LP Kolelitiasis Kelompok
LP Kolelitiasis Kelompok
LP Kolelitiasis Kelompok
DISUSUN OLEH :
1. Definisi
Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang
penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi yang terjadi pada kandung
empedu serta kolesterol yang berlebihan yang mengendap di dalam kandung empedu
tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti, faktor hormonal selama proses
kehamilan, dapat dikaitkan dengan lambatnya pengosongan kandung empedu dan
merupakan salah satu penyebab insiden kolelitiasis yang tinggi, serta terjadinya
infeksi atau radang empedu memberikan peran dalam pembentukan batu empedu
(Rendi, 2012).
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih
dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan predisposisi
dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40 tahun, wanita,
obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu cepat. (Cahyono,
2014)
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya
empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan
fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri dari
unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran,
bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak lazim
dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidenya semakin sering pada
individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun (Haryono, 2012).
2. Etiologi
Menurut Cahyono 2014 etiologi Kolelitiasis yaitu:
1) Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi
Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya batu
tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin
tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu akan
membuat keadaan didalam kandung empedu menjadi jenuh akan kolesterol
(Supersaturasi kolesterol).
2) Pembentukan inti kolesterol
Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid, garam empedu
dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih tinggi maka ia akan diangkut
oleh vesikel yang mana vesikel dapat digambarkan sebagai sebuah lingkarandua
lapis. Apabila konsentrasi kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel
memperbanyak lapisan lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu,
pengangkut kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan
dengan adanya protein musin akan membentuk kristal kolesterol, kristal
kolesterol terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau disatukan.
3) Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding kandung empedu
memudahkan seseorang menderota batu empedu, kontraksi yang melemah akan
menyebabkan statis empedu dan akan membuat musin yang diproduksi
dikandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu
tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan
semakin pekat sehingga semakin menyukitkan proses pengosongan cairan
empedu. Beberapa keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksnteril
kandung empedu, yaitu : hipomotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan
cairan asam empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medula spinalis,
penyakit kencing manis.
3. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Syaifuddin, 2011) adalah sebagai
berikut:
1) Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning
pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang
merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosofolipid)
dalam empedu. Pada klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
2) Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat,
fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran
kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan, batu pigmen berwarna coklat
berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam inilebih jarang di
jumpai). Batu pigmen akan berbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi dalam
empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu.
Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada klien sirosis,
hemolisis, dan infeksi percabangan bilier.
4. Anatomi fisiologi
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas
anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong
berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan
hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya
bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati.
Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian
yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus
sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus
kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus
hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
a. Anatomi kandung empedu
1) Struktur empedu
Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir yang terlerak
pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh peritoneum
kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada permukaan bawah
hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.
2) Empedu terdiri dari:
a) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah tepi
inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi
rawan ujung kosta IX kanan.
b) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan
dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
komunis membentuk doktus koledukus.
3) Cairan empedu
Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna kuning keemasan
(kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel hepar lebih
kurang 500-1000ml sehari. Empedu merupakan zat esensial yang
diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak.
4) Unsur-unsur cairan empedu:
a) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu
alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu berfungsi
membantu pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan kelenjar lipase
dari pankreas.
b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu) diresorpsi
dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan kembali ke hepar untuk
digynakan ulang.
c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan
menyekresinya ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak mempunyai
fungsi dalam proses pencernaan.
d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin,
merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah menjadi
sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan feses
berwarna kuning.
5) Saluran empedu
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian bersatu
dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam kandung empedu.
Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari kandung
empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang dihasilkan dalam
membran mukosa dari bagian atas usus halus tempat masuknya lemak.
Kolesistokinin menyebab kan kontraksi otot kandung empedu. Pada waktu
bersamaan terjadi relaksasi sehingga empedu mengalir ke dalam duktus
sistikus dan duktus koledukus.
b. Fisiologi empedu
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung mucus,
mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa. Komposisi
empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin, lemak
dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari bilirubin dan bilverdin. Pada
saat terjadinya kerusakan butiran-butiran darah merah terurai menjadi globin
dan bilirubin, sebagai pigmen yang tidak mempunyai unsur besi lagi.
Pembentukan bilirubin terjadi dalam system retikulorndotel di dalam
sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan ke dalam
peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan bilirubin yang terdapat dalam
empsdu disebut kolebilirubin. Garam empedu dibentuk dalam hati, terdiri dari
natrium glikokolat dan natrium taurokolat. Garam empedu ini akan
menyebabkan kolesterol di dalam empedu dalam keadaan larutan.
Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam empedu
meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas yaitu amylase
tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan penyerapan meningkatkan
penyerapan baik lemak netral maupun asam lemak. Empedu dihasilkan oleh hati
dan disimpan dalam kandung empedu sebelum diskresi ke dalam usus. Pada
waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu dalam keadaan
relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong empedu akan
meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu sehingga cairan empedu
mengalir dan masuk ke dalam duodenum. Rangsangan terhadap saraf simpatis
mengakibatkan terjadinya kontraksi pada kandung empedu (Syaifuddin, 2011).
5. Pathways
Kontraksi
Batu terdorong menuju duktus sistikus
Gesekan empedu
dengan dinding Defisiensi vit K Ikterus Penumpukan cairan
abdomen diinterstisial
Gangguan Terjadi
Nyeri abdomen pembekuan penumpukan Tekanan
kuadran kanan darah normal bilirubin pada intraabdomen
atas lapisanbawah
kulit Penekanan pada
Resiko
Nyeri Akut lambung
Perdarahan
Gatal-gatal
Mual, muntah,
Resiko kerusakan anoreksia
integritas kulit
Resiko
ketidakseimbangan
(Nurarif & Kusuma, 2013)
volume cairan
6. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan
fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel
yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan. Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat
anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada
kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena
adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan
karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang
bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi (Syaifuddin, 2011).
7. Manifestasi klinik
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah :
a. Sebagian bersifat asimtomatik
b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke
punggung atau region bahu kanan
c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifay kolik melainkan persisten
d. Mual dan muntah serta demam
e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa ke
dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai
dengan gejala gatal-gatal pada kulit
f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay
colored”
g. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu absorbsi
vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat memperlihatkan
gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier
berlangsumg lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan
darah yang normal
8. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kolelitiasis menurut (Sandra
Amelia,2013) adalah:
a. Pemeriksan sinar-X abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain.
Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup klasifikasi untuk
dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
b. Ultrasinografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan
kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat
dilakukam pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi.
c. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi
menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat ini
kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam
sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk
mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat-optim yang fleksibel ke dalam eksofagus hingga
mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam
duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memingkinkan visualisasi langsung
struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal
untuk mengambil empedu.
e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara menyuntikkan
bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan
kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem
bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung
empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan teknik
pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan
radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang
terang karena mempunyai intensitassinyal tinggi, sedangkan batu saluran
empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu
dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis
batu saluran empedu.
9. Komplikasi
Berikut penjelasan dari penyakit komplikasi akibat kolelitiasis, menurut Tanto, et.all
(2014) :
a. Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut terkait dengan batu empedu terjadi pada 90- 95% kasus yang
ditandai dengan kolik bilier akibat obstruksi duktus sistikus. Apabila obstruksi
berkanjut, kandung empedu mengalami distensi, inflamasi dan edema. Gejala
yang dirasakan adalah nyeri kuadran kanan atas yang lebih lama daripada
episode sebelumnya, demam, mual dan muntah.
b. Kolesistitis Kronik
Inflamasi dengan episode kolik bilier atau nyeri dari obstruksi duktus sitikus
berulang mengacu pada kolesistitis kronis. Gejala utama berupa nyeri (kolik
bilier) yang konstan dan berlangsung aekitar 1-5 jam, mual, muntah, dan
kembung.
c. Koledokolitiasis
Batu pada saluran empedu atau common bile ductus (CBD), dapat asimtomatis
dengan obstruksi transien dan pemeriksaan laboratorium yang normal. Gejala
yang dapat muncul adalah kolik bilier, ikterus, tinja dempul, dan urin berwarna
gelap seperti teh.
d. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi pada lapisan perut sebelah dalam yang dikenal
sebagai peritoneum. Komplikasi ini terjadi akibat pecahnya kantong empedu
yang mengalami peradangan parah. Tersumbatnya saluran ini menjadi rentan
terserang bakteri penyebab infeksi. Komplikasi ini umumnya dapat ditangani
dengan antibiotik dan prosedur kolangiopankreatografi retrograde endoskopik
(ERCP). Gejala pada infeksi ini adalah sakit di perut bagian atas yang menjalar
ke tulang belikat, sakit kuning, demam tinggi, dan linglung.
e. Kolangitis
Kolangitia merupakn komplikasi dari batu saluran empedu. Kolangitis akut
adalah infeksi bakteri asenden disertai dengan obstruksi duktus bilier. Gejala
yang ditemukan adalah demam, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan
atas, dan ikterik yang disebut trias charcot.
f. Abses Kantong Empedu
Nanah terkadang dapat muncul dalam kantong empedu akibat infeksi yang
parah. Jika ini terjadi, penanganan dengan antibiotik saja tidak cukup dan nanah
akan perlu disedot.
g. Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut juga merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi jika
batu empedu keluar dan menyumbat saluran pancreas. Peradangan pancreas ini
akan menyebabkan sakit yang hebat pada bagian tengah perut. Rasa sakit ini
akan bertambah parah dan menjalar ke punggung, terutama setelah makan.
h. Kanker Kantong Empedu
Penderita batu empedu memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker
kantong empedu. Walau demikian, kemungkinan terjadinya sangat jaran,
bahakan bagi orang yang berisiko karena faktor keturunan sekalipun. Operasi
pengangkatan kantong empedu akan dianjurkan untuk mencegah kanker.
Terutama jika anda mempunyai tingkat kalsium yang tinggi didalam kantong
empedu. Gejala kanker ini hampir sama dengan penyakit batu empedu yang
meliputi sakit perut, demam tinggi, serta sakit kuning.
2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut (D.0077)
2) Resiko perdarahan (D.0012)
3) Resiko kerusakan integritas kulit (D.0139)
4) Resiko ketidakseimbangan volume cairan (D.0036)
3. Rencana keperawatan