Bab Ii Sistem Imun - 1
Bab Ii Sistem Imun - 1
Bab Ii Sistem Imun - 1
PEMBAHASAN
Setelah beberapa hari akan terjadi limfopenia dengan menurunnya secara cepat
jumlah sel-sel T CD4+ dalam sirkulasi. Selama periode awal ini virus-virus bebas
dan protein virus p24 dapat dideteksi dalam kadar yang tinggi di dalam darah dan
jumlah sel-sel CD4 yang terinfeksi HIV meningkat. Pada fase ini virus mengadakan
replikasi secara cepat dengan sedikit kontrol dari respons imun. Kemudian setelah 2
– 4 minggu akan terjadi peningkatan yang sangat mencolok dari jumlah sel-sel
limfosit total karena peningkatan jumlah sel-sel T CD8 sebagai bagian dari respons
imun terhadap virus. CD4 kembali dalam kadar hampir sama dengan sebelum
infeksi. Antibodi akan terbentuk setelah minggu kedua atau ketiga, namun pada
beberapa kasus respons ini berlangsung lebih lambat sampai beberapa bulan.
Selama fase akut kebanyakan kasus menunjukkan gejala infeksi virus akut
pada umumnya yaitu berupa demam, letargi, mialgia, dan sakit kepala serta gejala
lain berupa faringitis, limfadenopati dan “rash”.
Pada infeksi virus secara umum tampak bahwa sel limfosit T sitotoksik
adalah populasi sel efektor kritis dalam mengontrol infeksi akut karena sel ini
mampu mengenal dan menghancurkan sel-sel yang terinfeksi oleh virus (kadang-
kadang hal ini menyebabkan kerusakan sel inang), sehingga dapat menghambat
replikasi virus dan menghambat pembentukan virion baru.
Pada infeksi HIV telah dikenal sejak awal bahwa jumlah sel-sel T sitotoksik
spesifik HIV sangat tinggi dan dapat dideteksi pada sel-sel yang baru diisolasi tanpa
adanya ekspansi prekursor sel-sel T sitotoksik yang telah aktif secara in vitro.
Beberapa penelitian membuktikan tingginya aktivitas sel-sel T sitotoksik spesifik
terhadap protein HIV pada pasien selama atau sebelum serokonversi. Koup dkk
membuktikan bahwa ada kaitan sementara antara adanya jumlah prekursor sel T
sitotoksik spesifik HIV yang tinggi dengan penurunan cepat dari jumlah HIV bebas.
Adanya sel-sel T sitotoksik merangsang pembentukan antibodi netralisasi dalam
waktu beberapa bulan. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan jumlah virus bebas
dan virus yang ada di dalam sel disebabkan oleh lisis sel-sel terinfeksi HIV oleh sel-
sel T sitotoksik CD8+. Dibuktikan pula secara in vitro bahwa sel-sel CD8+ yang
aktif menghasilkan sitokin yang mampu menghambat replikasi virus pada sel-sel
CD4+ tanpa menyebabkan lisis sel. Respons ini juga terjadi pada infeksi akut
sebelum serokonversi dan kemungkinan berperan di dalam mengontrol pembentukan
virus.
Hubungan antara aktivitas sel T sitotoksik, antibodi dan penurunan jumlah
virus selama infeksi akut dan fase resolusi dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Jumlah CD8+ akan meningkat secara cepat dan sel-sel T sitotoksik ini akan
mengontrol produksi virus dengan membunuh atau menekan sel-sel yang terinfeksi
sedangkan sel CD8+ tetap dalam kadar yang lebih tinggi dari normal.
Defek sel B.
Selain penurunan jumlah sel T CD4+, individu yang terinfeksi HIV
menunjukkan abnormalitas pada sistem imun yang lain. Walaupun beberapa dari
abnormalitas ini disebabkan oleh sel T CD4+ yang menurun, fungsi imun yang tidak
tergantung sel T juga akan terganggu. Pada infeksi HIV fungsi sel B juga sangat
terganggu. Sel-sel B pada individu yang terinfeksi HIV berada pada tahap aktivasi
khronik. Kebanyakan penderita AIDS menunjukkan proliferasi sel B spontan, terjadi
peningkatan sel-sel pembentuk plak hemolitik, dan hipergamaglobulinemia. Selain
itu terjadi defek intrinsik dalam respon-respon yang dirangsang sel B seperti antigen
dan mitogen, sehingga merangsang pembentukan imunoglobulin pada semua tahap
infeksi.