LP Fiks Print
LP Fiks Print
LP Fiks Print
A. Definisi
B. Etiologi
1. Iatrogenik :
2. Diskrasia darah :
a. Tromobositopenia
b. Fibrinolisin meningkat
c. Penyakit autoimune
d. Leukoemia
e. Penyakit Von Willebrand
3. Sistemik :
4. Trauma :
a. Laserasi
b. Abrasi
c. Benda asing
5. Penyakit organik :
a. Komplikasi kehamilan
b. Mioma uteri
c. Keganasan servik / corpus uteri
d. Polip endometrium
e. Adenomiosis
f. Endometritis
g. Hiperplasia endometrium
C. Manifestasi klinis
D. Patofisiologi
Perdarahan uterus disfungsional yang anovulatoir adalah gangguan pada poros
hipotalamus-hipofise-ovarium yang mengakibatkan terjadinya perdarahan uterus
yang tidak teratur, ber kepanjangan dan dengan jumlah darah haid yang banyak.
Dapat terjadi segera setelah menarche bila poros hipotalamus-hipofisis-ovarium
belum matang atau dapat terjadi pada masa perimenopause dimana menurunnya
kadar estrogen menyebabkan tidak adanya rangsangan terjadinya “LH surgeâ€
agar dapat terjadi ovulasi.
Stimulasi estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron dapat menyebabkan
terjadinya proliferasi endometrium dan hiperplasia. Dengan tidak adanya
progesteron yang diperlukan untuk stabilisasi dan diferensiasi endometrium maka
selaput mukosa akan rapuh dan luruh secara tidak teratur.
Perdarahan uterus disfungsional yang ovulatoir dapat berupa polimenorea,
oligomenorea, bercak perdarahan pada pertengahan siklus dan menoragia.
Polimenorea diperkirakan terjadi akibat disfungsi fase luteal sehingga siklus
berlangsung lebih pendek (kurang dari 21 hari) , sementara itu oligomenroea adalah
disfungsi fase folikuler yang memanjang sehingga siklus berlangsung lebih panjang
(lebih dari 35 hari). Bercak perdarahan pada pertengahan siklus haid terjadi sebelum
ovulasi disebabkan oleh kadar estrogen yang menurun. Menoragia adalah
perdarahan haid yang berlebihan (lebih dari 80 ml per siklus) dan hal ini dapat
disebabkan oleh gangguan hemostasis endometrium.
E. Pathway
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Darah Lengkap
b. Hitung trombosit
c. Serum Iron dan Iron – binding globulin
d. Prothromibin dan partial prothrombine time
e. Bleeding tine
f. hCG urine
g. Fungsi tiroid
h. Progesteron serum
i. Fungsi hepar
j. Kadar prolactin
k. Kadar FSH
2. Prosedur diagnostik :
a. Sitologi servik ( papaniculoau smear )
b. Biopsi endometrium
c. Ultrasonografi panggul
d. Histeroskopi
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan hormonal
2. Perdarahan berat pada masa menarche dan perimenopause seringkali
memerlukan estrogen dosis tinggi ( kadang-kadang diberikan intravena)
3. Perdarahan yang ringan : estrogen dosis rendah per oral yang diikuti atau
disertai dengan progestin, bila perdarahan masih belum berhenti perlu
dilakukan D & C
4. PUD seringkali memerlukan terapi dengan estrogen siklis 25 hari dan pada
hari ke 10 – 15 dilanjutkan dengan pemberian progestin
5. Pemberian progestin secara siklis digunakan pada pasien usia muda yang
diperkirakan sudah memiliki kadar estroen endogen cukup untuk melakukan
sensitisasi reseptor progesterone
6. Pada pasien yang lebih ‘tua’ yang tidak memberikan respon terhadap obat
secara memadai dan tidak menghendaki kehamilan lagi dapat dilakukan
tindakan radikal yang permanen:
a. Ablasi endometrium
b. Histerektomi
H. Pengobatan
1. Tujuan
a. Menghentikan perdarahan
b. Memulihkan pola haid ovulatoar
c. Mencegah akibat jangka panjang dari keadaan anovulasi
2. Prinsip
a. Singkirkan dulu kelainan organic
b. Bila terjadi perdarahan banyak atau KU jelek atau Anemis, segera
hentikan perdarahan dengan injeksi estrogen atau progesteron kemudian
transfusi.
c. Perdarahan yang tidak mengganggu KU, terapi cukup dengan estrogen
atau progesteron oral saja
d. Terapi lain : antifibrinolitik atau anti prostaglandin
e. Setelah perdarahan berhenti atau gangguan haid teratasi selanjutnya atur
siklus haid selama 3 bulan berturut – turut
f. Setelah 3 bulan pengaturan siklus haid, keadaan kembali lagi seperti
semula, cari penyebab lain (analisa hormon)
Pengobatan pada siklus anovulatorik
1. Tujuan
Menghentikan perdarahan dan mengembalikan siklus haid sampai
terjadi ovulasi atau sampai hormon-hormon untuk memicu ovulasi
terpenuhi.
2. Obat yang diberikan :
Estrogen dosis tinggi
Estradiol diprolionas 2,5 mg
Estradiol benzoas 1,5 mg
Pil kombinasi 2 x 1 tablet selama 3 hari
1 x 1 tablet selama 21 hari
Progesteron
MPA 10 – 20 mg / hari selama 7 – 10 hari
Linestrenol 5 mg
3. Pengobatan pada Menometroraghia berat
Beri estrogen konjugasi dosis tinggi untuk merangsang
terbentuknya lapisan mukopolisakarida pada dinding kapiler dan
arteriola sehingga luka pada pembuluh darah tertutup.
Dosis :
25 mg IV / 3-4 jam. Maksimal 4 kali suntikan
Bila KL estrogen, beri progesteron 100 mg untuk merangsang
kontraksi sitmik pada vasomotor dan menjaga ketahanan endometrium.
Pengobatan operatif
Terapi ini bertujuan menghentikan perdarahan, dengan angka
keberhasilan 40 % - 60 %.
Pengobatan lain
Yaitu dengan pemberian anti fibrinolitik.
Aktivitas fibrinolitik di uterus tinggi karena akibat enzimatik plasmin
atau plasminogen yang menyebabkan degradasi fibrin, fibrinogen,
faktor V dan VIII. Proses seperti urakinase, tripsin, dan streptokinase.
Dapat dihambat oleh asam amino keproat dan AS traneksamat dosis 4
gr / hari (4 kali pemberian).
I. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Menometroragia
A. Pengkajian
Data yang perlu dikajji pada pasien dengan kelainan system reproduksi,
menometroragia antara lain meliputi:
1. Data demografi diantaranya: identitas, dan riwayat lingkungan dan
keluarga
2. Data psikososial meliputi: persepsi ibu terhadap penyakitnya, dan persepsi
keluarga terhadap penyakit anggota keluarganya
3. Riwayat obstetric dan ginekologi, meliputi: menarche, kelaianan selama
haid, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya.
4. Pemeriksaan : Tiromegali, berat badan naik,edema
Fisik Tiroid mengeras, takikardia, berat badan turun,
kelainan kulit
Ikterus, hepatomegali
Uterus membesar
Uterus kaku dan melekat pada jaringan dasarnya.
Masa adneksa
Uterus tegang, gerakan servik terbatas
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 2010. Ginekologi. Elstar. Bandung
Carpenito, Lynda Juall, 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta