Notulensi Tutorial 2 Skenario 1 Blok 17 Kelompok 1
Notulensi Tutorial 2 Skenario 1 Blok 17 Kelompok 1
Notulensi Tutorial 2 Skenario 1 Blok 17 Kelompok 1
SASARAN BELAJAR
- (Rizky): Dry socket (alveolar osteitis) adalah gangguan dalam penyembuhan luka berupa
inflamasi yang meliputi salah satu atau seluruh bagian dari lapisan tulang padat pada soket
gigi. Drysoket dikenal sebagai osteitis lokal atau vokal dan secara klinis bermanisfestasi
berupa inflamasi yang meliputi salah satu atau seluruh bagian dari lapisan tulang padat
pada soket gigi (lamina dura). Dry socket digambarkan sebagai komplikasi pada
disentegrasi bekuan darah intra alveolar yang dimulai sejak hari ke dua hingga ke empat
pasca pencabutan gigi. Dry socket adalah gangguan dalam penyembuhan yang terjadi
setelah pembentukan bekuan darah yang matang, tapi sebelum bekuan darah tersebut
digantikan oleh jaringan granulasi. Retno S.A., Husnul K., Bayu I.S. 2016. PERBEDAAN
ANGKA KEJADIAN DRY SOCKET PADA PENGGUNA KONTRASEPSI
HORMONAL DAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN KONTRASEPSI
HORMONAL. 23 Dentino (Jur. Ked. Gigi). 1(1): 21-26.
2. Apa etiologi dry socket?
Jawaban:
- (Widyandini):
Salah satu hipotesis adalah bakteri memulai lesi dry socket atau memperpanjang
durasinya.
Terdapat bukti bahwa berkurangnya aliran darah soket pasca-ekstraksi mendukung
pembentukan lesi dry socket. Merokok dan penggunaan kontrasepsi oral mendukung
pembentukan blood clot di seluruh tubuh dan dapat mengurangi sirkulasi darah ke soket
ekstraksi. Baik merokok maupun penggunaan kontrasepsi oral berkorelasi dengan
peningkatan insiden lesi dry socket.
Ekstraksi traumatik berkorelasi dengan kejadian lesi dry socket. Insiden lesi dry socket
lebih rendah untuk ekstraksi non-bedah (yang tidak memerlukan pemotongan gigi)
dibandingkan dengan ekstraksi bedah. Ini mungkin terjadi karena adanya korelasi antara
kebutuhan untuk memotong gigi dan kebutuhan akan gaya luksasi yang berat untuk
mencabut gigi atau akar.
Mamoun, J. (2018). Dry socket etiology, diagnosis, and clinical treatment techniques.
Journal of the korean association of oral and maxillofacial surgeons, 44(2), 52-58.
Jumlah anestesi yang digunakan selama ekstraksi merupakan salah satu faktor risiko yang
mungkin. Dijelaskan bahwa epinefrin mungkin melemahkan penyembuhan dengan
mengurangi perdarahan dan tekanan oksigen dan juga meningkatkan fibrinolisis. Mereka
juga mengamati bahwa jumlah kartrid yang digunakan dalam anestesi lokal merupakan
faktor penentu dalam kejadian dry socket dan ada insiden yang lebih tinggi ketika tiga
kartrid digunakan.
Insiden dry socket yang lebih tinggi pada pasien yang memakai antipsikotik dan obat
antidepresan, karena hiposalivasi yang diinduksi obat yang dapat mengurangi komponen
pelindung saliva.
Taberner-Vallverdú, M., Sánchez-Garcés, M. Á., & Gay-Escoda, C. (2017). Efficacy
of different methods used for dry socket prevention and risk factor analysis: A
systematic review. Medicina oral, patologia oral y cirugia bucal, 22(6), e750.
Kebersihan mulut
Pemeliharaan tingkat sanitasi yang tepat dan kontrol plak telah terbukti penting dalam
keberhasilan operasi mulut.
Kesulitan ekstraksi dan trauma
Peradangan sumsum tulang yang terjadi akibat cedera bedah dapat menyebabkan
pelepasan aktivator jaringan. Juga sirkulasi darah lokal berkurang karena kerusakan
pembuluh darah. Selain itu, operasi yang lebih rumit dan lebih lama mungkin memerlukan
dosis anestesi lokal yang lebih tinggi, yang vasokonstriktornya mungkin bertindak sebagai
faktor predisposisi lain untuk dry socket (seperti pada skenario). Kuretase yang berlebihan
juga telah disebutkan sebagai faktor yang merusak tulang alveolar dan mungkin
meningkatkan risiko dry socket. Operasi ekstensif akan membutuhkan penjahitan, yang
mungkin merupakan faktor predisposisi lainnya. Oleh karena itu, pembedahan yang
traumatis, sulit, atau lama dapat meningkatkan kemungkinan komplikasi pascaoperasi dan
dry socket.
Keahlian operator
Seorang ahli bedah yang berpengalaman mungkin mempraktikkan operasi yang lebih
bersih, tidak terlalu traumatis, namun lebih cepat. Selain itu, pasien mungkin mempercayai
dokter berpengalaman dibandingkan dengan yang pemula. Faktor-faktor ini (trauma,
durasi operasi, dan kecemasan) dapat memainkan peran penting dalam menginduksi
komplikasi. Oleh karena itu, dokter ahli mungkin mendapatkan hasil yang lebih baik.
Rakhshan, V. (2018). Common risk factors of dry socket (alveolitis osteitis) following
dental extraction: A brief narrative review. Journal of stomatology, oral and
maxillofacial surgery, 119(5), 407-411.
- (Arya):
Banyak faktor yang memiliki konstribusi dengan terjadinya dry socket, seperti tingkat
pengalaman operator, infeksi perioperatif, jenis kelamin, trauma pasca pencabutan, daerah
pencabutan gigi, penggunaan kontrasepsi oral, merokok, serta penggunaan anastesi lokal
dengan vasokstriktor.
(Ananda RS,Khatimah H, Sukmana BI.Perbedaan Angka Kejadian Dry Socket pada
Pengguna Kontrasepsi Hormonal dan yang Tidak Menggunakan Kontrasepsi Hormonal.
Dentino (Jur. Ked. Gi). 2016;1(1):21-26.)
- (Radhia):
a. Faktor usia
Para peneliti menggambarkan tingkat kejadian dry socket meningkat seiring bertambahnya
usia. Fakta ini dapat dikaitkan dengan metabolisme yang lebih lambat, penyembuhan yang
lebih buruk dan system kekebalan yang lemah.
b. faktor kesulitan ekstraksi
Operasi yang lebih rumit dan lebih lama mungkin memerlukan dosis anestesi lokal yang
lebih tinggi, yang vasokonstriktornya mungkin bertindak sebagai faktor predisposisi lain
untuk dry socket. Kuretase yang berlebihan juga telah disebutkan sebagai faktor yang
merusak tulang alveolar dan mungkin meningkatkan risiko dry socket. Operasi ekstensif
akan membutuhkan penjahitan, yang mungkin merupakan faktor predisposisi lain. Oleh
karena itu, trauma, operasi yang sulit, atau lama dapat meningkatkan kemungkinan
komplikasi pasca operasi dry socket dari beberapa penelitian melaporkan peningkatan 4
kali lipat dalam prevalensi dry socket setelah ekstraksi bedah dibandingkan dengan
ekstraksi non-bedah.
c. Keahlian operator
Seorang ahli bedah yang berpengalaman mungkin mempraktikkan operasi yang lebih
bersih, tidak terlalu traumatis, namun lebih cepat. Selain itu, pasien mungkin mempercayai
dokter berpengalaman dibandingkan dengan yang pemula. Faktor-faktor ini (trauma,
durasi operasi, dan kecemasan) dapat memainkan peran penting dalam menginduksi
komplikasi. Oleh karena itu, dokter ahli mungkin mendapatkan hasil yang lebih baik.
