0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
52 tayangan7 halaman

Mastitis Pada Ibu Menyusui

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 7

Mastitis merupakan masalah yang sering dijumpai pada ibu menyusui.

Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami mastitis. Terdapat dua
hal penting yang mendasari kita memperhatikan kasus ini. Pertama, karena
mastitis biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk
berhenti menyusui. Kedua, karena mastitis berpotensi meningkatkan transmisi
vertikal pada beberapa penyakit (terutama AIDS).

Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling
sering pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang
masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui.

Definisi dan Diagnosis

Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen
payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini
dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi.
Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau
karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga
dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis
tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi.
Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:

 Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC

 Menggigil

 Nyeri atau ngilu seluruh tubuh

 Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat


nyeri.

 Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak


menyusu karena ASI terasa asin

 Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

Berdasarkan jumlah lekosit (sel darah putih), Thomsen dkk. membagi peradangan
payudara dalam 3 kondisi klinis (Tabel 1).

Patofisiologi

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran


ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan
alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI
menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi.

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus
sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal)
atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling
sering adalah Staphylococcusaureus, Escherecia coli dan Streptococcus.
Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi
dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian
mastitis tuberkulosis mencapai 1%.

Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain:

1. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.

2. Puting lecet.
Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat
kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.

3. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.


Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan
bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan
tergesa-gesa.

4. Pengosongan payudara yang tidak sempurna

5. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya
mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting
terhimpitdiantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.

6. Ibu atau bayi sakit.

7. Frenulum pendek.

8. Produksi ASI yang terlalu banyak.

9. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.

10. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk
pengaman pada mobil.

11. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI,
jamur,serpihan kulit, dan lain-lain.

12. Penggunaan krim pada puting.


13. Ibu stres atau kelelahan.

14. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.

Pencegahan

Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan


faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi
biasanya menjadi sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi
sangat tegang. Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam
dengan cara memerah dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan.
Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang
pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri
berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan
diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat
diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan
payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor
oflactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.

Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang
ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera
memeriksa payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain
itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada
sisi payudara yang bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di
daerah benjolan.

Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang
merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada
peradangan puting dapat diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau
lanolin, yang segera meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal
pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hindmilk) setelah
menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada bukti dari
literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal lainnya.

Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan


harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga
mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa seorang ibu menyusui
membutuhkan lebih banyak bantuan.

Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena


Staphylococcusaureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di
rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah
sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui
teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber
kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak


selalu diperlukan. World HealthOrganization (WHO) menganjurkan pemeriksaan
kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:

 pengobatan dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan respons yang baik


dalam 2 hari

 terjadi mastitis berulang

 mastitis terjadi di rumah sakit

 penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus
dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh
puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang
dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian
memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya
jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.

Tata laksana

Tata laksana suportif

Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran
ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis
ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu
dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah.
Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara
yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah,
bila sebagian ASI telah menetes (letdown) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan
bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada
pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI
dari daerah tersebut.

Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula
pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan
ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti
terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang
mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah
ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan
segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan
yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari
yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke
arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi
cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu
membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat
menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau
memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan
bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat
rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih
nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung
pada kenyamanan ibu.

Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang
dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu
dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung.

Penggunaan obat-obatan

Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan
mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.

Analgesik

Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang


berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi
rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi
seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang
berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen.
Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga
direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.

Antibiotik

Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka
perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup
membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 - 24 jam atau jika ibu
tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa
digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara
oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan
lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per
oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan
peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang
alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat
lebih dianjurkan klindamisin.

Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 - 14 hari. Biasanya ibu


menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini
meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa
pemberian antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya
infeksi jamur pada payudara dan vagina.

Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian


antibiotik disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis mempercepat
penyembuhan bila dibandingkan dengan pengosongan payudara saja. Sedangkan
penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillussalivarius
dan Lactobacillusgasseri mempercepat perbaikan kondisi klinik pada kasus
mastitis yang sementara mendapat antibiotik.

Pemantauan

Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan
respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari
dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis
banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi
kuman-kuman yang resisten, adanya abses atau massa padat yang mendasari
terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin.
Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga
menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.

Komplikasi

Penghentian menyusui dini

Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu
memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak
dapat meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau
obat yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu
penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga
kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini.

Abses

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan


terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah
dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan
terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.
Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan
yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi
jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan
bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari
sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai
dengan jenis kumannya.

Mastitis berulang/kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak


adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi
berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi
bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama
masa menyusui

Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candidaalbicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa
terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu
permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan
bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga
mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi
juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

Kesimpulan

Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi


atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah
bayi lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan bila ditemukan gejala demam,
menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas
dan bengkak. Beberapa faktor risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet,
frekuensi menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik.
Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis. Selain
itu ibu perlu beristirahat, banyak minum, mengkonsumsi nutrisi berimbang dan
bila perlu mendapat analgesik dan antibiotik.

Anda mungkin juga menyukai