0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
122 tayangan16 halaman

Anisyah Agustin - Po.71.34.2.20.004 - Pemeriksaan Anemia 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 16

NAMA : Anisyah Agustin

NIM : PO.71.34.2.20.004

KELAS : D-IV TLM

HARI / TANGGAL : Kamis / 9 Juni 2022

JUDUL
Pembuatan Dan Pewarnaan SADT

TUJUAN PEMERIKSAAN

Agar mengetahui dan mampu melakukan pembuatan dan


pewarnaan untuksediaan apus darah tepi.

DASAR TEORI
Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) atau Apusan Darah Tepi (ADT)
merupakan pemeriksaan hematologi secara mikroskopis untuk mengamati
morfologi sel darah dan bisa digunakan sebagai petunjuk pada berbagai kondisi
medis seperti kelainan sel darah merah, seldarah putih dan trombosit.
SADT yang digunakan dalam laboratorium hematologi adalah apusan
darah tetes tipis. Pembuatan preparat apus ini bisa dilakukan dengan metode
kaca penutup dan kaca objek. Langkah berikutnya, SADT yang memenuhi syarat
bisa dilanjutkan dengan melakukan pewamaan menggunakan prinsip
Romanowski. Terakhir SADT bisa dinilai secara mikroskopis dan diidentifikasi
jenisnya berdasarkan ciri-ciri ukuran, bentuk dan warna sel darah.
Sediaan apus darah adalah sediaan darah yang berbentuk apusan tipis yang
berguna untuk. Melihat morfologi sel darah. Ada berbagai macam metode
pewarnaan yang di gunakan pada sediaan apus darah salah satunya adalah
pewarna wright. Pada pewarnaan sediaan apus darah menggunakan metode
wright, sebelum sediaan darah d genangi zat pewarna wright sediaan digenangi
buffer terlebih dahulu, pH buffer yang di sarankan adalah 6,4-6,8. Untuk
mengetahui perbedaan kualitas pewarnaan sediaan darah metode wright,
aquadest dan buffer pH standar 6,8.
Pewarnaan wright adalah pewamaan untuk sediaan darah dengan
menggunakan reagen biru metilen. Dan eosin, yang menghasilkan warna akhir
1
sediaan darah merah muda dan sel darah merah berwarna kuning atau merah
muda. Pada prosedur pewarnaan sediaan apus darahmenggunakan zat pewarna
wright di gunakan larutan penyanggah atau buffer dengan pH standar6,8.
Tujuan dilakukannya pewarnaan pada preparat apus darah tepi yaitu agar
memudahkan

dalam melihat berbagai jenis sel dan juga dalam mengevaluasi morfologi dari sel-
sel tersebut (Rodak, et al., 2007).
Di Indonesia, pewarnaan yang umum digunakan ialah pewarnaan Giemsa
sebab Giemsa lebih tahan lama dalam iklim tropis. Beberapa klinik juga
menggunakan pewarna Wright dalam mewarnai apusan darah tepi. Terkadang
pewarnaan Giemsa juga dikombinasikan dengan Wright, dimana diharapkan
kelebihan dari tiap-tiap zat warna Giemsa dan Wright bisa didapatkan dan akan
menjadikan sediaan apus darah tepi lebih jelas terlihat secara mikroskopis dan
jadi lebih tahan lama (Riswanto, 2013 ; Gandasoebrata, 2007).
Darah dapat dibuat preparat apus dengan metode supra vital yaitu suatu
metode untuk mendapatkan sediaan dari sel atau jaringan yang hidup. Sel-sel
darah yang hidup dapat mengisap zat-zat warna yang konsentrasinya sesuai dan
akan berdifusi ke dalam sel darah tersebut, selanjutnya zat warna akan mewarnai
granula pada sel bernukleus polimorf (Anonim, 2012).
Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai
unsur sel darahtepi seperti eritosit, leukosit, dan trombosit dan mencari adanya
parasit seperti malaria,tripanasoma, microfilaria dan lain sebagainya. Sediaan
apus yang dibuat dan dipulas denganbaik merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil yang baik (Arjatmo Tjokronegoro, 1996).Bahan pemeriksaan
yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena, yang
dihapuskan pada kaca Obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula digunakan
darah EDTA.
(Arjatmo Tjokronegoro, 1996)

Kriteria preparat yang baik :

• Lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda sehingga masih
ada tempat untukpemberian label.
• Secara granulapenebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari kepala ke
arah ekor.

• Ujung atau ekornya tidak berbentuk bendera robek.

• Tidak berulang-ulang karena bekas lemak ada di atas kaca benda.


2
• Tidak terputus-putus karena gerakan gesekan yang ragu-ragu.

• Tidak terlalu tebal (karena sudut penggeseran yang sangat kecil) atau tidak
terlalu tipis (karenasudut penggeseran yang sangat besar).
• Pewarnaan yang baik (Imam Budiwiyono 1995).

Untuk melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan apus


darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati
di bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100 sel. Tiap
jenis sel darah putih dinyatakan dalam

persen (%). Jumlah absolut dihitung dengan mengalikan persentase jumlah


dengan hitungleukosit, hasilnya dinyatakan dalam sel/μL.

PRO
BAN
DUS

Nama : Roby Ravellansyah

Tanggal Lahir : 27 Desember 2015

Jenis kelamin : laki-laki

Tanggal pendaftaran : 2Juni 2022/ 10:22

Dokter Pengirim : Dr. Dian Puspita Sari, Sp.A,M.Kes

JE
NIS
SP
ESI
ME
N

Jenis spesimen yang digunakan adalah darah vena, dengan antikoagulan


yaitu EDTA.

ALAT
3
1. Mikroskop

2. Holder Dan Needle

3. Tabung Vacum tutup ungu/lavender

4. Pipet tetes

5. Object glass

6. Tourniquet

7. Kapas kering

8. Alcohol swab

9. Bantalan

10. Rak pewarnaan

REAGEN

1. EDTA

2. Wright

3. Metanol

4. Buffer pH 6,4

5. Aquadest

PRINSIP PEMERIKSAAN
• Prinsip sediaan apus : dibuat apusan darah pada kaca objek.
• Prinsip pewarnaan didasarkan pada sifat kimiawi dalam sel. Zat warna yang
bersifat asam akan bereaksi dengan komponen sel yang bersifat alkalis,
demikian pula sebaliknya. Pewarnaan sediaan apus menggunakan prinsip
Romanosky yaitu menggunakan dua zat warna yang berbeda yang terdiri dari
Azure B (trimethylthionin) yang bersifat basa dan eosin

Y (tetrabromoflourescein) yang bersifat asam seperti yang dianjurkan oleh


The InternationalCouncil for Standardization in Hematology, dan pewarnaan
yang dianjurkan adalah Wright-Giemsa dan May Grunwald-Giemsa (MGG).
4
PROSEDUR KERJA
➢ Pembuatan SADT

o Pra analitik :

1. Siapkan APD yang dibutuhkan seperti jas lab, masker, handscoon dll.

2. Persiapan alat dan bahan

3. Persiapan pasien

o Analitik :

1. Teteskan darah, 1 tetes kecil di bagian ujung kanan (sekitar 2-3 cm dariujung
kanan).

2. Dengan menggunakan spreader atau objek gelas lain yang ujungnyarata.


Letakkan di depandarah, lalu tarik mengenai darah.

3. Dorong objek penghapus perlahan dengan sudut 30° – 45 ° sepanjang 3

– 4 cm. Darah harus habis sebelum kaca penghapus mencapai ujung.

4. Setelah didapat hapusan yang cukup tipis biarkan kering pada suhukamar.
Tulis identitaspasien pada bagian yang tebal

5. Sediaan apus yang baik adalah yang ketebalannya cukup danbergradasi dari
kepala (awal),badan sampai ke ekor (akhir).

o Post analitik :

1. Bersihkan seluruh tempat kerja / tempat pemeriksaan.

2. Buang semua sampah sesuai dengan tempatnya.

➢ Pewarnaan SADT

1. Letakkan sediaan yang akan diwarnai diatas rak tempat memulas

5
dengan lapisan darahmenghadap ke atas.

2. Teteskan ke atas sediaan tersebut reagen metanol, biarkan sampai kering

3. Tambahkan larutan Wright sampai menutupi sediaan. Biarkan selama 2


menit.

4. Teteskan sama banyaknya larutan buffer pH 6,4 ke atas sediaan itu dan
biarkan selama ±12 menit.

5. Siramlah sediaan tersebut dengan air suling, untuk membersihkan


sediaan tersebut darikotoran dan sisa pewarnaan. Keringkan sediaan
dalam posisi vertikal.

HASIL

Berdasarkan praktikum pembuatan dan pewarnaan SADT yang telah


dilakukan dengan

probandus atas nama Roby Ravellansyah, didapatkan hasil sebagai berikut:

NILAI RUJUKAN

- Berbentuk lidah kucing

- Sediaan tidak melebar sampai tepi kaca, panjang 1⁄2 −

2⁄ panjangkaca.
3

- Pinggir sediaan rata, tidak berlubang, tidak bergaris-garis


dan tidakbergelombang.

6
PEMBAHASAN

Hasil praktikum pembuatan dan pewarnaan SADT dengan probandus atas


nama Roby Ravellansyah dengan menggunakan metode objek glass dan
menggunakan reagen pewarnaan yaitu Wright, hasil yang didapat baik karena
sesuai dengan nilai rujukan yang ada apusan berbentuk lidah kucing, panjangnya
1⁄ − 2⁄ panjang kaca, dan pinggir sediaan rata, tidak berlubang,
2 3

tidak bergaris – garis, serta tidak bergelombang.

Pada pemeriksaan ini terdapat kesalahan, kemungkinan penyebab


kesalahanpada pemeriksaan antara lain yaitu :

a. Pengambilan darah vena :

- Volume antikoagulan dan darah tidak tepat.

b. Pembuatan sediaan apus kurang baik :

- Tetesan darah yang kadang – kadang terlalu banyak, dan terlalu sedikit.

- Cara mendorong kaca objek yang tersendat – sendat.

- Mendorong kaca objek hanya pada ujung spreader saja,


karena denganbegitu akan tebal dibagian tengah dan
sebaliknya.

- Pada saat membersihkan kaca objek yang dipakai


berulang, kaca objekberlemak.
c. Pewarnaan :

- Waktu pengecatan kurang dari yang seharusnya.


- Pembilasan kurang bersih.

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa agar


dapat membuat sediaan darah apus tepi yang baik atau memenuhi syarat,
diperlukan latihan secara terus – menerus. Pembacaan preparat apusan darah
dapat dilakukan pada bagian atas dan bawah padazona IV sampai V yang dekat
7
dengan bagian ekor. Teknik pembacaan merupakan salah satu faktor penentu
dalam menilai keberhasilan penilaian sediaan apus darah.

REFERENSI

• Benedicta, Giaanni. 2014. Perbedaan Hasil Hitung Lekosit yang Langsung


Diperiksa dan Ditunda 2 Jam. Ph.D skripsi, Universitas 17 Agustus
Semarang.

• Freud M, Hecner F., 2012. Atlas Hematologi. Jakarta: Bukukedokteran EGC.

• Gandasoebarta, R., 2010. Penuntun Laboratorium Klinik.Jakarta: DianRakyat.

• Garini, Ardiya. dkk. 2021. Kumpulan Modul Praktikum Hematologi I.Poltekkes Kemenkes
Palembang. Palembang.

• Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi11. Jakarta: EGC.

• Kiswari, R., 2010. Hematologi dan Tranfusi. Erlangga, Jakarta

8
NAMA : Anisyah Agustin

NIM : PO.71.34.2.20.004

KELAS : D-IV TLM

HARI / TANGGAL : Kamis / 9 Juni 2022

JUDUL

Pengamatan Morfologi Darah Pada Preparat Anemia.

TUJUAN PEMERIKSAAN

Agar mengetahui gambaran morfologi sel darah pada preparat anemia .

DASAR TEORI

Darah merupakan gabungan dari cairan, sel-sel dan partikel yang menyerupai sel, yang
mengalir dalam arteri, kapiler dan vena yang berfungsi untuk mengirim oksigen yang di
perlukan oleh sel sel di seluruh tubuh dan zat-zat gizi ke jaringan dan membawa
karbondioksida dan hasil limbah lainnya. Sebagian besar darah merupakan cairan (plasma),
yang mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama dalam plasma adalah
albumin. Protein lainnya adalah antibodi (imunoglobulin) dan protein pembekuan.Sel darah
terdiri atas tiga komponen yaitu eritrosit (sel darah merah),leukosit (sel darah putih) da n
trombosit (keping darah) (Kusumawardani E, 2010)

Dari pengamatan eritrosit banyak hal yang harus diperhatikan untuk mengungkapkan
berbagai kondisi kesehatan tubuh. Misalnya tentang bentuk, ukuran, warna dan tingkat
kedewasaan eritrosit dapat berbeda dari normal. Eritrosit normal mempunyai bentuk bikonkaf,
seperti cakram dengan garis tengah 7,5 µm dan tidak berinti. Warna eritrosit kekuning-
kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna
merah berupa hemoglobin (Widayati, dkk, 2010).

Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian, melainkan bagian tengah yang lebih pucat,
karena bagian tengah lebih tipis daripada bagian pinggirnya. Pada keadaan normal bagian
tengah tidak melebihi 1/3 dari diameternya sehingga selnya dinamakan eritrosit
normokhromatik. Apabila bagian tengah yang pucat melebar disertai bagian pinggir yang
kurang terwarna maka eritrosit tersebut dinamakan eritrosit hipokromatik. Sebaliknya apabila
9
bagian tengah yang memucat menyempit selnya dimanakan eritrosit hiperkhromatik (Iqbal,
2012).

Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran ( size), bentuk (shape), warna
(staining characteristics) dan benda-benda inklusi. Berikut macam-macam kelainannya :

A. Kelainan Ukuran Eritrosit

1. Makrosit : ukuran eritrosit yang lebih besar daripada normal, dengan ukura n >
8μm.

2. Mikrosit : Eritrosit yang lebih kecil daripada eritrosit normal, dengan ukuran < 6μm.

3. Anisositosis : Keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang
tidak sama besar dalam sediaan apus darah tepi dan bervariasi dalam ukurannya
daripada keadaan normal.

B. Kelainan Bentuk Eritrosit

1. Akantosit : Eritrosit yang pada dindingnya terlihat tonjolan-tonjolan sitoplasma


yang runcing dengan jumlah 5 – 10 buah, panjang dan besar tonjolan bervariasi,
dan tersebar tidak merata di permukaan sel.

2. Sferosit : Eritrosit yang berbentuk lebih bulat, lebih kecil dan lebih tebal dari
eritrosit normal. Eritrosit ini tanpa pucat di tengah dan tebal serta Berdiameter
kurang dari 6,5 mikron (lebih kecil) tetapi hiperkrom.

3. Burr cells/Echynosit : Eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang teratur. Sel


biasanya bikonkaf dan distribusi dalam darah normalnya tidak ada. Sel ini
berbeda dengan crenated cell.

4. Crenated cell : Eritrosit yang kelihatan dengan dinding "bergerigi" karena


adanya tonjolan-tonjolan sitoplasma yang tumpul dan tersebar merata
dipermukaan sel.

5. Ovalosit : Eritrosit berbentuk lonjong, misalnya dilihat pada ovalositosis


herediter. Bentuk sangat bervariasi seperti oval, dalam sediaan hapus tampak
lebih dari 90% eritrosit berbentuk oval.

6. Eliptosit : Eritrosit berbentuk lonjong, misalnya dilihat pada ovalositosis


herediter. Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu dengan
konsentrasi Hb umumnya tidak menunjukkan hipokromik.

7. Stomatosit : Khas kelainan sel ini pada sitoplasmanya dimana tampak daerah
kepucatan pada sitoplasmanya. Pada stomatosis herediter tampak sel ini lebih
banyak tersebar. Pada mikroskop elektron tampak sel seperti mangkok. Sentral
10
akromia eritrosit tidak berbentuk lingkaran tetapi memanjang seperti celah bibir
mulut.

8. Leptosit / Sel Target : Eritrosit dengan permukaan luas, bundar, tengahnya

menonjol sehingga tampak lebih gelap dikelilingi daerah pucat. Bentuk se perti
mangkok kecil.

9. Poikilositosis : Disebut poikilositosis apabila pada suatu sediaan apus


ditemukan bermacam-macam variasi bentuk eritrosit.

10. Sel sabit / sickle cell : Eritrosit yang bentuknya seperti bulan sabit atau clurit.
Kadang-kadang bervariasi berupa lanset huruf “L”, “V”, atau “S” dan kedua
ujungnya lancip.

11. Schistosit atau Fragmentosit : Suatu pecahan eritrosit dengan berbagai macam
bentuk. Ukurannya lebih kecil dari eritrosit normal. Bentuk fragmen dapat
bermacam-macam seperti helmet cell, triangular cell, dan sputnik cell.

12. Tear drop cell : Eritrosit yang bentuknya seperti tetesan air mata atau kelihatan
seperti buah "pear", dapat dijumpai pada thalasemia,mielofibrosis,dll.

C. Kelainan Warna Eritrosit

1. Normokrom : Eritrosit dengan warna normal (ada pucat dibagian tengah dan
lebih merah dibagian pinggirnya) dan dengan konsentrasi hemoglobin yang
normal juga.

2. Hipokrom : Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi Hb kurang dari


normal sehingga sentral akromia melebar (>1/2 sel) dan terjadi penurunan
warna eritrosit yaitu peningkatan diameter central pallor melebihi normal
sehingga tampak lebih pucat. Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel
sangat tipis disebut dengan eritrosit berbentuk cincin (anulosit).

3. Hiperkromik/Polikromik : Eritrosit yang tampak lebih merah/gelap dari warna


normal. Keadaan ini kurang mempunyai arti penting karena dapat disebabkan
oleh penebalan membrane sel dan bukan karena naiknya Hb (oversaturation).

4. Polikromasia : Keadaan dimana terdapat bebrapa warna di dalam sebuah


lapangan sediaan apus. Misalnya ditemukan basofilik dan asidofilik dengan
kuantum berbeda – beda, karena ada penambahan retikulosit dan defek
maturasi eritrosit.

11
D. Benda-Benda Inklusi

1. Benda Howell-Jolly : Howell jolly merupakan sisa inti dari eritrosit. Dengan
bentuk bulat, yang berwarna biru tua atau ungu, tunggal atau berganda,

biasanya berada ditepi sel dan dapat berukuran sampai 1μm diameter.

2. Basophilic Stippling : Pada eritrosit terdapat bintik-bintik granula yang halus atau
kasar, berwarna biru, multiple dan difus. Eritrosit dengan granula biru- hitam
granula ini dari kondensasi atau presipitasi RNA ribosom akibat dari defective
hemoglobin syntesis.

3. Cobot Ring : Merupakan sisa dari membran inti, warna biru keunguan, bentuk
cincin angka „8‟. Terdapat dalam sitoplasma. Terbentuk dari kumparan mitosis
dan merupakan artefak akibat kerusakan protein.

4. Eritrosit berinti “Nucleated Red Cell”: Eritrosit yang mengalami maturasi normal
melepaskan intinya sebelum sel itu meninggalkan sumsum tulang.Bila aktivitas
eritropoetik intensif, sel-sel yang lebih muda akan masuk ke dalam sirkulasi.
Eritrosit muda berbentuk metarubrisit. Adanya eritrosit berinti ini menandakan
aktivitas eritropoetik dalam sumsum tulang yang intensif, atau adanya
eritropoetik ekstrameduler yang kurang mampu mengontrol pelepasan sel
tersebut ke dalam sel darah tepi.
5. Benda Heinz : Hasil denaturasi hemoglobin yang berubah sifat. Tidak jelas
terlihat dengan pewarnaan Wright‟s, tetapi dengan pengecatan kristal violet
seperti benda-benda kecil tidak teratur berwarna dalam eritrosit.
6. Badan Papenheimer : Eritrosit dengan granula kasar, dengan diameter ± 2
µm yang mengandung Fe, Ferritin, berwarna biru oleh karena memberikan
reaksi Prusian blue positif. Eritrosit yang mengandung benda inklusi ini disebut
sideroblastik dan bila ditemukan >10% dalam sediaan apus, petanda adanya
gangguan sintesa hemoglobin.
7. Rouleaux formation : Suatu eritrosit yang kelihatn tersusun seperti mata uang
logam, oleh karena peninggian kadar hemoglobin yang normal, karena artefak.
8. Autoagglutination : Eritrosit bergumpal.

12
PROBANDUS

Nama : Roby Ravellansyah

Tanggal Lahir : 27 Desember 2015

Jenis kelamin : laki-laki

Tanggal pendaftran : 2Juni 2022/ 10:22

Dokter Pengirim : Dr. Dian Puspita Sari, Sp.A,M.Kes

JENIS SPESIMEN

Jenis spesimen yang digunakan adalah darah vena .

ALAT

1. Mikroskop

2. Kertas Lensa

REAGEN

• Oil Immersi

PRINSIP PEMERIKSAAN

Darah dibuat preparat dan diwarnai, kemudian diperiksa dibawah mikroskop


pembesaran 100x lensa obektif dengan penambahan oil imersi. Pengamatan dilakukan
pada counting area.

13
PROSEDUR KERJA
Pra analitik :

1. Siapkan APD yang dibutuhkan seperti jas lab, masker, handscoon dll.

2. Persiapan alat dan bahan

3. Persiapan dan identifikasi pasien

Analitik :
1. Siapkan peralatan yang akan digunakan.

2. Letakkan preparat di meja mikroskop, kemudian nyalakan mikroskop.

3. Lihat dengan menggunakan objektif 40x, yaitu untuk melihat kualitas preparat.

4. Jika sudah bagus dan jelas kemudian ganti objektif dengan 100x dan
tambahkan oli immersi.

5. Amati jenis sel pada preparat dan pembacaan dilakukan pada zona IV dan V.

6. Hitung dan catat jenis sel yang ditemukan dan pada laporan praktikum.

Post analitik :
1. Catat hasil.

2. Bersihkan seluruh tempat kerja / tempat pemeriksaan.

3. Buang semua sampah sesuai dengan tempatnya.

HASIL

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:

14
ket :

Akantosit

Ovalosit

Skistosit

Burr Cells

PEMBAHASAN

Pada praktikum yang telah dilakukan pemeriksaan identifikasi preparat SADT dengan
kelainan eritrosit bertujuan untuk mengidentifikasi jenis penyakit / anemia yang diderita.
Didapatkan kelainan eritrosit yaitu skistosit atau pecahan eritrosit dengan berbagai macam
bentuk dan kurannya lebih kecil dari eritrosit normal; burr cells atau eritrosit dengan tonjolan
sitoplasma banyak yang beraturan; akantosit atau eritrosit yang pada dindingnya terlihat
tonjolan- tonjolan sitoplasma yang runcing (seperti durian) dengan jumlah 5 – 10 buah,
panjang dan besar tonjolan bervariasi, dan tersebar tidak merata di permukaan sel; dan
ovalosit atau eritrosit berbentuk lonjong, bentuk sangat bervariasi seperti oval, dalam sediaan
hapus tampak lebih dari 90%eritrosit berbentuk oval.

KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan
pemeriksaan pada SADT ini didapatkan ukuran eritrosit yang normal (normositik) dan warna
eritrosit yang sedikit pucat dari eritrosit normal (hipokrom). Kelainan morfologi dari eritrosit
yang ditemukan berupa kelainan ukuran, bentuk, warna dan benda-benda inklusi atau struktur
intraseluler yaitu skistosit, burr cells, akantosit, dan ovalosit.

REFERENSI
• Bain Barbara J. 2017. A Beginner’s Guide To Blood Cells. UK: John Wiley &
15
Sons

• Lango Dan L. 2017. Hematology And Oncology. Boston, Massachusetts:


McGraw-Hill Education

• Munker Reinhold, Hiller Erhard, dll. 2007. MODERN HEMATOLOGY Biology


and Clinical Management, Second Edition. Totowa, New Jersey: Humana Press

• Garini, Ardiya. dkk. 2021. Kumpulan Modul Praktikum Hematologi. Poltekkes


Kemenkes Palembang. Palembang.

• Koko Putra Pamungkas. 2014. Gambaran Morfologi Eritrosit Dengan


Perbandingan Lama Fiksasi. Universitas Muhammadiyah. Semarang.

• Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 1996. Pemeriksaan Hematologi


Sederhana. FKUI: Jakarta.

• Widayati, dkk. 2010. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia Sediaan


Apus Darah. Jakarta: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

16

Anda mungkin juga menyukai