0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
103 tayangan18 halaman

Satuan Acara Penyuluhan Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realita Pada Lansia Dengan Demensia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITA


PADA LANSIA DENGAN DEMENSIA

oleh:
Kelompok 3
1. Markhistun Nadhiroh (19100004)
2. Safitri Dara (19100012)
3. Hervandri Arnold Donbosco (19100018)
4. Yan Senas (19100025)
5. Ratnasari Sukarso (19100029)
6. Elza Welma Pesireron (21110002)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
2022
Pokok Bahasan : Bermain bersama (tebak nama, tebak tempat, tebak waktu)
untuk melatih fungsi memori
Sub Pokok Bahasan : Demensia tingkat ringan pada lansia
Sesi ke :1
Terapi : Orientasi Realita
Sasaran : Lansia di Panti Jompo Guna Bangsa
Hari/Tanggal : Minggu, 11 Desember 2022
Waktu : 09.00 WIB
Tempat : Aula Panti Jompo Guna Bangsa
Pelaksana :
1. Markhistun Nadhiroh
2. Safitri Dara
3. Hervandri Arnold Donbosco
4. Yan Senas
5. Ratnasari Sukarso
6. Elza Welma Pesireron

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun
keatas. Secara global pada tahun 2013 populasi penduduk berusia lebih dari
60 tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah
tersebut akan terus meningkat seiring peningkatan usia harapan hidup (Basri,
2020). Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada
tahun 2017 menjelaskan bahwa populasi lansia di Indonesia meningkat sejak
tahun 2017 yakni 23,66 juta jiwa (dengan persentase populasi lansia 9,03%)
meningkat menjadi 27,08 juta jiwa pada tahun 2020 dan pada tahun 2035
diprediksi yakni mencapai 48,19 juta jiwa ( Kemenkes RI,dalam Basri, 2020).
Seiring bertambahnya usia, setiap individu akan mengalami penurunan
atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial dalam berinteraksi
dengan orang lain, salah satunya dapat menurunkan kemampuan kognitif atau
kepikunan ( Hidayati, Haryanto, & Makhfudli ,dalam Basri, 2020). Setelah
usia 50 tahun, fungsi ingatan seseorang akan berkurang secara bertahap. Hal
ini terjadi karena adanya perubahan morfologis dan biokimia pada susunan
saraf pusat yang berakibat pada penurunan persepsi sensori dan respon
motorik sehingga memicu terjadinya penurunan fungsi kognitif. Fungsi
kognitif lansia yang sering dan paling cepat mengalami penurunan adalah
memori, utamanya sering terjadi pada jenis memori jangka pendek (short
term memory), dimana lansia cenderung melupakan kejadian yang baru saja
berlalu ( Kozier, et al, ,dalam Basri, 2020)
Dampak terbesar dari penurunan atau kehilangan memori juga dapat
meningkatkan kejadian penyakit Demensia (Potter & Perry 2005).Demensia
adalah kemunduran kognitif yang sedemikian beratnya sehingga mengganggu
aktifitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial. Demensia dalam arti lain
adalah suatu gangguan fungsi daya ingat yang terjadi perlahan-lahan dan
dapat mengganggu kinerja dan aktivitas kehidupan sehari-hari orang yang
terkena. Gangguan kognitif tersebut adalah gangguan mengingat jangka
pendek dan mempelajari hal-hal baru, gangguan kelancaran berbicara, keliru
mengenai tempat-waktu-orang atau benda, sulit menghitung, tidak mampu
lagi membuat rencana, mengatur kegiatan, mengambil keputusan dan lain-
lain (Hermawan, 2021).
Pada tahun 2020 lebih dari 50 juta orang di dunia menderita demensia ,
World Alzheimer Report (2015) memperkirakan penderita demensia pada
tahun 2015 mencapai 46,8 juta orang di seluruh dunia ( Prince et al.,
Marditantea, 2021). Indonesia merupakan salah satu negara yang
menyumbang populasi tinggi orang dengan demensia di Asia( Suriastini et al,
dalam Marditantea, 2021) . Penderita demensia pada tahun 2005 di Indonesia
sebanyak 191.400 orang dan diperkirakan terus meningkat hingga 2 314.100
orang pada tahun 2020 ( Alzheimer’s Indonesia, dalam Marditantea, 2021).
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi dengan presentase
lansia tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 14,5% . Berdasarkan survei yang
dilakukan oleh Survey Meter pada tahun 2016, prevalensi demensia di DI
Yogyakarta pada usia 60 tahun atau lebih mencapai 20,1% . Angka prevalensi
akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia pada lansia, dimana pada
umur 60 tahun didapati 1 dari 10 lansia mengalami demensia di DI
Yogyakarta ( Suriastini et al., dalam Marditantea, 2021).
Terapi aktivitas merupakan langkah awal yang dapat dilakukan oleh
lansia dengan permasalahan demensia, salah satu terapi untuk lansia yang
mengalami demensia adalah terapi aktivitas kelompok (TAK). Terapi
kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk
memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep ,
dalam Nikmah, 2018) . Lansia yang mengalami demensia biasanya diberikan
terapi aktivitas kelompok (TAK) khususnya orientasi realitas, terapi aktivitas
kelompok orientasi realitas dalam upaya untuk mengorientasikan keadaannya
kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan atau tempat, dan waktu
(Nikmah, 2018).
Dari latar belakang permasalahan diatas kelompok tertarik melakukan
Terapi aktifitas kelompok (TAK) orientasi realita pada lansia dengan
demensia dikarenakan terapi aktifitas ini mudah dilakukan dan dapat
meningkatkan kemampuan intelektual serta menigkatkan kemampuan
orientasi pada lansia.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan kegiatan mengingat bersama-sama selama 1x20 menit,
lansia mampu melatih fungsi memori.

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan kegiatan mengingat bersama-sama selama 1x20 menit,
diharapkan klien mampu:
a. Mengingat nama (nama lengkap, nama panggilan)
b. Mengingat nama anggota keluarga
c. Mengingat tempat (rumah sakit, ruang tidur, toilet)
d. Mengingat nama benda yang sebelumnya telah disebutkan namanya
C. Landasan Teoritis
1. Definisi
Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian
beratnya sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan
aktivitas sosial. Demensia merupakan sindrom klinis yang meliputi
hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga
menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Demensia adalah keadaan
dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan
daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan
terhadap fungsi kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala yang ditandai
dengan penurunan kognitif, perubahan mood dan tingkah laku sehingga
mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari penderita. Demensia
adalah penyakit degerative neurologic yang progresif dan permanen
(ireversibel) yang dimulai secara bertahap dan dicirikan oleh kehilangan
fungsi kognitif secara bertahap serta gangguan perilaku dan afek (Dewi,
2014).

2. Etiologi
Menurut (Ekasari, dkk. 2018) penyebab terjadinya dimensia pada lansia
yaitu sebagai berikut :
a. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer,
yang penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun
diduga penyakit Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan
faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Pada penyakit
alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga
terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia
yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan
jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang
semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
b. Penyebab kedua dari demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-
turut. Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan
kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan.
Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan
otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya
aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan
oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis,
yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.

c. Penyebab demensia dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar :


1) Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak
dikenal kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara
biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme

2) Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat


diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
(a)Penyakit degenerasi spino-serebelar.
(b)Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
(c)Khorea Huntington

3) Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam


golongan ini diantaranya :
(a) Penyakit cerebro kardiofaskuler
(b) penyakit- penyakit metabolik
(c) Gangguan nutrisi
(d) Akibat intoksikasi menahun

3. Tanda dan gejala


Menurut (Al-Zahrani. 2019) tanda dan gejala terjadinya dimensia pada
lansia yaitu sebagai berikut :
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
a. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
b. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
c. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
d. Defisit neurologi dan fokal.
e. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
f. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
g. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
h. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
i. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
j. Lupa meletakkan barang penting.
k. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
l. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
m. Tidak dapat makan dan menelan.
n. Inkontinensia urine
o. Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
p. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,
“lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
q. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
r. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat
yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah
kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
s. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat
melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil
yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan.
Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-
perasaan tersebut muncul.
t. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah
4. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan (Dese, dkk.
2019).
1) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine ,
Memantine.
2) Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti
Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah
ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
3) Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati,
tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan
dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang
berhubungan dengan stroke.
4) Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat
anti-depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
5) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak,
yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat
anti-psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone).
Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang
serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang
mengalami halusinasi atau paranoid.

b. Dukungan atau Peran Keluarga


1) Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu
penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya
yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau radio
juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
2) Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu
bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita
yang senang berjalan-jalan.
3) Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara
rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
4) Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu,
bahkan akan memperburuk keadaan.
5) Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan
perawatan, akan sangat membantu (Dewi, 2014).

c. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik,
meliputi (Ekasari, 2018) :
1) Diet
2) Latihan fisik yang sesuai
3) Terapi rekreasional dan aktifitas
4) Penanganan terhadap masalah-masalah

5. Pencegahan Dan Perawatan Demensia


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti (Festy, 2018) :
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
1) Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
2) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman
yang memiliki persamaan minat atau hobi
d. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Missesa, dkk. 2019 pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
lansia dengan dimensia yaitu sebagai berikut.
a. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang
demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium
normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,
ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat.

b. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan
demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.

c. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran
spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer
stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan
kompleks periodik.

d. Pemeriksaan cairan otak


Fungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia
akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan
meningen dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus
normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.

e. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon
4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya
frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe
awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif
APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.

f. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental,
aktivitas sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya.
Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan
pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif,
minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi
visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan
neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan
untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya
syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
2) Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah
diindentifikaskan demensia.

D. Kriteria Anggota Kelompok


1. Klien yang bersedia melakukan TAK  
2. Klien dengan dimensia ringan
3. Klien dengan jenis kelamin perempuan
4. Klien dengan usia 65-68 tahun

E. Proses Seleksi
Perawat melakukan pengkajian dengan mengobservasi klien selama 3
hari, maka di dapatkan 5 orang klien yang memenuhi kriteria. Sebelum
dilaksanakan TAK, terapis melakukan kontrak terlebih dahulu dengan klien
mengenai waktu dan tempat akan dilaksanakannya TAK.

F. Uraian Struktur Kegiatan


1. Hari/Tanggal : Minggu, 11 Desember 2022
2. Tempat kegiatan : Panti Jompo Guna Bangsa
3. Waktu kegiatan : 09.00-09.20 WIB
4. Metode kegiatan : bermain peran dan terapi orientasi aktifitas
5. Anggota kelompok : a. Ny. M
b. Ny.Y
c. Ny.Y
d. Ny.A
e. Ny.S
6. Media/alat : bola
7. Setting tempat

Keterangan :

v : klien

v v : Fasilitator

: Observer

: Leader

: Co-Leader

G. Mekanisme Kegiatan TAK


No. Waktu Kegiatan Terapis Kegiatan Peserta
1 Pembukaan (3 - Memberi salam -Menjawab salam
menit) pembuka pembuka
-Memperkenalkan terapis -Mendengarkan
-Menjelaskan tujuan dan penjelasan
permainan yang akan -Mendengarkan
dilakukan penjelasan
2 Penyajian (12 Bermain bersama klien, Mengikuti
menit) bernyanyi bersama pembelajaran dari
sekaligus mengingatkan perawat dan keluarga
memori jangka pendek mendukung
pembelajaran
3 Penutup (4 -Evaluasi klien terkait -Mendengarkan
menit) keaktifan dalam bermain, penjelasan
bernyanyi, dan -Mendengarkan
mengingat memori penjelasan
jangka pendek -Menjawab slm
-Mengakhiri kegiatan penutup
-Memberi salam penutup
4 Dokumentasi -Mencatat hasil dari -
kegiatan yang telah
dilakukan
-Mencatat respon klien

H. Pengorganisasian Kelompok
1. Leader : Markhistun Nadhiroh
Tugas :
a. Memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.
b. Merencanakan, mengontrol dan mengatur jalannya terapi aktivitas
kelompok.
c. Menyampaikan materi sesuai rencana terapi aktivitas kelompok.
d. Menyampaikan peraturan TAK.

2. Co-Leader : Safitri Dara


Tugas :
a. Membantu leader.
b. Mengambil alih posisi leader jika leader blocking.
c. Menyerahkan kembali posisi kepada leader.

3. Observer : Elza Welma Pesireron


Tugas :
a. Mencatat serta mengamati respon pasien (dicatat dengan format yang
tersedia).
b. Mengobservasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan,
proses, hingga penutupan.

4. Fasilitator :
a. Hervandri Arnold Donbosco
b. Yan Senas
c. Ratnasari Sukarso

Tugas :
a. Ikut serta dalam kegiatan kelompok.
b. Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk
aktif mengikuti jalannya terapi.
c. Mengatur posisi kelompok dan lingkungan untuk pelaksanaan
kegiatan.
d. Membimbing kelompok selama permainan dan diskusi.
e. Membantu leader dalam melaksanakan TAK.
f. Memfasilitasi klien.

I. Media dan Alat


1. Media dan alat: Papan dan Kertas
J. Setting Tempat
Keterangan :

: klien
v

: Fasilitator
v v
: Observer
K. Proses Evaluasi
1. 1. Evaluasi Struktur : Leader

a. Penyuluh sudah menyiapkan tempat untuk terapi aktivitas kelompok


: Co-Leader
(TAK) ,materi, alat, dan bahan yang akan digunakan saat bermain.
b. Penyuluh sudah melakukan kontrak waktu dengan warga untuk
berkumpul di aula panti jompo guna bangsa.
c. Penyuluh sudah meminta izin pada Ketua pant jompo atau pimpinan
yang ada di panti jompo.
d. Setting tempat penyuluhan terapi aktivitas kelompok (TAK) sudah
tertata dengan rapih

2. Evaluasi Proses
a. Terapi Aktivitas Orientasi Realita berjalan lancar dan tertib.
b. lansia aktif dalam bermain dan ikut antusias dalam menyampaikan
nama dan nama teman sebalahnya
c. Terapi Aktivitas Orientasi Realita berjalan dengan baik
d. Lansia mengikuti kegiatan terapi aktivitas hingga selesai
e. terdapat warga yang hilir mudik.

No Aspek yang dinilai nama anggota kelompok


Ny. M Ny.Y Ny.Y Ny.A Ny.S
1. Lansia mampu menjawab     
salam
2. lansia mampu berkenalan  X   
dengan peserta yang lainya
lagu pertama
lansia mampu berkenalan     
dengan peserta yang lainya
lagu kedua
3. Lansia dapat mengiangat X X   
nama peserta yang lainya
lagu pertama
Lansia dapat mengiangat  X X X 
nama peserta yang lainya
lagu kedua
4. Dapat mematuhi mematuhi     
peraturan
5. Mengikuti Mengikuti     
kegiatan TAK kegiatan TAK
sampai dengan selesai

3. Evaluasi hasil
Evaluasi dilakukan saat proses terapi aktivitas kelompok (TAK)
berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah
kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK, untuk TAK orientasi realitas
pertama atau orientasi realitas orang, kemampuan lansia adalah dapat
memperkenalkan nama sendiri dan dapat menyebutkan nama orang yang
berada disebelah kanan kirinya.

No Aspek yang dinilai nama anggota kelompok


Ny. M Ny.Y Ny.Y Ny.A Ny.S
1. Lansia mampu berkenalan     
2. Lansia mampu meningkatkan     
hubungan intra personal
3. lansia mampu menyebutkan     
namanya dengan benar
4. Lansia mampu mengingat  X X X 
nama anggota kelompok dan
nama penyuluh
5. lansia mampu melakukan     
terapi aktivitas

DAFTAR PUSTAKA
Basri, S.H. (2020) Gambaran Karakteristik Demensia Dan Tingkat Kemandirian
Pasien Demensia Di Rs Wahidin Sudirohusodo. Universitas Hasanudin.
Tersedia pada: http://clik.dva.gov.au/rehabilitation-library/1-introduction-
rehabilitation%0Ahttp://www.scirp.org/journal/doi.aspx?DOI=10.4236/
as.2017.81005%0Ahttp://www.scirp.org/journal/PaperDownload.aspx?
DOI=10.4236/as.2012.34066%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.pbi.201.
Hermawan, G. (2021) Upaya Perlambatan Demensia Pada Lanjut Usia Potensial
Di Panti Pelayanan Sosial Lanjut Usia “Sudagaran” Banyumas. Institut
Agama Islam Negeri (Iain) Purwokerto. Tersedia pada:
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/11193/1/HERMAWAN
GUNAWAN_ UPAYA PERLAMBATAN DEMENSIA PADA LANJUT
USIA POTENSIAL DI PANTI PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA
%28PPSLU%29 SUDAGARAN BANYUMAS.pdf.
Marditantea, I. (2021) Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswa Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Terhadap Orang Dengan
Demensia. Univeritas Muhammadiyah Yogyakarta. Tersedia pada:
https://etd.umy.ac.id/id/eprint/5158/4/Bab I.pdf.
Nikmah, N. (2018) Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas
Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran Di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Panakkukang. Tersedia pada:
https://stikespanakkukang.ac.id/assets/uploads/alumni/ad8a8c122a98808d
959670844cbf4319.pdf.
Al-Zahrani, J. (2019). Prevention of dementia in elderly population: A
comprehensive review of literature. Annals of Indian Psychiatry, 3(1), 14
Dese, D. C., & Wibowo, C. (2019). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Fungsi
Kognitif Lansia Di Panti Wredha Yayasan Sosial Salib Putih Salatiga.
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, 137–143.
Dewi, Sofia Rhosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
Deepublish.
Ekasari, Mia Fatmawati, Ni Made, R & Tien, H. (2018). Kualitas hidup Lansia.
Malang: Wineka Media.
Festy, Pipit. 2018. Lanjut Usia Perspektif dan Masalah. Surabaya: UM Surabaya.
Missesa, Daulina, N. C. H., & Eka, Y. S. (2019). Manajemen kasus lansia
demensia konfusi kronis dengan meningkatkan pendekatan model
adaptasi. Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(1), 25–40.

Anda mungkin juga menyukai