yang tinggi di dunia. Data dari Riskesdas tahun 2007 tedapat 7,1 % balita
mengalami gizi kurus dan meningkat menjadi 7,8 % pada tahun 2010 sedangkan
laporan dari Dinkes Jawa Tengah tahun 2011 terdapat 37 kasus gizi buruk di
Magelang (Kemenkes, 2007., Kemenkes, 2010., Dinkes, 2011). Nutrisi balita
merupakan sumber utama dalam proses pertumbuhan dan perkembangan (Gibney
dkk, 2008). Balita membutuhkan karbohidrat sebesar 75-90 %, protein 10-20 %
dan lemak sebesar 15-20 % serta kasih sayang, perhatian yang cukup dari ibu
sebagai pemeran penting dalam merawat dan mengasuh anak (Febry & Marendra,
2008., Sutomo, 2010). Balita yang terpenuhi gizinya, dapat dilihat dari status gizi
balita tersebut.. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 persen
kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk.Sementara masalah gizi
di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen kematian anak (WHO, 2011).
Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat
menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir yang pada
akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Balita hidup penderita gizi buruk
dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga 10 persen. Keadaan ini
memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk atau kurang akan
berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Selain itu, penyakit
rawan yang dapat diderita balita gizi buruk adalah diabetes (kencing manis) dan
penyakit jantung koroner. Dampak paling buruk yang diterima adalah kematian
pada umur yang sangat dini (Samsul, 2011).
Prevalensi balita gizi buruk merupakan indikator Millenium Development
Goals (MDGs) yang harus dicapai disuatu daerah (kabupaten/kota) pada tahun
2015, yaitu terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6 persen
atau kekurangangizi 7 pada anak balita menjadi 15,5 persen (Bappenas, 2010).
Pencapaian target MDGs belum maksimal dan belum merata di setiap provinsi.
Besarnya prevalensi balita gizi buruk di Indonesia antar provinsi cukup beragam.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010, secara nasional
prevalensi balita gizi buruk sebesar 4,9 persen dan kekurangan gizi 17,9 persen.
Data Riskesdas tahun 2010 capaian Provinsi Gorontalo adalah 11,2% balita
dengan Gizi buruk. Rentang prevalensi BBLR (per 100) di Indonesia adalah 1,4
sampai 11,2, dimana yang terendah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan
tertinggi di Provinsi Gorontalo.
Masalah status gizi ini menjadi masalah kesehatan masyarakat utamanya
di Gorontalo dan merupakan indicator yang mencerminkan status kesehatan
masyarakat.Upaya peningkatan status gizi masyarakat perlu dilakukan guna
menekan angka kematian balita akibat status gizi yang buruk.Melalui kegiatan
pengabdian masyarakat berbasis pada pelayanan dan pendampingan mahasiswa,
ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya dan
perbaikan status gizi pada khususnya.
Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.
Indikator status gizi masyarakat antara lain tergambar pada jumlah kunjungan
neonatus (KN-2),jumlah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), Balita
dengan Gizi buruk, jumlahkunjungan bayi ke sarana pelayanan kesehatan dan
indikator Kecamatan bebas rawangizi.
Desa Taramanu dusun Wiwiloku RW 4, kecamatan wanokaka, Kab. Sumba barat
yang berdasarkan wawancara dengan beberapa pihak terkait seperti ketua RW, ketua
RT, dan kader Kesehatan di Desa Taramanu penyakit yang sedang rentan adalah
masalah gizi sedang pada balita. Hal itu didukung oleh hasil pengkajian yang d
lakukkan di posyandu dengan menggunakan via telepon dengan wawancara pada
kader kesehatan Dusun Wiwiloku yang berjumlah 5 orang kader.
Melihat data diatas, penting untuk melaksanakan pembinaan kesehatan pada
ibu balita tentang pemenuhan gizi pada balita. Tindakan yang dapat di lakukan adalah
asuhan keperawatan komunitas. keperawatan komunitas merupakan suatu bentuk
pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelayanan promotif dan preventif tanpa
mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitative kepada individu, keluarga,
kelompok, serta masyarakat. Tindakan pelaksanaan tersebut merupakan suatu cara
untuk mengurangi angka mortalitas dan morbilitas pada masalah gizi balita tersebut,
sehingga di harapkan adanya perubahan perilaku masyarakat terlebih khusus pada ibu
balita untuk memperhatikan pemenuhan gizi pada balita.
Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan komunitas pada posyandu Dusun Wiwiloku,
Desa Taramanu Rw 4, kecamatan wanokaka, Kab. Sumba barat dengan masalah
kesehatan gizi balita melalui penerapan pola hidup sehat dalam pemenuhan gizi
dengan pendekatan edukatif pada individu, keluarga, kelompok khusus ataupun pada
komunitas tertentu dalam rangka mewujudkan tercapainya pemenuhan gizi pada
balita di posyandu Dusun Wiwiloku.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan tokoh masyarakat dan semua
anggota masyarakat.
b. Mampu mengumpulkan dan menganalisa data kesehatan yang ditemukan di
masyarakat.
c. Menetapkan diagnosis keperawatan komunitas pada masyarakat di Dusun
Wiwiloku Rw 4, Desa Taramanu, kecamatan wanokaka, Kab. Sumba barat
d. Mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat Dusun Wiwiloku Rw 4, Desa
Taramanu, kecamatan wanokaka, Kab. Sumba barat
e. Mampu memberikan promosi kesehatan kepada masyakat untuk menurunkan
tingkat kejadian dan masalah gizi pada balita di Dusun Wiwiloku Rw 4,
Desa Taramanu, kecamatan wanokaka, Kab. Sumba barat
f. Mampu bekerja sama dengan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan
sesuai dengan program yang disepakati.
g. Mampu mengevaluasi hasil dari implementasi keperawatan komunitas yang
telah dilakukan dan memberikan rencana tindak lanjut dari masalah yang
diatasi.
1.3 MANFAAT
1.3.1 Bagi Mahasiswa
a. Mampu mengaplikasikan ilmu keperawatan komunitas secara nyata di
masyarakat.
b. Menambah wawasan dan pengalaman dalam menemukan, menganalisa dan
menyelesaikan masalah keperawatan di komunitas.
1.3.2 Bagi Masyarakat
Masyarakat Dusun Wiwiloku Rw 4, Desa Taramanu, kecamatan wanokaka, Kab.
Sumba barat dapat mengenali masalah kesehatan yang dihadapi dalam komunitas
dan memberikan promosi kesehatan yang bermanfaat untuk menambah wawasan
serta ilmu pengetahuan masyarakat terkait masalah kesehatan pada gizi balit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengkajian
1. Pengkajian Inti/Core
a) Demografi
Data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri atas: umur,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, dan keyakinan. Data
demografi yang perlu dikaji dalam keluarga atau masyarakat adalah nama
anggota keluarga, umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan,
pekerjaan, dan agama.
b) Nilai dan Kepercayaan
c) Sejarah (History)
d) Vital Statistik
2. Subsistem
a. Lingkungan Fisik
Lingkungan adalah salah satu subsistem yang berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu
ditingkatkan juga kebersihan lingkungan sekitar dengan menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat. Data subsistem lingkungan yang perlu dikaji adalah
bahan utama bangunan, jumlah kamar tidur, jenis lantai, ventilasi rumah, luas
ventilasi,alat penerangan, kelembapan, dan masuk tidaknya cahaya matahari.
b. Keamanan dan Transportasi
Di lingkungan tempat tinggal, tersediannya ambulan desa, tersedianya
kendaraan umum (Ojek, Angkot), tersediannya kendaraan pribadi (Mobil,
Sepeda Motor), tersediannya jalan pintas,penggunaan jalan umum, serta kondisi
jalan menuju layanan kesehatan
c. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
d. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas perlu diketahui apakah sudah
mencukupi dengan standar yang ada, sehingga upaya pelayanan kesehatan yang
diberikan dapat efektif.Yang perlu dikaji adalah jenis pekerjaan warga sekitar,
jumlah penghasilan rata-rata keluarga tiap bulan, ketersediaan lapangan kerja,
jumlah pengeluaran rata-rata yang dikeluarkan dalam sehari, adakah alokasi
simpanan dana untuk kesehatan, status kepemilikan rumah, kepemilikan
asuransi kesehatan.
e. Pendidikan
Pendidikan atau tingkat pengetahuan penting dalam pengkajian karena
untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan warga sekitar tentang penyakit
hipertensi. Yang perlu dikaji dalam subsistem pendidikan atau tingkat
pengetahuan yaitu, pengetahuan umum tentang penyakit hipertensi seperti,
pengertian, tanda dan gejala penyakit, komplikasi, pencegahan dan pengobatan.
f. Politik dan pemerintahan
Politik dan pemerintahan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat terutama dalam penyediaan sarana pelayanan kesehatan untuk
menunjang kesehatan warga sekitar. Di masyarakat yang perlu dikaji adalah,
adanya jadwal pelaksana kegiatan PKK, rutinitas kegiatan PKK, program PKK,
tersedianya kader-kader kesehatan tiap RT, rutinitas kegiatan kader untuk
menunjang kesehatan di masyarakat, serta keterlibatan warga dalam kegiatan
pemerintah.
