LP CKB

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS CEDERA KEPALA

OLEH :

KOMANG MEGA ADI PRATIWI

NIM. 219012682

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASEIN DENGAN CIDERA KEPALA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

a. DEFINISI

Cidera kepala dapat didefinisikan sebagai perubahan fungsi yang terkait


dengan pukulan pada kepala (David, A, 2016). Cidera kepala dapat diartikan jejas
atau trauma yang terjadi pada kepala yang dikarenakan suatu sebab mekanik
maupun non mekanik (Wahyudi, 2015).
Cidera kepala merupakan suatu gangguan traumatic yang disebabkan oleh
adanya pukulan tau benturan mendadak pada kepala sehingga terjadi gangguan dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa pendarahan dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Febriyanti, dkk 2017).
Sedangkan menurut Muslita (2010) cidera kepala adalah perubahan percepatan
baik peningkatan ataupun penurunan kecepatan dan terjadinya notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan jiga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan.
Jadi dapat disimpulkan cidera kepala merupakan suatu kondisi atau gangguan
traumatic yang terjadi karena adanya benturan secara mendadak yang dapat
menyebabkan perubahan fungsi mental atau fungsi yang terkait dengan pukulan
tersebut.
b. TANDA DAN GEJALA
Menurut ENA 2013; David, A (2016) ; Abdul Hafid (2014), tanda dan gejala
yang muncul pada pasien yang mengalami cidera kepala berdasarkan lokasi atau
bagian kepala yang terena yaitu sebagai berikut :
a) Trauma kulit kepala
- Adanya trauma terbuka pada kulit kepala
- Pendarahan

b) Trauma tengkorak

- Perubahan kontinuitas tengkorak

- Nyeri kepala

c) Trauma otak

- Penurunan kesadaran

- Respon verbal yang melambat

- Bungung atau gelisah

- Mata berkunang-kunang

- Mual dan muntah

d) Anterior fissa fracture

- Racoon eyes

Yaitu adanya ekomosis bilateral didaerah periorbital timbul


akibat dari trauma jaringan lunak muka

e) Middle fossa frakture

- Battle sign

Merupakan kehitaman dibelakang telinga

- Hematimpanum

Adanya perdarahan pada gendang telinga yang disebabkan


oleh fraktur didekat membrane timpani
- Ortorrhea
Keluarnya cairan otak melalui telinga
Head injuri ini mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial yang
merupakan kondisi dimana berbahaya dan harus segera ditangani. Ciri-ciri
peningkatan intra kranial adalah terjadi nyeri kepala yang hebat, muntah proyektif,
hipertensi bradikardi, pupil isokor, penurunan kesadaran, Adapun tanda gejala
lainnya yaitu hemiparesis, dipsnea atau ortopnea, frekuensi napas meningkat, napas
cepat, nadi lemah, keluar darah dari hidung/telinga, racoon eyes atau battle sign.
c. KLASIFIKASI
Menurut Janich, et all (2016): Nurarif & Kusuma (2015), cidera kepala
diklasifikasikan beberapa bagian yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan patologi
- Cidera kepala primer
Yaitu terjadi karena cidera awal yang menyebabkan gangguan inegritas fisik
dan luka langsung pada parenkim otak.
- Cidera kepala sekunder
Yaitu cidera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang tidak
terkendali dalam peningkatan tekanan intra kranianya.
b. Berdasarkan jenis cidera
- Cidera kepala terbuka, dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi diameter, trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak.
- Cidera kepala tertutup, dapat disamakan pada apsien dengan geger otak ringan
cidera serebral yang luas.
c. Berdasarakan berat ringannya

Klasifikasi GCS Kehilangan Post traumatic

kesadaran amnesia
Ringan 13-15 0-30 menit < 1 hari
sedang 9-12 30 menit-24 jam 1-7 hari
Berat 3-8 >24 jam > 7 hari
d. PATOFISIOLOGI
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsukeunsi patofisiologis dari suatu gejala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,
seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang
terjadi bila posisi badan diubah secara kasar atau cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang
terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena
mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita
lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa
mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer yang terjadi pada
waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi
alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma
saat lahir yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan
sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan merupakan fenomena metabolik
sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tidak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena
beberapa hal diantaranya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya
laserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa pendarahan karena mengenai pembuluh
darah. Karena pendarahan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler,
serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkam peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan
terjadi pendarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,
pendarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan
syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas (Corwin, 2012).
e. PATHWAY (Terlampir)
f. KOMPLIKASI
Komplikasi bisa terjadi karena penurunan pada kondisi klien yang
mengakibatkan dari peluasan hematoma intra kranial edema serebrak progresif dan
herniasi. Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :
a. Edema pulmonal
Penyebabnya yaitu berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress
pernapasan dewasa.
b. Peningkatan TIK
Tekanan intra kranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15mmHg

