0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
76 tayangan13 halaman

Nirwana - 18107 - Perc 5

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 13

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
PERCOBAAN V
“STUDI INDUKSI DAN INHIBISI BIOTRANSFORMASI
OBAT SECARA IN VIVO.”

DISUSUN OLEH
NAMA : NIRWANA
STAMBUK : G 701 18 107
KELAS / KELOMPOK : C
HARI / TANGGAL : RABU, MARET 2021
ASISTEN : FAHYA AULIA LOUTO

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan
terdapat faktor interaksi obat. Faktor ini dianggap penting secara klinik bila
berakibat meningkatkan toksisitas atau mengurangi efektivitas obat yang
berinteraksi. Selama ini informasi mengenai pengaruh makanan terhadap kinerja
obat masih sangat kurang. Terapi suatu obat bersamaan dengan pemberian
makanan dapat mempengaruhi efek obat tersebut. Faktor yang mempengaruhi
bertambahnya atau berkurangnya obat di dalam tubuh salah satunya adalah
biotransformasi yang terganggu (Sunarsih dkk, 2011).

Biotransformasi yaitu istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan


metabolisme obat di badan. Setiap obat adalah merupakan zat asing bagi badan
dan tidak diingini, oleh karena itu badan berusaha merombak zat tadi menjadi
metabolit sekaligus bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskresi melalui ginjal.
Jadi reaksi biotransformasi adalah merupakan peristiwa detoksikası.
Biotransformasi berlangsung terutama di hati, tetapi ada beberapa obat
mengalami biotransformasi dalam ginjal, plasma dan selaput lendir di usus.
Reaksi biotransformasi biasanya oksidasi, hidrolisa dan konjugasi (Anief, 2018).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu dengan memahami dan mengetahui


bagaiman pengaruh pemberian suatu obat terhadap biotranformasi secara in vivo
maka seorang farmasis dapat mengetahui bagaimana obat dimetabolisme dalam
tubuh sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.
B. Maksud Percobaan
Memahami pengaruh pemberian suatu obat terhadap biotranformasi secara in
vivo.

C. Tujuan Percobaan
Mengetahui pengaruh pemberian suatu obat terhadap biotranformasi secara in
vivo.

D. Manfaat Percobaan
Manfaat percobaan ini yaitu praktikan dapat memahami dan mengetahui
bagaiman pengaruh pemberian suatu obat terhadap biotranformasi secara in vivo.

E. Prinsip Percobaan
F. Dasar Teori
Obat merupakan benda asing bagi tubuh. Walaupun terbuat dari bahan alami,
tetap saja obat akan dianggap sebagai benda asing yang akan memengaruhi kerja
organ tubuh tertentu. Banyak yang beranggapan bahwa dengan minum obat
kimiawi, efek penyembuhannya lebih cepat dan langsung bisa dirasakan. Efek ini
seperti mengurangi rasa sakit maupun menyembuhkan penyakit. Padahal, banyak
obat warung yang dijual bebas merupakan obat keras yang berbahaya bila
dosisnya berlebihan. Dosis yang biasa digunakan lama-kelamaan menjadi tidak
tepat lagi karena tubuh telah toleran terhadap dosis tersebut. Akibatnya, pada
pengobatan berikutnya, diperlukan dosis yang lebih tinggi lagi. Kondisi ini akan
merugikan tubuh jika berlangsung dalam waktu lama (Suranto, 2011).

Pada fase farmakokinetik, obat mengalami proses ADME yaitu absorpsi,


distribusi, biotransformasi (metabolisme) dan ekskresi yang berjalan secara
simultan langsung atau tak langsung meliputi perjalanan suatu obat melintasi sel
membran. Dalam diagram terlihat bahwa obat harus mengadakan penetrasi
beberapa sawar sebelum tercapai konsentrasi pada letak aksi (Anief, 2018).

Biotransformasi atau metabolisme adalah aspek farmakokinetik dimana terjadi


proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalisis
oleh enzim. Biotransformasi sebagian besar obat terjadi di dalam hati karena hati
bertindak sebagai organ utama yang bertanggung jawab terhadap biotransformasi
obat. Kebanyakan obat-obatan melalui proses dimetabolisme biotransformasi
dahulu sebelum atau dapat diekskresikan. Pada proses ini molekul obat diubah
menjadi tidak aktif dan bersifat lebih polar sehingga lebih mudah diekskresikan.
Biotransformasi suatu obat dapat dipercepat atau diperlambat berdasarkan induksi
atau inhibisi enzim yang ditimbulkan oleh komponen makanan. Akibat adanya
induksi enzim maka laju biotransformasi akan meningkat. Peningkatan laju
biotransformasi ini mengakibatkan jumlah metabolit inaktif yang dihasilkan
meningkat sehingga terjadi penurunan dalam kerja farmakologinya. Obat-obat
yang mengalami biotransformasi menjadi metabolit metabolit reaktif, induksi
enzim kemungkinan akan memperbesar aktivitas dan toksisitas obat tersebut
(Sunarsih dkk, 2011).

Menurut Denk (1972) dalam buku Muchtaridi dkk (2018). Biotransformasi


terutama terjadi dalam hati dan dalam jumlah yang rendah terja di dalam organ
lain. Enzim yang terlibat dalam biotransformasi terikat pada struktur dan tak
terikat pada struktur. Enzim yang terikat pada struktur, terlokalisasi terutama
dalam membran retikulum endoplasma (misalnya, monooksigenase) dan sebagian
da lam mitokondria. Enzim yang tak terikat pada struktur terdapat sebagai enzim
yang larut (misalnya, esterase), enzim-enzim ini sebagian besar tidak spesifik
terhadap sub strat, sehingga mampu mengubah substrat dengan struktur kimia
yang berbeda. Di samping organ-organ tubuh sendiri, flora usus juga membantu
biotransformasi.

Proses biotransformasi tergantung dari susunan kimia, juga dari struktur


ruangnya, misalnya biotransformasi senyawa rasemis dapat berlainan untuk
masing-masing bentuk levo- dan dekstronya. Kecepatan biotransformasi dalam
plasma darah sangat beragam dan dinyatakan da lam persentase zat yang
diuraikan dalam satuan waktu. Inilah yang disebut biological halftime (t), yaitu
waktu yang dibutuhkan sampai kadar senyawa tertentu menurun sampai
setengahnya. Perubahan-perubahan kimiawi in vitro sering kali berlangsung
dengan kecepatan sangat berbeda dengan yang berlangsung secara enzimatik in
vivo. Sangat menarik bahwa banyak perubahan in vivo (enzimatik) demikian
tidak dapat ditiru" in vitro (Tjay dan Rahardja. (2015).
G. Uraian Bahan
1. Fenobarbital (FI III, 1979 : 481)
Nama resmi : PHENOBARBITALUM
Nama lain : Fenobarbital, Luminal
RM/BM : C12H12N2O3 / 232,24
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur; putih tidak berbau; rasa


agak pahit.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol
(95%) P, dalam eter P, dalam larutan alkali hiroksida
dan dalam larutan alkali karbonat.
Khasiat : Hipnotikum, sedatifum
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapi
Persyaratan kadar : 1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 23,22
mg C12H12N2O3.

H. Uraian Sampel
I. Uraian Hewan Uji
1. Tikus putih (Angria, 2019)
Kingdom : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus L

J. Alat dan Bahan


1. Alat
- Timbangan
- Spoit injeksi
- Spoit oral
- Stopwatch
2. Bahan
- Larutan Natrium fenobarbital 5 %
- Larutan Natrium tiopental 5 %
- Karbon tetraklorida
- Larutan garam fisiologis
K. Cara Kerja
Pada percobaan ini dipakai model pengukuran waktu tidur tiopental sebagai
parameter aktivitas enzim makrosomal hati.
1. Kelas dibagi menajdi 3 kelompok, masing-masing dengan 3 ekor hewan
- Kelompok I mengerjakan percobaan kontrol (pengukuran waktu tidur
hewan dengan praperlakuan pemberian larutan garam fisiologis)
- Kelompok II mengerjakan percobaan pemacu biotransformasi obat
(pengukuran waktu tidur dengan praperlakuan pemberian fenobarbital).
- Kelompok III mengerjakan percobaan penghambat biotransformasi obat
(pengukuran waktu tidur dengan praperlakuan pemberian karbon
tetraklorida.)
2. Timbang berat masing-masing hewan dan beri tanda atau kode.
3. Kelompok I
Hewan diberi praperlakuan dengan garam fisiologis 0,2 ml secara
intraperitoneal, diamkan selama 30 menit, kemudian berikan secara
intraperitoneal larutan natrium tiopental dengan dosis 40 mg/kg BB. Catat
Onset of action dan durasi waktu tidur tiopental.
Kelompok II
Hewan diberi praperlakuan dengan larutan natrium fenobarbital dengan dosis
75 mg/kg BB per hari selama 5 hari berturut, kemudian pada hari keenam
diberi larutan natrium tiopental dengan dosis seperti pada kelompok I.
Pemberian dilakukan secara intraperitoneal. Catat pula waktu tidurnya.
Kelompok III
Hewan diberi praperlakuan dengan karbontetraklorida 1,25 mg/kg BB secara
oral 24 jam sebelum diberi natrium tiopental.
L. Skema Kerja

M. Hasil Pengamatan

N. Pembahasan

O. Kesimpulan

P. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Angria. (2019). Undur-Undur (Myrmeleon sp.) Sebagai Antidiabetik. Jawa Timur :


Uwais Inspirasi Indonesia.

Anief. (2018). Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : UGM Press.

Muchtaridi dkk. (2018). Kimia Medisinal: Dasar-dasar Dalam Perancangan Obat.


Jakarta : Prenadamedia Group.

Sunarsih dkk. (2011). Pengaruh Praperlakuan Jus Kubis Bunga (Brassica oleracea

L. var botrytis L.) Terhadap Aktivitas Diklofenak Dalam Terapi Inflamasi.

Semarang : Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi "Yayasan Pharmasi".

Suranto. (2011). Terapi Enzim. Jakarta : Niaga Swadaya.

Tjay dan Rahardja. (2015). Obat-obat Penting Edisi ketujuh. Jakarta : Gramedia.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai