Analisis Hubungan Ipm, Kapasitas Fiskal, Dan Korupsi Terhadap Kemiskinan Di Indonesia
Analisis Hubungan Ipm, Kapasitas Fiskal, Dan Korupsi Terhadap Kemiskinan Di Indonesia
Analisis Hubungan Ipm, Kapasitas Fiskal, Dan Korupsi Terhadap Kemiskinan Di Indonesia
SKRIPSI
Disusun oleh :
The method used in this study are OLS (Ordinary Least Square) and
granger causality test using secondary data types. Research samples are 38
regencies/cities in Indonesia in 2008 and 2010.
The results of this study show that in 2008 HDI, fiscal capacity, and
corruption have negative effect that not significant at α = 5 percent and α = 10
percent against poverty. In 2010, the fiscal capacity has negative effect that
significant at α = 10 persent against poverty, while HDI and corruption have
negative effect that not significant. Based on the results of granger causality, there
are diferences in behavior patterns between 2008 and 2010.
v
ABSTRAK
Kemiskinan masih menjadi masalah terbesar bagi bangsa Indonesia. Oleh
karena itu perlu dicari solusi untuk mengatasi, atau paling tidak untuk mengurangi
tingkat kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh IPM, kapasitas fiskal, dan korupsi terhadap kemiskinan di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLS (Ordinary Least
Square) dan uji kausalitas granger dengan menggunakan jenis data sekunder.
Sampel penelitiannya yaitu 38 Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun 2008 dan
2010.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2008 variabel IPM,
kapasitas fiskal dan korupsi berpengaruh negatif secara tidak signifikan pada α = 5
persen dan α = 10 persen terhadap kemiskinan. Pada tahun 2010 variabel kapasitas
fiskal berpengaruh negatif secara signifikan pada α = 10 persen terhadap
kemiskinan, sedangkan IPM dan korupsi berpengaruh negatif secara tidak
signifikan. Berdasarkan hasil kausalitas granger, terdapat perbedaan pola perilaku
antara tahun 2008 dan 2010.
vi
KATA PENGANTAR
skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan IPM, Korupsi, dan Kapasitas fiskal
Tahun 2008 dan 2010)”. Penulisan skripsi in merupakan salah satu syarat dalam
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL I
HALAMAN PERSETUJUAN Ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRISP Iv
ABSTRACT V
ABSTRAK vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI Ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 15
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 16
1.3.1 Tujuan Penelitian 16
1.3.2 Kegunaan Penelitian 16
1.4 Sistematika Penulisan 17
ix
Korupsi 41
2.1.4.1 Korupsi 41
2.1.4.2 Hubungan Kemiskinan dengan
Korupsi 51
2.2 Penelitian Terdahulu 55
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis 58
2.4 Hipotesis 59
x
DAFTAR TABEL
Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
namun masih banyak permasalahan yang belum dapat terselesaikan. Salah satu
100 94 100
90 90
80 80
66
70 63 70
Triliun Rupiah
60 51 60
50 42 50
40 40
Persen
30 18 23 30
20 20
10 10
16,7 16 17,8 16,6 15,4 14,2 13,3 Anggaran
0 0 Kemiskinan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Angka Kemiskinan
Tahun
angka kemiskinan sebesar 16,7%. Pada tahun 2005, anggaran kemiskinan naik
1
menjadi RP 23 Triliun, yang dapat menurunkan angka kemiskinan menjadi 16%
saja. Anggaran untuk tahun 2006 naik hampir dua kali lipat anggaran tahun
kemiskinan malah naik menjadi 17,8%. Hal ini dikarenakan naiknya harga BBM
tidak miskin yang pendapatannya berada di sekitar garis kemiskinan banyak yang
bergeser posisinya menjadi penduduk miskin. Pada tahun 2007 sampai dengan
Triliun di tahun 2010 sedangkan angka kemiskinan turun sangat pelan, pada tahun
Sri Hartati Samhadi dalam tulisannya yang berjudul Politik Anggaran yang
Tak Memihak Orang Miskin menyebutkan bahwa sebelum krisis pada tahun 1997,
APBN kurang dari Rp 100 triliun dan PDB sebesar Rp 877 triliun jumlah
penduduk miskin sekitar 22 juta jiwa. Pada tahun 2011 ini, APBN mencapai lebih
dari Rp 1.200 triliun dan PDB mendekati Rp 7.000 triliun, tetapi jumlah penduduk
miskin malah meningkat sampai hampir 31 juta jiwa. APBN lebih banyak
digunakan untuk membiayai belanja rutin atau membiayai birokrasi, yang pada
pegawai, tunjangan, fasilitas, dan biaya perjalanan serta membayar utang terus
meningkat. Sedangkan anggaran untuk subsidi dan belanja sosial turun. Hal ini
2
Gambar 1.2 Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2010-2011
Papua 36,80
31,98
Papua Barat 34,88
31,92
9,42
Maluku Utara 9,18
Maluku 27,74
23
13,58
Sulawesi Barat 13,89
Gorontalo 23,19
18,75
Sulawesi Tenggara 17,05
14,56
11,60
Sulawesi Selatan 10,29
Sulawesi Tengah 15,83 18,07
9,10
Sulawesi Utara 8,51
7,66
Kalimantan Timur 6,77
5,21
Kalimantan selatan 5,29
6,77
Kalimantan Tengah 6,56
9,02
Kalimantan Barat 8,6
23,03
Nusa Tenggara Timur 21,23
21,55
Nusa Tenggara Barat 19,73
4,88
Bali 4,2
7,16
Banten 6,32
15,26
Jawa Timur 14,23
16,83
DI Yogyakarta 16,08
16,56
Jawa Tengah 15,76
11,27
Jawa Barat 10,65
3,48
DKI Jakarta 3,75
8,05
Kepulauan Riau 7,4
6,51
Bangka Belitung 5,75
Lampung 16,9318,94
18,30
Bengkulu 17,5
15,47
Sumatera Selatan 14,24
8,34
Jambi 8,65
8,65
Riau 8,47
9,50
Sumatera Barat 9,04
11,31
Sumatera Utara 11,33
20,98
Nangroe Aceh Darussalam 19,57
0 5 10 15 20 25 30 35 40
2011 2010
Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2010 dan 2011, diolah
3
Grafik 1.2 menunjukkan persentase garis kemiskinan di Provinsi Indonesia
pada tahun 2010 sampai 2011 menurut BPS. Provinsi dengan persentase garis
kemiskinan tertinggi di tahun 2010 adalah Provinsi Papua (31,98 persen), Provinsi
Papua Barat (31,92 persen), Provinsi Grontalo (23,00 persen), Provinsi Nusa
Tenggara Timur (21,23 persen), dan Provinsi Nusa Tenggara Barat (19,73 persen).
sama yaitu Provinsi DKI Jakarta (3,75 persen), Provinsi Bali (4,20 persen),
Provinsi Kalimantan Selatan (5,29 persen), dan Provinsi Bangka Belitung (5,57
persen).
kenaikan dibanding dengan persentase garis kemiskinan pada tahun 2010, dan
Provinsi dengan persentase garis kemiskinan tertinggi pada tahun 2011 adalah
Provinsi Papua (36,80 persen), Provinsi Papua Barat (34,88 persen), Provinsi
Maluku (27,74 persen), Provinsi Gorontalo (23,19 persen), dan Provinsi Nusa
kemiskinan terendah yaitu Provinsi DKI Jakarta (3,48 persen), Provinsi Bali (4,88
miskin absolut yang diukur dari pendapatan pada standar yang minim. Angka ini
berbagai dimensi. Selain itu, BPS juga belum memasukkan penduduk yang
4
tergolong tidak miskin tetapi sangat rentan kemiskinan, yang mana jumlahnya
US$ 2 per hari, jumlah penduduk miskin di Indonesia akan semakin membengkak
mencapai 42 persen.
terlihat antara lain dari semakin luasnya daerah miskin dalam peta kemiskinan,
tingginya kekurangan gizi dan busung lapar, tingginya jumlah anak putus sekolah,
banyaknya jumlah penduduk yang dianggap pantas menerima beras miskin dan
secara lebih luas dari pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB). IPM mengukur
tiga dimensi pembangunan manusia, yaitu kesehatan yang diukur dari usia
5
harapan hidup, pendidikan yang diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang
dewasa dan tingkat pendaftaran sekolah dasar, lanjutan dan tinggi, serta standar
hidup layak yang diukur dari paritas daya beli dan penghasilan.
73
72 72,27
71,76
71 71,17
70,6
70 70,1
69,6
IPM
69
68,7
68
67
66
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
TAHUN
Grafik 1.3 menggambarkan bahwa IPM Indonesia dari tahun 2004 sampai
tahun 2010 selalu mengalami kenaikan. Di tahun 2004 IPM Indonesia sebesar
68,7 yang meningkat menjadi 69,6 di tahun 2005, sebesar 70,1 di tahun 2006,
sebesar 70,6 di tahun 2007, sebesar 71,17 di tahun 2008, sebesar 71,76 di tahun
6
Gambar 1.4 Indeks Pembangunan Manusia antar Provinsi di Indonesia
Tahun 2010
Papua 64,94
Papua Barat 69,15
Maluku Utara 69,03
Maluku 71,42
Sulawesi Barat 69,64
Gorontalo 70,28
Sulawesi Tenggara 70,00
Sulawesi Selatan 71,62
Sulawesi Tengah 71,14
Sulawesi Utara 76,09
Kalimantan Timur 75,56
Kalimantan Selatan 69,92
Kalimantan Tengah 76,64
Kalimantan Barat 69,15
Nusa Tenggara Timur 67,26
Nusa Tenggara Barat 65,20
Bali 72,28
Banten 70,48
Jawa Timur 71,62
Yogyakarta 75,77
Jawa Tengah 72,49
Jawa Barat 72,29
DKI Jakarta 77,60
Kepulauan Riau 75,07
Bangka Belitung 72,86
Lampung 71,42
Bengkulu 72,92
Sumatera Selatan 72,95
Jambi 72,74
Riau 76,07
Sumatera Barat 73,78
Sumatera Utara 74,19
Nanggroe Aceh Darussalam 71,70
7
Grafik 1.4 menggambarkan IPM Provinsi di Indonesia tahun 2010. Pada
tahun 2010 Provinsi dengan IPM tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta (77,60
(76,09 persen), Provinsi Riau (76,07 persen), dan Provinsi Yogyakarta (75,77
persen). Sementara Provinsi dengan IPM terendah yaitu Provinsi Papua (64,94
persen), Provinsi Nusa Tenggara Barat (65,20 persen), Provinsi Nusa Tenggara
Timur (67,26 persen), Provinsi Maluku Utara (69,03 persen), serta Provinsi
lapangan kerja menguap ke tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Hal ini
kerajaan, banyak kerajaan yang hancur karena para bangsawannya hanya ingin
sehingga tidak ada sosok yang pantas untuk dijadikan penerus kerajaan. Pada
8
jaman penjajahan, Belanda dapat dengan mudah menguasai Indonesia karena
perilaku korup para bangsawan. Gejala korupsi pada waktu itu didominasi oleh
para penguasa (bangsawan, sultan, dan raja), sedangkan rakyat kecil belum
Paran (Panitia Retooling Aparatur Negara) dan Operasi Budhi. Salah satu tugas
deadlock karena banyak pejabat publik berlindung di balik Presiden. Pada tahun
dianggap rawan korupsi. Operasi Budhi mengalami hambatan antara lain, direktur
kepada Presiden untuk menjalankan tugas ke luar negeri (Agus Suradika, 2008).
Pada era orde baru, Soeharto menyalahkan pemerintahan orde lama yang
1967. Tak lama kemudian dibentuk Tim Pemberantas Korupsi (TPK) yang
9
diketuai Jaksa Agung. Ketidakseriusan kinerja TPK memancing protes dari
seperti macan ompong karena dugaan korupsi di Pertamina tidak mendapat respon
Korupsi yang terjadi pada era reformasi tidak hanya dilakukan oleh elit
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Selain itu juga dibentuk
bermasalah dengan mudah mengecoh aparat hukum dengan alasan berobat ke luar
negeri. Pada tahun 2003 dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
10
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Amin
Rahayu, 2005).
tahun 2010 masih sama dengan tahun 2009, yaitu 2,8. Indonesia berada pada
posisi 110 dari 178 negara. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah belum
korupsi semakin meluas, bukan hanya terjadi di pemerintahan pusat tetapi sudah
11
Setelah otonomi daerah, korupsi di Indonesia tidak hanya terjadi di
Corruption Watch (ICW) periode Januari – Juni 2010, terdapat 176 kasus korupsi
baik di pemerintah pusat maupun daerah dengan 411 orang tersangka yang
yang sudah disidik. Kasus yang paling banyak dilakukan yaitu penyelewengan
APBD yang pada tahun 2010 terdapat 11 kasus terungkap dan di tahun 2011 turun
pengentasan kemiskinan 10 kasus di tahun 2010 dan 1 kasus di tahun 2011, kasus
12
Tabel 1.1 Kasus-kasus Korupsi di Daerah yang Sudah Disidik
Tahun
No. Jenis Korupsi
2010 2011
1. APBD 11 2
2. Adipura 1 -
3. BantuanSosial/Proyek 10 1
Pengentasan Kemiskinan
4. Pengadaan Buku 2 -
5. Surat Izin Usaha 1 -
6. Pengadaan Barang dan Jasa 2 2
7. Pengadaan / Pembebasan Lahan 5 -
8. Proyek Energi Kelistrikan 2 -
9. Proyek Teknologi Informatika - 1
10 Pembangunan Infrastruktur 2 -
11. Penyuapan 7 -
12. Perpajakan 1 -
13. Surat Perintah Perjalanan Dinas - 1
Fiktif
14. Pengendalian Banjir - 1
15. Dana Subsidi Perumahan - 1
Sumber : Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2012
kurun waktu 2004 – 2011. Selama kurun waktu delapan tahun, di tingkat
pemerintah pusat telah terjadi 106 tindak pidana korupsi. Sedangkan di daerah,
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan tindak pidana korupsi terbanyak
yaitu 18 kasus, dan Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Provinsi yang jumlah
tindak pidana korupsinya rendah yaitu hanya 1 kasus yang terungkap pada tahun
2006.
13
Tabel 1.2 Data Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Wilayah
Tahun
No Provinsi Jumlah
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pemerintah
1. 1 15 11 12 23 24 20 - 106
Pusat
2. NAD 1 1 - - 1 - - - 3
3. Sumatra Utara - - - 2 - - 2 1 5
Sumatra
4. - - - - - 1 1 - 2
Selatan
Riau dan
5. Kepulauan - - - 3 4 3 - - 10
Riau
6. DKI Jakarta - 1 3 - 1 1 4 1 11
7. Jawa Barat - 2 - 1 5 3 7 - 18
8. Jawa Tengah - - 2 2 - 1 - - 5
9. Jawa Timur - - - - 2 2 - - 4
10. Lampung - - - - - - 3 - 3
Kalimantan
11. - - 1 - - - - - 1
Selatan
Kalimantan
12. - - 6 3 2 - - - 11
Timur
13. Sulawesi Utara - - - - 1 - 1 - 2
Sulawesi
14. - - - 1 - - - - 1
Selatan
15. NTB - - 1 - 2 - - - 3
Sumber : Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2004-2011
Berdasarkan data dari pemberitaan Kompas dan KPK dari tahun 2008
sampai tahun 2011, yang ditunjukkan Tabel 1.3, diperoleh bahwa pelaku korupsi
14
itu, pelaku korupsi bukan hanya pejabat pemerintahan, tetapi juga pengusaha dan
masyarakat.
Jumlah
No. Pelaku Korupsi
Kasus
1. Kepala/mantan kepala daerah 29
2. Pimpinan/mantan pimpinan 16
DPRD
3. Anggota/mantan anggota DPRD 37
4. Pejabat/mantan pejabat instansi 64
pemda
5. Pejabat BUMN/BUMD 4
6. Pejabad KPUD 3
7. Pimpinan pengadilan 1
8. Pimpinan universitas 1
9. Aktivis LSM 9
10. Pejabat kecamatan/kelurahan 4
11. Lainnya 5
Sumber : Litbang Kompas/stn, diolah dari pemberitaan Kompas dan KPK
karena dana tersebut masuk ke kantong pribadi para pejabat. Hal ini menyebabkan
15
di Indonesia. Besarnya anggaran yang dikeluarkan olah pemerintah belum tentu
dapat mengurangi angka kemiskinan yang terjadi. Rendahnya IPM dan kapasitas
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
kemiskinan di Indonesia?
16
dari IPM, korupsi, dan kapasitas fiskal terhadap kemiskinan maka dapat dilakukan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menyajikan landasan teori tentang teori kemiskinan, teori IPM dan
hubungan antara kemiskinan dan IPM, teori korupsi dan hubungan antara
kemiskinan dan korupsi, serta teori kapasitas fiskal dan hubungan antara
kemiskinan dan kapasitas fiskal. Di samping itu, pada bab ini juga terdapat
Pada bab ini dipaparkan tentang metode penelitian yang meliputi batasan
masalah, variabel penelitian dan definisi operasional, jenis dan sumber data,
17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dipaparkan tentang deskripsi obyek penelitian, yaitu kondisi
di Indonesia pada tahun 2008 dan 2010, serta penjelasan hasil penelitian.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini disampaikan ringkasan temuan, kesimpulan, dan saran yang
18
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1.1 Kemiskinan
barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Oleh karena itu, seseorang termasuk
sebagai berikut :
2100 kalori per kapita per hari. BPS menyebutkan ada 14 kriteria suatu
2. Jenis lantai tempat tinggal terbat dari tanah / bambu / kayu murahan,
19
4. Tidak mempunyai fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan
6. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai
/ air hujan,
minyak tanah,
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu kali/ dua kali dalam sehari,
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas
2
lahan 500 m – buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan,
per bulan (2005), - atau pendapatan per kapita Rp 166.697,00 per kapita
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat
SD / hanya SD,
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan nilai
20
- Friedman (1979) mengemukakan kemiskinan adalah ketidaksamaan
(pendapatan dan kredit yang memadai), organisasi sosial politik yang dapat
internasional.
menerima perlakuan kasar dan hinaan, serta tak dipedulikan ketika sedang
dimensi, yaitu :
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak adanya investasi untuk
21
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal,
alam,
7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan,
dan terpencil).
bahwa kemiskinan adalah ketiadaan akses terhadap hal-hal vital dalam hidup
maupun perumahan.
lainnya,
22
2. Jumlah kebutuhan lain yang bervariasi, yang mencerminkan biaya partisipasi
penduduk yang hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum atau Garis
Kemiskinan Internasional, yaitu USD 1 per hari dalam dollar paritas daya beli
persyaratan nutrisi dari penelitian medis tentang kalori, protein, dan mikronutrein
yang dibutuhkan oleh tubuh. Kemudian, dengan menggunakan data survei rumah
tangga lokal, diidentifikasi sekelompok makanan yang biasa dibeli oleh rumah
kebutuhan dasar lainnya, seperti pakaian, tempat tinggal, dan sarana kesehatan.
Garis kemiskinan lokal mungkin melebihi USD 1 per hari dalam paritas daya beli
(PPP).
berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang
dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada di lapisan bawah), dan
nasional dan tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan
kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, dan
23
perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis
penduduk, ukuran ini sering disebut dengan garis kemiskinan. Penduduk yang
menurut BPS, yaitu dengan menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi
dari populasi yang disebut dengan Headcount Index. Namun, indikator ini
kelemahan tersebut. Poverty gap ini menghitung transfer yang akan membawa
berdasarkan harga beras, yaitu tingkat konsumsi per kapita setahun yang sama
dengan harga beras. Garis kemiskinan menurutnya yaitu nilai rupiah yang setara
dengan 20 kg beras untuk daerah pedesaan dan 30 kg beras untuk perkotaan. Akan
BPS, sehingga jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan akan lebih
2
Sajogyo hanya mengandalkan satu harga, yaitu harga beras. Kedua, beras
porsinya dalam anggaran keluarga turun bahkan di keluarga miskin porsinya turun
dengan cepat.
kemiskinan pedesaan dan perkotaan dilihat dari pengeluaran aktual barang dan
jasa. Ukuran Esmara mampu menangkap dampak inflasi dan penghasilan riil yang
Esmara ini meningkat lebih cepat dibandingkan ukuran kemiskinan BPS dan
meskipun laju penurunannya lebih rendah dibanding versi BPS dan Sajogyo.
menurut BPS. Oleh karena itu, data kemiskinan yang digunakan dalam penelitian
kemiskinan dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena
25
ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty).
seterusnya.
26
dan dengan demikian tingkat produktivitas juga akan rendah. Begitu seterusnya.
pasar untuk berbagai jenis barang. Hal ini disebabkan pendapatan masyarakat
yang sangat rendah karena tingkat produktivitasnya yang juga rendah, sebagai
akibat dari tingkat pembentukan modal yang terbatas di masa lalu. Pembentukan
World Bank (1993) dalam Policy Research Working Papers: Poverty and
kemampuan warga negara atau suatu negara untuk memutuskan masalah yang
27
7. Kebijakan-kebijakan yang menyebabkan monopolisasi ekonomi dan polarisasi
kesejahteraan.
masyarakat patuh terhadap pajak menyebabkan pajak ini tidak terkumpul dan
Ravi Kanbur dan Lyn Squire (1999) menjelaskan bahwa kemiskinan terjadi
dan anak-anak sekolah akan bisa bersekolah dan menerima pelajaran dengan baik.
kesehatan dan pendidikan hanya dapat dinikmati oleh pejabat tinggi dan orang-
tanpa peduli dengan suara dan kepentingan masyarakat miskin. Mereka hanya
28
Fareed Zakaria dalam bukunya The future of Freedom, Illiberal Democracy
sesuatu yang tulus untuk kepentingan publik atau netral. Demokrasi merupakan
29
2.1.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Hubungan Kemiskinan
dalam suatu daerah tertentu. Kesejahteraan masyarakat ini merupakan hasil dari
sarana dan prasarana untuk kelompok masyarakat miskin. Hal ini dilakukan
Pembangunan Manusia (IPM). IPM diperkenalkan pertama kali pada tahun 1990
oleh UNDP. IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi
manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran
ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka
melek huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas; dan hidup layak diukur dengan
pengeluaran per kapita yang didasarkan pada paritas daya beli (purchasing power
parity).
(2.1)
Di mana :
30
X1 = Indeks Harapan Hidup
X2 = Indeks Pendidikan
b) Indeks Pendidikan
melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS). Populasi yang digunakan
usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar
berusia kurang dari 15 tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah
proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok
31
penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan
misalkan di Kota Semarang ada 5 orang tamatan SD, 5 orang tamatan SMP, 5
orang tamatan SMA, 5 orang tidak sekolah sama sekali, maka rata-rata lama
sekolah di Kota Semarang adalah {5(6) + 5(9) + 5(12) + 5(0)} : 20 = 6,25 tahun.
Setelah diperolah nilai Lit dan MYS, dilakukan penyesuaian agar kedua
nilai ini berada pada skala yang sama yaitu 0 dan 1. Selanjutnya kedua nilai yang
perbandingan bobot 2 untuk Lit dan 1 untuk MYS, sesuai ketentuan UNDP. Oleh
(2.2)
UNDP menggunakan indikator yang dikenal dengan real per kapita GDP
adjusted untuk mengukur dimensi standar hidup layak. Untuk perhitungan IPM
nasional (provinsi atau kaupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena
PDRB per kapia hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak
BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei Sosial
masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar bisa dibandingkan antar daerah
32
dan antar waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP dengan tahapan sebagai
menstandarkan GNP per kapita suatu negara. Data yang digunakan adalah data
kuantum per kapita per tahun dari suatu basket komoditi yang terdiri dari 27
(2.3)
Di mana : ∑
E(i,j) = Pengeluaran untuk komoditi j di Kabupaten/Kota i
33
2.1.2.2 Hubungan Kemiskinan dengan IPM
perusahaan juga akan memberika gaji yag lebih tinggi kepada yang bersangkutan.
kerja akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena tenaga kerja yang
terampil mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya seseorang yang memiliki
produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang
produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk
Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk
miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi penduduk miskin aset
utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan dan kesehatan
34
murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktivitas, dan pada
Ravi Kanbur dan Lyn Squire (1999) menjelaskan bahwa tingkat kesehatan
anak usia sekolah dapat bersekolah dan menerima pelajaran dengan baik. Tingkat
gizi dan kesehatan yang buruk – mengurangi kapasitas mereka untuk bekerja.
Dengan demikian, akibat rendahnya IPM adalah orang miskin tidak dapat
merupakan unsur penting dalam penanganan kemiskinan (Ravi Kanbur dan Lyn
Squire, 1999).
35
tidak selalu mengarah pada peningkatan pendapatan. Hal ini disebabkan sumber
daya yang dihasilkan oleh pertumbuhan ekonomi tidak dapat digunakan untuk
mempromosikan perbaikan indikator lainnya. Selain itu, struktur dan proses yang
dan bukan tenaga kerja. Akan tetapi, kondisinya bisa berubah. Masyarakat miskin
pelayanan kesehatan dan akses pendidikan. Selain itu, struktur dan proses yang
kedua bidang saling memperkuat satu sama lain dan yang satu tanpa yang lain
Fiskal
perbaikan standar hidup masyarakat secara cepat, baik dari sektor swasta maupun
36
dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Diterbitkannya Undang-undang
dan kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan
publik pada umumnya akan terpenuhi dengan lebih baik dibandingkan bila diatur
belum nampak. Hal ini disebabkan sebagian besar Pemerintah Daerah (Pemda dan
menggenjot PAD melalui pajak dan retribusi tanpa diimbangi dengen peningkatan
bidang keuangan akan lebih terukur. Upaya ini harus mendapat dukungan dari
semua pihak karena merupakan salah satu tuntutan reformasi yang menekankan
37
pada upaya penyelenggaraan pemerintah yang bersih (clean government) dan tata
yang bersifat meliputi urusan pemerintahan secara nyata ada dan berpotensi untuk
38
pengeluaran yang diharapkan terjadi dalam sebuah rentang waktu tertentu dimasa
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak
dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Dalam penelitian ini kapasitas
(2.4)
∑
Kapasitas fiskal dan pengelolaan sumber daya secara ekonomis, efektif, dan
efisien suatu daerah atau wilayah akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah tersebut. Hal ini dikarenakan kurang atau tidaknya intervensi dalam hal
daerah dapat secara inisiatif dan kreatif dalam mengelola daerah untuk mendorong
Kanbur dan Lyn Squire (1999) menjelaskan bahwa kemampuan pemerintah dalam
tersedia akan tidak tepat sasaran. Pemerintah tidak dapat menyediakan layanan
39
publik yang berkualitas. Buruknya layanan publik ini membuat kondisi
positif yang kuat dari peningkatan kapasitas fiskal pemerintah untuk hasil
pembangunan yang lebih baik, yang diukur dari pendapatan perkapita. Kaufmann
dan Kraay menjelaskan bahwa di Amerika Latin dan Karibia, pemerintahan yang
lebih baik cenderung menghasilkan pendapatan per kapita yang lebih tinggi. Akan
tetapi pendapatan per kapita yang lebih tinggi cenderung menghasilkan kapasitas
Spector, 2003).
sosial yang tidak dipercaya dan tidak adil, hal ini dapat mempengaruhi insentif
untuk terlibat dalam kegiatan produktif (Eric Chetwynd, Frances Chetwynd, dan
40
2.1.4 Korupsi dan Hubungan Kemiskinan dengan Korupsi
2.1.4.1 Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang
kesejahteraan rakyat.
perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau mereka yang dekat dengannya dengan
secara individu, tetapi juga terhadap suatu partai politik, suatu kelompok tertentu
dalam masyarakat, suku, teman atau keluarga. Definisi ini menunjukkan korupsi
yang terjadi pada tingkat birokrasi, dan tidak terjadi pada sektor swasta (Tika
Widiastuti, 2008).
41
UU No 33 tahun 1999 junto UU No 20 tahun 2001 menyebutkan ada 30
nepotisme,
7. Penyalahgunaan kepercayaan,
Korupsi saat ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat tetapi juga
2008), yaitu :
42
1. Korupsi kemiskinan (corruption of poverty) yang disebut juga sebagai korupsi
kebutuhannya.
berakar dari nafsu untuk memiliki lebih banyak kekuasaan, pengaruh, dan
mendapatkan barang atau jasa, tanpa korupsi maka memperolehnya akan tidak
timbal-balik antara pihak penyuap dan penerima suap demi keuntungan kedua
belah pihak.
3. Insentive corruption, korupsi dalam bentuk pemberian barang atau jasa tanpa
43
4. Supportive corruption, korupsi yang secara tidak langsung menyangkut uang
atau imbalan langsung dalam bentuk lain untuk melindungi dan memperkuat
atau sanak famili untuk memegang jabatan dalam pemerintahan atau perilaku
lainnya kepada teman atau sanak famili secara bertentangan dengan norma dan
mempertahankan diri. Tipe ini bukan pelaku korupsi, karena perbuatan orang
7. Autogenic corruption, adalah korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan
(CPI). CPI adalah instrumen pengukuran korupsi global yang dikembangkan oleh
Transparency International (TI) sejak tahun 1996. CPI tidak dihasilkan dari
hasil survei mereka kepada TI, untuk diolah dan digabungkan untuk menghasilkan
44
CPI. CPI memiliki rentang 0 sampai 10, dimana 0 berarti dipersepsikan sangat
Korupsi (IPK) dengan mencoba mengukur persepsi pelaku usaha terhadap praktik
strategi pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien. IPK Indonesia melihat
sejauh mana kualitas tata kelola institusi publik dengan menanyakan langsung
kepada para pelaku usaha berdasarkan pengalaman atau persepsi mereka. Survei
TII meluncukan IPK Indonesia dua tahun sekali sejak tahun 2004. Hingga
saat ini, TII telah melakukan 4 kali survei IPK (2004, 2006, 2008, dan 2010).
menambah jumlah kota dan jumlah reponden. Tahun 2004 TII mensurvei 21 kota
dengan 1.305 responden, tahun 2006 mensurvei 32 kota dengan 1.760 responden,
45
tahun 2008 mensurvei 3.842 responden dari 50 kota, dan tahun 2010 survei tetap
responden. Sama seperti CPI, IPK Indonesia mempunyai rentang indeks antara 0
2008), yaitu :
tinggi.
7. Ketidakefisienan ekonomi.
46
8. Menghambat investor-investor yang potensial dalam mengembangkan
kesejahteraan.
9. Jarak kesejahteraan (antar golongan yang kaya dan yang miskin) semakin
besar.
14. Sistem hukum diperlemah, termasuk kontrol dari negara hukum dan
16. Kerja sama dalam bidang pengembangan kesejahteraan (baik publik maupun
adanya pajak dan pungutan lain yang tidak sah. Manipulasi pajak oleh
koruptor harus ditutup dengan pajak dari warga negara yang jujur. Korupsi
47
juga menimbulkan biaya-biaya baru dan mengabaikan produktivitas dan
kesejahteraan masyarakat.
3. Larinya tenaga ahli ke luar negeri dan lahirnya berbagai bentuk ketidakadilan,
kreativitas kerja yang terbit dari situasi yang sehat, munculnya kejahatan lain
J.S. Nye (dalam Erika Revida, 2003) menyatakan bahwa akibat korupsi
tindakan korupsi telah berakibat pada disharmoni dan disintegrasi bangsa, baik
48
berdasarkan kelompok/golongan atau berdasarkan etnis dan semakin lebarnya
kaffah, dan Syahrul Mustofa (dalam Paul SinlaEloE, 2007) dalam tiga kategori,
yaitu :
a) Prinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, tidak akan terjadi sebab
koruptor,
yang benar, yakni uji kelayakan (Fit and Proper Test), tetapi lebih
c) Proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai
berkelanjutan terhambat.
49
2. Aspek sosial. Pada tingkat yang sudah sangat sistematis, sebagian besar
masyarakat tidak lagi dihiraukan aspek profesionalisme dan kejujuran. Hal ini
keinginannya.
adalah :
ekonomi rakyat,
b) Harga barang menjadi lebih mahal. Hal ini disebabkan karena perusahaan
harus membayar “upeti” atau “biaya siluman” sejak masa perijinan sampai
siluman ini otomatis akan menurunkan tingkat keuntungan usaha dari para
c) Sebagian besar uang hanya berputas pada segelintir elite ekonomi dan
berkembang, dan
50
d) Produk petani tidak mampu bersaing. Tingginya biaya siluman juga
korupsi dan kemiskinan memang tidak bisa dikuantifikasi dan langsung. Akan
tetapi hubungan sebab akibat antara korupsi dan kemiskinan dapat dijelaskan
korupsi menempatkan orang bukan pada tempatnya. Ketiga, pinjaman dan hibah
kuantitas dan kualitas penyediaan barang dan jasa publik tidak memadai.
51
Studi kasus yang dilakukan oleh Tika Widiastuti (2008) tentang dampak
berkualitas, mengalihkan investasi publik jauh dari kebutuhan publik utama dalam
52
terhadap pertumbuhan ekonomi. Adanya suap membuat pengusaha terhindar dari
Tika Widiastuti, 2008). Pote Sarasin, Ketua Dewan Pembangunan Thailand tahun
2011).
53
memperburuk kegagalan pasar. Kedua, korupsi mendistorsi insentif. Individu-
bukan melakukan aktivitas yang produktif. Bahkan dalam kasus tertentu Murphy,
Shleifer dan Vishny (dalam Vizto Tanzi, 1998) korupsi dapat mengarahkan
materi yang sangat besar karena biaya mencari birokrat-birokrat penerima suap
juga harus dimasukkan dengan biaya negosiasi dan pembayaran suap. Apalagi
kepemilikannya, atau seseorang yang lain dapat melepaskan diri dari tanggung
jawab atas kontrak karena korupsi, maka peran fundamental pemerintah terdistorsi
disebabkan lemahnya integritas moral dari setiap pelaku birokrasi dan pengusaha
54
2.2 Penelitian Terdahulu
kapasitas fiskal di berbagai negara telah dilakukan oleh sejumlah peneliti, antara
lain :
melalui dua model, yaitu model ekonomi dan model pemerintahan. Pada
b) Studi kasus yang dilakukan oleh Ravi Kanbur dan Lyn Squire (1999) berjudul
kemiskinan dan ukurannya serta kebijakan dan strategi apa yang tepat untuk
55
yang lebih luas meningkatkan pemahaman tentang kemiskinan, serta
c) Penelitian yang dilakukan oleh Tika Widiastuti ( 2008) dengan judul “Dampak
Konferensi Islam) pada tahun 2003 – 2006. Model yang digunakan dalam
(SEM).
d) Penelitian yang dilakukan oleh Sajeev Gupta, Hamid Davoodi, dan Rosa
56
Inequality and Poverty?” bertujuan untuk mengetahui bagaimana korupsi
untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS).
e) Penelitian yang dilakukan oleh Adit Agus Prastyo (2010) berjudul “Analisis
pada tahun 2003-2007. Penelitian ini menggunakan analisis panel data sebagai
(2.5)
Di mana :
57
PD = pendidikan kabupaten/kota di Jawa Tengah
α0 = intersep
kemiskinan.
Indonesia yang masih tinggi. Hal ini menyebabkan munculnya pertanyaan apakah
fiskal.
terdahulu yang dilakukan oleh Eric Chetwyn, Frances Chetwynd, dan Bertram
Spector (2003) serta Ravi Kanbur dan Lyn Squire (1999). Penelitian Eric Chetwyn
dkk mendasari pemilihan variabel korupsi dan kapasitas fiskal sebagai variabel
58
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis
IPM (W)
RAVI KANBUR DAN
LYN SQUIRE (1999)
KAPASITAS
KEMISKINAN (P)
ERIC CHETWYN, FISKAL (E)
FRANCES
CHETWYND, DAN
BERTRAM KORUPSI (K)
SPECTOR (2003)
Keterangan:
--- : sumber pemilihan variabel
: faktor penyebab
2.4 Hipotesis
harus diuji secara empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian di
kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2008 dan 2010. Semakin tinggi IPM
akan menurun.
59
3. Diduga variabel korupsi mempengaruhi tingkat kemiskinan kabupaten/kota di
Indonesia pada tahun 2008 dan 2010. Semakin korup suatu kabupaten/kota,
60
BAB III
METODE PENELITIAN
IPM, dan kapasitas fiskal terhadap kemiskinan yang terjadi di Indonesia pada
tahun 2008 dan 2010. Penelitian ini mengambil sampel Kabupaten/Kota yang ada
pengaruh korupsi, IPM, dan kapasitas fiskal terhadap kemiskinan yang terjadi
pada tahun 2008 dan 2010. Adanya keterbatasan data juga yang mendasari
61
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
independen dalam penelitian ini adalah korupsi, IPM, dan kapasitas fiskal dari 38
garis kemiskinan suatu kabupaten/kota. Data yang digunakan adalah sumber data
yang berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Kosumsi dan
∑ (3.1)
Dimana :
z = Garis Kemiskinan
n= jumlah penduduk
mengukur usia harapan hidup, pendidikan, dan standar hidup layak suatu
62
dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya
(3.2)
Dimana :
X2 = Indeks Pendidikan
pendapatan yang diperlukan daerah. Kapasitas fiskal dalam penelitian ini dihitung
(3.3)
∑
dimana :
i = Kabupaten/kota
4. Korupsi (K) adalah skala korupsi atau tingkat korupsi kabupaten/kota yang
63
Transparency International Indonesia setiap dua tahun sekali. IPK
skala korupsi duatu daerah dengan daerah yang lain, atau tingkat korupsi
suatu daerah tahun 2008 dan 2010. Rentang indeksnya antara 0 (nol)
sampai dengan 10, dimana 0 (nol) berarti sangat korup dan 10 berarti
sangat bersih.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data
penelitian seperti majalah, koran dan internet. Data sekunder yang digunakan
64
3.4 Metode Analisis
berarti bahwa setiap kenaikan skor/nilai pada variabel yang satu akan diikuti
b. Korelasi negatif kuat, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati atau sama
dengan -1. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan skor/nilai pada variabel yang
apabila skor/nilai dari variabel yang satu turu, maka skor/nilai dari variabel
c. Tidak ada korelasi, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati atau sama
dengan 0 (nol). Hal ini berarti bahwa naik turunnya skor/nilai satu variabel
berikut:
2
a. 0 : tidak ada korelasi antara dua variabel b. |0 ≤ R ≤
65
2
c. |0,25 ≤ R ≤ 0,5| : korelasi cukup kuat
2
d. |0,5 ≤ R ≤ 0,75| : korelasi kuat
2
e. |0,75 ≤ R ≤ 0,99| : korelasi sangat kuat
f. 1 : korelasi sempurna
menggunakan metode estimasi kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS)
sampel (bagian kecil dari populasi). Oleh karena itu, dalam penelitian ini hanya
dapat dibentuk fungsi regresi sampel atau Sample Regression Function (SRF)
kapasitas fiskal di 38 kabupaten/kota di Indonesia tahun 2008 dan 2010 ini dapat
(3.4)
dimana :
P = tingkat kemiskinan
K = korupsi
W = IPM
66
E = kapasitas fiskal
u1 = komponen eror
α0 = intersep
i = kabupaten/kota
masalah yang berbeda. Untuk mengukur kebaikan suatu model (goodnes of fit)
2 2
digunakan koefisien determinasi (R ). Koefisien determinasi (R ) merupakan
angka yang memberikan proporsi atau persentase variasi total dalam variabel
Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai R yang kecil berarti
dapat dilakukan dengan uji simultan (uji F). Pengujian ini bertujuan untuk
67
mengetahui pengaruh semua variabel independen yang terdapat dalam model
sebagai berikut :
maka H0 ditolak dan menerima H1. Artinya ada pengaruh variabel independen
secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dan sebaliknya, bila F hitung <
terhadap Kemiskinan.
68
b) H1 : α1 < 0, yaitu apabila IPM suatu daerah tinggi maka Kemiskinan
terhadap Kemiskinan.
= 5 persen dan α = 10 persen. Apabila t hitung > t tabel, maka hipotesis alternatif
tidak cukup bukti yang kuat untuk menolak sehingga variabel indpenden secara
dependen.
Sebelum melakukan analisis data, data diuji sesuai asumsi klasik. Apabila
parametrik untuk mendapatkan model regresi yang baik. Model regresi tersebut
69
harus bebas dari multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas serta data
perilaku pengaruh IPM, korupsi, dan kapasitas fiskal terhadap kemiskinan antara
tahun 2008 dan 2010 yang dapat diketahui dengan menganalisis koefisien hasil
regresi. Uji kausalitas granger dilakukan untuk menganalisa lebih dalam hubungan
70