Review Film "To The Bone (2017) "
Review Film "To The Bone (2017) "
Review Film "To The Bone (2017) "
1. PENDAHULUAN
Secara garis besar film ini mengangkat tema kesehatan mental, terutama
anorexia. Setiap manusia mempunyai pengalaman hidup yang berbeda-beda, terlebih
yang membekas di kepala. Pengalaman yang berbekas itu bisa dalam arti positif
maupun negatif. Apabila yang terjadi adalah pengalaman negatif atau bisa disebut
trauma, maka bisa melemahkan mental individu tersebut. Di saat kita mendapat suatu
kenangan buruk, jika kita kuat kita bisa mengalihkan ketakutan tersebut menjadi salah
satu proses tumbuh kembang hingga tahap kedewasaan. Sebaliknya, apabila kita gagal
dalam menghadapi ketakutan itu maka akan terjadi suatu penyimpangan mental seperti
depresi dan fobia dari berbagai objek. Salah satu gangguan yang akan dibahas adalah
anorexia.
Anorexia adalah sebuah gangguan mental yang membuat penderita akan
memiliki ketakutan berlebih akan kelebihan berat badan. Kasus inilah yang menjadi
fokus utama dalam film asal Amerika dengan genre drama dan psikologi, To The Bone.
Mulai diluncurkan pada 22 Januari 2017, film ini menjadi pusat perhatian banyak
penikmat film karena tema dan alur yang disusun sangat ‘jujur’. Banyak penonton
beranggapan bahwa kasus yang diangkat oleh film ini, gangguan makan (eating
disorder), cukup relate dengan kehidupan manusia saat ini. Banyak tuntutan sosial
akibat terjangan standar kecantikan atau ideal dari berbagai industri kecantikan. Dengan
ini banyak sekali manusia, terutama perempuan, beranggapan bahwa mereka akan
dilihat sebagai manusia sempurna atau wanita utuh jika putih, jika bertubuh ramping,
dan lain sebagainya. Adanya standar ideal akan membentuk sebuah citra tubuh di antara
masyarakat, terutama bagi para remaja (Sakinah, 2018). Ataupun terjangan kenangan
pahit yang membuat seseorang kehilangan nafsu makannya. Seperti yang dialami Ellen
1
(Lily Collins) dalam film, di mana ia mengalami gangguan makan hingga membuat
badannya terlampau kurus.
Ellen merupakan gadis berumur 20 tahun yang memiliki ketertarikan di bidang
seni. Ia gemar menggambar suatu objek dan karyanya tersebut pun disukai banyak
orang. Namun, dibalik itu semua ada fakta bahwa kondisi asli Ellen yang sangat butuh
perhatian dari orang sekitarnya. Ellen menjadi takut akan kelebihan berat badan, ia
selalu mengukur lingkar lengannya sebagai pengingat untuk tidak lebih dari genggaman
jarinya. Selain itu, Ellen selalu melakukan sit-up untuk membakar kalori dalam
tubuhnya sebelum beranjak tidur.
Orang tua Ellen sudah bercerai, Ayahnya yang sibuk hingga Ibunya yang
ternyata seorang lesbian. Kini Ellen tinggal bersama ibu tirinya, Susan, dan adiknya,
Kelly. Jika dilihat, hanya Kelly saja yang terlihat akrab dengan Ellen. Susan sangat
strict terhadap Ellen hingga harus memasukkannya ke berbagai pusat perawatan. Judy,
ibu kandung Ellen sudah tidak mampu melihat dan merawat Ellen hingga memustuskan
pergi jauh darinya. Gadis malang itu sangat tertekan dengan hubungan orang tua-anak
yang tidak isa rasakan sejak kecil, akibatnya Ellen menjadi sosok yang tidak mudah
berbaur dengan orang lain. Hingga suatu ketika, Susan membawa Ellen ke Dr. William
Beckham untuk mendapat perawatan kepada penderita anorexia nervosa. Ia
memutuskan bergabung dan harus tinggal di sebuah rumah dengan lima orang penderita
anorexia lainnya, Threshold. Di sana ia akan tinggal dan berinteraksi dengan individu
yang memiliki gangguan makan sama seperti Ellen.
Cara berpikir dan perilaku Ellen sedikit demi sedikit berubah di sini, mengingat
ia telah bertemu dengan support system-nya, Luke. Di dalam Threshold ini Luke lah
yang paling dekat dengan Ellen, ia selalu berusaha membuat Ellen berani menghadapi
ketakutannya lewat berbagai cara. Berkat usaha Luke, Ellen mulai berani makan coklat
hingga menelannya. Semua orang di sana turut senang melihatnya. Namun, kebahagiaan
itu tidak bertahan lama setelah salah satu dari mereka memutuskan untuk keluar karena
kecelakaan di sana. Ellen pun kembali menghadapi tekanan batin hingga memutuskan
untuk pergi juga dari sana untuk menemui ibu kandungnya. Di sana Ellen dan Judy
berbincang dan saling meminta maaf atas segala perilaku dan kenangan buruk di masa
2
lalu mereka. Sejak itu Ellen mulai sadar bahwa ia harus hidup demi dirinya dan orang-
orang yang mengasihinya.
2. TEORI
Masa remaja memang menjadi masa manusia kebingungan dan sedang dalam
tahap mencari jati diri. Entah pria atau wanita di zaman sekarang sudah banyak yang
beranggapan bahwa ada standar kecantikan sosial. Ditambah kondisi mental yang tidak
dijaga hingga muncul suatu gangguan, salah satunya adalah gangguan makan. Beberapa
gangguan makan seperti anorexia nervosa, bulimia nervosa, dan binge-eating disorder.
Orang-orang yang mengalami gangguan makan adalah mereka yang mengalihkan
emosi, kecemasan, atau tekanan dengan cara mengubah drastis asupan makan yang
justru membahayakan nyawa, karena hasil paling ekstrem adalah kematian.
Secara internasional, tingkat penderita gangguan makan meningkat berdasarkan
The American Journal of Clinical Nutrition (2019) dari 3,4% menjadi 7,8% sekitar
tahun 2000 hingga 2018. Dilihat dari Asia, maka Jepang berada di tingkat teratas
dengan penderita eating disorder terbanyak. (Jurnal Internasional Gangguan Makan
Nasional, 2015). Berdasarkan beberapa data, penderita wanita lebih banyak daripada
pria, dan dengan rentang usia rata-rata 18 hingga 21 tahun. Angka kematian akibat
gangguan makan pun tidak bisa dihiraukan. Menyalahgunakan alkohol, obat terlarang,
olahraga berlebih, berbagai penyakit dan gangguan suasana hati serta perilaku lain
menjadi dampak mematikan bagi penderita. Berikut penjelasan beberapa gangguan
makan yang juga terlihat dalam film To The Bone (2017).
1) Anorexia Nervosa (AN)
AN merupakan gangguan perilaku makan di mana penderita akan
berusaha keras menolak mempertahankan berat badan dan akan terus
membiarkan hingga kurus. Mereka akan menolak makan jika berkalori tinggi,
maka beberapa penderita AN akan menghafal setiap kalori bahan makanan
untuk bisa menghindari yang berpotensi membuat berat badan mereka
bertambah. Seperti Ellen di dalam film To The Bone (2017), ia sudah hafal
banyak data kalori bahan makanan dan rutin mengecek lingkar lengannya agar
tidak melebihi genggamannya. Penderita akan merasakan ketakutan berlebih
3
pada pengingkatan berat badan dan menolak untuk mempertahankan berat badan
yang sehat. Beberapa kegiatan yang sering dilakukan adalah penolakan asupan
makanan, olahraga berlebih, hingga mengonsumsi obat penahan nafsu makan.
Para penderita AN diketahui memiliki cara lain dan menyimpang dalam menilai
situasi terutama pada makanan.
2) Bulimia Nervosa (BN)
Pengertian BN mirip dengan AN, yaitu sebuah gangguan pola makan di
mana penderita akan makan sebanyak mungkin dan akan memuntahkannya di
akhir. Mereka menyebutnya pembersihan perut. Hal ini tentu sangat berbahaya
bagi kesehatan tubuh penderita, karena mereka dengan cara paksa mengeluarkan
apapun yang sudah dikonsumsi sebelumnya. Berbagai cara akan dilakukan
penderita BN untuk mengosongkan perutnya, seperti memuntahkan paksa
dengan memasukkan jari ke dalam tenggorokan, meminum obat pencahar, atau
olahraga secara berlebihan. Perilaku ini umumnya didasari rasa ingin
membangun citra manusia sempurna yang bisa memakan banyak makanan
namun tidak akan mengalami kenaikan berat badan, dan berbagai sikap lainnya.
Dalam film To The Bone (2017) terdapat tokoh bernama Meghan dan
Anna yang terlihat memiliki gangguan BN. Meghan diketahui sedang
mengandung seorang bayi yang sangat ditunggu-tunggu oleh penghuni
Threshold. Namun, penantian tersebut harus kandas seketika akibat perilaku
Meghan yang memuntahkan makanannya hingga terjadi sesuatu pada janinnya.
Kejadian memilukan seperti ini menjadi salah satu contoh dampak apa yang bisa
terjadi kepada penderita BN.
3. INTERVENSI
Eli, nama baru Ellen, sempat merasa kesenangan di dalam rumah perawatan
akibat sikap Luke yang selalu peduli dan berusaha keras agar Eli bisa makan di sana.
Hingga kejadian yang di alami salah satu teman Eli di sana membuat kondisinya
kembali memburuk. Eli dengan anorexia nervosa-nya memutuskan keluar dari
Threshold untuk kembali bertemu ibu kandungnya. Di rumah ibu Eli, terjadi percakapan
mengenai permasalahan yang mereka pendam hingga Eli berumur 20 tahun. Ibu
4
kandung Eli merasa tidak mampu melihat keadaan Eli yang seperti itu. Kurangnya
komunikasi dan kontak fisik antara ibu-anak menjadi faktor hubungan mereka yang
tidak harmonis. Namun, malam itu hubungan mereka kembali terjalin dengan Judy, ibu
kandung Eli, memberi asupan kepada Eli seperti apa yang seharusnya ia lakukan
semenjak Eli bayi. Rasa depresi dan tekanan sekitar membuat Eli hampir mengakhiri
hidupnya. Tetapi, justru dari sana Eli berhasil menyadari bahwa dirinya masih layak dan
lebih dari layak untuk hidup. Untuk itu ia kembali ke Threshold menjalani perawatan
demi keberlangsungan hidup Eli secara normal dan sehat.
Saya melihat beberapa cara pemecahan masalah tokoh utama di sini, salah
satunya adalah keberanian. Keberanian melihat kondisi diri sendiri daripada melihat dan
menilai orang lain. Kesadaran penuh akan apa yang sedang terjadi dalam tubuh kita bisa
menjadi dorongan positif untuk lebih peduli pada kesehatan diri sendiri sebelum mulai
ke orang lain. Selain itu juga pentingnya dukungan sosial di sekitar penderita, kepekaan
dan usaha untuk membantu mereka jelas akan jauh lebih berdampak positif. Terlebih
kepada orang terdekat seperti orang tua, saudara, dan teman-teman penderita,
meninggalkan atau menjauh tentu hanya akan menambah permasalahan kedua belah
pihak. Justru di saat terendah seperti itu amat sangat dibutuhkan dukungan psikis untuk
mengingatkan bahwa masih banyak orang yang peduli dan sayang kepada penderita.
Kemudian adalah kemauan untuk kembali bangkit dan mengalahkan suara-suara negatif
yang bisa meracuni pikiran. Perlu adanya pengetahuan mana yang seharusnya dilakukan
dan mana yang tidak, jika penderita tidak ada kemauan menjadi lebih baik maka
semahal atau sehebat apapun dokter yang merawat pasti akan sia-sia. Keinginan untuk
hidup bersama di tengah masyarakat dengan kondisi prima, berbaur dengan siapa saja,
kembali ke dunia luar untuk memulai kembali hubungan sosial dengan banyak orang.
4. KESIMPULAN
Eli, nama baru Ellen, seorang penderita gangguan kesehatan mental dalam
menafsirkan makanan terhadap tubuh secara ekstrem yaitu anorexia nervosa, harus
menetap di rumah perawatan di bawah naungan Dr. William Beckham bersama lima
penderita gangguan makan lainnya. Beragam usaha telah dikerahkan oleh teman-teman
dan dokter Eli karena isa benar-benar menolak makanan dan terlalu memikirkan kalori
5
di dalam setiap bahannya. Dari awal bisa terlihat bahwa keluarga Eli tidak lengkap.
Dengan berbagai alasan, Eli harus menghadapi gangguan mentalnya tanpa sosok orang
tua yang seharusnya menjadi sumber dukungan paling utama. Tetapi, berkat kehadiran
teman-teman seperjuangan Eli pun sedikit demi sedikit mau berubah dan berusaha
untuk menjadi lebih baik dan lebih sehat. Munculnya kesadaran bahwa Eli dan siapapun
penderita gangguan makan, entah anorexia nervosa atau bulimia nervosa, berhak
memiliki kehidupan normal dan sehat serta bisa kembali hidup di tengah hiruk pikuk
masyarakat.
5. REFLEKSI
Saya pribadi hingga saat ini belum pernah berinteraksi atau bahkan menjumpai
penderita gangguan kesehatan mental, terutama gangguan makan. Tidak bisa saya
bayangkan betapa sulitnya mereka bertahan dari tekanan dan tuntutan masyarakat yang
masih kurang pengetahuan mengenai kesehatan mental. Dari film To The Bone (2017)
saya melihat dan mengerti bahwa dampak yang timbul dari gangguan mental tersebut
tidak hanya ke diri penderita, tapi juga kepada orang-orang sekitar penderita. Anorexia,
terutama, sangat divisualisasikan dengan detail dan blak-blakan oleh sutradara. Mulai
dari siklus menstruasi, keadaan fisik seperti bulu badan penderita, dan kebiasaan
penderita dengan jelas diperlihatkan kepada penonton. Dari sini kita bisa sedikit belajar
gejala tampak dan tidak tampak terhadap penderita gangguan makan.
Kita telah diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan segala kelebihan dan
kekurangan yang patut disyukuri. Jika itu kelebihan maka kembangkan seluas mungkin,
namun jika itu adalah kekurangan maka teruslah mencari cara untuk mengubahnya
menjadi suatu batu loncatan dalam kita berproses. Mengasihani diri sendiri tidak akan
menyelesaikan masalah apapun, seperti kata Luke (To The Bone, 2017) yang ingin
membantu orang lain daripada diam dan mengasihani kondisinya. Seperti ada kalimat
“di mana ada kemauan, di situ ada jalan”, jika kita mempercayaianya maka akan
terbuka segala pintu kemungkinan dalam menyelesaikan suatu hambatan. Trauma bisa
kita samarkan secara perlahan, luka bisa kita sembuhkan secara perlahan, dan
pandangan sebelah mata kita bisa kembali diluruskan. Semua itu tergantung pada
individu sendiri, bagaimana ia akan menyikapi setiap masalah dalam hidupnya.