Teks tersebut membahas metode penelitian geografi manusia yang telah mengalami perubahan dari positivis menjadi kritis, serta pergeseran isu dari fokus fisik dan maskulin menjadi lebih memperhatikan perbedaan gender dan sosial.
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
241 tayangan5 halaman
Teks tersebut membahas metode penelitian geografi manusia yang telah mengalami perubahan dari positivis menjadi kritis, serta pergeseran isu dari fokus fisik dan maskulin menjadi lebih memperhatikan perbedaan gender dan sosial.
Teks tersebut membahas metode penelitian geografi manusia yang telah mengalami perubahan dari positivis menjadi kritis, serta pergeseran isu dari fokus fisik dan maskulin menjadi lebih memperhatikan perbedaan gender dan sosial.
Teks tersebut membahas metode penelitian geografi manusia yang telah mengalami perubahan dari positivis menjadi kritis, serta pergeseran isu dari fokus fisik dan maskulin menjadi lebih memperhatikan perbedaan gender dan sosial.
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5
Nama : Muhammad Fikri Adi Susilo
NIM : 316333102828
Judul BABAK BARU METODE PENELITIAN
GEOGRAFI MANUSIA Pengarang Dr. Alamsyah Taher, M,Si Nama Jurnal Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Unsyiah Volume,tahun, halaman Volume 11, Nomor 1, 2017 Reviewer Muhammad Fikri Adi Susilo Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap geografi manusia
Prosedur Peneliti dalam hal ini mendekati masalah dengan
metode, prosedur, dan pendekatan yang berbeda satu sama lain. Metode penelitian dapat diartikan sebagai rancang bangun penelitian, berupa rencana dan struktur penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban atas pertanyaan- pertanyaan peneliti (Kerlinger, 1986). Leedy (1980) menjelaskan metode penelitian adalah kerangka operasional terhadap fakta sehingga lebih mudah untuk dipahami maknanya. Disebut bahwa metode penelitian mencakup tiga aspek mendasar, yakni terkait dengan populasi, objek, dan analisis. Ini berarti metode penelitian adalah rancang bangun penelitian yang tersusun oleh tiga pilar dasar saling terkait satu sama lain yaitu pilar populasi, pilar objek, dan pilar analisis (lihat bagan 1). Terkait dengan cara mendekati objek penelitian dapat memilih apakah menggunakan survey, studi eksperimen, atau studi sejarah. Untuk cara analisis, peneliti dapat menggunakan metode kuantitatif, metode kualitatif , atau gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Sementara itu, terkait dengan populasi yang hendak diteliti, peneliti dapat menggunakan sensus, sampling, atau studi kasus. Sebagai suatu rancangan bangun yang terintegrasi satu sama lain, sudah semestinya jika diharuskan adanya kesesuaian anatara pilar populasi, pilar objek, dan pilar analisis. Sebagai contoh, tidak mungkin seseorang peneliti melakukan analisis kuantitatif apabila obyeknya studi sejarah dan pilar populasinya studi kasus. Ini juga berarti bahwa pilar populasi, pilar objek, dan pilar analisis tidak boleh digunakan secara tumpeng tindih. Perlu diketahui bahawa dalam ranah filsafah ilmu pengetahuan perkembangan metode penelitian merupakan tururnan dari paradigama besar memayungi. Peneliti berparadigma positivis cendrung menggunakan metode kunatitatif dan uji hipotesis dalam menjawab permasalahan peneliti. Sementara itu, peneliti berparadigma konstruktivis akan memilih metode kualitatif dalam memahami realitas sosial (Ragin, 1994; ihalauw, 2004; Slim, 2006). Seperti telah diketahui bahwa paradigm adalah seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang bertindak. Philips (1974) menjelaskan bahwa paradigma adalah seperangkat asumsi baik yang tersurat maupun yang tersirat sebagai dasar gagasan ilmiah. Dalam konteks ilmu pengetahuan, paradigma adalah suatu keyakinan dasar yang digunakan berbagai kalangan untuk mengapstraksikan realitas menjadi suatu ilmu atau disiplin ilmu pengetahuan tertentu (Kuhn, 1974; Wallace, 1971). Dengan demikian dapat disampaikan bahwa perbedaan metode penelitian bukan lah membedakan kebenaran, tetapi perbedaan asumsi untuk menjawab realitas. Realitas sendiri adalah kata yang sarat akan interpretasi. Itulah makanya, makna realitas sangat ditentukan oleh cara pandang penafsir, dan tentu saja terkait dengan paradigama yang melekat dalam diri penafsir. Tsunami yang terjadi di Banda Aceh adalah sebuah realitas, Gempa di Bantul adalah realitas, begitu juga dengan lumpur Lapindo. Kemiskinan adalah realitas, pengangguran adalah realitas, dan masih banyak lagi realitas dalam kehidupan manusia.Dua contoh besar tentang realitas tersebut Nampak sama nyata beda, dalam arti ada realitas yang bersifat alamiah karena terjadi karena proses alam dan ada realitas yang bersifat sosial karena terjadi proses hubungan antarmanusia. Pemisahan secara jelas realitas tersebut melahirkan du acara pandang “dualistik” yaitu positivis dan konstruktivis, alamiah (nature) dan kualitatif (Hardiman, 2003; Newman & Benz, 1998). Hasil dan Pembahasan Pakar feminis geografi lain seperti Donna Haraway (1991) menyebutkan bahwa supremasi “maskulitas dan kulit putih” dalam disiplin geografi dapat melemahkan pada apa yang oleh disebut sebagai “situated knowledges”. Menurutnya bahawa ilmu pengetahuan bersifat local, khusus dan melekat, dan merumuskan sebuah cara utama agar perbedaan dapat dipahami. Itulah sebab ruang dan tempat mempunyai kaitan yang erat dengan ras, gender, perbedaan klas, seksualitas dan sebagainya. Hal lain yang juga kurang mendukung perkembangan adalah semua pemahaman geografi terkait dengan lokasi. Padahal, perbedaan tidak selalu mengaju pada lokasi , tetapi dapat berujud materi kajian, dapat juga berupa tempat didalam dan sekitar lokasi pengetahuan. (stituated knowledges). Banyak konsep pokok dalam studi geografi manusia yang bermunculan demi mengkaji tentang perbedaan. Konsep-konsep tersebut antara lain konsep nature-culture, konsep human spesies, konsep uneven development, konsep the body, dan konsep tentang ras, gender dan seksualitas sebagai hasil dari kunstruksi sosial. Dua konsep pokok yang akhir-akhir ini dibicarakan adalah konsep nature- culture dan konsep the body, walaupun saat ini masih dipertanyakan apakah kedua konsep tersebut adalah konsep geografi atau bukan (Castree et al.,2005). Konsep nature-culture dari beberapa studi yang dilakukan cendrung dibedakan, dalam arti dikaji sendiri-sendiri dan terpisah. Beberpa ahli geografi lain mengkritik bahwa kajian tentang konsep nature- culture tidak dapat dilakukan sendir-sendiri, tetapi harus dilakukan secara padu. David Herley (2000) menjelaskan bahwa diskusi terhadap “species bing” harus dikaitkan dengan “human nature”, dari pada hanya berbicara tentang human differences. Ini berarti bahwa analisis terhadap human beings tidak dapat dipisahkan dari konsep nature. Konsep narure- culture membedakan feminism dan maskulin., rasional dan tidak rasional, baik dan buruk, alamiah dan budaya. Ahli geografi sampai tahun 1990 tidak memfokuskan kajia pada konsep the body, begitu juga dengan dengan konsep seksualitas dan gender. Mereka beragumentasi bahwa isi seksualitas terkain dengan displin ilmu biologi, dan bukan bidang kajian geografi. Namun demikian, sejumlah geografiwan mutakhir menaruh perhatian terhadap isi-isi yang terkait dengan konsep the body. Dijelaskan bahwa konsep the body tidak hanya mempelajari identitas individu, tetapi terkait juga dengan tempat, lokasi, dan ruang dari individu berada. Hal ini di dukung oleh pakar feminist Judith Butler (1990) dan Nail Smith (1993) melalui penjelasan bahwa konsep the bodytidak lah berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses komunitas, regional, nasional, dan global. Kesimpulan Ruang lingkup kajian geografi saat ini telah mengalami persinggungan, bahkan terintegrasi dengan disiplin ilmu lain. Perubahan ini tidak saja pada materi kajian, tetapi juga telah sampai pada level paradigm. Geografi tidak lagi dimaknai sebagai ilmu tentang ruang secara fisik. Geografi adalah ilmu tentang runag secara fisik dan ilmu tentang ruang manusia. Kajian geografi tradisional telah bergeser pada isu-isu yang tidak hanya di dominasi oleh isu fisik dan maskulitas semata. Perbedaan fenomena di bidang geografi telah memungkinkan studi geografi lebih maju dan mumpuni dalam menjawab isi yang ada. Berawal dari berbagai perbedaan, geografi dikenal sebagai studi yang mengkaji ketidak seimbangan suatu wilayah (spatial enevennes). Seiring dengan perjalanan waktu kajian geografi manusia terus berkembang, mengalami perubahan dari geografi berpaham positivis menuju geografi berpaham kritis seperti marxis dan feminis. Isu telah bergeser dari isu maskulin menuju kajian yang berkaitan dengan isu gender. Konsep nature-culture dan konsep the body yang sampai akhir tahun 1990 tidak banyak disentuh, saat ini menjadi bidang kajian yang mengemuka dibidang geografi. Berapa pakar geografi dengan paham feminis telah membuka wacana betapa konsep the body tidaklah berdiri sendiri melekat dalam tubuh individu, tetapi merupakan bagian proses komunis, regional, rasional, dan bahkan global. Keunggulan Keunggulan jurnal ini adalah menyajikan dengan jelas dan lengkap latar belakang permasalahan dan keseluruhan isinya dijelaskan secara jelas dan mudah dipahami Kekurangan Tidak adanya gambar atau foto prosedur dan hasil yang diberikan, juga tidak ada penjelasan kapan penelitian tersebut dilakukan.