g. Komunikasi
Sistem komunikasi dalam masyarakat sangatlah penting dalam
menerima informasi terutama terkait dengan kesehatan. Sarana komunikasi apa
saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan
pengetahuan terkait dengan kesehatan (misalnya: televisi, radio, koran, atau
leaflet yang diberikan kepada komunitas). Dalam subsistem komunikasi yang
perlu dikaji adalah penggunaan alat komunikasi (telepon, handphone, tv, radio,
koran dll), ketersediaan tempat untuk kegiatan bersama warga, antusias warga
dalam mendapatkan informasi kesehatan.
h. Rekreasi
Rekreasi disekitar daerah apakah terdapat masalah atau dapat
menimbulkan masalah kesehatan kepada masyarakat disekitarnya. Yang perlu
dikaji dalam subsistem rekreasi adalah ketersediaan fasilitas bermain anak-anak
dan bentuk rekreasi yang sering dilakukan.
B. Analisa dan Diagnosa Keperawatan Komunitas
Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian dianalisa seberapa besar
stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul dalam
masyarakat tersebut. Kemudian dijadikan dasar dalam pembuatan diagnosa atau
masalah keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Muecke (1995) terdiri dari
masalah kesehatan, karakteristik populasi dan lingkungan yang dapat bersifat aktual,
ancaman dan potensial.
C. Perencanaan
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder, tersier yang
cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang sesuai dengan diagnosa yang
telah ditetapkan.Proses didalam tahap perencanaan ini meliputi penyusunan,
pengurutan masalah berdasarkan diagnosa komunitas sesuai dengan prioritas
(penapisan masalah), penetapan tujuan dan sasaran, menetapkan strategi intervensi
dan rencana evaluasi.
D. Implementasi (Pelaksanaan)
Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat pencegahan yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan
diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya, mencakup pada kegiatan
kesehatan secara umum dan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit.
Misalnya, kegiatan penyuluhan gizi, imunisasi, stimulasi dan bimbingan dini
dalam kesehatan keluarga.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan inervensi yang
tepat untuk menghambat proses penyakit atau kelainan sehingga memperpendek
waktu sakit dan tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi intervensi
segera terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai balita.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada pengembalian
individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga.
Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya kecacatan atau ketidakmampuan yang
menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat
proses penyakit.
E. Evaluasi
Secara global, regional dan nasional pada tahun 2030 transisi epidemiologi dari
penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin jelas. Diproyeksikan
jumlah kesakitan akibat penyakit tidak menular dan kecelakaan akan meningkat dan
penyakit menular akan menurun. PTM seperti kanker, jantung, DM dan paru
obstruktif kronik, serta penyakit kronik lainnya akan mengalami peningkatan yang
signifikan pada tahun 2030. Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS,
Malaria, Diare dan penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami penurunan
pada tahun 2030. Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor
risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin
modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup.
Untuk melihat kriteria BMI anak, lihat nilai BMI anak hasil perhitungan pada
diagram BMI for age kemudian sesuaikan dengan nilai Z score sesuai dengan
jenis kelamin dan umur anak.
1. Indeks BB/U
a. Gizi lebih, bila Z-score terletak > + 2SD
b. Gizi baik, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
c. Gizi kurang, bila Z-score terletak ≥ -3 SD s/d <-2SD
d. Gizi buruk, bila Z-score terletak < -3SD
2. Indeks TB/U
a. Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD
b. Pendek, bila Z-score terletak < -2SD
3. Indeks BB/TB
a. Gemuk, bila Z-score terletak > +2SD
b. Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
c. Kurus, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d < -2SD
d. Kurus sekali, bila Z-score terletak < -3SD (Sumber :WNPG VII, 2014)
Pertimbangan dalam menetapkan cut off point status gizi didasarkan pada asumsi
resiko kesehatan :
1. Antara -2SD sampai +2SD tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk
menderita masalah kesehatan
2. Antara -2SD sampai -3SD atau antara +2SD sampai +3SD memiliki resiko
cukup tinggi untuk menderita masalah kesehatan
3. Di bawah -3SD atau diatas +2SD memiliki resiko tinggi untuk menderita
masalah kesehatan
Klasifikasi dan penentuan status gizi berdasarkan antropometri yaitu :
1. gizi lebih : overweight dan obesity
2. gizi baik : wellnourished
3. gizi kurang : underweight (mild dan moderate malnutrition)
4. gizi buru : sever malnutrition (marasmus, kwashiorkor dan marasmic
kwasiokor)
Menurut buku pedoman pemantauan status gizi (PSG) melalui posyandu, Depkes
RI (2015) indeks dan baki rujukan yang digunakan dalam pengolahan data adalah
indeks BB menurut umur dengan menggunakan baku rujukan antropometri WHO-
NCHS, dengan menentukan 4 kategori sebagai berikut:
1. gizi baik : ≥ 80% terhadap bakuan median.
2. gizi sedang : 70-79,9% terhadap bakuan median.
3. gizi kurang : 60-69,9% terhadap bakuan median.
4. gizi buruk : < 60%terhadap bakuan median (Soegianto, 2017)
BA B III
2 Perempuan 245 70 %
i. Merokok
Tabel 3.9 Distribusi berdasarkan merokok
No Merokok Jumlah Persentase
1 Ya 200 60,60%
2 Tidak 130 39,40%
Total 330 100%
Berdasarkan Tabel 3.9 Distribusi berdasarkan merokok didapatkan
sebagian besar masyarakat RT 4 Merokok.
j. Status perumahan
Tabel 3.10 Distribusi berdasarkan merokok
No Status perumahan Jumlah Persen
1 Sendiri 68 100%
2 Sewa 0 0%
Total 68 100%
Berdasarkan Tabel 3.10. distribusi berdasarkan status perumahan
didapatkan semua masyarakat RT 4 memiliki rumah sendiri.
k. Sumber air minum
Tabel 3.11 Distribusi berdasarkan sumber air minum
No Sumber air minum Jumlah Persen
1 Dimasak 60 88,23%
2 Air mineral 0 0%
3 Tidak dimasak 8 11,77%
Total 68 100%
Berdasarkan Tabel 3.11. distribusi berdasarkan sumber air minum
didapatkan sebagian besar masyarakat RT 4 minum air yang dimasak.
l. Tempat sampah
Tabel 3.12 Distribusi berdasarkan tempat sampah
No Tempat Sampah Jumlah Persentase
1 Ditimbun 7 10,30%
2 Dibakar 61 89,70%
3 TPA 0 0%
Total 68 100%
Berdasarkan Tabel 3.12 distribusi berdasarkan tempat sampah didapatkan
sebagian besar masyarakat RT 4 sampah dibakar.
m. Sumber air bersih
Tabel 3.13 Distribusi berdasarkan sumber air bersih
No Sumber Air Bersih Jumah Persentase
1 PAM 0 0%
2 Sumur 10 14,70%
3 Sungai 50 73,53%
4 Lain-Lain 8 11,77%
Total 68 100%
Berdasarkan Tabel 3.13. distribusi berdasarkan sumber air bersih
didapatkan sebagian besar masyarakat RT 4 menggunkan air galihan sugai
n. Saluran limbah
Tabel 3.14 Distribusi berdasarkan saluran limbah
No Saluran Limbah Jumlah Persentase
1 GOT 8 %
2 Sungai 25 %
3 Tidak Ada 35 %
Total 68 100%
Berdasarkan Tabel 3.14. distribusi berdasarkan saluran limbah didapatkan
sebagian besar masyarakat RT 4 saluran limbah tidak ada.
o. Olahraga
Tabel 3.15 Distribusi berdasarkan olahraga
No olahraga jumlah Persentase
1 Ya 9 8%
2 Tidak 100 92%
Total 109 100%
Berdasarkan Tabel 3.15. distribusi responden berdasarkan olahraga
didapatkan sebagian besar masyarakat RT 4,5,6 tidak olahraga.
p. Kegiatan lansia
Tabel 3.16 Distribusi reponden berdasarkan kegiatan lansia.
Lansia Jumlah Persentase
Rutin 4 16%
Posyandu Tdk Rutin 18 72%
Tdk Pernah 3 12%
Total 25 100%
Rutin 3 12%
Px Kesh Tdk Rutin 22 88%
Tdk Pernah 0 0%
Total 25 100%
Rutin 3 12%
Keg Sosial Tdk Rutin 20 80%
Tdk Pernah 2 8%
Total 25 100%
Berdasarkan Tabel 3.16. distribusi berdasarkan kegiatan lansia didapatkan
sebagian besar masyarakat RT 4 lansia memanfatkan posyandu dengan baik,
pemeriksaan tidak rutin dan kegiaan sosialnya rutin.
q. Kegiatan balita
Tabel 3.16 Distribusi berdasarkan kegiatan Balita.
Balita Jumlah Persentase
Rutin 5 25%
Posyandu Tdk Rutin 15 75%
Tdk Pernah 0 0%
Total 20 100%
Rutin 5 25%
Px Kesh Tdk Rutin 15 75%
Tdk Pernah 0 0%
Total 20 100%
Lengkap 15 75%
Tdk Lengkap 5 25%
Imunisasi Tdk Pernah 0 0%
Total 100 100%
Berdasarkan Tabel 3.17. distribusi berdasarkan kegiatan Balita
didapatkan sebagian besar balita di RT 4 balita memanfatkan posyandu dengan
kurang baik, pemeriksaan tidak rutin dan imunisasi rutin.