Aditya Hadi Albid - 2030004 - LP - Stenosis
Aditya Hadi Albid - 2030004 - LP - Stenosis
Aditya Hadi Albid - 2030004 - LP - Stenosis
Oleh :
Aditya Hadi Albid, S,Kep
2030004
Mahasiswa :
A. Konsep Teori
1. Definisi
LCS merupakan penyempitan pada ruang saraf (terjadi pada lumbal).
Keadaan ini adalah penyakit yang terutama mengenai pada usia paruh baya/lansia.
Penyempitan pada kanal spinal terjadi secara perlahan dimulai dari kerapuhan
cincin fibrosa, keluarnya nukleus pulposus ,dan diskus intervetebrae yang
menonjol yang akhirnya akan menekan saraf spinal. Seseorang dengan stenosis
tulang belakang ataupun lumbal memiliki keluhan khas nyeri yang luar biasa pada
tungkai atau betis dan punggung bagian bawah bila berjalan (Hickey, J. V. 2014)
2. Etiologi
Perubahan degeneratif melemahkan ligamen longitudinal dan jaringan
fibrosa annulus pada tempo kehidupan pertengahan dan lanjut usia. Perubahan
degeneratif terjadi pada diskus intervetebrae, dimulai pada saat setelah
tercapainya kepadatan puncak pada umur 30 tahun (Hickey, J. V. 2014).
Ada 3 faktor yang berkontribusi terhadap lumbal spinal canal stenosis,
antara lain:
a. Pertumbuhan berlebih pada tulang.
b. Ligamentum flavum hipertrofi
c. Prolaps diskus Sebagian besar kasus stenosis kanal lumbal adalah karena
progresif tulang dan pertumbuhan berlebih jaringan lunak dari arthritis.
Risiko terjadinya stenosis tulang belakang meningkat pada orang yang:
a. Terlahir dengan kanal spinal yang sempit
b. Jenis kelamin wanita lebih beresiko daripada pria
c. Usia 50 tahun atau lebih (osteofit atau tonjolan tulang berkaitan dengan
pertambahan usia)
d. Pernah mengalami cedera tulang belakang sebelumnya.
Berdasarkan etiologi canal stenosis dibagi menjadi stenosis primer dan
sekunder. Stenosis primer dibagi menjadi defek kongenital dan
perkembangan. Sedangkan stenosis sekunder menurut sifatnya dibagi
menjadi degeneratif (spondylolisthesis), iatrogenik yaitu post laminectomy,
post artrodesis dan post disectomy, akibat kumpulan penyakit yaitu
acromegaly, paget disease, flurorosis dan ankylosing spondylitis, post
fraktur, penyakit tulang sistemik dan tumor baik primer maupun sekunder
(Apsari dkk., 2013).
3. Web of Caution
Deficit Sensori
Nyeri Akut Lamenektomi
Penurunan Motorik
Ekstemitas Bawah
Luka Rentang Gerak
Pembedahan Menurun
Penurunan
produktivitas
6. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis spinal stenosis biasanya ditegakkan secara klinis.
Penting selama evaluasi klinis untuk menyingkirkan adanya penyakit
pembuluh darah perifer (berkurangnya aliran darah ke tungkai) sebagai
kemungkinan diagnosis. Pemeriksaan untuk memastikan stenosis
tulang belakang mencakup :
1. Sensasi kulit Anda, kekuatan otot, dan refleks
2. Romberg tes, uji pinggul ekstensi dan tes fungsi neuromuskuler
3. Foto polos x-ray Lumbosacral merupakan penilaian rutin untuk
pasien dengan back pain. Dibuat dalam posisi AP lateral dan obliq,
dengan tampak gambaran kerucut lumbosacral junction, dan spina
dalam posisi fleksi dan ekstensi. Diharapkan untuk mendapat
informasi ketidakstabilan segmen maupun deformitas.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging). MRI adalah pemeriksaan
gold standar diagnosis lumbar stenosis dan perencanaan operasi.
Kelebihannya adalah bisa mengakses jumlah segmen yang terkena,
serta mengevaluasi bila ada tumor, infeksi bila dicurigai. Selain itu
bisa membedakan dengan baik kondisi central stenosis dan lateral
stenosis.
5. CT Scan dapat menunjukkan taji tulang apapun yang dapat
menempel ke tulang punggung dan mengambil ruang di sekitar
saraf tulang belakang.
6. EMG (Elektromiogram). Dilakukan jika ada kekhawatiran tentang
masalah neurologis. Ini dilakukan untuk memeriksa apakah jalur
motor saraf bekerja dengan benar.
7. Somatosensori (SSEP) tes. Tes ini dilakukan untuk mencari lebih
tepatnya di mana saraf tulang belakang tertekan. SSEP digunakan
untuk mengukur sensasi saraf. Impuls sensorik perjalanan saraf,
menginformasikan tentang sensasi tubuh seperti rasa sakit, suhu,
dan sentuhan.
8. Tes darah untuk menentukan apakah gejala disebabkan dari kondisi
lain, seperti arthritis atau infeksi.
7. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Konservatif
Apabila tidak terdapat keterlibatan saraf berat atau progresif, kita
dapat menangani stenosis tulang belakang menggunakan tindakan
konservatif berikut ini:
a. Obat antiinflamasi nonsteroid untuk mengurangi inflamasi dan
menghilangkan nyeri
b. Analgesik untuk menghilangkan nyeri
c. Blok akar saraf dekat saraf yang terkena untuk menghilangkan
nyeri sementara
d. Program latihan dan/atau fisioterapi untuk mempertahankan
gerakan tulang belakang, memperkuat otot perut dan
punggung, serta membangun stamina, semua hal tersebut
membantu menstabilkan tulang belakang. Beberapa pasien
dapat didorong untuk mencoba aktivitas aerobik dengan gerak
progresif perlahan seperti berenang atau menggunakan sepeda
latihan.
e. Korset lumbal untuk memberikan dukungan dan membantu
pasien mendapatkan kembali mobilitasnya. Pendekatan ini
terkadang digunakan pada pasien dengan otot perut yang lemah
atau pasien berusia lanjut dengan degenerasi beberapa tingkat.
Korset hanya dapat digunakan sementara, karena penggunaan
jangka panjang dapat melemahkan otot punggung dan perut.
f. Akupunktur dapat menstimulasi lokasi-lokasi tertentu pada
kulit melalui berbagai teknik, sebagian besar dengan
memanipulasi jarum tipis dan keras dari bahan metal yang
memenetrasi kulit.
2. Terapi Operatif
Indikasi operasi adalah gejala neurologis yang bertambah berat,
defisit neurologis yang progresif, ketidakamampuan melakukan
aktivitas sehari-hari dan menyebabkan penurunan kualitas hidup,
serta terapi konservatif yang gagal. Prosedur yang paling standar
dilakukan adalah laminektomi dekompresi. Tindakan operasi
bertujuan untuk dekompresi akar saraf dengan berbagai tekhnik
sehingga diharapkan bisa mengurangi gejala pada tungkai bawah
dan bukan untuk mengurangi LBP (low back pain), walaupun
pasca operasi gejala LBP akan berkurang secara tidak signifikan.
(Apsari dkk, 2013).
1. Pengkajian
- Tanda
Sikap: dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang
terkena. Perubahan cara berjalan, berjalan dengan
terpincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian tubuh
yang terkena. Nyeri pada palpasi.
6. Keamanan
Gejala
- Adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.
7. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
- Gaya hidup: Monoton dan hiperaktif
4. Resiko Infeksi Setelah dilakukan a. Monitor tanda dan gejala infeksi a. Menilai tanda dan gekala infeksi
berhubungan dengan tindakan keperawatan lokal dan sistemik
N DIAGNOSA
TUJUAN TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
O KEPERAWATAN
Efek Prosedur Invasif diharapkan derajat b. Cuci tangan sebelum dan sesudah b. Meningkatkan Universal Precaution
SDKI 2016 D.0142 infeksi berdasarkan kontak dengan pasien dan
(Kategori: Lingkungan observasi atau sumber lingkungan pasien
Subkategori: informasi menurun 3 x c. Jelaskan tanda dan gejala infeksi c. Menilai pengetahuan tentang infeksi
Keamanan dan 24 Jam d. Ajarkan cara mencuci tangan yang d. Menilai PHBS dengan tepat
Proteksi) benar
KH : e. Ajarkan cara memeriksa kondisi e. Menilai cara perawatan luka
a. Nyeri menurun luka atau luka operasi
b. Bengkak menurun
c. Kemerahan menurun
d. Demam menurun
5 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan a. identifikasi toleransi fisik melakukan a. untuk mengetahui toleransi fisik px
tindakan keperawatan pergerakan b. untuk mengontrol kondisi umum px
fisik b.d Nyeri SDKI
1x24jam mobilitas fisik b. monitor kondisi umum selama c. agar pasien bisa mobilisasi dengan baik
2016 D.0054 Kategori: meningkat melakukan mobilisasi d. agar pasien bisa melakukan pergerakan
Dengan kriteria hasil: c. fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan dengan baik
Fisiologis Subkategori:
a. pergerakan ektremitas alat bantu e. agar pasien bisa berlatih kapan saja
Aktivitas dan istirahat meningkat d. fasilitasi melakukan pergerakan f. agar pasien dan keluarga pasien mengerti
b. kekuatan otot e. libatkan keluarga untuk membantu ttg prosedur mobilisasi
meningkat pasien dalam meningkatkan pergerakan g. agar pasien terbiasa dalam melakukan
c. kaku sendi menurun f. jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi mobilisasi
g. anjurkan melakukan mobilisasi dini
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang
5. Evaluasi Keperawatan
Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah
diberikan atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin
dicapai. Pada bagian ini ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau
Dorland. (2014). Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 29. Buku Kedokteran EGC
Hickey, J.V. (2014). The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical
Nursing. 7th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Ketut S (2018). Penyakit Degenerasi Lumbal Diagnosis dan Tata Laksana.
Udayana University Press Denpasar Bali
SDKI, T. P. (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.