Revisi TREN DAN ISU SISTEM MUSKULOSKELETAL
Revisi TREN DAN ISU SISTEM MUSKULOSKELETAL
Revisi TREN DAN ISU SISTEM MUSKULOSKELETAL
Dosen Pengampuh :
Mata Kuliah :
Oleh :
Kelas 7A Keperawatan Kelompok 3
1. Rahmawati Sasaerila (1801094)
2. Riyandi Hamundu (1801062)
3. Mustika Reni (1801018)
Menurut data dari WHO Kondisi muskuloskeletal terdiri lebih dari 150 kondisi
yang mempengaruhi sistem lokomotor individu. Mereka berkisar dari yang muncul
tiba-tiba dan berumur pendek, seperti patah tulang, keseleo dan ketegangan, hingga
kondisi seumur hidup yang terkait dengan keterbatasan fungsi dan kecacatan yang
berkelanjutan. Kondisi muskuloskeletal biasanya ditandai dengan rasa sakit (sering
persisten) dan keterbatasan dalam mobilitas, ketangkasan dan tingkat fungsi secara
keseluruhan, mengurangi kemampuan orang untuk bekerja. Kondisi muskuloskeletal
termasuk kondisi yang mempengaruhi:
2. Defenisi
Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah gangguan yang mempengaruhi
fungsi normal sistem muskuloskeletal akibat paparan berulang berbagai faktor risiko
di tempat bekerja. Sistem muskuloskeletal meliputi tendon, bantalan tendon (tendon
sheath), ligamen, bursa, pembuluh darah, sendi, tulang, otot, dan persarafan. MSDs
terjadi tidak secara langsung melainkan kombinasi dan akumulasi dari cedera yang
terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama.
Keluhan muskuloskeletal atau gangguan otot rangka merupakan kerusakan
pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago, dan discus invertebralis.
Kerusakan pada otot dapat berupa ketegangan otot, inflamasi, dan degenerasi.
Sedangkan kerusakan pada tulang dapat berupa memar, mikro faktur, patah, atau
terpelintir (Merulalia, 2010).
3. Etiologi
Menurut Peter Vi (2004), faktor penyebab keluhan muskuloskeletal antara lain:
1. Peregangan otot yang berlebihan (over exertion)
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya dikeluhkan oleh
pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan yang besar, seperti
aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, menahan beban yang berat. Perawat
melakukan aktivitas yang dikategorikan membutuhkan tenaga yang besar,
seperti mengangkat dan memindahkan pasien serta merapikan tempat tidur
(bed making).Mengangkat dan memindahkan pasien dilakukan 5-20 pasien
untuk setiap tugas bergilir yang khusus. Saat bed making membungkuk dan
mengharuskan untuk melakukan peregangan saat memasang sprai ke tempat tidur
(Sardewi, 2006).
2. Aktivitas berulang
Adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Seperti
mencangkul, membelah kayu, angkat-angkat dan sebagainya. Perawat
memiliki aktivitas yang dilakukan berulang-ulangs seperti mengangkat dan
memindahkan pasien, melakukan bed making dan aktivitas kerja lainnya yang
dilakukan setiap hari secara berulang-ulang dan dalam waktu yang relative lama.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh
bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat,
punggung terlalu membungkuk dan sebagainya. Perawat adalah tenaga
medis yang 24 jam berada di dekat pasien, kebutuhan dasar pasien harus
diperhatikan oleh seorang perawat. Tingginya aktivitas yang dilakukan perawat,
sehingga perawat tidak memperhatikan posisi tubuh yang baik saat melakukan
tindakan.
Selain itu terdapat factor penyebab sekunder dari keluhan
muskuloskeletal yaitu:
a) Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak secara
berulang-ulang dapat menyebabkan nyeri yang menetap.
b) Getaran
Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak
lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri
otot.
c) Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga pergerakan pekerja menjadi
lamban, sulit bergerak disertai dengan menurunnya kekuatan otot.
Perbedaan besar suhu yang besar antara lingkungan dan suhu tubuh akan
mengakibatkan sebagian energi yang ada di dalam tubuh akan diigunakan
untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan. Apabila hal ini tidak diimbangi
dengan asupan energi yang cukup, suplai energi di otot akan menurun,
terhambati proses metabolisme karbohidrat dan terjadinya penimbunan
asan laktat yang dapat menyebabkan nyeri otot.
Penyebab lain yang berperan dalam terjadinya keluhan muskuloskeletal
apabila dalam melakukan tugas perawat di hadapkan pada beberapa factor risiko
dalam waktu yang bersamaan, yaitu:
a) Umur
Keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu pada usia
25-65 tahun. Keluhan biasanya akan mulai dirasakan pada usia 35 tahun dan akan
semakin meningkat semakin bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada usia
setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot akan meningkat (dryastiti, 2013).
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi ingkat risiko keluhan otot. Hal ini
terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah
daripada pria. Prevalensi sebagian besar gangguan tersebut meningkat dan
lebih menonjol pada wanita dibandingkan pria (3:1) sehingga daya tahan
otot wanita untuk bekerja lebih rendah dibandingkan pria.
c) Kebiasaan merokok
Semakin lama dan semakin tinggi tingkat frekuensi merokok, semakin tinggi
pula keluhan otot yang dirasakan. Kebiasaan merokok dapat menurunkan
kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk mengkosumsi oksigen
menurun. Apabila perawat denga kebiasaan merokok melakukan aktivitas kerja
dengan beban kerja yang tinggi, maka akan sangat mudak mengalami kelelahan
otot.
d) Kesegaran jasmani
Keluahan otot jarang terjadi pada perawat yang memiliki waktu istirahat
yang cukup, tetapi perawat memiliki system kerja shift malam yang
memungkinkan tidak mendapat waktu istirahat yang cukup. Tingkat kesegaran
tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot.
e) Kekuatan fisik
Secara fisiologis ada yang dilahirkan dengan struktur otot yang
mempunyai kekuatan fisik lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya.
Apabila dengan kekuatan otot yang sama, perawat diberikan beban kerja
yang tinggi, maka cenderung perawat yang memiliki kekuatan yang lebih
rendah akan mengalami cidera otot.
f) Ukuran tubuh (antrometri) :
Keluhan muskuloskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih
disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima
beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan.
d) Faktor Psikososial
Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja, stress mental, organisasi kerja
(shift kerja, waktu istirahat, dll) (Dinardi, 1997). Organisasi kerja didefinisikan
sebagai distribusi dari tugas kerja tiap waktu dan diantara para pekerja, durasi dari
tugas kerja dan durasi serta distribusi dari periode istirahat. Durasi kerja dan periode
istirahat memiliki pengaruh pada kelelahan jaringan dan pemulihan. Studi khusus
pada pengaruh organisasi kerja pada gangguan leher telah dilakukan. Ditemukan
bahwa kerja VDU yang melebihi empat jam per hari berhubungan dengan gejala pada
leher (Riihimaki,1998).
Bernard et al (1997) menyatakan bahwa walaupun banyak penelitian yang
menunjukkan MSDs dipengaruhi oleh faktor psikososial tetapi umumnya memiliki
kekuatan yang lemah. Pernyataan Bernard tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Kerr et al (2001) menunjukkan bahwa faktor psikososial menyebabkan
terjadinya MSDs tetapi memiliki hubungan yang lemah.
5. Manifestasi Klinis Muskuloskeletal Disorder
MSDs ditandai dengan adanya gejala sebagai berikut yaitu : nyeri, bengkak,
kemerah-merahan, panas, mati rasa retak atau patah pada tulang dan sendi dan
kekakuan, rasa lemas atau kehilangan daya koordinasi tangan, susah untuk
digerakkan. MSDs diatas dapat menurunkan produktivitas kerja, kehilangan waktu
kerja, menimbulkan ketidakmampuan secara temporer atau cacat tetap.Untuk
memperoleh gambaran tentang gejala MSDs bisa menggunakan Nordic Body Map
(NBM) dengan cara melihat tingkat keluhan sakit dan tidak sakit. Dengan melihat dan
menganalisa peta tubuh (NBM) sehingga dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan
otot skeletal yang dirasakan oleh para pekerja.
Gejala keluhan muskuloskeletal dapat menyerang secara cepat maupun lambat
(berangsur-angsur), menurut Kromer (1989), ada tiga tahap terjadinya MSDs yang
dapat diidentifikasi yaitu:
Tahap 1 : Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala
inibiasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak
berpengaruh pada kinerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat;
Tahap 2 : Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah
bekerja. Tidak mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan
berkurangnya performa kerja;
Tahap 3 : Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika
bergerak secara repetitif. Tidur terganggu dan sulit untuk
melakukan pekerjaan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja.
Menurut Humantech (1995), gejala MSDs biasanya sering disertai dengan
keluhan yang sifatnya subjektif, sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan
penyakit tersebut. MSDs ditandai dengan beberapa gejala yaitu sakit, nyeri, rasa
tidak nyaman, mati rasa, rasa lemas atau kehilangan daya dan koordinasi tangan, rasa
panas, agak sukar bergerak, rasa kaku dan retak pada sendi, kemerahan, bengkak,
panas, dan rasa sakit yang membuat terjaga ditengah malam dan rasa untuk memijit
tangan, pergelangan dan lengan.
6. Keluhan Muskuloskeletal Disorder
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang
dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit.
Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan
dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon.
Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan MSDs
atau cedera pada system musculoskeletal (Grandjean, 1993). Secara garis besar
keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan oto yang bersifat menetap. Walaupun
pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus
berlanjut.
Berdasarkan the National Institute for Occupational Safety and Health United
States, MSDs adalah penyakit terkait pekerjaan yang paling penting dan umum,
MSDs juga menjadi salah satu penyebab utama dari ketidakhadiran dalam
pekerjaan. Setiap pekerjaan pasti memiliki risiko kesehatan tersendiri. Para
pekerja pelayanan kesehatan berisiko dalam perkembangan MSDs. Statistik
menyebutkan satu pertiga dari pekerja pelayanan kesehatan merasa sakit yang
berkaitan dengan MSDs (Jafari-Nodoushan et al., 2020).
a. Menurut Oliveira
1. Stadium I : Lelah, tidak nyaman, nyeri terlokalisasi yang memburuk saat
bekerja dan membaik saat istirahat.
2. Stadium II : Nyeri persisten dan lebih intens, diikuti dengan parestesia
dan perasaan terbakar. Memburuk saat bekerja dan aktivitas sehari-hari.
3. Stadium III : Nyeri persisten dan berat diikuti penurunan kekuatan otot
dan kontrol pergerakan, edema dan parestesia.
4. Stadium IV : Nyeri kuat dan berlangsung terus menerus.
b. Menurut Browne
1. Stadium I : Nyeri saat bekerja, berhenti saat malam hari tanpa gangguan
tidur.
2. Stadium II : Nyeri selama bekerja, menetap sampai malam menyebabkan
gangguan tidur.
3. Stadium III : Nyeri bahkan saat beristirahat dengan gangguan tidur
a. Faktor biomekanik
1. Postur tubuh saat bekerja
Postur kerja yang tidak benar dapat menyebabkan posisi bagian tubuh
bergerak menjauhi posisi alamiahnya, misalnya pergerakan tangan terangkat,
punggung yang terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan leher yang berputar.
Semakin jauh suatu bagian tubuh seseorang dari pusat gravitasi tubuh, maka
semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. Postur kerja
yang tidak benar dan terlalu dipaksakan akan berdampak pada kelelahan otot
sehingga kerja menjadi tidak efisien, dalam jangka waktu lama akan menyebabkan
punggung.
Berdasarkan posisi tubuh, postur tubuh saat bekerja dalam ergonomi terdiri
atas:
Posisi netral adalah postur tubuh dimana setiap anggota tubuh berada pada
posisi yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi kontraksi
otot yang berlebihan serta pergeseran atau penekanan pada bagian tubuh.
Posisi janggal adalah postur dimana posisi tubuh menyimpang secara
signifikan dari posisi netral saat melakukan aktivitas yang disebabkan oleh
keterabatasan tubuh dalam menghadapi beban dalam waktu lama.
Berdasarkan pergerakan, postur kerja dapat dibedakan menjadi:
Postur statis adalah postur dimana sebagian besar tubuh tidak aktif atau
hanya sedikit terjadi pergerakan. Postur statis dalam waktu lama dapat
menyebabkan kontraksi otot terus menerus dan tekanan pada anggota tubuh.
Postur Dinamis adalah postur yang terjadi dimana sebagian besar anggota
tubuh bergerak. Bila pergerakan tubuh wajar, hal ini dapat membantu
mencegah masalah yang ditimbulkan postur statis, namun bila terjadi
pergerakan berlebihan, hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan.
2. Force/beban
Pada pekerjaan mengangkat atau mengangkut, efisiensi kerja dan
pencegahan terhadap masalah tulang belakang harus mendapat perhatian cukup.
Pemindahan material secara manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis
dapat menimbulkan pembebanan pada tulang punggung.
4. Durasi
Durasi adalah lamanya waktu pajanan terhadap faktor risiko. Asumsinya
bahwa semakin lama durasi paparan semakin besar risiko cedera yang terjadi.23
Durasi diklasifikasikan menjadi :
5. Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya gerakan yang dilakukan dalam satu
periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka disebut
sebagai gerakan repetitif. Keluhan muskuloskeletal terjadi karena otot menerima
tekanan akibat kerja terus menerus tanpa ada kesempatan untuk berelaksasi.
6. Durasi
Durasi adalah lamanya waktu pajanan terhadap faktor risiko. Asumsinya
bahwa semakin lama durasi paparan semakin besar risiko cedera yang terjadi.23
Durasi diklasifikasikan menjadi :
1. Usia
Otot memiliki kekuatan maksimal pada saat mencapai usia 20-29 tahun,
lalu setelah usia mencapai 60 tahun kekuatan otot akan menurun hingga 20%.
2. Jenis kelamin
Pada semua kelompok pekerjaan, angka prevalensi masalah
muskuloskeletal lebih besar pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
Dominasi tertinggi pada wanita ditemukan untuk pinggul dan pergelangan tangan.
Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor fisiologis kekuatan otot pada perempuan
yang berkisar 2/3 kekuatan otot dari pria.
4. Masa Kerja
Semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpapar faktor
risiko maka semakin besar pula risiko untuk mengalami keluhan musculoskeletal
disorders. Gejala yang timbul biasanya seperti kesemutan, perasaan terbakar, dan
baal pada tangan dan jari khususnya jari telunjuk dan jari tengah.
c. Faktor Psikososial
1. Pengaruh dan kontrol pekerjaan
Aplikasi Ergonomi
1. Kerja Duduk
Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja dengan posisi duduk yang memerlukan
waktu lama dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang
melengkung, otot bagian mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pekerjaan dengan
duduk:
a. Duduk bergantian dengan berdiri dan berjalan, duduk dalam waktu yang
relatif lama harus dihindari karena akan berpengaruh pada kesehatan.
b. Ketinggian kursi dan sandaran kursi harus disesuaikan, ketinggian kursi harus
dipilih sedemikian rupa sehingga ketika duduk, bagian belakang lutut tidak
sempit. Sandaran harus memberikan kenyamanan terutama untuk punggung
bagian bawah.
c. Karakteristik kursi secara spesifik ditentukan oleh jenis tugas, sebuah kursi
dengan sandaran lengan dapat dipilih jika dipandang tidak mengahambat
kegiatan, dan ketinggian tempat duduk pada saat bekerja.
d. Gunakan sandaran kaki jika tinggi pekerjaan tetap. Jika ketinggian kerja tidak
dapat disesuaikan oleh pengguna, seperti pada mesin, permukaan kerja yang
relative tinggi harus dipilih sesuai dengan tinggi pengguna.
e. Hindari jangkauan berlebihan, benda kerja, alat, dan kontrol yang digunakan
secara teratur harus ditempatkan di depan atau di dekat tubuh.
2. Kerja Berdiri
Postur tubuh dalam pekerjaan berdiri merupakan suatu totalitas perilaku
kesiagaan dalam menjaga keseimbangan fisik dan mental.
f. Postur tangan dan lengan. Bekerja untuk jangka waktu yang lama dengan
tangan dan lengan dalam sikap tubuh yang buruk dapat menyebabkan keluhan
spesifik dari pergelangan tangan, siku, dan bahu. Masalah ini timbul terutama
dari manual handling alat.
g. Pilih model alat yang tepat. Sebuah alat tertentu sering tersedia dalam
berbagai model. Pilih model yang paling cocok untuk tugas dan postur tubuh
agar tidak terjadi permasalahan di persendian.
h. Bila menggunakan alat genggam, pergelangan tangan harus dijaga selurus
mungkin. Alat genggam tidak boleh terlalu berat. Alat genggam yang masih
bisa ditoleransi beratnya adalah sekitar 2 kg.
i. Perawatan alat. Alat kerja harus dijaga kualitasnya agar tidak membutuhkan
kekuatan yang besar dalam penggunaannya.
j. Hindari melaksanakan tugas di atas bahu. Jika pekerjaan di atas permukaan
bahu tidak dapat dihindari, durasi kerja harus terbatas dengan diselingi oleh
istirahat teratur.
3. Manual material handling (MMH)
DAFTAR PUSTAKA
Mayasari, D., Saftarina, F., 2016, Ergonomi sebagai Upaya Pencegahan Musculoskeletal
Disorders pada Pekerja. Jurnal Kedokteran Unila Vol. 1 No. 2.
Sulistiyo T.H., Rico J. Sitorus , Ngudiantoro, 2018, Analisis faktor risiko ergonomi dan
musculoskeletal disorders pada radiografer instalasi radiologi rumah sakit di kota
Palembang. JKK, Vol. 5, No 1, 26-37.
Balaputra, I.,& Sutomo, A.H., 2017, Pengetahuan ergonomi dan postur kerja perawat
pada perawatan luka dengan gangguan muskuloskeletal di dr. H. Koesnadi
Bondowoso Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 33 No. 9
Helmina , Noor Diani, Ifa Hafifah, 2019. HUBUNGAN UMUR, JENIS KELAMIN,
MASA KERJA DAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PERAWAT,
Caring Nursing Jurnal Vol. 3 No. 1