0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
92 tayangan22 halaman

LP Wulandari Glomerulonefritis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 22

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

(GLOMERULONEFRITISl)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah KMB I

Disusun Oleh:

Wulandari (E.0105.19.050)

PROGRAM STUDI : D3 KEPERAWATAN INTERSHIF

STIKES BUDI LUHUR CIMAHI

TAHUN AJARAN 2019/2020


A. DEFINISI

Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan


berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus
akibat suatu proses imunologis.

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan


difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis
berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik,
poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang
berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan
dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan
dengan amilodois sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun
seperti tuberkulosis, lepra, osteomielitis arthritis rheumatoid dan myeloma).
(Sukandar, 2006)
B. ETIOLOGI

Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul
secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan
proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes
mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan
parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi
ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik.

Penyebab dari Glomerulo nefritis Kronis yaitu :


1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus
group A).
2. Keracunan.
3. Diabetes Melitus
4. Trombosis vena renalis.
5. Hipertensi Kronis
6. Penyakit kolagen
7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.
C. TANDA DAN GEJALA
Gejala glomerulonefritis kronis bervariasi. Banyak klien dengan penyakit yang telah parah
memperlihatkan kondisi mereka secara insidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau
peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum.

Indikasi pertama penyakit dapat berupa: perdarahan hidung, strok atau kejang yang terjadi
secara mendadak. Mayoritas pasien mengalami gejalah umum seperti kehilanga berat badan
dan kekuatan badan, peningakatan iritabilitas, dan peningakatan berkemih di malam hari
(nokturia).Sakit kepala, pusing, dan gangguan pencernaan. Sering dengan berkembangnya
glomerulonefritis kronis, tanda dan gejala insufisiensi ginjal dan gagal ginjal kronik dapat
terjadi, yaitu :

1. Klien tampak kurus


2. Kulit berwarna kuning keabu-abuan
3. Oedem perefer dan periorbital
4. Tekanan darah mungkin normal atau naik dengan tajam
5. Membran mukosa pucat karena anemia
6. Kardiomegali, irama jantung gallop
7. Suara paru krekel (Suharyanto & Majid, 2013, p. 134).
 

D. KLASIFIKASI
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 :
1. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat
gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
- Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh
infeksi stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada
membrana basalis glomerulus dan perubahan proliferasif
seluler.
- Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak
glomerulus sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat
uremia.
- Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju
perubahan sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal
mengisut dan kecil, kematian akibat uremia.
2. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
3. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.

Klasifikasi menurut sumber yang lain :

1. Congenital (herediter)
1.1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif
familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus
anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan
gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok
ginjal. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya
tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh
tahunan.
1.2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.
Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia,
hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom
nefrotik jenis lainnya.
Klasifikasisindromnefrotikkonenital
- Idiopatik : sindrom nefrotik congenital tipe finlandia, sklerosis
mesangal difus, jenis lain
- sekunder : sifilis kongenital, infeksi perinatal, intoksikasi merkuri
- sindrom : sindrom drash dan sindrom malformasi lain

2. Glomerulonefritis Primer
2.1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala
yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik
dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut
dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan
gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai
riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira
glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2.2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau
setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling
sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom
nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan
hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
2.3. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering
dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi.
Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan
hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya
didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya
olahraga dan imunisasi.

3. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak
pada masa awal usia sekolah

Berdasarkan derajat penyakitnya :

- Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler- kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonephritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain. ( Corwin, Elizabeth
J, 2000 )
- Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai
oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan,
yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.
Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya
fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan,
memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik. ( Corwin,
Elizabeth, J. 2000 )

E. PATOFISIOLOGI/PATWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi,
sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat
membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih
sering dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti.
- Hematuria
- Silinder sel darah merah didalam urin
- Proteinuria lebih dari 3-5 mg/hari
- Penurunan GFR
- Penurunan volume urin
- Retensi cairan
- Apabila keadaan tersebut disebabkan oleh glomerulonefritis pasca streptococcus
akut, akan dijumpai enzim-enzim streptococcus, misalnya antistreptolisin-O dan
antistreptokinase.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
- Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
- Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
- Leukosituria serta torak selulet
- Granular
- Eritrosit(++)
- Albumin (+)
- Silinder lekosit (+).
- Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal
ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
- Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma
nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3
rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau
hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Menurut (Sukandar, 2006) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik
(PGK) mempunyai sasaran berikut: 

 Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG) 


 Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi 
 Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible
factors)  4. Menentukan strategi terapi rasional
 Menentukan prognosis 

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila


dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan
khusus (Sukandar, 2006). 

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik 


Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK, perjalanan
penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG).
Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium)
mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari
derajat penurunan faal ginjal (Sukandar, 2006). 
2. Pemeriksaan laboratorium 
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit
termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal (Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan faal ginjal (LFG) 
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai
sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan
radionuklida (gamma camera imaging) hampir mendekati faal ginjal yang sebenarnya
(Sukandar, 2006). 
- Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit 
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG)
(Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
a. Diagnosis etiologi PGK
Beberapa pemeriksaan  penunjang  diagnosis,  yaitu  foto  polos  abdomen ,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan
Micturating Cysto Urography (MCU) (Sukandar, 2006).
b. Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan  radiologi  dan  radionuklida  (renogram)  dan  pemeriksaan
ultrasonografi (USG)

H. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang muncul, antara lain :
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.
Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini
terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh
darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.
5. Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
6. Malnutrisi
7. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani
komplikasi dengan tepat.
- Medis
a. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50
mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin,
diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10
jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat,
0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena
memberi efek toksis.
c. Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
d. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

- Keperawatan
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4
minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan
penyakitnya.
b. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
c. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.
Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan
d. Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

Transplantasi ginjal 
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Menurut
(Sukandar, 2006) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: 
- Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah 
- Kualitas hidup normal kembali
- Masa hidup (survival rate) lebih lama
- Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah
reaksi penolakan.
- Biaya lebih murah dan dapat dibatasi. 

J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
 Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif
lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung
timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium
yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian
ditemukannya klien yang mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental
pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan
kreatinin serum
 Identitas
sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering padapria
 Riwayat penyakit
 Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus
eritematosus (penyakit autoimun lain).
 Sekarang :
Adanya keluhan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar
mata dan seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah  dan diare yang
dialami klien.
 Pemeriksaan Fisik
 Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
 Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
 Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
 Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine

 Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul)
 Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
 Pengkajian berpola
 Pola nutrisi  dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan
beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar
mata dan seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
 Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat
diekskresi  dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang
tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri,
hematuria.
 Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam
perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan  dan
tekanan darah mutlak selama 2  minggu dan mobilisasi  duduk dimulai  bila
tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu. 
 Pola  tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
 Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar  dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
 Persepsi diri :
Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan 
perawatan yang  lama.
 Hubungan peran :
Anak  tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh  serta anak
mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
 Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
 Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
 Hb menurun ( 8-11 )
 Ureum dan serum kreatinin meningkat.
o Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
o Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
 Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
 Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
 Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å, Eritrosit Å, leukosit
Å)
 Pemeriksaan darah
o LED meningkat.
o Kadar HB menurun.
o Albumin serum menurun (++).
o Ureum & kreatinin meningkat.
o Titer anti streptolisin meningkat.

B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah keperawatan


DS : Gangguan Keseimbangan
Faktor resiko dan etiologi
- klien mengeluh jarang Cairan
berkemih Reaksi implamasi pada
glomerulus
- klien mengeluh bagian
kaki terasa bengkak Glomerulonefritis

DO : Penurunan GFR
- klien tampak edema
Penurunan volume urine
- hipernatremia
Retensi air dan Na
- hypoalbuminemia
Edema

Glomerulonefritis

Permeabilitas membrane
filtrasi turun

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik
membrane sel turun

Ekstravasasi cairan ke
intertisial

Edema

Kelebihan volume cairan

DS : Ketidakseimbangan
Faktor resiko dan etiologi nutrisi : kurang dari
- klien mengeluh mual
kebutuhan tubuh
dan muntah Reaksi implamasi pada
glomerulus
- klien mengeluh tidak
nafsu makan Glomerulonefritis

DO : Respon GIT
- hipoalbuminemia
Fetoruremia
- terjadi fluktuasi berat
badan Peradangan mukosa
saluran pencernaan
- klien tampak lemah
Anoreksia

Intek nutrisi tidak adekuat

Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh

DS : Resiko infeksi
Faktor resiko dan etiologi
- klien mengeluh gatal-
gatal pada kulit Reaksi implamasi pada
glomerulus
DO :
- klien tampak edema Glomerulonefritis

- hiperuremia Penurunan GFR


- klien tampak lemah
Penurunan volume urine

Retensi air dan Na

Edema

Retensi ureum pada darah


dn menyebar di jaringan
kulit

Gatal- gatal pada kulit

Tindakan klien untuk


mengatasi gatal pada kulit

Resiko terjadi luka pada


kulit

Resiko infeksi

C. DIGANOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan gangguan mekanis meregulasi yang
ditandai dengan
 Klien mengeluh jarang berkemih
 Klien tampak edema
 Hipoalbuminemia
 Hipematremia
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis yang ditandai dengan
 Klien mengeluh tidak nafsu makan
 Klien mengeluh mual dan muntah
 Klien tampak lemah
 Terjadi fluktuasi berat badan
 Hipoalbuminemia
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis

D. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Gangguan -tidak ada edema Observasi 1.untuk


keseimbangan cairan -intek dan output 1.kaji status hidrasi meningkatkan
berhubungan dengan seimbang (mis. Frekuensi nadi, keseminbangan
gangguan mekanis -elektrolit urin dalam kekuatan nadi, akral, cairan
meregulasi batas normal pengisian kapiler, 2. mengetahui
kelembaban mukosa, kedadaan umum
tugor kulit, tekan pasien
darah) 3. untuk
2.kaji monitor berat mengetahui pilihan
badan harian pasien makanan dan cairan
3.Kaji monitor hasil yang sehat
pemeriksaan lab
4. kaji status
hemodinamik
Terapeutik
1.catat intek-output
dan hitung balans
cairan 24 jam
2. berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
3.berikan cairan
intravena, jika perlu
kolaborasi
1.kolaborasi
pemberian diuretic,
jika perlu

2. Kekuranga nutrisi -intek nutrisi pasien Observasi 1. untuk


kurang dari kebutuhan terpenuhi 1.periksa satutus mengetahui
-energi untuk beraktivitas gizi,status alergi, perubahan nutrisi
terpenui program diet, klien
-peningkatan berat badan kebutuhan dan 2.untuk mengetahui
-serum albumin dalam pemenuhan meningkatkan
batas normal kebutuhan gizi nutrisi pasien
2.identifikasi 3. mempercepat
kemampuan dan kebutuhan nutrisi
waktu yang tepat pasien
menerima informasi 4. untuk
Terapeutik mengetahui pola
1.persiapan materi asupan nutisi pasien
dan media seperti
jenis-jenis nutrisi,
lebel makanan
penukar, cara
mengelola, menakar
makanan
2. jadwalkan
pendidikan kesehatan
Edukasi
1.jelaskan pada
pasien dan keluraga
alergi makanan,
makanan yang harus
dihindari, kebutuhan
jumlah kalori, jenis
makanan yang
dibutuhkan pasien
2.ajarkan cara
melaksanakan diet
secara program
3.jelaskan hal-hal
yang dilakukan
sebelum memberikan
makan
3.demontrasikan cara
memberihkan mulut
4. demontrasikan cara
mengatur posisi saat
makan
5.ajarkan pasien dan
keluarga memantau
kondisi kekurangan
nutrisi
6. anjurkan cara
mendemontrasikan
cara memberi makan
dan menyiapkan
makanan
Kolaborasi
1. kolaborasi dengan
dokter
3. Resiko infeksi -pasien mampu Observasi 1.untuk mengetahui
mengidenfikasi penyebab 1.monitor tanda dan ketidak peningkatan
infeksi gejala infeksi organisme
-pasien mampu Terapeutik 2.untuk
mengontrol lingkungan 1.batasi jumlah memperingan
-pasien mengenali tanda pengunjung infeksi
dan gejala infeksi 2.berikan perawatan 3.untuk
kulit pada area edema mempertahankan
3.cuci tangan sebelum keberihan pasien
dan sesudah kontak 4.untuk mengetahui
dengan pasien dan cara merawat
lingkungan pasien infeksi klien
4. perhatikan teknik 5. untuk
aseptic pada pasien mengetahui cara
yang beresiko tinggi mencegah
Edukasi peningkatan infeksi
1.jelaskan tanda dan 6.memberitahukan
gejala infeksi cara
2.ajarkan cara cuci mempertahankan
tanggan yang benar tubuh dari infeksi
3. ajarkan cara etika
batuk
4.ajarkan cara
memeriksa luka atau
luka oprasi
5.anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6. anjurkan
meningkatkan aupan
cairan
Kolaborasi
1.kolaborasi
pemberian imunisasi,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC

Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC

Price, Sylvia. Wilson, Lorraine. 2005. PATOFISIOLOGI: KONSEP KLINIS PROSES


PENYAKIT EDISI 6. Jakarta: EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid: I. Edisi: IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI

Dongoes, E. Marlyn, dkk.1999. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN EDISI 3. Jakarta:


EGC.

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Muttaqin, Arif. Sari, kumala.2011. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM


PERKEMIHAN. Jakarta: Salemba Medika.

Tim pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia
Tim pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia

Tim pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar diagnosa keperawatan Indonesia

http://repository.ump.ac.id/2460/3/USWATUN%20KHASANAH%20BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai