Makalah Toxoplasma Gondii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TOXOPLASMA GONDII
Diajukan sebagai
Tugas Mata Kuliah Protozoologi dan Entomologi

Oleh :
Nabila Fitriana S (5119014)
Citra Talenti Harefa (5119015)
Susi Sukmawati (5119016)
Ayus Aisah (5119017)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
BANDUNG
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat,
dan hidayah-NYA, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Toxoplasma gondii”.
Shalawat beserta salam senantiasa tercurah pada baginda Rasullullah
Nabi besar Muhammad SAW, sang pencerah dalam kegelapan, sang petunjuk
jalan kesesatan. Sifat dan akhlaknya yang patut digugu dan dituru. Serta pada para
keluarganya, para sahabatnya, serta kita semua selaku umatnya di akir Zaman.
Aamin.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah
Protozoologi dan Entomologi pada Program Studi Teknologi Laboratorium Medik
Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
Penulis menyadari makalah begitu sulit terwujud tanpa bantuan
dariberbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesikan makalah ini baik berupa materias
ataupun spiritual.
Makalah ini masih dirasa kurang dari kata sempurna, karena itu kritik
dan saranbagi penulis dirasa perlu untuk saling memperbaiki dan mengingatkan
akan kesalahan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan para
pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A.LATAR BELAKANG............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................2
C. TUJUAN................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A.MORFOLOGI........................................................................................................3
B. SIKLUS HIDUP.....................................................................................................3
C. EPIDEMIOLOGI...................................................................................................5
D.PATOGENESIS.....................................................................................................5
E. GEJALA KLINIS...................................................................................................6
E. DIAGNOSIS..........................................................................................................7
BAB III PENUTUP...........................................................................................................8
A.KESIMPULAN......................................................................................................8
B. SARAN..................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Toxoplasmosis merupakan suatu penyakit zoonis yang dapat menyerang
manusia dalam berbagai usia dan jenis kelamin. Toxoplasmosis disebabkan oleh
Toxoplasma gondii dimana terdapat tiga jalur utama penyebaran toxoplasmosis,
yaitu melalui persebaran makanan (foodborne), dari hewan ke manusia (zoonis),
dan dari ibu hamil kepada janinnya (transplasenta) (Petersen, Vesco, Villari, &
Buffolano, 2010). Penderita toxoplasmosis yang immunocompetent umumnya
tidak menimbulkan gejala klinis, sedangkan pada penderita gangguan sistem imun
(immunocompromised patient) dapat menimbulkan gejala yang cukup berat
seperti nekrosis otak dan hidrosefalus (Boyer et al., 2005; Wayan, 2017).
Prevalensi toxoplasmosis di beberapa negara cukup beragam, mulai dari
terendah yaitu 4,1% di Thailand hingga tertinggi yaitu Brazil 75% (Sundar,
Mahadevan, Jayshree, Subbakrishna, & Shankar, 2007). Indonesia memiliki
angka prevalensi toxoplasmosis sebesar 58% di Surabaya dan 70% di Jakarta
(Terazawa, Muljono, Susanto, Margono, & Konishi, 2003). Angka prevalensi
toxoplamosis yang tinggi dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti lingkungan
tempat tinggal, pola hidup, usia dan pengetahuan masyarakat (Wayan, 2017).
Untuk mengurangi angka prevalensi toxoplasmosis, diperlukan usaha
pencegahan toxoplamosis. Menurut Gangneux dan Dardé (2012), sikap
pencegahan toxoplasmosis dapat dilakukan dengan meminimalisir kontak dengan
feses kucing, menjaga kebersihan lingkungan, dan menjaga higenitas makanan.
Sikap pencegahan seseorang berkaitan dengan pengetahuan akan suatu penyakit
yang dimilikinya. Sikap pencegahan toxoplasmosis dapat menimbulkan pola cara
dalam berpikir serta mempengaruhi tindakan dan kelakuan, baik di kehidupan
sehari-hari maupun saat membuat keputusan yang 2 penting dalam hidup untuk
menghindari seseorang dari infeksi toxoplasmosis (Maulana, 2009).
Sikap pencegahan seseorang dapat berubah dengan diperolehnya pendidikan,
tambahan informasi atau pengetahuan tentang objek tertentu, dalam hal ini ialah
pengetahuan infeksi Toxoplasma gondii. Pengetahuan infeksi Toxoplasma gondii
merupakan suatu hal yang dianggap penting dalam melakukan berbagai tindakan
dalam mencegah infeksi toxoplasmosis dan hal lain seperti pengetahuan umum
mengenai Toxoplasma gondii, penyebab dan dampak dari infeksi toxoplasmosis.
Pengetahuan bukan hanya keterampilan dasar seperti membaca dan menulis
melainkan suatu kinerja yang profesional dan adanya keterlibatan otak dalam
menyikapi suatu hal (Fricka et al, 2004).

1
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan pembahasannya maka akan dibahas sub masalah
sesuai dengan latar belakang diatas yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana morfologi dan Toxoplasma gondii?
2. Bagaimana siklus hidup dari Toxoplasma gondii?
3. Bagaimana epidemiologi dari Toxoplasma gondii?
4. Bagaimana pathogenesis dari Toxoplasma gondii?
5. Bagaimana gejala klinik dari Toxoplasma gondii?
6. Bagaimana diagnosis dari Toxoplasma gondii?
C. TUJUAN
Makalah ini bertujan untuk:
1. Untuk mengetahui morfologi dari Toxoplasma gondii.
2. Untuk mengetahui siklus hidup dari Toxoplasma gondii.
3. Untuk mengetahui epidemiologi dari Toxoplasma gondii.
4. Untuk mengetahui pathogenesis dari Toxoplasma gondii.
5. Untuk mengetahui gejala klinik dari Toxoplasma gondii.
6. Untuk mengetahui diagnosis dari Toxoplasma gondii.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. MORFOLOGI
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam
tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista
(berisi sporozoit) (Hiswani, 2005). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan
ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron,
lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah
bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi
(Sasmita, 2006). Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti
burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif.
Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit
juga dapat memasuki tiap sel yang berinti. Kista dibentuk di dalam sel hospes bila
takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda,
ada yang berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran
200 mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat
ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak
bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk
sel otot (Gandahusada, 2003). Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11
mikron.
Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi
dua sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk
dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4
sporozoit yang berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu. Toxoplasma
gondii dalam klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida, berkembang biak secara
seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian.

Gambar 1. Takizoid, kista, ookista

3
B. SIKLUS HIDUP
Daur hidup Toxoplasma gondii melalui dua siklus yaitu siklus enteroepitel
dan siklus ekstraintestinal. Siklus enteroepitelial di dalam tubuh hospes definitif
seperti kucing. Siklus ekstraintestinal pula di dalam tubuh hospes perantara seperti
manusia, kambing dan domba. Pada siklus ekstraintestinal, ookista yang keluar
bersama tinja kucing belum bersifat infektif. Setelah mengalami sporulasi, ookista
akan berisi sporozoit dan menjadi bentuk yang infektif. Manusia dan hospes
perantara lainnya akan terinfeksi jika tertelan bentuk ookista tersebut.
Di dalam ileum, dinding ookista akan hancur sehingga sporozoit bebas.
Sporozoit-sporozoit ini menembus mukosa ileum dan mengikuti aliran darah dan
limfa menuju berbagai organ tubuh seperti otak, mata, hati dan jantung. Sporozoit
bebas akan membentuk pseudokista setelah berada dalam sel organ-organ
tersebut. Pseudokista tersebut berisi endozoit atau yang lebih dikenal sebagai
takizoit. Takizoit akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang
secara berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit
dalam kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).

Gambar 2. Siklus hidup Taxoplasma gondii

4
C. EPIDEMIOLOGI
Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan pada binatang mengerat
(Cytenodactylus gundi) di Afrika pada tahun 1908 (Levine, 1985). Toxoplasma
gondii termasuk Genus Toxoplasma; Subfamili Toxoplasmatinae; Famili
Sarcocystidae; Subkelas Coccidia; Kelas Sporozoa; Filum Apicomplexa (Soulsby,
1982). Toxoplasma gondii dibedakan menjadi lima tipe, masing-masing tipe
terdiri atas berbagai galur, dapat diisolasi di tempattempat dari berbagai belahan
dunia. Setiap tipe memiliki karakteristik biologik dan patogenitas yang berbeda
(Chandra, 2002).
Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,
merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia
(Hiswani, 2005). Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat parasit
obligat intraseseluler. Menurut Wiknjosastro (2007), Toksoplasmosis menjadi
sangat penting karena infeksi yang terjadi pada saat kehamilan dapat
menyebabkan abortus spontan atau kelahiran anak yang dalam kondisi abnormal
atau disebut sebagai kelainan kongenital seperti hidrosefalus, mikrosefalus,
iridosiklisis dan retardasi mental.

D. PATOGENESIS
Pada umumnya, rute infeksi Toxoplasma gondii ke manusia dan hewan
berdarah panas lainnya adalah melalui ingesti kista parasit dalam makanan atau air
yang terkontaminasi (Harker, et al., 2015). Dalam perjalanannya, Toxoplasma
gondii tidak mempunyai organel khusus untuk bergerak seperti silia atau flagela.
Parasit ini akan bergerak dengan kompleks motor aktin miosin. Tiga tipe
pergerakan Toxoplasma gondii adalah melalui pergerakan sirkuler, pergerakan 12
heliks, dan pergerakan memutar. Di antara tipe pergerakan ini, pergerakan heliks
memungkinkan parasit ini untuk bergerak ke depan (Dlugonska, 2014).
Sitoskeleton parasit ini terdiri dari adesin yang disekresi dari organel apikal yang
bernama mikronema. Protein mikronema inilah yang melekat ke sel hospes dan
memfasilitasi pergerakan Toxoplasma gondii (Harker, et al., 2015).
Setelah tertelan, dinding kista Toxoplasma gondii dihancurkan dalam
lambung hospes dan melepaskan bradizoit yang resisten terhadap enzim peptidase
di lambung. Oleh karena itu, parasit ini akan bisa menginvasi usus halus. Di usus
halus, Toxoplasma gondii akan berubah menjadi takizoit dan bereplikasi di dalam
sel membentuk vakuola parasitoporus dan mulai menginfeksi sel-sel di sekitarnya
(Blader dan Saeij, 2009). Menurut Soedarto a (2012) vakuola parasitoporus ini
dapat menembus sel hospes dengan cepat. Pada dasarnya, dinding parasit ini
melekat longgar ke sel permukaan hospes. Afinitas yang lemah ini dimediasi oleh
protein permukaan dari parasit yang bernama SAGs (surface antigens), SRSs
(SAG-related sequences), dan SUSAs (SAG-unrelated surface antigens).
Perlekatan ke sel hospes ini diduga dimediasi oleh lebih dari satu molekul hospes
(Blader dan Saeij, 2009). Walaupun belum ditemukan reseptor spesifik pada sel

5
hospes (Blader dan Saeij, 2009), diduga laminin, lektin, dan SAG1 berperan
dalam masuknya perlekatan dan masuknya takizoit (Soedarto b, 2012).
Setelah masuk ke usus halus, takizoit akan menembus lapisan epitel
intestinal dan bermigrasi ke lamina propria. Di lamina propria ini, takizoit akan
mengaktivasi respon imun yang cukup kuat berupa polimorfonuklear neutrofil,
monosit, dan sel dendritik. Sebagian parasit akan mati oleh respon imun ini,
sebagian lagi akan tetap berkembang biak di dalam sel. Parasit yang berkembang
biak di dalam sel akan bermigrasi ke nodus limfatikus dan kelenjar limfa melalui
limfatikus intestinal (Harker, et al., 2015). Selanjutnya, dengan perantara aliran
limfe, takizoit akan disebarkan bersama aliran darah (Soedarto b, 2012) melalui
mekanisme transendotelial migration (TEM) (Harker, et al., 2015). Toxoplasma
gondii pada akhirnya bisa menginfeksi semua organ dan jaringan tubuh hospes
yang mempunyai sel inti (Sutanto, et al., 2011).
Di jaringan, kista akan terbentuk tujuh hari setelah infeksi dan akan terus
berada dalam tubuh hospes seumur hidup hospes. Kista takizoit ini akan 13
berproliferasi dan membentuk nekrosis. Jika respon imun tubuh hospes baik,
maka takizoit akan tereliminasi dari jaringan tubuh hospes. Tetapi, jika respon
imun hospes buruk atau mengalami gangguan, maka infeksi akut akan terjadi dan
berlangsung progresif serta dapat menimbulkan manifestasi klinis. Manifestasi
klinis ini bervariasi di tiap jaringan dan bisa sampai terjadi kerusakan berat
melalui pengaktifan reaksi peradangan (Soedarto b, 2012).

E. GEJALA KLINIS
Pada orang yang sehat, sekalipun ditemukan serum antibodi toksoplasma,
infeksi toksoplasma masih asimtomatik. Manifestasi yang muncul tergantung
pada umur, virulensi strain Toxoplasma, jumlah parasit dan lokasi organ yang
diserang. Semakin muda usia terkena infeksi Toksoplasma, misal pada bayi, maka
kerusakan akan lebih berat. Infeksi pada otak, organ yang tidak mempunyai
kemampuan regenerasi, lesi yang ditimbulkan akan lebih berat dan permanen.
Pada bayi, manifestasi yang ditimbulkan bisa berupa hidrosefalus yang
disebabkan karena penyumbatan pada akuaduktus Sylvii (Sutanto, et al., 2011).
Manifestasi klinis yang sering muncul pada orang dewasa biasanya berupa
limfadenopati lokal atau umum, baik superfisial ataupun dalam yang biasa
ditemui di sekitar kelenjar leher (Natadisastra, 2009) disertai dengan rasa lelah,
demam, nyeri otot, dan rasa sakit kepala, kadang-kadang ada eksantema dan
retinokoroiditis. Retinokoroiditis pada dewasa dan pubertas sebagai merupakan
manifestasi reaktivasi kelanjutan infeksi kongenital (Sutanto, et al., 2011).
Retinokoroiditis yang berat bisa sampai membutuhkan enukleasi (Natadisastra,
2009).
Sementara itu, pada toksoplasmosis kongenital bisa dijumpai prematuritas,
retardasi pertumbuhan intrauterin, post-maturitas, retinokoroiditis, strabismus,
kebutaan, retardasi psikomotor, mikrosefalus atau hidrosefalus, kejang, hipotonus,
ikterus, anemia, dan hepatosplenomegali (Sutanto, et al., 2011).

6
E. DIAGNOSIS
Diagnosis infeksi Toxoplasma gondii ditegakkan melalui diagnosis klinis
maupun diagnosis laboratorium. Diagnosis klinis sulit ditegakkan kecuali 14
didukung dengan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis laboratorium dapat dibuat
dengan tujuan melihat adanya parasit dalam jaringan atau cairan badan,
mendeteksi antibodi spesifik dan mengisolasi parasit. Isolasi parasit merupakan
diagnosis pasti infeksi toksoplasmosis (Natadisastra, 2009). Isolasi ini dapat
berasal dari cairan badan untuk menunjukkan infeksi akut, isolasi jaringan dapat
menunjukkan kista dan tidak memastikan infeksi akut. Infeksi akut dapat
dipastikan jika ditemukan takizoit dalam biopsi otak, sumsum tulang, cairan
serebrospinal dan ventrikel (Sutanto, et al., 2011).
Menurut Soedarto a (2012) selain isolasi parasit, tes serologis dapat
digunakan untuk menunjang diagnosis. Ada tiga jenis pemeriksaan yang dapat
dilakukan yaitu Sabin-Fieldman dye test, antibodi Immunoglobulin-M (IgM) dan
Direct Agglutination Test (DAT). Sementara tes yang sering digunakan adalah
Enzyme-linked Immunoabsorbent Assay (ELISA) untuk deteksi
ImmunoglobulinM (IgM) dan Immunoglobulin-G (IgG). Dalam kondisi normal,
IgG dan IgM dapat dideteksi bersamaan, kecuali pada penderita
immunocompromise. Penderita imunokompromais tidak akan memberikan
gambaran peningkatan titer IgM karena infeksinya telah mengalami penyebaran
(disseminated infection). Apabila IgM dan IgG keduanya positif artinya
menunjukkan infeksi toksoplasma akut. Apabila IgG positif dan IgM negatif
berarti infeksi telah berlangsung lebih dari satu tahun. Immunoglobulin-G dalam
tubuh manusia muncul pada 1-2 minggu setelah paparan Toxoplasma. Pada
neonatus, anti IgM positif berarti sudah bisa menegakkan diagnosis toksoplamosis
kongenital. Hal ini berarti bahwa antibodi dibuat oleh janin yang terinfeksi dalam
uterus. Sementara pada toksoplasmosis didapat, diagnosis dapat ditegakkan jika
ada titer IgG yang meninggi secara bermakna pada pemeriksaan kedua kali
dengan jangka waktu tiga minggu atau lebih atau bila ada konversi negatif ke
positif (Sutanto, et al., 2011). Di antara semua pemeriksaan serologis,
pemeriksaan dengan teknik ELISA merupakan pemeriksaan yang akan dijadikan
standar baku di masa depan karena pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang
spesifik (Soedarto a, 2012).
Pemeriksan yang paling baru adalah PCR untuk deteksi DNA parasit pada
cairan tubuh dan jaringan. Pemeriksaan ini berdasar pendeteksian Toxoplasma
gondii dari takizoit tunggal menggunakan gen B1 (Seodarto a, 2012). Dengan 15
teknik ini dapat dibuat diagnosis yang cepat dan tepat baik pada toksoplasma
kongenital maupun toksoplasma akut pada ibu hamil dan penderita
imunokompromais (Sutanto, et al., 2011).

7
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit toxoplasmosis merupakan penyakit kosmopolitan dengan
frekuensi tinggi di berbagai negara dan juga di Indonesia karena gejala
klinisnya ringan maka sering kali luput dari pengamatan dokter. Padahal
akibat yang ditimbulkan bisa memberikan beban berat bagi masyarakat
seperti abortus, lahir mati maupun cacat kongenital. Diagnosis secara
laboratoris cukup mudah yaitu dengan memeriksa antibodi kelas IgG dan
IgM terhadap Toxoplasma gondii akan dapat diketahui status penyakit
penderita. Dianjurkan untuk memeriksakan diri secara berkala pada wanita
hamil trimester pertama akan kemungkinan terinfeksi dengan toxoplasmosis.
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler yang
dapat menyebabkan penyakit toxoplasmosis konginetal dan toksoplasmosis
akuisita. Hospes Definitif T. gondii adalah kucing dan binatang sejenisnya
(Felidae). Hospes perantaranya adalah manusia, mamalia lainnya dan
burung.
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
agar penulisan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi. Demikian penulis
ucapkan terimakasih.

8
DAFTAR PUSTAKA

 Ir. Indra Chahaya S., M.Si , 2003 , Epidemiologi “Toxoplasma gondii .


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
 Agoes, R dan D. Natadisastra. 2009. Parasitolgi Kedokteran ditinjau dari
organ tubuh yang diserang. EGC. Jakarta.
 ESR. (2010) Toxoplasma gondii. New Zealand: Ministry for Primary
Industries.

Anda mungkin juga menyukai