Makalah IIP
Makalah IIP
Makalah IIP
BARAT
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan
Disusun oleh:
Kelas: PBSI/6C
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, d
an inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Rumpun Ilmu Pengetahuan Alam dalam Perspektif Islam dan Barat”. Makalah ini telah pen
ulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat me
mperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih ke
pada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah yang telah
dibuat ini. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah
yang lebih baik pada pembuatan makalah selanjutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Ilmu Alam............................................................................................... 3
B. Jenis Rumpun Ilmu Alam.................................................................................... 6
C. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam......................................................................... 6
D. Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan Alam........................................................................ 9
E. Tokoh Ilmu Pengetahuan Alam........................................................................... 12
F. Ilmu Pengetahuan Alam dalam Perspektif Islam dan Barat................................ 16
ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan peradaban umat Islam dalam ilmu pengetahuan dapat dilihat
pada era dinasti Abbasiyah maupun pada abad pertengahan, ketika umat Islam tidak
hanya tampil sebagai komunitas ritual namun juga sebagai komunitas intelektual.
Secara historis umat Islam mengalami kemajuan dengan penguasaan ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidang disiplin ilmu saat itu. Dapat dikatakan bahwa
majunya sebuah peradaban adalah karena majunya ilmu pengetahuan di kalangan
umat manusia. Begitu juga sebaliknya kemunduran suatu peradaban selalu diawali
dengan memudarnya budaya ilmu dalam masyarakat di suatu negeri.
Memadukan Islam dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah satu pemikiran
yang didasarkan pada asumsi bahwa pengembangan IPA dalam konteks ke-Islam-an
merupakan suatu keharusan bagi kelanjutan peradaban umat manusia yang harmonis
di masa depan. Mengembangkan IPA secara sepihak, dalam artian terbebas dari nilai-
nilai ke-Islam-an, akan menimbulkan berbagai masalah atau bencana. Ilmu
pengetahuan dari peradaban Barat tidak dapat dipungkiri juga turut serta dalam
memajukan kehidupan masyarakat modern dengan berbagai kelebihannya, namun di
sisi lain ia juga dianggap turut “merusak” tatanan ilmu yang berlaku. Titik awal
perkembangan ilmu pengetahuan di Barat adalah berangkat dari keraguan atau yang
dikenal dengan faham skeptisisme.
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
1. Mahasiswa/i dapat mengetahui sejarah ilmu alam.
2. Mahasiswa/i dapat mengetahui jenis rumpun ilmu alam.
3. Mahasiswa/i dapat mengetahui hakikat ilmu pengetahuan alam.
4. Mahasiswa/i dapat menyebutkan ciri-ciri ilmu pengetahuan ilmiah.
5. Mahasiswa/i dapat mengetahui siapa saja Tokoh Ilmu Pengetahuan Alam.
6. Mahasiswa/i dapat mengetahui rumpun ilmu pengetahuan alam dalam perspektif
Islam dan Barat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dan filosofis pra Islam seperti teori atom Demoeritus di Yunani, yang dinilai oleh
para sarjana dan pemikir Muslim sebagai sains kontemporer yang bersentuhan
dengan mereka dianggap bersesuaian dengan prinsip tauhid dan perspektif Islam.
Ini berlaku khususnya pada sains Aristotelian, arus utama pemikiran Yunani yang
memasuki ruang kultural peradaban Islam yang baru terbentuk.
2. Tidak ada tandingan bagi sains-sains mereka, mereka sadar bahwa mereka adalah
para pemuka intelektual dan penghasil sains kontemporer.
Berdasarkan dua hal tersebut, secara praktis, sains kontemporer yang Islami
maupun tidak adalah milik mereka sendiri. Sehingga ide tentang sains tak Islami yang
menyuguhkan tantangan intelektual pada upaya ilmiah mereka tidak muncul sama sekali.
Tiga faktor utama pencarian model-model baru terkait masalah sains, yaitu :
Pertama, adanya kemajuan-kemajuan besar di ujung-ujung batas penelitian sains, seperti
dalam fisika sub atomic, telah membuat usang pandangan dunia Cartesian dan
mekanistik yang sejak abad ke-17 telah memberikan sains asumsi-asumsi
fundamentalnya tentang realitas dunia fisik. Kedua, krisis ekologi kontemporer telah
membawa perhatian utama pada persoalan tentang hubungan keseluruhan antar manusia
dengan alam serta isu- isu teknologi yang tepat. Ketiga, disiplin sejarah sains telah
memampukan manusia Barat untuk memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang
ilmu alam dan pengetahuan teknis yang dikembangkan oleh peradaban lain sebelum
periode modern, yang tidak dapat direduksi begitu saja sebagai antisipasi terhadap sains
modern.
Sesungguhnya yang menjadi perhatian utama dari gagasan sains Islam terkait erat
dengan masalah filosofi dasar sains yang berkembang dan di akui dewasa ini termasuk
pradigma dan metodologi sains yang berkembang di dunia modern yang lebih banyak
dipengaruhi oleh paradigma pemikiran filsafat Barat modern yang sekuler. Sebagai
implikasinya terjadi bisa epistemology dan aksiologi yang dalam, antara sains dengan
paradigma moral yang dikembangkan dalam agama Islam. Dalam tataran praktis sains
yang dikembangkan menjadi kering dari sentuhan religious, akibatnya kondisi ini
menimpa berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang selama ini dipelajari oleh umat Islam.
4
Oleh karena itu, gagasan Islamisasi sains kemudian muncul dengan segala
konsekuensinya dan reaksi pro-kontra terhadap trobosan pembaharuan pemikiran
tersebut.
5
pernyataan tentang benda-benda yang benar- benar ada, atau peristiwa-peristiwa
yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara obyektif.
Hukum-hukum alam adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima meskipun juga
bersifat tentatif (sementara) tetapi karena mengalami pengujian-pengujian yang lebih
keras daripada prinsip, maka hukum alam bersifat lebih kekal. Contoh: hukum
kekekalan energi menyatakan bahwa dalam suatu interaksi tidak ada energi yang
diciptakan atau dimusnahkan, tetapi hanya berubah dari suatu bentuk ke bentuk lain.
Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta, konsep dan prinsip.
Teori merupakan model atau gambaran yang dibuat oleh ilmuwan untuk
menjelaskan gejala alam. Contoh: teori quantum yang menggambarkan electron
seperti awan bermuatan negatif melingkupi inti atom.
6
2) Mengklasifikasi atau menggolongkan adalah keterampilan untuk melihat
persamaan dan perbedaan suatu obyek sehingga dengan dasar tersebut obyek
dapat dikelompokkan atau dipisahkan dari yang lain.
3) Menyimpulkan merupakan kemampuan untuk menyatakan hasil penilaian
atas suatu obyek atau kejadian.
4) Menginferensi atau memprediksi merupakan kemampuan untuk membuat
ramalan tentang kejadian yang akan datang berdasarkan hasil observasi,
konsep atau prinsip yang diketahui.
5) Mengukur adalah keterampilan untuk menentukan kuantitas suatu obyek
dengan membandingkan atau menggunakan alat ukur yang sesuai.
6) Dan sebagainya.
7
mulai dari persepsi sehari-hari/ bahasa sehari-hari, observasi/konsep ilmiah,
hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.
Ciri-ciri yang sistematis dari ilmu pengetahuan ilmiah tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
a) Persepsi Sehari-hari (Bahasa Sehari-hari).
Dari persepsi sehari-hari terhadap fenomena atau fakta yang biasanya
disampaikan dalam bahasa sehari-hari diobservasi agar dihasilkan makna.
Dari observasi ini akan dihasilkan konsep ilmiah.
b) Observasi (Konsep Ilmiah).
Untuk memperoleh konsep ilmiah atau menyusun konsep ilmiah perlu
ada definisi. Dalam menyusun definisi perlu diperhatikan bahwa dalam
definisi tidak boleh terdapat kata yang didefinisikan. Terdapat 2 (dua)
jenis definisi, yaitu: definisi sejati dan definisi nir-sejati.
1) Definisi sejati dapat diklasifikasikan dalam:
- Definisi Leksikal. Definisi ini dapat ditemukan dalam kamus,
yang biasanya bersifat deskriptif.
- Definisi Stipulatif. Definisi ini disusun berkaitan dengan tujuan
tertentu. Dengan demikian tidak dapat dinyatakan apakah definisi
tersebut benar atau salah. Benar atau salah tidak menjadi masalah,
- Definisi Operasional. Definisi ini biasanya berkaitan dengan
pengukuran (assessment) yang banyak dipergunakan oleh ilmu
pengetahuan ilmiah. Definisi ini memiliki kekurangan karena
seringkali apa yang didefinisikan terdapat atau disebut dalam
definisi, sehingga terjadi pengulangan.
- Definisi Teoritis. Definisi ini menjelaskan sesuatu fakta atau
fenomena atau istilah berdasarkan teori tertentu.
2) Definisi nir-sejati dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
- Definisi Ostensif. Definisi ini menjelaskan sesuatu dengan
menunjuk barangnya. Contoh: Ini gunting.
- Definisi Persuasif. Definisi yang mengandung pada anjuran
(persuasif). Dalam definisi ini terkandung anjuran agar orang
8
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contoh: “Membunuh
adalah tindakan menghabisi nyawa secara tidak terpuji”. Dalam
definisi tersebut secara implisit terkandung anjuran agar orang
tidak membunuh, karena tidak baik (berdosa menurut Agama
apapun).
c) Hipotesis
Dari konsep ilmiah yang merupakan pernyataan- pernyataan yang
mengandung informasi, 2 (dua) pernyataan digabung menjadi proposisi.
Proposisi yang perlu diuji kebenarannya disebut hipotesis.
d) Hukum
Hipotesis yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau hukum.
e) Teori
Keseluruhan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak bertentangan
satu sama lain serta dapat menjelaskan fenomena disebut teori.
2. Dapat Dipertanggungjawabkan
Ilmu pengetahuan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan melalui 3 (tiga)
macam sistem, yaitu:
a) Sistem Axiomatis
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu fenomena atau
gejala sehari-hari mulai dari kaidah atau rumus umum menuju rumus
khusus atau konkret. Atau mulai teori umum menuju fenomena/gejala
konkret. Cara ini disebut deduktif-nomologis. Umumnya yang
menggunakan metode ini adalah ilmu-ilmu formal, misalnya
matematika.
b) Sistem Empiris
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu teori mulai dari
gejala/ fenomena khusus menuju rumus umum atau teori. Jadi bersifat
induktif dan untuk menghasilkan rumus umum digunakan alat bantu
statistik. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu
pengetahuan alam dan sosial.
9
c) Sistem Semantik/Linguistik
Dalam sistem ini kebenaran didapatkan dengan cara menyusun
proposisi-proposisi secara ketat. Umumnya yang menggunakan metode
ini adalah ilmu bahasa (linguistik).
10
2. Al-Farabi
Gagasan tentang kesatuan dan hierarki ilmu yang muncul sebagai hasil
penyelidikkan tradisional terhadap epistemologi serta merupakan basis bagi
penyelidikkan hidup subur dan mendapat tempatnya. Gagasan kesatuan dan
hierarki ilmu ini, menurut Al-Farabi, berakar pada sifat hal- hal atau benda-
benda. Ilmu merupakan satu kesatuan karena sumber utamanya hanya satu,
yakni intelek Tuhan. Tak peduli dari saluran mana saja, manusia pencari ilmu
pengetahuan mendapatkan ilmu itu. Dengan demikian, gagasan integrasi
keilmuan Al-Farabi dilakukan atas dasar wahyu Islam dari ajaran-ajaran Al-
Quran dan Hadist.
Integrasi keilmuan Al-Farabi dimanifestasikan dalam hierarki keilmuan
yang dibuatnya. Ia menyebutt tiga kriteria dalam penyusunan hierarki ilmu.
Pertama, berdasarkan kemuliaan subjek ilmu. Dari sini, Al- Farabi memandang
bahwa astronomi memenuhi kriteria materi subjek yang mulia karena dengan
benda-benda yang paling sempurna, yaitu benda-benda langit atau benda-benda
angkasa; Kedua, kedalaman bukti-bukti yang didasarkan atas pandangan tentang
sistematika pernyataan derajat kejelasan dan keyakinan. Menurut kriteria ini,
metode penemuan dan pembuktiaan kebenaran beberapa ilmu lebih sempurna
dan lebih hebat ketimbang ilmu-ilmu lainnya; Ketiga, berdasarkan besarnya
manfaat suatu ilmu. Kriteria ketiga ini berkaitan langsung dengan masalah
hukum etika.
3. Al-Kindi
Abu Yusuf bin Ishaq dan terkenal dengan sebutan ‘Filosof Arab”
Keturunan arab asli. Al=Kindi bukan hanya filsuf tetapi juga ilmuawan yang
menguasai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada di zamannya. Buku- buku yang
ditinggalkannya mencakup berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti
matematika, geometri, astronomi, pharmacologi (teori dan cara pengobatan)
ilmu hitung, ilmu jiwa, musik dan sebagainya.
4. Ibnu Sina
11
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah
seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah
menjadi bagian Uzbekistan). Beliau juga seorang penulis yang produktif dimana
sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak
orang, beliau adalah “Bapak Pengobatan Modern” dan masih banyak lagi
sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di
bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang
merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad. Karya Ibnu
Sina, fisikawan terbesar Persia abad pertengahan, memainkan peranan penting
pada pembangunan kembali Eropa.
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar.
Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap
oleh banyak orang sebagai “bapak kedokteran modern.” George Sarton
menyebut Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang
paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu.” pekerjaannya yang
paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine,
dikenal juga sebagai Qanun ( judul lengkap : Al- Qanun fi At Tibb).
Ibnu Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru, dan kepandaiannya
segera membuatnya menjadi kekaguman diantara para tetangganya; dia
menampilkan suatu pengecualian sikap intellectual dan seorang anak yang luar
biasa kepandaiannya/Child prodigy yang telah menghafal Al-Quran pada usia 5
tahun dan juga seorang ahli puisi Persia. Dari seorang pedagan sayur dia
mempelajari aritmatika, dan dia memulai untuk belajar yang lain dari seorang
sarjana yang memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan
mengajar anak muda.
Meskipun bermasalah besar pada masalah-masalah metafisika dan pada
beberapa tulisan Aristoteles. Sehingga, untuk satu setengah tahun berikutnya,
dia juga mempelajari filosofi, dimana dia menghadapi banyak rintangan. pada
beberapa penyelidikan yang membingungkan, dia akan meninggalkan buku-
bukunya, mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid, dan terus sholat sampai
hidayah menyelesaikan kesulitan-kesulitannya. Pada larut malam dia akan
12
melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya dengan kadang kala
segelas susu kambing, dan meskipun dalam mimpinya masalah akan
mengikutinya dan memberikan solusinya. Empat puluh kali, dikatakan, dia
membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata-katanya tertulis dalam
ingatannya; tetapi artinya tak dikenal, sampai suatu hari mereka menemukan
pencerahan, dari uraian singkat oleh Farabi, yang dibelinya di suatu bookstall
seharga tiga dirham.
Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori
kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui perhitungannya
sendiri, menemukan metode-metode baru dari perawatan. Anak muda ini
memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18 tahun dan
menemukan bahwa “Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun
menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat
memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai
merawat para pasien, menggunakan obat-obat yang sesuai.” Kemasyuran sang
fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien tanpa
meminta bayaran.
5. Al-Khawarizmi
Dalam perjalanan ilmu Aljabar, muncul seseorang bernama Al-
Khawarizmi. Aljabar ciptaan yang lebih tinggi lagi yang kemudian benama
artmia. Ia mengarang buku Hisab Al-Jabr Wa Al-Muqabalah (perhitungan tentang
integrasi dan persamaan). Diterjemahlan kedalam bahasa latin oleh Gerard
Cremona padaabad XII dandigunakan sebagai buku pegangan Universitas Barat
sampai abad XVI. Buku inilah yang memperkenalkan angka Arab ke dunia barat
yang diberi nama Al-Qarism, dari nama Al-Khawarizmi. Al-Khawarizmi penemu
Logaritma dalam Ilmu Matematika.
13
Qur’an adalah rangkaian keterangan yang bersumber dari Allah yang diberikan
kepada manusia baik melalui Rasul-Nya atau langsung kepada manusia yang
menghendakinya tentang alam semesta sebagai ciptaan Allah yang bergantung
menurut ketentuan dan kepastian-Nya.
Berbeda dengan pengertian di atas, Harold H. Titus sebagaimana termaktub
dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan” karya Mahfud
Junaedi, menjelaskan bahwa science atau ilmu adalah:
1. A method of obtaining knowledge that is objective and veriviable
2. A body of systematic knowledge built up through experimentation ang
observation and having a valid theoretical base.
Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama
merupakan sesuatu yang saling berkaitan dan saling melengkapi. Agama
merupakan sumber ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan merupakan sarana
untuk mengaplikasikan segala sesuatu yang tertuang dalam ajaran agama. Di dalam
Al-Qur’an terdapat sekitar 750 ayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan
itu merupakan bukti bahwa Islam adalah agama yang sangat menekankan pada
14
pengembangan ilmu pengetahuan.
Wawasan tentang Dzat berkuasa atas segala sesuatu, yang telah dihilangkan
dari “Konsepsi Barat” tentang ilmu pengetahuan merupakan kritik fokus utama
dalam teori Islami. Sesungguhnya faktor pembeda cara berpikir Islami dari cara
Barat ialah perihal keyakinan yang fundamental dari cara berpikir yang pertama,
bahwa semua filsuf muslim, baik dari dunia Islam di Timur yang berpusat di
Baghdad, Irak, seperti al-Kindi, ar-Razi, al-Farabi, para tokoh Ikhwan as Safa, Ibnu
Maskawaih, dan Ibnu Sina, maupun dari dunia Islam belahan Barat yang berpusat
di Cordova, Spanyol seperti Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd, menyakini
bahwa Allah berkuasa atas segala hal dan bahwa segala sesuatunya, termasuk
pengetahuan, berasal dari satu-satunya sumber yang tidak lain, adalah Allah.
Dari dimensi Al-Haqq sebagai sumber semua kebenaran. Sudah barang tentu
Al-Qur’an sebagai mediumnya, filsafat Islam berupaya menjelaskan cara Allah
menyampaikan kebenaran hakiki, dengan bahasa pemikiran yang intelektual dan
rasional. Tujuan seorang filsuf, menurut Al-Kindi ialah “mendapatkan kebenaran
dan mengamalkannya, sedangkan bagian paling luhur dari filsafat adalah filsafat
pertama, yakni mengetahui kebenaran pertama (Tuhan) dinamakan filsafat pertama
15
karena dalam pengetahuan tentang sebab pertama itu terkandung pengetahuan
tentang semua bagian lainnya dari filsafat”. Dengan demikian The Unity of
Knowledge atau kesatuan ayat Qur’aniyyah dengan ayat Kawniyyah, merupakan
integrasi keilmuan yang dapat menjadi sarana penting meningkatkan keimanan dan
haqqa tuqatih (taqwa yang sebenar-benarnya).
“Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya” (Al-Baqarah: 255).
16
dan tujuan duniawi. Ilmu berfungsi sebagai pertanda Allah, sebab orang yang
mempelajari alam dan proses-prosesnya dengan seksama dan mendalam akan
menjumpai banyak kasus yang menunjuk kepada tangan yang tidak tampak, yang
membina dan mengawasi semua kejadian di dunia.
17
pengetahuan dapat dilihat dari aspek praktis dan teoretis. Jika beralih bahasan
menuju asumsi-asumsi dasar atau struktur logis proses keilmuan, secara periodik,
dapat dibagi menjadi empat berdasarkan aliran-aliran yang memiliki pengaruh
terhadap proses keilmuan. Empat aliran tersebut adalah rasionalisme, empirisme,
kritisisme dan intuisionisme.
1
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 46.
2
Soejono Soemargono, Berpikir Secara Kefilsafatan, h. 92-95; Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu
Pengantar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 316.
3
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992),
h. 12.
4
Harold H. Titus, dkk., Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 205.
18
pengetahuan tidak sama sekali netral. Mungkin secara nilai ia memang netral, tetapi
ilmu juga telah dipergunakan secara tidak tepat. Dengan berpokok pada ide
kemajuan atau progres ilmu yang dikembangkan peradaban Barat, secara nyaris
anarkis berbalik membentuk dirinya selaku mitos bagi peradaban lain.5
19
Islam adalah dengan islamisasi ilmu pengetahuan, yang ditempuh melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
20
7. Menguasai warisan khazanah Islam sebagai titik tolak Islamisasi pengetahuan.
8. Penyajian disiplin ilmu Islam yang relevan dan khas Islam.
9. Penilaian kritis atas warisan Islam terhadap disiplin khazanah ilmu.
10. Melakukan survei atas masalah pokok umat Islam.
11. Melakukan analisis-sintetik kreatif. Ini hanya dapat dilakukan bila telah
dikuasai disiplin ilmu, warisan Islam dan sekaligus pula melakukan analisis
kritis terhadap keduanya.
12. Menata ulang disiplin ilmu di bawah frame work Islam: menyediakan text
book untuk universitas.
13. Melaksanakan berbagai konferensi, seminar, workshop dan sebagainya sebagai
faculty training.
21
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Awal perkembangan sains di dunia Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah ekspans
i Islam itu sendiri. Dalam kurun waktu lebih kurang dua puluh lima tahun setelah wafatn
ya Nabi Muhammad SAW, pada tahun 632 M, kaum Muslim telah berhasil menaklukkan
seluruh Jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi dakwah yang dalam sejarah Isl
am disebut sebagai pembukaan negeri-negeri (futuh al buldaan) ini berlangsung pesat da
n tak terbendung. Islam datang membawa pesan untuk sebuah kemajuan peradaban yang
bernilai dan bertujuan pada kebahagiaan yang haq bagi seluruh ummat manusia. Kedudu
kan ilmu pengetahuan dalam Islam, adalah pengetahuan sebagai kebudayaan. Islam sang
at memperhatikan bahkan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Kedatangan Islam denga
n diutus-Nya Nabi Muhammad SAW, telah membawa manusia untuk berpikir, beranjak
dari sebuah kemunduran dan keterbelakngan mereka menuju kemajuan peradaban yang i
deal. Kemajuan peradaban tersebut tidak terlepas dari ajaran Islam kepada umatnya agar
selalu menggunakan instrument ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menuju kemajuan p
eradaban.
B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sa
ngat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
22
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Djamali, Fadhil. 1993. Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam. Jakarta: IKAPI.
Al-Makin. 2005. Antara Barat dan Timur: Batasan, Dominasi, Relasi dan Globalisasi.
Jakarta: Serambi.
Ali, Marpuji, dkk. 2010. Buku Kultum: Integritas Iman, Ilmu, dan Amal. Magelang: PMW
Jateng.
Bertens, K.. 2001. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Kartanegara, Mulyadhi. 2005. Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik. Bandung: Arasy.
Kattsoff, Louis O.. 1992. Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
MA, Nasution. 2016. Filsafat Sains Dalam Perspektif Pemikiran Islam. Di akses tanggal 5
Mei 2021.
Nata, Abuddin, dkk. 2003. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: UIN Jakarta Press
Nata, Abudin. 2006. Metodologi Study Islam. Jakarta: Raja Grafinda Persada.
Praja, Juhaya S.. 2002. Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam. Jakarta: Teraju.
Qadir, C.A.. 1988. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam diterjemahkan dari
Qomar, Mujamil. 2012. Merintis Kejayaan Islam Kedua: Merombak Pemikiran dan
Mengembangkan Aksi. Yogyakarta: Teras.
Soemargono, Soejono. 2008. Berpikir Secara Kefilsafatan, h. 92-95; Sudarsono, Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
23
Sutrisno, Slamet. 2009. "Kritik terhadap Ilmu sebagai Pandangan Dunia Modern".
Jurnal Filsafat, Vol. 19, No. 1, April 2009.
Titus, Harold H., dkk.. 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
24