Lembar kerja ini berisi ringkasan singkat tentang perkembangan kebudayaan Islam pada masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq, termasuk biografi singkat, kepemimpinannya, metode dakwah, perkembangan pendidikan, dan kontribusinya dalam peradaban Islam.
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
158 tayangan26 halaman
Lembar kerja ini berisi ringkasan singkat tentang perkembangan kebudayaan Islam pada masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq, termasuk biografi singkat, kepemimpinannya, metode dakwah, perkembangan pendidikan, dan kontribusinya dalam peradaban Islam.
Lembar kerja ini berisi ringkasan singkat tentang perkembangan kebudayaan Islam pada masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq, termasuk biografi singkat, kepemimpinannya, metode dakwah, perkembangan pendidikan, dan kontribusinya dalam peradaban Islam.
Lembar kerja ini berisi ringkasan singkat tentang perkembangan kebudayaan Islam pada masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq, termasuk biografi singkat, kepemimpinannya, metode dakwah, perkembangan pendidikan, dan kontribusinya dalam peradaban Islam.
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26
PENDALAMAN MATERI
(Lembar Kerja Resume Modul)
1. Nama : FAISAL NUR HIDAYAT 2. Mapel/Kelas : PAI/ F3 3. Judul Modul : Sejarah Kebudayaan Islam 4. Kegiatan Belajar : Perkembangan Kebudayaan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin (KB 1) 5. Refleksi Menjadi pemimpin bukanlah suatu pilihan. Meskipun tidak memilih kita tetap akan menjadi pemimpin walaupun di ruang lingkup yang kecil, seperti pemimpin keluarga atau lebih mengerucut lagi pemimpin bagi diri sendiri. Jangan kira, pemimpin hanyalah yang berprofesi sebagai presiden atau yang duduk di kursi parlemen. Lebih luas lagi semua orang adalah pemimpin baik bagi orang yang ada di sekitarnya, keluarga, dan diri sendiri. Karena setiap manusia adalah pemimpin di lingkup masing-masing, maka orang butuh figur para pemimpin dan tokoh-tokoh penting dalam dunia Islam dari beragam latar belakang lintas dunia dan lintas masa. Dengan mempelajari bahan ajar ini (Perkembangan Kebudayaan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin) diharapkan dapat menginspirasi kita dalam memimpin diri kita keluarga maupun masyarakat.
NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN
PETA KONSEP
Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Biografi Singkat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq Metode Dakwah pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq Perkembangan Pendidikan pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq Kontribusi Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Peradaban Islam
Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Umar bin Khattab
Biografi Singkat Umar bin Khattabn
Kepemimpinan Umar bin Khattab Metode Dakwah pada Masa Perkembangan Pendidikan pada Masa Peta Konsep Kontribusi Umar Bin Khattab dalam Peradaban Islam
(Beberapa istilah dan
1 Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Utsman Bin Affan definisi) di modul bidang studi Biografi Singkat Utsman BIn Affan Kepemimpinan Utsman Bin Affan Metode Dakwah Utsman Bin Affan Perkembangan Pendidikan pada Masa Utsman Bin Affan Kontribusi Utsman Bin Affan dalam peradabn Islam
Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Ali Bin Abi Thalib
Biografi Singkat Ali Bin Abi Thalib
Kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib Metode Dakwah Ali Bin Abi Thalib Perkembangan Pendidikan pada Masa Ali Bin Abi thalaib Kontribusi Ali Bin Abi Thalib dalam peradaban Islam A. Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq 1. Biografi Singkat Abu Bakar Ash-Shiddiq Abu Bakar Ash-Shiddiq nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Tayim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik al-Qurasy al-Taimy. Abu Bakar as-Shiddiq dilahirkan di Makkah pada tahun 573 M. Ibu Abu Bakar Ash-Shiddiq bernama Salma binti Sakhar bin Amir bin Ka`ab bin Sa`ad bin Tayim bin Murrah. Ia digelari dengan Ummu al Khair. Sedangkan bapaknya adalah Utsman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) yang masuk Islam pada peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan kota Makkah). Beliau termasuk di antara orang-orang yang paling awal memeluk agama Islam atau yang dikenal dengan sebutan al-sabiqun al- awwalun. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 Masehi. Dia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar menjadi Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari. Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad Saw. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (hamba Ka’bah), yang kemudian diubah oleh Nabi menjadi Abdullah (hamba Allah). Nabi memberinya gelar yaitu Ash- Shiddiq (yang berkata benar) setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang diceritakan Nabi Muhammad Saw. kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq". Abu Bakar menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahli-Ba'eer atau rakyat unta. Pada masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan dengan unta dan kambing, dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama "Abu Bakar" yang berarti, bapaknya unta. Sejak zaman Jahiliyyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang- orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain-lain lagi?" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam. Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorangpun yang ada di antara kedua gunung di Makkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam. Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya. Abu Bakar termasuk orang yang pertama masuk Islam di kalangan laki-laki dewasa yang bukan budak, sedangkan wanita yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam. Pada Jumadil Akhir tahun 13 Hijriyah, Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat. Abu Bakar wafat pada usia ke-63 tahun. Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah. Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq ditunjuk untuk menjadi imam shalat untuk menggantikan Rasulullah, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar Ash Shiddiq akan menggantikan posisinya. Bahkan setelah Rasulullah telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Rasulullah yang paling tabah menghadapi meninggalnya Rasulullah. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Saqifah Bani Saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M. 2. Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq Selama kurang lebih dua tahun, yaitu dari 11-13H/ 632-634M Abu bakar Ash Shiddiq memimpin menggantikan Nabi Muhammad Saw setelah wafat. Beliau mulai menyebarkan agama sebagaimana tugas Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Selama menjadi Khalifah, Abu Bakar Ash-Shiddiq yang sangat singkat tersebut lebih diprioritaskan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri, terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan di Madinah sepeninggal Nabi Saw. Mereka beranggapan bahwa perjanjian yang mereka buat dengan Nabi Saw, dengan sendirinya telah habis dan batal (berakhir sendirinya) setelah Nabi meninggal dunia. Karenanya, mereka menentang Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mereka itulah yang dikenal dengan orang-orang murtad karena mereka tetap keras kepala, tidak mau tunduk, bahkan penentangan mereka dipandang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq menyelesaikan masalah tersebut dengan perang yang disebut dengan perang riddah (perang melawan kemurtadan). Masalah pemegang pucuk kekhalifahan menjadi pemicu munculnya fanatisme kesukuan. Tampilnya di antara suku-suku bangsa Arab yang mengaku dirinya sebagai Nabi, merupakan salah satu bentuk ketidakpuasan suku bangsa terhadap kehidupan sosial-politik yang selama ini mereka pendam. Pada masa pemerintahannya, Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki keberhasilan dalam kepemimpinannya. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari sifat kepribadian Abu Bakar Ash-Shiddiq yang meliputi lemah lembut, tegas, berani, dermawan, dan jujur. Dalam sejarah sifat ketegasan Abu Bakar Ash- Shiddiq salah satu contohnya yakni ketika Fuja’ah telah mengkhianati amanah, menipu Abu Bakar Ash-Shiddiq dan kaum muslimin serta membunuh orang- orang yang tidak bersalah. Jarang orang marah seperti marahnya orang yang tertipu lebih-lebih penipuan yang mengakibatkan pengkhianatan dan penumpahan darah. Fuja’ah datang kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq meminta sejumlah senjata untuk memerangi kaum murtad. Dengan senjata itu ia menyerang kaum muslimin yang tidak bersalah dan mengacau di sepanjang jalan dengan merampok, merampas dan menumpahkan darah.Sebagai bukti keadilan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah kebijakan meningkatkan kesejahteraan umum dan perekonomian. Abu Bakar Ash-Shiddiq membentuk lembaga “Baitul Mal”, semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi Muhammad Saw yang digelari “amin al-ummah” (kepercayaan umat). Abu Bakar Ash-Shiddiq menerapkan prinsip kesamarataan yaitu kebijakan dalam membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala dari Allah SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama yakni, memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat dan tidak membeda bedakan antara sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita. Sehingga harta baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan. Mengenai praktik kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq di bidang pranata ekonomi dan sosial adalah berusaha mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, beliau mengelola zakat, infaq, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, harta rampasan perang (ghanimah) dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Beliau juga mempelopori sistem penggajian aparat negara, misalnya untuk khalifah digaji amat sedikit, yaitu 2,5 atau 2,75 dirham setiap hari hanya dari baitul mal. Salah satu gaya kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq yang bersifat sentralistik adalah ketika mengirim Usamah bin Zaid yang masih muda sebagai panglima perang menghadapi Romawi di Syam, walaupun saat itu di negeri sendiri timbul pemberontakan kaum murtad dan munafik. Tindakan demikian secara politis dapat dipahami bahwa ingin menunjukkan kepada musuh bahwa kekuatan Islam cukup tangguh, membuat pemberontak cukup gentar, dan dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern ketika terjadi peristiwa di Saqifah Bani Saidah. 