3.2.1 SOP Pemeriksaan Nervus Kranialis

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Pemeriksaan Nervus Kranialis

No. Dokumen : /SOP/UKP-VII/


PKM-HG/II/2022
SOP No. Revisi : 00
Tgl Terbit : November 2022
Halaman : 1/2

UPT. PUSKESMAS
HUTAGODANG

1. Pengertian
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai fungsi ke-12 saraf kranial

2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan nervus


kranialis
3. Kebijakan SK Kepala UPT. Puskesmas Hutagodang No. /SKP/UKP-VII/PKM-HG/II/2022
tentang Kebijakan Pelayanan Klinis
4. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/1186/2022 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
5. Prosedur Alat dan Bahan:
a. Bubuk kopi
b. Teh
c. Tembakau
d. Gula
e. Garam
f. Jeruk
g. Penlight
h. Kartu Snellen
i. Ophtalmoskop
j. Kapas dipilin ujungnya
k. Garpu tala

Teknik Pemeriksaan:
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan
dan prosedurnya.
c. Pastikan pasien tidak mengalami sistem penghidu (contoh pilek)
d. Memeriksa N.I: olfaktorius.
1. Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menutup
salah satu lubang hidung. Pemeriksaan dilakukan dari
lubang hidung sebelah kanan.
2. Dekatkan beberapa benda di bawah lubang hidung yang
terbuka, seperti kopi, teh, dan sabun.
3. Tanyakan kepada pasien apakah ia menghidu sesuatu, bila
ya, tanyakan jenisnya. Pemeriksa juga dapat memberikan
pilihan jawaban bila pasien merasa menhidu sesuatu
namun tidak dapat mengenalinya secara spontan, seperti,
“Apakah ini kopi, atau teh?”
4. Kemudian lakukan prosedur yang sama pada lubang
hidung yang lain.
e. Melakukan pemeriksaan pupil (N. II):
1. Pasien diminta berbaring.
2. Inspeksi kedua pupil dan catat ukuran dan bentuknya.
3. Bandingkan kanan dan kiri.
4. Tempatkan tangan diantara kedua mata.
5. Minta pasien untuk memfiksasi pandangan ke depan.
Sinari salah satu mata dari arah tepi (pasien tidak boleh
melihat kearah sinar dan sumber cahaya harus cukup
terang)
6. Catat reaksi pupil baik langsung maupun tidak langsung.
7. Lakukan prosedur yang sama pada mata yang lain.
f. Prosedur pemeriksaan lapang pandang (N. II):
1. Untuk pemeriksaan ini, pemeriksa dan pasien duduk
berhadapan dengan lutut pemeriksa hampir bersentuhan
dengan lutut pasien. Tinggi mata pemeriksa sama dengan
pasien.
2. Pemeriksaan dilakukan satu per satu (monokuler), dimulai
dengan mata kanan.
3. Pada saat memeriksa mata kanan, pasien diminta menutup
mata kiri dengan telapak tangan pasien, tidak ditekan.
Sedangkan pemeriksa menutup mata kanannya.
4. Tempatkan tangan pemeriksa yang bebas di bidang
imajiner antara lutut pasien dan pemeriksa. Jarak antara
bidang imajiner ini dengan mata pemeriksa sama dengan
jaraj bidang imajiner dengan mata pasien.
5. Pemeriksa dan pasien saling bertatapan, pasien diminta
untuk memfiksasi pandangannya kedepan. Kemudian
pemeriksa menggerakkan tangannya pada bidang imajiner
tersebut dari tepi ke tengah bidang. Saat melakukan ini,
pemeriksa dapat menggerakan jari-jarinya atau diam dan
minta pasien menyebutkannya. Tanyakan kepada pasien
apakah ia dapat melihat tangan pemeriksa atau tidak.
Lakukan pemeriksaan pada empat kuadran kuadran
(temoral atas, nasal bawah, nasal atas, temporal bawah).
6. Lakukan prosedur yang sama terhadap mata yang lain.
g. Pemeriksaan fundus mata (N. II):
1. Untuk memeriksa fundus, pupil harus cukup berdilatasi,
sehingga sebelum melakukan pemeriksaan pasien dapat
diberikan cairan midriatikum.
2. Cahaya pada ruang periksa diredupkan.
3. Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan.
4. Nyalakan oftalmoskop.
5. Atur lensa pada oftalmoskop (sesuaikan bila pemeriksa
memiliki kelainan refraksi). Atur dioptri funduskopi sesuai
dengan visus pasien, mata pemeriksa harus normal atau
menggunakan kacamata sesuai visus.
6. Atur jenis cahaya pada jenis lingkaran penuh.
7. Pasien diminta memfiksasi pandangan jauh melewati bahu
pemeriksa.
8. Saat memeriksa mata kanan pasien, pemeriksa meletakkan
oftalmoskop di depan mata kanannya, dipegang dengan
tangan kanan. Sedangkan tangan kiri pemeriksa
memfiksasi kepala pasien.
9. Amati ke dalam pupil dengan sudut aksis 0o untuk melihat
diskus optikus dan pembuluh darah retina. Nilai retina,
diskus optikus, cup-disc ratio dan pembuluh darah retina.
Kemudian arahkan 15o ke temporal untuk menilai daerah
sekitarnya.
10. Lakukan prosedur yang sama terhadap mata lainnya.
11. Pemeriksaan refleks cahaya dilakukan bersama dengan
pemeriksaan N III.
h. Pemeriksaan NIII (Occulomotorius):
Inspeksi kelopak mata
1. Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan
2. Amati kedua kelopak mata pasien, bandingkan kanan dan
kiri.
3. Amati bila pasien menengadahkan kepala atau mengangkat
alisnya untuk mempertahankan mata tetap terbuka.
4. Apabila pemeriksa mencurigai adanya ptosis pada mata
kanan, kiri atau kedua mata, minta pasien menutup
matanya beberapa menit kemudian buka mata pasien dan
nilai kembali.

Menilai posisi bola mata:


1. Inspeksi posisi kedua mata
2. Nilai bila mata pasien juling.
3. Tanyakan apakah pasien memiliki keluhan pandangan
ganda.
4. Apabila pemeriksa tidak yakin bila pasien memiliki
strabismus, sinari mata dari jarak 30 cm dengan letak
tepat di tengah antara kedua mata dan minta pasien
melihat ke sumber cahaya.
5. Lihat refleksi cahaya pada kedua mata pasien. Normalnya
refleksi cahaya berada tepat di tengah pupil.

Pemeriksaan reaksi konvergensi:


1. Persiapkan pasien dalam posisi berbaring.
2. Minta pasien untuk memfiksasi penglihatan pada jari anda
yang berjarak 1 m di depan wajah pasien. Tangan
pemeriksa yang lain dapat digunakan untuk mengangkat
kelopak mata atas pasien agar pupil lebih terlihat.
3. Sambil memperhatikan ukuran pupil pasien, pemeriksa
secara perlahan mendekatkan jarinya mendekati pasien ke
titik antara kedua alis pasien.
4. Minta pasien untuk mengikuti pergerakan tangan
pemeriksa.
5. Amati reaksi pupil selama pemeriksaan kovergensi ini.
i. Pemeriksaan pergerakan bola mata (NIII, IV, VI):
1. Persiapkan pasien dalam posisi berbaring.
2. Pemeriksa mengangkat telunjuknya didepan mata pasien
dan minta pasien untuk memfiksasi penglihatannya pada
ujung jari pemeriksa dan untuk mengikuti pergerakan
tangan pemeriksa.
3. Minta pasien untuk memfiksasi kepalanya sehingga hanya
bola matanya saja yang bergerak.
4. Pemeriksa menggerakkan tangannya ke kanan dan kiri, kiri
atas, kanan atas, kiri bawah dan kanan bawah serta atas
bawah melewati titik tengah (6 arah).
5. Pada saat melakukan pemeriksaan ini, sudut penglihatan
tidak boleh lebih dari 45o.
6. Tanyakan kepada pasien apakah ia merasakan adanya
penglihatan ganda pada saat mengikuti gerakan jari.
7. Bila ya, tanyakan di arah mana saja.
8. Kembali periksa arah dimana pasien merasakan adanya
penglihatan ganda, lalu tutup salah satu mata secara
bergantian.
9. Tanyakan pada mata sebelah mana pasien tidak dapat
melihat tangan pemeriksa.
j. Pemeriksaan refleks kornea (N. V):
1. Persiapkan pasien dalam posisi berbaring. Pemeriksa
berada di sisi pasien.
2. Angkat kelopak mata atas pasien, kemudian minta pasien
untuk melirik ke sisi berlawanan dari tempat pemeriksa.
3. Sentuh sklera dengan ujung kapas dari sisi ke arah kornea
tanpa menyentuh bulu mata maupun konjungtiva.
4. Perhatikan adanya refleks mengedip dari pasien.
5. Lakukan pemeriksaan pada mata lainnya dan bandingkan
hasilnya.
6. Pemeriksaan N V juga digunakan untuk menilai lesi pada
herpes di V.1 V.2 dan V.3
Penilaian otot temporal dan masseter.
1. Minta pasien untuk mengatupkan rahangnya sekuat
mungkin.
2. Pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan
masseter pasien. Kemudian nilai kekuatan tonusnya.
k. Penilaian kesimetrisan wajah (N. VII):
1. Amati wajah pasien dan nilai kesimetrisannya sisi kanan
dan kiri. Adanya ketidaksimetrisan yang ringan pada saat
istirahat bersifat fisiologis.
2. Minta pasien untuk:
- Mengangkat kedua alis
- Menutup kedua mata dengan kuat
- Menggembungkan pipi
- Mencucu
- Memperlihatkan gigi-giginya
3. Amati apakah pasien dapat melakukan seluruh gerakan
yang diminta dan nilai kesimetrisannya.
4. Amati seluruh mimik spontan pada pasien, seperti
tersenyum atau tertawa dan nilai kesimetrisannya.
Pemeriksaan simetris wajah. dibedakan atas dan bawah
untuk membedakan tipe sentral dan perifer.
5. Periksa pula refleks dan sensori khusus di lidah 2/3
anterior.
l. Penilaian sensasi wajah (N. V):
1. Persiapkan pasien dalam posisi duduk atau berbaring.
2. Pemeriksaan awal pasien dengan mata terbuka sehingga ia
dapat melihat stimulus apa yang akan ia identifikasi.
3. Sentuh pasien di daerah wajah dengan kapas di beberapa
tempat, bandingkan kanan dan kiri.
4. Kemudian dengan mata tertutup, tanyakan apakah pasien
merasakan stimuli sentuhan yang diberikan dan minta ia
mengidentifikasi letak stimuli. Bandingkan kanan dan kiri.
5. Perhatikan adanya penurunan fungsi sensoris yang
ditandai dengan adanya perbedaan sensasi stimuli pada
pasien. Walaupun pasien dapat menyebutkan seluruh letak
stimuli sehingga perlu ditanyakan apakah ia merasakan
adanya perbedaan sensasi dari setiap stimuli yang
diberikan.
m. Penilaian indera pendengaran:
lateralisasi, konduksi udara dan
tulang (N. VIII)

Pemeriksaan nistagmus:
1. Persiapkan pasien dalam posisi duduk di hadapan
pemeriksa.
2. Minta pasien memfiksasi matanya pada jari anda yang
berjarak 75 cm di depan wajah pasien dan minta ia
mengikuti gerakan tangan anda tanpa menggerakkan
kepala.
3. Sudut pandang mata tidak lebih dari 45o. Nistagmus yang
terjadi pada sudut pandang yang lebih besar dapat bersifat
fisiologis.
4. Amati timbulnya nistagmus. Tentukan arah nistagnus,
lamanya, dan apakah terjadi pada fase cepat atau lambat.
5. Perlu disebutkan apakah kelainan bersifat sentral dan
perifer, vestibuler dan non vestibuler.

Inspeksi palatum:
1. Minta pasien untuk membuka mulutnya dan nilai posisi
arkus palatum
2. Minta pasien mengatakan “aa”.
3. Nilai apakah arkus palatum berkontaksi secara simetris.
n. Penilaian otot sternomastoid dan trapezius (N. XI):
Otot Sternocleidomastoideus:
1. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan letakkan tangan
kanan pada rahang bawah kanan pasien.
2. Minta pasien untuk mendorong tangan anda dengan
menggerakkan kepala ke sisi kanan
3. Dengan cara ini, nilai kekuatan otot sternocleidomastoideus kiri.
4. Lakukan prosedur ini terhadap rahang kiri untuk menilai
kekuatan otot sternocleidomastoideus kanan

Otot Trapezius:
1. Pemeriksa berada di belakang pasien.
2. Minta pasien mengangkat kedua bahunya.
3. Tempatkan kedua tangan pemeriksa diatas behu pasien
dan coba untuk menurunkannya.
4. Nilai kekuatan otot trapezius dan bandingkan kanan dan
kiri.
o. Pemeriksaan lidah (N. XII):
1. Minta pasien untuk membuka mulutnya.
2. Nilai bentuk dan kedudukan lidah di dalam rongga mulut.
3. Nilai apakah lidah merapat kearah kanan atau kiri.
4. Minta pasien menekan pipi kanan dan kiri menggunakan
lidah sedangkan pemeriksa mendorong lidah pipi luar.
5. Nilai kekuatan lidah dan bandingkan kanan dan kiri.
6. Nilai ada tidaknya atrofi (lidah terlihat licin) dan fasikulasi
(gelombang pada otot-otot lidah).
7. Minta pasien menjulurkan lidah.
8. Nilai bentuk dan posisi lidah saat dijulurkan. Apakah lurus
ditengah, deviasi ke arah kanan atau kiri.

Analisis Hasil Pemeriksaan


a. Pemeriksaan N I:
Kehilangan kemampuan menghidu dapat disebabkan oleh
beberapa hal, termasuk penyakit pada rongga hidung, trauma
kepala, akibat merokok, proses penuaan, dan pengguanaan
kokain. Kelaianan ini dapat juga bersifat kongenital.
b. Pemeriksaan N II :
Refleks pupil:
Normalnya ukuran pupil kanan dan kiri sama besar. Saat
diberikan rangsangan cahaya pupil mengalami konstriksi.
Pada pupil anisokor yang nyata pada pencahayaan terang,
ukuran pupil tidak sama kanan dan kiri. Pupil yang berukuran
lebih besar tidak dapat berkonstriksi dengan baik. Penyebab
kelaianan ini antara lain trauma tumpul pada mata, glaucoma sudut terbuka,
dan gangguan saraf parasimpatik pada iris,
seperti pada tonic pupil dan paralisis n.okulomotorius. Saat
pupil anisokor pada cahaya yang redup, pupil yang lebih kecil
tidak dapat berdilatasi dengan baik, seperti pada Horner’s
syndrome. Hal ini disebabkan oleh gangguan saraf simpatik..
c. Pemeriksaan lapang pandang
(lihat Pemeriksaan Lapang Pandang)
d. Pemeriksaan fundus mata
Gambaran funduskopi normal: warna kuning-orange, pembuluh darah
sedikit pada disc, batas disc tegas. Atrofi optic: warna putih, tidak terdapat
pembuluh darah pada diskus. Papiledema: warna pink, hiperemis,
pembuluh darah disc lebih banyak terlihat dan banyak. Disc sembab
coupping pada glaucoma: cup membesar, warna pucat.
e. Inspeksi kelopak mata
Ptosis terjadi pada palsy N III, Horner’s syndrome (ptosis,
meiosis, anhidrosis) dan miastenia gravis.
f. Posisi bola mata dan pergerakan bola mata
Berikut ini adalah kelaianan posisi bola mata dan pergerakan
mata: strabismus konvergen (esotropia), strabismus divergen (exotropia),
paralisis NVI kiri, paralisis N III kiri
g. Reaksi konvergensi
Pada tes konvergensi normalnya pupil mengecil (miosis).
h. Refleks kornea
Pada pemeriksaan ini reaksi normal yang ditimbulkan adalah
refleks berkedip. Refleks ini menghilang ada kerusakan atau lesi
N V. Lesi pada n VII juga dapat menyebabkan gangguan pada
refleks ini.
i. Penilaian otot temporal dan masseter
Kelemahan atau hilangnya kontraksi otot temporal dan
masseter pada salah satu sisi dapat menunjukkan adanya lesi N
V. Adanya kelemahan bilateral disebabkan oleh gangguan
perifer atau sentral. Pada pasien yang tidak memiliki gigi, hasil
pemeriksaan ini mungkin sulit dinilai.
j. Kesimetrisan otot wajah
Lipatan nasolabial yang mendatar dan kelopak mata yang jatuh
kebawah menandakan adanya kelemahan fasial. Cedera perifer
n VII, seperti pada Bell’s palsy, mempengaruhi otot wajah atas
dan bawah sisi ipsilateral, sedangkan lesi sentral hanya
mempengaruhi otot wajah bagian bawah. Pada paralisis wajah
unilateal, sudut mulut sisi yang paralisis jatuh ke bawah saat
pasien tersenyum atau meringis.
k. Penilaian sensasi wajah
Penurunan atau kehilangan sensasi wajah unilateral
menunjukkan adanya lesi N V atau jalur interkoneksi sensoris
yang lebih tinggi.
l. Pemeriksaan nystagmus
Nistagmus dapat menunjukkan adanya gangguan vestibular
ataupun kelaianan sentral. Pada kelaianan nistagmus yang
perlu dinilai antara lain:
1. Arah komponen cepat dan komponen lambat
2. Gerakan nystagmus
a) Vertikal
b) Horizontal
c) Rotatoar
3. Arah pandangan dimana nistagmus muncul

m. Inspeksi Patatum
Palatum tidak dapat naik pada lesi bilateral dari nervus vagus.
Pada kelumpuhan unilateral, satu sisi palatum tidak dapat
terangkat dan bersama-sama uvula tertarik ke arah sisi yang
normal
n. Penilaian otot sternomastoid dan trapezius
Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi menunjukkan
adanya gangguan saraf perifer. Saat m.trapezius mengalami
paralisis, bahu terkulai dan skapula terjatuh kebawah dan
lateral. Pada pasien dengan posisi berbaring yang mengalami
kelemahan otot strenokleidomastoideus bilateral akan
mengalami kesulitan mengangkat kepalanya dari bantal.
o. Pemeriksaan lidah
Pada pasien dengan paralisis N XII, inspeksi saat di dalam
rongga mulut, dapat terlihat lidah terdorong ke sisi yang sakit
dan saat lidah dijulurkan, maka akan terdorong ke sisi yang
sehat. Interpretasi hasil perlu disebutkan apakah paralisis
terjadi sentral atau perifer.
6. Bagan Alir -
Tanyakan Keluhan
Tambahan

7. Hal-hal yang perlu


-
diperhatikan
8. Unit terkait 1. Ruang Poli Ispa
2. Ruang Poli Non Ispa
3. Ruang KIA/KB
4. Ruang Bersalin
5. Ruang Gawat Darurat
6. Ruang Rawat Inap
9. Dokumen terkait 1. Rekam Medis

10. Rekaman Historis No Yang diubah Isi perubahan Tanggal diberlakukan


Perubahan

Anda mungkin juga menyukai