P1 Dosen - ABS - 1 Kamis-1
P1 Dosen - ABS - 1 Kamis-1
P1 Dosen - ABS - 1 Kamis-1
Materi :
ABSORBSI CO2 DENGAN LARUTAN NaOH
Disusun Oleh :
RAIHAN FIKRI TAUFIQUR RAHMAN
Group : 1/KAMIS
Semarang,
Dosen Pengampu Asisten Pengampu
ii
RINGKASAN
Reaksi kimia yang diterapkan dalam industri kimia dapat melibatkan bahan
baku yang berbeda wujudnya, baik berupa padatan, gas, maupun cairan. Reaksi kimia
dalam suatu industri dapat terjadi dalam fase tunggal (homogen) maupun fase ganda
(heterogen), misalnya biner atau bahkan tersier. Absorpsi merupakan salah satu
proses separasi dimana suatu campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan
penyerap sehingga satu atau lebih komponen gas tersebut larut dalam cairan. Absorpsi
dibagi menjadi dua yaitu absopsi fisik dan absorpsi kimia. Absorpsi fisik merupakan
suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan gas dalam larutan penyerap, namun
tidak disertai dengan reaksi kimia. Sedangakan absorpsi kimia merupakan suatu
proses yang melibatkan peristiwa pelarutan gas dalam larutan penyerap yang disertai
dengan reaksi kimia. Proses absorpsi gas – cair terjadi dalam sebuah kolom absorpsi.
Kolom absoprsi teridiri dari menara sembur, menara gelembung, menara plate, dan
menara packing.
Dalam percobaan ini bahan yang digunakan adalah kristal NaOH, Gas CO2
dalam tabung bertekanan, udara, akuades, dan reagen berupa HCl, indikator PP dan
MO. Alat yang digunakan adalah rangkaian alat absorpsi gas – cair. Prosedur
percobaan yaitu pertama membuat larutan induk NaOH, menentukan fraksi ruang
kosong pada kolom absorpsi, melakukan proses absorpsi dengan mempompa larutan
NaOH melalui bagian atas kolom absorpsi dan gas CO2 dari bagian bawah kolom
absorpsi, dan terakhir menganalisis sampel yang didapat.
Pada percobaan ini diperoleh data dari empat jenis fenomena. Pada fenomena
pengaruh konsentrasi larutan NaOH terhadap jumlah mol CO2 yang terserap pada
Berbagai Waktu Reaksi didpatkan hasil dengan variabel konsentrasi larutan NaOH
0,45 N memiliki jumlah mol CO2 tertinggi sedangkan variabel konsentrasi larutan
NaOH 0,35 memiliki jumlah mol CO2 terendah. Pada fenomena pengaruh konsentrasi
larutan NaOH terhadap nilai tetapan perpindahan massa CO2 fase gas (kGa)
didapatkan hasil secara berturut turut yaitu konsentrasi larutan NaOH 0,35 N
mempunyai nilai kGa sebesar 2,08335 x 10-6 mol/m3 .Pa.s, konsentrasi larutan NaOH
0,4 N mempunyai nilai kGa sebesar 2,61576 x 10-6 mol/m3 .Pa.s, dan konsentrasi
larutan NaOH 0,45 N mempunyai nilai kGa sebesar 2,25696 x 10-6 mol/m3 .Pa.s. Pada
fenomena pengaruh konsentrasi larutan NaOH terhadap nilai tetapan perpindahan
Massa CO2 fase cair (KLa) didapatkan hasil secara berturut turut yaitu konsentrasi
larutan NaOH 0,35 N diperoleh nilai ketetapan perpindahan massa CO2 sebesar
1,60899 × 10-7, konsentrasi larutan NaOH 0,4 N diperoleh nilai ketetapan
perpindahan massa CO2 1,94712× 10-7 dengan besar, konsentrasi larutan NaOH 0,45
N, didapatkan nilai ketetapan perpindahan massa CO2 adalah 1,26392 × 10-7. Pada
fenomena pengaruh konsentrasi larutan NaOH terhadap nilai tetapan reaksi antara
CO2 dan NaOH (k2) didapat hasil berturut turut yaitu pada larutan NaOH 0,35 N
sebesar 1,11476 x 10-11 m3 /mol.s, NaOH 0,4 N sebesar 1,19264 x 10-11 m3 /mol.s,
dan NaOH 0,45 N sebesar 1,07716 x 10-11 m3 /mol.s. Kesimpulan yang didapat
adalah Semakin besar konsentrasi larutan NaOH, maka semakin banyak jumlah CO2
yang terabsorpsi oleh absorben, semakin besar konsentrasi larutan NaOH, maka
koefisien perpindahan massa (kGa) juga akan semakin besar, semakin tinggi
konsentrasi larutan NaOH yang digunakan akan semakin besar nilai KLa, semakin
besar konsentrasi larutan NaOH maka nilai tetapan reaksi antara CO2 dan NaOH (k2)
juga akan semakin besar. Saran yagn ada adalah gunakan absorben yang tidak asam,
gunakan variabel yang lebih variasi dan isi enara packing jangan gunakan yang
bereaksi dengan fluida.
iii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
laporan Absoprsi CO2 dengan NaOH Praktikum Proses dengan lancar dan sesuai
harapan.
Penulisan laporan ini ditujukan untuk melengkapi mata kuliah Laboratorium
Proses. Kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. T. Aji Prasetyaningrum , S. T., M. Si. selaku penanggung jawab
Laboratorium Proses Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
2. Bapak Prof. Dr. Andri Cahyo Kumoro, S.T., M.T. selaku dosen pengampu materi
Absorpsi CO2 dengan NaOH Praktikum Proses.
3. Ibu Nurfiningsih selaku Laboran Laboratorium Proses Kimia.
4. Saudari Ammara Aqilla selaku Koordinator Asisten Laboratorium Proses Teknik
Kimia Universitas Diponegoro.
5. Saudari Tiara Nadya dan Saudara Andreas Kevin Santoso selaku asisten
pengampu materi Absorpsi CO2 dengan NaOH Laboratorium Proses.
6. Seluruh asisten Laboratorium Proses Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
7. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2020 Teknik Kimia Universitas
Diponegoro.
Berikut laporan materi Absoprsi CO2 dengan NaOH yang dapat kami ajukan.