3. Metode Dakwah pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq a. Metode Dakwah Bil-Lisan Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq dibai’at di Saqifah, pada keesokan harinya beliau duduk di mimbar sedang Umar berdiri di sampingnya memulai pembicaraan. Umar mulai mengucapkan pujian terhadap Allah SWT sebagai pemilik segala pujian. Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak kudapati dalam kitabullah, dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah padaku. Aku berpikiran bahwa pastilah Rasulullah Saw aku hidup dan terus mengatur urusan kita maksudnya bahwa Rasulullah Saw akan wafat belakangan setelah para sahabat wafat dan sesungguhnya Allah SWT telah meninggalkan untuk kita kitabnya yang membimbing Rasulullah Saw, maka jika kalian berpegang teguh dengannya, Allah SWT pasti akan membimbing kalian sebagaimana Allah SWT telah membimbing Nabinya. Dan sesungguhnya Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari kalian. Ia adalah sahabat Rasulullah Saw yang kedua ketika ia dan Rasulullah Saw bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya. Maka orang-orang segera membaiat Abu Bakar secara umum setelah sebelumnya dibaiat di Saqifah.” Selepas dibai’at, Abu Bakar Ash-Shiddiq mulai berpidato dan setelah memuji Allah Pemilik segala pujian, beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik, maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian, maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul- Nya. Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’ b. Metode Dakwah Bil-Tadwin Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash Shiddiq merupakan strategi dakwah. Dalam perang Yamamah dalam misi menumpas nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab, banyak sahabat penghafal Al- Qur’an yang gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam akan habisnya para penghafal Al-Qur’an karena gugur di medan peperangan. Oleh karena itu, Umar bin Khattab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al- Qur’an yang tertulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta, dan lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar Ash-Shiddiq agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pernah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad Saw. Namun, karena alasan Umar bin Khattab yang rasional, yaitu banyaknya sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan khawatir akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar Ash-Shiddiq menyetujuinya. Abu Bakar Ash Shiddiq menugaskan kepada Zaid bin Tsabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad Saw, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu. Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq, maka jasa terbesar Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia sekarang adalah usaha pengumpulan Al-Qur’an. Upaya pengumpulan Al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci Al-Qur’an hingga menjadi kitab Al-Qur’an yang menjadi pedoman utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini. Oleh karena itu, metode dakwah melalui pengumpulan Al Qur’an yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq melahirkan metode dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan seperti menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan dalam bentuk tulisan memiliki rentang waktu yang relatif panjang karena tidak lekang oleh zaman dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya. c. Metode Dakwah Bil-Yad Kata tangan disini bukan kata tangan sebagai tekstual tapi secara kontekstual yang dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan. Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah Abu Bakar Ash- Shiddiq menggunakan kekuatan kekuasaan sebagai metode dakwah kepada orang-orang yang membangkang. Abu Bakar Ash-Shiddiq mengadakan rapat dengan para sahabat untuk meminta saran dalam memerangi mereka yang tidak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat berpendapat untuk tidak memerangi umat yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama. Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian, sedang yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan mereka dalam hal ini cukup sengit dan saling berlawanan yang berkepanjangan. Abu Bakar Ash-Shiddiq betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini : “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, padahal dulu mereka lakukan kepada Rasulullah Saw, akan aku perangi”. Abu Bakar Ash-Shiddiq juga menegaskan tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata : “Demi Allah aku akan memerangi siapapun yang memisahkan shalat dengan zakat. Zakat dengan harta kecuali dengan alasan”. Abu Bakar juga menggunakan kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah ke wilayah Irak dan Syria. d. Metode Dakwah Bil-Hal Abu Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara yang telah digariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu dalam melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar Ash-Shiddiq menunjuk Abu Ubaidah al-Jarah sebagai bendahara umat (menteri keuangan) yang diserahkan kepercayaan untuk mengelola urusan-urusan Baitul Mal. Sementara Umar bin Khattab memegang jabatan peradilan (Kementerian atau Departeman Kehakiman) yang juga dijalankan langsung oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sendiri. Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sekretaris terkadang tugas ini juga dilakukan oleh sahabat yang ada seperti Ali bin Abi Thalib atau Utsman bin Affan. Di samping baitul mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar Ash- Shiddiq juga membentuk lembaga pertahanan dan keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, dan Zaid bin Sufyan. Untuk memperlancar jalannya pemerintahan di bidang eksekutif Abu Bakar Ash- Shiddiq mendelegasikan tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di daerah kepada sahabat lain. Misalnya, untuk pemerintahan pusat ia menunjuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu 13 Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditunjuk seorang amir. e. Metode Uswatun Hasanah Dalam Bahasa Arab “keteladanan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. “Keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Memberi teladan yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu Bakar Ash-Shiddiq menerapkan metode ini dalam dakwah Islamnya baik sebelum maupun sesudah menjadi khalifah. Selain sopan dan santun, Abu Bakar Ash-Shiddiq juga terkenal tawadhu dan rendah hati. Ia seorang pekerja keras sejak dahulu. Sebagai pengusaha sukses sejak sebelum Islam datang hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad Saw dan meninggalkan usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar Ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikitpun bekas-bekas orang kaya pada dirinya. Tidak dijumpai pada diri Abu Bakar Ash-Shiddiq rasa gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji. Selama beradadi Madinah bersama Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar Ash-Shiddiq menerima jasa sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang miskin dan janda yang tidak mampu. Inilah bentuk ketawadhuan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia tawadhu bukan hanya dalam kondisi miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi. Abu Bakar Ash-Shiddiq pada mulanya adalah orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk perjuangan Nabi Muhammad Saw dan Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq merasa bahagia menafkahkan hartanya itu sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melakukan pekerjaan- pekerjaan orang kecil seperti memerah susu, meskipun ia adalah pemimpin umat Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq yang rendah hati bukan karena ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia memiliki segalanya. 4. Perkembangan Pendidikan pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, ilmu tidak berkembang maju karena disibukkan dengan masalah-masalah seperti menumpas nabi palsu, gerakan kaum murtad, gerakan kaum munafik, dan memerangi yang enggan berzakat. Sekalipun demikian, banyak pula kemajuan yang dicapai pada masa ini yaitu ; memperbaiki sosial ekonomi, pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dan memperluas wilayah Islam sampai ke Irak, Persia dan Suriah. Pada masa Abu Bakar Ash- Shiddiq lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang berarti. Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat Muslim telah menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa bangsa yang telah maju. Ketika peserta didik selesai mengikuti pendidikan di kuttab mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni di masjid. Di masjid ini ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan di antara pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat menengah gurunya belum mencapai status Ulama Besar, sedangkan pada tingkat tinggi para pengajarnya adalah Ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas kesalehan serta kealiman yang diakui masyarakat. Materi-materi pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari : Al-Qur’an dan tafsirnya, Hadits dan mengumpulkannya, dan Fiqih. Adapun materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk lembaga pendidikan kuttab adalah belajar membaca dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, dan belajar pokok-pokok agama seperti, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya. 5. Kontribusi Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Peradaban Islam a. Memberangkatkan Pasukan Usamah bin Zaid ke Kawasan Syam Nabi Muhammad Saw telah berencana untuk mengirim pasukan ke wilayah utara khususnya ke kawasan Syam, rencana tersebut dibuat sebelum beliau wafat bahkan saat masih sehat. Tujuan beliau untuk berjaga-jaga bila sewaktu waktu kabilah-kabilah sekutu Romawi menyerang kaum muslim. Hal tersebut demi menjaga keutuhan wilayah Islam. Pasukan tersebut berangkat dengan memegang teguh amanat Abu Bakar Ash-Shiddiq dan pulang membawa keberhasilan menggertak pasukan Romawi selama dua bulan melakukan ekspedisi. b. Mengembalikan Kaum Muslimin pada Ajaran Islam yang Benar dan Memberantas Para Nabi Palsu Banyak kabilah-kabilah Arab di Madinah yang tidak mau membayar zakat semenjak diangkatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pengganti Nabi Muhammad Saw, Hal itu didasarkan karena anggapan mereka mengenai pembayaran itu sebagai upeti yang sudah tidak berlaku semenjak kepergian Rasulullah. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut Abu Bakar Ash-Shiddiq melaksanakan perintah untuk mengirimkan Usamah dikarenakan jumlah kaum Muslim yang sedikit untuk mempertahankan Madinah. Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian mengerahkan seluruh penduduk Madinah untuk menyerbu orang-orang Arab yang murtad di sekitar Madinah, Peristiwa tersebut terjadi tepat 11H di bulan Jumadil akhir. Tatkala pasukan Abu Bakar Ash Shiddiq bertemu dengan musuh yang berasal dari Bani Abs, Bani Murrah, Dzubyan dan yang turut bersama mereka dari Bani Kinanah, datang bantuan dari Thulaihah bersama keponakannya yang bernama Hibal. Selain itu, Abu Bakar juga memerangi orang yang mengaku sebagai nabi. Musailamah Al-Kadzdzab adalah orang yang mengaku sebagai nabi, ia berasal dari Bani Hanifah di Yamamah. Ia mempunyai banyak pengikut yang meyakini ia sebagai seorangnabi. Ia memiliki pasukan lebih dari empat puluh ribu serdadu. Untuk menghadapi hal tersebut maka, Khalifah Abu Bakar Ash- Shiddiq mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Maka, terjadilah perang dahsyat antara kaum muslimin dengan kaum murtad tersebut yang dikenal dengan Perang Yamamah. Kaum muslimin berhasil mengalahkan musuhnya bahkan berhasil membunuh nabi palsu tersebut sehingga berhasil memadamkan gerakan nabi palsu dan kaum murtad. Namun, dalam perang tersebut banyak dari penghafal Al-Qur’an yang gugur sebagai syuhada. c. Mengumpulkan Al-Qur’an dalam Satu Mushaf Di zaman Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq baru dilakukannya penghimpunan Al-Qur’an ke dalam satu mushaf atau lebih tepatnya setelah peperangan Yamamah. Sekitar tujuh puluh orang syuhada yang hafal Al-Qur’an terbunuh. Zaid Bin Tsabit memulai melakukan himpunan Al-Qur’an yang kemudian dipegang oleh Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga akhir hayatnya. Ketika kekhalifahan dipegang Umar bin Khattab, himpunan Al-Qur’an pun beralih ke tangan Umar bin Khattab. Ketika Umar bin Khattab meninggal, dan kekhalifahan dijabat Utsman Bin Affan, untuk sementara waktu himpunan Al- Qur’an tersebut dirawat oleh Hafsah binti Umar karena dua alasan : pertama, Hafsah seorang hafizah dan kedua, dia juga salah seorang istri nabi di samping sebagai anak seorang khalifah. d. Mengirim Pasukan ke Irak dan Syam Abu Bakar Ash-Shiddiq mengirim pasukan ke wilayah luar Arab dengan tujuan untuk menyebarkan ajaran agama Islam serta menjaga keutuhan wilayah kaum muslimin. Di bawah pimpinan Khalid bin Walid, beliau mengirim pasukan ke Irak yang akhirnya pada tahun 637 M berhasil menguasai Hirah. Selain mengirim pasukan ke Irak, beliau juga mengirim pasukan ke Syam. Pimpinan tersebut berada di bawah pimpinan tiga jenderal yaitu, Amr bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah. B. Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Umar bin Khattab 1. Biografi Singkat Umar bin Khattab Umar bin Khattab lahir di Makkah dari Bani Adi yang masih satu rumpun dari Suku Quraisy dengan nama lengkap Umar bin Khattab bin Abdul Uzza. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail dan ibunya bernama Hantamah binti Hasyim. Lalu saudaranya yaitu, Zaid bin Khattab dan Fatimah binti Al-Khattab. Istrinya bernama, Ummi Kultsum binti Ali dan Atikah binti Zaid. Memiliki anak yaitu, Abdullah, Hafsah, Asim, Zaid, Ubaydullah, Az-Zubair bin Bakkar, Fatima, Zainab, Abdurrahman, Iyad, Ruqayyah, Abdul Rahman. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang sangat jarang terjadi. Umar bin Khattab dikenal memiliki fisik yang kuat, bahkan ia menjadi juara gulat di Makkah. Umar bin Khattab tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa itu. Beliau memiliki watak yang keras hingga dijuluki sebagai “Singa Padang Pasir”. Beliau termasuk pemuda yang amat keras dalam membela agama tradisional Arab yang saat itu masih menyembah berhala serta menjaga adat istiadat mereka. Sebelum memeluk Islam beliau dikenal sebagai peminum berat, namun setelah menjadi Muslim beliau tidak lagi menyentuh alkohol (khamr) sama sekali, meskipun saat itu belum diturunkan larangan meminum khamr secara tegas. Pada masa itu, ketika Nabi Muhammad menyebarkan Islam secara terbuka di Makkah, Umar bin Khattab bereaksi sangat antipati terhadap Rasulullah. Umar bin Khattab juga termasuk orang yang paling banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi Muhammad Saw. Pada puncak kebenciannya terhadap Nabi Muhammad Saw, Umar bin Khattab memutuskan untuk membunuh Rasulullah. Namun dalam perjalanannya, Umar bin Khattab bertemu dengan salah seorang pengikut Rasulullah yang bernama Nu’aim bin Abdullah dan memberikan kabar bahwa saudara perempuan Umar bin Khattab telah memeluk Islam. Karena kabar tersebut, Umar bin Khattab menjadi terkejut dan kembali ke rumahnya dengan maksud untuk menghukum adiknya. Dalam riwayatnya, Umar bin Khattab menjumpai saudarinya yang kebetulan sedang membaca Al-Qur’an surat Thoha ayat 1-8, Umar bin Khattab semakin marah dan memukul saudarinya. Namun, Umar bin Khattab merasa iba ketika melihat saudaranya berdarah akibat pukulannya, beliau kemudian meminta agar ia melihat bacaan tersebut. Beliau menjadi sangat terguncang oleh isi Al- Qur’an, dan beberapa waktu setelah kejadian itu Umar bin Khattab menyatakan memeluk agama Islam. Keputusan tersebut membuat hampir seisi Makkah terkejut karena seorang yang terkenal memiliki watak yang keras dan paling banyak menyiksa pengikut Nabi Muhammad Saw kemudian memeluk ajaran yang sangat dibencinya. Akibatnya, Umar bin Khattab dikucilkan dari pergaulan Makkah dan ia tidak lagi dihormati oleh para petinggi Quraisy. Pada tahun 622, Umar bin Khattab ikut bersama Nabi Muhammad Saw serta para pengikutnya berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Umar bin Khattab juga terlibat dalam Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khaibar serta penyerangan ke Syria. Umar bin Khattab dianggap sebagai orang yang disegani oleh kaum muslimin pada masa itu selain karena reputasinya pada masa lalu yang sudah terkenal sejak masa memeluk Islam. Umar bin Khattab juga dikenal sebagai orang terdepan yang selalu membela Nabi Muhammad Saw dan ajaran Islam pada kesempatan yang ada. Bahkan beliau tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama-sama ikut menyiksa para pengikut Nabi Muhammad Saw. Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi seorang khalifah, Umar bin Khattab menjadi salah satu penasehatnya, setelah Abu Bakar bin Khattab meninggal, Umar bin Khattab ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar Ash- Shiddiq sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam. Selama di bawah pemerintahan Umar bin Khattab, kekuasaan Islam tumbuh sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan Persia dari tangan Dinasti Sassanid, serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari ke Kaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi, namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam di bawah pimpinan Umar bin Khattab. Umar bin Khattab memerintah selama 10 tahun 6 bulan 4 hari. Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Saat terluka parah, dari pembaringannya ia mengangkat syura (komisi pemilih) yang akan memilih penerus pemerintahannya. Untuk menentukan penggantinya, Umar bin Khattab tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Tapi ia justru menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa`ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin `Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan menunjuk Utsman bin Affan sebagai khalifah. 2. Kepemimpinan Umar bin Khattab Dalam menjalankan kepemimpinannya, Umar bin Khattab melakukan beberapa hal yang menjadi ciri kepemimpinan beliau, di antaranya adalah: a. Musyawarah Dalam bermusyawarah Umar bin Khattab tidak pernah memposisikan dirinya sebagai penguasa ia meletakkan dirinya sebagai manusia yang sama kedudukannya dengan anggota musyawarah lain ketika ia meminta pendapat ia tidak pernah menunjukkan bahwa ia adalah pemegang kekuasaan khalifah yang diberi gelar dengan Amirul Mukminin, selalu menanamkan perasaan bahwa mereka adalah guru yang akan menunjukkannya ke jalan kebaikan, menyelamatkannya dari kesengsaraan hisab di akhirat karena mereka membantunya dengan pendapat-pendapat mereka untuk memperjelas kebaikannya. b. Kekayaan untuk Rakyat Pada zaman kepemimpinan Umar bin Khattab, kekayaan negara seutuhnya digunakan untuk melayani rakyat. Pada waktu itu sesuai dengan kebutuhan, Umar membangun benteng dan tembok besar guna melindungi umat muslim. Kota-kota juga dikembangkan untuk mensejahterakan rakyat. Umar bin Khattab sama sekali tidak pernah berpikir mengambil keuntungan untuk kesenangan pribadi atau keluarganya. Akan tetapi bisa dibilang kehidupan Umar bin Khattab cukup zuhud dan tidak terlena dengan kenikmatan dan kemewahan. c. Menjunjung Tinggi Kebebasan Umar bin Khattab pernah berkata pada dirinya sendiri untuk tidak memperbudak manusia karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dalam kondisi bebas merdeka. Menurut Umar bin Khattab setiap orang memiliki kebebasan. Umar bin Khattab sama sekali tidak takut akan kebebasan bangsanya karena arti kebebasan menurutnya cukup sederhana dan bersifat universal. Bagi umar bin Khattab kebebasan yaitu kebebasan kebenaran yang berarti ada di atas semua peraturan. Kebenaran yang dimaksud itu sendiri adalah Islam dan bukan kebebasan atas dasar logika liberalis. d. Siap Mendengar dan Menerima Kritik Seorang pemimpin juga harus siap mendengar dan menerima kritik. Hal ini pun termasuk dalam salah satu gaya kepemimpinan Umar bin Khattab. Pernah suatu saat Umar bin Khattab terlibat dalam percakapan dengan salah seorang rakyatnya. Rakyat tersebut sangat bersikukuh atas pendapatnya pribadi sampai-sampai orang tersebut berulang kali mengatakan “takutlah engkau kepada Allah” yang ditujukan kepada Umar bin Khattab. Melihat hal tersebut salah satu sahabat Umar bin Khattab membentak balik rakyat tadi. Melihat tindakan sahabatnya, Umar bin Khattab malah berendah hati dan mengucapkan “Biarkan dia, sungguh tidak ada kebaikan di dalam diri kalian apabila tidak mengatakannya, dan tidak ada kebaikan di dalam diri kita apabila tidak mendengarkannya.” e. Turun Langsung Mengatasi Masalah Rakyat Umar bin Khattab sangat populer sebagai seorang pemimpin yang tidak sungkan untuk terjun langsung mengatasi masalah rakyatnya. Di saat orang lain tidur lelap, Umar bin Khattab melakukan patroli untuk memastikan kondisi rakyatnya. Umar bin Khattab senantiasa khawatir apabila ada rakyatnya yang tidak bisa tidur karena kelaparan. Benar saja. Suatu waktu pernah Umar bin Khattab menemukan seorang ibu yang anak-anaknya menangis akibat kelaparan. Sementara sang ibu tidak memiliki bahan makanan untuk dimasak. Maka Umar bin Khattab pun menuju Baitul Mal dan membawakan gandum untuk keluarga tersebut. 3. Metode Dakwah pada Masa Umar bin Khattab Untuk menegakkan dan menyebarkan agama Islam khalifah Umar bin Khattab menempuh metode dakwah sebagai berikut: a. Pengembangan Wilayah Islam Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, usaha pengembangan Wilayah Islam terus dilanjutkan. Kemenangan dalam Perang Yarmuk pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, membuka jalan bagi Umar bin Khattab untuk menggiatkan lagi usahanya. Dalam pertempuran di Ajnadin tahun 16 H/ 636 M, tentara Romawi dapat dikalahkan. Selanjutnya beberapa kota di pesisir Syiria dan Pelestina, seperti Jaffa, Gizar, Ramla, Typus, Uka (Acre), Askalon dan Beirut dapat ditundukkan pada tahun 18 H/ 638 M dengan diserahkan sendiri oleh Patrik kepada Umar bin Khattab. Khalifah Umar bin Khattab melanjutkan perluasan dan pengembangan wilayah Islam ke Persia yang telah dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. Pasukan Islam yang menuju Persia ini berada di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Dalam perkembangan berikutnya, berturut-turut dapat ditaklukan beberapa kota, seperti Kadisia tahun 16 H/ 636M, kota Jalula tahun 17 H/ 638 M. Madain tahun 18 H/ 639 M dan Nahawand tahun 21 H/ 642 M. Khalifah Umar bin Khattab juga mengembangkan kekuasaan Islam ke Mesir. Pada saat itu penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti (Qopti) sedang mengalami penganiayaan dari bangsa Romawi dan sangat mengharapkan bantuan dari orang-orang Islam. Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina, Khalifah Umar bin Khattab memberangkatkan pasukannya yang berjumlah 4000 orang menuju Mesir di bawah pimpinan Amr bin Ash. Sasaran pertama adalah menghancurkan pintu gerbang al-Arisy, lalu berturut-turut al-Farma, Bilbis, Tendonitis (Ummu Dunain), Ain Sams, dan juga berhasil merebut benteng Babil dan Iskandariyah. b. Mengeluarkan Undang-undang Di antara jasa dan peninggalan Umar bin Khattab selama ia menjabat khalifah adalah menertibkan pemerintahan dengan mengeluarkan undang-undang. Diadakan kebijakan peraturan perundangan mengenai ketertiban pasar, ukuran dalam jual beli, mengatur kebersihan jalan dan lain-lain. c. Membagi Wilayah Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab juga membagi daerah menjadi beberapa daerah pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Khalifah bertindak sebagai pemimpin pemerintahan pusat, sedangkan di daerah dipegang oleh para gubernur yang membantu tugas pemerintahan khalifah di daerah-daerah. 4. Perkembangan Pendidikan Masa Umar bin Khattab Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, pendidikan juga tidak jauh berbeda dengan pendidikan sebelumnya. Pola pendidikan di masa ini mengalami perkembangan. Khalifah pada saat itu mengadakan penyuluhan (pendidikan) di kota Madinah. Ia juga menerapkan pendidikan di masjid dan mengangkat guru dari sahabat-sahabat untuk tiap-tiap daerah ditaklukan. Para sahabat tersebut bukan hanya bertugas mengajarkan Al-Qur’an tetapi juga Fiqih dan lainnya, adapun tenaga pengajar sebagian besar para sahabat yang senior antara lain Abdurarrahman bin Ghanam di (Suriah). Hasan bin Abi Jabalah di (Mesir). Adapun mata pelajaran yang diberikan meliputi membaca dan menulis Al Qur’an dan menghafalkannya serta mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam. Namun pendidikan pada masa Umar bin Khattab lebih maju dibandingkan dengan pendidikan sebelumnya. Pada masa ini tuntunan untuk mulai belajar bahasa Arab sudah mulai tampak. Sehingga orang-orang yang masuk Islam dari daerah yang ditaklukan harus belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa Khalifah Umar bin Khattab sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab. Berdasarkan hal di atas, pelaksanaan di masa Khalifah Umar bin Khattab lebih maju sebab selama Umar bin Khattab memerintah Negara dalam keadaan stabil dan aman ini disebabkan di samping diterapkan di mesjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat Islam di berbagai daerah dengan materi yang dikembangkan baik ilmu bahasa menulis dan pokok ilmu- ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah pengaturan Gubernur yang berkuasa pada masa Khalifah Umar bin Khattab serta kemajuan di berbagai bidang. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu diambil dari baitul mal dan daerah yang ditaklukkan. Sehingga dapat dipahami bahwa pola pendidikan yang ada pada masa pemerintahan Umar bin Khattab lebih maju dan berkembang dibandingkan dengan pendidikan yang ada pada masa pemerintahan Abu bakar Ash-Shiddiq. 5. Kontribusi Umar bin Khattab dalam Peradaban Islam Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, maka Umar bin Khattab menganggap bahwa tugasnya yang pertama adalah mensukseskan ekspedisi yang telah dirintis oleh pendahulunya. Di zaman Umar bin Khattab, gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi di ibu kota Syiria, Damaskus yang jatuh tahun 635 M. Setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amru bin `Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa`ad bin Abi Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Irak juga ditaklukkan tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul pun dapat dikuasai. Perebutan atas kekuatan yang strategis tersebut berlangsung dengan cepat dan memberi prestise di mata dunia. Suatu tenaga yang digerakkan oleh kekuatan gaib telah meluluhlantakkan kerajaan Persia dan Romawi. Operasi-operasi yang dilakukan di Irak, Syiria, dan Mesir termasuk yang paling gemilang dalam sejarah ilmu siasat perang yang tidak kalah dibandingkan dengan Napoleon, Hannibal, atau Iskandar Zulkarnain. Pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkembangan pesat. Oleh karena itu, Umar bin Khattab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang, terutama di Persia. Pada masa pemerintahannya Umar bin Khattab membentuk Baitul Mal dan Dewan Perang. Baitul Mal bertugas mengurusi keuangan negara. Dewan perang bertugas mencatat administrasi ketentaraan. Umar bin Khattab adalah Khalifah pertama kali yang memperkenalkan sistem penggajian bagi pegawai pemerintah. Ia juga memberikan santunan dari Baitul Mal kepada seluruh rakyatnya. Besarnya santunan disesuaikan lamanya memeluk Islam. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, kemakmuran dapat dinikmati rakyat dari seluruh pelosok negeri. Umar bin Khattab telah berhasil membuat dasar- dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani masyarakat baru yang terus berkembang. Tindakan yang dilakukan umar bin Khattab adalah menata pemerintahan dengan membentuk departemen-departemen (diwan), mengadopsi model Persia. Tugas diwan adalah menyampaikan perintah dari pemerintah pusat ke daerah-daerah dan menyampaikan laporan tentang perilaku dan tindakan penguasa daerah kepada khalifah. Untuk memperlancar hubungan antar daerah, wilayah negara dibagi menjadi 8 provinsi meliputi : Syiria, Hijaz, Iran, Irak, Mesir, Palestina, Mesopotamia, Syiria Utara. Masa inilah mulai diatur pembayaran gaji dan pajak tanah. Pada masa Umar bin Khattab, lembaga yudikatif dipisahkan dengan didirikannya lembaga pengadilan, bahkan hingga di daerah-daerah. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, dibentuk jabatan kepolisian dan juga jabatan pekerjaan umum. Selain itu, Umar bin Khattab mencetuskan kalender Hijriah, yang ditetapkan mulai pada saat Nabi Muhammad Saw Hijrah dari Makkah ke Madinah. Alasannya karena hijrah merupakan titik balik kemenangan Islam. Hijrah juga menandai dua periode dakwah Islam, yakni periode Makkah dan Madinah. Khalifah meletakkan prinsip-prinsip dasar demokratis dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempurna, dan menjamin kesamaan hak. Selain mahir dalam menciptakan pemerintahan baru, ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang kebijakannya yang lalu untuk kemaslahatan umat. Misalnya mengenai tanah yang diperoleh dari hasil peperangan, Umar membiarkan tanah digarap oleh pemiliknya sendiri, sebagai gantinya, terhadap tanah itu dikenakan pajak (al- kharaj). C. Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Utsman bin Affan 1. Biografi Singkat Utsman bin Affan Utsman bin Affan adalah salah seorang sahabat Rasulullah Saw yang termasuk dari Assabiqunal Awwalun (orang yang pertama masuk Islam). Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau berasal dari suku Quraisy. Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abu Al-‘Ash bin Umayyah bin Abdu Shams bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada Abdu Manaf bin Qushay. Ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay. Utsman bin Affan merupakan cucu bibi dari Rasulullah. Karena nenek Utsman bin Affan dari jalur ibunya, yaitu Ummu Hukaim Al-Baidha’ binti Abdul Muthalib adalah saudara perempuan sekandung dari Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah Rasulullah.Utsman bin Affan adalah sahabat Nabi Muhammad Saw yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Beliau dijuluki dzun nurain, yang berarti memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi putri kedua dan ketiga dari Rasulullah yaitu Ruqayah dan Ummu Kultsum. Beliau juga dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonomi yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur. Utsman bin Affan adalah khalifah pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan haji. ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya, membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid, membangun pertanian, menaklukkan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. 2. Kepemimpinan Utsman bin Affan a. Bidang Politik dalam Negeri Lembaga pemerintahan dalam negeri pada masa Utsman bin Affan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu: 1) Pembantu (Wazir/ Muawin). Wazir/ Muawwin adalah pembantu yang diangkat oleh khalifah agar membantu tugas-tugas serta tanggung jawab kekhalifahan. Tugas dari Wazir/ Muawin ini adalah membantu khalifah dalam bidang pemerintahan (Muawin Tanfidz) dan membantu khalifah dalam bidang administrasi (Muawin Tafwidz). Wazir/ Muawinpada masa khalifah Utsman bin Affan adalah Marwan bin Hakam. Bukan hanya menjadi pembantu saja, Marwan bin Hakam juga menjadi sekretaris negara. 2) Pemerintahan daerah/gubernur. Awal pemerintahan khalifah Utsman bin Affan para pemimpin daerah yang telah diangkat oleh Umar bin Khattab telah menyebar ke berbagai dan kota Islam. Utsman bin Affan menetapkan kekuasaan para gubernur sebelumnya yang sudah diangkat oleh Umar bin Khattab. Masa para gubernur ini untuk memerintah lagi yaitu selama satu tahun penuh. Kebijakan ini adalah kebijkan dari Umar bin Khattab yang menyuruh untuk menetapkan pemimpin daerah masa Umar bin Khattab selama satu tahun (Syalabi, 2013: 336-338). b. Hukum Pentingnya masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang hukum terlihat dalam dua hal yang mendasar, antara lain: 1) Menjaga teks-teks pada masa Nabi Muhammad dalam bidang hukum, terikat dengan apa yang ada di dalam teks, mengikuti dan menaati teks yang ada. 2) Meletakkan sistem hukum baru untuk memperkuat pondasi negara Islam yang semakin luas dan menghadapi hal-hal yang baru yang tambah beraneka ragam (Syalabi, 2013: 174-176).27 3) Hakim-hakim pada masa khalifah Utsman bin Affan antara lain : Zaid bin Tsabit yang bertugas di Madinah, Abu Ad-Darda bertugas di Damaskus, Ka’ab bin Sur bertugas di Bashrah, Syuraih di Kufah, Ya’la ibn Umayyah di Yaman, Tsumamah di Sana’a, dan Utsman bin Qais bin Abil Ash di Mesir. c. Baitul Mal (Keuangan) Baitul Mal adalah tempat yang mengatur masalah keuangan. Bentuk peran Baitul Mal ini mengurusi semua masalah keuangan negara. Tugas Baitul Mal mulai dari membayar gaji para khalifah, gaji para pemimpin daerah (gubernur), gaji para tentara, dan gaji para pegawai yang bekerja di pusat pemerintahan. Baitul Mal juga mengatur semua masalah pajak, dan masalah- masalah sarana dan prasarana. Pemasukan yang diambil dari hasil rampasan perang, pajak dan pengeluaran yang dikeluarkan untuk dana haji, dana perang semua yang mengurusnya dan mengaturnya adalah Baitul Mal atas izin khalifah Utsman bin Affan. d. Militer Utsman bin Affan memilih tokoh-tokoh yang mampu memimpin kekuatan Islam seperti al-Walid, Abu Musa al-Asy’ari, dan Said bin al-Ash. Tokoh militer tersebut sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang terjadi setelah pemerintahan Umar. Keseriusan Utsman bin Affan dalam bidang militer menunjukkan bagaimana kekuatan Islam pada waktu itu. Kemajuan pemerintahan Islam pada masa Utsman bin Affan selama 12 tahun juga dikarenakan mampu menjaga kedaulatan di daerah kekuasaannya. Kemajuan militer pada waktu itu membawa pemerintahan Islam di bawah kepemimpinan Utsman bin Affan ke puncak kejayaan. e. Majelis Syuro Majelis Syuro adalah orang-orang yang mewakili kaum muslimin dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan khalifah. Orang non muslim juga diperbolehkan menjadi anggota majelis syuro untuk menyampaikan pengaduan tentang kezaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum Islam. Majelis syura dibagi menjadi tiga, yaitu ; dewan penasehat, dewan penasehat umum, dan dewan penasehat tinggi dan umum. f. Bidang Politik Luar Negeri Utsman bin Affan melaksanakan politik ekspansi untuk menaklukkan daerah- daerah seperti; Azerbaijan, Ar-Ray, Alexandria, Tunisia, Tabaristan, dan Cyprus adalah wilayah yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, dan hasil bumi yang sangat melimpah. Wilayah yang ditaklukkan Islam pada masa khalifah Utsman bin Affan bukan hanya ke tujuh wilayah tersebut. Masih ada wilayah-wilayah yang menjadi taklukkan Islam diantaranya : Armenia, Tripoli, An-Nubah, Kufah, Fars, dan Kerman. Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan wilayah taklukkan Islam semakin bertambah luas dan semakin bertambah banyak. g. Bidang Ekonomi Pada masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang ekonomi terbukti sangat berkembang dengan maju dan pesat. Utsman bin Affan menggunakan prinsip prinsip politik ekonomi yang dijalankan di pemerintahannya, prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut: 1) Menerapkan politik ekonomi secara Islam. 2) Tidak berbuat zalim terhadap rakyat dalam menetapkan cukai atau pajak. 3) Menetapkan kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan kepada Baitul Mal. 4) Memberikan hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal. 5) Menetapkan kewajiban harta kepada kaum kafir dzimmi untuk diserahkan kepada Baitul Mal dan memberikan hak-hak mereka serta tidak menzalimi mereka. 6) Para pegawai cukai wajib menjaga amanat dan memenuhi janji. 7) Mengawasi penyimpangan-penyimpangan dalam harta benda yang dapat menghilangkan kesempurnaan nikmat umat secara umum. Eksistensi Utsman bin Affan untuk negara atau pemerintahan adanya pemasukan dan pengeluaran dalam bidang ekonomi. Pemasukan dan pengeluaran tersebut, antara lain: 1)Pemasukan keuangan, berupa: zakat, harta rampasan perang (ghanimah), harta jizyah, harta kharaj (pajak bumi), dan usyur (sepersepuluh dari barang dagangan). 2)Pengeluaran keuangan, berupa: gaji para walikota dari kas Baitul Mal, gaji para tentara dari kas Baitul Mal, kas umum untuk haji dari Baitul Mal, dana perluasan masjidil haram dari Baitul Mal, dana pembuatan armada laut pertama kali, dana pengalihan pantai dari syuaibah ke Jeddah, dana pengeboran sumur dari Baitul Mal, dana untuk para muadzin dari Baitul Mal, dan dana untuk tujuan-tujuan mulia Islam. h. Bidang Sosial Pada masa khalifah Umar bin Khattab masyarakat tidak diberi kebebasan untuk melakukan segala hal. Semua kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali harus dengan izin dan untuk waktu tertentu, dan banyak permintaan izin demikian itu ditolak. Akan tetapi, pada masa khalifah Utsman bin Affan telah memberi kebebasan kepada umatnya untuk keluar daerah. Kaum muslimin dapat memilih hidup yang serba mudah daripada saat masa Umar bin Khattab yang dirasakan terlalu keras dan ketat dalam pemerintahannya (Amin, 2010: 105-107). i. Bidang Agama 1) Mengerjakan shalat. Pada tahun 29 H/ 650 M Utsman bin Affan mengerjakan shalat empat rakaat di Mina secara berjamaah. Shalat yang dilaksanakan oleh Utsman bin Affan ini membawa kebingungan terhadap para sahabatnya, ketika semua orang mengerjakan shalat berjamaah sebanyak dua rakaat, maka Utsman bin Affan mengerjakan shalat sebanyak empat rakaat. Kebijakan yang diambil khalifah Utsman bin Affan dengan mengerjakan shalat empat rakaat penuh di Mina dan Arafah merupakan bentuk kasih sayangnya terhadap umat Islam.30 2) Ibadah Haji Khalifah Utsman bin Affan adalah salah satu orang yang mengerti tentang hukum-hukum ibadah haji. Utsman bin Affan juga melarang umatnya untuk beribadah haji jika tidak sesuai hukum-hukum haji. 3) Pembangunan Masjid, seperti: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Quba. 4) Pembukuan Al-Qur’an Penyusunan kitab suci Al-Qur’an adalah suatu hasil dari pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Tujuan penyusunan kitab suci Al-Qur’an ini untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan Al Qur’an. Utsman bin Affan menginginkan saling bersatunya umat Islam dalam satu bacaan. 5) Penyebaran Agama Islam Penyebaran agama Islam pada masa khalifah Utsman bin Affan salah satunya dilakukan dengan cara ekspedisi ke wilayah- wilayah. Ekspedisi yang dilakukan bukan hanya untuk menaklukan daerah saja, tetapi juga untuk menyebarkan agama Islam. 3. Metode Dakwah pada Masa Utsman bin Affan Untuk menegakkan dan menyebarkan agama Islam khalifah Umar bin Khattab menempuh jalan dan metode dakwah sebagai berikut : a) Perluasan Wilayah. Pada masa khalifah Utsman bin Affan terdapat juga beberapa upaya perluasan daerah kekuasaan Islam di antaranya adalah melanjutkan usaha penaklukan Persia. Kemudian Tabaristan, Azerbaijan dan Armenia. Usaha perluasan daerah kekuasaan Islam tersebut lebih lancar lagi setelah dibangunnya armada laut. Satu persatu daerah di seberang laut ditaklukannya, antara lain wilayah Asia Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau Cyprus, Rhodes, Tunisia dan Nubia. Dalam upaya pemantapan dan stabilitas daerah kekuasaan Islam di luar kota Madinah, khalifah Usman bin Affan telah melakukan pengamanan terhadap para pemberontak di daerah Azerbaijan dan Rai, karena mereka enggan membayar pajak, begitu juga di Iskandariyah dan di Persia. b) Standarisasi Al-Qur’an. Pada masa Utsman bin Affan, terjadi perselisihan di tengah kaum muslimin perihal baca Al-Qur’an (qiraat). Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan beragam cara membaca. Karena perselisihan ini, hampir saja terjadi perang saudara. Kondisi ini dilaporkan oleh Hudzaifah al-Yamani kepada Khalifah Utsman bin Affan. Menanggapi laporan tersebut, Khalifah Utsman bin Affan memutuskan untuk melakukan penyeragaman cara baca Al-Qur’an. Cara baca inilah yang akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan demikian, perselisihan dapat diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari. Dalam menyusun cara baca Al Qur’an resmi ini, Khalifah Utsman bin Affan melakukannya berdasarkan cara baca yang dipakai dalam Al-Qur’an yang disusun oleh Abu Bakar. Setelah pembukuan selesai, dibuatlah beberapa salinannya untuk dikirim ke Mesir, Syam, Yaman, Kufah, Basrah dan Makkah. Satu mushaf disimpan di Madinah. Mushaf-mushaf inilah yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf Usmani. Khalifah Utsman bin Affan mengharuskan umat Islam menggunakan Al Qur’an hasil salinan yang telah disebarkan tersebut. Sementara mushaf Al Qur’an dengan cara baca yang lainnya dibakar. c) Pembangunan Fisik. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa Utsman bin Affan tidak ada kegiatan-kegiatan yang penting. Utsman bin Affan berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas mesjid Nabi di Madinah. 4. Perkembangan Pendidikan pada Masa Utsman bin Affan Pada masa khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan Pendidikan tidak berbeda jauh dengan masa sebelumnya. Khalifah merasa sudah cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan. Pendidikan pada masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada. Hanya sedikit perubahan yang mewarnai pelaksanaan pendidikan Islam dari apa yang telah ada. Para sahabat besar Rasulullah Saw yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah Saw pada masa Khalifah Umar tidak diizinkan meninggalkan Madinah, maka pada masa Khalifah Utsman bin Affan diberikan sedikit kelonggaran untuk keluar Madinah dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Di daerah-daerah yang baru tersebut mereka mengajarkan ilmu-ilmu keislaman yang mereka miliki dan dapatkan langsung dari Rasulullah Saw. Kebijakan ini besar sekali manfaatnya bagi pelaksanaan pendidikan Islam di daerah daerah yang baru. Sebelumnya umat Islam di luar Madinah dan Makkah, khususnya dari luar Semenanjung Arabia harus menempuh perjalanan yang jauh, melelahkan dan memakan waktu yang lama untuk bisa menuntut ilmu-ilmu agama Islam di Madinah. Tetapi dengan tersebarnya para sahabat Rasulullah Saw, yang langsung mendapatkan pengajaran dari Rasulullah ke berbagai daerah meringankan umat Islam di daerah-daerah yang baru untuk belajar ilmu-ilmu agama Islam kepada para sahabat Nabi yang mempunyai pengetahuan yang banyak dalam ilmu-ilmu agama Islam di daerah mereka sendiri atau di daerah yang terdekat. Pada masa Utsman bin Affan menjadi khalifah, ilmu pengetahuan klasik Islam dibagi menjadi dua macam, yaitu ‘ulum an-naqliyah, yang bersumber pada Alquran atau dalil Naql (disebut juga `ulum al-syari`ah, dan `ulum al-`aqliyah (`ulum al-`ajam). Dalam periode Khulafaurrasyidin masih didominasi oleh ilmu- ilmu naqliyah. Lahirnya ilmu Qira’at erat kaitannya dengan membaca dan mempelajari Alquran. Pada masa ini, muncul ilmu tafsir yang berguna untuk memahami ayat-ayat Alquran. Ilmu Hadis belum dikenal pada masa ini, namun pengetahuan tentang hadis sudah berkembang luas di kalangan umat Islam. Ilmu Nahwu berkembang di Basrah dan Kufah, Ali bin Abi Thalib adalah pembina dan penyusun pertama dasar-dasar ilmu nahwu. Khat Al-Qur’an berkaitan erat dengan penulisan dan penyebaran Al Qur’an. Pada masa ini Al-Qur’an ditulis dengan tulisan Kufi, sedangkan untuk surat menyurat ditulis dengan tulisan naskhi. Perkembangan ilmu Fikih tidak dapat dilepaskan dari Al-Qur’an dan hadis sebagai sumbernya. Karena itu, tidak heran jika ahli Fikih pada umumnya ahli dalam Al-Qur’an dan hadis. 5. Kontribusi Utsman bin Affan dalam Peradaban Islam Pada tahun pertamanya, Utsman melanjutkan kebijakan-kebijakan Umar terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam. Daerah-daerah strategis yang telah dikuasai Islam seperti Mesir dan Irak terus dilindungi. Di masa pemerintahan Utsman, wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, serta Tabaristall berhasil direbut. Namun begitu, satu usaha cemerlang telah terjadi dimasa ini, yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam. Melanjutkan usulan Umar kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Qur’an, Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan agar mushaf yang dikumpulkan di masa Abu Bakar, disalin oleh Zaid bin Tsabit bersama Abdullah bin Zubair, Zaid bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits. Penyalinan ini dilatarbelakangi oleh perselisihan dalam bacaan Al-Qur’an. Menyaksikan perselisihan itu, Hudzaifah bin Yaman melapor kepada Khalifah Usman dan meminta Khalifah untuk menyatukan bacaan Al- Qur’an. Akhirnya, Khalifah memerintahkan penyalinan tersebut sekaligus menyatukan bacaan Al-Qur’an dengan pedoman apabila terjadi perselisihan bacaan antara Zaid bin Tsabit dengan tiga anggota tim penyusun, hendaknya ditulis sesuai lisan Quraisy karena Al-Qur’an itu diturunkan dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy, sedangkan ketiga orang anggotanya adalah orang Quraisy. Setelah selesai menyalin mushaf itu, Utsman bin Affan memerintahkan para penulis Al-Qur’an untuk menyalin kembali beberapa mushaf untuk dikirim ke Mekah, Kuffah, Bashrah, dan Syam. Khalifah Utsman sendiri memegang satu mushaf yang disebut mushaf al-Imam. Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi ke tempat penyimpanan semula, yaitu di rumah Hafsah. Khalifah Utsman bin Affan meminta agar umat Islam berpegang teguh pada apa yang tertulis di mushaf yang dikirimkan kepada mereka. Sedangkan mushaf-mushaf yang sudah ada di tangan umat Islam segera dikumpulkan dan dibakar untuk menghindari perselisihan bacaan Al-Qur’an serta menjaga keasliannya. Fungsi Al-Qur’an sangat fundamental bagi sumber agama dan ilmu-ilmu Islam. Oleh karena itu, menjaga keaslian Al-Qur’an dengan menyalin dan membukukannya merupakan suatu usaha demi perkembangan ilmu-ilmu Islam di masa mendatang. Mushaf Al-Qur’an yang ada di Madinah, Makah, Kuffah, Bashrah, dan Syam memiliki jenis yang sama, yaitu mushaf Utsmani. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan muncullah Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan membaca dan memahami Al-Qur’an. Ilmu ini muncul pada masa Khalifah Utsman bin Affan karena adanya beberapa dialek bahasa dalam membaca dan memahaminya dan dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam membaca dan memahaminya. Oleh karena itu, diperlukan standarisasi bacaan dengan kaidah- kaidah tersendiri. Hal lain yang dilakukannya adalah membangun sebuah bendungan yang besar untuk melindungi Madinah dari bahaya banjir dan mengatur persediaan air untuk kota itu. Ia juga membangun jalan, jembatan, rumah tamu di berbagai wilayah dan memperluas masjid Nabawi. Selain hal tersebut, kontribusi Utsman bin Affan pada bidang sastra juga berpengaruh. Pada masa ini, pengamat sastra pada umumnya terbagi menjadi dua pendapat besar : a. Sastra mengalami stagnasi karena perhatian lebih pada Al-Qur’an, sehingga syair kurang berkembang. b. Al-Quran sebagai sumber inspirasi untuk kegiatan sastra, karena dalam berdakwah diperlukan bahasa yang indah. Prosa yang tertuang dalam 2 bentuk, yaitu khithabah (bahasa pidato) dan khithabah (bahasa korespondensi). Khithabah menjadi alat paling efektif, namun sastra kurang berkembang pada masa ini. Pada bidang arsitektur dimulai tumbuhnya dari Masjid. Beberapa masjid yang dibangun pada masa ini: a. Masjid al-Haram. Masjid ini dibangun oleh Nabi Ibrahim, dan pada masa Umar masjid ini diperluas dengan membeli rumah- rumah di sekitarnya. Masjid dikelilingi dengan tembok batu bata setinggi 1,5 meter. Lalu pada masa Usman, masjid ini diperluas lagi. b. Masjid Madinah (Nabawi). Masjid ini didirikan oleh Rasulullah pada saat pertama kali ke Madinah. Pada masa Umar bin Khattab masjid ini diperluas, dan pada masa Utsman bin Affan diperluas lagi dan diperindah. Dindingnya diganti dengan batu, dan dihiasi dengan ukiran-ukiran. Tiang tiangnya dibuat dari beton bertulang dan ditatah dengan ukiran, plafonnya dari kayu pilihan, unsur estetis mulai diperhatikan. c. Masjid al-`Atiq. Masjid inilah yang pertama kali didirikan di Mesir pada masa Umar bin Khattab. Terletak di utara Babylon, tidak bermihrab, mempunyai tiga pintu, dilengkapi dengan tempat berteduh para musafir. d. Dibangun sebuah bendungan yang besar untuk melindungi Madinah dari bahaya banjir, mengatur persediaan air untuk kota, membangun jalan, jembatan, rumah tamu di berbagai wilayah dan memperluas masjid Nabawi. D. Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Ali bin Abi Thalib 1. Biografi Singkat Ali bin Abi Thalib Ali dilahirkan di Makkah, daerah Hijaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun. Dia bernama asli Assad bin Abu Thalib, bapaknya Assad adalah salah seorang paman dari Muhammad Saw. Assad yang berarti singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekah. Setelah mengetahui anaknya yang baru lahir diberi nama Assad, Ayahnya memanggil dengan Ali yang berarti tinggi (derajat di sisi Allah). Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, di mana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi Muhammad Saw karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan fakirnya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi Muhammad Saw bersama istri dia Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh nabi sejak kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad Saw. Ketika Nabi Muhammad Saw menerima wahyu, riwayat- riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke-2 yang percaya setelah Khadijah istri nabi sendiri. Pada saat itu Ali berusia sekitar 10 tahun. Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari nabi Muhammad Saw karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan nabi hal ini berkelanjutan hingga dia menjadi menantu nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam Bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah Ihsan) atau yang kemudian dikenal dengan istilah tasawuf yang diajarkan nabi khusus kepada dia tetapi tidak kepada murid-murid atau sahabat-sahabat yang lainnya. Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah rohani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (syariah) dan bathin (tasawuf) menjadikan Ali sebagai seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak. Pada malam hari menjelang hijrah Nabi ke Madinah, Ali bersedia tidur di kamar Rasulullah untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Rasululah. Dia tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar. Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali menikah dengan Fatimah az Zahra putri Nabi Muhammad. Ali tidak menikah dengan wanita lain ketika Fatimah masih hidup. Tertulis dalam Tarikh Ibnu Atsir, setelah itu Ali menikah dengan Ummu Banin binti Haram, Laila binti Mas'ud, Asma binti Umais, Sahba binti Rabia, Umamah binti Abil Ash, Khaulah binti Ja'far, Ummu Said binti Urwah, dan Mahabba binti Imru Al Qais. Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah 'Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah memaksa dia, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Ali satu-satunya Khalifah yang dibaiat secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda beda. Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat Islam: (a) Tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah; (b) Taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada negara dan sesama manusia; (c) Saling memelihara kehormatan di antara sesama Muslim dan umat lain; (d) Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum; (e) Taat dan patuh kepada pemerintah. Tidak lama setelah dia di bai’at, Ali menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Yang dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta). Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Utsman bin Affan. Namun Ali menyatakan ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan menyusun arsip negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.Beberapa kebijakan Ali mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur. Di Damaskus, Mu'awiyah yang didukung oleh sejumlah mantan pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Sehingga terjadilah pertempuran yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga yang Khawarij. 2. Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan bangsa Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al Qur'an atau Hadist sebagai sumber hukum Islam. Khalifah Ali bin Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang mempelajari ajaran Islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu al-Aswad al- Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu (Qawaid Nahwiyah). Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab mendapatkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam. Dengan demikian Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai penggagas ilmu Nahwu yang pertama. Setelah pasca terbunuhnya Utsman, masyarakat Islam memproklamirkan Ali sebagai seorang khalifah. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Pemerintahannya nyaris tidak pernah berjalan dengan stabil. Mulailah Ali mengambil sebuah kebijakan-kebijakan, diantaranya : a. Memecat Para Gubernur yang Kurang Cakap Ali bin Abi Thalib memecat sebagian besar gubernur yang diangkat oleh Utsman bin Affan, kemudian menggantinya dengan tokoh-tokoh lain. Menurut pengamatan khalifah Ali bin Abi Thalib, para gubernur inilah yang menyebabkan timbulnya berbagai gerakan pemberontakan karena keteledoran mereka. Mereka melakukan itu dikarenakan khalifah Utsman bin Affan pada paruh kedua masa kepemimpinannya tidak mampu lagi mengontrol para penguasa yang berada di bawah pemerintahannya. Hal itu disebabkan usianya yang sudah lanjut. Pemberontakan ini pada akhirnya membuat sengsara banyak rakyat, sehingga rakyat pun tidak suka pada mereka. Berdasarkan pengamatan inilah khalifah Ali bin Abi Thalib memecat mereka. Adapun para gubernur yang diangkat khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti gubernur lama, diantaranya : Sahl bin Hanif sebagai gubernur Syria, Umrah Ibnu Syihab sebagai gubernur Kufah, Qais bin Sa'ad sebagai gubernur Mesir, Ubaidah Ibnu Abbas sebagai gubernur Yaman. b. Menarik Kembali Tanah Milik Negara Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, banyak para kerabatnya yang diberikan fasilitas dalam berbagai bidang tanpa prosedur yang sah. Oleh sebab itu, saat Ali bin Abi Thalib menjadi seorang khalifah, beliau memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikannya. Beliau juga berusaha menarik kembali semua tanah pemberian Utsman Bin Affan kepada keluarga dan kerabatnya, dengan menyerahkan hasilnya kepada negara. Kemudian memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan Islam sebagaimana pernah diterapkan pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Saat Khalifah Ali bin Abi Thalib, Oposisi (penentang) terhadap Ali secara terang-terangan dimulai dari Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Mereka menuntut khalifah menghukum para pembunuh Utsman. Tuntutan yang sama diajukan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan, karena Muawiyah sendiri terancam kedudukannya sebagai gubernur Syria. Bahkan ia menghasut dan mengajak para mantan gubernur yang diberhentikan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib untuk bekerjasama menjatuhkan kekuasaan Ali bin Abi Thalib dan menuduhnya sebagai orang yang mendalangi pembunuhan tersebut, jika Ali tidak menemukan dan menghukum pembunuh yang sesungguhnya. Kemudian terjadilah perang Jamal, perang Shiffin, dan sebagainya. Adapun tipe-tipe kepemimpinan Ali bin Abi Thalib a. Tipe Demokratis Mulai berkembangnya paham demokrasi, paham demokrasi ini merupakan paham yang dikembangkan dan dianut oleh kaum Khawarij. Menurut mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh umat Islam secara demokratis. Ali Bin Abi Thalib menerima kekhalifahan dan mau dibaiat, tetapi bai’at harus dilakukan di Masjid dan di depan masyarakat banyak dan tidak tersembunyi, atas kerelaan kaum muslimin. Bai’at berlangsung di Masjid Nabawi, termasuk kaum Muhajirin dan Anshar dan tidak ada penolakan, termasuk para sahabat besar, kecuali ada tujuh belas sampai dua puluh orang. b. Tipe Karismatik Sifat Ali di hari pertama kekuasaannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib selalu memperhatikan dan mencermati keadaan rakyatnya. Berusaha meneliti apa- apa yang mengganggu, menyakiti, dan menyulitkan hidup mereka. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Khalifah Ali bin Abi Thalib membuat saluran air untuk mengairi lembah-lembah dan membuat sejumlah tempat pemandian umum di jalan-jalan yang dilintasi kaum muslim. Ia juga sering berjalan-jalan di pasar seraya memperingatkan para pedagang agar tidak melakukan pekerjaan mereka tanpa mengetahui fiqih muamalah. Ia berkata,”orang yang berdagang dan tidak mengetahui fiqih maka ia jatuh dalam riba, kemudian melakukan riba, dan melakukannya lagi. c. Tipe Milliteristik Dalam bidang pemerintahan, Ali bin Abi Thalib berusaha mengembalikan kebijaksanaan khalifah Umar bin Khattab pada tiap kesempatan yang memungkinkan. Ia melakukan beberapa hal, yaitu: 1) Membenahi dan menyusun arsip negara dengan tujuan untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah; 2) Membentuk kantor hajib (perbendaharaan); 3) Mendirikan kantor shahib al-Shurta (pasukan pengawal); 4) Mendirikan lembaga qadhi al-Mudhalim suatu unsur pengadilan yang kedudukannya lebih tinggi dari qadhi (memutuskan hukum) atau muhtasib (mengawasi hukum). Lembaga ini bertugas untuk menyelesaikan perkara-perkara yang tidak dapat diputuskan oleh qadhi atau penyelesaian perkara banding. Mengorganisir polisi sekaligus menetapkan tugas-tugas mereka. Mengenai bidang kemiliteran, kaum muslimin pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib telah berhasil meluaskan wilayah kekuasaan Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul dan Sistan ditumpas, orang Arab mengandalkan penyerangan laut atas Konkan (pantai Bombay). Negarawan yang juga ahli perang ini mendirikan pemukiman- pemukiman militer di perbatasan Syiria. Sambil memperkuat daerah perbatasan negaranya, ia juga membangun benteng-benteng yang tangguh di Utara perbatasan Parsi. 3. Metode Dakwah pada Masa Ali bin Abi Thalib Metode dakwah yang dilakukan oleh setiap orang bisa berbeda-beda, begitu juga Ali bin Abi Thalib. Saat Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah beliau berjalan hilir mudik di beberapa pasar untuk melakukan pengawasan tanpa disertai pengawal. Di situ beliau memberikan petunjuk-petunjuk, membantu yang lemah, berbincang bincang dengan para pedagang, serta memerintahkan kepada mereka agar tawadhu, bergaul dengan baik yang disertai dengan membacakan ayat-ayat Al-Quran. Ali bin Abi Thalib selalu berada di tengah-tengah orang banyak untuk mengetahui segala kebutuhan mereka, beliau mengamati timbangan serta barang- barang yang tidak laku di pasar. Ali bin Abi Thalib secara ketat mengawasi para gubernurnya, pasukan dan para pegawai serta memerintahkan kepada mereka agar bersikap lemah lembut dan tawadhu dalam bergaul dengan orang banyak. Dalam melakukan dakwah, Ali bin Abi Thalib melakukan dakwah bil hikmah, dakwah mauizatul hasanah dan juga dakwah bi al mujadalah. 4. Perkembangan Pendidikan pada Masa Ali bin Abi Thalib Ilmu pengetahuan klasik Islam dibagi menjadi dua macam, yaitu ‘Ulum an naqliyah, yang bersumber pada Al-Qur’an atau dalil Naql (disebut juga `Ulum al Syari`ah, dan `Ulûm al-`Aqliyah (`ulum al-`ajam). Dalam periode Khulafaurrasyidin masih didominasi oleh ilmu-ilmu naqliyah. Lahirnya ilmu Qira’at erat kaitannya dengan membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Pada masa ini, muncul ilmu tafsir yang berguna untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Ilmu Hadis belum dikenal pada masa ini, namun pengetahuan tentang hadis sudah berkembang luas di kalangan umat Islam. Ilmu Nahwu berkembang di Basrah dan Kufah, Ali bin Abi Thalib adalah pembina dan penyusun pertama dasar- dasar ilmu nahwu. Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib, penulisan huruf hijaiyyah belum dilengkapi dengan tanda baca, seperti kasrah, fathah, dhammah, tasydid dan lainnya. Hal itu menyebabkan banyaknya kesalahan bacaan teks Al Qur’an dan hadis. Untuk menghindari kesalahan yang fatal dalam bacaan Al-Qur’an dan hadis, khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad Ad-Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yang mempelajari tata Bahasa Arab. Nilai pendidikan Islam yang bisa kita ambil dari kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib yaitu bertanggung jawab, berani, sederhana, dan adil. Kepemimpinan khalifah Ali Bin Abi Thalib ini banyak pemberontakan dan tidak stabilnya pemerintahannya. Akan tetapi khalifah Ali bin Abi Thalib tetap memberikan pendidikan, dikarenakan pendidikan Agama Islam itu sangatlah penting. Pendidikan Agama Islam pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib tidak jauh berbeda dengan pada masa khalifah sebelumnya, yakni ; mempelajari Al-Qur’an dan tafsirnya, Hadits dan pengumpulannya, Fiqh (tasyri’) dan selalu berupaya dalam menerapkan pendidikan tauhid, akhlak, dan ibadah, karena pendidikan tersebut merupakan dasar ataupun pokok dari ajaran Agama Islam.Perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan sama seperti Khalifah Umar bin Khattab dikisahkan bahwa Umar berkata, “pelajarilah pengetahuan dan ajarkanlah kepada manusia. Pelajarilah kemuliaan dan kehormatan diri. Bersikap rendah hatilah kepada orang yang mengajari dan yang kau ajari. Jangan menjadi ulama yang sewenang-wenang agar ilmumu tidak dikalahkan kebodohan”. 5. Kontribusi Ali bin Abi Thalib dalam Peradaban Islam Ada beberapa kontribusi Ali bin Abi Thalib dalam peradaban Islam, di antaranya adalah: a. Perkembangan dalam Bidang Politik Militer Pada masa muda, khalifah Ali bin Abi Thalib terkenal dengan sikap dan sifat keberaniannya, baik dalam keadaan damai maupun kritis. Usaha perluasan wilayah Islam pun terhenti sepenuhnya ketika Ali bin Abi Thalib memangku tampuk pemerintahan. Tidak ada tentara yang secara teratur dikirimkan untuk melakukan perluasan wilayah sebagaimana terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Melihat kenyataan bahwa terdapat banyak penentangan pada masa pemerintahannya, menyebabkan Ali bin Abi Thalib akhirnya membentuk pusat pusat militer di setiap sudut wilayah Islam. b. Perkembangan di Bidang Pembangunan Era pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib terdapat usaha positif yang dilaksanakannya terutama masalah tata kota. Kufah merupakan salah satu kota yang dibangun pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib. Pembangunan kota Kufah awalnya bertujuan untuk dijadikan basis atau markas kekuatan dari berbagai desakan para pembangkang. Seiring berjalannya waktu kota Kuffah kemudian berkembang menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi bahkan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan ilmu nahwu, tafsir, hadits, dan sebagainya. c. Perkembangan di Bidang Fiqih Siyasah Sistem pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam bidang fiqih siyasah diantaranya: 1) Siyasah Tasyri’iyyah (kebijakan tentang penetapan hukum), 2) Siyasah Dusturiyah (kebijakan tentang peraturan perundang undangan), 3) Siyasah Qadha’iyyah (kebijaksanaan peradilan), 4) Siyasah Maliyah (kebijaksanaan ekonomi dan moneter), 5) Siyasah Idariyyah (kebijaksanaan administrasi Negara), 6) Siyasah Dauliyah (kebijaksanaan hubungan luar negeri atau internasional), 7) Siyasah Tanfidziyah (politik pelaksanaan undang-undang), 8) Siyasah Harbiyyah (politik peperangan). d. Perkembangan di Bidang Sosial-Ekonomi Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib kondisi baitul mal dikembalikan seperti posisi sebelum Ustman bin Affan. Khalifah Ali bin Abi Thalib menerapkan prinsip pemerataan dalam masalah pendistribusian harta baitul mal serta memberikan santunan yang sama kepada setiap orang tanpa memandang status sosial atau kedudukannya dalam Islam. Khalifah Ali bin Abi Thalib juga melakukan penyitaan harta pejabat yang diperoleh secara tidak sah. Harta tersebut kemudian disimpan di Baitul Mal dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam masalah zakat berbeda dengan harta yang lainnya, dari segi perolehannya serta berapa kadar yang harus dikumpulkan atau dibayarkan. Jizyah merupakan iuran wajib atas seseorang yang berstatus dzimmi atau non muslim yang berada di wilayah muslim. Jizyah yang harus dibayarkan disesuaikan dengan keuangan mereka. Selama pemerintahannya Ali bin Abi Thalib juga menetapkan pajak terhadap hasil hutan dan sayur- sayuran.
Daftar materi bidang
1. Perkembangan Pendidikan Masa Umar bin Khattab studi yang sulit 2 2. Kontribusi Umar bin Khattab dalam Peradaban Islam dipahami pada modul
Daftar materi yang
Perbedaan Kontribusi Khulafaur Rasyidin dalam Peradaban Islam sering mengalami 3 miskonsepsi dalam pembelajaran