Satu Abad Pesantren Bahrul Ulum
Satu Abad Pesantren Bahrul Ulum
Satu Abad Pesantren Bahrul Ulum
Abstrak
Tasikmalaya dikenal sebagai “kota santri” atau tepatnya “kota pesantren”. Hal
itu dibuktikan dengan adanya pesantren-pesantren yang secara kuantitatif berada
di kota ini, salah satunya banyak terdapat di Awipari. Awipari merupakan nama
tempat yang kemudian menjadi nama Kelurahan di wilayah Kecamatan
Cibeureum Kota Tasikmalaya. Disini terdapat pesantren-pesantren besar
diantaranya Pondok Pesantren Bahrul Ulum di Kampung Awipari Wetan, Pondok
Pesantren Hidayatul Ulum di Kampung Awipari Kulon, Pondok Pesantren
Hidayatul Mustafidz di Awipari Kulon, Pondok Pesantren Nurul Huda KH.
Mansur di Cikawung, Pesantren Al-Mubarok dan pesantren-pesantren lainnya.
Uniknya pesantren-pesantren yang berada di Awipari merupakan pesantren yang
secara kekeluargaan dan keilmuan masih satu nasab. Ini menjadi pertanyaan
mendasar, mengapa di Awipari terdapat pesantren-pesantren besar yang
eksistensinya sampai saat ini masih terjaga. Perkembangan pesantren di Awipari
tidak terlepas dari peran Eyang Mama Husen, seorang tokoh yang “tak tercatat”
dalam sejarah perkembangan pesantren di Tasikmalaya pada khususnya dan
Jawa Barat pada umumnya. Sejarah tentang Eyang Mama Husen hanya sebatas
lisan, karena tidak banyak catatan-catatan yang ada. Tulisan ini mudah-mudahan
menjadi awal historiografi tentang sejarah pesantren di Tasikmalaya yang
tentunya akan nampak berbeda dengan penulisan-penulisan sejarah yang sudah
ada.
Pendahuluan
dengan sistem asrama, kyai sebagai central figurnya, masjid sebagai titik pusat
1
Penulis adalah Ketua ISNU Kota Tasikmalaya dan Sekretaris PCNU Lesbumi Kota
Tasikmalaya. Tulisan ini merupakan sebuah catatan awal penelitian tentang Sejarah Pesantren
Awipari kaitannya dengan “Satu Abad Pesantren Bahrul Ulum KH. Busthomi Awipari
Tasikmalaya” pada Kegiatan Haol dan Alumni Tahun 2020.
hari.2
bawah pimpinan kiyai atau ulama dibantu oleh seorang atau beberapa orang ulama
dan atau para ustadz yang hidup bersama di tengah-tengah para santri dengan
tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan
seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiyai. Pakar ini
disebut pesantren, yaitu ada pondok (asrama), masjid, kiyai, santri, dan pengajian
2
Mastuhu, “Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan
Nilai Sistem Pendidikan Pesantren”, Indonesian-Netherland Cooperation in Islamic Studies,
Jakarta,1994.
3
Zamakhsyari Dhofier, “Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kiai”,
LP3ES, Jakarta, 1982, hlm. 44-60.
akademisi, tetapi juga berasal dari kalangan profesi lainnya. Jagat Historiografi
teori-teori dan metodologi ilmu pengetahuan. Hal lain yang juga ikut meramaikan
sejarah tidak saja mengenai topiknya tetapi juga tentang wilayah objek kajian
penulisan atau penelitian sejarah. Hal ini kemudian melahirkan gugatan kepada
Sejarah Nasional Indonesia, salah satunya dari kalangan umat Islam yang
pesantren di Parahyangan yang dapat kita temukan baik oleh para sejarawan
maupun para akademisi. Semisal sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ading
4
Sulasman, “Kyai dan Pesantren dalam Historiografi Islam Indonesia”, (Bandung:
Jurnal Ilmu Sejarah Historia Madania, Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Bandung, Vol. 1 No. 2 Tahun 2011, hlm. 6.
Priangan (1800-1945)”.5
Dari tulisan-tulisan yang ada, penulis menganggap belum ada yang secara
detail melakukan kajian historis atas sejarah pesantren di Kota Tasikmalaya. Hal
penelitian lebih jauh tentang hal ini. Penulis menduga (seperti yang dijelaskan
pula oleh Azyumardi Azra tentang teori “jaringan ulama”) 6 bahwa tokoh-tokoh
bermukim dan seterusnya. Orang tua terdahulu tentu mempunyai alasan dan
dalam bentuk tulisan yang sedarhana ini diawali dengan melakukan pengamatan
selanjutnya adalah tulisan awal ini akan dilanjutkan dengan penulisan sejarah
5
Ading dkk, “The Pesantren Networking In Priangan (1800-1945)”, Diterbitkan oleh
International Journal of Nusantara Islam. Lihat juga Kusdiana. 2014. Sejarah Pesantren: Jejak,
Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah Priangan (1800-1945). Bandung: Humaniora.
6
Azyumardi Azra, “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII & VIII”: Melacak Akar-akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia”, Penerbit Mizan,
Jakarta, 1998.
dikenal adanya sebuah teori tentang keberadaan maqom atau makam sebagai
indikasi awal adanya permukiman dengan aspek kehidupan yang cukup kompleks.
Maqom atau makam juga mengandung berbagai data yang penting untuk
makam bukan hanya dapat dilihat sebagai warisan yang harus dilestarikan tetapi
juga harus dicari maknanya. Banyak aspek yang membawa kita kepada
pemahaman makna yang ada pada wujud maqom atau makam sebagai sebuah
warisan.7
dan Jawa Barat pada umumnya penulis mendapatkan beberapa kata kunci dari
1. Maqom;
2. Silsilah:
4. Pesantren Awipari;
periode awal tidak bisa dilepaskan dari peranan Eyang Mama Husen. Penulisan
7
Effie Latifundia, “Perkembangan Awal Islam di Pamijahan Tasikmalaya: Kajian
Makam-Makam Kuno”, Jurnal Purbawidya Balai Arkeologi Bandung, Vol. 1 No. 2 Tahun 2012,
hlm. 215.
penulis pada garis nasab/silsiah keluarga. Sejak lama pihak keluarga tidak ada
pihak keluarga tidak ada satupun yang “berani” menjelaskan dengan alasan
tertentu.
Mama Husen? berawal ketika penulis bersama Tim PCNU Kota Tasikmalaya
objek kajian Ekspedisi Islam Nusantara untuk wilayah Jawa Barat. Inilah
mungkin yang dijelaskan oleh Louis Gottschalk bahwa sejarah sebagai proses
Teori “tidak ujug-ujug” inilah yang menjadi dasar awal penelitian ini.
dalam sejarah. Setelah mencari kata kunci awal penelitian ini, penulis mencoba
tentang apakah ada hubungan antara maqom Eyang Mama Husen di Awipari Kota
Mengingat ada unsur kesamaan dalam tipologi maqom keduanya serta para
8
Lihat Louis Gottschalk, “Understunding History: A Primer of Historical Method”, UI
Press Jakarta, 1975.
keduanya.
Gambar 1
Maqom Syekh Abdul Wajah
Banagara Cirahong Ciamis
Gambar 2
Maqom Eyang Mama Husen
Awipari Kulon
2016.9
kekerabatan Eyang Mama Husen Awipari dengan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan.
dekat dengan Kangjeng Syekh Abdul Muhyi, ia merupakan putra Eyang Siti
Cikatomas. Eyang Siti Ruqiyah merupakan cucu dari Kangjeng Syekh Abdul
Muhyi yang bersuamikan Eyang Kahfi yang berasal dari Sukapura (Sukaraja).10
Gambar 3
Maqom Eyang Siti Ruqiyah
Joglo Tonjong Pancatengah
9
KH. Endang Ajidin merupakan alumni Pondok Pesantren Bahrul Ulum KH. Busthomi
Awipari, sesepuh Pamijahan merupakan keturunan dari Syekh Abdul Muhyi.
10
Dialog dengan KH, Endang Ajidin pada tanggal 27 April 2016 di Pamijahan. Dari
penejelasan sumber lain ada yang menjelaskan bahwa Syekh Kahfi berasal dari Mataram.
Gambar 5
Maqom Syekh Khoerudin dan Syekh Janaluddin
Joglo Tonjong Pancatengah
tokoh Garut yang juga keturunan dari Sukapura. Ia menjelaskan silislah Syekh
dikenal dengan Apa KH. Ahmaji pendiri Pesantren Hidayatul Ulum Awipari
Syekh Jamaluddin.
Nyai Madyakusumah
(Menikah dengan Syekh Najmuddin Lengkong Kuningan)
11
Rd. Sulaeman Anggapraja, “Sajarah Babon Luluhur Sukapura” Lembaga Komisi
Sajarah Sukapura (K.S.S) Garut, 1976. Hal. 116-117.
bagi penulis tentang sosok Eyang Mama Husen yang berasal dari “pakidulan”
Tasikmalaya.
KH. Dede pernah menceritakan bahwa Alm. Kyai Faqihudin Pengasuh Pondok
Pesantren Bendakerep Cirebon pernah bercerita tentang santri Mbah Soleh pendiri
Pesantren Bendakerep Cirebon yang bernama Haji Abdul Karim. Mbah Soleh
Mbah Soleh merupakan keturunan ke-9 dari Sunan Gunung Jati yang
Cimeuweuh. Ia hidup semasa KH. Asy’ari pendiri Pesantren Tebuireng yang juga
merupakan ayah dari Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari. Pondok Pesantren
12
Keterangan seorang alumni Pondok Pesantren Bendakerep Cirebon.`
13
Tentang sejarah Pesantren Bendakerep Cirebon bisa dibaca tulisan Ima Mutasim,
“Ahlul Bait KH. Faqihudin Pondok Pesantren Bendakerep Cirebon”, dalam
http.//dalilaahsanah.blogspot.co.id/ 2011/06/sejarah-singkat-benda-kerep.html?m=1. Lihat juga
Rina Rindanah, “Genealogi Pesantren Benda Kerep dan Pesantren Buntet: Suatu Perbandingan”,
diterbitkan oleh Jurnal Holistik IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Vol. 14 Number 02, 2013.
Haji Abdul Karim yang berasal dari Awipari Tasikmalaya. Atas petunjuk Mbah
Soleh, Mama Husen diperintahkan untuk ikut bersama Haji Abdul Karim untuk
adalah alumni Pesantren Bendakerep Cirebon yang diberikan amanat berupa uang
(sekitar 100 gulden) oleh Mbah Soleh untuk membeli tanah seluas kurang lebih
Entah motif apa yang membuat Mbah Soleh memerintahkan Mama Husen
menggambarkan kedekatan keduanya sebagai kyai dan santri. Selain itu Mbah
bahwa Mama Husen merupakan putra dari Eyang Siti Ruqiyah cucunya Syekh
yaitu keturunan dari Syekh Abdul Wajah (dimakamkan di Banagara Ciamis) yang
merupakan suami dari Rd. Ajeng putri Syekh Abdul Muhyi dari istri yang
14
Keterangan mengenai Eyang Siti Ruqiah cucu dari Syekh Abdul Muhyi dapat dilihat
dari Risalah/Catatan (Alm.) KH. Najmudin atau dikenal dengan Apa KH. Ahmaji pendiri
Pesantren Hidayatul Ulum Awipari tentang Adab-Adaban Ziarah Qubur.
15
Rd. Sulaeman Anggapraja, “Sajarah Babon Luluhur Sukapura” Lembaga Komisi
Sajarah Sukapura (K.S.S) Garut, 1976. Hal. 119.
Eyang Abdul Karim dengan menikahkan putrinya yang bernama Siti Khodijah
(lahir tahun 1284 H). 16 Sesuai petunjuk dari Mbah Soleh Bendakerep Cirebon,
Eyang Abdul Karim kemudian memerintahkan Mama Husen menjadi guru ngaji
Awipari dilanjutkan oleh putra "pangais bungsu" yang bernama KH. Masduki
(Mama Masduki) sekitar tahun 1920an. Kyai Masduki juga dikenal sebagai
pesantren ini hanya berupa sebuah masjid dan pondok yang terbuat dari bambu.
16
Keterangan dari catatan Eyang Abdul Karim, beliau menulis bahwa putrinya yang
bernama Siti Khodijah lahir tepat saat pendirian tajug/masjid di Awipari Kulon pada tahun 1284 H
atau bila dihitung berdasarkan tahun masehi adalah 1863 M.
untuk membeli tanah seluas satu hektar dan mengamanatkan santrinya yang
bernama Eyang Abdul Karim dan Eyang Mama Husen untuk mendirikan
bernama Siti Khodijah (lahir tahun 1284 H/1863 M) dengan Mama Husen dan
bahwa Mbah Soleh wafat sekitar tahun 1886 M. dengan demikian sebelum tahun
1886 M dapat dipastikan Eyang Mama Husen telah bermukim dan mendirikan
pesantren di Awipari.
Kedua, pada tahun 1926 M KH. Masduki bin Eyang Mama Husen adalah
salah satu ulama yang cukup disegani di Tasikmalaya. Dalam risalahnya KH.
17
Risalah Sejarah Berdirinya Pesantren Bahrul Ulum KH. Busthomi Awipari. Lihat juga
Kusdiana. 2014. Sejarah Pesantren: Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah Priangan
(1800-1945). Bandung: Humaniora, Hal. 144.
Cipasung, KH. Sobandi Pesantren Cilenga dan KH. Zabidi asal Nagarakasih
Pesantren Awipari diyakini telah ada sebelum tahun 1900an dibuktikan dengan
keberadaan maqom Eyang Mama Husen. Pesantren ini juga merupakan pesantren
yang cukup berkembang sebelum tahun 1926 dibuktikan dengan keberadaan KH.
Masduki (Mama Masduki) yang saat itu diminta untuk mendukung berdirinya
Awipari diasuh oleh putra tertua Mama Masduki yang bernama KH. Busthomi, ia
Busthomi dengan Ajenga Ruhiat tidak hanya sebatas hubungan santri dan guru,
mereka berdua juga dianggap sebagai sosok yang sangat dekat dalam kegiatan
menuntut ilmu. Dapat dikatakan mereka berdua adalah sosok santri senior dan
18
Risalah KH. Ahmad Qolyubi Madewangi disempurnakan oleh Putranya KH.
Muhammad Tobibuddin Qolyubi. Lihat juga http://ansor-tsm.or.id/2016/10/17/kh-ahmad-qolyubi-
rois-syuriah-pertama-nu-cabang-kota-tasikmalaya/
19
Risalah Sejarah Berdirinya Pesantren Bahrul Ulum KH. Busthomi Awipari.
Dalam tekanan itulah KH. Busthomi beserta para santri dan keluarga
secara silsilah garis keturunan dan keilmuan masih berhubungan satu dengan
Busthomi beserta adiknya yang bernama KH. Olon Sahil Mawardi mendirikan
dengan Abdul Halim dan Abdul Ghani sebagai pengajarnya. Setelah sebelumnya
dirikan pula lembaga formal lainnya yaitu SMP Islam (SMPI) Tahun 1954,
Saat itu Pondok Pesantren Bahrul Ulum tergolong besar dengan 6 Asrama
tidak bertahan karena saat itu bangunan asrama yang terdiri dari dua lantai
20
Ibid.
21
Lihat juga https://mtsbahrululumawipari.wordpress.com
Gambar 7
KH. Busthomi Sesepuh Pesantren Bahrul Ulum Awipari
Generasi ke-3
beliau yang bernama KH. Ma’sum Suhaemi (suami dari Hj. Ojoh Mus’idah/Hj.
Idah putri Sulung KH. Busthomi). Setelah KH. Ma’sum Suhaemi wafat pada
tahun 2005 digantikan oleh KH. Abdullah Muhaemin (putra kedua KH.
Busthomi). Ia wafat pada tahun 2010 dan sekarang Pondok Pesantren Bahrul
Ulum dipimpin oleh KH. Cecep Ridwan Busthomi (putra bungsu KH. Busthomi).
Gambar 8
Presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid
Saat bersilaturrahmi dengan Keluarga Besar
Pondok Pesantren Bahrul Ulum
pengganti yang berkemampuan tinggi pada waktu ditinggal wafat oleh kyai
terdahulu.
ditinggal oleh kyai pendiri. Pertama, pesantren yang semula besar dan termashur
kemudian memudar dan bahkan hilang. Kedua, pesantren akan semakin besar dan
belajar dimulai dari tingkat dasar dan menengah yang dilakukan pada pagi, sore,
dan malam hari. Kegiatan belajar dan mengajar dipimpin langsung oleh seorang
kyai dan beberapa kyai lainnya. Adapun materi pengajarannya, antara lain, Al-
Qur’an, Hadits, Akhlak, Fiqih, Ushul Fiqih, Tauhid, Tajwid, Nahwu, Sharaf,
pembelajaran sebagia besar masih berbahasa Arab yang ditentukan oleh kyai.
sesepuhnya. Saat ini sistem kependidikan pada Pondok Pesantren Bahrul Ulum
1. Sistem Umum, dimana para santrinya merupakan anak didik yang mengikuti
program pendidikan formal (SMPI, MTs dan MAN). Untuk menampung para
22
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES,
Jakarta, 1982, hal. 61.
2. Sistem Takhossus, dimana para santrinya merupakan santri yang khusus untuk
mingguan, yaitu pengajian setiap malam Rabu dengan materi Akhlak Tasawuf,
pengajian setiap malam Kamis dengan materi Qiraat Al-Qur’an, dan pengajian
dilepaskan dari akar Nahdlatul Ulama, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa KH. Masduki pada tahun 1926 ikut mendukung KH. Ahmad Qolyubi dan
pula KH. Busthomi sebagai penerusnya aktif dalam organisasi NU, apalagi KH.
Pesantren Bahrul Ulum terhadap NU, maka nama Nahdlatul Ulama dapat dilihat
dalam beberapa bangunan di pesantren ini, seperti Aula Madrasah Pesantren dan
Awipari (Tahun 1900-1955) kaitannya dengan Satu Abad Pesantren Bahrul Ulum
Awipari Tahun 2020. Tulisan ini merupakan tulisan awal (draft) dan selanjutnya
merupakan pekerjaan rumah bagi keluarga besar Pondok Pesantren Bahrul Ulum
beserta para alumni untuk menggali kembali sejarah ini dengan ilmiah dan sesuai
di kemudian hari terdapat data-data serta fakta-fakta baru agar sejarah pesantren
Pesantren Awipari telah ada jauh sebelum tahun 1920 dengan pertimbangan hal-
bentuk amanat dari gurunya yang bernama Mbah Soleh dari Pesantren
2. Eyang Siti Khodijah binti Eyang Abdul Karim yang menjadi istri Eyang Mama
Husen lahir tahun 1284 H/1863 M. Tradisi saat itu seorang perempuan
dinikahkan pada usia 10-15 tahun. Dengan demikian bila melihat tradisi
pernikahan saat itu, asumsinya adalah Eyang Mama Husen mulai bermukim di
Eyang Mama Husen telah bermukim (menjadi guru ngaji di tajug/masjid yang
tajug/masjid itulah kemudian menjadi cikal bakal Pesantren Bahrul Ulum yang
Namun tentu saja penulisan ini belum bisa dianggap komprehensif dari
diharapkan dapat dilakukan bersama para alumni untuk untuk melacaknya dan
membuat sebuah buku yang tema besarnya adalah “SATU ABAD PONDOK
TASIKMALAYA”.
Demikian tulisan singkat dan sederhana ini semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Wallohua’lam.