Laporan Kasus CKB

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 76

ASUHAN KEPERAWATAN Tn.

A DENGAN GANGGUAN
SISTEM NEUROLOGI : CEDERA KEPALA BERAT
MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI ”SELF CARE”
DORETHA OREM DI RUANG STROKE UNIT RS GATOT
SUBROTO JAKARTA PUSAT

DOSEN: Dr. YANI

SOFIANI.,M.KEP.,SP.KEP.MB DISUSUN

OLEH:

EVA DESVITA
22090500011

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI : CEDERA KEPALA
BERAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI ”SELF CARE”
DORETHA OREM DI RUANG STROKE UNIT
RS GATOT SUBROTO JAKARTA PUSAT

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012
terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas (WHO, 2011). Menurut Korps Lalu Lintas Polisi
RI (KORLANTAS POLRI, 2018) dalam grafik kecelakaan yang dilaporkan
ke polisi lalu lintas ditampilkan per triwulan (kuartal). Grafik dihasilkan
secara online dari database kecelakaan Automatic Identification System
(AIS). Dalam grafik tersebut didapatkan data kecelakaan pada tahun 2018
sebanyak 28,784 orang dengan 6,262 korban meninggal. Kecelakaan ini
didominasi oleh pengendara sepeda motor.
Kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan seseorang mengalami
kecacatan bahkan kematian. Selain itu kecelakaan dapat menyebabkan
seseorang mengalami trauma atau cedera kepala. Angka kecelakaan lalu lintas
di Indonesia dalam rentang 2010-2014 mengalami kenaikan rata-rata 9,59%
per tahun dengan diikuti kenaikan persentase korban meninggal dengan
ratarata 9,24% per tahun (Badan Pusat Statistik/BPS, 2016). Proporsi pasien
trauma yang dirawat di rumah sakit mayoritas akibat kecelakaan darat
(59,6%) dengan sebagian besar (47,5%) mengalami cedera kepala (Riyadina
et al., 2011).
Cedera kepala adalah dimana kepala yang mengalami benturan karena
jatuh atau juga karena terkena benda tertentu yang menyebabkan sakit kepala
atau bahkan sampai tidak sadarkan diri. Cedera kepala adalah suatu gangguan
traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan
interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(Ristanto 2016).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2010. Cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan Afisik dari luar yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala
adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia
alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2010).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit
kepala,tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit
neurologik yangserius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi
epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2011).
2. Etiologi
Menurut Nanda (2015) mekanisme cedera kepala meliputi:
a. Cedera Akselerasi, yaitu ketika objek bergerak menghantam kepala
yang tidak bergerak
b. Cedera Deselerasi, yaitu ketika kepala yang bergerak membentur objek
yang diam
c. Cedera akselerasi-deselerasi, sering dijumpai dalam kasus kecelakaan
bermotor dan kekerasan fisik
d. Cedera Coup-countre coup, yaitu ketika kepala terbentur dan
menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat
mengenai area tulang tengkorak
e. Cedera Rotasional, yaitu benturan/pukulan yang menyebabkan otak
berputar dalam tengkorak, sehingga terjadi peregangan atau robeknya
neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
Menurut Yasmara dkk (2012) Cidera kepala secara umum disebabkan
oleh beberapa faktor seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi,
pukulan pada kepala, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, luka tembak,
atau cidera saat lahir.
Arifin dkk (2013) menambahkan bahwa hipoksia dan hipoperfusi
merupakan faktor penyebab utama. Penyebab lainnya adalah eksititixisitas,
kerusakan akibat radikal bebas, gangguan regulasi ion, mediator inflamasi,
tekanan tinggi intrakranial dan hipertermia.
3. Manifestasi klinik
Pada pemeriksaan klinis biasanya memakai pemeriksaan GCS yang
dikelompokkan menjadi cedera kepala ringan, sedang dan berat. Kondisi
cedera kepala yang dapat terjadi yaitu:
a. Komosio serebri, yaitu kehilangan fungsi otak sesaat karna pingsan < 10
menit atau amnesia pasca cedera kepala, namun tidak ada kerusakan
jaringan otak.
b. Kontusio serebri, yaitu kerusakan jaringan otak dan fungsi otak karna
pingsan > 10 menit dan terdapat lesi neurologik yang jelas. Kontusio
serebri lebih sering terjadi di lobus frontal dan lobus temporal
dibandingkan bagian otak lain.
c. Laserasi serebri, yaitu kerusakan otak luas yang disertai robekan
durameter dan fraktur terbuka pada kranium.
d. Epidural hematom, yaitu hematom antara durameter dan tulang. Sumber
perdarahan berasal dari robeknya arteri meningea media. Epidural
hematom biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran dengan
ketidaksamaan neurologis sisi kiri dan kanan. Jika perdarahan > 20 cc atau
> 1 cm midline shift > 5 mm akan dilakukan operasi untuk menghentikan
perdarahan. Gambaran CT scan didapatkan area hiperdens dengan bentuk
bikonvek atau letikuler antara 2 sutura.
e. Subdural Hematom (SDH), yaitu terkumpulnya darah antara durameter
dan jaringan otak, dapat terjadi akut atau kronik. hematom dibawah
lapisan durameter dengan sumber perdarahan dari bridging vein, a/v
cortical, sinus venous. Gejala- gejalanya antara lain nyeri kepala, bingung,
mengantuk, berpikir lambat, kejang dan udem pupil. Secara klinis dapat
dikenali dengan penurunan kesadaran disertai dengan adanya laterasi yang
paling sering berupa hemiparese/plegi. Gambaran CT scan didapatkan
hiperdens yang yang berupa bulan sabit (cresent).
f. Subarachnoid Hematom (SAH), yaitu perdarahan fokal di daerah
subarachnoid. Gejala klinis hampir menyerupai kontusio serebri. Pada
pemeriksaan CT scan didapatkan lesi hiperdens yang mengikuti arah
girus-girus serebri didaerah yang berdekatan dengan hematom.
g. ICH (Intracerebral Hematom), yaitu perdarahan yang terjadi pada jaringan
otak nyang terjadi akibat robekan pembuluh darah yang ada pada jaringan
otak. Pada pemeriksaan CT scan terdapat lesi perdarahan antara neuron
otak yang relatif normal.
h. Fraktur basis kranii (misulis KE, head TC), yaitu fraktur dari dasar
tengkorak (temporal, oksipital, sphenoid dan etmoid). Terbagi menjadi 2
yaitu fraktur anterior (melibatkan tulang etmoid dan sphenoid) dan fraktur
posterior (melibatkan tulang temporal, oksipital dan beberapa bagian
tulang sphenoid). Tanda-tanda dari fraktur basis kranii yaitu:
1) Ekimosis periorbital (racoon’s eyes)
2) Ekimosis mastoid (battle’s sign)
3) Keluar darah berserta cairan serebrospinal dari hidung atau
telinga (rinore atau otore)
4) Kelumpuhan nervus cranial.

4. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam,
2011) pada cedera kepala meliputi :
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma.
Pada situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu,
setelah 16 masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus
lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih
tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada
vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
b. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsi
c. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan
membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini
biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk
menyebar ke system saraf yang lain.
d. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan
memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera
kepala mengalami masalah kesadaran.
e. Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit
Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin
tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.

5. Patofisiologi dan Pathway


Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan,
edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat,
perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi
atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera
kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara
langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan
otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,
misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak. (Tarwoto, 2007). Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang
tengkorak, robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak
(termasuk robeknya duramater, laserasi, kontusio).
b. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut
melampaui batas kompensasi ruang tengkorak.Hukum Monroe Kellie
mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap.
Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah, liquor, dan
parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan
Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi:
CPP = MAP – ICP
CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak.
Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang
makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial
hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.

c. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat)
dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks
berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif
serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
d. Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan
menyebabkan kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB
breakdown) melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai
prekusor yang banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga
integritas dan repair membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan
meyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal
bebas yang berlebih.
e. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA
dan akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).

6. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan)

Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan


membuatluka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk
mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi
sebelumlaserasi ditutup.

a. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan


muntahan;lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn
badan dgnmemasang collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir.
Jikacedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus
diintubasi.

b. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak.


Jikatidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki
danatasi cedera dada berat spt pneumotoraks
tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40%
mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi
serta diventilasi oleh ahlianestesi.

c. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi.


Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya
cedera intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung
dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan
larutan koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi
edema.

d. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan
harusdiobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-
lahan dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan
fenitoin15mg/kgBB.

e. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan


cedera kepala dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal
( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah
dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7normal7.Pada semua pasien dg
cedera kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn larutan normal salin
( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif mengganti volume
intravaskular daripada cairanhipotonis dan larutan ini tidak menambah
edema cerebri- Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap,
trombosit, kimia darah. Lakukan CT scanPasien dgn CKR, CKS, CKB
harusn dievaluasi adanya :1.Hematoma epidural; 2.Darah dalam sub
arachnoid dan intraventrikel; 3.Kontusio dan perdarahan jaringan otak;
4.Edema cerebri; 5.Pergeseran garis tengah; 6.Fraktur cranium 7.Pada
pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda
herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20%
1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6
jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semulasetiap 6 jam sampai maksimal
48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi
opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala
terbuka,fraktur impresi >1 diplo).

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Riwayat penyakit (sekarang, dulu, keluarga)

1) Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien gangguan sistem saraf biasanya akan


terlihat bila sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan yang
didapatkan meliputi kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi, konvulsi, sakit kepala hebat, tingkat
kesadaran menurun (GCS <15), akral dingin dan ekspresi rasa takut.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada gangguan neurologis riwayat penyakit sekarang yang


mungkin didapatkan meliputi adanya riwayat jatuh, keluhan mendadak
lumpuh pada saat pasien sedang melakukan aktivitas, keluhan pada
gastrointestinal seperti mual muntah bahkan kejang sampai tidak sadar
di samping gejala kelumpuhan separuh badan.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu diarahkan pada penyakit


penyakit yang dialami sebelumnya yang kemungkinan mempunyai
hubungan dengan masalah yang dialami klien sekarang seperti
adakah riwayat penggunaan obat obat, tekanan darah tinggi.

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Pengkajian riwayat penyakit keluarga diarahkan pada penyakit


penyakit yang terjadi pada keluarga pasien secara garis keturunan
maupun yang tinggal serumah yang dapat mempengaruhi kesehatan
pada pasien. Buat genogram untuk mengetahui alur keturunan jika
terdapat faktor penyakit keturunan.

b. Pengkajian fokus (Bone, Bowel, Bladder, Brain, Blood, Breathing)

Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan


adalah mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway,
Breathing, Circulation, Disability Limitation, Exposure)

1) A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai


adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian
wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus memproteksi
tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan.

2) B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita


harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa
sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang
signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-
rebreathing mask dengan reservoir bag11, 12.

3) C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus


diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac
output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus
patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat
menyebabkan kehilangan darah dalam paha unit darah dan membuat
syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah
menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau
ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh.
Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara
nyata dengan mengurangi gerakan dameningkatkan pengaruh
tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka,penggunaan
balut tekan steril umumnya dapat menghentikan pendarahan.
Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting disamping
usaha menghentikan pendarahan.

4) D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi


singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat
cedera spinal

5) E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring


dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.
setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien
tidak hipotermia.

c. Pemeriksaan fisik (head to toe)

1) Keadaan umum

2) Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma


3) TTV

4) Sistem Pernapasan

Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas


bunyi ronchi.

5) Sistem Kardiovaskuler

Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut


nadi bradikardi kemudian takikardi.

6) Sistem Perkemihan

Inkotenensia, distensi kandung kemih

7) Sistem Gastrointestinal

8) Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami


perubahan selera

9) SistemMuskuloskeletal

10) Kelemahan otot, deformasi

d. Diagnosa keperawatan (menggunakan SDKI)

1) Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera kepala)


ditandai dengan dispnea (D.0005)

2) Risiko syok b.d hipoksemia ditandai dengan trauma multiple (D.0039)

3) Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala ditandai dengan
cedera kepala (D.0017).
e. Perencanaan keperawatan (menggunakan SIKI & SLKI)

No.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
I Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen jalan napas (I.01011)
keperawatan selama 1 jam diharapkan  Berikan oksigen
masalah pola napas tidak efektif dapat  Pertahankan kepatenan jalan napas
teratasi dengan kriteria hasil :  Monitor pola napas
Pola napas (L.01004)  Monitor bunyi napas tambahan
 Dispnea dalam batas normal dari  Monitor sputum
cukup menurun 4 menjadi sedang 3
 Tekanan ekspirasi dalam batas
normal dari cukup menurun 2
menjadi sedang 3
II Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan syok (I.02048)
keperawatan selama 1 jam diharapkan  Monitor status kardiopulminal
masalah risiko perfusi serebral tidak  Monitor tingkat kesadaran
efektif dapat teratasi dengan kriteria  Berikan oksigen
hasil : untuk mempertahankan saturasi
Perfusi Serebral (L.02014)  Pasang jalur iv
 Tingkat kesadaran meningkat  Persiapkan intubasi dan
menjadi sedang 3 dari cukup ventilasi mekanis jika perlu
menurun 2.  Kolaborasi pemberian tranfusi
 Kognitif meningkat menjadi sedang 3 darah jika perlu
dari cukup menurun 2.
 Tekanan intra kranial menurun
menjadi sedang 3 dari cukup
meningkat 2.
III Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen syok (I.02048)
keperawatan selama 1 jam  Monitor status oksigenasi
diharapkan masalah risiko syok dapat  Monitor status kardiopulminal
teratasi dengan kriteria hasil :  Monitor status oksigenasi
Tingkat syok (L.03032)  Monitor tingkat kesadaran
 Tingkat kesadaran meningkat  Periksa seluruh permukaan
menjadi sedang 3 dari cukup tubuh terhadap adanya DOTS
menurun 2.  Pasang jalur iv
 Kekuatan nadi meningkat menjadi
 Kolaborasi pemberian cairan
sedang 3 dari cukup menurun 2.
kristaloid
 Akral dingin menurun menjadi
sedang 3 dari cukup meningkat 2.
 Tekanan darah membaik menjadi
sedang 3 dari cukup memburuk 2.

f. Evaluasi

Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan


Keperawatan, Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Komponen catatan
perkembangan, antara lain sebagai berikut :

1) Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment dan


perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi
dan pengkajian ulang.

2) Kartu SOAPIER sesuai sebagai catatan yang ringkas mengenai


penilaian diagnosis keperawatan dan penyelesaiannya. SOAPIER
merupakan komponen utama dalam catatan perkembangan yang terdiri
atas:

S (Subjektif) : data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali


pada klien yang afasia.

O (Objektif) : data objektif yang diperoleh dari hasil observasi


perawat, misalnya tanda- tanda akibat penyimpanan fungsi fisik,
tindakan keperawatan, atau akibat pengobatan.

A (Analisis) : masalah dan diagnosis keperawatan klien yang


dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif. Karena status
klien selalu berubah yang mengakibatkan informasi/data perlu
pembaharuan, proses analisis/assessment bersifat diinamis. Oleh
karena itu sering memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan
perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.

P (Planning) : perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan


keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil
modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki
keadaan kesehatan klien. Proses ini berdasarkan kriteria tujaun yang
spesifik dan periode yang telah ditentukan.

I (Intervensi) : tindakan keperawatan yang digunakan untuk


memecahkan atau menghilangkan masalah klien. Karena status klien
selalu berubah, intervensi harus dimodifikasi atau diubah sesuai
rencana yang telah ditetapkan.

E (Evaluasi) : penilaian tindakan yang diberikan pada klien dan


analisis respons klien terhadapintervensi yang berfokus pada kriteria
evaluasi tidak tercapai, harus dicari alternatif intervensi yang
memungkinkan kriteria tujuan tercapai.

R (Revisi) : tindakan revisi/modifikasi proses keperawatan terutama


diagnosis dan tujuan jika ada indikasi perubahan intervensi atau
pengobatan klien. Revisi proses asuhan keperawatan ini untuk
mencapai tujuan yang diharapkan dalam kerangka waktu yang telah
ditetapkan.
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. A DENGAN GANGGUAN
SISTEM NEUROLOGI : CEDERA KEPALA BERAT
MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI ”SELF CARE”
DORETHA OREM DI RUANG STROKE UNIT
RS GATOT SUBROTO JAKARTA PUSAT

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
- Data Dasar (Basic Conditioning Factor)
a. Identitas
a) Nama Klien : Tn. A
b) Usia : 21 Oktober 1999( 22 tahun )
c) Agama : Islam
d) Jenis kelamin : Laki -laki
e) Alamat : ASR Yon Zikon 13 RT 004 RW 013
Srengseng Sawah
f) Pendidikan : SMA
g) Pekerjaan : TNI
h) Status Perkawinan : Belum Menikah
i) Sumber Informasi : Ibu dan Kakak Pasien
j) Tanggal masuk RS : 08 Oktober 2022 Jam 07.52
k) Tanggal Pengkajian : 24 Oktober 2022 Jam 15.00
b. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama : Penurunan Kesadaran, Patah tulang kaki kanan
sejak tgl 8 Oktober 2022.
b) Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke IGD RS Gatot Subroto dengan rujukan lepas
dari RS FMC bogor pada tanggal 8 oktober 2022 dengan Cedera
Kepala Berat, Fraktur Femur dan trauma maxilofacialis. Menurut
keluarga klien izin pergi jalan jalan dengan temannya sesama TNI.
Klien naik motor dan memboncengi temannya. Polisi yang
menemukan klien menginfokan bahwa klien menabrak pembatas jalan
di arah bogor, tidak di ketahui memakai helm atau tidak dan tidak ada
yang mengetahui mekanisme traumanya.
Klien saat datang ke RS Gatot Subroto tidak sadarkan diri, keluar
darah dari hidung dan telinga klien, Muntah 1 kali dan tidak ada
riwayat kejang. Klien di rawat di ICU RS gatot selama 14 hari dan
pindah ke ruang Stroke unit sejak tanggal 20 oktober 2022 jam 16.10.
c) Riwayat penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan Klien dulunya belum pernah mengalami
kecelakaan berat seperti sekarang inidan juga tidak ada riwayat
penyakit kronis dan akut sebelumnya seperti hipertensi dan DM.
d) Sosial budaya
Suku jawa beragama islam, sebelum sakit klien rajin
menjalankan ibadah sholat 5 waktu.
e) Sistem pelayanan kesehatan
Untuk mengatasi masalah kesehatan klien memanfaatkan
Fasilitas Kesehatan terdekat, perawatan saat ini dibiayai BPJS
Kesehatan.
f) Sistem keluarga
Tn. A selama dirawat ditemani ibu dan teman teman TNI
angkatan klien secara bergantian.
g) Pola hidup
Semenjak lulus TNI, klien tingggal di asrama daerah bogor dan
jarang pulang.Pulang ke rumah orang tua nya bila klien mendapat
libur.
h) Sumber-sumber
Bapak klien adalah TNI Intel dan saat ini masih aktif bekerja
dan ibu klien adalah ibu rumah tangga, Kakak klien sebagai TNI juga
dan sudah menikah. Klien adala anak ke 2 dari 3 bersaudara. Semenjak
kecil klien jarang sakit dan bila sakit klien dan keluarga berobat
dengan menggunakan fasilitas kesehatan asuransi BPJS .
i) Barthel Index (BI) tanggal 24 oktober 2022

No Fungsi Skala Skor


1. Mengendalikan rangsang 0: tidak terkendali/tak teratur (perlu 0
defikasi
pencahar)
5: kadang-kadang tak terkendali
10: terkendali teratur

2. Mengendalikan rangsang 0: tak terkendali/pakai kateter 0


berkemih
5: kadang kadang tak terkendali
(1x24jam)
10: mandiri
3. Membersihkan diri (cuci 0: butuh pertolongan orang lain 0
muka, sisir rambut, sikat gigi)
5: mandiri
4. Penggunaan jamban, masuk 0: tergantung pertolongan orang 0
dan keluar (melepaskan, lain 5: perlu pertolongan pada
memakai celana, beberapa kegiatan, tetapi dapat
membersihkan, menyiram mengerjakan sendiri kegiatan yang
lain.
10: mandiri
5. Makan 0: tidak mampu 0
5: perlu ditolong memotong
makanan
10: mandiri
6. Berubah sikap dari berbaring ke 0:tidak mampu 0
duduk
5: perlu banyak bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
10: bantuan minimal 2 orang
15: mandiri
7. Berpindah/berjalan 0: tidak mampu 0
5: bisa(pindah) dengan kursi roda
10: berjalan dengan bantuan 1
orang
15: mandiri
8. Memakai baju 0: tergantung orang lain 0
5: Sebagian dibantu (misalnya
mengancing baju)
10: mandiri

9. Naik turun tangga 0: tidak mampu 0


5: butuh pertolongan
10: mandiri
10. Mandi 0: tergantung orang lain 0
5: mandiri
Total SKOR 0
Kesimpulan : Ketergantungan total
Keterangan :
Skor 0-20 : Ketergantungan
total Skor 25-40 :
Ketergantungan berat Skor
45-55 : Ketergantungan
sedang Skor 60-95 :
Ketergantungan ringan
Skor 100 : Mandiri

c. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum pasien lemah dan terdapat penurunan kesadaran.
2. Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien semi koma GCS E1V1M3 nilai 5.
3. Tanda-tanda vital
TD : 100/ 70 mmHg
HR : 91/ menit
RR :17 x/ menit
S : 37,5 oC
SpO2 : 90 %.
4. Kepala dan leher
a) Kepala
Bentuk menshocephal, terdapat luka terbuka di os temporal sinistra
sepanjang 10 cm, tanda hitam belakang telinga (bathel sign) di bagian
sinistra.
b) Penglihatan
Mata simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, raccoon
eyes di mata sinistra, pupil anisokor 2/4, reaksi cahaya ++/--.
c) Pendengaran
Bentuk simetris, terdapat cairan darah dari telinga sinistra
d) Hidung
Bentuk simetris, tidak ada secret, tidak ada sinusitis, tidak ada darah,
pernafasan cuping hidung positif
e) Tenggorokan dan mulut
Terpasang ventilator dan endo tracheal tube, bibir lembab, gigi ada
yang tanggal, tidak ada stomatitis, tidak ada tonsillitis.
f) Leher
Straight vertebrae cervikalis, Tidak tampak fraktur vertebrae cervicalis,
Tidak tampak spondilitisTidak ada pembengkakan kelenjar, tidak ada
peningkatan JVP.
5. Pernafasan (breathing)
a) Inspeksi

 Terpasang ventilator

 Bentuk dada simetris, tidak ada lesi maupun jejas

 Frekuensi nafas 17 x/menit

 Tidak nampak retraksi dinding dada

 Pernafasan cuping hidung positif

 Payudara dan puting normal


b) Palpasi

 Vokal fremitus teraba di ICS 4

 Tidak teraba massa

 Tidak ada pengembangan dada abnormal

c) Perkusi Cairan : tidak ada dullnes Udara : sonor

d) Auskultasi

 Suara nafas vesikuler, terdapat suara tambahan stridor

 Tidak ada krepitasi, tidak ada wheezing

6. Kardiovaskuler (bleding)
a) Inspeksi
Tidak ada edema ekstremitas, tidak ada edema palpebra, tidak ada
asites
b) Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS 4
c) Perkusi
Pekak, tidak ada perbesaran jantung
d) Auskultasi
BJ 1 dan BJ 2 normal Lainnya: akral dingin, CRT < 3 detik
7. Pencernaan
a) Inspeksi
Turgor kulit elastis, bibir lembab Rongga mulut normal, tidak ada
stomatitis Abdomen tidak nampak jejas maupun massa, tidak nampak
pembuluh kapiler
b) Auskultasi
Bising usus 12 x/ menit Bunyi vaskuler tidak ada Bunyi peristaltic usus
normal
c) Perkusi
Tympani
d) Palpasi
Tidak teraba massa
8. Ekstremitas
a) Ekstremitas atas
Tidak ada deformitas
b) Ekstremitas bawah
Tidak terdapat deformitas di bagian sinistra, terdapat fraktur femur.
c) Kulit Bersih, warna kulit sawo matang, akral dingin, turgor kulit baik.
9. Genitalia Normal, bersih, terpasang kateter urine

10. Pemeriksaan nervus 1 sd 12

a) Nervus 1 : Fungsi penciuman tidak bisa di periksa

b) Nervus 2 :Hematoma palpebra ~~mendapat salep gentamicyn tiap


malam

c) Nervus 3,4,6 :Mata juling (strasbismus)

d) Nervus 5 .7,8: tidak bisa di kaji

e) Nervus 9,10 : Kempuan menelan kurang baik.Terpasang NGT


(Disfagia)

f) Nervus 11 : Tidak melibatkan trauma leher ,tidak ada atrofi

g) Nervus 12 : Belum bisa di kaji

d. Hasil pemeriksaan Laboratorium pada tanggal (20 oktober 2022)

Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


ematologi:
Hemoglobin 11,5 g/dl 13.2-17.3
Leukosit 21.190 ribu/ul 3.80-10.60
Trombosit 266000 ribu/ul 150 - 440
Hematokrit 35 % 40 – 52
Eritrosit 3,9 Juta/ul 4.4 – 5.9
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil 0 % 0-1
Neutrofil Batang 1 % 1-3
Neutrofil segmen 3 % 3-5
Limfosit 76 % 50-70
Monosit 13 % 25-40
7 % 2-8
Imunoserologi
Procalcitonin 2,72 Ug/L 0,02 – 0,5
Kimia Klinik
SGOT 24
SGPT 18 u/L U/L 0-35
Ureum Darah 32 Mg/dl 0-35
Kreatinin Darah 0,65 Mg/dl 20-40
eGFR 61.2 Ml/min 0,35 – 0.93
Glukosa Darah Sewaktu Mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 139
Mmol/L 136 -147
Kalium (K) 3,8
Mmol/L 3,5-5,0
Klorida (Cl) 101
Mmol/L 95-105

e. Terapi pengobatan
NO NAMA OBAT Gol Obat DOSIS ROUTE

1 IVFD Asering 60 ml / jam IV

2 Resfar 12,5 ml + Nacl IV


100ml/4 jam
3 Paracetamol drip Analgetik 3x1000mg IV

4 OMZ Proton Pump 1x 40mg IV


Inhibitor

5 Citicoline Neuroprotekt 2x1000mg IV


an
6 Ceftazidin 3 x 2 gr IV

7 Levofloxaxim 1 x 750 mg IV

8 Fluconazole 1 x 200 mg IV
a) Pemeriksaan Penunjang
Ro Thorak tgl 17 Oktober 2022
Kesan : pneumonia , Kardiomegali terpasang PDT dengan ujung
distal setinggi corvus vertebra thorakal 2, di atas carina.
Terpasang CVC dengan ujung distal proyeksi atrium kanan

Ro Femur Tgl 8 Oktober 2022

Kesan : Fraktur femur Dextra


Ro Cervical Tgl 8 Oktober 2022

Kesan : Straight vertebrae cervikalis

Tidak tampak fraktur vertebrae cervicalis

Tidak tampak spondilitis

Tgl 8 oktober 2022

Kesan :
Hasil CT Scant tanggal 8 oktober 2022

Fraktur linier multipel di zigomaticus kiri, os splenoid kiri, sinus


maxilaris kiri. Perdarahan sub dural di frontalis kiri,tidak tampak
perdarahan intra kranial Enchepalo hematoma fronto temporo parietalis
kiri dengan empisema sub cutis di dalamnya

Hasil CT Scant tgl 17 Oktober 2022

Sub dural higroma frontotemporoparietal kiri dan frontalis


kanan, Edem cerebri, Multipel fraktur dinding sinus maksila
kanan kiri, mandibula, zigoma kir, rima inferior orbita kiri, basis
cranii, mastoid kanan, temporal kiri.
WEB OF CAUSATION CIDRA KEPALA BERAT

Benda tajam
 Terjatuh Trauma tumpul Trauma tajam kena peluru
 Kecelakaan
 Dipukul
 Trauma
persalinan
Traumatik

 Pemeriksaan diagnostik
 Radiologi: CT Scan, MRI, rontgen cranium
Klasifikasi:
Cidera kepala  Laboratorium : BGA, Hb, Leukosit, trombosit,
Pengelolaan  CKR: GCS 15-13
eritrosit, natrium, kalium
 CKS : GCS 12-9
 CKB : GCS ≤ 8

Pembedahan Konservatif
 Pre Op - Terapi farmakologi
 Cemas - Tindakan keperawatan
 Kurang pengetahuan
 Post Op
 Potensial infeksi
 Pola nafas tidak efektif

EKSTRA CRANIAL/ kulit TULANNG KEPALA INTRA CRANIAL/ jaringan otak

Laserasi kulit kepala/ Patah tulang Laserasi, perdarahan


Pembuluh darah, hematoma -linier kerusakan jaringan otak
Eksorrasi -comminicated/ linear
-contusio cerebri
-comosio cerebri
-compresi
-robek arteria meningen
Epidural,subdural
Hematoma
Port de entry perdarahan
Kuman hematoma, anmemia adenasilin cerebral disfungsi batang otak
prostaglandin
pH arteial Stimilasi rangsang afasia kerusakan
Resti infeksi hipoksia hipotalamus ant. Hipofisis motorik saraf motorik
Nyeri pelepasan
Dilatasi ACTH steroid Gg kom verbal spesifikasiu
arteri Adrenal kontraktor

kerusakan
Peningkatan TIK Herniasi aliran darah penghentian peningkatan autoregulasi
Ke otak sekresi anti asam lambung pernafasan gangguan
Diuretik mobilitas
fisik
Kesadaran muntah Gg rasa nyaman auto regulasi edema serebri
Nyeri kepala/vertigo darah otak mual,muntah pola nafas
Terganggu perdarahan tidak efektif
gangguan lambung mati
Penurunan perfusi batang otak
Kemampuan resiko tinggi jaringan
menelan aspirasi gangguan keseimbangan Gangguan kebutuhan nutrisi

cairan dan elektrolit

Pathways ini dirangkum dari:


 Price, Silvia A dan Lorraine M
Gangguan hipoksia, diabetes retensi Wilson. 2001. Patofisiologi
Persepsi sensori peningkatan insipidus Na & Air
Konsep Klinis Proses - Proses
CO2
Penyakit Edisi Keempat Buku
Gangguan kebutuhan nutrisi Kedua. Jakarta: EGC.
Penurunan gangguan  Smeltzer, Suzanne C dan Brenda
Kesadaran keseimbangan cairan G Bare. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC.
Gangguan ganggaun
Kebutuhab ADL Perfusi
Jaringan otak
2. Analisa Data

Nama : Tn. A No. CM : 1234xxx


Umur : 22 tahun Diagnosa Medis : Trauma capitis

Hari/Tanggal Self Care


Data Fokus Problem Etiologi Demand
Jam
24 Oktober Ds : Resiko cedera Mempertahan
2022 Do : keadaan umum lemah, Ketidakefekt kepala kan tekanan
Jam 15.00 kesadaran semi koma, GCS 5, ifan perfusi intra cranial
CT Scan hasil: Fraktur linier jaringan dalam batas
multipel di zigomaticus kiri,os cerebral normal
splenoid kiri, sinus maxilaris
kiri. Perdarahan sub dural di
frontalis kiri, tidak tampak
perdarahan intra kranial
Enchepalo hematoma fronto
temporo parietalis kiri dengan
empisema sub cutis di
dalamnya. Sub dural higroma
frontotemporoparietal kiri dan
frontalis kanan, Edem cerebri,
Multipel fraktur dinding sinus
maksila kanan kiri, mandibula,
zigoma kir, rima inferior orbita
kiri, basis cranii, mastoid
kanan, temporal kiri.
TD : 100/70 mmHg
HR : 91 x/ menit
RR : 17x/ menit
S : 37,5 0C
SpO2 : 90 %
Urine output 200 cc-300 cc /7
jam
24 Oktober Ds : - Pola nafas Aliran Mempertahan
2022 Do : keadaan umum lemah, tidak efektif darah ke kan
Jam 15.10 kesadaran semi koma, GCS 5, otak kebutuhan
pernafasan cuping hidung menurun oksigen
positif, terdapat suara
tambahan stridor, terpasang
endo tracheal tube, terpasang
ventilator
TD : 100/70 mmHg
HR : 91 x/ menit
RR : 17x/ menit
S : 37,5 0C
SpO2 : 90 %
Urine output 200 cc-300 cc /7
jam
24 Oktober DS: - Gangguan Fraktur Mempertahan
2022 DO: mobilitas kan status
Jam 15.20 - Klien terlihat susah untuk fisik aktivitas yang
mengangkat kaki sebelah adekuat
kanan.
- Kekuatan otat extermitas
sebelah kanan bagian bawah
2
- Fraktur femur Dextra
24 Oktober DS: Gangguan Penurunan Komunikasi
2022 - Keluarga mengatakan klien komunikasi sirkulasi verbal
Jam 15.25 berbicara pelo verbal serebral meningkat
- Keluarga mengatakan bicara
klien tidak jelas
- klien kesulitan menelan
DO :
- Terpasang NGT
- Reflek menelan 7,8 lemah
- Klien tampak pelo
- Klien berbicara tidak jelas
- Bunyi vokal yang dihasilkan
tidak jelas
- Skor screening FAST 23
24 Oktober DS: - Defisit Gangguan Mempertahan
2022 - Keluarga klien mengatakan perawatan neuromusk kan status
Jam 15.30 sulit untuk menggerakkan diri. ular kebersihan
kaki sebelah kanan. diri yang
- Keluarga klien mengatakan adekuat
keperluan sehari hari: makan,
minum, BAB, BAK,
berpakaian dibantu keluarga
dan perawat.
DO:
- Skor bartel index :
ketergantungan berat
- CT Scan : Fraktur femur
Dextra

3. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. A berdasarkan model konsep


Dorothea E. Orem didapat bahwa self care agency klien pada universal self
care resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral, pemenuhan
kebutuhan oksigen dimana pasien mengalami aliran darah ke otak menurun,
Gangguan mobilitas fisik pada pasien kegagalan cedera jaringan
sekitar/fraktur, dan defisit perawatan diri yang disebabkan karena gangguan
neuromuskular sehingga klien membutuhkan self care defisit dalam
menyelesaikan masalah keperawatan :

a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan cedera


kepala (D.0017).

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan aliran darah ke otak menurun
(D.0005).

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kegagalan cedera jaringan


sekitar/fraktur. (D.0054).

d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral


(D.0119).

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Gangguan neuromuskular (D.0109).


4. Intervensi
Diagn
o
s
a
K
e
p
er
a Tujuan dan Kriteria Hasil Implementasi (Control Evaluasi (Regulation
w Intervensi (SIKI)
(SLKI) Operations) Operations)
at
a
n
(
S
D
K
I)
Resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan Pemantauan Nuerologis 25 Oktober 2022 25 Oktober 2022
perfusi jaringan cerebral intervensi keperawatan Wholly Compensantory S :-
Wholly Compensantory
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, System : O:
System:
cedera kepala (D.0017). diharapkan perfusi 1. Monitor TIK - Keadaan umum lemah,
jaringan cerebral - Monitor adanya
1. Memonitor TIK - Tingkat kesadaran Semi
meningkat. - Memonitor adanya Koma , GCS 5
keluhan sakit
Kriteria Hasil : keluhan sakit kepala, - Refleks saraf (Reflex Bra
kepala, mual,
mual, muntah, gelisah
1. Perfusi jaringan muntah, gelisah instem 7)
- Memonitor status - Vital sign
cerebral - Monitor status
neurologi TD : 100/ 70 mmHg HR :
- Tekanan intra neurologi
cranial normal 2. Monitor intake dan 2. Memonitor intake dan 91 x/ menit
- Tidak ada nyeri output RR : 17x/ menit
output
3. Manajemen edema
kepala 3. Manajemen edema cerebral S : 37,5 o C
- Tidak ada cerebral - Memonitor adanya - Reaksi Pupil, Pupil 2/4,
kegelisahan - Monitor adanya kebingungan, keluhan RC++/
- Tidak ada gangguan kebingungan, pusing A: Resiko ketidakefektifan
refleks saraf keluhan pusing - Memonitor status perfusi jaringan cerebral
2. Status neurologi - Monitor status pernafasan, frekuensi belum teratasi.
- Kesadaran normal pernafasan, dan kedalaman
P : lanjutkan intervensi
- Tekanan intra frekuensi dan pernafasan
cranial normal kedalaman - Mengurangi stimulus
- Pola bernafas pernafasan dalam lingkungan
normal - Kurangi stimulus pasien
- Ukuran dan reaksi dalam lingkungan - Memberikan sedasi
pupil normal pasien sesuai kebutuhan
- Laju pernafasan - Berikan sedasi 4. Memonitor neurologi
normal sesuai kebutuhan - Memonitor tingkat
- Tekanan darah 4. Monitor neurologi kesadaran (GCS)
normal - Monitor tingkat - Memonitor refleks
kesadaran (GCS) batuk dan menelan
- Monitor refleks - Memantau ukuran
batuk dan menelan pupil, bentuk,
- Pantau ukuran kesimetrisan
pupil,bentuk, 5. Memonitor TTV
kesimetrisan 6. Memposisikan head up
5. Monitor TTV (30- 40 derajat)
6. Posisikan head up (30- 7. Memberi terapi O2
40 derajat) sesuai anjuran medis
7. Beri terapi O2 sesuai 8. Berkolaborasi pemberian
anjuran medis terapi medis
8. Kolaborasi pemberian
terapi medis
26 Oktober 2022
Wholly Compensantory
S:-
O:
System:
1. Memonitor TIK - Keadaan umum lemah
- Memonitor adanya
- Tingkat kesadaran Semi
keluhan sakit kepala,
koma GCS 5
mual, muntah, gelisah
- Memonitor status - Refleks saraf (Reflex Bra
neurologi Instem 7)
2. Memonitor intake dan - Vital sign
output
3. Manajemen edema TD : 115/ 90 mmHg
cerebral HR : 92 x/ menit
- Memonitor adanya
kebingungan, keluhan RR : 17x/ menit
pusing
S : 37,8 0C
- Memonitor status
pernafasan, frekuensi - ReaksiPupil , Pupil2/3,
dan kedalaman RC++/--
pernafasan A: Resiko Ketidakefektifan
- Mengurangi stimulus perfusi jaringan cerebral
dalam lingkungan belum teratasi.
pasien P: lanjutkan intervensi
- Memberikan sedasi
sesuai kebutuhan
4. Memonitor neurologi
- Memonitor tingkat
kesadaran (GCS)
- Memonitor refleks
batuk dan menelan
- Memantau ukuran
pupil, bentuk,
kesimetrisan
5. Memonitor TTV
6. Memposisikan head up
(30- 40 derajat)
7. Memberi terapi O2
sesuai anjuran medis
8. Berkolaborasi pemberian
terapi medis
27 Oktober 2022
Wholly Compensantory
System:
S:-
1. Memonitor TIK O:
- Memonitor adanya
keluhan sakit kepala, - Keadaan umum lemah
mual, muntah, gelisah
- Tingkat kesadaran Semi
- Memonitor status
koma GCS 6
neurologi
2. Memonitor intake dan - Refleks saraf (Reflex
output Brainstem 9)
3. Manajemen edema - Vital sign
cerebral
- Memonitor adanya TD : 130/ 75 mmHg
kebingungan, keluhan HR : 85 x/ menit
pusing
- Memonitor status RR : 17x/ menit
pernafasan, frekuensi
S : 37 0C
dan kedalaman
pernafasan - ReaksiPupil, Pupil2/3,
- Mengurangi stimulus RC++/++
dalam lingkungan A: Resiko Ketidakefektifan
pasien perfusi jaringan cerebral
- Memberikan sedasi belum teratasi.
sesuai kebutuhan P: lanjutkan intervensi
4. Memonitor neurologi
- Memonitor tingkat
kesadaran (GCS)
- Memonitor refleks
batuk dan menelan
- Memantau ukuran
pupil, bentuk,
kesimetrisan
5. Memonitor TTV
6. Memposisikan head up
(30- 40 derajat)
7. Memberi terapi O2
sesuai anjuran medis
Berkolaborasi pemberian
terapi medis
Pola nafas tidak efektif Pemantauan Nuerologis 25 Oktober 2022
Setelah dilakukan Wholly Compensantory
berhubungan dengan Wholly Compensantory S: -
intervensi keperawatan System:
aliran darah ke otak System : O:
selama 3 x 24 jam, 1. Airway Management
menurun (D.0005). 1. Airway Management - Keadaan umum lemah,
diharapkan pola nafas - Mempertahankan
2. Pertahankan bukaan - Ventilasi: RR 17x/ menit,
efektif bukaan jalan nafas
jalan nafas irama nafas teratur, suara
Kriteria Hasil : - Memberikan posisi
3. Beri posisi head up nafas stridor.
head up 30-40 derajat - Airway patency:
1. Irama pernafasan 30-40 derajat untuk untuk memaksimalkan pernapasan cuping hidung,
normal memaksimalkan ventilasi. (+) ventilator (+),
ventilasi. - Mengeluarkan secret
2. Frekuensi pernafasan penggunaan otot bantu
normal
4. Keluarkan secret dengan suction.
dengan suction. pernafasan (-)
- Memonitor alat - SpO2 : 90 %
3. TTV dalam batas 5. Monitor alat ventilator - Vital Sign: T
normal ventilator 2. Oxygen Therapy D: 100/70 mmHg, HR : 91
6. Oxygen Therapy - Mempertahankan
4. Tidak ada tanda sesak x/ menit, RR: 17x/ menit,
7. Pertahankan jalan
nafas yang paten jalan nafas yang paten S: 37,5oC
5. Pasien tidak mengeluh 8. Monitor aliran - Memonitor aliran A: pola nafas tidak efektif
sesak Oksigen belum teratasi.
Oksigen
9. Monitor adanya - Memonitor adanya
P: lanjutkan intervensi
tanda-tanda tanda-tanda
hypoventilasi hypoventilasi
10. Vital Sign 3. Vital Sign Monitoring
Monitoring - Memonitor TD, Suhu,
11. Monitor TD, Suhu, RR
RR - Mengidentifikasi
12. Identifikasi penyebab penyebab dari
dari perubahan vital perubahan vital sign
sign 4. Berkolaborasi pemberian
13. Kolaborasi therapi medis
pemberian therapi
medis

26 Oktober 2022
Wholly Compensantory
S:-
System:
O:
1. Airway Management
- Mempertahankan - Keadaan umum lemah,
bukaan jalan nafas
- Ventilasi: RR 17x/menit,
- Memberikan posisi
irama nafas teratur, suara
head up 30-40 derajat
nafas stridor.
untuk memaksimalkan
ventilasi. - Airway patency:
- Mengeluarkan secret pernapasan cuping hidung
dengan suction. (+) ventilator (+),
- Memonitor alat penggunaan otot bantu
ventilator pernafasan (-)
2. Oxygen Therapy
- Mempertahankan
- SpO2 : 90 %
jalan nafas yang paten
- Memonitor aliran - Vital Sign:
Oksigen
- Memonitor adanya TD: 115/90 mmHg,
tanda-tanda HR : 92 x/ menit,
hypoventilasi
3. Vital Sign Monitoring RR: 17x/ menit,
- Memonitor TD, Suhu, S: 37,8 0C
RR A: pola nafas tidak efektif
- Mengidentifikasi belum teratasi.
penyebab dari P: lanjutkan intervensi
perubahan vital sign
4. Berkolaborasi pemberian
therapi medis
26 Oktober 2022
Wholly Compensantory
System:
S: -
1. Airway Management O:
- Mempertahankan
bukaan jalan nafas - Keadaan umum lemah,
- Memberikan posisi
- Ventilasi: RR 17x/menit,
head up 30-40 derajat
irama nafas teratur, suara
untuk memaksimalkan
nafas stridor.
ventilasi.
- Mengeluarkan secret - Airway patency:
dengan suction. pernapasan cuping hidung
- Memonitor alat (+) ventilator (+),
ventilator penggunaan otot bantu
2. Oxygen Therapy pernafasan (-)
- Mempertahankan
- SpO2 : 100 %
jalan nafas yang paten
- Memonitor aliran
- Vital Sign:
Oksigen
- Memonitor adanya TD: 130/ 75 mmHg, HR:
tanda-tanda 85 x/ menit,
hypoventilasi
RR: 17x/menit,
3. Vital Sign Monitoring
- Memonitor TD, Suhu, S: 37 0C
RR A: pola nafas tidak efektif
- Mengidentifikasi belum teratasi.
penyebab dari P: lanjutkan intervensi
perubahan vital sign
4. Berkolaborasi pemberian
therapi medis
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi 25 Oktober 2022
Wholly Compensantory
fisik berhubungan intervensi keperawatan Wholly Compensantory S:
System:
dengan kegagalan selama 3 x 24 jam, System : - Keluarga klien
cedera jaringan diharapkan mobilitas fisik 1. Mengdentifikasi mengatakan klien sulit
sekitar/fraktur. meningkat, dengan kriteria 1. Identifikasi toleransi toleransi fisik menggerakkan extermitas
(D.0054). hasil: fisik melakukan melakukan pergerakan bawah sebelah kanan
1. Pergerakan extermitas pergerakan 2. R/: keluarga klien O:
meningkat mengatakan klien sulit - Kekuatan otat extermitas
2. Monitor kondisi umum menggerakkan sebelah kiri bagian atas
2. Kekuatan otot selama melakukan
extermitas bawah dan bawah 3.
meningkat mobilisasi
sebelah kanan: 3. A: Gangguan mobilitas fisik
3. Kolaborasi pada ahli 3. Melakukan belum teratasi
rehab medik kolaborasi ke P: Lanjutkan intervensi
reham medik
4. Kolaborasi pemberian 4. Memberikan inj
vitamin. metilcobalamin
1 amp/IV R/: obat
diberikan secara IV
tidak ada side efek
negatif

Partially Compensatory
System :
1. Melibatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan : miring kana
dan miring kiri R/:
Partially Compensatory keluarga klien membantu
System : dan mendukung
mobilisasi klien.
1. Fasilitasi melakukan
pergerakan. Supportif dan Edukatif :
2. Libatkan keluarga 1. Menjelaskan tujuan
untuk membantu procedure
pasien dalam mobilisasi dini :
meningkatkan miring kanan/kiri
pergerakan R/: klien dan keluarga
menyatakan
Supportif dan Edukatif :
memahami penjelasan
1. Jelaskan tujuan dan yang diberikan
procedure mobilisasi
2. Menganjurkan untuk
2. Anjurkan untuk melakukan mobilisasi
melakukan dini : miring kanan
mobilisasi dini /miring kiri R/:
keluarga membantu
3. Anjurkan mobilisasi pasien miring kanan
sederhana yang harus dan miring kiri
dilakukan misalnya
duduk di tempat tidur
dengan bantuan
Wholly Compensantory 26 Oktober 2022
System S:
1. Mengdentifikasi - Klien meneluhkan
toleransi fisik susah untuk
melakukan pergerakan mengangkat kaki
R/: klien mengatakan sulit sebelah kanan
menggerakkan
extermitas bawahO :
sebelah kanan 5.
- Kekuatan otot sebelah
2. Memberikan inj
kanan bagian bawah 5
metilcobalamin 1
amp/IV R/: obat
A: Gangguan mobilitas fisik
diberikan secara IV
belum teratasi
tidak ada side efek
P: Lanjutkan intervensi
negatif
Partially Compensatory
System :
1. Melibatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan : miring
kana dan miring kiri
R/:anak klien
membantu dan
mendukung mobilisasi
klien.
Supportif dan Edukatif :
1. Menjelaskan Kembali
tujuan procedure
mobilisasi dini : miring
kanan/kiri.
R/: klien dan keluarga
menyatakan
memahami penjelasan
yang diberikan
2. Menganjurkan untuk
melakukan mobilisasi
dini : miring kanan
/miring kiri R/:
keluarga membantu
pasien miring kanan
dan miring kiri.
Wholly Compensantory 27 Oktober 2022
System S:
- Klien meneluhkan susah
1. Mengdentifikasi
untuk mengangkat kaki
toleransi fisik
sebelah kanan
melakukan pergerakan
R/: klien mengeluhkan O:
sulit menggerakkan
extermitas bawah - Kekuatan otot sebelah
sebelah kanan 5. kanan bagian bawah 5
2. Memberikan inj
metilcobalamin 1 A: Gangguan mobilitas fisik
amp/IV R/: obat belum teratasi
diberikan secara IV P: Lanjutkan intervensi
tidak ada side efek
negatif
Partially Compensatory
System :
1. Melibatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
R/: keluarga klien
membantu dan
mendukung mobilisasi
klien
Supportif dan Edukatif
-
Gangguan komunikasi Setelah dilakukan Promosi Komunikasi : 1. Memonitor proses 25 Oktober 2022
verbal berhubungan intervensi keperawatan Defisit Bicara kognitif anatomis dan DS:
dengan penurunan selama 3 x 24 jam, fisiologis yang berkaitan - Keluarga pasien
sirkulasi serebral diharapkan kemampuan Observasi : dengan bicara. mengatakan pasien belum
(D.0119) komunikasi verbal 1. Monitor 2. Menggunakan metode bisa berbicara .
meningkat kecepatan,tekanan, komunikasi alternatif - Keluarga mengatakan
Kriteria Hasil : kuantitas,volume, dan (latihanTerapi AIUEO), berminat untuk melatih
- Kemampuan diksi bicara menulis, mata berkedip, pasien berbicara.
berbicara meningkat 2. Monitor proses papan komunikasi dan - klien belajar mengucapkan
- Kemampuan kognitif, anatomis, gambar, isyarat tangan. AIUEO
mendengar fisiologis yang 3. Mengulangia apa yang DO:
meningkat berkaitan dengan disampaikan pasien - Terpasang NGT
- Kesesuaian ekspresi bicara . - Reflek menelan 7,8 lemah
wajah atau tubuh - Klien tampak bingung
3. Identifikasi perilaku
meningkat dalam berbicara
emosional dan fisik
- Afasia menurun - Keluarga dan klien tampak
sebagai bentuk
- Pelo menurun antusias
komunikasi
- Pemahaman - Pasien di konsulkanke
Terapeutik :
komunikasi membaik therafi wicara
1. Gunakan metode - Klien bisa mengucap
komunikasi alternatif AIUEO
(terapi bicara
AIUEO), menulis, A:
mata berkedip, papan Gangg
komunikasi dengan uan
kabar dan huruf, komun
isyarat tangan, dan ikasi
komputer. verbal
2. Sesuaikan gaya belum
komunikasi dengan teratasi
kebutuhan .
3. Ulangi apa yang P: Lanjutkan intervensi
disampaikan pasien
4. Berikan dukungan
pisikologis
Edukasi :
1. Anjurkan Bicara
Perlahan
2. Ajarkan pasien dan
keluarga proses
kognitif,anatomis,dan
fisiologi yang
berhubungan dengan
kemampuan bicara.
Kolaborasi :
Rujuk ke ahli patologi
atau terapis
1. Memonitor proses 26 Oktober 2022
kognitif anatomis dan DS:
fisiologis yang berkaitan - Keluarga mengerti jika
dengan bicara. pasien tetap harus terapi
2. Menggunakan metode untuk mempertahankan
komunikasi alternatif kondisinya.
- Keluarga mengatakan
(latihanTerapi AIUEO), berminat untuk melatih
menulis, mata berkedip, pasien berbicara.
papan komunikasi dan - Keluarga mengatakan jika
gambar, isyarat tangan. klien sudah bisa minta
3. Mengulangia apa yang minum dengan
disampaikan pasien mengatakan minum.
4. Mengulangia apa yang - klien belajar mengucapkan
disampaikan pasien AIUEO
5. Menganjurkan berbicara DO:
perlahan - Terpasang NGT
- Reflek menelan 7,8 lemah
- Klien tampak bingung
dalam berbicara
- Keluarga dan klien tampak
antusias
- Klien bisa mengucap
AIUEO
A:
Gangg
uan
komun
ikasi
verbal
belum
teratasi
.
P: Lanjutkan intervensi
1. Memonitor proses 27 Oktober 2022
kognitif anatomis dan DS:
fisiologis yang berkaitan - Keluarga mengerti jika
dengan bicara. pasien tetap harus terapi
2. Menggunakan metode untuk mempertahankan
komunikasi alternatif kondisinya.
(latihanTerapi AIUEO), - Keluarga mengatakan
menulis, mata berkedip, berminat untuk melatih
papan komunikasi dan pasien berbicara.
gambar, isyarat tangan. - Keluarga mengatakan jika
3. Mengulangia apa yang klien sudah bisa minta
disampaikan pasien minum dengan
4. Mengulangia apa yang mengatakan minum.
disampaikan pasien - klien belajar mengucapkan
Menganjurkan berbicara AIUEO
perlahan DO:
- Terpasang NGT
- Reflek menelan 7,8 lemah
- Klien tampak bingung
dalam berbicara
- Keluarga dan klien tampak
antusias
- Klien bisa mengucap
AIUEO
- Klien tampak mampu
menjawab arahan perawat.
A:
Gangg
uan
komun
ikasi
verbal
belum
teratasi
.
P: Lanjutkan intervensi
Defisit perawatan diri Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Wholly Compensantory 25 Oktober 2022
berhubungan dengan intervensi keperawatan Diri Wholly System
Gangguan selama 3 x 24 jam, Compensantory System : 1. Memonitor tingkat S:
neuromuskular diharapkan diri 1. Monitor tingkat kemandirian kiein R/: - Keluarga pasien
(D.0109). meningkat, dengan kemandirian klien dalam mengatakan pasien
kriteria hasil : ketergantungan berat sudah mampu bicara
1. Kemampuan mandi Partially Compensatory Partially Compensatory pelan-pelan
meningkat System : System : - Keluarga mengatakan
2. Kemampuan 1. Identifikasi kebiasaan 1. Mengidentifikasi berminat untuk melatih
mengenakan aktifitas perawatan kebiasaan aktifitas pasien berbicara.
pakaian meningkat diri sesuai usia perawatan diri sesuai -
3. Kemampuan makan 2. Sediakan lingkungan usia. - Keluarga klien
meningkat yang terapeutik R/klien selama sehat mandi mengatakan keperluan
4. Kemampuan ke 3. Fasilitasi untuk 2x sehari, cuci rambut sehari hari: makan,
toilet meningkat menerima dua hari sekali, berganti minum, BAB, BAK,
ketergantungan pakaian 2x sehari dan berpakaian, berhias
4. Bantu dalam menyisir rambut setiap dibantu keluarga dan
perawatan diri. pagi perawat
5. Identifikasi alat 2. Mengidentifikasi alat O:
kebersihan diri. kebersihan diri - Skor bartel
R/:klien memiliki sabun index :
6. Jadwalkan rutinitas
mandi, pasta gigi, ketergantungan
perawatan diri
handuk, pampers dan berat
pakaian bersih - Perawatan diri
3. Sediakan lingkungan klien dibantu
yang terapeutik perawat dan
R/: menjaga privacy keluarga
pasien dengan A: Masalah belum teratasi
menutup gorden P: Pertahankan intervensi
4. Mempasilitasi untuk
menerima
ketergantungan
5. membantu dalam
perawatan diri:
mengganti pampers
R/: pampers diganti
dengan yang baru
dan bersih
6. Menjadwalkan
rutinitas perawatan
diri
7. R/: jadwal
personal hygiene
mandi, menyisir,
mengganti
pakaian setiap
pagi, oral hygiene
pagi dan sore.
Supportif dan Edukatif: Supportif dan Edukatif :
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara 1. Menganjurkan
konsisten sesuai melakukan perawatan
kemampuan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
R/: klien menyisir endiri
dengan tangan
kanannya.
Wholly Compensantory 26 Oktober 2022
System
1. Memonitor tingkat S:
kemandirian kiein R/: - Keluarga klien
klien dalam mengatakan kelain sulit
ketergantungan berat untuk menggerakkan
Partially Compensatory kakinya.
System : - Keluarga klien
1. Mengidentifikasi mengatakan keperluan
kebiasaan aktifitas sehari hari: makan,
perawatan diri sesuai minum, BAB, BAK,
usia. berpakaian, berhias
R/klien selama sehat mandi dibantu keluarga dan
2x sehari, cuci rambut perawat
dua hari sekali, berganti O:
pakaian 2x sehari dan - Skor bartel
menyisir rambut setiap index :
pagi ketergantungan
2. Mengidentifikasi alat berat
kebersihan diri - Perawatan diri
R/:klien memiliki sabun klien dibantu
mandi, pasta gigi, perawat dan
handuk, pampers dan keluarga
pakaian bersih A: Masalah belum teratasi
3. Sediakan lingkungan P:
yang terapeutik Pertaha
R/: menjaga privacy nkan
pasien dengan interven
menutup gorden si
4. Mempasilitasi untuk
menerima
ketergantungan
5. membantu dalam
perawatan diri:
mengganti pampers
R/: pampers diganti
dengan yang baru
dan bersih
6. Menjadwalkan
rutinitas perawatan
diri
7. R/: jadwal
personal hygiene
mandi, menyisir,
mengganti
pakaian setiap
pagi, oral hygiene
pagi dan sore.
Supportif dan Edukatif :
1. Menganjurkan
melakukan perawatan
diri secara konsisten
sesuai kemampuan
R/: klien menyisir endiri
dengan tangan
kanannya.
Wholly Compensantory 27 Oktober 2022
System S:
1. Memonitor tingkat - Keluarga klien
kemandirian kiein R/: mengatakan kelain sulit
klien dalam untuk menggerakkan
ketergantungan berat kakinya.
Partially Compensatory - Keluarga klien
System : mengatakan keperluan
1. Mengidentifikasi sehari hari: makan,
kebiasaan aktifitas minum, BAB, BAK,
perawatan diri sesuai berpakaian, berhias
usia. dibantu keluarga dan
R/klien selama sehat mandi perawat
2x sehari, cuci rambut O:
dua hari sekali, berganti - Skor bartel
pakaian 2x sehari dan index :
menyisir rambut setiap ketergantungan
pagi berat
2. Mengidentifikasi alat - Perawatan diri
kebersihan diri klien dibantu
R/:klien memiliki sabun perawat dan
mandi, pasta gigi, keluarga
handuk, pampers dan A: Defisit perawatan diri
pakaian bersih belum teratasi
3. Sediakan lingkungan P:
yang terapeutik Pertaha
R/: menjaga privacy nkan
pasien dengan interven
menutup gorden si
4. Mempasilitasi untuk
menerima
ketergantungan
5. membantu dalam
perawatan diri:
mengganti pampers
R/: pampers diganti
dengan yang baru
dan bersih
6. Menjadwalkan
rutinitas perawatan
diri
7. R/: jadwal
personal hygiene
mandi, menyisir,
mengganti
pakaian setiap
pagi, oral hygiene
pagi dan sore.
Supportif dan Edukatif :
1. Menganjurkan
melakukan perawatan
diri secara konsisten
sesuai kemampuan
R/: klien menyisir endiri
dengan tangan
kanannya.
5. Implementasi
Ha
Jam Diagnosa

Implementasi Tanda Tangan

25 Oktober Jam 08.00 Resiko 25 Oktober 2022


2022 ketidakefektifan
Wholly Compensantory System:
perfusi jaringan
cerebral 1. Memonitor TIK
berhubungan - Memonitor adanya keluhan sakit
dengan cedera kepala, mual, muntah, gelisah
kepala (D.0017). - Memonitor status neurologi
2. Memonitor intake dan output
3. Manajemen edema cerebral
- Memonitor adanya kebingungan,
keluhan pusing
- Memonitor status pernafasan,
frekuensi dan kedalaman
pernafasan
- Mengurangi stimulus dalam
lingkungan pasien
- Memberikan sedasi sesuai
kebutuhan
4. Memonitor neurologi
- Memonitor tingkat kesadaran
(GCS)
- Memonitor refleks batuk dan
menelan
- Memantau ukuran pupil, bentuk,
kesimetrisan
5. Memonitor TTV
6. Memposisikan head up (30- 40
derajat)
7. Memberi terapi O2 sesuai anjuran
medis
8. Berkolaborasi pemberian terapi
medis
26 Oktober Jam 08.00 Resiko
Wholly Compensantory System:
2022 ketidakefektifan
perfusi jaringan 1. Memonitor TIK
cerebral - Memonitor adanya keluhan sakit
berhubungan kepala, mual, muntah, gelisah
dengan cedera - Memonitor status neurologi
kepala (D.0017). 2. Memonitor intake dan output
3. Manajemen edema cerebral
- Memonitor adanya kebingungan,
keluhan pusing
- Memonitor status pernafasan,
frekuensi dan kedalaman
pernafasan
- Mengurangi stimulus dalam
lingkungan pasien
- Memberikan sedasi sesuai
kebutuhan
4. Memonitor neurologi
- Memonitor tingkat kesadaran
(GCS)
- Memonitor refleks batuk dan
menelan
- Memantau ukuran pupil, bentuk,
kesimetrisan
5. Memonitor TTV
6. Memposisikan head up (30- 40
derajat)
7. Memberi terapi O2 sesuai anjuran
medis
8. Berkolaborasi pemberian terapi
medis
27 Oktober Jam 08.00 Resiko
Wholly Compensantory System:
2022 ketidakefektifan
perfusi jaringan 1. Memonitor TIK
cerebral - Memonitor adanya keluhan sakit
berhubungan kepala, mual, muntah, gelisah
dengan cedera - Memonitor status neurologi
kepala (D.0017). 2. Memonitor intake dan output
3. Manajemen edema cerebral
- Memonitor adanya kebingungan,
keluhan pusing
- Memonitor status pernafasan,
frekuensi dan kedalaman
pernafasan
- Mengurangi stimulus dalam
lingkungan pasien
- Memberikan sedasi sesuai
kebutuhan
4. Memonitor neurologi
- Memonitor tingkat kesadaran
(GCS)
- Memonitor refleks batuk dan
menelan
- Memantau ukuran pupil, bentuk,
kesimetrisan
5. Memonitor TTV
6. Memposisikan head up (30- 40
derajat)
7. Memberi terapi O2 sesuai anjuran
medis
Berkolaborasi pemberian terapi medis
25 Oktober Jam 09.00 Pola nafas tidak
Wholly Compensantory System:
2022 efektif
berhubungan 1. Airway Management
dengan aliran - Mempertahankan bukaan jalan
darah ke otak nafas
menurun - Memberikan posisi head up 30-
(D.0005). 40 derajat untuk memaksimalkan
ventilasi.
- Mengeluarkan secret dengan
suction.
- Memonitor alat ventilator
2. Oxygen Therapy
- Mempertahankan jalan nafas
yang paten
- Memonitor aliran Oksigen
- Memonitor adanya tanda-tanda
hypoventilasi
3. Vital Sign Monitoring
- Memonitor TD, Suhu, RR
- Mengidentifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4. Berkolaborasi pemberian therapi
medis
26 Oktober Pola nafas tidak
Jam 09.00 Wholly Compensantory System:
2022 efektif
berhubungan 1. Airway Management
dengan aliran - Mempertahankan bukaan jalan
darah ke otak nafas
menurun - Memberikan posisi head up 30-
(D.0005). 40 derajat untuk memaksimalkan
ventilasi.
- Mengeluarkan secret dengan
suction.
- Memonitor alat ventilator
2. Oxygen Therapy
- Mempertahankan jalan nafas
yang paten
- Memonitor aliran Oksigen
- Memonitor adanya tanda-tanda
hypoventilasi
3. Vital Sign Monitoring
- Memonitor TD, Suhu, RR
- Mengidentifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4. Berkolaborasi pemberian therapi
medis
27 Oktober Pola nafas tidak
Jam 09.00 Wholly Compensantory System:
2022 efektif
berhubungan 1. Airway Management
dengan aliran - Mempertahankan bukaan jalan
darah ke otak nafas
menurun - Memberikan posisi head up 30-
(D.0005). 40 derajat untuk memaksimalkan
ventilasi.
- Mengeluarkan secret dengan
suction.
- Memonitor alat ventilator
2. Oxygen Therapy
- Mempertahankan jalan nafas
yang paten
- Memonitor aliran Oksigen
- Memonitor adanya tanda-tanda
hypoventilasi
3. Vital Sign Monitoring
- Memonitor TD, Suhu, RR
- Mengidentifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4. Berkolaborasi pemberian therapi
medis
25 Oktober Jam Gangguan
Wholly Compensantory System:
2022 10.00 mobilitas fisik
berhubungan 1. Mengdentifikasi toleransi fisik
dengan kegagalan melakukan pergerakan
cedera jaringan 2. R/: keluarga klien mengatakan
sekitar/fraktur. klien sulit menggerakkan
(D.0054). extermitas bawah sebelah kanan: 3.
3. Melakukan kolaborasi ke
reham medik
4. Memberikan inj
metilcobalamin
1 amp/IV R/: obat diberikan secara
IV tidak ada side efek negatif

Partially Compensatory System :


1. Melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan : miring
kana dan miring kiri R/: keluarga
klien membantu dan mendukung
mobilisasi klien.
Supportif dan Edukatif :
1. Menjelaskan tujuan procedure
mobilisasi dini : miring
kanan/kiri
R/: klien dan keluarga menyatakan
memahami penjelasan yang
diberikan
2. Menganjurkan untuk melakukan
mobilisasi dini : miring kanan
/miring kiri R/: keluarga membantu
pasien miring kanan dan miring kiri
26 Oktober Jam 10.00 Gangguan Wholly Compensantory System
2022 mobilitas fisik 1. Mengdentifikasi toleransi fisik
berhubungan melakukan pergerakan
dengan kegagalan R/: klien mengatakan sulit
cedera jaringan menggerakkan extermitas bawah
sekitar/fraktur. sebelah kanan 5.
(D.0054). 2. Memberikan inj
metilcobalamin 1 amp/IV R/:
obat diberikan secara IV tidak
ada side efek negatif
Partially Compensatory System :
1. Melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan :
miring kana dan miring kiri
R/:anak klien membantu dan
mendukung mobilisasi klien.
Supportif dan Edukatif :
1. Menjelaskan Kembali tujuan
procedure mobilisasi dini : miring
kanan/kiri.
R/: klien dan keluarga menyatakan
memahami penjelasan yang
diberikan
2. Menganjurkan untuk melakukan
mobilisasi dini : miring kanan
/miring kiri R/: keluarga
membantu pasien miring kanan
dan miring kiri.
27 Oktober Jam 10.00 Gangguan Wholly Compensantory System
2022 mobilitas fisik
1. Mengdentifikasi toleransi fisik
berhubungan
melakukan pergerakan
dengan kegagalan
R/: klien mengeluhkan sulit
cedera jaringan
menggerakkan extermitas bawah
sekitar/fraktur.
sebelah kanan 5.
(D.0054).
2. Memberikan inj metilcobalamin
1 amp/IV R/: obat diberikan
secara IV tidak ada side efek
negatif
Partially Compensatory System :
1. Melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
R/: keluarga klien membantu dan
mendukung mobilisasi klien
Supportif dan Edukatif
-
25 Oktober Jam 11.00 Gangguan 1. Memonitor proses kognitif
2022 komunikasi anatomis dan fisiologis yang
verbal berkaitan dengan bicara.
berhubungan 2. Menggunakan metode komunikasi
dengan alternatif (latihanTerapi AIUEO),
penurunan menulis, mata berkedip, papan
sirkulasi serebral komunikasi dan gambar, isyarat
(D.0119) tangan.
3. Mengulangia apa yang
disampaikan pasien
26 Oktober Jam 11.00 Gangguan 1. Memonitor proses kognitif
2022 komunikasi anatomis dan fisiologis yang
verbal berkaitan dengan bicara.
berhubungan 2. Menggunakan metode komunikasi
dengan alternatif (latihanTerapi AIUEO),
penurunan menulis, mata berkedip, papan
sirkulasi serebral komunikasi dan gambar, isyarat
(D.0119) tangan.
3. Mengulangia apa yang
disampaikan pasien
4. Mengulangia apa yang
disampaikan pasien
5. Menganjurkan berbicara perlahan
27 Oktober Jam 11.00 Gangguan 1. Memonitor proses kognitif
2022 komunikasi anatomis dan fisiologis yang
verbal berkaitan dengan bicara.
berhubungan 2. Menggunakan metode komunikasi
dengan alternatif (latihanTerapi AIUEO),
penurunan menulis, mata berkedip, papan
sirkulasi serebral komunikasi dan gambar, isyarat
(D.0119) tangan.
3. Mengulangia apa yang
disampaikan pasien
4. Mengulangia apa yang
disampaikan pasien
5. Menganjurkan berbicara perlahan
Pasien di konsulkanke therafi
wicara
25 Oktober Jam Defisit perawatan Wholly Compensantory System
2022 12.00 diri berhubungan 1. Memonitor tingkat kemandirian
dengan kiein R/: klien dalam
Gangguan ketergantungan berat
neuromuskular Partially Compensatory System :
(D.0109). 1. Mengidentifikasi kebiasaan
aktifitas perawatan diri sesuai usia.
R/klien selama sehat mandi 2x sehari,
cuci rambut dua hari sekali,
berganti pakaian 2x sehari dan
menyisir rambut setiap pagi
2. Mengidentifikasi alat kebersihan
diri
R/:klien memiliki sabun mandi, pasta
gigi, handuk, pampers dan pakaian
bersih
3. Sediakan lingkungan yang
terapeutik
R/: menjaga privacy pasien dengan
menutup gorden
4. Mempasilitasi untuk menerima
ketergantungan
5. membantu dalam perawatan
diri: mengganti pampers
R/: pampers diganti dengan yang
baru dan bersih
6. Menjadwalkan rutinitas
perawatan diri
7. R/: jadwal personal hygiene
mandi, menyisir, mengganti
pakaian setiap pagi, oral
hygiene pagi dan sore.
Supportif dan Edukatif :
2. Menganjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
R/: klien menyisir endiri dengan
tangan kanannya.
26 Oktober Defisit perawatan Wholly Compensantory System
Jam 12.00
2022 diri berhubungan 1. Memonitor tingkat kemandirian
dengan kiein R/: klien dalam
Gangguan ketergantungan berat
neuromuskular Partially Compensatory System :
(D.0109). 1. Mengidentifikasi kebiasaan
aktifitas perawatan diri sesuai usia.
R/klien selama sehat mandi 2x sehari,
cuci rambut dua hari sekali,
berganti pakaian 2x sehari dan
menyisir rambut setiap pagi
2. Mengidentifikasi alat kebersihan
diri
R/:klien memiliki sabun mandi, pasta
gigi, handuk, pampers dan pakaian
bersih
3. Sediakan lingkungan yang
terapeutik
R/: menjaga privacy pasien dengan
menutup gorden
4. Mempasilitasi untuk menerima
ketergantungan
5. membantu dalam perawatan
diri: mengganti pampers
R/: pampers diganti dengan yang
baru dan bersih
6. Menjadwalkan rutinitas
perawatan diri
7. R/: jadwal personal hygiene
mandi, menyisir, mengganti
pakaian setiap pagi, oral
hygiene pagi dan sore.
Supportif dan Edukatif :
1. Menganjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
R/: klien menyisir endiri dengan
tangan kanannya.
27 Oktober Defisit perawatan Wholly Compensantory System
Jam 12.00
2022 diri berhubungan 1. Memonitor tingkat kemandirian
dengan kiein R/: klien dalam
Gangguan ketergantungan berat
neuromuskular Partially Compensatory System :
(D.0109). 1. Mengidentifikasi kebiasaan
aktifitas perawatan diri sesuai usia.
R/klien selama sehat mandi 2x sehari,
cuci rambut dua hari sekali,
berganti pakaian 2x sehari dan
menyisir rambut setiap pagi
2. Mengidentifikasi alat kebersihan
diri
R/:klien memiliki sabun mandi, pasta
gigi, handuk, pampers dan pakaian
bersih
3. Sediakan lingkungan yang
terapeutik
R/: menjaga privacy pasien dengan
menutup gorden
4. Mempasilitasi untuk menerima
ketergantungan
5. membantu dalam perawatan
diri: mengganti pampers
R/: pampers diganti dengan yang
baru dan bersih
6. Menjadwalkan rutinitas
perawatan diri
7. R/: jadwal personal hygiene
mandi, menyisir, mengganti
pakaian setiap pagi, oral
hygiene pagi dan sore.
Supportif dan Edukatif :
1. Menganjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
R/: klien menyisir endiri dengan
tangan kanannya.

6. Catatan Perkembangan
Hari Diag Catatan Perkembangan
T n
a o
n s
g a
K
e
p
e
g r
a a
l w
a
t
a
n
25 Oktober 2022 Resiko ketidakefektifan S :-
perfusi jaringan cerebral O:
berhubungan dengan - Keadaan umum lemah,
cedera kepala (D.0017). - Tingkat kesadaran Semi Koma , GCS 5
- Refleks saraf (Reflex Bra instem 7)
- Vital sign
TD : 100/ 70 mmHg HR : 91 x/ menit
RR : 17x/ menit
S : 37,5 o C
- Reaksi Pupil, Pupil 2/4, RC++/
A: Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral belum
teratasi.
P : lanjutkan intervensi
26 Oktober 2022 Resiko ketidakefektifan S:-
perfusi jaringan cerebral O:
berhubungan dengan - Keadaan umum lemah
cedera kepala (D.0017). - Tingkat kesadaran Semi koma GCS 5
- Refleks saraf (Reflex Bra Instem 7)
- Vital sign
TD : 115/ 90 mmHg
HR : 92 x/ menit
RR : 17x/ menit
S : 37,8 0C
- ReaksiPupil , Pupil2/3, RC++/--
A: Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi
27 Oktober 2022 Resiko ketidakefektifan S:-
perfusi jaringan cerebral O:
berhubungan dengan - Keadaan umum lemah
cedera kepala (D.0017). - Tingkat kesadaran Semi koma GCS 6
- Refleks saraf (Reflex Brainstem 9)
- Vital sign
TD : 130/ 75 mmHg
HR : 85 x/ menit
RR : 17x/ menit
S : 37 0C
- ReaksiPupil, Pupil2/3, RC++/++
A: Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi
25 Oktober 2022 Pola nafas tidak efektif S: -
berhubungan dengan O:
kegagalan otot - Keadaan umum lemah,
pernafasan (D.0005). - Ventilasi: RR 17x/ menit, irama nafas teratur, suara
nafas stridor.
- Airway patency: pernapasan cuping hidung, (+)
ventilator (+), penggunaan otot bantu pernafasan (-)
- SpO2 : 90 %
- Vital Sign: T
D: 100/70 mmHg, HR : 91 x/ menit, RR: 17x/ menit,
S: 37,5oC
A: pola nafas tidak efektif belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi
26 Oktober 2022 Pola nafas tidak efektif S:-
berhubungan dengan O:
kegagalan otot - Keadaan umum lemah,
pernafasan (D.0005). - Ventilasi: RR 17x/menit, irama nafas teratur, suara
nafas stridor.
- Airway patency: pernapasan cuping hidung (+)
ventilator (+), penggunaan otot bantu pernafasan (-)
- SpO2 : 90 %
- Vital Sign:
TD: 115/90 mmHg,
HR : 92 x/ menit,
RR: 17x/ menit,
S: 37,8 0C
A: pola nafas tidak efektif belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi
27 Oktober 2022 Pola nafas tidak efektif S: -
berhubungan dengan O:
kegagalan otot - Keadaan umum lemah,
pernafasan (D.0005). - Ventilasi: RR 17x/menit, irama nafas teratur, suara
nafas stridor.
- Airway patency: pernapasan cuping hidung (+)
ventilator (+), penggunaan otot bantu pernafasan (-)
- SpO2 : 100 %
- Vital Sign:
TD: 130/ 75 mmHg, HR: 85 x/ menit,
RR: 17x/menit,
S: 37 0C
A: pola nafas tidak efektif belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi
25 Oktober 2022 Gangguan mobilitasS:
fisik berhubungan - Keluarga klien mengatakan klien sulit menggerakkan
dengan kegagalan cedera extermitas bawah sebelah kanan
jaringan sekitar/fraktur.O :
(D.0054). - Kekuatan otat extermitas sebelah kiri bagian atas dan
bawah 3.
A: Gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
26 Oktober 2022 Gangguan mobilitasS:
fisik berhubungan - Klien meneluhkan susah untuk mengangkat kaki
dengan kegagalan cedera sebelah kanan
jaringan sekitar/fraktur.O :
(D.0054). - Kekuatan otot sebelah kanan bagian bawah 5

A: Gangguan mobilitas fisik belum teratasi


P: Lanjutkan intervensi
27 Oktober 2022 Gangguan mobilitasS:
fisik berhubungan - Klien meneluhkan susah untuk mengangkat kaki
dengan kegagalan cedera sebelah kanan
jaringan sekitar/fraktur.O :
(D.0054). - Kekuatan otot sebelah kanan bagian bawah 5

A: Gangguan mobilitas fisik belum teratasi


P: Lanjutkan intervensi
28 Oktober 2022 Gangguan mobilitasS :-
fisik berhubunganO :
dengan kegagalan cedera - Klien dilakukan operasi close fraktur of right shafi
jaringan sekitar/fraktur. femur
(D.0054). - Post operasi di rawat 1 hari di HCU.
- Tranfusi PRC 500 cc di kamar operasi.
A: Gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
25 Oktober 2022 Gangguan komunikasi DS:
verbal berhubungan - Keluarga klien mengatakan klien kesulitan menelan
dengan penurunan - Keluarga klien mengatakan pasien belum bisa
sirkulasi serebral berbicara.
(D.0119) - Keluarga mengatakan berminat untuk melatih pasien
berbicara.
- klien belajar mengucapkan AIUEO
DO:
- Pasien di konsulkanke therafi wicara
- Terpasang NGT
- Reflek menelan 7,8 lemah
- Klien tampak bingung dalam berbicara
- Keluarga dan klien tampak antusias
- Klien bisa mengucap AIUEO
A: Gangguan komunikasi verbal
belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
26 Oktober 2022 Gangguan komunikasi DS:
verbal berhubungan - Keluarga mengerti jika pasien tetap harus terapi untuk
dengan penurunan mempertahankan kondisinya.
sirkulasi serebral - Keluarga mengatakan berminat untuk melatih pasien
(D.0119) berbicara.
- Keluarga mengatakan jika klien sudah bisa minta
minum dengan mengatakan minum.
- klien belajar mengucapkan AIUEO
DO:
- Pasien di konsulkanke therafi wicara
- Terpasang NGT
- Reflek menelan 7,8 lemah
- Klien tampak bingung dalam berbicara
- Keluarga dan klien tampak antusias
- Klien bisa mengucap AIUEO
A: Gangguan komunikasi verbal
belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
27 Oktober 2022 Gangguan komunikasi DS:
verbal berhubungan - Keluarga mengerti jika pasien tetap harus terapi untuk
dengan penurunan mempertahankan kondisinya.
sirkulasi serebral - Keluarga mengatakan berminat untuk melatih pasien
(D.0119) berbicara.
- Keluarga mengatakan jika klien sudah bisa minta
minum dengan mengatakan minum.
- klien belajar mengucapkan AIUEO
DO:
- Pasien di konsulkanke therafi wicara
- Terpasang NGT
- Klien tampak bingung dalam berbicara
- Keluarga dan klien tampak antusias
- Klien bisa mengucap AIUEO
- Klien tampak mampu menjawab arahan perawat.
A: Gangguan komunikasi verbal
belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
25 Oktober 2022 Defisit perawatan diri S:
berhubungan dengan - Keluarga pasien mengatakan pasien sudah mampu
Gangguan bicara pelan-pelan
neuromuskular - Keluarga mengatakan berminat untuk melatih
(D.0109). pasien berbicara.
-
- Keluarga klien mengatakan keperluan sehari hari:
makan, minum, BAB, BAK, berpakaian, berhias
dibantu keluarga dan perawat.
O:
- Skor bartel index : ketergantungan berat
- Perawatan diri klien dibantu perawat dan
keluarga
A: Masalah belum teratasi
P: Pertahankan intervensi
26 Oktober 2022 Defisit perawatan diri S:
berhubungan dengan - Keluarga klien mengatakan kelain sulit untuk
Gangguan menggerakkan kakinya.
neuromuskular - Keluarga klien mengatakan keperluan sehari hari:
(D.0109). makan, minum, BAB, BAK, berpakaian, berhias
dibantu keluarga dan perawat
O:
- Skor bartel index : ketergantungan berat
- Perawatan diri klien dibantu perawat dan
keluarga
A: Masalah belum teratasi
P: Pertahankan intervensi
27 Oktober 2022 Defisit perawatan diri S:
berhubungan dengan - Keluarga klien mengatakan kelain sulit untuk
Gangguan menggerakkan kakinya.
neuromuskular - Keluarga klien mengatakan keperluan sehari hari:
(D.0109). makan, minum, BAB, BAK, berpakaian, berhias
dibantu keluarga dan perawat
O:
- Skor bartel index : ketergantungan berat
- Perawatan diri klien dibantu perawat dan
keluarga
A: Defisit perawatan diri belum teratasi
P: Pertahankan intervensi

PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus pada Tn. A berdasarkan model konsep


Dorothea E. Orem didapat bahwa self care agency klien pada
universal self care resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral,
pemenuhan kebutuhan oksigen dimana pasien mengalami kegagalan
otot pernafasan, Gangguan mobilitas fisik pada pasien kegagalan
cedera jaringan sekitar/fraktur, dan defisit perawatan diri yang
disebabkan karena gangguan neuromuskular sehingga klien
membutuhkan self care defisit dalam menyelesaikan masalah
keperawatan. Pengkajian adalah tahap awal dari proses perawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengindentifikasi
suatu kesehatan pasien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kenyataan.
Kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan
respon individu (Nursalam, 2011). Sesuai dengan teori yang
dijabarkan diatas penulis melakukan pengkajian pada Tn. A dengan
menggunakan metode pengkajian wawancara, observasi dan
pemeriksaan fisik untuk menambah data yang diperlukan.
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan cedera kepala
(D.0017).
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral adalah kondisi dimana terjadi
penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan. Sehingga pada
masalah ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral dapat berhubungan dengan edema
cerebral, reduksi mekanis dari aliran vena/ arteri dan pola nafas yang tidak efektif adalah
inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak member ventilasi yang adekuat atau dimana
seseorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang actual atau potensial yang
berhubungan dengan perubahan pola nafas. Diagnosa “resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral dan pola nafas yang tidak efektif” ditegakkan berdasarkan hasil
pengkajian yang dilakukan secara komprehensif dan berdasarkan hasil pemeriksaan
penunjang CT-Scan pasien.
Diagnosa keperawatan utama pada kedua kasus yaitu Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan edema otak berdasarkan SDKI batasan
karakteristik yang ditemukan adalah pada pemeriksaan fisik kedua pasien mengalami
penurunan kesadaran (GCS<8) perubahan pada reaksi pupil, pernafasan cepat, hasil CT
Scan menunjukkan adanya hematom pada jaringan otak, dan pada Tn.A mengalami
kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan.
Berdasarkan teori Tarwoto (2012), terjadinya gangguan perfusi jaringan karena
memar pada permukaan otak, laserasi cedera robekan hemoragi, akibatnya akan terjadi
kemampuan autoregulasi serebral yang kurang atau tidak ada area cedera dan
konsekuensinya meliputi hipertermia. Peningkatan salah satu otak akan menyebabkan
jaringan otak tidak dapat membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi
pada otak, sehingga lesi yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan otak. Bila
tekanan terus meningkat, maka aliran darah dalam otak menurun terjadilah perfusi
jaringan yang tidak adekuat. Pada cedera kepala mengalami penurunan kesadaran karena
adanya benturan yang dapat menyebabkan edema serebral dan peningkatan TIK, yang
ditandai dengan penurunan kesadaran. Berdasarkan patofisiologi terjadinya cedera
kepala, maka peneliti mengangkat diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan edema otak.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan aliran darah ke otak menurun (D.0005).
Diagnosa keperawatan kedua pada Tn. A yaitu Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan aliran darah ke otak menurun berdasarkan SDKI batasan
karakteristik yang ditemukan adalah kedua pasien mengalami pernafasan cepat, dan
hasil CT-Scan kepala kedua pasien menunjukkan adanya hematom dijaringan diotak.
Menurut Rendy dan Margareth, (2012) patofisiologi cedera kepala berat yaitu: otak
dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan hipoksia dan gangguan perfusi.
Adapun menurut analisa Tn. A dilihat dari hasil CT-Scan menunjukkan adanya
hematom dijaringan otak atau perdarahan diotak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Adhitya Wijayanti (2013), yang mengemukakan bahwa Komplikasi lain yang terjadi
pada cedera kepala adalah peningkatan tekanan intrakranial, yaitu tekanan yang terjadi
pada ruang serebral akibat bertambahnya volume otak melebihi ambang toleransi dalam
ruang kranium. Hal ini dapat disebabkan karena edema serebri dan perdarahan serebral.
Oleh karena itu berdasarkan patofisiologi terjadinya cedera kepala, maka peneliti
mengangkat diagnosa Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan aliran darah ke
otak menurun.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kegagalan cedera jaringan fraktur.
(D.0054).
Keluhan yang dialami klien yaitu mengalami kelemahan anggota gerak badan
sebelah kiri. Dimana kekuatan otot ekstemitas atas 4444/4444 dan ekstermitas bawah
2222/4444. Kelemahan ini yang mengakibatkan klien mengalami gangguan mobilitas
fisik. Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan
terarah pada tubuh atau ekstremitas atau lebih (berdasarkan tingkat aktifitas (Wilkinson,
2011).
Stroke merupakan kondisi hilangnya fungsi neurologis secara cepat karena adanya
gangguan perfusi pembuluh darah otak (Satyanegara, 2010). Stroke umumnya
diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu stroke non hemoragik dan hemoragik
(perdarahan). Stroke non hemoragik terjadi akibat adanya sumbatan pada lumen
pembuluh darah otak dan memiliki prevalensi tertinggi, yaitu 88% dari semua stroke
dan sisanya adalah stroke hemoragik (stroke perdarahan) yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah otak (Marsh, 2010). Gangguan vaskularisasi otak ini memunculkan
berbagai manifestasi klinis seperti kesulitan berbicara, kesulitan berjalan dan
mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh, sakit kepala, kelemahan ototwajah, gangguan
penglihatan, gangguan sensori, gangguan pada proses berpikir dan hilangnya kontrol
terhadap gerakan motorik yang secara umum dapat dimanifestasikan dengan disfungsi
motorik seperti hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh) atau hemiparesis
(kelemahan yang terjadi pada satu sisi tubuh) (Dimitrios, 2015).
Disfungsi motorik yang terjadi mengakibatkan pasien mengalami keterbatasan
dalam menggerakkan bagian tubuhnya sehingga meningkatkan risiko terjadinya
komplikasi. Imobilitas dapat menyebabkan kekakuan sendi (kontraktur), komplikasi
ortopedik, atropi otot, dan kelumpuhan saraf akibat penekanan yang lama (nerve
pressure palsies) (Summers et al., 2009). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan
sistem neuromuskular yaitu besarnya kemampuan sistem saraf mengaktivasi otot untuk
melakukan kontraksi. Semakin banyak serabut otot yang teraktivasi, maka semakin
besar pula kekuatan yang dihasilkan oleh otot tersebut (Cahyati, 2011).

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral


(D.0119).
Keluhan yang dialami klien yaitu klien berbicara tidak jelas, klien mengalami pelo,
bunyi vokal yang dihasilkan tidak jelas. Afasia terjadi akibat kerusakan pada area
pengaturan bahasa pada otak. Pada manusia fungsi pengaturan bahasa mengalami
lateralisasi ke hemisfer kiri otak pada 96-99% orang yang dominan yangan kanan dan
60% orang yang dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien afasia sebagian besar lesi
terletak pada hemisfer kiri. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur
kemampuan berbahasa yaitu area broca dan area wernicke dengan keluhan tidak dapat
berbicara, berkomunikasi dengan isyarat.
Afasia motorik merupakan kerusakan terhadap seluruh korteks pada daerah broca.
Seseorang dengan afasia motorik tidak bisa mengucapkan satu kata apapun, namun
masih bisa mengutarakan pikirannya dengan jalan menulis (Mardjono & Sidharta,
2004). Salah satu bentuk terapi rehabilitasi gangguan afasia adalah dengan memberikan
terapi wicara (Sunardi, 2006). Terapi wicara merupakan tindakan yang diberikan kepada
individu yang mengalami gangguan komunikasi, gangguan berbahasa bicara, gangguan
menelan. terapi wicara ini berfokus pada pasien dengan masalah-masalah neurologis.
Terapi wicara merupakan tindakan yang diberikan kepada individu yang mengalami
gangguan komunikasi, gangguan bahasa, gangguan bicara, gangguan menelan, dan
terapi wicara yang dibahas berfokus pada terapi wicara pada pasien dengan masalah-
masalah dengan neurologis, di antaranya pasca stroke (Sunardi, 2006).

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Gangguan neuromuskular (D.0109).


Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. A mengalami kelemahan pada anggota
gerak yang menyebabkan Tn. A tidak bisa melakukan aktivitas sehingga semua aktivitas
Tn. A dibantu oleh keluarga. Personal hygine merupakan suatu usaha pemeliharaan
kesehatan diri seseorang yang bertujuan mencegah terjangkitnya penyakit serta untuk
memperbaiki ststus kesehatannya. Salah satu indikator dari personal hygine adalah
perawatan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung dan telinga, kaki dan kuku,
genitalia serta kebersihan dan kerapian pakaian (Perry, 2005). Keterbtasan kebersihan
diri biasanya disebabkan oleh kelemahan anggota gerak yang dialami klien, sehingga
dirinya tidak bisa mengurus merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian,
dan berhias. Keterbatasan tersebut akan terus beranjut dalam pemenuhan kebutuhan
dasar lainnya. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam, namun pada hakikatnya
setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Salah satunya yang mengalami
defisit perawatan diri adalah pasien yang terkena penyakit stroke memiliki keterbatasan
pergerakan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (Asmadi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Z. 2011. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.


Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. Jakarta.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Selemba Medika.
Bajamal, A. 2009. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena
Trauma. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah
Saraf. Surabaya.
Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC). Sixth Edition. Missouri :
Elsevier Mosby
Cahyati, Y. (2011). Perbandingan Latihan Rom Unilateral Dan Latihan Rom
Bilateral Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Akibat Stroke
Iskemik Di Rsud Kota Tasikmalaya Dan Rsud Kab. Ciamis.
Carpenito (2013), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6,
EGC, Jakarta
Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Dimitrios. (2015). Management of Acute Stroke: A Debate Paper on Clinical
Priorities. A Literature Review.
Hudak & Gallo. 2013. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II.
Jakarta: EGC.
Iskandar. 204. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Marsh, J. D. (2010). Stroke Prevention And Treatment. 56(9). Amerika : Journal Of
The American Of Cardiology
Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses
dan Praktik. Jakarta: EGC.
Satyanegara. (2010). Ilmu Bedah Saraf. In Jurnal Saintika Medika. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Summers, D., Leonard, A., Wentworth, D., Saver, J. L., Simpson, J., Spilker, J. A.,
Mitchell, P. H. (2009). Comprehensive overview of nursing and
interdisciplinary care of the acute ischemic stroke patient: A scientific
statement from the American heart association. Stroke, 40(8), 2911–2944.
Sunardi. (2006). Speech Therapy (Terapi Wicara) Post Laringotomy.
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.
Jakarta: CV Sagung Seto
Umar, K. 2017. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala
Surabaya : Airlangga Univ. Press.
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai