Contoh Cerpen Cinta Romantis
Contoh Cerpen Cinta Romantis
Contoh Cerpen Cinta Romantis
Vit, sebenarnya surat ini tidak sama seperti surat-suratku sebelumnya. Surat
ini bukan hanya sekedar surat cinta, tetapi juga surat perpisahan. Vito, entah
aku harus bahagia atau berduka ketika mengatakannya. Aku akan pergi, Vit.
Aku mendapat beasiswa untuk melanjutkan S2 di Jepang. Aku akan
mewujudkan satu lagi keinginan kamu. Keinginan kamu untuk menulis nama
kita berdua di puncak Gunung Fuji. Di Jepang nanti, aku akan menghuni
rumah impian kamu itu, Vit. Rumah impian kita berdua. Aku tidak sendirian
di sana. Aku percaya bayangan kamu selalu ada di samping aku…
Vito, ini berarti aku harus meninggalkan kamu di sini sendirian. Selama
beberapa tahun ke depan aku tidak bisa melakukan ritual Sabtu pagi
mengunjungimu. Jujur, aku sedih, Vit. Tapi aku yakin jalan yang aku ambil
ini akan bahagiakan kamu dan kedua orangtuaku. Doakan saja aku dari sini…
Vit, kamu lihat, matahari di sini mulai tenggelam. Ini adalah waktu favorit
kita, Vit. Senja. Mungkin saatnya aku pulang. Seperti biasanya, bersamaan
dengan surat ini kusertakan sebatang cokelat kesukaanmu. Kuletakkan di
bawah nisan yang berukir indah namamu…
Aku pamit, Sayang. Selamat tinggal. Doakan aku supaya tetap bahagia. I
Love You More, Vito…
Terdalam,
Regita Feronica J. (Gita)
Tanpa sadar, aku berurai air mata usai membacanya. Aku baru menyadari
sepenuhnya bahwa gadis itu masih belum bisa lepas dari Vito, adik lelakiku
yang kini telah hidup damai di akhirat sana. Tiba-tiba aku menyesal pernah
mengungkapkan perasaanku padanya karena sekarang aku yakin cinta
mereka berdua abadi meskipun salah satu diantaranya sudah pergi dan
tinggal sebuah nama.
Aku melirik cokelat yang tergeletak tepat di bawah nisan adikku. Kemudian
kuusap air mataku, tersenyum, dan bertekad memendam seluruh
perasaanku pada gadis itu.
***
Seperti setitik bintang di kegelapan malam, terkadang kita tak menyadari
ada cahaya kecil dalam malam yang gelap, yang kita berinama “bintang”.
Betapa indahnya cahaya itu walaupun tak bisa menerangi malam. Tapi, lain
halnya ketika kita melihat ada setitik noda di atas kain putih yang
membentang. Kita justru terfokus pada noda yang kecil, dan seolah lupa
betapa bersihnya kain itu terlepas dari setitik noda yang ada, yang mungkin
bisa hilang hanya dengan sedikit detergent pemutih. Itulah hidup, kadang-
kadang kita lupa untuk memandang sesuatu dari sisi lain yang dimiliki.
Saya, memiliki seorang murid yang saya pikir kecerdasannya kurang
menonjol dibanding lainnya. Suatu hari, ketika kami tengah membicarakan
sistem tata surya, hanya sebagai pengetahuan bahwa bumi merupakan salah
satu planet dalam sistem tata surya yang menjadi tempat tinggal manusia,
murid saya itu, sebut saja namanya Rimba, tiba-tiba berdiri dan mengambil
helm milik guru lain yang disimpan diatas loker dalam ruang kelas serta
memakainya. Tanpa saya sadari saya berkata kepadanya :”Wah,,,teman-
teman, lihat!! Rimba memakai helm, seperti astronot yang mau terbang ke
bulan ya…”. Semua teman-temannya memandang ke arahnya, dia
tersenyum, spontan helmnya langsung di lepas dan dikembalikan ke tempat
semula, tanpa harus disuruh untuk mengembalikan. Kemudian saya ajak
mereka untuk menggambar roket di atas kertas putih yang tersedia. Dan
hasilnya, Subhanallah, murid yang saya pikir kecerdasannya kurang
menonjol itu justru tahapan menggambarnya dua tingkat lebih tinggi
dibanding murid yang saya pikir paling pandai di kelas.
Seandainya saja saya memberikan reaksi yang lain seperti :”Rimba, silakan
dikembalikan helmnya karena sekarang saatnya kita belajar”, atau :”Maaf,
silakan dikembalikan helmnya karena Rimba belum minta ijin bu guru”, atau
yang lainya, mungkin saya tidak akan pernah tahu bahwa kecerdasan dia
sudah lebih dari apa yang saya sangka karena pembahasan hari itu bukan
tentang astronot atau roket. Atau barangkali saya membutuhkan lebih dari
satu kalimat perintah untuk membuatnya mengembalikan helm ke tempat
semula.
-Karya Wijayanti-