Larsen[8] telah mengidentifikasi kemahiran ahli bedah sebagai faktor yang mempengaruhi
kejadian dry socket.
d. Habit Merokok
Terdapat penelitian yang mengidentifikasi merokok sebagai faktor risiko dry socket
dengan Mekanisme kausal yang masih belum diketahui tetapi mungkin zat sitotoksik
seperti nikotin, cotinine, karbon monoksida, dan hidrogen sianida mungkin menjadi salah
satu penyebabnya. Nikotin dapat meningkatkan risiko oklusi mikrovaskular, dan iskemia
jaringan dengan meningkatkan daya rekat trombosit. Ini mungkin juga terkait dengan
pelepasan katekolamin, diikuti oleh vasokonstriksi dan penurunan perfusi jaringan. Di sisi
lain, aktivitas fibrinolitik yang lebih rendah pada perokok dapat merusak mekanisme yang
bertanggung jawab untuk pembentukan dry socket dan dengan demikian mungkin
mengacaukan perannya.
e. Geraham ketiga
Penelitian yang berbeda mengungkapkan bahwa kemungkinan osteitis alveolar lebih besar
selama ekstraksi gigi molar ketiga mandibula. regio area ketiga mandibula seiring dengan
penurunan vaskularisasi seiring dengan penurunan kapasitas dalam pembentukan jaringan
granulasi.
f. Penyakit sistemik
Menurut beberapa peneliti kejadian atau terjadinya osteitis alveolar mungkin terkait
dengan ada atau tidak adanya masalah sistemik. Kondisi seperti hipertensi, diabetes
mellitus dan lain-lain yang mengubah proses penyembuhan, menghasilkan pembentukan
soket kering, karena cacat atau mengubah proses penyembuhan.
g. Clot dislodgement
Keluarnya bekuan darah pada kasus ekstraksi sebagian besar di daerah molar ketiga
rahang bawah mengakibatkan terjadinya dry socket. Pengeluaran bekuan dapat terjadi
akibat tekanan intraoral negatif yang ditimbulkan akibat menghisap dengan bantuan
sedotan, merokok, iritasi lokal di tempat ekstraksi, trauma setelah ekstraksi, dapat
menyebabkan lepasnya bekuan darah dan akhirnya mengakibatkan pembentukan bekuan
darah. soket kering dalam 1 hingga 3 hari setelah ekstraksi.
h. Infeksi
Infeksi dari penyebab apa pun, sebagian besar infeksi bakteri menunjukkan kemungkinan
yang lebih tinggi untuk berkembangnya soket kering. Ditemukan bahwa lebih tinggi
kemungkinan pembentukan osteitis alveolar dengan pasien yang memiliki kebersihan
mulut yang buruk, bersama dengan infeksi periodontal lokal di dekat tempat ekstraksi.
Streptococcus mutans ditemukan terkait dengan terjadinya osteitis alveolar bersama
dengan penyembuhan yang tertunda di tempat ekstraksi.
i. kuretase
Jika ada kuretase berlebihan yang dilakukan di tempat ekstraksi bersama dengan irigasi
yang berlebihan, yang dapat menghambat pembentukan bekuan darah dan akhirnya
mengakibatkan pembentukan soket kering. (Suri et al., 2020).
Suri N, dkk. 2020. A literature review on dry socket. International journal of maxillofacial
imaging; 6(4).
- (Rizky):
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya dry socket adalah pengguna kontrasepsi
hormonal. Kontrasepsi hormonal adalah kontrasepsi yang menggunakan hormon,
progesteron sampai kombinasi estrogen dan progesteron. Estrogen memiliki peran dalam
proses fibrinolisis dengan mengaktifkan sistem fibrinolitik dan kemudian meningkatkan
lisis bekuan darah.
Retno S.A., Husnul K., Bayu I.S. 2016. PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN DRY
SOCKET PADA PENGGUNA KONTRASEPSI HORMONAL DAN YANG TIDAK
MENGGUNAKAN KONTRASEPSI HORMONAL. 23 Dentino (Jur. Ked. Gigi).
1(1): 21-26.
- (Yenny):
Trauma ekstraksi yang menyebabkan cedera pada tulang, oral flora yang meliputi bakteri
seperti Triponema denticola, gram negatif, anaerobik obligat yang menghasilkan zat
seperti plasmin memulai aktivitas fibrinolitik, faktor sirkulasi, perawatan pasca operasi
yang buruk, produksi air liur, irigasi pasca soket operasi, penggunaan obat kumur,
gangguan faktor pembekuan, dan faktor nutrisi.
Ebenezer, V., & Balakrishnan, D. S. I. (2021). Management Of Dry Socket-A Review.
NVEO-NATURAL VOLATILES & ESSENTIAL OILS Journal| NVEO, 445-449.
- (Geya) :
Kebiasaan (merokok)
Hal yang berkaitan dengan kandungan dalam rokok seperti nikotin, karbon monoksida,
dan hidrogen yang berdampak terjadi dry socket. Nikotin dapat mengganggu persediaan
oksigen yang mengakibatkan kurangnya aliran darah pada jaringan melalui efek
vasokonstriksi. Nikotin menstimulasi aktivitas saraf simpatik dan membuat epinefrin
terlepas yang mengaki batkan menurunnya perfusi darah pada jaringan dan vasokonstriksi
periferal. Nikotin juga meningkatkan kekentalan darah yang disebabkan oleh penurunan
aktivitas fibrinolitik dan augmentasi daya lekat trombosit. Karbon monoksida dalam
rokok dapat menyebabkan putusnya aliran oksigen ke jaringan, sehingga menyebabkan
turunnya jumlah hemoglobin oksigenasi dalam aliran darah. Hidrogen sianida juga
diketahui merupakan komponen dalam rokok yang dapat merusak metabolisme oksigen
seluler dan menyebabkan oksigen yang membahayakan bagi jaringan. Hal ini yang
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka pada tahap inflamasi dan epitelisasi
fibroplasia sehingga menyebabkan terjadinya dry socket.
Poluan CF, Anindita PS, Mintjelungan CN. Kejadian Dry Socket Pada Perokok Pasca
Tindakan Odontektomi. E-Gigi. 2022;10(2):176-181.
3. Bagaimana mekanisme dry socket?
Jawaban:
- (Widyandini)
Partikel makanan yang terkumpul di dalam soket dapat mengeluarkan blood clot. Biofilm
bakteri dan partikel makanan di dalam soket juga dapat menghambat pembentukan
kembali blood clot yang terlepas dengan menghalangi kontak blood clot yang terbentuk
kembali dengan tulang yang terbuka. Partikel makanan dan biofilm bakteri dapat
menghambat kontak penyembuhan epitel dengan tulang yang terpapar, yang dapat
memperpanjang waktu penyembuhan lesi dry socket. Partikel makanan yang terkumpul di
dalam dry socket juga dapat berfermentasi karena bakteri. Fermentasi ini dapat
mengakibatkan pembentukan racun atau antigen yang dapat mengiritasi tulang yang
terpapar, menghasilkan rasa yang tidak enak atau bau mulut, dan menyebabkan rasa sakit
di seluruh rahang. Namun, bukti menunjukkan bahwa bakteri bukanlah penyebab utama
lesi dry socket.
Pada ekstraksi dengan tekanan tinggi, yang memberikan gaya tekan yang tinggi pada
tulang alveolar di sekitar gigi, peristiwa dimulai selama 24-96 jam setelah ekstraksi yang
akan menyebabkan nekrosis osteoblas yang melapisi permukaan intaglio soket. Nekrosis
osteoblas dapat memulai aktivitas fibrinolitik yang melisiskan blood clot yang mungkin
terbentuk setelah ekstraksi, atau blood clot dapat terlepas karena osteoblas nekrotik
kehilangan kemampuan untuk berintegrasi secara metabolik dengan blood clot. Juga, kira-
kira pada saat osteoblas nekrosis, soket berhenti berdarah, meskipun aktivitas fibrinolitik
secara teoritis menyebabkan peningkatan perdarahan ke soket ekstraksi untuk membawa
sel-sel imun dan komplemen ke soket untuk mulai menyerap osteoblas nekrotik. Peristiwa
iskemia soket idiopatik ini dapat mencegah blood clot awal untuk membentuk kembali
melalui perdarahan tambahan dan dapat mencegah sistem kekebalan mengakses soket
melalui kapiler lokal untuk memulai respon inflamasi untuk menyerap sel-sel tulang
nekrotik. Sel-sel tulang nekrotik kemudian terbuka selama beberapa hari, mengakibatkan
gejala utama (atau morbiditas) dari lesi dry socket, nyeri akut pada soket yang terpapar
terhadap rangsangan mekanis yang bertahan selama beberapa hari sampai tulang
sepenuhnya tertutup oleh epitel penyembuhan.
Selama ekstraksi traumatis, gaya luksasi berat atau forceps berpindah ke tulang rahang
yang mengelilingi akar dan dapat menghancurkan tulang pada permukaan intaglio soket
ekstraksi. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis atau apoptosis osteoblas di dalam soket
ekstraksi. Penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan mekanis (kekuatan tarik atau
kompresi yang berlebihan) pada osteoblas dapat mengaktifkan jalur pensinyalan seluler
yang mengarah pada apoptosis osteoblas. Juga, persentase osteoblas apoptosis meningkat
lebih dari 24 jam setelah penerapan gaya tekan awal dan meningkat sebanding dengan
gaya tekan.
Nekrosis sel tulang, yang terjadi selama >24 jam setelah ekstraksi, dapat menyebabkan sel
tulang melepaskan aktivator jaringan plasminogen urokinase, yang merupakan aktivator
plasminogen utama yang dilepaskan pada lesi dry socket. Aktivator jaringan plasminogen
urokinase kemudian mengubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin dapat secara
langsung mengakibatkan blood clot lisis yang awalnya terbentuk di soket. Namun, fungsi
utama plasmin adalah untuk memulai perfusi pembuluh darah untuk membawa darah, sel-
sel sistem kekebalan, dan komplemen ke permukaan intaglio soket untuk mulai menyerap
osteoblas nekrotik. Namun, pada lesi dry socket, peristiwa iskemia pembuluh darah
idiopatik akhirnya diamati yang secara prematur memblokir proses aktivasi sistem
kekebalan yang dimediasi perfusi kapiler ini.
Mamoun, J. (2018). Dry socket etiology, diagnosis, and clinical treatment techniques.
Journal of the korean association of oral and maxillofacial surgeons, 44(2), 52-58.
Patogenesis yang tepat mengenai dry socket belum sepenuhnya diketahui. Patofisologi dry
socket terjadi akibat peningkatan aktivitas lokal fibrinolitik pada alveolus disebabkan oleh
pelepasan mediator selama inflamasi oleh aktivasi plasminogen direct atau indirect ke
dalam darah.
Ketika mediator dilepaskan oleh sel pada tulang alveolar pasca trauma, plasminogen akan
berubah menjadi plasmin yang menyebabkan pecahnya bekuan darah oleh disintegrasi
fibrin. Perubahan ini terjadi oleh adanya proaktivator selular atau plasmatik dan aktivator
lainnya. Aktivator tersebut diklasifikasikan menjadi direct (fisiologik) dan indirect
(nonfisiologik) aktivator dan juga telah dibagi ke dalam subklasifikasi berdasarkan
sumbernya, yaitu aktivator intrinsik dan ekstrinsik.
Aktivator intrinsik berasal dari komponen plasma, seperti aktivator factor XIIdependent
atau factor-Hageman-dependent dan urokinase. Direct aktivator intrinsik berasal dari luar
plasma dan termasuk aktivator jaringan dan plasminogen endothelial. Aktivator jaringan
plasminogen paling banyak ditemukan pada mamalia, termasuk pada tulang alveolar.
Indirect aktivator termasuk streptokinase dan stafilokinase. Substansi dihasilkan dari
interaksi antara bakteri dengan plasminogen dan bentuk aktivator kompleks tersebut yang
mengubah plasminogen menjadi plasmin.
Pasien yang menerima anastesi dengan penggunaan epinefrin sebagai vasokonstriktor
dapat meningkatkan insiden terjadinya dry socket. Pengikatan epinefrin pada membran
plasma sel hati akan meningkatkan kosentrasi senyawa adeno monofosfat siklik, yang
sering disingkat AMP siklik atau cAMP. Adenil siklase adalah suatu enzim yang ada di
dalam membran plasma, mengubah ATP menjadi cAMP sebagai respons terhadap sinyal
ekstraseluler, dalam hal ini epinefrin.
Pada kaitannya dengan penyembuhan luka, cAMP dalah salau satu inhibitor terjadinya
agregasi trombosit, sehingga dapat menganggu tahap koagulasi dan tidak dapat terbentuk
bekuan darah. Maka proses penyembuhan luka dapat terhambat. Begitu pula pada kasus
Dry socket yang menugunakan obat anastesi lokal yang mengandung vasokonstriktor
(epinefrin) maka proses penyembuhan luka terhambat dan mengakkibatkan soket kering
tanpa adanya bekua darah dan jaringan granulasi.
Gambaran klinis dry socket (terdapat jaringan nekrotik yang berwarna kuning keabuan dan
kehitaman disekitar soket dan terdapat beberapa debris makanan).
Revianti S. 2019. Potensi Larutan Irigasi Bebahan Micro Algae pada Proses Penyembuhan
Dry socket. Surabaya: Kartika Mulya.
- (Arya)
Tulang yang kelihatan tersebut sangat sensitif dan menyebabkan rasa sakit. Rasa sakit
yang menandai dry socket biasanya dimulai pada hari kedua sampai kelima setelah
pencabutan dan pada umumnya tidak mudah hilang dengan mengonsumsi obat analgesik.
Keluhan lain pada pasien yaitu bau mulut tidak sedap dan pengecapan tidak enak..
Poluan, C. F., Anindita, P. S., & Mintjelungan, C. N. (2022). Dry Socket in Smokers after
Odontectomy. e-GiGi, 10(2), 176-181.
Perawatan dasar untuk dry socket adalah dengan cara melakukan irigasi menggunakan
chlorhexidine gluconate atau larutan saline untuk mengeliminasi debris sisa makanan,
bakteri, dan jaringan nekrotik. Kemudian, mengisi bagian soket dengan medikamen
Gambar: Dry socket yang dibaluti dengan pasta io do form (zinc oxide eugenol).
Mamoun J. 2018. Dry Socket Etiology, Diagnosis, and Clinical Treatment
Techniques. Journal Korean Association of Oral Maxilla Surgical. 44: 52-58.
Sebagian besar Dokter Gigi setuju bahwa tujuan utama dari manajemen dry socket
adalah mengontrol rasa sakit hingga regenerasi jaringan secara sempurna.
Penatalaksanaan dry socket meliputi irigasi, penempatan dressing dan intervensi
bedah (kuretase). Adapun metodenya meliputi terapi konservatif dan radikal
konservatif.
1. Terapi konservatif
Terapi ini dilakukan dengan cara irigasi pada soket dan penempatan dressing medis
yang memiliki kandungan analgesic, antipiretik dan efek antifibrinolitik. Luka perlu
dilakukan irigasi untuk menurunkan jumlah bakteri dan menghilangkan benda asing.
Cairan yang biasa digunakan adalah 0,9% saline, dan cairan yang mengandung
surfaktan.
2. Metode bedah atau radikal terapi
Metode ini dilakukan dengan cara pembersihan alveoli dari dekomposisi bekuan
darah dengan menggunakan alat medis lalu luka dijahit. Metode ini dilakukan setelah
excohleation atau pembersihan alveoli dari bekuan darah lalu luka tersebut ditutupi
oleh lobus mucoperiosteal.
Penatalaksanaan dry socket menunjukkan hasil yang bagus dengan cara kuretase, lalu
irigasi dengan saline fisiologis, dan pemberian dressing yang terdiri dari 10%
metronidazole, lidokain 2%, lanolin sebagai dasar, dan mint pada tulang alveolar.
Hasil pengobatan menunjukkan terdapat pengurangan rasa nyeri yang signifikan dan
tidak adanya efek sampiung local dan atau sistemik.
Pada semua pasien dry socket yang telah diobati dengan intervensi bedah dalam
bentuk pemberian anastesi, curettage dan irigasi soket, serta dilakukan penutupan
dengan flap untuk melindungi bekuan darah dan meningkatkan penyembuhan.
Prosedur ini menghasilkan penurunan rasa nyeri dan mendorong proses penyembuhan
luka.
Revianti S. 2019. Potensi Larutan Irigasi Bebahan Micro Algae pada Proses
Penyembuhan Dry socket. Surabaya: Kartika Mulya.
- (Maulideya) :
Fokus utama pengobatan adalah menghilangkan rasa sakit, dan terapi saat ini
didasarkan pada pembuangan debris dari soket dengan irigasi, dan penggunaan obat
analgesik. Obat intra-soket dapat ditempatkan seperti antibakteri, anestesi topikal, dan
obtundents. atau kombinasi ketiganya. Obat-obatan ini termasuk pelet kapas yang diresapi
seng oksida dan eugenol, salep lidokain, alvogyl (eugenol, iodoform dan butamen),
dentalone, bismut subnitrat, pasta iodoform (BIPP) pada kasa pita dan metronidazol.
Beberapa penelitian juga melaporkan penggunaan laser untuk perawatan dry socket.
Kisaran perawatan untuk drysoket termasuk perawatan yang diarahkan secara lokal ke
soket, 1. irigasi soket dengan bilas klorheksidin 0,12-0,2% dan menginstruksikan
penggunaan jarum suntik di rumah untuk irigasi; penempatan dressing self-eliminating
seperti Alvogyl (mengandung eugenol, butamben dan iodoform); penempatan dressing
obtundant seperti seng oksida, eugenol dan gel lidokain; atau, kombinasi dari terapi ini dan
sesuai, resep antibiotik sistemik. Pedoman Klinis Nasional pada tahun 1997, yang
kemudian ditinjau pada tahun 2004, tentang bagaimana dry soket harus dikelola dgn hal
berikut:
1. Dalam kasus yang tepat, radiografi harus diambil untuk menghilangkan itu
kemungkinan sisa akar atau fragmen tulang sebagai sumber nyeri, biasanya pada
kasus ketika pasien baru datang dengan gejala seperti itu.
2. Soket harus diirigasi dengan klorheksidin diglukonat 0,12% yang dihangatkan untuk
menghilangkan jaringan nekrotik dan agar sisa makanan dapat dikeluarkan dengan
hati-hati. Anestesi lokal terkadang diperlukan untuk ini.
3. Soket kemudian dapat dibalut dengan pembalut obtundant untuk mencegah sisa
makanan masuk ke soket dan untuk mencegah iritasi lokal pada tulang yang terbuka.
Pembalut ini harus bertujuan untuk menjadi antibakteri dan antijamur, dapat diserap
kembali dan tidak menyebabkan iritasi lokal atau merangsang respons inflamasi.
4. Pasien harus diberi resep analgesia obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), jika
tidak ada kontraindikasi dalam riwayat medis mereka.
5. Pasien harus dipantau dan langkah 2 dan 3 diulang sampai rasa sakit mereda dan
pasien kemudian dapat diinstruksikan untuk irigasi soket dengan klorheksidin
diglukonat 0,2% dengan jarum suntik.
Shevel E. 2018. Painful dry socket: an alternative perspective. Clinical
Communication. 73(7): 456-457
Bowe DC. 2012. The Management of dry socket. Journal of the irish dental
association. 57(6): 305-310.
- (Radhia)
1. Pengaplikasian PHBA (Para hydroxyl benzoid acid) adalah salah satu agen anti
fibrinolytic yg bisa digunakan secara topical dan dipercayai bisa menurunkan
kemungkinan terjadinya dry socket.
2. Poly lactic acid, digunakan ditempat pencabutan diketahui dapat menurunkan rasa
sakit dan meningkatkan penyembuhan
3. LLLT (Low level laser therapy) untuk dry socket
Perawatan dry socket dengan menggunakan LLLT diketahui meningkatkan proses
penyembuhan luka. LLLT merupakan salah satu perawatan dry socket yang memiliki
efek biostimulatory yang dapat menstimulasi perubahan metabolic intraselular, secara
langsung mempengaruhi mitokondria sel. LLLT menunjukan efek sedative pada
tulang dan menstimulasi proliferasi fibroblast. Fibroblast adalah sel yang berperan
pada penyembuhan luka yang mengsintesis matriks ekstraselular dan kolagen. LLLT
juga meningkatkan epitalisasi, angiogenesis dan membantu melepaskan hormone-
hormon pertumbuhan. LLLT meningkatkan epitalisasi dimana epitalisasi merupakan
tahap yang esensial untuk menjaga stabilitas selama penyembuhan luka. Efektivitas
LLLT dibuktikan dengan penelitian lain yang menyatakan pada penyembuhan tulang
maksilofasial, LLLT memiliki efek anti-inflamasi dan efek analgesic yang dapat bisa
berkontribusi dalam penyembuhan rongga mulut.
Suri N., et al. A Literature review on dry socket. IP International Journal od
Maxillofacial Imaging. 2020; 6(4).
Kamal A., et al. Management of dry socket with low-level laser therapy. Clinical Oral
Investigations. 2021; 25 (3).