c. Deficit neurologic dan psikologik

Pasien cidera kepala dapat mengalami paralysis saraf local seperti anosmia (tidak
dapat mencium bau-bauan atau abnormalitas Gerakan mata dan deficit neurologic
seperti apasia, defek memori dan kejang post traumatik atau epilepcy
d. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur yang menyebabkan cairan serebrospinalis akan keluar.
g. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu:

a. CT-scan

Mengidentifikasi adanya sel, hemorogi yang menentukan ukuran ventrikel


pergeseran cairan otak
b. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI dengan CT-scan sama atau tanpa kontras
c. Angiograpi Serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti penggeseran jaringan otak


akibat edema, perdarahan dan trauma.
d. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur pergeseran strukturdan
garis tengah)
e. Fungsi Lumbal
Mendeteksi adanya perdarahan subaractinoid

h. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
Penanganan kasus cedera kepala secara umum dapat mengikuti alur berikut:

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik atau neurologis

Pemeriksaan penunjang (Scheldel x-ray, CT-Scan, LAB)

Diagnosis morfologis (EDH/SDH/ICH/dsb)

Penanganan

Operatif atau non operatif


a) Penanganan cedera kepala ringan (GCS 13-15)
a. riwayat:
- Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan
- Mekanisme cedera
- Waktu cedera
- Tidak sadar setelah cedera
- Tingkat kewaspadaan
- Anamnesia: retrograde, antegrade
- Sakit kepala: ringan, sedang, berat
b. Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik
c. Pemeriksaan neurologis terbatas
d. Pemeriksaan rontgen vertebra servikaldan lainnya sesuai indikasi
e. Pemeriksaan kadar alcohol darah dan zat toksin dalam urin
f. Pemeriksaan CT- Scan kepala merupakan isdikasi bila memenuhikriteria
kecurigaan perlunya Tindakan bedah saraf sangat tinggi.

g. Observasi atau dirawat di RS


CT-Scan abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, kesadaran
menurun, nyeri kepala sedang-berat, intoksikasi alcohol/ obat- obatan, fraktur
tulang, kebocoran likuor: Rhinorea-otorea, cedera penyerta yang bermakna,
GCS<15, deficit neurologis fokal

Dipulangkan dari RS
Tidak memenuhi kriteria rawat, diskusikan kemabli ke rumah sakit bila
memburuk dan berikan kerta obervasi, jadwalkan untuk control ulang. Indikasi CT-
Scan Kepala pada cedera kepala ringan
- Nilai GCS kurang dari 15 pada 2 jam setelah cedera
- Dicurigai adanya fraktur kalvaria
- Adanya dasar-dasar fraktur tengkorak
- Muntah lebih dari 2 episode
- Usia lebih dari 65 tahun
- Amnesia lebih dari 30 menit
- Kejang
- Cedera tembus tengkorak
- Adanya deficit neurologis
- Mekanisme cedera yang berat

b) Penanganan cedera kepala sedang (GCS 9-12)


a. Pemeriksaan inisial
- Scan dengan pasien cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah
sederhana
- Pemeriksaan CT-Scan kepala pada semua kasus cedera kepala
b. Setelah dirawat inap
- Lakukan pemeriksaan neurologis periodic
- Lakukan pemeriksaan CT Scan ulang bila kondisi pasien memburuk dan bila
pasien akan dipulangkan
- Bila kondisi membaik (90%) pulang bila memungkinkan, kontrrol di poli
klinik
- Bila kondisi menburuk (10%) bila pasien tidak mampu melakukan perintah
sderhana lagi, segera lakukan pemeriksaan CT Scan ulang dan penatalaksanaan
selanjutnya sesuai protocol kepaka berat
c. Penanganan cedera kepala berat (GCS 3-8)
Definisi: pasiem tidak mampu melakukan perintah sederhana kerena keadaran yang
menurun
Pemeriksaan survey dan resusitasi

- ABCDE
- Primary Survey dan Resusitasi
- Secondary survey dan riwayat SAMPLE
- Rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas bedah saraf
- Reevaluasi neurologis: GCS
- Respon buka mata (eye)
- Respon motoric
- Respon verbal
- Reflek cahaya pupil
- Obat- obatan (diberikan setelah konsultasi dengan bedah saraf)
- Mannitol
- Hiperventilasi sedang (PCO2 < 35 mmHg)
- Antikonvulsan
- CT-Scan

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. PENGKAJIAN KEPERAWARAN GAWAT DARURAT

a. Pengkajian Primer (ABCDE)

a) Airway dan cervical control

Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway, meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan napas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mendibula atau maksila, fraktur larink atau trachea. Dalam hal ini dapat
dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan
napas harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
dari leher.
b) Breathing dan ventilation
Jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernapas mutlak untuk pertukaran gas oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik melitputi: fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma.
c) Circulation dan hemorrhage control

a. Volume darah fan curang jantung

Kaji perdarahan klien, suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebebkan oleh
hi[ovolemia. Tiga observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadraan warna kulit, dan nadi.
b. Control perdarahan
d) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesdaran, ukuran da reaksi pupil
e) Exposure dan Enviroment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk memeriksa jejas
b. Pengkajian Sekunder
a. Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berta badan, tinggi badan,
Pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, anggota keluarga, agama
b. Riwayat kesehtaan : waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian
c. Aktivitas/ istirahat:
Gejala : merasa Lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, latergi, hemiparase, puandreplegia, ataksia, cara
berjalan tidak tegang.
d. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi

e. Integritas ego

Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian

Tanda : cemas, mudah tersinggung, angitas, bingung, depresi, dan impulsive.


f. Makan/ cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera Tanda : muntah gangguan
menelan
g. Eliminasi
Gejala : inkontinensia, kandung kemih ata usus mengalami gangguan fungsi.
h. Neurosensory
Gejala : kehilangan keadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkupe, kehilangan
pendengaran, gangguan pengecapan, dan penciuman, perubahan penglihatan seperti
ketajaman.
Tanda : perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
i. Nyeri/ ketidaknyamanan Gejala : sakit kepala
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri hebat, gelisah,
tidak bisa istirahat, merintih.
j. Pernapasan
Tanda : perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi nafas
berbunyi)
k. Keamanan
Gejala : trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : fraktru/ dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang,kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh.
l. Interaksi social
Tanda : apasia motoric atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang- ulang,
disartria
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik (terutama kepala dan leher)

- Kepala : hematoma, laserasi, penumpukan cairan, depresi tulang


- Fraktur tengkorak : adakah atorea, hemotympanum, rinorea, racoon eyes, battle sign.
- Leher : adakah deformitas, kekakuan atau nyeri
- Jejas trauma dinagian tubuh lain : dada, abdomen, ekstremitas.
- Status mental : sadar penuh, orientasi, confusion/ bingung, gaduh/ gelisah, tidak
responsive
- Saraf Kranial :
- Reflek pupil (N. II, N. III), Dolis eyes respon (N. III, N. IV, N. VI), respons
okulometer kalorik (N. III, N.IV, N. VI, N.V.III), reflek kornea dan seringai
wajah (N.V, N. VII), reflek muntah (N.IX, N.X)
- Pemeriksaan sensorimotor A
- Pemeriksaan reflek fisiologis, patologis, klonus.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan napas


2. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera kepala)
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma)
4. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala
5. Resiko infeksi b.d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala
6. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan saraf motorik

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Bersihan jalan napas SLKI : Bersihan Jalan Napas SIKI: Manajemen Jalan
Setelah dilakukan asuhan Napas
tidak efektif b.d
keperawatan selama…. x ... jam 1. Monitor jalan napas
spasme jalan nafas diharapkan bersihan jalan napas
2. Monitor pola napas
meningkat, dengan kriteria
hasil: 3. Monitor bunyi napas
1. Produksi sputum menurun
4. Posisikan semi-fowler
2. Mengi menurun
3. Wheezing menurun atau fowler
4. Dispnea menurun
5. Berikan oksigen, jika
perlu
6. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
Pola nafas tidak SLKI : Pola Napas SIKI : Manajemen Jalan
Setelah dilakukan asuhan Napas
efektif b.d gangguan
keperawatan selama…. x ... jam 1. Monitor jalan napas
neurologis (cedera diharapkan pola napas
membaik, dengan kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
kepala)
1. Dispnea menurun 3. Monitor bunyi napas
2. Penggunaan otot bantu
napas menurun 4. Posisikan semi-fowler
3. Pemanjangan fase ekspirasi
atau fowler
menurun
4. Frekuensi napas membaik 5. Berikan oksigen, jika
5. Kedalaman napas membaik
perlu
6. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
Nyeri akut b.d agen SLKI : Tingkat Nyeri SIKI : Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan asuhan
pencedera fisik 1. Identifikasi lokasi,
keperawatan selama…. x ... jam
(trauma) diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
menurun , dengan kriteria hasil:
frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun intensitas nyeri
3. Sikap protektif menurun
2. Identifikasi skala nyeri
4. Gelisah menurun
5. Frekuensi nadi membaik 3. Identifikasi nyeri
nonverbal
4. Berikan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(misal: akupresure atau
terapi musik)
5. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (misal: suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
6. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
7. Jelaskan penyebab
periode dan pemicu
nyeri
8. Kolaborasi pemberian
analgetik
Resiko perfusi SLKI : Perfusi Serebral SIKI : Manajemen
Setelah dilakukan asuhan
serebral tidak efektif Peningkatan Tekanan
keperawatan selama…. x ... jam
b.d cedera kepala diharapkan perfusu serebral Intrakranial
meningkat , dengan kriteria
1. Identifikasi penyebab
hasil:
1. Tingkat kesadaran peningkatan TIK
meningkat
2. Monitor tanda dan
2. Tekanan intra kranial
menurun gejala peningkatan
3. Sakit kepala menurun
TIK
4. Gelisah menurun
5. Nilai rata-rata tekanan 3. Monitor MAP
darah membaik
4. Monitor CVP
6. Kesadaran membaik
5. Monitor ICP
6. Monitor CPP
7. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang
8. Berikan posisi semi
fowler
9. Cegah terjadinya
kejang
10. Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
11. Kolaborasi pemberian
diuretic osmoasis, jika
perlu

Resiko infeksi b.d SLKI : Tingkat Infeksi SIKI : Pencegahan


jaringan trauma, Setelah dilakukan asuhan Infeksi
keperawatan selama…. x ... jam 1. Monitor tanda dan
kerusakan kulit
diharapkan tingkat infeksi
gejala infeksi
kepala menurun , dengan kriteria hasil:
1. Demam menurun 2. Berikan perawatan
2. Kemerahan menurun
kulit pada area edema
3. Nyeri menurun
4. Bengkak menurun 3. Cuci tangan sebelum
5. Kadar sel darah putih
dan sesudah kontak
membaik
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
5. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
Gangguan mobilitas SLKI : Mobilitas Fisik SIKI : Dukungan
Setelah dilakukan asuhan
fisik b.d kerusakan Mobilisasi
keperawatan selama…. x ... jam
saraf motorik diharapkan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya
meningkat, dengan kriteria
nyeri atau keluhan fisik
hasil:
1. Pergerakan ekstermitas lainnya
meningkat
2. Identifikasi toleransi
2. Kekuatan otot meningkat
3. Rentang gerak (ROM) fisik melakukan
meningkat
pergerakan
3. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu misal: pagar
tempat tidur
4. Fasilitasi melakukan
pergerakan
5. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
6. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan duduk
ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur
ke kursi)

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pelayanan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik tahap ini dimulai setelah intervensi disusun, untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan, oleh karena itu rencana tindakan spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi factor- factor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam,
2009)
E. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi terdiri dari evaluasi proses (promotif) dan evaluasi hasil (sumatif). evaluasi
proses adalah evaluasi yang dilakukam setiap selesai Tindakan, berorientasi pada
masalah keperawatan menjelaskan keberhasilan dan rekapitulasi status Kesehatan klien.
Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan setelah akhir Tindakan
keperawatan.
PATHWAT (Lampiran)

Etiologi Cedera Kepala


(Kecelakaan lalu lintas, trauma saat olahraga, kecelakaan kerja, terjatuh, kejatuhan benda, pukulan
pada pekala, dan luka tembak)
Cedera kepala

Ekstra kranial Tulang kranial intracranial

Terputusnya
Resiko pendarahan Terputusnya Jaringan otak rusak
kontinuitas jaringan kontinuitas (kontasiolaseras)
kulit, otot, dan jaringan tulang
vaskuler

-perdarahan Gangguan suplai Resiko Infeksi Nyeri Akut


-hematoma -Perubahan autoregulasi
darah -oedema serebral

Perubahan Iskemia
sirkulasi GCS Obstruksi jalan napas
Kesusakan memori
(dispnea)
Hipoksia
Peningkatan TIK
Resiko ketidakefektifan perfusi
-bersihan jalan napas
serebral
-henti napas
Tanda -tanda &
-perubahan pola napas
Gangguan kesadaran TIK (mual,
Pola napas tidak
muntah, pupil,
efektif
oedema)
Bersihan jalan napas tidak efektif
-resiko cedera
-imobilisasi
-ansietas Hambatan mobilitas
fisik
DAFTAR PUSTAKA

Corwin,E.J.2012. Handbook of Phatophysiology. Alih Bahasa : Pendit, B.U. Jakarta : EGC


Herdman, T.Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10. Jakarta : EGC
Hernata,I. 2013. Ilmu Kedokteran Lengkap Tentang Neurologis. Yogyakarta : D-Medika
Kemenkes RI.2013. Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta : Balitbang Kemenkes RI
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Price, S. A & Wilson, L.M. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit, 6 ed vol.
Alih Bahasa : Pendit BU, et al Editor : Hartanto, H, et al. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Defenisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Defenisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luar Keperawatan Indonesia, Defenisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai