Bab 1
Bab 1
Bab 1
PENDAHULUAN
1
2
tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al,
2007).
Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit
kronis, contohnya penyakit hipertensi dan penyakit kardiovaskuler, karena
memerlukan pengobatan dalam jangka waktu lama (Hadgraft, 1996 ;
Jamakandi et al., 2006).
Absorbsi obat dalam bentuk transdermal dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain harga koefisien partisi obat (log Ko/w) antara 3-6
(Priprem et al, 2008), struktur molekul obat, konsentrasi obat pada tempat
absorbsi, luas area absorbsi, pH lingkungan, pH pembawa dan suhu kulit.
Bahan obat yang dapat dibuat sebagai sediaan dengan tujuan penggunaan
transdermal adalah bahan obat dengan dosis pemberian yang kecil yaitu (4-
12 µg/ml) (Guy & Hadrraft, 1996), bersifat non ionik, tidak toksik,
mempunyai ukuran molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak
menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009;
Ansel, 1990).
Propranolol HCl adalah b-bloker yang banyak digunakan dalam
terapi antiaritmia, antihipertensi, dan angina pektoris. Propranolol HCl
merupakan obat yang mengalami efek lintas pertama hepatik oleh
CYP2C19 dan 2D6 setelah penggunaan peroral, dengan bioavailibilitas
sistemik sekitar 15-23%. Selain itu propranolol HCl memiliki waktu paruh
eliminasi relatif singkat yaitu 3-4 jam, sehingga membutuhkan frekuensi
pemberian dosis yang cukup tinggi. Formulasi prolonged release dapat
menurunkan frekuensi pemberian dosis tetapi bioavailibilitas hanya 40-60%
dari tablet konvensional. Hal ini disebabkan absorbsi yang lambat dalam
lambung dan efek lintas pertama yang ekstensif (Rao et al., 2003; Namdeo
dan Jain, 2002). Propranolol HCl secara oral dapat diabsorpsi dengan baik
di saluran cerna (90%), namun bioavaibilitasnya rendah (15 – 23%) karena
3