0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
58 tayangan21 halaman

Askep Autis Pada Anak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 21

Makalah

Askep Pada Anak Dengan Autis

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Mini

DISUSUN OLEH :
Zakiatun Ahmad (2107201094)
Taufiq Hidayat (2107201045)

STIKes MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE

Prodi : S1 Keperawatan

2021
KATA PENGANTAR

            Dengan ini kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberinya rahmat dan hidayah Nya sehingga tugas makalah saya ini yang
berjudul “ASKEP PADA ANAK DENGAN AUTIS“ bisa terselesaikan dengan
tepat waktu.
Adapun maksud dan tujuan makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menempuh mata kuliah ‘’KEPERAWATAN ANAK’’, juga untuk
menambah wawasan kami dalam ilmu pengetahuan terutama di bidang
keperawatan.
            Penulis menyadari bahwa penyusun makalah ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak kekurangannya atau karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

                                                                                Idi Rayeuk, 27 November 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i


DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN......................................................................................3
A. Pengertian.....................................................................................................3
B. Faktor penyebab...........................................................................................4
C. Tanda dan gejala..........................................................................................7
D. Patofisiologi.................................................................................................8
E. Pemeriksaan penunjang................................................................................8
F. Penalaksanaan..............................................................................................9
G. Klasifikasi dan jenis.....................................................................................9
H. Dampak psikologis anak autis....................................................................12
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS .......................................13
A. Pengkajian..................................................................................................13
B. Diagnosa.....................................................................................................14
C. Intervensi....................................................................................................14
D. Implementasi..............................................................................................16
E. Evaluasi......................................................................................................16
BAB IV : PENUTUP............................................................................................17
A. Kesimpulan.................................................................................................17
B. Saran...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang
ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Dengan adanya
metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak
yang ditemukan terkena Autis akan semakin meningkat pesat. Jumlah
penyandang autis semakin mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini
penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara
para ahli dan dokter di dunia. Autis adalah gangguan yang dipengaruhi
oleh multifaktorial. Tetapi sejauh ini masih belum terdapat kejelasan
secara pasti mengenai penyebab dan faktor resikonya.
Dalam keadaan seperti ini, strategi pencegahan yang dilakukan
masih belum optimal. Sehingga saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya
sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi,
bukan untuk menghindari kejadian autis. Autisme pada dasarnya adalah
suatu kelainan biologis pada penyandangnya. Pada saat ini autisme
dikategorikan sebagai “biological disorder”, dalam arti bahwa autisme
bukan merupakan gangguan psikologis. Lebih spesifik dapat dikatakan
bahwa autisme adalah suatu gangguan perkembangan karena adanya
kelainan pada sistem saraf penyandangnya (neurological or brain based
development disorder).
Autisme dapat terjadi pada siapa pun, tanpa membedakan warna
kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Sampai saat
ini, penyebab GSA belum dapat ditetapkan. Negara-negara maju yang
sanggup melakukan penelitian menyatakan bahwa penyebab autisme
adalah interaksi antara faktor genetik dan mungkin berbagai paparan
negatif yang didapat dari lingkungan.

1
Kelainan ini menimbulkan gangguan, antara lain gangguan
komunikasi, interaksi sosial, serta keterbatasan aktivitas dan minat.
Autisme pada saat ini sudah dikategorikan sebagai suatu epidemik di
beberapa negara. Penanganan yang sudah tersedia di Indonesia antara lain
terapi perilaku, terapi wicara, terapi komunikasi, terapi okupasi, terapi
sensori integrasi, dan pendidikan khusus.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian autis?
2. Apa factor penyebab anak autis?
3. Apa tanda dan gejala anak autis?
4. Apa patofisiologi pada autis?
5. Apa pemeriksaan penunjang pada anak autis?
6. Apa penatalaksanaan pada anak autis?
7. Apa saja klasifikasi dan jenis-jenis autis?
8. Bagaimana karakteristik autis?
9. Bagaimana dampak psikologi sosial anak autis?
C. Tujuan
1. Dapat menjelaskan tentang anak autis
2. Mengetahui factor penyebab anak autis
3. Mengetahui Apa tanda dan gejala anak autis
4. Mengetahui patofisiologi pada autis
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada anak autis
6. Mengetahui penatalaksanaan pada anak autis
7. Mengetahui klasifikasi dan jenis-jenis autis
8. Mengetahui karakteristik autis
9. Mengetahui dampak psikologi sosial anak autis

2
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Pengertian
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang
ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam
dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autis mengacuhkan suara,
penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi
biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada
reaksi sama sekali.
Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial
(pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan
sebagainya). Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan
pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner,
Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan
pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan
berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak
biasa dan cara berkomunikasi yang aneh. Autistik adalah suatu gangguan
perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial
dan aktivitas imajinasi.
Gejala nya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan
pada autis infantil gejalanya sudah ada sejak lahir. Autis adalah gangguan
perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu
perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahunIstilah Autisme
berasal dari “autos” yang berarti “diri sendiri” dan “isme” yang berarti
“aliran”.
Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya
sendiri. Ada pula yang menyebutkan bahwa autisme adalah gangguan
perkembagan yang mencakup bidang komunnikasi, interaksi, dan perilaku.

3
gejalanya mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun.
Gangguan autistik ditandai dengan tiga gejala utama yaitu gangguan
interakasi sosial, gangguan komunikasi, dan perilaku yang stereotipik.
Di antara ketiga hal tersebut, yang paling penting diperbaiki lebih
dahulu adalah interaksi sosial. Apabila interaksi membaik, sering kali
gangguan komunikasi dan perilaku akan membaik secara otomatis.
Banyak orang tua yang mengharapkan anaknya segera bicara. Tanpa
interaksi yang baik, mengulang sesuatu yang di dengarnya. Komunikasi
juga tidak selalu identik denngan bicara. Bisa berkomunikasi non verbal
jauh lebih baik dibandingkan dengan bicara yang tidak dapat dimengerti
olehnya.
Sementara itu menurut Mudjito, autisme ialah anak yang
mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta
mengalami berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami
gangguan sesori, pola bermain, dan emosi. Penyebannya karena antar
jaringan dan fungsi otak tidak biasa-biasa saja. Survei menunjukan, anak-
anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi menengah keatas.
Ketika di kandung, asupan gizi ke ibunya tak seimbang.
Hakikatnya, anak autis memerlukan perawatan atau intervensi terapi
secara dini, terpadu, dan instensif. Dengan intervensi terapi yang sesuai,
penyandang autisme dapat mengalami perbaikan dan dapat mengatasi
perilaku autistiknya sehingga mereka dapat bergaul secara normal, tumbuh
sebagai orang dewasa yang sehat dan dapat hidup mendiri di masyarakat.
Berbagai macam terapi yang dapat menolong.
B. Faktor penyebab anak autis
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli
menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti
mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa
autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya
berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan
yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang

4
mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah
dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika
memegang peranan penting pada terjadinya autistik. Bayi kembar satu
telur akan mengalami, gangguan autistik yang mirip dengan saudara
kembar nya. Juga ditemukan beberapa anak dalam satu keluarga atau
dalam satu keluarga besar mengalami gangguan yang sama. Selain itu
pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes, jamur, nutrisi yang buruk,
perdarahan, keracunan makanan, dan sebagainya pada kehamilan dapat
menghambat pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak
bayi yang dikandung tergaggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi
dan interaksi. Penelitian terungkap juga hubungan antara
gangguanpencernaan dan gejala autistik.
Ternyata lebih dari 60 % penyandang autis ini mempunyai sistem
pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebut berupa susu sapi
(casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak tercerna dengan sempurna.
Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi asam amino
tapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek asam amino yang
seharusnya dibuang lewat urine.Ternyata pada penyandang autistik,peptida
ini diserap kembali oleh tubuh, masuk kedalam aliran darah, masuk ke
otak dan dirubah oleh reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin
dan gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat
fungsi otak terganggu.
Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif,
atensi dan perilaku. Para ahli telah melakukan riset dan menghasilakn
hipotesa mengenai kemungkinan pemicu autisme, dan digolongkan
menjadi enam faktor, yaitu :
1. Faktor genetik atau keturunan
Gen menjadi faktor kuat yang menyebabkan anak autis. Jika dalam
satu keluarga memiliki riwayat penderita autis, maka keturunan
selanjutnya memiliki peluang besar untuk menderita autis. Hal ini di

5
sebabkan karena terjadi gangguan gen yang memengaruhi
perkembangan, pertumbuhan dan pembentukan selsel otak kondisi
genetis pemicu autis ini bisa di sebabkan karena usia ibu saat
mengandung sudah tua atau usia ayah yang usdah tua. Diketahui
bahwa sperma laki - laki berusia tua cenderung mudah bermutasi dan
memicu timbulnya autisme. Selain itu ibu yang mengidap diabetes
juga di tengarai sebagai peicu autisme pada bayi.
2. Faktor Kandungan atau Pranatal
Kondisi kandungan juga dapat menyebabkan gejala autisme. Ini di
sebabkan oleh virus yang menyerang pada trimester pertama, yaitu
virus syndroma rubellaselain itu kesehatan lingkungan juga
mempengaruhi kesehatan otak janin dalam kandungan. Polusi udara
bedampak negatif pada perkembangan otak dan fisik janin sehingga
meningkatkan kemungkinan bayi lahir dengan resiko autis bahkan bayi
lahir prematur dan berat bayi kurang juga merupakan resiko terjadinya
autis.
3. Faktor kelahiran
Bayi yang lahir dengan berat renddah, prematur, dan lama dalam
kandungan ( lebih dari 9 bulan ) beresiko mengidap autisme. Selain itu
bayi yang mengalami gagal nafas (hipoksa) saat lahir juga beresiko
mengalami autis.
4. Faktor Lingkungan
Bayi yang lahir sehat belum tentu tidak mengalami autisme faktor
lingkungan (eksternal) juga dapat menyebabkan bayi menderita
autisme, seperti lingkungan yang penuh tekanan dan tidak bersih.
Lingkungan yang tidak bersih dapat menyebabkan bayi alergi melalui
ibu. Karena itu hindari paparan sumber alergi berupa asap rokok, debu,
atau makanan yang menyebabkan alergi
5. Faktor Obat
Obat untuk mengatasi rasa mual, muntah ataupun menenang yang di
konsumsi ibu hamil beresiko menyebabkan anak autis, karena itu anda

6
harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum
mengkonsumsi obat jenis apapun saat hamil.
6. Faktor Makanan
Zat kimia yang terkandung dalam makanan sangat berbahaya untuk
kandungan. Salah satunya, perstisida yang terpapar pada sayuran, di
ketahui bahwa pestisida mengganggu fungsi gen pada syaraf pusat,
menyebabkan anak autis
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dapat dilihat sejak bayi dan harus diwaspadai:
1. Usia o-6 bulan :
a. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
b. Terlalu sensitive, cepat terganggu/terusik
c. Tidak ditemukan senyum social diatas 10 minggu
d. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
e. Perkembangan motorik kasar/halus sering tampak normal
2. Usia 6-12 bulan :
a. Bayi tampak terlalu tenang
b. Terlalu sensitive
c. Sulit di gendong
d. Tidak ditemukan senyum sosial
e. Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
3. Usia 1-2 tahun :
a. Kaku bila di gendong
b. Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba,da...da)
c. Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar dan
halus
4. Usia 2-3 tahun :
a. Tidak bias bicara
b. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain (teman
sebaya)
c. Hiperaktif

7
5. Usia 3-5 tahun :
a. Sering didapatkan ekolalia (membeo)
b. Mengeluarkan suara yang aneh(nada tinggi ataupun datar)
c. Marah bila rutinitas yang seharus berubah
d. Menyakiti diri sendiri (membentur kepala)
D. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk
mengalirkan implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus
listrik (dendrite). Sel saraf terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna
kelabu (korteks). Akson di bungkus selaput bernama myelin terletak di
bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.
Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai
pembentukan akson, dendrite dan sinaps yang berlanjut sampai anak
berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurang nya struktur akson, dendrite dan sinaps. Proses
ini di pengaruhi secara genetic melalui sejumlah zat kimia yang dikenal
sebagai brai growth factor dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps
terbentuk, anak makin cerdas, pembentukan akson, dendrite dan sinaps
sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang
digunakan dalam belajar menunjukan pertambahan akson, dendrite dan
sinaps, sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukan kematian
sel, berkurang nya akson, dendrite dan sinaps. Kelaina genetis, keracunan
logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan
proses-proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormal
pertumbuhan sel saraf.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Neutrologis
2. Test neupsikologis
3. Test pendengaran

8
4. MRI (Magnetic resonance imaging)
5. EEG (Elektro encepalogram)
6. Pemeriksaan darah
7. Pemeriksaan urine.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi wicara
membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak
berbicara yang lebih baik
2. Terapi okupasi
untuk melatih motorik halus anak
3. Terapi perilaku
Anak autis seringkali merasa frustasi, teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka. Mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya
G. Klasifikasi dan jenis-jenis
1. Autis persepsi
Autis persepsi dianggap autis asli dan disebut juga autis internal
(endogenous) karena kelainan sudah timbul sebelum lahir, gejala yang
diamati, antara lain:
a. Rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat, akan
menimbulkan kecemasan.
b. Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa
ditentukan.
c. Pada kondisi begini, baru orang tua mulai peduli atas kelainan
anaknya, sambil terus menciptakan rangsangan-rangsangan yang
memperberat kebingungan anaknya, mulai berusaha mencari
pertolongan. Pada saat ini si Bapak malah sering menyalahkan Si
Ibu kurang memiliki kepekaan naluri keibuan.

9
2. Autis reaktif
Pada autis reaktif, penderita membuat gerakan-gerakan tertentu
berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala yang
dapat diamati, antara lain:
a. Autis ini biasa mulai terlihat pada anak usia lebih besar (6-7
tahun) sebelum anak memasuki tahap berpikir logis. Namun
demikian, bisa saja terjadi sejak usia minggu-minggu pertama.
b. Mempunyai sifat rapuh, mudah terkena pengaruh luar yang timbul
setelah lahir, baik karena trauma fisisk atau psikis. Tetapi bukan
disebabkan karena kehilangan ibu. Setiap kondisi, bisa saja
merupakan trauma pada anak yang berjiwa rapuh ini, sehingga
mempengaruhi perkembangan normal kemudian harinya.
3. Autis yang timbul kemudian
Kalau kelainan dikenal setelah anak agak besar tentu akan sulit
memberikan pelatihan dan pendidikan untuk mengubah perilakunya
yang sudah melekat, ditambah beberapa pengalaman baru dan
mungkin diperberat dengan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah
lahir.
a. Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal
1) Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
2) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh
orang lain yang sering disebut sebagai bahasa planet
3) Tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai
4) Meniru atau membeo , beberapa anak sangat pandai menirukan
nyanyian , nada , maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya.
5) Kadang bicara monoton seperti robot
6) Mimik muka datar
7) Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya
akan bereaksi dengan cepat
b. Gangguan pada bidang interaksi social
1) Menolak untuk bertatap muka

10
2) Anak mengalami ketulian
3) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
4) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang
5) Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang
terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu
untuknya
6) Bila didekati untuk bermain justru menjauh
7) Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
8) Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau
duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa
memperlihatkan mimik apapun
9) Enggan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya
dibandingkan terhadap orang tuanya
c. Gangguan pada bidang perilaku dan bermain
1) Tidak mengerti cara bermain
2) Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain
3) Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobil-mobilan
terus menerus untuk waktu lama)atau sesuatu yang berputar
4) Terdapat kelekatan dengan benda-benda tertentu, seperti
sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan
dibawa kemana- mana
5) Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang
berputar
6) Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal tidak dapat diam,
lari kesana sini
d. Gangguan pada bidang perasaan dan emosi
1) Kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak
merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang
sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya
2) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab
yang nyata

11
3) Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum), terutama
bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat
menjadi agresif
e. Gangguan dalam persepsi sensoris
1) Mencium-cium, menggigit, atau menjilat mainan atau benda
apa saja
2) Bila mendengar suara keras langsung menutup mata
3) Tidak menyukai rabaan dan pelukan, bila digendong cenderung
merosot untuk melepaskan diri dari pelukan
H. Dampak Psikologi Anak Autis
1. Dampak psikologis bagi orang tua
Tidak mudah bagi orang tua untuk menerima kenyataan bahwa
anaknya mengalami kelainan. Hilangnya impian, harapan,
kebingungan, kekhawatiran atas masa depan anak, biaya financial yang
harus dikeluarkan, dan kerepotan-kerepotan lainnya merupakan beban
berat yang harus dihadapi orang tua. Semua hal tersebut sangat
berpotensi menjadi stressor dalam kehidupan dan preses interaksi
dengan anak.
2. Dampak psikologis bagi anggota keluarga
Pertama dampak psikologis terhadap sang kakak pada awal
kelahirannya hal ini belum menjadi masalah. Permasalahan muncul
setelah sekian lama sang kakak menyadari bahwa dengan hadir si adik
perhatian ayah, ibu dan anggota keluarga yang lain tercurah kepada si
adik. Bahkan kecemburuannya ditambah lagi dengan perasaan kesal,
menyaksikan semua perhatian orang tua tercurah kepada adiknya yang
autisme
3. Dampak psikologis bagi lingkungan masyarakat
Umumnya anggota masyarakat belum bisa menerima penyandang autis
dalam kelompok sosialnya. Orang tua anak normal sering melarang
anaknya bergaul dengan anak autis.

12
BAB III
Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak Autis

A. Pengkajian
1. Identitas
Klien Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya,
termasuk resiko terjadinya autis. Gangguan persalinan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali
pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE
rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan,
letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak
yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya,
menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak
mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang
menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk
hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan
khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat
tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik,
secara fisik terlalu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita
autisme.

13
3. Psikososial
a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya
d. Perilaku menstimulasi diri
e. Pola tidur tidak teratur
f. Permainan stereotip
g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
h. Tantrum yang sering
i. Peka terhadap suara-suara yang lembut
j. Kemampuan bertutur kata menurun
k. Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
4. Neurologis
a. Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
b. Refleks mengisap buruk
c. Tidak mampu menangis ketika lapar
5. Gastrointestinal
a. Penurunan nafsu makan
b. Penurunan berat badan
B. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul
1. Hambatan komunikasi berhubungan
2. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain
3. Resiko perubahan peran orang tua
C. Intervensi
1. Diagnosa I : Hambatan komunikasi
Hasil yang diharapkan :
Anak berkomunikasi tentang kebutuhannya dengan menggunakan
kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.

14
Intervensi :
a. Bicaralah dengan kalimat singkat yang terdiri atas satu hingga tiga
kata, dan ulangi perintah sesuai yang diperlukan
b. Minta anak untuk melihat kepada anda ketika anda berbicara dan
pantau bahasa tubuhnya dengan cermat.
c. Gunakan irama, musik, dan gerakan tubuh untuk membantu
perkembangan komunikasi sampai anak dapat memahami bahasa
d. Bantu anak mengenali hubungan antara sebab dan akibat dengan
cara menyebutkan perasaannya yang khusus dan mengidentifikasi
penyebab stimulus bagi mereka
2. Diagnosa II : Resiko membahayakan diri sendiri atau orang
Hasil yang diharapkan :
Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan
kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh
frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta
peningkatan kemampuan mengatasi frustasi
Intervensi :
a. Sediakan lingkungan kondusif dan sebanyak mungkin rutinitas
sepanjang periode
b. Dekati anak dengan sikap lembut, bersahabat dan jelaskan apa
yang anda akan lakukan dengan kalimat yang jelas
c. Gunakan restrain fisik selama prosedur jika membutuhkannya,
untuk memastikan keamanan anak dan untuk mengalihkan amarah
d. Gunakan teknik modifikasi perilaku yang tepat untuk menghargai
perilaku positif dan menghukum perilaku yang negatif
3. Diagnosa III : Resiko perubahan peran orang tua
Hasil yang diharapkan :
Orang tua mendemontrasikan keterampilan menjadi orang tua yang
tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang
kondisi anak dan mencari nasihat serta bantuan

15
Intervensi :
a. Anjurkan orang tua untuk mengekpresikan perasaan dan
kekhawatiran mereka
b. Anjurkan orang tua ke komunitas pendukung autis setempat dan
kesekolah khusus jika diperlukan
c. Anjurkan orang tua untuk mengikuti konseling bila ada
D. Implementasi
Setelah rencana disusun, selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang
nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat
khusus agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu
yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung
melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang
dipercaya
E. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan
yang dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk
mengetahui sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat
juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan
belum tercapai dalam proses keperawatan

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak
yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis
adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun
(Devision, 2006).
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini
adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut
Kurniasih (2002) diantaranya yaitu : Faktor Genetik, Faktor Cacat
(kelainan pada bayi), Faktor Kelahiran dan Persalinan
B. Saran
Besar harapan kelompok agar makalah ini dapat dijadikan salah
satu panduan memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan autisme

17
DAFTAR PUSTAKA

Azwandi, yosfan. 2005. Mengenal Dan Membantu Penyandang Autisme. Jakarta.


Direktorat jendral pendidikan tinggi.

Mansjoer, Aris, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta


Diposkan oleh Ns. Weddy Martin, S. Kep di 23.10

Yatim, Faisal. 2003. Austisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak- anak. Jakarta:

18

Anda mungkin juga menyukai