Buku Panduan Praktikum Akustik Kelautan Lanjutan
Buku Panduan Praktikum Akustik Kelautan Lanjutan
Buku Panduan Praktikum Akustik Kelautan Lanjutan
DISUSUN OLEH :
TIM ASISTEN
AKUSTIK KELAUTAN LANJUTAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku panduan Praktikum “Akustik Kelautan
Lanjutan” dapat kami susun dengan baik.
Memahami atas segala kekurangan dan keterbatasan refenrensi dalam
pelaksanaan Praktikum “Akustik Kelautan Lanjutan”, maka kami menyajikan
suatu pedoman dalam pelaksanaan praktikum yang pada dasarnya merupakan
hasil rangkuman dari berbagai referensi sebagai tuntutan praktikan dalam
melaksanakan praktikum. Dilengkapi dengan metode-metode sederhana yang
nantinya dapat digunakan untuk membantu dan memudahkan dalam
pengambilan data dan proses pengolahan data.
Kami sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-
pihak yang secara langsung telah membantu dalam menyelesaikan buku ini.
Menyadari akan keterbatasan yang kami miliki, maka kami sangat mengharap
masukan-masukan berupa saran dan kritik yang konstruktif untuk
penyempurnaan buku ini di lain waktu. Besar harapan bahwa buku penuntun
praktikum praktis ini dapat bermanfaat bagi praktikan dan berbagai pihak.
Tim Asisten
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akustik Kelautan Lanjutan merupakan mata kuliah lanjutan dari akustik
kelautan. Akustik kelautan itu sendiri merupakan ilmu yang mempelajari
mengenai gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal
ini mediumnya adalah air laut. Untuk medapatkan hasil pengukuran gelombang
suara di kolom air, perlu suatu alat atau instrumen. Instrumen akustik kelautan
yang sering digunakan adalah alat akustik echosounder. Alat ini memancarkan
gelomabng suara kedlama kolom perairan dengan frekuensi tertentu yang mana
nantinya akan di pantulkan oleh obyek di kolom ataupun dasar laut yang
kemudian akan diterima oleh echosounder.
Akustik kelautan lanjutan ini akan mempelajari materi akustik kelautan
secara langsung dengan praktik pengambilan data (sounding) di lapang.
Praktikum akustik kelautan lanjutan dimulai dengan perencanan pengambilan
data, pelaksanaan pengambilan data di lapang, pengolahan data, dan analisa
data.
Perencanaan pengambilan data merupakan langkah awal dalam materi
akustik kelautan lanjutan. Pada tahap ini akan disusun rencana rute pengambilan
data menggunakan software mapsoure kemudian diinputkan ke dalam
echosounder untuk pengambilan data. Tahap selanjutnya setelah melakukan
perencanaan pengambilan data yaitu tahap pelaksanaan pengambilan data yang
dilakukan di lapang. Pada tahap ini akan dilakukan perekaman data kedalaman
atau sounding batimetri di lokasi yang sudah ditentukan dengan beeberapa
metode antara lain zigzag, kotak maupun lingkaran. Pelaksanaan sounding juga
diikuti dengan pengambilan data pendukung yaitu pasang surut untuk
mengkoreksi data sounding.
Data lapang yang sudah diperoleh kemudian akan dilakukan pengolahan
data yang dilaksanakan di laboratorium untuk mengolah hasil perekaman data
dan selanjutnya akan dilakukan analisa data untuk mengetahui hasil dari data
kedalaman suatu wilayah.
Oleh karena itu praktikum ini perlu diikuti oleh mahasiswa yang sudah
mengambil mata kuliah akustik kelautan agar mampu mengetahui cara
pengambilan data akustik di lapang secara langsung hingga pengolahan datanya
menjadi peta batimetri.
2. AKUSTIK KELAUTAN LANJUTAN
2.1 Definisi Akustik Kelautan
Akustik kelautan merupakan kegiatan dalam melakukan pengukuran
kedalaman dengan alat akustik yaitu echosunder yang didasarkan kepada teori
yang membahas tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu
medium air laut. Akustik Kelautan Lanjutan merupakan ilmu yang mempelajari
tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium air laut.
Pendeteksian objek bawah air menggunakan sistem sonar yang terdiri dari dua
sistem yang active sonar system (untuk mendeteksi dan menerima echo target
bawah air) dan passive sonar system yang hanya digunakan untuk menerima
suara-suara yang dihasilkan oleh objek bawah air (Burdah, 2008). Menurut
Pujiyati (2008) metode hidroakustik adalah suatu metode pendeteksian bawah air
yang menggunakan perangkat akustik, antara lain: echosounder, fish finder,
sonar, dan Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP).
Penggunaan echosounder dimanfaatkan dalam beberapa bidang seperti
teknik, geologi dan perikanan. Untuk bidang teknik, echo sounder digunakan
untuk mengetahui jenis subtrat misalnya untuk pembangunan sebuah
pembangkit listrik tenaga arus. Dalam bidang geologi, echo sounder digunakan
untuk mendeteksi bebatuan sehingga bisa juga digunakan untuk mendeteksi
minyak dan mineral di dasar laut. Dalam bidang perikanan, biasanya digunakan
untuk survey batimetri.
Survey batimetri merupakan salah satu kegiatan yang sering dilakukan
dalam pekerjaan atau penelitian hidrografi. Secara umum survey batimetri sendiri
merupakan pekerjaan pengukuran kedalaman air danau atau dasar lautan. Untuk
mendapatkan data yang diinginkan, survey batimetri menggunakan metode
pemeruman yaitu penggunaan gelombang akustik untuk pengukuran bawah air
dengan menggunakan alat echosounder. Alat tersebut mempunyai prinsip
memancarkan bunyi dan kemudian gema dari bunyi tersebut ditangkap kembali
untuk mengetahui keberadaan benda-benda di bawah air. Seiring
berkembangnya ilmu kelautan pengetahuan dan teknologi, echosounder
berkembang dari yang menggunakan singlebeam hingga yang paling modern
menggunakan multibeam dalam akuisisinya (Saputra, 2011).
2.2 Sejarah Perkembangan
Sejarah akustik bisa dimulai dari sekitar tahun 1490 dari catatan harian
Leonardo da Vinci yang berbunyi “Dengan menempatkan ujung pipa yang
panjang didalam laut dan ujung lainnya di telinga Anda, maka Anda dapat
mendengarkan kapal-kapal laut di kejauhan”.Sejarah akustik perikanan dimulai
dengan sonar banyaknya penelitian tentang perambatan suara di dalam
air.Diantara yang terkenal adalah Daniel Colloden (1822), beliau menggunakan
sebuah lonceng bawah air untuk menghitung kecepatan perambatan suara di
dalam air.Lalu Lewis Nixon (1906) yang mencoba mengukur puncak gunung
es.Perkembangan dipicu oleh kebutuhan militer untuk mendeteksi kondisi di
bawah permukaan air terutama setelah ditemukannya kapal selam. Dalam
perkembangan selanjutnya ada nama Paul Langevin yang tahun 1915
menemukan alat sonar pertama untuk mendeteksi kapal selam dengan
menggunakan sifat-sifat piezoelektik kuartz. Meski tak sempat terlibat lebih jauh
dalam upaya perang, karya Langevin berpengaruh besar dalam desain
sonar.Hasil dari perkembangannya adalah SONAR (SOUND NAVIGATION AND
RANGING).
Sistem SONAR ini mula-mula dikembangkan oleh Inggris yakni
padamasa Pra Perang Dunia II dengan dibuatnya ASDIC (Anti
SubmarineDetection Investigation Committe).Kemudian pada Perang Dunia
II,ASDIC tersebut sangat berperan bagi Angkatan Laut negara-negarasekutu
untuk tujuan perang dan telah terbukti sukses besar dalampenggunaannya.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, peralatan tersebutdikembangkan
penggunaannya, selain untuk tujuan perang, juga untuktujuan damai. Beberapa
contoh penggunaannya pada saat itu adalah :
1. Mempelajari proses perambatan suara di dalam medium (air).
2. Penelitian sifat-sifat akustik dari air dan benda-benda bawah air.
3. Pengamatan benda-benda, dari echo yang mereka hasilkan.
4. Pendeteksian sumber-sumber suara bawah air.
5. komunikasi dan penetapan posisi dengan alat akustik bawah air.
Selanjutnya pada dekade 70-an barulah secara intensif diterapkan dalam
pendeteksian dan pendugaan stok ikan, yakni dengandikembangkannya analog
echo integrator dan echo counter.Perkembangan yangmenyolok ini bukan saja di
Inggris tetapi juga diNorwegia, Amerika, Jepang, Jerman dan
sebagainya.Kemudian setelah diketemukan Digital Echo Integrator, dual-
beamacoustic system, split-beam acoustic system, quasi ideal bem system
dananeka echo processor canggih lainnya, barulah ketelitian dan
ketepatanpendugaan stok ikan dapat ditingkatkan sehingga akhir-akhir ini
peralatanakustik menjadi Peralatan standard dalam pendugaan stok ikan
danmanajeman sumbardaya perikanan.
2.3 Kegunaan Akustik Secara Umum
Secara garis besar, penggunaan akustik dalam kelautan/ perikanan dapat
dikelompokkan menjadi lima yakni (1) Untuk Survay, (2) Untuk Budidaya
Perairan, (3) Untuk Penelitian Tingkah Laku, (4) Untuk mempelajari penampilan
dan Selektivitas alat-alat penangkapan ikan, (5) dan lain-lain.
1. Aplikasi dalan Survai Kelautan/Perikanan
a. Untuk menduga spesies ikan.
b. Untuk menduga ukuran dari individu ikan;
c. Untuk menduga kulimpahan/stok sumberdaya hayati laut (plankton,
ikan dan seterusnya).
2. Aplikasi dalam Budidaya Perairan
a. Penentuan/pendugaan jumlah ekor atau biornass dari ikan,
b. Dalam jaring/kurungan pembesaran (penned fish/ enclosure).
c. Untuk menduga ukuran dari individu ikan dalam jaring kurungan.
d. Memantau tingkah laku ikan (dengan acoustic telemetering tags),
baik aktivitas makan (feeding activity) ataupun kesehatan(heart-beat)
dan sebagainya.
3. Aplikasi dalam Penelitian Tingkah Laku Ikan
a. Pergerakan/migrasi ikan (baik vertikal maupun horizontal).
b. Orientasi (tilt angle).
4. Aplikasi dalam Studi Penampilan dan Selektivitas Alat tangkap
a. Pembukaan mulut trawl, kedalaman dan sebagainya.
b. selektivitas penangkapan (prosentase ikan yang tertangkapterhadap
yang terdeteksi di depan mulut trawl atau di dalamlingkaran purse
seine).
5. Lain-lain
a. Echo-location (komunikasi antar hewan laut).
b. Sifat-sifat akustik dari air laut dan obyek bawah air.
c. Pendeteksian kapal selam dan obyek-obyek bawah air lainnya.
Kegunaan lain dari akustik bawah air/ kelautan di luar yang telah
disebutkan di atas adalah:
1. Penentuan kedalaman dalam pelayaran.
2. Penentuan jenis dan komposisi dasar laut (lumpur, pasir, kerikil,
karang dan sebagainya).
3. Penentuan contour dari dasar laut;
4. Penentuan lokasi/ tempat kapal berlabuh atau pemasangan
bangunan laut.
5. Untuk eksplorasi minyak dan mineral di dasar laut.
6. Untuk mempelajari proses sedimentasi.
7. Untuk pertahanan atau keamanan (pendeteksian kapal-kapal
selamdengan pemasangan buoy-system);
8. dan sebagainya.
Kondisi laut sangat dinamis sehingga peta batimetri harus selalu di
update dengan perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut. Peta
batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang kelautan
antara lain:
1. Penentuan jalur pelayaran yang aman
2. Perencanaan bangunan pinggir pantai
3. Pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu wilayah
4. Pertambangan minyak lepas pantai
5. Kondisi morfologi suatu daerah perairan
3. ECHOSOUNDER
3.1 Definisi
Echosounder adalah suatu alat navigasi elektronik dengan menggunakan
sistem gema yang dipasang pada dasar kapal yang berfungsi untuk mengukur
kedalaman perairan, mengetahui bentuk dasar suatu perairan dan untuk
mendeteksi gerombolan ikan dibagian bawah kapal secara vertikal. Echosounder
merupakan alat yang digunkaan untuk pengukuran kedalaman. Echosounder
pertama kali dikembangkan di Jerman pada tahun 1920. Alat ini dipakai untuk
menghasilkan profil kedalaman di sepanjang jalur perum dengan ketelitian yang
cukup baik (Waldopo, 2008). Komponen yang dari echosounder terdiri dari
display, tranduser, kabel penghubung, accu dan antena.
Gambar 1.Echosounder
3.2 Sejarah Echosounder
Salah satu referensi bahwa sinyal suara sudah digunakan mulai sekitar
tahun 1490 berasal dari catatan harian Leonardo da vinci yang menuliskan
“Dengan menempatkan ujung pipa yang panjang didalam laut dan ujung lainnya
di telinga anda, dapat mendengarkan kapal-kapal laut dari kejauhan”.Ini
mengindikasikan bahwa suara dapat berpropagasi di dalam air.Ini yang
disebutkan dengan Sonar pasif (passive Sonar) karena kita hanya mendengar
suara yang ada. Pada abad ke 19, Jacques and Pierre Currie menemukan
piezoelectricity, sejenis Kristal yang dapat membangkitkan arus listrik jika kristal
tersebut ditekan, atau jika sebaliknya jika kristal tersebut dialiri arus listrik maka
kristal akan mengalami tekanan yang akan menimbulkan perubahan tekanan di
permukaan kristal yang bersentuhan dengan air. Selanjutnya signal suara akan
berpropagansi didalam air. Ini yang selanjutnya disebut dengan Sonar
Aktif( Active Sonar). Penggunaan akustik bawah air mulai berkembang pesat
pada saat pecahnya Perang Dunia pertama terutama untuk pendeteksian kapal
selam dengan penempatan 12 hydrophone (yang setara dengan microphone
untuk penggunaan didarat) yang diletakan memanjang di bawah kapal laut untuk
mendengarkan sinyal suara yang berasal dari kapal selam. Setelah Perang
Dunia I, perkembangan penggunaan akustik bawah air berjalan dengan lambat
dan hanya terkonsentrasi pada aplikasi untuk militer. Setelah pecah perang
Dunia II kembali pengguanaan akustik bawah air berkembang dengan pesat.
Penggunaan torpedo yang menggunakan sinyal akustik untuk mencari kapal
musuh adalah penemuan yang hebat pada jaman itu.
3.4 Kegunaan
Echosounder memiliki beberapa kegunaan, diataranya adalah sebagai
berikut
a. Pengidentifikasian Jenis-jenis Lapisan Sedimen Dasar Laut
(Subbottom Profilers).
b. Pemetaan Dasar Laut (Sea bed Mapping).
c. Pencarian kapal-kapal karam di dalam laut.
d. Penentuan jalur pipa dan kabel dibawah dasar laut.
e. Analisa Dampak Lingkungan di Dasar laut.
3.5 Macam – Macam Echosounder
Echosounder merupakan instumen akustik yang memiliki berbagai
macam tipe. Berikut merupakan macam-macam dari echosounder :
a. Single-Beam Echosounder
Single-beam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang
menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan pengiriman sinyal
gelombang suara.Komponen dari single-beam terdiri dari transciever
(transducer atau receiver) terpasang pada lambung kapal.Sistem ini
mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan.
Transciever mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang
terkandung dalam beam (gelombang suara) menyusuri bagian bawah
kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan
diterima kembali oleh tranciever.Transciever terdiri dari sebuah transmiter
yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa
yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi
yang diberikan.
b. Multi-Beam Echosounder
Multi-Beam Echosounder merupakan alat untuk menentukan
kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas.Prinsip operasi
alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa yang
dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setelah itu energi
akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bad), beberapa pancaran
suara (beam) secara elektronis terbentuk menggunakan teknik
pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut beam. Multi beam
echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi
(0,1 m akurasi vertikal dan krang dari 1 m akurasi horizontalnya).
c. Split-Beam Echosounder
Split beam menggunakan “receiving transduser” yang displit menjadi
empat kuadran. Pemancaran gelombang suara dilakukan dengan “full-
beam” yang merupakan penggabungan dari keempat kuadran dalam
pamancaran secara simultan.Selanjutnya, sinyal yang memancar kembali
dari target diterima oleh masing-masing kuadran secara terpisah. Output
dari masing-masing kuadran kemudian digabung lagi untuk membentuk
suatu “fullbeam” dan dua set split beam. Target tunggal diisolasi dengan
menggunakan output dari fullbeam sedangkan posisi sudut target dihitung
dari kedua set split beam. Split beam ini lebih sulit diimplementasikan
karena memerlukan hardware dan software yang lebih rumit untuk
mengukur beda fase antara sinyal-sinyal yang diterima pada kedua
bagian atau belahan beam.
d. Dual-Beam Echosounder
Pada transduser dengan beam ganda ini, acoustic signal dipancarkan
oleh narrow beam dan diterima oleh narrow-beam dan wide-beam secara
bersamaan. Faktor “beam pattern” untuk wide-beam mendekati konstan
pada “main-lobe” dari “narrow-beam” dan “wide-beam” adalah sama
untuk suatu target pada sumbu utama beam (on-axis). Dual-beam
processor mengisolasi dan merekam data echo ikan tunggal yang
diterima dari elemen-elemen marrow dan wide beam-transduser.
Kemudian program komputer akan memproses data tersebut untuk
menghitung nilai target strength dan penyebarannya menurut kedalaman
dan sebagainya. Informasi yang diperoleh dengan metode ini bukan
hanya akan meningkatkan akurasi dari survai pendugaan stok ikan
secara akustik, tetapi sekaligus memberikan informasi yang sangat
berharga tentang ukuran ikan di dalam populasi.
Target Strength (TS) adalah kekuatan dari suatu target untuk
memantulkan suara dengan mengetahui nilai dan karakteristik target strength,
sehingga informasi mengenai yang dibutuhkan dalam pendugaan stok ikan,
seperti ukuran, dan kelimpahan sumberdaya ikan dapat diketahui. Dalam
pengkajian kelimpahan sumberdaya ikan menggunakan system akustik, faktor
pertama yang harus diketahui adalah nilai TS karena merupakan faktor skala
dalam perhitungan kelimpahan ikan.Pengertian dari Scattering volume mirip
dengan Target strength dimana Target strength untuk ikan tunggal sedangkan
Scattering volume untuk kelompok ikan.
3.6 Prinsip Instrumen Akustik
Sistem sonar adalah suatu instrumen yang digunakan untukmemperoleh
informasi tentang obyek-obyek bawah air denganmemancarkan gelombang
suara dan mengamati/menganalisis echo yangdihasilkan. Dengan menyebut
sistem sonar ini sebenarnya yang dimaksud adalah “active sonar system'' yang
digunakan untuk mendeteksi danmeneliti target-target bawah air. Sedangkan
“passive sonar system"adalah instrumen yang hanya untuk menerima suara-
suara yangdihasilkan oleh obyek-obyek bawah air (ikan dan binatang airlainnya).
Secara prinsip, sistem sonar tersebut terdiri dari lima komponenutama yakni
Time Base, Transmitter, Transducer, Receiver dan Display/Recorder.
Komponen penting
yang berfungsi
3 mengubah energi listrik
Transducer
menjadi energi suara
dan sebaliknya.
Digunakan untuk
Kabel
menghubungkan
4 Penghubun
transducer dan Accu
g
dengan display.
Digunakan untuk
5 Antena menangkap sinyal
satelit.
No Nama Alat Fungsi Alat Gambar
Sebagai alat yang
digunakan untuk
6 Besi Siku memasang
transducerdan antenna
pada kapal
Digunakan untuk
8 Tide Staff mengukur pasang surut
di Selat Sempu.
Gambar 4. Transducer
Pasang kabel penghubung yang menghubungkan transducer dengan
accu (Gambar 5). Untuk kabel yang menghubungkan dengan accu kabel warna
hitam berada pada kutub (–) dan kabel warna merah berada pada kutub (+).
Kutub (+)
Kutub (-)
Gambar 5. Accu
Page Out
Quit In
Enter Tombol
arah
Menu
Navigation
Power
Find
Gambar 15. Tampilan Microsoft Excel dan Open Data Hasil Konversi Map
Source
2. Pilih Delimited -> klik Next -> centang opsi Space dan Tab -> klik Finish.
Gambar 16. Pengaturan Import Data Format .txt
3. Pilih data koordinat (Latitude/Longitude), waktu pengukuran dan nilai
sounding -> pindahkan data kedalam sheet atau file baru -> tambahkan
kolom kedalaman (depth) (Z), draft dan pasut.
Gambar 28. Open Data Digitasi dan Perubahan Nilai 1 Menjadi 0 Untuk
Mendapatkan Area Penelitian Didalam Data Digitasi
5. Proses blanking menggunakan menu Grid -> Blank -> pada dialog Open
Grid pilih data yang telah diinterpolasi (gridding) dengan nama file “ZIG-
ZAG.grd” -> klik Open -> pada dialog Open pilih data hasil digitasi yang
sudah disimpan dengan nama “digitasi_selat_sempu.bln”.
Gambar 29. Proses Blanking (gambar atas) dan Pemilihan Data Grid File
(gambar bawah)
6. Pada dialog Save Grid As, simpan grid file hasil proses blanking dengan
nama “kontur_selat_ZIGZAG” dengan format .grd -> klik Save.
Gambar 30. Penyimpanan Hasil Blanking
h. Pembuatan Countur dan Layouting
Setelah pengolahan data grid untuk mendapatkan kontur batimetri,
proses selanjutnya adalah menampilkan kontur batimetri pada program Surfer
dan menampilkan data hasil pengolahan sebagai peta batimetri dengan standar
layout yang telah ditentukan untuk mempermudah pembacaan peta dan sarana
untuk analisa hasil pengolahan data. Pembuatan kontur dan layouting
merupakan tahap akhir dari proses pengolahan data batimetri untuk
mendapatkan peta batimetri di perairan Selat Sempu.
1. Pada Object Manager pilih item “Map” -> Klik Map -> pilih Add -> pilih
Contour Layer -> pilih grid file hasil proses blanking dengan nama file
“kontur_selat_ZIGZAG” -> klik Open.
Gambar 31. Penambahan Kontur Batimetri
2. Ubah pengaturan tampilan peta kontur pada Property Manager -> klik tab
Level -> ubah Contour interval = 1 -> centang fill contours -> pilih Fill
colors menggunakan warna standar batimetri -> centang color scale.
Gambar 33. Hasil blanking Selat Sempu dengan menggunakan metode kotak
Gambar 34. Hasil counturing Selat Sempu dengan menggunakan metode kotak
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanuddin Z. 2007.GPS dan Survei Hidro-Oseanografi. Institut
Teknologi Bandung: Bandung
Al Kautsar, Muhammad, Bandi Sasmito, S.T., M.T., Ir. Hani’ah. 2013. Aplikasi
Echosounder Hi-Target Hd 370 Untuk Pemeruman Di Perairan Dangkal
(Studi Kasus : Perairan Semarang). Jurnal Geodesi Undip. Vol. II No.4
Hal : 222-239
Fachrurrozi, M., Sugeng Widada, Muhammad Helmi.2013. Studi Pemetaan
Batimetri Untuk Keselamatan Pelayaran Di Pulau Parang, Kepulauan
Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.Jurnal
Oseanografi. Volume II No. 3Hal : 310-317
Fahrulian, Henry Manik, dan Djoko Hartoyo. Dimensi Gunung Bawah Laut
Dengan Menggunakan Multibeam Echosounder Di Perairan
Bengkulu.Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. V No. 1 Hal :
93-102
Ningsih, Ellis N., Freddy Supriyadi, dan Syarifah Nurdawati.2013. Pengukuran
Dan Analisis Nilai Hambur Balik Akustik Untuk Klasifikasi Dasar Perairan
Delta Mahakam.J. Lit. Perikan. Ind. Vol.19Hal :139-146
Rangkuti, Diva Yudha Utama, Ahmad Perwira Mulia Tarigan.2014. Studi
Karakteristik Fisik Muara Sungai Batang Natal Kabupaten Mandailing
Natal.Unsu. Medan
Saputra, Lufti Rangga, Moehammad Awaluddin, L.M Sabri.
Sathishkumar R, T.V.S Prasad Gupta, M.Ajay Babu. 2013. Echo Sounder for
Seafloor Object Detection and Classification. Journal of Engineering,
Computers & Applied Sciences (JEC&AS). Volume II No.1Hal : 32-37
Suvei Hidrografi menggunakan Single Beam Echosounder. 2010. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional
Siswanto. 2005. Pengantar Sistem Informasi Geografik. UPN Press.Surabaya.
CONTACT PERSON ASISTEN AKUSTIK KELAUTAN LANJUTAN 2017
*catatan :
- Laporan diketik Kelompok
- Cover warna Hitam tinta warna Emas jilid laminasi terusan
- Cover awal di logo di print warna *bukan hitam putih
- Font Arial 11, Space 2.0, Margin (4,3,3,3) *Format Laporan PKM
- Literatur berasal dari jurnal DIATAS tahun 2005 atau website resmi
- Hasil observasi hanya berisikan 1 metode
- Kesimpulan berisikan perbedaan data dari 3 metode