Kami menyadari laporan Absoprsi CO2 dengan NaOH ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membantu
dan membangun kami untuk dapat lebih baik menyusun laporan ini.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
Perpindahan Massa CO2 Fase Gas (kGa) ........................................................ 13
4.3 Pengaruh Konsentrasi Larutan NaOH Terhadap Nilai Tetapan
Perpindahan Massa CO2 Fase Cair (KLa)....................................................... 14
4.4 Pengaruh Konsentrasi Larutan NaOH Terhadap Nilai Tetapan Reaksi
Antara CO2 dan NaOH (k2)............................................................................... 15
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 19
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 19
5.2 Saran..................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data kebutuhan titran pada konsentrasi larutan NaOH 0,35 N............. 10
Tabel 3.2 Data kebutuhan titran pada konsentrasi larutan NaOH 0,4 N............... 11
Tabel 3.3 Data kebutuhan titran pada konsentrasi larutan NaOH 0,45 N............. 11
Tabel 4.1 Perbandingan nilai k2 praktis dan k2 teoritis pada setiap variabel ........ 17
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses absorpsi dan desorpsi CO2 dengan pelarut MEA
di pabrik amonia .................................................................................... 3
Gambar 2.2 Mekanisme absorpsi gas CO2 dalam larutan NaOH ............................... 5
Gambar 3.1 Skema rancangan praktikum ................................................................... 8
Gambar 3.2 Rangkaian alat utama .............................................................................. 9
Gambar 4.1 Pengaruh konsentrasi larutan NaOH terhadap jumlah mol CO2 yang
terserap tiap satuan waktu ..................................................................... 12
Gambar 4.2 Hubungan konsentrasi larutan NaOH terhadap nilai kGa ...................... 13
Gambar 4.3 Hubungan konsentrasi larutan NaOH terhadap kLa .............................. 14
Gambar 4.3 Hubungan konsentrasi larutan NaOH terhadap nilai k2 ........................ 16
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh peubah operasi terhadap jumlah CO2 yang terserap pada
berbagai waktu reaksi?
2. Bagaimana pengaruh peubah operasi terhadap nilai tetapan perpindahan massa
CO2 fase gas (kGa)?
3. Bagaimana pengaruh peubah operasi terhadap nilai tetapan perpindahan massa
CO2 fase cair (kLa)?
4. Bagaimana pengaruh peubah operasi terhadap nilai tetapan reaksi antara CO2
dan NaOH (k2)?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Absorpsi
Absorpsi merupakan salah satu proses separasi dalam industri kimia
dimanasuatu campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan penyerap sehingga
satu ataulebih komponen gas tersebut larut dalam cairan. Absorpsi dapat terjadi
melalui dua mekanisme, yaitu absorpsi fisik dan absorpsi kimia.
Absorpsi fisik merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa
pelarutangas dalam larutan penyerap, namun tidak disertai dengan reaksi kimia.
Contoh proses ini adalah absorpsi gas H2S dengan air, metanol, dan propilen
karbonase. Penyerapan terjadi karena adanya interaksi fisik. Mekanisme proses
absorpsi fisikdapat dijelaskan dengan beberapa model yaitu: teori dua lapisan (two
films theory) oleh Whiteman (1923), teori penetrasi oleh Dankcwerts, dan teori
permukaan terbaharui.
Absorpsi kimia merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa
pelarutan gas dalam larutan penyerap yang disertai dengan reaksi kimia. Contoh
peristiwa ini adalah absorpsi gas CO2 dengan larutan MEA (Mono Etanol Amin),
NaOH, K2CO3 dan sebagainya. Aplikasi dari absorpsi kimia dapat dijumpai pada
proses penyerapan gas CO2 pada pabrik Amonia seperti yang terlihat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Proses absorpsi dan desorpsi CO2 dengan pelarut MEA di
pabrik amonia
Proses absorpsi dapat dilakukan dalam tangki berpengaduk yang
dilengkapi dengan sparger, kolom gelembung (bubble column), dengan kolom
yang berisi packing yang inert (packed column), atau piringan (tray column).
Pemilihan peralatan proses absorpsi biasanya didasarkan pada reaktivitas reaktan
(gas dan cairan), suhu, tekanan, kapasitas, dan ekonomi.
3
2.2 Kolom Absorpsi
Kolom absorpsi adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
absorpsi (penyerapan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung tersebut. Secara
umum ada empat jenis kolom absorpsi yaitu: menara sembur (spray column),
menara gelembung (bubble column), menara plate (tray column), dan menara
packing (packed bed column).
2.2.1 Menara Sembur (spray column)
Dalam menara spray fasa gas mengalir naik melalui sebuah ruang
terbuka berukuran besar dan fasa cairnya dimasukkan dengan
menggunakan nozzle atau dengan alat-alat penyemprot lainnya. Cairan
yang diumpankan dalam wujud tetes tetes halus, jatuh dengan arus yang
berlawanan arah dengan arus gas yang naik ke atas.
2.2.2 Menara Gelembung (bubble column)
Menara gelembung terdiri dari ruang-ruang terbuka berukuran besar
yang dilalui oleh fasa cair yang mengalir kedalam ruang-ruang ini pula gas
akan disebarkan ke dalam fasa cair dalam bentuk gelembung-gelembung
halus. Gelembung-gelembung gas kecil akan memberikan luas kontak
yang diinginkan, gelembung-gelembung yang naik menimbulkan aksi
pencampuran di dalam fasa cair, sehingga mengurangi resistensi fasa cair
tersebut terhadap transfer massa. Menara gelembung digunakan dengan
sistem dimana fasa cair biasanya mengontrol laju transfer massa.
2.2.3 Menara Plate (tray column)
Menara Plate atau tray column adalah menara yang secara luas telah
digunakan dalam industri. Menara ini terdiri dari beberapa tipe, yaitu: Sieve
Tray, Valve Tray dan Bubble Cup Tray.
2.2.4 Menara Packing (packed bad column)
Menara packing adalah menara yang diisi dengan bahan pengisi.
Adapun fungsi bahan pengisi ialah untuk memperluas bidang kontak
antara kedua fase. Di dalam menara ini, cairan akan mengalir ke bawah
melalui permukaan bawah pengisi, sedangkan gas akan mengalir ke atas
secara arus berlawanan, melalui ruang kosong yang ada diantara bahan
pengisi.
4
2.3 Analisis Perpindahan Massa dan Reaksi dalam Proses Absorpsi Gas oleh
Cairan
Secara umum, proses absorpsi gas CO2 ke dalam larutan NaOH yang
disertai reaksi kimia berlangsung melalui empat tahap, yaitu perpindahan massa
CO2 melalui lapisan gas menuju lapisan antarfase gas-cairan, kesetimbangan
antara CO2 dalam fase gas dan dalam fase larutan, perpindahan massa CO2 dari
lapisan gas ke badan utama larutan NaOH, dan reaksi antara CO2 terlarut dengan
gugus hidroksil (OH-). Skema proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.
dengan z adalah koefisien reaksi kimia antara CO2 dan [OH-], yaitu = 2. Di fase
cair, reaksi antara CO2 dengan larutan NaOH terjadi melalui beberapa tahapan
proses:
5
NaOH(aq) Na+(aq) + OH-(aq) (a)
CO2(g) CO2(aq) (b)
CO2(aq) + OH-(l) HCO3- (l) (c)
HCO3- (l) + OH-(l) H2O(l) + CO32-(l) (d)
CO32-(l) + Na+(l) Na2CO3(aq) (e)
menjadi:
Dengan demikian, maka laju absorpsi gas CO2 ke dalam larutan NaOH akan
mengikuti persamaan:
a. H. pg. ϕk L
Ra = (2.7)
a. H. ϕk L
1+
k Ga
Dengan ϕ adalah enhancement faktor yang merupakan rasio antara koefisien
transfer massa CO2 pada fase cair jika absorpsi disertai reaksi kimia dan tidak
disertai reaksi kimia seperti dirumuskan oleh Juvekar dan Sharm (1973):
[OH − ]DB 1/2
1 +
√DA . k 2 . [OH − ] z. A∗ DA ϕ
ϕ= .[ ] (2.8)
kL [OH − ] DB
z. A∗ DA
6
Nilai difusivitas efektif (DA) CO2 dalam larutan NaOH pada suhu 30oC adalah
2,1 x 10-5 cm2/det (Juvekar & Sharma, 1973).
Nilai kGa dapat dihitung berdasarkan pada absorpsi fisik dengan meninjau
perpindahan massa total CO2 ke dalam larutan NaOH yang terjadi pada selang
waktu tertentu di dalam alat absorpsi. Dalam bentuk bilangan tak berdimensi, kGa
dapat dihitung menurut persamaan (Kumoro & Hadiyanto, 2000):
1,4003 1/3
k Ga dp2 ρCO2 . QCO2 μCO2
= 4,0777 × ( ) × ( ) (2.9)
DA μCO2 a ρCO2 DA
6(1−ϵ) Vvoid
Dengan a = dan ϵ =
dp VT
Jika laju reaksi pembentukan Na2CO3 jauh lebih besar dibandingkan dengan
laju difusi CO2 ke dalam larutan NaOH, maka konsentrasi CO2 pada batas film
cairan dengan badan cairan adalah nol. Hal ini disebabkan oleh konsumsi CO2
yang sangat cepat selama reaksi sepanjang film. Dengan demikian tebal film (x)
dapat ditentukan persamaan:
DA (ρin . ρout )
x = (2.12)
mol (CO3 2− ). R. T
7
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Menentukan fraksi ruang kosong
(Fraksi ruang kosong
pada kolom absorpsi
kolom absorpsi)
kGa
kLa Menganalisa Data
k2
8
Variabel 2 : 0,4 N
Variabel 3 : 0,35 N
Bak
Penampung2
Bak
Penampung1
9
2. Menentukan fraksi ruang kosong pada kolom absorpsi
Pertama, kran di bawah kolom absorpsi dalam posisi tertutup. Setelah itu,
mengalirkan larutan NaOH dari bak penampung 2 ke dalam kolom absorpsi.
Selanjutnya, menghentikan aliran jika timggi cairan di dalam kolom tepat
setinggi tumpukan packing. Mengeluarkan aliran di dalam kolom dengan
membuka kran di bawah kolom, cairan tersebut ditampung di dalam
erlenmeyer atau gelas ukur, kemudian kran ditutup jika cairan dalam kolom
tepat berada pada packing bagian paling bawah. Mencatat volume cairan
sebagai volume ruang kosong dalam kolom absorpsi = Vvoid. Menentukan
volume total kolom absorpsi, yaitu dengan mengukur diameter kolom (D) dan
𝑛𝐷 2 𝐻
𝑉𝑇 = tinggi tumpukan packing (H). Kemudian menghitung fraksi ruang
4
𝑉𝑣𝑜𝑖𝑑
kosong kolom absorpsi 𝜖 = .
𝑉𝑇
3. Operasi Absorpsi
Operasi absorpsi dilakukan dengan memompa larutan NaOH sesuai variabel
ke dalam kolom melalui bagian atas kolom dengan laju alir tertentu hingga
keadaan mantap tercapai. Selanjutnya mengalirkan gas CO2 melalui bagian
bawah kolom dan ukur beda ketinggian cairan dalam manometer. Kemudian
mengambil 10 mL sampel cairan dari dasar kolom absorpsi tiap 1 menit selama
10 menit dan dianalisis kadar ion karbonat atau kandungan NaOH bebasnya.
4. Menganalisis Sampel
Mula-mula mengambil 10 mL sampel cairan yang ditempatkan dalam
erlenmeyer. Selanjutnya menambahkan indikator PP 3 tetes dan sampel
dititrasi dengan larutan HCl sesuai variabel sampai warna merah hampir hilang
(kebutuhan titran = a mL). Kemudian menambahkan 2-3 tetes indikator metil
jingga (MO) dan titrasi dilanjutkan lagi sampai warna jingga berubah menjadi
merah (kebutuhan titran=b mL).
10
3.5.2 Data
- Vvoid : 115 mL - ∆Z2 : 2.1 cm
- ∆Z1 : 2.2 cm - ∆Z3 : 2 cm
Tabel 3.1 Data kebutuhan titran pada konsentrasi larutan NaOH 0,35 N
T (menit) Va (mL) Vb (mL)
0 4,7 1
1 5 1,1
2 5,1 1,1
3 5,2 1,3
4 5,4 1,4
5 5,5 1,5
6 5,5 1,6
7 5,6 1,7
8 5,7 1,9
9 5,9 2
10 6 2,1
Tabel 3.2 Data kebutuhan titran pada konsentrasi larutan NaOH 0,4 N
T (menit) Va (mL) Vb (mL)
0 4,2 0,7
1 4,4 0,9
2 4,5 1
3 4,7 1
4 4,9 1,2
5 4,9 1,3
6 5 1,4
7 5,2 1,5
8 5,3 1,5
9 5,4 1,6
10 5,5 1,7
Tabel 3.3 Data kebutuhan titran pada konsentrasi NaOH 0,45 N
T (menit) Va (mL) Vb (mL)
0 3,2 0,7
1 3,3 0,8
2 3,5 0,8
3 3,8 0,9
4 4 1
5 4,1 1
6 4,2 1,1
7 4,2 1,2
8 4,4 1,3
9 4,5 1,5
10 4,7 1,6
Mencari laju reaksi
𝐶𝑛𝑥 𝑧 −𝑘 𝐶
𝑑𝐶𝑁 2 𝐶𝑂2 𝜀𝜋𝐷²
∫ = ∫
𝐶𝑁𝑂 𝐶𝑁 0 4𝑄
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Konsentrasi Larutan NaOH terhadap Jumlah Mol CO2 yang
Terserap pada Berbagai Waktu Reaksi
Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan jumlah mol CO2 yang
terserap pada berbagai waktu reaksi pada gambar 4.1.
4.00
n CO2 yang terserap x10-4 (mol/s)
3.50
3.00
2.50
Variabel 1 (NaOH 0,45 N)
2.00
1.50 Variabel 2 (NaOH 0,4 N)
1.00
Variabel 3 (NaOH 0,35 N)
0.50
0.00
0 2 4 6 8 10
t (menit)
Gambar 4. 1 Pengaruh konsentrasi larutan NaOH terhadap jumlah mol CO2 yang
terserap tiap satuan waktu
Gambar 4.1 grafik pengaruh konsentrasi larutan NaOH terhadap jumlah
mol CO2 yang terserap pada berbagai waktu reaksi. Berdasarkan Gambar 4.1 di
atas, dapat diketahui variabel NaOH 0,45 N; NaOH 0,35 N; dan 0,4 N cenderung
selalu mengalami kenaikan jumlah mol CO2 yang terserap pada semua waktu
reaksi. Dapat dilihat juga pada variabel konsentrasi larutan NaOH 0,45 N memiliki
jumlah mol CO2 yang terserap tertinggi.
Salah satu solven yang dapat digunakan untuk menyerap gas CO2 dalam
udara adalah cairan NaOH (Srihari, 2012 dalam Robiah dkk., 2021). Semakin
besar konsentrasi larutan NaOH, maka semakin banyak CO2 yang terabsorpsi oleh
absorben (Yincheng dkk., 2013). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah
molekul NaOH seiring dengan pertambahan konsentrasinya, sehingga semakin
banyak pula molekul absorben yang dikontakkan dengan molekul CO2.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Robiah dkk. (2021), konsentrasi
larutan NaOH yang mampu menyerap gas CO2 dengan jumlah maksimum yang
terserap sebesar 58,622% dan minimum 28,685%.
12
Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan
berjalan sesuai teori dimana semakin besar konsentrasi larutan NaOH makan
akansemakin besar pula mol CO2 yang terserap.
2.7
2.5
kGa (x10-6 mol/m3.Pa.s)
2.3
2.1
1.9
1.7
1.5
0.34 0.36 0.38 0.4 0.42 0.44 0.46
13
gas ke cairan menjadi lebih cepat dan koefisien transfer massa (kGa) menjadi lebih
besar.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa data
yang diperoleh pada variabel konsentrasi larutan NaOH 0,35 N dan NaOH 0,4 N
telah sesuai dengan teori bahwa hubungan antara konsentrasi larutan NaOH
dengan nilai tetapan perpindahan massa CO2 fase gas (kGa) berbanding lurus yaitu
semakin besar konsentrasi larutan NaOH maka nilai tetapan perpindahan massa
CO2 fase gas (kGa) juga semakin besar. Namun pada variabel konsentrasi larutan
NaOH 0,45 N mengalami penyimpangan dimana koefisien perpindahan massa
(kGa) yang didapatkan lebih rendah dari variabel konsentrasi larutan NaOH 0,4 N.
Menurut Ningrum dkk. (2017) konsentrasi larutan NaOH yang baik untuk
menyerap CO2 adalah 0,40 N. Oleh karena itu, variabel konsentrasi 0,4 N memiliki
nilai koefisien transfer massa (kGa) yang tertinggi.
2.50
2.00
KLa x10-7 (m3/s)
1.50
1.00
0.50
0.00
0.34 0.36 0.38 0.4 0.42 0.44 0.46
Konsentrasi NaOH (N)
14
nilai ketetapan perpindahan massa CO2 sebesar 1,60899 × 10-7 . Selanjutnya, pada
variabel 2 diperoleh nilai ketetapan perpindahan massa CO2 sebesar 1,94712× 10-
7
dengan besar konsentrasi larutan NaOH adalah 0,4 N. Kemudian, pada variabel
3 dengan besar konsentrasi larutan NaOH terkecil yaitu 0,45 N, didapatkan nilai
ketetapan perpindahan massa CO2 adalah 1,26392 × 10-7.
Konsentrasi larutan NaOH berbanding lurus dengan nilai KLa seperti yang
terlihat pada persamaan berikut.
𝑑𝑅 = 𝑑𝐴. 𝐾𝐿𝐴 . (𝐶𝑖 − 𝐶𝐿 )
(Voyer dan Miller, 1998)
Semakin tinggi konsentrasi larutan NaOH yang digunakan akan semakin besar
nilai KLa. Hal ini dikarenakan jumlah molekul NaOH sebagai absorben semakin
banyak bila konsentrasinya tinggi, sehingga semakin banyak CO2 yang terabsorpsi
karena terjadi reaksi diantara keduanya. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Azizi dkk. (2020), dilakukan pengujian pada 50 gram biji asam
jawa diekstrak menggunakan 300ml larutan NaOH dengan variasi konsentrasi
0,1N; 0,2N; 0,3N; 0,4N; 0,5N dan didapatkan hasil nilai koefisien perpindahan
massa (kLa) tertinggi pada konsentrasi larutan NaOH 0,5N.
Berdasarkan teori diatas dapat dilihat bahwa hasil praktikum pada variabel
konsentrasi larutan NaOH 0,35 N dan 0,4 N sudah sesuai teori, namun pada
variabel konsentrasi larutan NaOH 0,45 N terjadi penyimpangan dimana nilai
tetapan perpindahan massa CO2 fase cair (KLa) paling rendah. Hal tersebut dapat
terjadi dikarenakan adanya aliran turbulen yang dapat dihasilkan pada aliran
larutan NaOH. Adanya aliran turbulen, dapat mengakibatkan penurunan resistensi
pada fase cair sehingga liquid boundary layer menjadi besar dan kontak gas
dengan absorben menjadi lebih kurang yang mengakibatkan perpindahan massa
menjadi kecil (Salmón dkk., 2018).
4.4 Pengaruh Konsentrasi Larutan NaOH terhadap Nilai Tetapan Reaksi antara
CO2 dan NaOH (k2)
Dari hasil percobaan didapatkan grafik hubungan konsentrasi larutan
NaOH terhadap k2 sebagai berikut.
15
0.12
0.12
k2 x10-11 (m3/ml.s)
0.12
0.11
0.11
0.11
0.11
0.11
0.34 0.36 0.38 0.4 0.42 0.44 0.46
Konsentrasi NaOH (N)
16
juga menurun (Haryani dan Widayat, 2011).
Tabel 4.1 Perbandingan nilai k2 praktis dan k2 teoritis pada setiap variabel
Konsentrasi larutan
k2 Praktis (dm3/mol.s) k2 Teoritis (dm3/mol.s)
NaOH (N)
0,45 1,857×10-3 1,2789
0,4 1,132×10-3 2,4684
0,35 1,108×10-3 2,9503
Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh data k2 teoritis lebih besar dari k2 praktis
dari hasil perhitungan pada setiap varibel. Pada variabel 1 (konsentrasi larutan
NaOH 0,45 N) diperoleh nilai k2 praktis sebesar 1,857×10-3dm3/mol.s dan nilai
k2 teoritis sebesar 1,2789dm3/mol.s. Pada variabel 2 (konsentrasi larutan NaOH
0,4 N) diperoleh nilai k2 praktis sebesar 1,132×10-3 dm3/mol.s dan nilai k2 teoritis
sebesar 2,4684 dm3/mol.s. Pada variabel 3 (konsentrasi larutan NaOH 0,35 N)
diperoleh nilai k2 praktis sebesar 1,108×10-3 dm3/mol.s dan nilai k2 teoritis
sebesar 2,9503 dm3/mol.s.
Nugroho (2017) mengatakan bahwa nilai k semakin besar dengan makin
besarnya diameter nozzle. Sementara itu, Kamopas dkk. (2016) mengatakan bahwa
semakin besar ukuran diameter nozzle akan menghasilkan gas entraintment yang
diperoleh semakin besar dan cenderung berkorelasi linear terhadap laju
kecepatan pancaran cairan jet dimana nantinya pancaran cairan jet yang
dihasilkan akan berkorelasi linear terhadap kecepatan cairan jet. Hal ini
menyebabkan diameter nozzle yang semakin besar akan menaikkan nilai
konstanta kinetika reaksi. Oleh karena itu, apabila harga konstanta kinetika reaksi
semakin besar maka akan semakin cepat pula reaksi yang terjadi.
Pada perhitungan k2 praktis, digunakan ukuran diameter nozzle pada
variabel 1, 2, dan 3 berturut-turut yaitu sebesar 2,2 cm, 2,1 cm, dan 2 cm.
Sementara itu, pada penentuan k2 teoritis digunakan diameter nozzle 3,3 cm.
Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan nilai k2 teoritis lebih besar daripada
nilai k2 praktis, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan sudah sesuai
dengan teori dimana semakin besar ukuran diameter nozzle maka konstanta
kecepatan reaksi (k2) yang dihasilkan akan semakin besar.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar konsentrasi larutan NaOH, maka semakin banyak jumlah CO2
yang terabsorpsi oleh absorben.
2. Semakin besar konsentrasi larutan NaOH, maka koefisien perpindahan massa
(kGa) juga akan semakin besar.
3. Semakin tinggi konsentrasi larutan NaOH yang digunakan akan semakin besar
nilai KLa.
4. Semakin besar konsentrasi larutan NaOH maka nilai tetapan reaksi antara CO2
dan NaOH (k2) juga akan semakin besar.
5. Semakin besar ukuran diameter nozzle maka semakin besar nilai konstanta kinetika
reaksi.
5.2 Saran
1. Untuk praktikum selanjutnya disarankan agar menggunakan absorben alami,
misalnya kapur tohor.
2. Untuk praktikum selanjutnya disarankan agar mengunakan variabel dengan
variasi lain agar dapat memperluas hasil penelitian.
3. Dalam penggunaan menara packing disarankan untuk menggunakan bahan
isisan menara yang tidak mudah bereaksi dengan fluida yang dimasukkan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiany, S. (2018). Proses Absorbsi Gas CO2 Dalam Biogas Menggunakan Alat
Absorber Tipe Packing Dengan Analisa Pengaruh Laju Alir Absorben NaOH.
Jurnal Teknik Patra Akademika, 9(02), 55-64.
Azizi, M. H., Ramaniya, D. W., & Pujiastuti, C. (2020). Kajian Perpindahan Massa
Ekstraksi Polisakarida pada Biji Asam Jawa dengan Pelarut
NaOH. ChemPro, 1(02), 8-13.
Coulson, J. M.. & Richardson. J. F. (1996). Chemical Engineering: Volume 1: Fluid
Flow. Heat Transfer and Mass Transfer.(5th ed.). London: Butterworth
Heinemann, 32.
Danckwerts, P. V. (1970). Gas Liquid Reactions (5th ed.). New York: McGraw- Hill
Book Company. Inc, 45.
Danckwerts, P. V.. & Kennedy. B. E. (1954). Kinetics of liquid-film process in gas
absorption. Part I: Models of the absorption process. Transaction of the
Institution of Chemical Engineers, 32, S49–S52.
Franks, R. G. E. (1967). Mathematical Modeling In Chemical Engineering. New York:
John Wiley and Sons. Inc, 55.
Goto, S., Levec, J., & Smith, J. M. (1975). Mass transfer in packed beds with two-
phase flow. Industrial & Engineering Chemistry Process Design and
Development, 14(4), 473-478.
Hulett, J. R. (1964). Deviations from the Arrhenius equation. Quarterly Reviews,
Chemical Society, 18(3), 227-242.
Juvekar, V. A. dan Sharma, M. (1972). Absorption of CO. in suspension of lime.
Chemical Engineering Science, 28, 825–837.
Kamopas, W., Asanakham, A., & Kiatsiriroa, T. (2016). Absorption of CO2 in Biogas
with Amine Solution for Biomethane Enrichment. Journal Engineeering Techno
Science, 48(2), 231-241. Doi: 10.5614%2Fj.eng.technol.sci.2016.48.2.9.
Kumoro, A. C. dan Hadiyanto. (2000). Absorpsi Gas Karbondioksid dengan Larutan
Soda Api dalam Ungun Tetap, Forum Teknik, 24(2). 186–195.
Levenspiel, O. (1972). Chemical Reaction Engineering. Chemical Engineering Science
(2nd ed.. Vol. 19). New York: John Wiley and Sons. Inc, 44.
Ningrum, S. S., Mindaryani, A., & Hidayat, M. (2017). Absorpsi CO2 Pada Biogas
Dengan Larutan Methyldiethanolamine (Mdea) Menggunakan Kolom Bahan
Isian. Prosiding SENIATI, D15-1.
Nugroho, D. H. (2017). Recovery using air stripping on jet bubble column. Jurnal Hasil
Penelitian Industri. 6. 59-64.
20
Rahmadyo, A., Cahayandari, D., & Rahardjo, S. (2017). Perbandingan Analisa
Kinetika Reaksi Pembentukan Kerak CaCO3-CaSO4 Menggunakan Persamaan
Arrhenius dan Analisa Differensial Scanning Calorimetry (DSC). Seminar
Nasional.
Rehm, T. R., Moll, A. J. dan Babb, A. L. (1963). Unsteady State Absorption of Carbon
Dioxide by Dilute Sodium Hydroxide Solutions. American Institute of
Chemical Engineers Journal. 9(5). 760–765.
Robiah, R., Renaldi, U., & Melani, A. (2021). Kajian Pengaruh Laju Alir Naoh Dan
Waktu Kontak Terhadap Absorpsi Gas CO2 Menggunakan Alat Absorber Tipe
Sieve Tray. Jurnal Distilasi, 6(2), 27-35.
Salmón, I. R., Cambier, N., & Luis, P. (2018). CO2 Capture by Alkaline Solution for
Carbonate Production: A Comparison between a Packed Column and a
Membrane Contactor. Appl. Sci., 8, 996.
Voyer, R. D., & Miller, A. I. (1968). Improved gas' liquid contacting in co‐current
flow. The Canadian Journal of Chemical Engineering, 46(5), 335-341.
Yincheng, G., Zhenqi, N., & Wenyi, L. (2011). Comparison of removal efficiencies of
carbon dioxide between aqueous ammonia and NaOH solution in a fine spray
column. Energy Procedia, 4, 512-518.
Zheng, Y. and Xu, X. (1992). Study on catalytic distillation processes. Part I. Mass
transfer characteristics in catalyst bed within the column. Transaction of the
Institution of Chemical Engineers. (Part A) 70. 459–46
21
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM PROSES KIMIA
Materi :
ABSORBSI CO2 DENGAN LARUTAN NaOH
A-1
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Pengaruh peubah operasi terhadap jumlah CO2 yang terserap pada berbagai
waktu reaksi.
2. Pengaruh peubah operasi terhadap nilai tetapan perpindahan massa CO2 fase
gas (kGa).
3. Pengaruh peubah operasi terhadap nilai tetapan perpindahan massa CO2 fase
cair (kLa).
4. Pengaruh peubah operasi terhadap nilai tetapan reaksi antara CO2 dan NaOH
(k2) dan membandingkannya dengan data tetapan reaksi di literatur.
II. PERCOBAAN
2.1. Bahan yang Digunakan
1. Kristal natrium hidroksida (NaOH)
2. Gas karbondioksida (CO2) yang disimpan di tabung bertekanan
3. Udara
4. Akuades (H2O)
5. Reagent untuk analisis yaitu larutan HCl, indikator PP, dan MO
2.2. Alat yang Digunakan
A-2
2. Menentukan fraksi ruang kosong pada kolom absorpsi
Pertama, kran di bawah kolom absorpsi dalam posisi tertutup. Setelah itu,
mengalirkan larutan NaOH dari bak penampung 2 ke dalam kolom
absorpsi. Selanjutnya, menghentikan aliran jika timggi cairan di dalam
kolom tepat setinggi tumpukan packing. Mengeluarkan aliran di dalam
kolom dengan membuka kran di bawah kolom, cairan tersebut ditampung
di dalam erlenmeyer atau gelas ukur, kemudian kran ditutup jika cairan
dalam kolom tepat berada pada packing bagian paling bawah. Mencatat
volume cairan sebagai volume ruang kosong dalam kolom absorpsi =
Vvoid. Menentukan volume total kolom absorpsi, yaitu dengan mengukur
𝑛𝐷 2 𝐻
diameter kolom (D) dan 𝑉𝑇 = tinggi tumpukan packing (H).
4
𝑉𝑣𝑜𝑖𝑑
Kemudian menghitung fraksi ruang kosong kolom absorpsi 𝜖 = .
𝑉𝑇
3. Operasi Absorpsi
Operasi absorpsi dilakukan dengan memompa larutan NaOH sesuai
variabel ke dalam kolom melalui bagian atas kolom dengan laju alir
tertentu hingga keadaan mantap tercapai. Selanjutnya mengalirkan gas CO2
melalui bagian bawah kolom dan ukur beda ketinggian cairan dalam
manometer. Kemudian mengambil 10 mL sampel cairan dari dasar kolom
absorpsi tiap 1 menit selama 10 menit dan dianalisis kadar ion karbonat
atau kandungan NaOH bebasnya.
4. Menganalisis Sampel
Mula-mula mengambil 10 mL sampel cairan yang ditempatkan dalam
erlenmeyer. Selanjutnya menambahkan indikator PP 3 tetes dan sampel
dititrasi dengan larutan HCl sesuai variabel sampai warna merah hampir
hilang (kebutuhan titran = a mL). Kemudian menambahkan 2-3 tetes
indikator metil jingga (MO) dan titrasi dilanjutkan lagi sampai warna
jingga berubah menjadi merah (kebutuhan titran=b mL).
2.4 Hasil Percobaan
N HCl (25%) : 0.6 N
Laju alir NaOH 98% : 3 mL/s
Vvoid : 115 mL
Dtabung : 3.3 cm
Ttabung : 30.3 cm
mpikno : 25.15 g
mpikno+air : 49.99 g
mpikno+HCl : 54.5202 g
A-3
Data kebutuhan titran pada konsentrasi NaOH 0,45 N
t Va Vb
0 4,7 1
1 5 1,1
2 5,1 1,1
3 5,2 1,3
4 5,4 1,4
5 5,5 1,5
6 5,5 1,6
7 5,6 1,7
8 5,7 1,9
9 5,9 2
10 6 2,1
N NaOH 98 % 0.45 N
ΔZ 2.2 cm
A-4
Data kebutuhan titran pada konsentrasi NaOH 0,35 N
T(menit) Va(mL) Vb(mL)
0 3,2 0,7
1 3,3 0,8
2 3,5 0,8
3 3,8 0,9
4 4 1
5 4,1 1
6 4,2 1,1
7 4,2 1,2
8 4,4 1,3
9 4,5 1,5
10 4,7 1,6
N NaOH 98 % 0.35 N
ΔZ 2 cm
A-5
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN
B-1
3. Menghitung Kebutuhan HCl 0,6 N 25% dalam 500 mL
𝑉 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐻𝐶𝑙 × 𝑁 𝐻𝐶𝑙 × 𝐵𝑀 𝐻𝐶𝑙
𝑉 𝐻𝐶𝑙 =
𝜌 𝐻𝐶𝑙 × 25% × 1000
500 𝑚𝐿 × 0,6 𝑁 × 36,5 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
𝑉 𝐻𝐶𝑙 =
1,18 gr/mL × 25% × 1000
𝑉 𝐻𝐶𝑙 = 37,118 𝑚𝐿
B-2
LEMBAR PERHITUNGAN
C-1
6 5 1,4 0,084 0.000252
7 5,2 1,5 0,09 0.00027
8 5,3 1,5 0,09 0.00027
9 5,4 1,6 0,096 0.000288
10 5,5 1,7 0,102 0.000306
Rata- 4.909091 1.254545 0.075273 0.000226
rata
3. Menghitung kGa
• Variabel 1 (Konsentrasi NaOH 0,45 N)
0,00018 𝑚𝑜𝑙/𝑠 106 𝑚𝐿
𝑘𝐺𝑎 = ×
259,0241 × 0,4439 × 7,513𝑥105 𝑁/𝑚2 1 𝑚3
𝑚𝑜𝑙
𝑘𝐺𝑎 = 2,0833 × 10-6 𝑚3 .𝑃𝑎.𝑆
C-2
Variabel (N) Rata-rata CO2 yang terserap (mol/s) KGa (mol/Pa.m3.s)
0,45 0,00018 2,083 × 10−6
0,4 0,000226 2,616 × 10−6
0,35 0,000195 2,257 × 10−6
4. Menghitung -∆P
𝑘𝑔 𝑘𝑔
𝜌 𝐻𝑔 = 13554 , 𝜌 𝐶𝑂2 = 1,98 , 𝑔𝑐 = 1
𝑚3 𝑚3
• Variabel 1 (Konsentrasi NaOH 0,45 N)
𝑔
−∆𝑃 = ∆𝑧 × (𝜌 𝐻𝑔 − 𝜌 𝐶𝑂2 )
𝑔𝑐
𝑘𝑔 𝑘𝑔 9,8 𝑚
−∆𝑃 = 0,022 𝑚 × (13554 3
, −1,98 3 )
𝑚 𝑚 1𝑠 2
𝑘𝑔
−∆𝑃 = 2921,8155
𝑚2
Variabel (N) Δz (m) Nilai -ΔP
0,45 0,022 2921,815512
0,4 0,021 2789,005716
0,35 0,02 2656,19592
5. Menghitung v CO2
1 1
𝑆1 = 𝜋𝐷2 = (3,14)(0,021 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟)2 = 3,46185 × 10−4 𝑚2
4 4
1 1
𝑆2 = 𝜋𝐷2 = (3,14)(0,015 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟)2 = 1,76625 × 10−4 𝑚2
4 4
∝ = 1 dan Σ𝐹 = 1
• Variabel 1 (Konsentrasi NaOH 0,45 N)
−Δ𝑃
2 ∝ 𝑔𝑐 (𝜌𝐶𝑂 ) × Σ𝐹
2
𝑣𝐶𝑂2 = √
𝑆1
−1
𝑆2
𝑘𝑔
𝑚 2921,8155 𝑚2
2(1)(1 2 ) ( )×1
𝑠 𝑘𝑔
1,98 3
𝑣𝐶𝑂2 = 𝑚
3,46185 × 10−4 𝑚2
−1
√ 1,76625 × 10−4 𝑚2
𝑣𝐶𝑂2 = 55,4463 𝑚/𝑠
C-3
Variabel (N) 𝑣CO2 (m/s2)
0,45 55,446378
0,4 54,17157822
0,35 52,86604713
0,45 0,02350
0,4 0,01523
0,35 0,01839
Rata-Rata 0,01904
C-4
8. Menghitung Densitas dan Viskositas NaOH
Menghitung nilai a terlebih dahulu dari persamaan :
6(1 − 𝜀)
𝑎=
̅̅̅̅
𝐷𝑃
6(1 − 0,4439)
𝑎=
1,904 × 10−2 𝑚
𝑎 = 1,7519 × 102 𝑚 −1
Perhitungan densitas dan viskositas NaOH pada suhu 300C (303 K)
• NaOH 0,45 N
a. Densitas NaOH
0,45 𝑚𝑜𝑙 40 𝑔𝑟 1 𝑚𝐿
%w NaOH = 1000 𝑚𝐿 × × (0,998 𝑔𝑟) × 100% = 1,8036%
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑞
% 200C 400C
1 1,0095 1,0033
2 1,0207 1,0139 Perry Hand Book, (1997)
C-5
b. Viskositas NaOH 0,45 N
0,45 𝑚𝑜𝑙 40 𝑔𝑟 1 𝑚𝐿
%w NaOH = 1000 𝑚𝐿 × × (0,998 𝑔𝑟) × 100% = 1,8036%
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑞
0
C 0% 5%
30 0,80 1,03 (Liquiflo, 2001)
Interpolasi untuk mendapatkan konsentrasi 1,8036 %
𝑥 − 𝑥1 𝑦 − 𝑦1
=
𝑥2 − 𝑥1 𝑦2 − 𝑦1
1,8036 − 0 𝑦 − 0,80
=
5−0 1,03 − 0,80
𝑦 = 0,8829
Jadi viskositas NaOH 1,803% pada suhu 300C adalah 𝜇 = 0,8829,
𝑐𝑃 = 0,8829 × 10−3 kg/m.s
• NaOH 0,4 N
a. Densitas NaOH
0,4 𝑚𝑜𝑙 40 𝑔𝑟 1 𝑚𝐿
%w NaOH = 1000 𝑚𝐿 × × (0,998 𝑔𝑟) × 100% = 1,6032%
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑞
% 200C 400C
1 1,0095 1,0033
2 1,0207 1,0139 Perry Hand Book, (1997)
C-6
30 − 20 𝑦 − 1,0162
=
40 − 20 1,0096 − 1,0162
𝑦 = 1,01297
Jadi densitas NaOH 1,6032 % pada suhu 300C adalah 1,01297 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
= 1012,97 𝑘𝑔/𝑚3
b. Viskositas NaOH 0,4 N
0,4 𝑚𝑜𝑙 40 𝑔𝑟 1 𝑚𝐿
%w NaOH = 1000 𝑚𝐿 × × (0,998 𝑔𝑟) × 100% = 1,6032%
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑞
0
C 0% 5%
30 0,80 1,03 Liquiflo, 2001
Interpolasi untuk mendapatkan konsentrasi 2,04 %
𝑥 − 𝑥1 𝑦 − 𝑦1
=
𝑥2 − 𝑥1 𝑦2 − 𝑦1
1,6032 − 0 𝑦 − 0,80
=
5−0 1,03 − 0,80
𝑦 = 0,8737
Jadi viskositas NaOH 1,603% pada suhu 300C adalah 𝜇 = 0,8737,
𝑐𝑃 = 0,8737 × 10−3 kg/m.s
• NaOH 0,35 N
a. Densitas NaOH
0,41 𝑚𝑜𝑙 40 𝑔𝑟 1 𝑚𝐿
%w NaOH = 1000 𝑚𝐿 × × (0,998 𝑔𝑟) × 100% = 1,4028%
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑞
% 200C 400C
1 1,0095 1,0033
2 1,0207 1,0139 Perry Hand Book, (1997)
C-7
% 200C 400C
1,403 1,0140 1,0075
c. Interpolasi suhu pada NaOH 2,9 %
𝑥 − 𝑥1 𝑦 − 𝑦1
=
𝑥2 − 𝑥1 𝑦2 − 𝑦1
30 − 20 𝑦 − 1,0140
=
40 − 20 1,0075 − 1,0140
𝑦 = 1,01079
Jadi densitas NaOH 1,403 % pada suhu 300C adalah 1,01079 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
= 1010,79 𝑘𝑔/𝑚3
b. Viskositas NaOH 0,35 N
0,35 𝑚𝑜𝑙 40 𝑔𝑟 1 𝑚𝐿
%w NaOH = 1000 𝑚𝐿 × × (0,998 𝑔𝑟) × 100% = 1,4028%
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑞
0
C 0% 5%
30 0,80 1,03 Liquiflo, 2001
Interpolasi untuk mendapatkan konsentrasi 1,403 %
𝑥 − 𝑥1 𝑦 − 𝑦1
=
𝑥2 − 𝑥1 𝑦2 − 𝑦1
1,4028 − 0 𝑦 − 0,80
=
5−0 1,03 − 0,80
𝑦 = 0,8645
Jadi viskositas NaOH 2,04% pada suhu 300C adalah 𝜇 = 0,8645,
𝑐𝑃 = 0,8645 × 10−3 kg/m.s
Variabel %w NaOH Densitas NaOH Viskositas NaOH
(N) (Kg/m3) (Kg/m.s)
0,5 1,8036 1015,1593 0,8830×10-3
0,4 1,6032 1012,9749 0,8737 ×10-3
0,35 1,4028 1010,7906 0,8645×10-3
9. Menghitung KLa
• Variabel 1 (Konsentrasi NaOH 0,45 N)
0,5
0,3
𝐾𝐿𝑎 . 2,350 × 10−2 𝑚 1015,16 𝑘𝑔/𝑚3 × 3 × 10−6 𝑚3 /𝑠 0,8829 × 10−3 kg/m. s
= 0,2258 × ( ) ×( )
−9 𝑚2 0,8829 × 10−3 kg/m. s × 1,751 × 103 𝑚 −1 𝑚2
2,1 × 10 1015,16 𝑘𝑔/𝑚3 × 2,1 × 10−9 𝑠
𝑠
C-8
Variabel ρ NaOH μ NaOH DP KLa
(N) (kg/m3) (kg/m.s) (m) (m3/s)
0,45 1015,15 0,8829 × 10−3 2,350 × 10−2 1,2639 × 10-7
0,4 1012,97 0,8737 × 10−3 1,522 × 10−2 1,9471 × 10-7
0,35 1010,79 0,8645 × 10−3 1,839 × 10−2 1,6089 × 10-7
b. Mencari Ra
Ra = Q NaOH x N CO2terserap rata-rata
• Variabel 1 (Konsentrasi NaOH 0,45 N)
Ra = 3 × 10−3 𝐿/𝑠 × 0,091091 𝑚𝑜𝑙/𝐿
𝑅𝑎 = 2,7327 × 10 −4 𝑚𝑜𝑙/𝑠
c. Mencari [OH-]
(𝑉𝑎 − 𝑉𝑏) × 𝑁 𝐻𝐶𝑙
[𝑂𝐻 − ] =
𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
• Variabel 1 (Konsentrasi NaOH 0,45 N)
(5,4182 𝑚𝐿 − 1,5182 𝑚𝐿) × 0,6 𝑁
[𝑂𝐻 − ] =
1 × 10 𝑚𝑙
[𝑂𝐻 − ] = 0,234 𝑁 = 234 𝑚𝑜𝑙/m3
d. Menghitung nilai k2
𝑎 × 𝐻 × 𝜌 𝑔𝑎𝑢𝑔𝑒 × √𝐷𝐴 × 𝑘2 × [𝑂𝐻 − ]
𝑅𝑎 =
𝑎 × 𝐻 × √𝐷𝐴 × 𝑘2 × [𝑂𝐻 − ]
1+
𝑘𝐺𝑎
Dengan a = hasil perhitungan di pos KLa, Pgauge = 6,5 x 10-5
• Variabel 1 (Konsentrasi NaOH 0,45 N)
𝑚𝑜𝑙 𝑚 𝑚𝑜𝑙
1,751 × 103 𝑚 × 2,88 × 10−4 × 6,5 × 105 𝑃𝑎 × √2,1 × 10−9 2 × 𝑘2 × 234 3
𝑚3 𝑃𝑎 𝑠 𝑚
8,870 × 10−4 𝑚𝑜𝑙/𝑠 =
3 −4 𝑚𝑜𝑙 √ −9 𝑚 𝑚𝑜𝑙
1,751 × 10 𝑚 × 2,88 × 10 × 2,1 × 10 × 𝑘2 × 234 3
𝑚3 𝑃𝑎 𝑠2 𝑚
1+
2,0833 × 10−5
𝑘2 = 1,0771 × 10−12
C-9
Variabel N NaOH Ra [OH-] k2 Praktis
(N) baru (mol/L) (mol/s) (mol/m3) (m3/mol.s)
0,45 0,3300 0,009 × 10−3 234 1,857 × 10−6
C −k 2 × CCO2 × ε × π × D2c
lnCN |CNx = [z]z0
N0 4 × Q NaOH
−k 2 × CCO2 × ε × π × D2c × ∆z
ln CNx − ln CN0 =
4 × Q NaOH
• Variabel 1 (Konsentrasi NaOH 0,45 N)
−k2 ×CCO2 ×ε×π×D2c ×∆z
ln CNx − ln CN0 = 4×Q NaOH
mol
−k2 × 0,0910 × 0,4243 × π ×(0,33 dm)2 × 0,22 dm
L
ln(0,3300 N) − ln(0,45 N) = 4 × 0,012 L/s
k2 = 1,2789 dm3/mol.s
Variabel (N) K2 Teoritis (dm3/mol.s)
0,45 1,2789
0,4 2,4684
0,35 2,9503
C-10
LEMBAR ASISTENSI
DIPERIKSA TANDA
KETERANGAN
NO TANGGAL TANGAN
D-1