0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
67 tayangan155 halaman

Bismillahirahmanirahim

Tugas akhir ini membahas model transportasi pupuk curah kering dari Gresik ke Bali dan Nusa Tenggara. Beberapa metode pengemasan pupuk diuji untuk menentukan yang paling efisien dalam menurunkan biaya angkut. Hasilnya, pengiriman tanpa pengemasan ke Bali dan melalui hub di Lembar ke Nusa Tenggara merupakan metode terbaik.

Diunggah oleh

Alvin Almuhandis
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
67 tayangan155 halaman

Bismillahirahmanirahim

Tugas akhir ini membahas model transportasi pupuk curah kering dari Gresik ke Bali dan Nusa Tenggara. Beberapa metode pengemasan pupuk diuji untuk menentukan yang paling efisien dalam menurunkan biaya angkut. Hasilnya, pengiriman tanpa pengemasan ke Bali dan melalui hub di Lembar ke Nusa Tenggara merupakan metode terbaik.

Diunggah oleh

Alvin Almuhandis
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 155

FINAL PROJECT – MN 091482

STUDY OF FERTILIZER DISTRIBUTION THROUGH THE SEA CASE


STUDY OF GRESIK – BALI AND NUSA TENGGARA

ALVIN HABARA
NRP 4107100074

Supervisor
Dr. Ing. Setyo Nugroho

Department of Naval Architecture and Shipbuilding


Falculty of Marine Technology
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2013
TUGAS AKHIR – MN 091482

STUDI DISTRIBUSI PUPUK LEWAT LAUT STUDI KASUS : GRESIK – BALI


DAN NUSA TENGGARA

ALVIN HABARA
NRP 4107100074

Dosen Pembimbing
Dr. Ing. Setyo Nugroho

Jurusan Teknik Perkapalan


Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2013

ii
LEMBAR PENGESAHAN

STUDI DISTRIBUSI PUPUK LEWAT LAUT STUDI KASUS : GRESIK – BALI dan
NUSA TENGGARA

TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Bidang Studi Transportasi Laut
Jurusan Teknik Perkapalan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh:

ALVIN HABARA
NRP 4107100074

Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir

Dr. Ing. Setyo Nugroho TANDA TANGAN......................

SURABAYA, 12 JULI 2013

iii
LEMBAR REVISI

STUDI DISTRIBUSI PUPUK LEWAT LAUT STUDI KASUS : GRESIK – BALI DAN
NUSA TENGGARA

TUGAS AKHIR
Telah direvisi sesuai hasil sidang Ujian Tugas Akhir
1 Juli 2013
Bidang Studi Transportasi Laut
Jurusan Teknik Perkapalan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh:

ALVIN HABARA

N.R.P. 4107100074

Disetujui oleh tim dosen penguji tugas Akhir

1. Ir. Triwilaswandio W.P. M.Sc. ………..…………………………

2. Ir. Tri Achmadi, Ph.D. ……….……..…………………..

3. Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. ……….……..…………………..

4. I.G.N. Sumanta Buana, S.T., M.Eng ……….……..…………………..

Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir

Dr. Ing. Setyo Nugroho (……………………………)


Dr. Ing. Setyo I.G.N. Sumanta Buana,
Nugroho S.T., M.Eng.

SURABAYA, JULI 2013

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan kasih
sayangnya penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir yang berjudul : “Model Transportasi
Laut Komoditi Curah Kering : Studi Kasus Angkutan Laut Pupuk Domestik” dapat
deselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan
kita, Nabi Besar Muhammad SAW yang memberikan petujuk kebenaran bagi kita semua.

Tugas akhir ini dapat diselesaikan oleh penulis dengan baik berkat kerjasama dan
dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua saya yang selalu mendoakan dan mendukung saya

2. Bapak Dr. Ing. Setyo Nugroho selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan kesabaran untuk membimbing penulis serta memberikan arahan selama
pengerjaan tugas akhir.

3. Almarhum Ir. Setyoprajudo, M.SE.yang dahulu pernah membimbing dan membagi


ilmunya. Dan karyanya mengenai metode optimasi yang banyak menjadi referensi
untuk Tugas Akhir mahasiswa. Semoga urusan akhirat beliau diringankan

4. Tim dosen prodi transportasi laut (sesuai abjad) Firmanto Hadi, S.T., M.Sc,
I.G.N. Sumanta Buana, ST, M.Eng, dan Ir. Tri Achmadi Ph.D. yang memberikan
ilmu - ilmu baru mengenai dunia transportasi laut, serta kesabarannya mendidik
mahasiswa

5. Prof. Ir. I.K.A.P. Utama, M.Sc., Ph.D selaku Kepala Jurusan Teknik Perkapalan
yang telah menyediakan segala fasilitas selama penulis menempuh perkuliahan di
Jurusan Teknik Perkapalan.

6. Bapak Rusdiyanto GM Dirtek PT Petrokimia Gresik yang telah meluangkan waktu


untuk membagi sebagian data untuk menunjang penelitian pada tugas akhir ini

7. Rekan - rekan dari PT Petrokimia Gresik, Pak Kadek Selaku Manager Diswil II,
Mas Cahya Aditya, Mas Dhamar dan rekan - rekan dari Diswil II yang telah rela
meluangkan waktunya untuk bercerita dan membimbing saya agar penelitian
dalam tugas akhir ini selesai

8. Kepada Farid Heradi kawan saya yang ikhlas untuk mencarikan tempat tinggal
selama proses survey pada penelitian tugas ini berlalngsung
v
9. Kepada rekan - rekan lab transportasi lt.4 mas Ferdhy, mas Yustaf, mas Zein yang
memberi izin untuk melaksanakan penulisan di lab lt. 4 serta bimbingannya

10. Kepada rekan - rekan lab transportasi lt.3 mbak Ni Luh, mas Irwan, Evan Eryanto
yang rela membagi ilmu supaya Tugas Akhir ini lebih baik serta I Putu Agi
Sumara Jaya yang rela mengajarkan konsep multiport melalui telepon.

11. Kepada seluruh kawan - kawan yang mendoakan agar Tugas Akhir ini lekas
selesai dan lancar semoga Allah membalas doa kalian dengan balasan berlipat
yang lebih baik

12. Kepada R. Mahardiga Gema Putra dari UTM Malaysia, I Nyoman Prasetya
Permana dari Universiti Petronas dan bang Tegas Febryanto dari Pupuk Indonesia
yang membantu penyempurnaan Tugas Akhir ini dan kawan - kawan dari Teknik
Perkapalan baik senior maupun junior

Penulis menyadari bahwa di dalam pengerjaannya, tugas akhir ini masih memiliki banyak
kekurangan maka penulis mengharapkan saran dan kritik emi kesempurnaan tugas akhir ini.
Penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
semua pihak pada umumnya.

Surabaya, Januari 2013

Penulis

vi
STUDI DISTRIBUSI PUPUK LEWAT LAUT STUDI KASUS : GRESIK – BALI DAN NUSA TENGGARA

Nama: Alvin Habara


NRP: 4107100074
Jurusan: Teknik Perkapalan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Pembimbing: Dr. Ing. Setyo Nugroho

ABSTRAK

Selama ini kondisi pengiriman muatan pupuk untuk daerah Bali dan Nusa Tenggara dari
Gresik, relativ lebih mahal dibandingkan dengan daerah – daerah lain. Oleh karena itu perlu
adanya metoda pengemasan dan pengapalan yang ideal untuk menurunkan biaya transportasi
laut. Untuk mendapatkannya terdapat berbagai macam cara untuk mengemas muatan pupuk
curah kering antara lain menggunakan Sling Bag, In Bag Loss Cargo, dan Paket Pallet.
Masing - masing dari metoda pengemasan memiliki kompabilitas dengan kapal pengangkut
yang akan mengangkut. Tiap metoda pengemasan memiliki kinerja bongkar muat yang
berpengaruh kepada kinerja kapal, baik Sea Time dan Port Time. Adapun kondisi pengiriman
pupuk yang ideal Gresik – Bali dan Nusa Tenggara adalah : untuk Gresik menuju Bali dengan
tanpa pengemasan dengan satu kapal Bulk Carrier dengan kisaran ukuran 5001 – 10000
DWT. Untuk Gresik menuju Nusa Tenggara adalah dengan tanpa pengemasan menuju ke hub
di Lembar dengan masing – masing sebuah kapal Bulk Carrier kisaran di bawah 5000 DWT
dan 5001 – 10000 DWT, sedangkan dari hub ke tujuan dibutuhkan tiga Kapal Layar Motor
kisaran 126 – 250 DWT, dua Kapal Layar Motor kisaran 251 – 500 DWT, empat Kapal Layar
Motor kisaran 501 – 750 DWT.

Kata kunci: Model Transportasi, Pupuk, Kombinasi Pemuatan, Pengemasan.

vii
STUDY OF FERTILIZER DISTRIBUTION THROUGH THE SEA STUDY CASE OF GRESIK – BALI AND NUSA TENGGARA

Name: Alvin Habara


NRP: 4107100074
Departement: Naval Architecture and Ship Building
Faculty of Marine Technology
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Supervisor: Dr. Ing. Setyo Nugroho

ABSTRACT

There are a lot of ways to pack dry bulk fertilizer load by using Sling Bag, Bag Loss Cargo
and Pallet Packet. Each of the methods have compatibilty with te cargo ship. Each methods
also have different cargo handling time in which will affect to the shipment capacity of the
ship towards the Sea Time or the Port Time. "Kinerja" of the ship affects to the sea logistic
fertilizer cost in the form of dry bulk. A Good form of transportation is the one that has the
lowest logistic cost. Other than that, there's also the plan of moving the center of the fertilizer
distribution to Lombok.

From all of the calculations of the different packaging methods and with the compatible ship
with the lowest obtained cost, distribution warehouse will have 238,55% uilization, which
means that there's a need to add more capacity to the warehouse with a ship that serve Bulk
Carrier KM Bosowa Lima KM, Swadaya Lestari and General Cargo KM Tanto Murni with
100% Package Pallet and KM Fitria Permata with 100% packaging in Bag loss Cargo,
whereas the scenario of the distribtuion has a lower cost by 9.9% compared if the packaging
plant in Banyuwangi with contracted cargo 93336.3 Ton of Fertilizer.

Keywords: Transportation Model, Fertilizer, Shipment Combination, Unit Cost.

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................iii
LEMBAR REVISI.....................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR................................................................................................................v
ABSTRAK................................................................................................................................vii
ABSTRACT............................................................................................................................viii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................xv
DAFTAR GRAFIK...............................................................................................................xviii
Bab 1. PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah......................................................................................................2
1.3. Tujuan Tugas Akhir.....................................................................................................3
1.4. Manfaat Tugas Akhir...................................................................................................3
1.5. Batasan Masalah...........................................................................................................3
Bab 2. DASAR TEORI............................................................................................................4
2.1. Pendahuluan.................................................................................................................4
2.2. Transportasi..................................................................................................................4
2.3. Analisis Biaya Manfaat................................................................................................5
2.4. Biaya Transportasi Laut...............................................................................................6
2.4.1. Komponen biaya operasional................................................................................7
2.4.2. Biaya Operasional (Operational Cost)...............................................................11
2.4.3. Biaya Pelayaran (Voyage Cost)..........................................................................13
2.4.4. Biaya Bongkar Muat (Cargo Handling Cost).....................................................15
2.4.5. Sistem Tarif Penyewaan Kapal (Chartering).....................................................16
2.5. Pola Pengangkutan Pupuk..........................................................................................19
2.6. Unit cost distribusi pupuk..........................................................................................23
Bab 3. Metodologi Penelitian................................................................................................25
3.1. Pendahuluan...............................................................................................................25

ix
3.2. Metode Pengumpulan Data........................................................................................25
3.2.1. Pengumpulan Data Secara Langsung (Primer)...................................................25
3.2.2. Pengumpulan Data Secara Tidak Langsung (Sekunder)....................................26
3.3. Analisia Data..............................................................................................................26
3.3.1. Identifikasi Kebutuhan Pengiriman....................................................................26
3.3.2. Identifikasi Sarana dan Prasarana Saat Ini..........................................................26
3.3.3. Identifikasi Pola Operasional Distribusi Saat Ini................................................26
3.3.4. Analisis pengangkutan tanpa kemasan...............................................................26
3.3.5. Analisis pengangkutan pupuk dengan kemasan karung.....................................27
3.3.6. Analisis pengangkutan pupuk dengan pemaketan sling bag..............................27
3.3.7. Perbandingan biaya dan manfaat........................................................................27
3.4. Diagram Alur Berpikir...............................................................................................28
Bab 4. Gambaran Kondisi Saat Ini........................................................................................29
4.1. Pendahuluan...............................................................................................................29
4.2. Tujuan Pengangkutan Pupuk......................................................................................29
4.2.1. Gambaran Umum................................................................................................29
4.2.2. Komoditas lahan per daerah................................................................................31
4.2.1. Kondisi Pengiriman Saat Ini...............................................................................33
4.2.2. Rute Distribusi Pupuk.........................................................................................34
4.2.3. Skema Pengiriman Pupuk 1 (Nusa Tenggara)....................................................36
4.2.4. Skema Pengiriman Pupuk 2 (Bali)......................................................................43
4.3. Fasilitas Penunjang Distribusi Pupuk.........................................................................44
4.3.1. Pemasok Pupuk...................................................................................................44
4.3.2. Pengantongan Pupuk...........................................................................................46
4.3.3. Pelabuhan............................................................................................................46
4.3.4. Pergudangan........................................................................................................55
4.4. Jenis Pupuk.................................................................................................................56
4.4.1. SP36....................................................................................................................56
4.4.2. ZA.......................................................................................................................57
4.4.3. NPK 15 - 15 -15..................................................................................................58
4.4.4. Organik...............................................................................................................59
4.5. Metoda Pemaketan Pupuk..........................................................................................60
4.5.1. Sling Bag.............................................................................................................60

x
4.5.2. In Bag Loss Cargo..............................................................................................61
4.5.3. Paket Pallet..........................................................................................................63
4.5.4. Kontainer.............................................................................................................63
4.5.1. Kinerja Pemuatan................................................................................................64
4.6. Kapal Pemasok Pupuk................................................................................................65
4.6.1. Kapal Bulk Carrier..............................................................................................65
4.6.2. Kapal Layar Motor..............................................................................................67
4.6.3. Kapal General Cargo...........................................................................................68
4.6.4. Pengkelasan Kapal..............................................................................................69
4.7. Metoda Penyewaan Kapal..........................................................................................70
4.8. Perusahaan Pelaksana Distribusi Pupuk Domestik....................................................71
Bab 5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN...........................................................................76
5.1. Evaluasi Skenario Berdasakan Biaya Minimum........................................................76
5.2. Biaya Pelayaran..........................................................................................................76
5.2.1. Biaya bahan bakar...............................................................................................76
5.2.2. Biaya Alat Pembantu..........................................................................................77
5.2.3. Biaya Kepelabuhanan.........................................................................................78
5.3. Biaya Penyusutan.......................................................................................................79
5.4. Biaya Operasional Kapal............................................................................................80
5.4.1. Biaya Pelumas.....................................................................................................80
5.4.2. Biaya Air Tawar..................................................................................................80
5.4.3. Gaji dan biaya makan..........................................................................................81
5.4.4. Pemeliharaan Kapal Rutin 1 tahunan..................................................................81
5.4.5. Pemeliharaan Kapal Rutin 3 tahunan..................................................................82
5.5. Biaya Bongkar Muat..................................................................................................82
5.6. Karakteristik Unit Cost Masing - Masing Pemaketan................................................84
5.7. Pemilihan Skenario Dengan Biaya Terendah.............................................................87
5.8. Evaluasi Skenario Distribusi 1 – Nusa Tenggara.......................................................89
5.8.1. Evaluasi pengiriman dari sumber produksi ke pengantongan............................89
5.8.2. Evaluasi Kapal Layar Motor (Pilihan A)............................................................90
5.8.3. Evaluasi Kapal General Cargo (Pilihan B).........................................................94
5.9. Evaluasi Skenario Distribusi 2 – Nusa Tenggara.......................................................97
5.9.1. Evaluasi pengiriman dari sumber produksi ke pengantongan............................97

xi
5.9.2. Evaluasi Kapal Layar Motor (Pilihan A)............................................................98
5.9.3. Evaluasi Kapal General Cargo (Pilihan B).......................................................102
5.10. Evaluasi Skenario Distribusi 3 – Nusa Tenggara.................................................104
5.10.1. Evaluasi Kapal Kontainer.................................................................................104
5.10.2. Evaluasi Kapal Layar Motor.............................................................................106
5.11. Evaluasi Skenario Distribusi 1 – Bali...................................................................109
5.12. Evaluasi Skenario Distribusi 2 – Bali...................................................................111
5.13. Evaluasi Skenario Distribusi 3 – Bali...................................................................113
5.14. Evaluasi Skenario Distribusi 4 – Bali...................................................................114
5.15. Perbandingan Tiap Skenario dan Pilihan..............................................................115
5.15.1. Skema 1 (Nusa Tenggara).................................................................................116
5.15.1. Skema 2 (Bali)..................................................................................................117
5.16. Kondisi Distribusi Masa Depan............................................................................118
Bab 6. PERGUDANGAN PUSAT DISTRIBUSI...............................................................119
6.1. Skema 1 (Nusa Tenggara)........................................................................................120
6.1.1. Skenario 1 Pilihan A.........................................................................................120
6.1.2. Skenario 1 Pilihan B.........................................................................................120
6.1.3. Skenario 2 Pilihan A.........................................................................................121
6.1.4. Skenario 2 Pilihan B.........................................................................................122
6.1.5. Skenario 3.........................................................................................................123
6.2. Skema 2 (Bali)..........................................................................................................124
6.2.1. Skenario 1.........................................................................................................124
6.2.2. Skenario 2.........................................................................................................124
6.2.3. Skenario 3.........................................................................................................125
6.2.4. Skenario 4.........................................................................................................125
Bab 7. LABA MUATAN PUPUK......................................................................................126
7.1. Komponen biaya lain dan Pendapatan.....................................................................126
7.2. Skema 1 (Nusa Tenggara)........................................................................................128
7.2.1. Skenario 1 A.....................................................................................................128
7.2.2. Skenario 1 B......................................................................................................129
7.2.3. Skenario 2 A.....................................................................................................130
7.2.4. Skenario 2 B......................................................................................................131
7.2.5. Skenario 3.........................................................................................................132

xii
7.3. Skema 2 (Bali)..........................................................................................................133
Bab 8. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................135
8.1. Kesimpulan...............................................................................................................135
8.2. Saran.........................................................................................................................136
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................137

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Kapal Bulk Carrier..................................................................................16


Gambar 2.2 Pihak Penanggung Komponen Biaya....................................................................18
Gambar 2.3 Proses Pemuatan pada Kapal Curah Kering.........................................................20
Gambar 2.4 Paket Sling Bag Sedang di Angkut.......................................................................21
Gambar 2.5 Pekerja Sedang Memindahkan Karung Pupuk......................................................22
Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir.................................................................28
Gambar 4.1 Lokasi Pulau Tujuan dan Provinsi NTB dan NTT................................................31
Gambar 4.2 Alur Pengiriman Pupuk Saat Ini...........................................................................34
Gambar 4.3 Lokasi Pelabuhan Produksi, Pengantongan, dan Penerima..................................35
Gambar 4.4 Lokasi Pelabuhan Bali..........................................................................................35
Gambar 4.5 Alur Pengantongan Pupuk....................................................................................36
Gambar 4.6 Alur Skema, Skenario dan Pilihan distribusi pupuk.............................................37
Gambar 4.7 Rute Skenario 1 Pilihan A.....................................................................................39
Gambar 4.8 Rute Skenario 1 Pilihan B.....................................................................................40
Gambar 4.9 Rute Skenario 2 Pilihan A.....................................................................................41
Gambar 4.10 Rute Skenario 2 Pilihan B...................................................................................41
Gambar 4.11 Rute Skenario 3...................................................................................................42
Gambar 4.12 Rute Skenario 3...................................................................................................43
Gambar 4.13 Lokasi Produksi Pupuk.......................................................................................44
Gambar 4.14 Lokasi Pelabuhan Tanjungwangi........................................................................45
Gambar 4.15 Foto Udara Pelabuhan Petrokimia Gresik...........................................................47
Gambar 4.16 Gudang Pelabuhan Petrokimia............................................................................47
Gambar 4.17 Suction, Alat Bongkar Muat Muatan Curah Kering...........................................48
Gambar 4.18 Metal Spiral Sebagai Alat Pemindah Muatan pada Suction...............................48
Gambar 4.19 Grab Sebagai Alat Bongkar Muat Curah Kering................................................49
Gambar 4.20 Foto Udara Pelabuhan Tanjungwangi.................................................................50
Gambar 4.21 Foto Udara Pelabuhan Lembar...........................................................................50
Gambar 4.22 Foto Udara Pelabuhan Badas..............................................................................51
Gambar 4.23 Foto Udara Pelabuhan Ende................................................................................52

xiv
Gambar 4.24 Foto Udara Pelabuhan Waingapu.......................................................................53
Gambar 4.25 Foto Udara Pelabuhan Tenau..............................................................................53
Gambar 4.26 Pelabuhan Benoa – Membongkar muatan karung..............................................54
Gambar 4.27 Butiran Pupuk SP36............................................................................................55
Gambar 4.28 Butiran Pupuk ZA...............................................................................................56
Gambar 4.29 Butiran Pupuk NPK 15-15-15.............................................................................57
Gambar 4.30 Butiran Pupuk Organik.......................................................................................58
Gambar 4.31 Alur Pemaketan Karung Pupuk...........................................................................58
Gambar 4.32 Sling Bag.............................................................................................................59
Gambar 4.33 karung Loss Cargo yang Sedang diangkut Pallet................................................60
Gambar 4.34 Karung Loss Cargo Setelah di Tata di Dalam Kapal..........................................60
Gambar 4.35 Contoh Muatan Pallet yang Dipaketkan dengan Wrap......................................61
Gambar 4.36 Ilustrasi Muatan sak pupuk didalam kontainer...................................................61
Gambar 4.37 Ilustrasi Muatan Kontainer di Kapal...................................................................62
Gambar 4.38 Kapal Bulk Carrier..............................................................................................64
Gambar 4.39 Rise dan Tank Top Pada Ruang Muat Kapal Bulk Carrier.................................64
Gambar 4.40 Kapal Layar Motor..............................................................................................65
Gambar 4.41 Kapal General Cargo...........................................................................................66
Gambar 5.1 Mekanisme Pengambilan Keputusan Untuk Biaya Terendah...............................86

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jarak dan Freight Muatan Pupuk................................................................................2


Tabel 1.2 Selisih Jarak dan Unit Cost dengan Daerah Lain.......................................................2
Tabel 2.1 Aksesibilitas Muatan Terhadap Kapal......................................................................23
Tabel 4.1 Daftar Kebutuhan Pupuk Nasional...........................................................................30
Tabel 4.2 Daftar Kebutuhan Pupuk Provinsi NTB, NTT, dan Bali..........................................31
Tabel 4.3 Daftar Komoditas di Provinsi NTB dan NTT...........................................................32
Tabel 4.4 Konsumsi Pupuk Untuk Masing - Masing Pulau......................................................33
Tabel 4.5 Alokasi Pasokan Pupuk Untuk Masing – Masing Propinsi......................................33
Tabel 4.6 Kondisi Pengiriman Pupuk Saat Ini..........................................................................34
Tabel 4.7 Skenario, Kapal, dan Rute yang dilayani..................................................................38
Tabel 4.8 Kapal Yang Digunakan dari Tempat Produksi ke Pengantongan.............................38
Tabel 4.9 Kapal Yang Digunakan dari Tempat Pengantongan ke Pelabuhan Tujuan..............38
Tabel 4.10 Kombinasi Kemungkinan Rute 1 Skenario 1.........................................................39
Tabel 4.11 Kombinasi Kemungkinan Rute 2 Skenario 1.........................................................41
Tabel 4.12 Pasokan Pupuk Impor.............................................................................................45
Tabel 4.13 Kapasitas Gudang Masing - Masing Pulau.............................................................55
Tabel 4.14 Biaya Sewa Gudang................................................................................................55
Tabel 4.15 Kinerja Bongkar Muat Tiap Pemaketan.................................................................63
Tabel 4.16 Aksesibilitas Pemuatan di Kapal............................................................................63
Tabel 4.17 Spesifikasi Teknis Kapal Bulk Carrier...................................................................65
Tabel 4.18 Spesifikasi Teknis Kapal Layar Motor...................................................................66
Tabel 4.19Spesifikasi Teknis Kapal General Cargo.................................................................67
Tabel 4.20 Pengkelasan Kapal berdasarkan ukuran (DWT).....................................................67
Tabel 4.21 Perbandingan Biaya Total Voyage Charter dan Time Charter...............................69
Tabel 4.22 Daftar Perusahaan Rekanan dan Kapasitas Kapal yang Dimiliki...........................70
Tabel 5.1 Daftar Biaya Bahan Bakar........................................................................................75
Tabel 5.2 Harga Alat Pembantu Muatan...................................................................................76
Tabel 5.3 Faktor Jumlah Kebutuhan Alat.................................................................................76
Tabel 5.4 Biaya Sandar Pelabuhan Pelra..................................................................................77

xvi
Tabel 5.5 Biaya Sandar Pelabuhan Kapal baja.........................................................................77
Tabel 5.6 Tarif Bongkar Muat di Tiap Daerah.........................................................................81
Tabel 5.7 Upah Buruh Bongkar Muat.......................................................................................81
Tabel 5.8 Kinerja kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 1........................................................87
Tabel 5.9 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Skenario 1.........................................87
Tabel 5.10 Rincian Biaya Kapital Kapal Bulk Carrier Skenario 1...........................................87
Tabel 5.11 Rincian Biaya Operasional Kapal Bulk Carrier Skenario 1...................................88
Tabel 5.12 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Skenario 1................................88
Tabel 5.13 Rangkuman Biaya Kapal Bulk Carrier Skenario 1.................................................88
Tabel 5.14 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1.....................................................89
Tabel 5.15 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1........................89
Tabel 5.16 Rincian Biaya Penyusutan Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1.....................89
Tabel 5.17 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1....................90
Tabel 5.18 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1................90
Tabel 5.19 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1...................................91
Tabel 5.20 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 1A..................................................................91
Tabel 5.21 Kinerja kapal General Cargo Terpilih Skenario 1..................................................92
Tabel 5.22 Komposisi Muatan Yang Terangkut General Cargo Skenario 1............................92
Tabel 5.23 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1.....................92
Tabel 5.24 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1.........................92
Tabel 5.25 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1.................93
Tabel 5.26 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1.............93
Tabel 5.27 Rangkuman Biaya Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1................................93
Tabel 5.28 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 1B..................................................................93
Tabel 5.29 Kinerja kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2......................................................94
Tabel 5.30 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2.........................94
Tabel 5.31 Rincian Biaya Kapital Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2............................94
Tabel 5.32 Rincian Biaya Operasional Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2.....................94
Tabel 5.33 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2.................95
Tabel 5.34 Rangkuman Biaya Bulk Carrier Terpilih Skenario 2..............................................95
Tabel 5.35 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2.....................................................96
Tabel 5.36 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2.........................96
Tabel 5.37 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2.............................96

xvii
Tabel 5.38 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2....................97
Tabel 5.39 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2................97
Tabel 5.40 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2...................................97
Tabel 5.41 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 2A..................................................................98
Tabel 5.42 Kinerja kapal General CargoTerpilih Skenario 2...................................................98
Tabel 5.43 Komposisi Muatan Yang Terangkut General Cargo Skenario 2............................98
Tabel 5.44 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2.....................99
Tabel 5.45 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2..........................99
Tabel 5.46 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2..................99
Tabel 5.47 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2.............99
Tabel 5.48 Rangkuman Biaya Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2..............................100
Tabel 5.49 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 2B................................................................100
Tabel 5.50 Kinerja kapal General CargoTerpilih Skenario 3.................................................100
Tabel 5.51 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3..........................100
Tabel 5.52 Rincian Biaya Kapital Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3...............................101
Tabel 5.53 Rincian Biaya Operasional Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3........................101
Tabel 5.54 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3...................101
Tabel 5.55 Rangkuman Biaya Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3.....................................101
Tabel 5.56 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3...................................................102
Tabel 5.57 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3......................102
Tabel 5.58 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3...........................102
Tabel 5.59 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3...................103
Tabel 5.60 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3..............103
Tabel 5.61 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3.................................103
Tabel 5.62 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 3...................................................................104
Tabel 5.63 Kinerja kapal Bulk Carrier Skenario 1.................................................................104
Tabel 5.64 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Skenario 1....................................104
Tabel 5.65 Rincian Biaya Kapital Kapal Bulk Carrier Skenario 1.........................................105
Tabel 5.66 Rincian Biaya Operasional Kapal Bulk Carrier Skenario 1.................................105
Tabel 5.67 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Skenario 1.............................105
Tabel 5.68 Rangkuman Biaya Kapal Bulk Carrier Skenario 1...............................................105
Tabel 5.69 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2...................................................106
Tabel 5.70 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2.......................106

xviii
Tabel 5.71 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2...........................106
Tabel 5.72 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2...................107
Tabel 5.73 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2..............107
Tabel 5.74 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2.................................107
Tabel 5.75 Kinerja kapal General Cargo Terpilih Skenario 3................................................108
Tabel 5.76 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3...................108
Tabel 5.77 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3........................108
Tabel 5.78 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3................108
Tabel 5.79 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3...........108
Tabel 5.80 Rangkuman Biaya Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3..............................109
Tabel 5.81 Kinerja kapal Kontainer Terpilih Skenario 4........................................................109
Tabel 5.82 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4..........................109
Tabel 5.83 Rincian Biaya Kapital Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4...............................109
Tabel 5.84 Rincian Biaya Operasional Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4........................109
Tabel 5.85 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4...................110
Tabel 5.86 Rangkuman Biaya Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4.....................................110
Tabel 5.87 Pengiriman Yang Ideal Tahun Berikutnya...........................................................113
Tabel 7.1 Penjualan dan Pendapatan Pupuk...........................................................................121

DAFTAR GRAFIK

xix
Grafik 2.1 Hubungan Unit Cost Dengan Jarak.........................................................................23
Grafik 4.1 Hubungan Konsumsi Pupuk dengan Lahan Produktif............................................32
Grafik 4.2 Tren Kenaikan Jumlah Pupuk.................................................................................33
Grafik 5.1 Kecepatan Bongkar Muat Masing - Masing Pemaketan.........................................82
Grafik 5.2 Karakteristik Unit Cost Bulk Carrier.......................................................................83
Grafik 5.3 Karakteristik Unit Cost Kapal Layar Motor............................................................84
Grafik 5.4 Karakteristik Unit Cost GC Mengangkut Sling Bag...............................................85
Grafik 5.5 Perbandingan Biaya Total Seluruh Skenario.........................................................110
Grafik 5.6 Perbandingan Biaya Total Skenario Terpilih dengan Kondisi Sekarang..............111
Grafik 5.7 Perbandingan Biaya Total Seluruh Skenario.........................................................112
Grafik 5.8 Perbandingan Biaya Total Skenario Terpilih dengan Sekarang............................112
Grafik 6.1 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 1 Pilihan A.............................................115
Grafik 6.2 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 1 Pilihan B.............................................115
Grafik 6.3 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 2 Pilihan A.............................................116
Grafik 6.4 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 2 Pilihan B.............................................117
Grafik 6.4 Kondisi Gudang Pada Skenario 3..........................................................................118
Grafik 6.6 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 1..................................................................119
Grafik 6.7 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 2..................................................................119
Grafik 6.8 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 3..................................................................120
Grafik 6.9 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 4..................................................................120
Grafik 7.1 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 4..................................................................122
Grafik 7.2 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 1A...........................................................123
Grafik 7.3 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 1A.......................................................124
Grafik 7.4 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 1B...........................................................124
Grafik 7.5 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 1B.......................................................125
Grafik 7.6 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 2A...........................................................125
Grafik 7.7 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 2A.......................................................126
Grafik 7.8 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 2B...........................................................127
Grafik 7.9 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 2B.......................................................127
Grafik 7.10 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 3............................................................127
Grafik 7.11 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 3........................................................128
Grafik 7.12 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 3............................................................128
Grafik 7.13 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Bali...................................................................129

xx
Grafik 2.1 Hubungan Unit Cost Dengan Jarak

xxi
Bab 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia, sebagai negara agraris, sangat bergantung terhadap produksi sektor pertanian.
Produksi pertanian Indonesia terdiri dari berbagai macam jenis, menurut definisi dari
kementrian pertanian, sektor pertanian terdiri dari tanaman pangan, holtikultura,
perkebunan, peternakan, perikanan budidaya, . Setiap produk pertanian membutuhkan
pupuk untuk mengoptimalkan produktifitas dari lahan mereka. Pupuk tidak hanya
digunakan untuk meningkatkan produktifitas tetapi untuk mendukung agar produk
pertanian dapat bertahan hidup karena kondisi tanah yang berbeda - beda di setiap
daerah.

Dari segi pengangkutannya pupuk adalah muatan yang cukup fleksibel dari segi
pengangkutannya. Pupuk dapat diangkut dengan berbagai macam metoda
pengangkutan. Untuk jenis pupuk yang sama dan akan diangkut dalam jumlah yang
sangat besar dapat diangkut secara loss. Untuk muatan yang berbeda - beda dan jenis
muatan yang beragam dapat diangkut melalui sling bag. Dan untuk muatan yang kecil
dapat dimasukan ke dalam sak tanpa pemaketan ataupun dapat dimuat didalam
kontainer. Dari sifat muatannya, pupuk adalah muatan yang unik karena secara umum,
pupuk bersifat higroskopis, yaitu menyerap ait. Oleh karena itu butuh penanganan
ekstra ketat agar muatan pupuk tidak menjadi rusak.

Saat ini, pengemasan muatan pupuk dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain
dengan kontainer, jumbo bag, sak (inbag), loose. Setelah itu kemasan dapat diangkut
dengan berbagai macam kapal antara lain, kapal curah, kapal general cargo, kapal layar
motor, dan kapal petikemas.

Keberagaman metoda pengangkutan pupuk ini menjadikan adanya beberapa variabel


untuk menjadikan muatan pupuk terdistribusi secara efektif dan efisien. Selain itu dari
sisi pelabuhan, di Indonesia, memiliki produktivitas yang beragam. Pemilihan
penanganan muatan dan pengangkutan dengan kapal yang tepat akan menjadikan
distribusi pupuk menjadi efektif dan efisien.

1
Sebagai contohnya untuk distribusi pupuk ke wilayah Nusa Tenggara dan Bali, apabila
dibandingkan dengan wilayah yang sama atau lebih jauh jaraknya, memiliki biaya
satuan (unit cost) yang relativ lebih tinggi.

Tabel 1.1 Jarak dan Freight Muatan Pupuk


Jarak
Jarak dari Unit Cost Unit Cost
Tujuan (dari Freight Tujuan (dari dari Freight
Gresik (Rp / (Rp /
Gresik) (Rp/Ton) Gresik) Gresik (Rp/Ton)
(nmile) ton.nmile) ton.nmile)
(nmile)
Lembar 225 834 187,750 Pangkal Pinang 528 548 289,400
Labuhan Bajo 473 612 289,700 Makassar 473 332 157,000
Sumbawa 546 430 235,000 Pontianak 599 427 256,000
Kupang 738 396 292,500 Lhoksumawe 1259 196 247,100
Waingapu 586 947 555,000 Padang 978 257 251,370
Bali 229 1,048 240,000 Kumai 290 865 250,800

Tabel 1.2 Selisih Jarak dan Unit Cost dengan Daerah Lain
Perbedaan
Perbedaan Unit Cost
Tujuan A Tujuan B Jarak (B
(B terhadap A)
terhadap A)
Pangkal
Lembar Pinang 134.7% -34.3%
Labuhan Bajo Makassar 0.0% -45.8%
Sumbawa Pontianak 9.7% -0.7%
Kupang Lhoksumawe 70.6% -50.5%
Waingapu Padang 66.9% -72.9%
Bali Kumai 26.6% -17.5%

Pada tabel tampak bahwa sebagian besar selisih jarak bernilai positiv yang berarti jarak
pengiriman lebih jauh, tetapi selisih unit cost negativ yang berarti lebih murah. Untuk
itu perlu dilakukan peninjuan terhadap aspek transportasi laut dari pengangkutan pupuk
domestik di Bali dan Nusa Tenggara agar dapat menekan biaya tranportasi laut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diketahui beberapa masalah yang


dirumuskan, antara lain :

1. Bagaimanakah dampak pada kondisi dan utilisasi gudang pusat distribusi yang
memiliki biaya logistik terendah?

2
2. Bagaimanakah pola transportasi muatan curah kering yang ideal untuk studi
kasus ini dari segi jenis kapal, dan pemaketan muatannya?

3. Apakah dampak yang terjadi dari sisi biaya logistik laut dari skenario
pendistribusian pupuk yang terbaik terhadap kondisi yang ada?

1.3. Tujuan Tugas Akhir


Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam analisa pengembangan
fasilitas ini antara lain adalah
Untuk merencanakan distribusi pupuk dari Gresik menuju ke Bali dan Nusa
Tenggara dengan memenuhi kebutuhan pupuk dari lokasi pengantongan ke lokasi tujuan
akhir muatan. Dengan rincian

 Untuk mengetahui kondisi dan utilisasi gudang untuk metode distribusi yang ideal.
 Untuk mengetahui jenis dan tipe kapal yang ideal untuk distribusi pupuk ini.
 Untuk mengetahui jenis - jenis pemaketan yang sesuai untuk distribusi pupuk ini.

1.4. Manfaat Tugas Akhir

Manfaat yang dapat diperoleh pada saat pengerjaan Tugas Akhir ini selesai adalah :

1. Dapat mengetahui konsep transportasi yang terbaik untuk diterapkan dalam


distribusi pupuk domestik.

2. Memberikan gambaran tentang distribusi pupuk yang efektif dan efisien dalam
distribusi pupuk .

1.5. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah :

1. Perhitungan hanya dilakukan pada sektor transportasi laut

2. Tidak memperhitungkan masalah penempatan muatan (stowing) secara rinci

3. Sudut pandang dari sisi pemilik muatan

3
Bab 2. DASAR TEORI

2.1. Pendahuluan

Dasar teori adalah landasan analisis untuk menyelesaikan permasalahan pada Tugas
Akhir. Sumber dasar teori adalah berdasarkan dari bahan pustaka dan ilmu pengetahuan
yang telah ada sebelumnya. Pada dasarnya, dasar teori adalah kumpulan perumusan
matematika, landasan berfikir, dan ketetapan-ketetapan umum yang digunakan untuk
memecahkan masalah. Dasar teori pada tugas akhir disesuaikan agar dapat mencakup
semua permasalahan yang berhubungan dengan tujuan Tugas Akhir.

2.2. Transportasi

Transportasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan peristiwa


mengalirnya suatu barang dari awal hingga ke tujuannya. Transportasi telah ada sejak
zaman dahulu, karena adanya kebutuhan untuk memindahkan barang. Pada awalnya
transportasi dilaksanakan secara sederhana, yaitu pihak - pihak yang berkaitan hadir
secara langsung. Seiiring dengan berkembangnya zaman, berbagai metoda transportasi
ditemukan, metoda yang ditujukan agar transportasi berjalan efektif dan efisien. Kondisi
kekinian dari transportasi saat ini sudah semakin pesat, hal tersebut ditandai oleh
perkembangan alat transportasi yang berubah semkin lama semakin canggih dengan
dilengkapi sistem-sistem komputerisasi dan terhubung dengan mikrochip yang membuat
alat transportasi menjadi lebih mudah digunakan dan lebih canggih. Sebagai contoh
sebelum tahun 1800, alat transportasi yang digunakan sebagai sarana pengangkutan
dapat berupa manusia, hewan, dan sumber tenaga dari alam, seperti kayu batangan yang
digelondongkan atau memafaatkan arus sungai sebagai transportasi hulu ke hilir.
(Manajemen Transportasi, 2006)

Pada dasarnya transportasi dibagi menjadi tiga macam, pertama transportasi darat, laut,
dan udara. Pertama, Transportasi darat adalah jenis transportas tertua di dunia dan ada
sejak pertama kali manusia ada. Kerumitan transportasi darat sangat beragam, mulai
dari yang paling sederhana menggunakan kaki ( sangat beragam, mulai dari yang paling
sederhana menggunakan kaki (by walking) hingga menggunakan kereta super cepat.
Kedua, transportasi laut adalah transportasi yang harus dilakukan untuk mengirinkan

4
barang melalui area perairan. Transportasi laut tidak dapat dibilang sederhana karena
membutuhkan keahlian dan seni dalam membuat kapal atau benda terapung sejenisnya.
Ketiga, Transportasi udara adalah transportasi yang paling rumit dan membutuhkan
penguasaan terhadap seni dan teknologi yang sangat tinggi karena transportasi udara
adalah yang berisiko terjadi kecelakaan dan kegagalan peralatan paling tinggi.

Transportasi pada pupuk ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dari para petani,
pengusaha perkebunan, dan pengusaha pertanian. Pupuk dikirimkan dari pabrik
pengolahan menuju gudang penyimpanan yang tersebar di pulau - pulau besar di
Indonesia. Karena transportasi yang dilakukan adalah lintas pulau maka dibutuhkan
transportasi dengan menggunakan moda laut.

Agar transportasi melalui moda laut berjalan optimal, maka dibutuhkan analisis secara
kualitatif maupun kuantitatif dari pupuk proses transportasi tersebut. Terdapat banyak
macam cara yang dapat ditempuh dan setiap cara akan memiliki biaya dan manfaatnya
tersendiri. Manfaat yang muncul akibat suatu keputusan tidak hanya berasal dari
keuntungan finansial semata, oleh karena itu diperlukan analisis secara kuantitatif dan
begitu pula dengan biaya.

2.3. Analisis Biaya Manfaat

Analisis biaya-manfaat adalah suatu metoda untuk membandingkan keunggulan dari


satu atau beberapa opsi pilihan. Hal yang di bandingkan dari metoda ini adalah
keuntungan dan kerugian yang akan ditimbulkan dari masing - masing pilihan.

Perhitungan dalam analisis biaya manfaat melibatkan dua hal, yaitu penilaian sebuah
pilihan dari aspek biaya yang akan di keluarkan. Biaya tersebut adalah segala bentuk
kualitatif dan kuantitatif dari beberapa nilai yang dikonversi menjadi suatu nilai
ekonomi. Begitu pula dengan manfaat yang akan dianalisis. Tidak semua masalah
adalah kuantitatif, tetapi ada beberapa kuantitatif yang perlu dikonversi menjadi satu
nilai yang mengindikasikan performa dari sisi ekonomi. Apabila kedua niilai dari biaya
manfaat ini telah didapat maka untuk membandingkan kecenderungan suatu keputusan
terhadap biaya atau manfaat akan lebih mudah untuk diketahui.
Kegunaan dari analisis biaya dan manfaat cukup banyak. Kegunaannya dapat dirasakan
pada suatu keputusan yang melibatkan beberapa pilihan. Analisis biaya manfaat
umumnya digunakan oleh praktisi industri maupun investor ketika akan

5
mengembangkan suatu fasilitas atau asetnya. Patokan yang digunakan sebagai penilaian
analisis biaya manfaat adalah rasio finansial dari masing - masing keputusan tersebut.

Patokan dasar pada analisis biaya dan manfaat dilihat dari sisi Aspek Sosial Ekonomi
(ASE). ASE dapat meliputi aspek kualitatif juga dengan adanya pengkonversian terlebih
dahulu. Didalam Aspek Sosial Ekonomi (ASE) dapat dilihat masalah yang lebih luas,
misalnya sewaktu meneliti dan menyusun arus kas dalam rangka mengkaji kelayakan
suatu proyek, lingkup penelitian yang meliputi keseluruhan manfaat (benefit), beban
(disbenefit), dan biaya (cost) yang timbul sebagai dampak proyek dilihat dari segi
masyarakat atau negara. Jadi tidak terbatas hanya pada biaya pertama, pendapatan,
pengeluaran untuk operasi dan produksi seperti yang telah dibahas sejauh ini. ASE
suatu pilihan keputusan dianggap menarik bila manfaat melebihi biayanya, sehingga
perlu diklasifikasi apa saja yang termasuk sebagai benefit, disbenefit, dan biaya.

Benefit atau manfaat adalah segala keuntungan atau manfaat yang yang dapat diambil
dari adanya suatu keputusan atau proyek. Manfaat dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang yang berbeda - beda selama pihak tersebut masih berkaitan, terkena dampak,
dan berpengaruh terhadap keputusan tersebut. Disbenefit adalah beban yang diakibatkan
alternatif suatu keputusan. Biaya ongkos finansial yang dikeluarkan untuk melakukan
pembelian aset, perawatan aset, penyewaan barang dan jasa, dan segala hal yang
berkaitan dengan ongkos dari pemilihan suatu alternatif. Selain itu ada Pendapatan,
Pendapatan arus kas masuk yang berasal dari produk yang dijual.

Kesulitan dalam mengidentifikasi komponen diatas adalah untuk mengkuantifikasi dari


besaran kualitas yang berpengaruh pada suatu alternatif

2.4. Biaya Transportasi Laut

Biaya transportasi laut adalah segala jenis biaya yang dikeluarkan dalam operasi
transportasi melalui jalur laut. Segala operasi tarnsportasi laut yang membutuhkan biaya
akan dicatat oleh pihak perusahaan sebagai pengeluaran yang dibutuhkan untuk
menghantarkan barang melalui laut. Bentuk dan penggolongan biaya pada transportasi
laut terdapat pada berbagai aktifitas mulai saat di pelabuhan, saat bongkar muat, dan
saat pelayaran. Pada pelayaran tidak terdapat standart cost classification yang dapat

6
diterima secara internasional, sehingga digunakan pendekatan untuk
mengklasifikasikannya, komponen biaya ini dibagi menjadi 2 kategori besar dan
beberapa subkategori (Jinca, 2011):

a) Komponen Biaya Operasional

b) Komponen Biaya Kapal

2.4.1. Komponen biaya operasional

Komponen biaya operasional adalah komponen biaya yang didalamnya terdapat biaya
bagi aktifitas operasional kapal. Pendekatan yang digunakan dalam menentukan
komponen biaya operasional adalah segala biaya yang dikeluarkan kapal per hari saat
kapal berada di pelabuhan dan saat pelayaran. Secara umum terdapat sub kategori yaitu
kelompok biaya saat kapal di pelabuhan dan kelompok saat kapal sedang berlayar.

1. Biaya Depresiasi Kapal

Biaya depresiasi merupakan biaya yang muncul dengan sendirinya seiiring


berjalannya waktu. Ada beberapa hal yang mempengaruhi depresiasi :

a. Masa pakai barang yang menurun sepanjang waktu karena berjalannya


waktu

b. Masa pakai yang berkurang akibat penggunaan terus menerus

c. Nilai barang menjadi usang secara relativ terhadap perkembangan


teknologi barang yang sejenis di pasaran.

Menurut akuntan biaya ini dibebankan kepada kesatuan produksi. Untuk kapal,
biaya depresiasi dipengaruhi oleh usia kapal. Usia teknis suatu kapal bervariasi
antara 20 - 30 tahun. Menurut John J. Clark, depresiasi dapat diformulakan
sebagai berikut

1 i ( 1+i )n
= =0.17684
An i ( 1+i )n−1

1/An adalah pemulihan modal

7
1
Biaya Depresiasi= ∗Umur Kapal
An

2. Biaya Anak Buah Kapal (ABK)

Biaya anak buah kapal adalah biaya yang perlu dikeluarkan untuk mencukupi
segala aktivitas para awak kapal. Umumnya biaya anak buah kapal masuk
kedalam satu nilai yaitu gaji awak kapal, yang meliputi gaji bulanan, bonus, dan
asuransi keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Biaya Reparasi, Pemeliharaan dan Supply (RMS)

Biaya reparasi adalah biaya eksternal yang perlu dilakukan untuk menjaga
kinerja kapal. Biaya reparasi dan maintenance meliputi perlengkapan geladak,
suku cadang, Inventaris kerja yang digunakan di kapal. Yang termasuk kedalam
supply adalah biaya barang - barang kebutuhan yang tidak termasuk bahan
bakar, minyak pelumas, Konsumsi ABK, dan bahan bakar.

Secara umum formulasi dari biaya RMS adalah

\
BRMS
∗( 1+i )n −( 1+ t )n
An
=0.17684
(1+i )n ¿ ( 1+ i )1

Karena

n
1 i ( 1+i )
= =0.17684
An i ( 1+i )n−1

Dengan menggabungkan RMS dan depresiasi kapal maka dapat diperoleh


besarnya perubahan besarnya biasa RMS yang sesuai dengan perubahan tingkat
suku bunga.

4. Biaya Asuransi

Biaya asuransi adalah komponen biaya yang tidak dapat dilepaskan dari dunia
pelayaran. Segala aktivitas di dunia pelayaran memiliki berbagai macam risiko
yang apabila terjadi akan sangat merugikan pihak yang berkaitan. Sebagai

8
contoh adalah kasus tergulinggnya KM Fudi di dok gali PT PAL, kedua pihak
mengalami kerugian jumlah finansial yang teramat besar dan berpengaruh besar
terhadap aset dan operasional mereka.

Secara umum kapal di asuransikan kepada dua hal, hal tersebut antara lain

a. Hull and mechinery insurance

Hal ini adalah asuransi yang umumnya dibayarkan untuk menebus risiko
pada badan dan mesin kapal.

b. Protection and indemnity insurance

Asuransi ini adalah asuransi cadangan untuk suatu aktivitas dengan


risiko kerugian yang sangat tinggi. Karena begitu besarnya risiko
kerugiannya maka satu badan asuransi tidak cukup, sehingga diperlukan
mengasuransikan kepada grup dari beberapa perusahaan asuransi dari
pihak ketiga yang di sebut P and I club.

Secara umum penilaian besarnya premi asuransi dilihat dari harga sebuah kapal.

5. Biaya Minyak Pelumas

Biaya minyak pelumas adalah biaya yang digunakan untuk menggantikan


minyak pelumas yang hilang atau tidak berfungsi lagi pada bagian mesin akibat
kerja dari mesin tersebut. Jumlah kebutuhan minyak pelumas bergantung dari
besarnya tenaga penggerak dari kapal. Ada berbagai pendekatan yang dapat
digunakan untuk mengetahui besarnya pemakaian jumlah minyak pelumas,
pertama perbandingan langsung dari bahan bakar yang digunakan dan
pemakaian berdasarkan daya mesin.

6. Biaya Manajemen dan administrasi

Biaya ini meliputi biaya pengurusan sertifikat - sertifikat kapal dan berbagai
administrasi terhadap operasional sebuah kapal. Keberadaan biaya ini umumnya
ada di darat.

7. Biaya Bahan bakar kapal

9
Biaya bahan bakar kapal adalah komponen terbesar dari operasional kapal.
Faktor yang mempengaruhi biaya ini adalah harga bahan bakar dan konsumsi
bahan bakar dari kapal. Konsumsi bahan bakar yang ada di kapal berasal
kebutuhan untuk menggerakan kapal dan konsumsi listrik dari generator listrik.

Komponen konsumsi bahan bakar di bagi dua berdasarkan tempatnya, yaitu saat
berada dilaut dan saat berada di pelabuhan. Menurut Jinca, berdasarkan referensi
yang dikemukakan, maka perhitungan bahan bakar adalah

g
BBM laut=WL∗( HPpk + HPmb )∗185 ( )
HP jam

g
BBM pelabuhan=℘∗( HPmb )∗185 ( )
HP jam

Di mana

WL = Waktu kapal di laut

WP = Waktu kapal di pelabuhan

HPpk = Besar tenaga penggerak kapal

HPmb = Besar tenaga mesin bantu di kapal

Setelah diketahui besarnya konsumsi bahan bakar, maka besarnya biaya bahan
bakar yang diperlukan dapat diketahui dengan cara mengalikan dengan harga
bahan bakar standar.

8. Biaya Kepelabuhanan

Biaya ini dikeluarkan apabila kapal bersandar dipelabuhan yang dimiliki pihak
lain selain dari pemilik kapal. Biaya pelabuhan tidak berlaku pada pelabuhan
milik sendiri. Biaya ini adalah biaya yang dikenakan atas jasa kepelabuhanan
pada kapal.

Komponen biaya ini terdiri atas uang labuh dan uang tambat. Satuan uang labuh
adalah per GRT per satuan waktu. Dan uang tambat adalahbiaya yang dikenakan
kepada kapal saat kapal bersandar di dermaga. Besarnya uang tambat
dipengaruhi dari GRT dan lamanya kapal bersandar.

10
Satuan waktu yang digunakan dalam menghitung biaya kepelabuhanan adalah
dalam etmal. Satu etmal adalah 24 jam, yang mana terkadang ketika sebuah
kapal bersandar atau berlabuh dengan waktu kurang dari satuan yang bulat,
maka akan dibulatkan. Contoh pembulatannya adalah sebagai berikut kurang
dari 6 jam dibulatkan menjadi 0.25 etmal, 6 sampai 12 jam dibulatkan menjadi
0.5 etmal, 12 sampai 18 jam dibulatkan menjadi 0.75 etmal, dan 18 sampai 24
jam akan dihitung sebagai 1 etmal.

2.4.2. Biaya Operasional (Operational Cost)

Operational cost adalah biaya-biaya tetap yang dikeluarkan untuk aspek-aspek


operasional sehari-hari kapal untuk membuat kapal selalu dalam keadaan siap berlayar.
Yang termasuk biaya operasional adalah biaya ABK, perawatan dan perbaikan, stores,
bahan makanan, minyak pelumas, asuransi dan administrasi.

OC=M + ST + MN + I + AD (2.1)

Keterangan :
OC = Operating Cost
M = Manning
ST = Stores
MN = Maintenence and repair
I = Insurance
AD = Administrasi

1. Manning cost

Manning cost yaitu biaya untuk anak buah kapal atau disebut juga crew cost
adalah biaya-biaya langsung maupun tidak langsung untuk anak buah kapal
termasuk didalamnya adalah gaji pokok dan tunjangan, asuransi sosial, uang
pensiun. Besarnya crew cost ditentukan oleh jumlah dan struktur pembagian
kerja, dalam hal ini tergantung pada ukuran-ukuran teknis kapal. Struktur kerja
pada sebuah kapal umumnya dibagi menjadi 3 departemen, yaitu deck
departemen, engine departemen dan catering departemen.

9. Store cost

11
Disebut juga biaya perbekalan atau persediaan dan dikategorikan menjadi 2
macam, yaitu untuk keperluan kapal (cadangan perlengkapan kapal dan
peralatan kapal) dan keperluan crew (bahan makanan).

10. Maintenance and repair cost

Merupakan biaya perawatan dan perbaikan mencakup semua kebutuhan untuk


mempertahankan kondisi kapal sesuai standar kebijakan perusahaan maupun
persyaratan badan klasifikasi, biaya ini dibagi menjadi 3 kategori :

a. Survey klasifikasi

Kapal harus menjalani survey reguler dry docking tiap dua tahun dan
special survey tiap empat tahun untuk mempertahankan kelas untuk
tujuan asuransi.

b. Perawatan rutin

Meliputi perawatan mesin induk dan mesin bantu, cat, bangunan atas dan
pengedokan untuk memelihara lambung dari marine growth yang
mengurangi effisiensi operasi kapal. Biaya perawatan ini makin
bertambah seiring umur kapal.

c. Perbaikan

Adanya kerusakan bagian kapal yang harus segera diperbaiki.

11. Insurance cost

Merupakan biaya asuransi yaitu komponen pembiayaan yang dikeluarkan


sehubungan dengan resiko pelayaran yang dilimpahkan kepada perusahaan
asuransi. Komponen pembiayaan ini berbentuk pembayaran premi asuransi
kapal yang besarnya tergantung pertanggungan dan umur kapal. Hal ini
menyangkut sampai sejauh mana resiko yang dibebankan melalui klaim pada
perusahaan asuransi. Makin tinggi resiko yang dibebankan, makin tinggi pula
premi asuransinya. Umur kapal juga mempengaruhi rate premi asuransi yaitu
rate yang lebih tinggi akan dikenakan pada kapal yang lebih tua umurnya. Ada
dua jenis asuransi yang dipakai perusahaan pelayaran terhadap kapalnya, yaitu :

a. Hull and mechinery insurance

12
Perlindungan terhadap badan kapal dan permesinannya atas kerusakan
atau kehilangan.

b. Protection and indemnity insurance

Asuransi terhadap kewajiban kepada pihak ketiga seperti kecelakaan atau


meninggalnya awak kapal, penumpang, kerusakan dermaga karena
benturan, kehilangan atau kerusakan muatan.

Secara umum penilaian besarnya premi asuransi dilihat dari harga sebuah kapal.

12. Administrasi

Biaya administrasi diantaranya adalah biaya pengurusan surat-surat kapal, biaya


sertifikat dan pengurusannya, biaya pengurusan ijin kepelabuhan maupun fungsi
administratif lainnya, biaya ini disebut juga biaya overhead yang besarnya
tergantung dari besar kecilnya perusahaan dan jumlah armada yang dimiliki.

2.4.3. Biaya Pelayaran (Voyage Cost)

Biaya pelayaran (Voyage cost) adalah biaya-biaya variabel yang dikeluarkan kapal
untuk kebutuhan selama pelayaran. Komponen-komponen biaya pelayaran adalah
bahan bakar untuk mesin induk dan mesin bantu, ongkos-ongkos pelabuhan,
pemanduan dan tunda.

VC=FC+ PD+ TP (2.2)

Keterangan :
VC = voyage cost
PD = port dues (ongkos pelabuhan)
FC = fuel cost
TP = pandu dan tunda

1. Fuel cost

Konsumsi bahan bakar kapal tergantung dari beberapa variabel seperti ukuran,
bentuk dan kondisi lambung, pelayaran bermuatan atau ballast, kecepatan, cuaca
(gelombang, arus laut, angin), jenis dan kapasitas mesin induk dan motor bantu,
jenis dan kualitas bahan bakar. Biaya bahan bakar tergantung pada konsumsi

13
harian bahan bakar selama berlayar dilaut dan dipelabuhan dan harga bahan
bakar. Jenis bahan bakar yang dipakai ada 3 macam : HSD, MDO dan HFO.

2. Port cost

Pada saat kapal dipelabuhan biaya-biaya yang dikeluarkan meliputi port dues
dan service charges. Port dues adalah biaya yang dikenakan atas penggunaan
fasilitas pelabuhan seperti dermaga, tambatan, kolam pelabuhan dan
infrastruktur lainnya yang besarnya tergantung volume cargo, berat cargo, GRT
kapal dan NRT kapal. Service charge meliputi jasa yang dipakai kapal selama
dipelabuhan termasuk pandu dan tunda.

a. Jasa labuh

Jasa labuh dikenakan terhadap kapal yang menggunakan perairan


pelabuhan. Tarif jasa labuh didasarkan pada gross register ton dari kapal
yang dihitung per 10 hari.

b. Jasa tambat

Setiap kapal yang berlabuh di pelabuhan Indonesia dan tidak melakukan


kegiatan, kecuali kapal perang dan kapal pemerintah Indonesia, akan
dikenakan jasa tambat.

c. Jasa pemanduan

Setiap kapal yang berlayar dalam perairan pelabuhan waktu masuk,


keluar, atau pindah tambatan wajib mempergunakan pandu. Sesuai
dengan tugasnya, jasa pemanduan ada dua jenis, yaitu pandu laut dan
pandu bandar,

i. Pandu Laut adalah pemanduan di perairan antara batas luar


perairan hingga batas pandu bandar.

ii. Pandu Bandar adalah pandu yang bertugas memandu kapal dari
batas perairan bandar hingga kapal masuk di kolam pelabuhan
dan sandar di dermaga.

14
2.4.4. Biaya Bongkar Muat (Cargo Handling Cost)

Biaya bongkar muat (Cargo handling cost) mempengaruhi juga biaya pelayaran
yang harus dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran. Kegiatan yang dilakukan
dalam bongkar muat terdiri dari stevedoring, cargodoring, receiving/delivery.
Kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan bongkar muat ( PBM) yang
mempekerjakan tenaga kerja bongkar muat ( TKBM). Menurut Keputusan
menteri Perhubungan NOMOR : KM 14 TAHUN 2002 Tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat barang dari Dan ke Kapal,
pengertian dari istilah tersebut adalah sebagai berikut :

 Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari kapal ke


dermaga/tongkang/truk atau memuat barang dari dermaga/tongkang/truk
ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan
menggunakan derek kapal atau derek darat.

 Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala-jala (ex


tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangan
penumpukan barang selanjutnya menyusun di gudang/lapangan
penumpukan barang atau sebaliknya.

 Receiving/delivery adalah pekerjaan memindahkan barang dari


timbunan/tempat penumpukan di gudang/lapangan penumpukan dan
menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu
gudang/lapangan penumpukan atau sebaliknya.

 Perusahaan Bongkar Muat (PBM) adalah Badan Hukum Indonesia yang


khusus didirikan untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan
bongkar muat barang dari dan ke kapal.

 Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) adalah semua tenaga kerja yang
terdaftar pada pelabuhan setempat yang melakukan pekerjaan bongkar
muat di pelabuhan.

Namun pada penerapannya, di dermaga khusus seperti dermaga milik sendiri


biaya – biaya tersebut menjadi lebih simpel. Hal ini terjadi karena beberapa
kegiatan bongkar muat dilakukan oleh perusahaan ini, lebih tepatnya hanya
kegiatan muat. Hal ini dikarenakan pola operasional yang ada, kapal – kapal

15
milik tidak membawa muatan ketika kembali ke dermaga. Selian itu, kegiatan
muat yang terjadi pada perusahaan tersebut adalah muatan langsung dicurahkan
dari gudang produksi menggunkan belt conveyor yang terhubung langsung ke
kapal.

Gambar 2.1 Gambar Kapal Bulk Carrier

2.4.5. Sistem Tarif Penyewaan Kapal (Chartering)

Dalam pengangkutan barang atau muatan, kita dapat melkukannya dengan cara
menggunakan kapal milik sendiri atau menyewa (chartering). Ada beberapa cara
menyewa kapal, yaitu :

1. Bareboat/Demise Charter

Kapal disewa sebagai badan kapal saja, atau umumnya disebut dengan sewa
kapal kosong. Penyewa (charterer) menyediakan nahkoda serta ABK dan
mengoperasikan kapal seolah miliknya.

2. Time Charter (T/C)

Kapal dapat disewa, oleh suatu badan dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal
ini penyewa memebayar uang sewa dan bunker. Dalam sewa jenis ini kapal
boleh dioperasikan oleh penyewa selam masih di dalam jangka waktu yang
tercantum dalam perjanjian. Dalam hal ini, uang sewa dapat dinyatakan dalam
biaya sewa per hari, per bulan, atau per tahun.

Adapun yang perlu diperhatikan dalam time charter antara lain :

16
a. Tanggal, nama, dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa.

b. Perincian dari kapal, seperti nama, tempat registrasi, besarnya ton,


kapasitas, draft, daya mesin, kecepatan, konsumsi bahan bakar, peralatan
bongkar/muat (bila ada), pompa, dsb.

c. Keadaan kapal dan kelasnya.

d. Batas Pelayaran

e. Uang sewa, cara pembayaran, dan mata uang yang digunakan.

f. Kerusakan/kelambatan yang dapat dikenakan off-hire.

g. Waktu penyewaan dimulai.

h. Hak penyewa (charterer) untuk menyatakan keberatan, dan


kemungkinana untuk dapat mengganti nakhoda atau chief engineer.

i. Tindakan yang akan dilakukan pada waktu kerusuhan.

j. Cara kapal mengadakan dok tahunan (annuala drydocking) pada waktu


kontrak masih berjalan.

3. Voyage Charter

Dalam kasus ini, kapal disewa untuk melakukan pemuatan barang dari suatu
tempat ke suatu tempat lain. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemilik kapal
yang membayar semua biaya pada saat kapal beroperasi, kecuali biaya bongkar
muat. Metode charter kapal yang seperi ini dilakukan dengan penyewa
membayar uang tambang yang besarnya tergantung dari barang yang diangkut
yang dinyatakan dalam jumlah ton atau jumlah tertentu untuk satu kali
pelayaran.

Selain itu penyewa juga harus membayar biaya tambahan atas keterlambatan
bongkar/muat dari kapal. Hal tersebut biasa disebut dengan demurrage. Namun
bila penyewa dapat melakukan proses bongkar muat lebih cepat, penyewa bisa
mendapatkan uang despatch, atau uang insentif uang ynag diterima karena
penyewa dapat melakukan prose bongkar muat lebih cepat dari proses yang
ditetapkan. Pada umumnya besar jumlah uang despatch setengah dari harga
demurrage.

17
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuata perjanjian kontrak voyage
charter adalah :

a. Tanggal, nama, dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa.

b. Perincian dari kapal, seperti nama, tempat registrasi, besarnya ton,


kapasitas, draft, daya mesin, kecepatan, konsumsi bahan bakar, peralatan
bongkar/muat (bila ada), pompa, dsb.

c. Jenis muatan yang diangkut dan cara pemuatan.

d. Nama pelabuhan muat dan pelabuha bongkar.

e. Tanggal kapal tiba di tempat pemuatan sekaligus dengan pembatalan


charter party.

f. Biaya angkut (freight rate) dan mata uang ynag digunakan.

g. Besarnya demurrage dan despatch.

h. Agen atau perwakilan yang dipakai.

i. Penanganan konghesti di pelabuhan dan kekurangan muatan.

j. Nahkoda harus membuat notice of readiness yang menyatakan kepada


charterer bahwa kapal siap melakukan bongkar atau muat.

Tanggungan biaya yang mana yang harus dibayar oleh siapa dalam charter dapat dilihat
melalui seperti di bawah ini.

Gambar 2.2 Pihak Penanggung Komponen Biaya

18
Biaya bongkat muat (Total Handling Cost) tidak dimasukkan pada gambar di atas
dikarenakan pada proses charter apapun bongkar muat merupakan kewajiban yang
harus dibayarkan oleh penyewa kapal.

2.5. Pola Pengangkutan Pupuk

Sifat dari pupuk

Pupuk termasuk kedalam jenis muatan curah kering. Dalam pengangkutannya


pupuk dapat diangkut dengan berbagai cara. Akan tetapi pengangkutan pupuk
perlu penanganan dan persiapan sedemikian rupa sehingga agar saat muatan di
kirim, muatan tidak mengalami kerusakan. Oleh karena itu ada beberapa batasan
- batasan dari pengiriman yang disesuaikan dengan sifat - sifat pupuk Urea,
antara lain :

- Mudah terbakar

- Meleleh pada suhu 137oC

- Sedikit reaktiv, korosiv dengan alumunium, seng dan tembaga

- Tidak termasuk dalam barang berbahaya menurut : UN, IATA, dan IMDG

- Penyimpanan dilakukan di tempat kering, berventilasi baik, dan dingin.

Berdasarkan sifat - sifat pupuk urea tersebut maka ada beberapa cara
penanganan yang umum dilakukakan pada pengangkutan muatan pupuk urea,
antara lain dengan cara tanpa kemasan, pemaketan dengan sling bag, atau
didalam sak ukuran 40 kg atau 50 kg.

Pengangkutan tanpa kemasan

Pengangkutan yang cukup banyak dilakukan adalah dengan menggunakan


sistem curah langsung ke dalam kapal. Pada kondisi ini pupuk diangkut didalam
ruang muat kapal, sehingga ada bagian pupuk yang bersentuhan langsung
dengan dinding ruang muat kapal.

19
Keunggulan dari pengangkutan seperti ini adalah dari segi faktor muatan
(stowage factor) yang lebih mendekati angka satu, karena ruang yang tercipta
diantara muatan sangat kecil, yaitu ruangan yang tercipta antara granule pupuk
yang saling berdekatan.

Gambar 2.3 Proses Pemuatan pada Kapal Curah Kering

Pada pengangkutan dengan metoda seperti ini, perlu banyak perhatian khusus
agar muatan pupuk tidak rusak, selain itu dari segi bongkar muat tidak bisa
dilakukan dengan menggunakan derrick, atau crane biasa, karena bentuknya
yang masih curah. Saat penyimpanan diruang muat harus diperhatikan
kelembaban, suhu, dan genangan air yang tersisa didalam ruang muat, apabila
hal tersebut tidak diperhatikan kemungkinan rusaknya muatan pupuk akan
meningkat. Selain itu dari segi pengangkutan perlu alat bongkar muat khusus
semacam pompa muatan curah, ataupun belt conveyor. Umumnya pada
pengangkutan curah, alat angkut yang umumnya dipakai adalah kapal berjenis
bulk carrier.

Pengangkutan dengan sling bag

Pengangkutan dengan pemaketan sling bag merupakan pengangkutan pupuk


dalam kemasan. Pemaketan yang dilakukan adalah dengan menumpuk karung
dengan 6 tumpukan, masing - masing tumpukan terdiri dari 5 karung, yang
diperkirakan berat satu paket kurang lebih 1500 ton. Bahan sling bag terbuat dari

20
kawat baja dengan dasar terbuat dari karung goni, sehingga cukup kuat untuk
menahan tekanan dan tumpukan muatan yang sangat tinggi.

Gambar 2.4 Paket Sling Bag Sedang di Angkut

Pengangkutan dengan sling bag cukup sederhana, karena pengait berada pada
bagian tengah-puncak paket, sehingga saat diangkat dan kondisi cukup miring,
paket tetap utuh. Paket yang sedemikian rupa dikemas seperti itu, dapat diangkut
dengan mesing pengangkut yang cukup kuat, semakin kuat mesin dapat
mengangkut, maka semakin banyak paket yang dapat diangkut. Biasanya dalam
sekali angkutanpaling banyak dapat diangkut 4 paket, karena apabila melebihi 4,
akan ada paket yang berlokasi ditengah dan akan terdesak dari paket - paket
yang ada di kanan dan dikirinya, dan dikhawatirkan akan rusak. Jadi sekali
pengangkutan sling bag, maksimal 4 paket yang dapat diangkut dengan berat
kurang dari 6000 ton.

Kekurangan dari pengemasan pupuk urea dengan sling bag adalah, yang pertama
perlu adanya investasi khusus untuk membeli sling bag tersebut, yang kedua
adalah saat sling bag di tumpuk, maka akan tercipta rongga antara karung
sehingga akan menurunkan faktor muat.

Keunggulan dari pengemasan dengan metode ini adalah kemudahan dari proses
bongkar muat. Kemudahan tersebut memunculkan keragaman metoda bongkar,
muat maka semakin terbuka kesempatan pengangkutan dengan jenis alat

21
transportasi lain. Umumnya muatan dengan sling bag dapat diangkut dengan
menggunakan kapal general cargo dan bulk carrier

Pengangkutan di dalam karung

Berikutnya adalah metoda pengemasan dengan menggunakan karung sak.


Karung sak adalah sejenis karung yang bahannya bisa terbuat dari goni ataupun
rajutan rafia. Muatan yang dimuat pada karung sak dibungkus rapat, karena
kedua ujung dari karung dijahit rapi. Ukuran karung sak biasanya berkisar antara
40 - 50 kg.

Gambar 2.5 Pekerja Sedang Memindahkan Karung Pupuk

Adapun bentuk dari karung sak yang memiliki lengkungan yang tajam, membuat
nilai dari faktor muat dari karung sak berkurang tajam apabila dibanding
pemuatan secara curah. Selain itu tidak ada strap atau tali yang menggantung
pada badan karung sehingga diperlukan perlakuan khusus untuk pelaksanaan
bongkar muatnya. Perlakuan tersebut antara lain, penggunaan palet.

Karena ukuran sak yang lebih kecil dan ringan serta beratnya yang masuk dalam
jangkauan angkut seorang manusia, membuat pengangkutan dengan sak
memiliki ragam metoda pengangkutan yang lebih luas. Secara garis besar karung
sak, dapat dimasukan ke dalam peti kemas, dan dapat diletakan begitu saja. Oleh
karena itu alat angkut yang dapat dipergunakan mengangkut pupuk urea dalam
sak adalah : kapal petikemas, Kapal penumpang, dan Kapal pelayaran rakyat.

22
Matriks ini menampilkan kesesuaian pemuatan pada kapal dari masing - masing
jenis pengemasan. Matriks ini merangkum metode pengangkutan.

Tabel 2.3 Aksesibilitas Muatan Terhadap Kapal

2.6. Unit cost distribusi pupuk


Untuk dapat membandingkan kinerja pengemasan dari distribusi pupuk, adalah dengan
membandingkan unit cost dari masing - masing metoda pengemasan pupuk. Unit cost
didapatkan setelah mengetahui kinerja dari pengangkutan pupuk, dengan kapal yang
ada.

Grafik 2.1 Hubungan Unit Cost Dengan Jarak

Secara umum penggambaran unit cost terdapat pada grafik diatas. Grafik diatas terdiri
dari dua garis linear yang saling bertindihan. Garis yang tampak adalah garis dengan

23
posisi paling bawah. yang berarti kondisi minimum. Karena tujuan pembuatan model ini
adalah untuk mengetahui model biaya yang minimum dari masing - masing metoda
pengemasan pupuk. Perumusan dari grafik diatas secara umum adalah

Y = aX + b

a = variabel cost

b = fixed cost

Perbedaan karakteristik dari daerah yang berbeda, menyebabkan komponen variabel dan
fixed cost berbeda - beda untuk masing - masing jarak dan hal tersebut yang akan
menyebabkan perbedaan grafik pada masing - masing metoda pengangkutan, jenis dan
jarak.

24
Bab 3. Metodologi Penelitian

3.1. Pendahuluan

Metoda penelitian adalah susunan dan sistematika penulis dalam penyelesian tugas
akhir. Sistematika penyelesaian tugas akhir terdiri dari dua kegiatan, yaitu sistematika
pengumpulan data dan sistematika analisis data. Tujuan pelaksanaan metodologi
penelitian adalah agar tugas akhir yang disusun ini dapat menjawab seluruh
permasalahan yang ditanyakan.pada bab yang terdahulu.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data yang dilaksanakan dalam menyelesaikan tugas akhir ini
terdiri dari pengumpulan data secara langsung dan pengumpulan data secara tidak
langsung. Pengumpulan data secara langsung dilakukan dengan cara melakukan survey
ke lapangan. Pengumpulan data tidak langsung dilakukan dengan cara mengumpulkan
data dari pihak ke 2 maupun pihak ke 3 serta data olahan.

3.2.1. Pengumpulan Data Secara Langsung (Primer)

Kegiatan pengumpulan data secara langsung dilaksanakan dengan cara mengumpulkan


data dari lapangan, yaitu melaksanakan observasi dilapangan pada saat operasi bongkar
muat berlangsung dan melakukan wawancara langsung dengan pihak yang terkait
langsung dengan distribusi pupuk.
Adapun tempat pengambilan data primer dilangsungkan adalah di wilayah kerja PT
Petrokimia Gresik. Wilayah kerja yang berkaitan langsung dengan distribusi pupuk
adalah di Departemen komersil, bagian Distribusi Wilayah II. Distribusi Wilayah II atau
Diswil II menangani pengangkutan muatan pupuk dari PT Petrokimia Gresik melalui
jalur laut diluar area Jawa dan Bali.
Untuk mengetahui kondisi pengangkutan yang sedang terjadi penulis perlu melakukan
pengambilan data secara langsung, baik turun kelapangan dan pelabuhan, serta
mewawancarai pihak Petrokimia yang bersangkutan langsung.

25
3.2.2. Pengumpulan Data Secara Tidak Langsung (Sekunder)

Pengumpulan data tidak langsung adalah pemerolehan data melalui pengolahan data -
data yang telah didapat sebelumnya. Pengolahan data tersebut ditujukan sebagai tahap
penyelesaian perhitungan menuju ke tahap akhir.

Adapun data yang dikumpulkan adalah data pengiriman muatan pupuk , dan data
kebutuhan pupuk tiap daerah di pulau Jawa. Sementara untuk mencapai perhitungan
menuju ke tahap akhir diperlukan data - data pelengkap yang bisa didapatkan dari pihak
ke tiga, seperti referensi artikel, buku, jurnal, dan publikasi.

3.3. Analisia Data

Selama pengerjaan tugas akhir ini, penulis membagi pengerjaan tugas ini dalam
beberapa tahapan pengolahan data. Tahapan pengerjaan tugas akhir ini antara lain :

3.3.1. Identifikasi Kebutuhan Pengiriman

Pada tahap ini dilakukan identifikasi dari supply demand yang ada, serta penulis
akan melihat kecenderungan dari suplai dan permintaan dari distribusi pupuk
yang sudah ada di PT Petrokimia Gresik.

3.3.2. Identifikasi Sarana dan Prasarana Saat Ini

Pada tahap ini penulis akan melakukan identifikasi segala kondisi yang
menunjang dari distribusi pupuk domestik. Adapun sarana dan prasarana yang
dimaksud adalah, jenis kapal yang dipakai, metoda pengadaan kapal, Tempat
pengantongan pupuk, Gudang Pupuk, dan Sarana bongkar muat pupuk di
pelabuhan Petrokimia Gresik

3.3.3. Identifikasi Pola Operasional Distribusi Saat Ini

Pola distribusi adalah hal lain yang menentukan kinerja dari distribus pupuk
domestik. Asal dan tujuan dari masing - masing pupuk ditentukan oleh
kebutuhan penyaluran pupuk per daerah.

3.3.4. Analisis pengangkutan tanpa kemasan

Pada tahap ini penulis melakukan analisis pola pengangkutan pupuk dengan cara
tanpa kemasan. Muatan pupuk langsung dimuati didalam ruang muat kapal.

26
Pengiriman pupuk dengan metoda seperti ini dilakukan antara pabrik (Gresik)
atau Impor, dengan Distribution Centre.

3.3.5. Analisis pengangkutan pupuk dengan kemasan karung

Metoda pengangkutan ini dilakukan dengan cara mengemas pupuk di dalam


kemasan karung 50 Kg (Untuk NPK, ZA, SP36), dan 40 Kg untuk pupuk
organik. Biasanya pengangkutan jenis ini dilaksanakan untuk daerah yang
kebutuhan pengiriman pupuknya kecil serta hanya membutuhkan kapal yang
kecil sekelas Kapal Layar Motor untuk mengangkutnya. Selain itu pengemasan
dengan karung cukup fleksibel karena pupuk dalam bag dapat dimasukkan
kedalam kontainer dan kontainer dapat diangkut dengan kapal jenis yang lainnya
ataupun pupuk dalam kemasan karung dapat dipaketkan dengan pallet, hal ini
yang lazim terjadi dalam pengiriman kemasan karung. Lalu analisis dilakukan
dengan menghitung biaya logistik yang dikeluarkan saat pelaksanaan operasi.

3.3.6. Analisis pengangkutan pupuk dengan pemaketan sling bag

Pemaketan dengan sling bag pada distribusi pupuk domestik tergolong baru
karena. Pemaketan dengan sling bag ditujukan untuk mempercepat pemuatan,
akan tetapi semua kembali lagi pada fasilitas crane atau derrick dipelabuhan.
Secara umum pemaketan dengan sling bag yaitu menggunakan kawat baja.

3.3.7. Perbandingan biaya dan manfaat

Perbandingan ini ditujukan untuk mengetahui manfaat dan biaya yang didapat
dari pengiriman dengan masing - masing metoda pengemasan. Tiap metoda
pengemasan akan ditampilkan dalam

27
3.4. Diagram Alur Berpikir

Diagram alur berpikir menggambarkan skema perhitungan dari masing - masing


pengemasan pupuk baik tanpa kemasan, sling bag, loss cargo, maupun dengan paket
pallet. Masing - masing jenis pengemasan akan ditempatkan didalam kapal yang
berbeda yang memiliki spesifikasi serta karakteristik terhadap komponen biaya yang
berbeda - beda. Alur berpikir ini akan membawa perhitungan tersebut menuju
pengangkutan dengan kapal dan pengemasan yang paling efektif dan efisien dengan
batasan kinerja kapal (round trip) dan kondisi pergudangan.

Gambar 3.6 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir

28
Bab 4. Gambaran Kondisi Saat Ini

4.1. Pendahuluan

Gambaran kondisi saat ini yang ada pada kasus distribusi pupuk domestik adalah segala
hal yang mendukung aspek transportasi laut dari distribusi pupuk domestik. Adapun hal
- hal yang berkaitan dengan aspek yang mendukung transportasi laut dari pupuk
domestik, antara lain data kebutuhan penyaluran pupuk, luas areal yang membutuhkan
pupuk, metoda pemuatan yang ada, ukuran dari pemuatan, data armada, jarak daerah,
harga bahan bakar dan biaya lainnya.

4.2. Tujuan Pengangkutan Pupuk

4.2.1. Gambaran Umum

Tujuan dari pengangkutan pupuk adalah untuk memenuhi penugasan dari distribusi
pupuk yang diberikan oleh Kementrian Pertanian. Setiap tahunnya Kementrian
Pertanian mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Pupuk Bersubsidi. Pedoman
tersebut berisikan daftar kebutuhan masing - masing jenis pupuk untuk tiap propinsi di
Indonesia. Jumlah tersebut merupakan olahan dari Kementrian Pertanian atas dasar
kebutuhan dari pupuk untuk masing - masing sektor yang membutuhkan. Adapun sektor
yang membutuhkan pupuk antara lain : Tanaman pangan, holtikulura, perkebunan,
peternakan, dan perikanan budidaya.

Adapun detail dari jumlah dari pupuk yang perlu didistribusikan ke masing - masing
propinsi pada tahun 2012 tampak pada tabel di bawah ini.

29
Tabel 4.4 Daftar Kebutuhan Pupuk Nasional
Jenis Pupuk (Ton)
No Propinsi
SP36 ZA NPK Organik
Nangroe Aceh
1 Darussalam 23,900 8,800 46,500 13,600
2 Sumatera Utara 60,800 53,000 166,500 46,800
3 Sumatera Barat 30,900 21,000 72,500 24,000
4 Jambi 14,400 4,600 28,600 9,600
5 Riau 10,300 5,200 23,700 5,100
6 Bengkulu 9,900 3,600 27,900 10,200
7 Sumatera Selatan 47,200 7,700 122,900 22,800
8 Bangka Belitung 3,900 1,800 18,800 5,700
9 Lampung 56,700 17,500 161,000 38,000
10 Kep. Riau 160 100 1,000 150
11 DKI Jakarta 90 10 100 50
12 Banten 23,400 1,800 37,400 4,800
13 Jawa barat 184,900 77,700 393,200 49,300
14 DI Jogjakarta 7,400 12,200 27,600 10,500
15 Jawa Tengah 175,100 186,700 413,200 162,100
16 Jawa Timur 215,000 485,000 674,800 336,200
17 Bali 5,000 9,800 33,000 23,800
18 Kalimantan Barat 13,000 3,800 56,900 11,500
19 Kalimantan Tengah 5,000 700 23,800 3,800
20 Kalimantan Selatan 10,000 1,700 33,400 6,300
21 Kalimantan Timur 7,000 2,200 21,900 3,500
22 Sulawesi Utara 5,500 200 15,600 2,800
23 Gorontalo 1,700 150 13,900 750
24 Sulawesi Tengah 5,400 9,000 22,800 3,200
25 Sulawesi Tenggara 7,200 4,300 10,400 6,300
26 Sulawesi Selatan 44,000 61,400 79,400 21,000
27 Sulawesi Barat 3,000 6,100 10,700 1,200
Nusa Tenggara
28 Barat 19,600 12,150 35,900 7,800
Nusa Tenggara
29 Timur 5,800 700 9,900 1,300
30 Maluku 350 250 1,800 400
31 Maluku Utara 2,800 500 6,000 1,750
32 Papua 200 90 1,620 500
33 Papua Barat 400 250 2,200 200

Tabel diatas menjelaskan tentang kebutuhan puuk per propinsi untuk masing - masing
jenis pupuk.

Pada model transportasi laut dalam studi ini, contoh distribusi pupuk domestik yang
digunakan adalah daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

30
Tabel 4.5 Daftar Kebutuhan Pupuk Provinsi NTB, NTT, dan Bali
Jenis Pupuk (Ton)
No Propinsi
SP36 ZA NPK Organik
28 Nusa Tenggara Barat 19,600 12,150 35,900 7,800
29 Nusa Tenggara Timur 5,800 700 9,900 1,300
Jenis Pupuk (Ton)
No Propinsi
SP36 ZA NPK Organik
17 Bali 5,000 9,800 33,000 23,800

Kedua daerah ini di pilih karena daerah ini terdiri dari berbagai pulau yang berarti butuh
moda transportasi laut untuk menunjang kelancaran distribusi pupuk domestik. Selain
itu pelabuhan - pelabuhan pada daerah mendukung keragaman kedatangan kapal,
sehingga tingkat fleksibilitas dari kapal yang dapat sandar cukup tinggi.

Daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan memiliki 5
pulau besar. Di Nusa Tenggara Barat terdapat dua pulau besar, yaitu Lombok dan
Sumbawa. Di Nusa Tenggara Timur, terdapat tiga pulau besar yang menjadi tujuan
kirim dari pupuk bersubsidi, yaitu pulau Flores, pulau Sumba, dan daerah di pulau
Timor, yaitu Timor Barat.

Gambar 4.7 Lokasi Pulau Tujuan dan Provinsi NTB dan NTT

4.2.2. Komoditas lahan per daerah

Masing - masing pulau memiliki kebutuhan pupuk tersendiri. Adapun jumlah pupuk
yang dibutuhkan untuk masing - masing pulau bergantung pada luas areal lahan yang

31
membutuhkan pupuk di masing - masing daerah. Adapun hubungan antara luas areal
yang membutuhkan pupuk dengan kebutuhan penyaluran pupuk adalah sebagai berikut.

Konsumsi pupuk vs lahan Produktif


4500000
4000000 R² = 0.920866020197813
Lahan Produktif (Ha)

3500000
3000000
Konsumsi pupuk vs lahan
2500000 Produktif
2000000 Linear (Konsumsi pupuk vs lahan
Produktif)
1500000
1000000
500000
0
0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000
Konsumsi Pupuk (Ton)

Grafik 4.2 Hubungan Konsumsi Pupuk dengan Lahan Produktif

Maka dari grafik tersebut akan di terjemahkan kepada kebutuhan pupuk untuk masing -
masing pulau yang ada di Nusa Tenggara Bara dan Nusa Tenggara Timur.
Penerjemahan dilakukan dengan memperhitungkan perbandingan antara luas area yang
membutuhkan pupuk di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan jumlah
pupuk yang perlu didistribusikan per propinsi.

Untuk menerjemahkan kebutuhan pupuk per pulau, perlu diketahui jumlah areal lahan
produktif di masing - masing pulau. Menurut informasi yang didapat dari Petrokima
Gresik dan Kementrian pertanian, didapatkan bahwa areal lahan produktif di masing -
masing pulau adalah sebagai berikut :

Tabel 4.6 Daftar Komoditas di Provinsi NTB dan NTT


Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
Jenis Luas (Ha) Jenis Luas (Ha)
Padi 398028.0 Padi 181389.0
Holtikultura 15794.0 Holtikultura 3193.0
Kopi 12569.0 Kopi 70454.0
Kakao 6082.0 Kakao 47059.0
Lainnya 233885.0 Lainnya 292563.1
Total 666358.0 Total 594658.1
Lombok 323963.3 Flores 345938.3
Sumbawa 342394.7 Sumba 51246.2
Timor Barat 197473.6

32
Tabel 4.7 Konsumsi Pupuk Untuk Masing - Masing Pulau
Lahan Konsumsi per Tahun (Ton)
Propins
Pulau Produktif Perbandingan
i SP36 ZA NPK Organik
(Ha)
NTB Lombok 323963.3 0.49 9528.9 5906.9 17453.5 3792.1
NTB Sumbawa 342394.7 0.51 10071.0 6243.0 18446.5 4007.9
NTT Flores 345938.3 0.58 3374.1 407.2 5759.3 756.3
NTT Sumba 51246.2 0.09 499.8 60.3 853.2 112.0
NTT Timor Barat 197473.6 0.33 1926.1 232.5 3287.6 431.7
Lahan Konsumsi per Tahun (Ton)
Propins
Pulau Produktif Perbandingan
i SP36 ZA NPK Organik
(Ha)
23847.
Bali Bali 205947.0 1.00 5010.0 9819.6 33066.0 6

Tabel 4.8 Alokasi Pasokan Pupuk Untuk Masing – Masing Propinsi


Jenis Pupuk
Pasokan Pupuk
ZA SP-36 NPK Organik Total
Nusa Tenggara Barat 12150 19600 38000 8600 78350
Nusa Tenggara Timur 700 5800 10500 1400 18400
Total Nusa Tenggara 12850 25400 48500 10000 96750
Bali 9800 5000 34965.18 25935.9 75,701

Tren Kenaikan pasokan pupuk dari tahun


sebelumnya
400.0%
350.0%
300.0%
Organik
250.0% SP36
200.0% ZA
NPK
150.0%
100.0%
50.0%
0.0%
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
-50.0%
-100.0%

Grafik 4.3 Tren Kenaikan Jumlah Pupuk

4.2.1. Kondisi Pengiriman Saat Ini

Sebagai perbandingan terhadap skenario gagasan, maka perlu diketahui sebelumnya


mengenai kondisi pelayaran pupuk saat ini untuk daerah Bali dan Nusa Tenggara.

33
Gambar 4.8 Alur Pengiriman Pupuk Saat Ini

Tabel 4.9 Kondisi Pengiriman Pupuk Saat Ini


Freight Muatan
Asal Tujuan Pulau Kemasan Kendaraan Total Biaya
(Rp / Ton) Kontrak
Bali Bali In Bag Loss Cargo Truk Darat 109,000 71,600.0 Rp 7,804,400,000.0
Lombok In Bag Loss Cargo General Cargo 187,750 36681.5 Rp 6,886,957,255.2
NTB
Sumbawa In Bag Loss Cargo General Cargo 235,000 38768.5 Rp 9,110,590,452.9
Gresik
Flores In Bag Loss Cargo General Cargo 289,700 10296.9 Rp 2,982,999,091.6
NTT Sumba In Bag Loss Cargo Kontainer 555,000 1525.3 Rp 846,565,170.7
Timor Barat In Bag Loss Cargo General Cargo 292,500 5877.8 Rp 1,719,256,987.4
Total Bali Rp 7,804,400,000.0
Total
Nusa
Tenggara Rp 21,546,368,957.8

Sejumlah Dari tabel diatas didapatkan pengiriman jumlah pengiriman pupuk, total
biaya, beserta unit costnya untuk dapat dibandingkan terhadap skenario gagasan.

4.2.2. Rute Distribusi Pupuk

Sejumlah daerah yang telah memiliki jumlah permintaan pupuk perlu diperlukan
perencanaan rute agar pupuk dapat terangkut sesuai dengan kebutuhan. Selain itu rute
pengangkutan pupuk perlu disesuaikan dengan lokasi pelabuhan yang ada. Adapun
pelabuhan yang menjadi tempat pendistribusian pupuk, baik bongkar maupun pelabuhan
muat adalah :

- Pelabuhan Petrokimia Gresik

34
- Pelabuhan Tanjungwangi

- Pelabuhan Lembar

- Pelabuhan Badas

- Pelabuhan Ende

- Pelabuhan Tenau

- Pelabuhan Waingapu

- Pelabuhan Benoa

Adapun lokasi dari pelabuhan - pelabuhan tersebut tampak pada gambar di bawah ini

Gambar 4.9 Lokasi Pelabuhan Produksi, Pengantongan, dan Penerima

Gambar 4.10 Lokasi Pelabuhan Bali

35
4.2.3. Skema Pengiriman Pupuk 1 (Nusa Tenggara)

Dalam perencanaan distribusi perlu diketahui rencana pengiriman yang tergambarkan di


dalam rute - rute pengiriman. Skema distribusi pupuk yang ada merupakan kombinasi
transportasi dari berbagai macam kapal. Kapal yang melayani dalam distribusi pupuk
domestik ini adalah bulk carrier, kapal layar motor, dan general cargo.

Perbedaan skema ini bertujuan untuk melayani konsumen dari pupuk, yaitu petani.
Petani di daerah tujuan tidak dapat menerima pupuk dari pabrik dalam bentuk curah
kering secara langsung karena akan merepotkan dan menyulitkan pembelian. Oleh
karena itu sebelum pupuk sampai ke petani maka perlu melalui titik pengantongan, agar
petani dapat dengan mudah dalam pembeliannya.

Gambar 4.11 Alur Pengantongan Pupuk

Oleh karena itu pengangkutan untuk tujuan pengantongan dapat dilakukan dengan kapal
Bulk Carrier, yaitu pengangkutan pada tahap 1. Pengangkutan berikutnya ataupun
pengangkutan tahap 2 dilakukan dengan menggunakan Kapal Layar Motor atau kapal
General Cargo.

36
Gambar 4.12 Alur Skema, Skenario dan Pilihan distribusi pupuk

Secara umum proses pengiriman pupuk di bagi menjadi dua skema dan pada masing –
masing skema terdiri dari berbagai skenario dan pilihan seperti tampak pada gambar
diatas.

37
Tabel 4.10 Skenario, Kapal, dan Rute yang dilayani
Skenario Bulk Carrier KLM General Cargo Container
1. Tanjungwangi – Lembar
2. Tanjungwangi – Badas
1A Gresik – Tanjungwangi 3. Tanjungwangi – Ende - -
4. Tanjungwangi – Waingapu
5. Tanjungwangi - Tenau
1. Lembar – Badas – Waingapu
1B Gresik - Lembar - -
2. Lembar – Waingapu – Tenau - Ende
1. Lembar – Badas 1. Surabaya – Lembar
3 - 2. Ende – Waingapu - 2. Surabaya – Ende
3. Ende – Tenau
1. Lembar – Badas
2. Lembar – Ende
2A Gresik – Lembar - -
3. Lembar – Waingapu
4. Lembar - Tenau
1. Lembar – Badas – Waingapu
2B Gresik - Lembar - -
2. Lembar – Ende – Tenau

Dalam pembuatan model, dibuat dua buah skenario rute dengan dua pilihan, yaitu
pilihan a dan b pada masing - masing skenario.

Tabel 4.11 Kapal Yang Digunakan dari Tempat Produksi ke Pengantongan


  Skenario 1 Skenario 2
Pilihan A Bulk Carrier Bulk Carrier
Pilihan B Bulk Carrier Bulk Carrier

Tabel 4.12 Kapal Yang Digunakan dari Tempat Pengantongan ke Pelabuhan Tujuan
  Skenario 1 Skenario 2
Pilihan A Kapal Layar Motor Kapal Layar Motor
Pilihan B Kapal General Cargo Kapal General Cargo

 Skenario 1

Pada Skenario 1 lokasi pabrik pengantongan berada di Banyuwangi. Sesuai dengan


batasan masalah yang ada, kapal yang disebutkan pada penelitian ini melayani khusus
muatan dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Adapun kebutuhan pupuk
untuk daerah yang berada disekitar titik pengantongan Banyuwangi akan dipasok oleh
kapal lain yang tidak libatkan dalam penelitian ini ataupun melalui moda darat.

Skenario 1 pilihan a tampak seperti gambar di bawah ini. Pada pilihan ini pengangkutan
dari pengantongan akan diteruskan dengan menggunakan kapal layar motor

38
Gambar 4.13 Rute Skenario 1 Pilihan A

Berikutnya adalah skenario 1 pilihan b. Pada pilihan b, pengangkutan dari titik


pengantongan akan menggunakan kapal general cargo. Karena kapasitas kapal general
cargo yang besar. Maka kapal ini dapat melayani kebutuhan pengangkutan pupuk untuk
beberapa tujuan pelabuhan sekaligus.

Adapun mengenai pemilihan rute akan didasarkan kepada kombinasi jarak yang paling
pendek.

Tabel 4.13 Kombinasi Kemungkinan Rute 1 Skenario 1


Skenario 1 - Kapal General Cargo
Jumlah Jarak
Skema Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3
(nmile)

Tanjungwangi - Ende - Waingapu - Tenau 462 94 218 774

Tanjungwangi - Tenau - Ende - Waingapu 599 142 94 835

Tanjungwangi - Waingapu - Tenau - Ende 407 218 142 767

Berdasarkan perhitungan tabel diatas maka rute untuk skenario 1 pilihan b adalah
Tanjungwangi - Lembar - Badas dan Tanjungwangi - Waingapu - Tenau - Ende.
Adapun penggambaran dari perjalanan kapal melalui rute diatas digambarkan pada
gambar dibawah ini.

39
Gambar 4.14 Rute Skenario 1 Pilihan B

 Skenario 2

Selanjutnya adalah skenario 2 pilihan a. Skenario 2 adalah skenario dimana titik


pengantongan akan berada di Lembar. Tujuan pemindahan pengantongan di Lembar
adalah untuk mendekatkan pusat distribusi (titik pengantongan) ke daerah tujuan di
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Adapun seluruh daerah di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara timur berpotensi
untuk menjadi titik pengantongan karena adanya mobile bagging unit sebuah alat
pengantongan yang dapat berpindah tempat. Akan tetapi tujuan pemindahan adalah
untuk meringankan beban logistik dari sisi biaya. Lembar dipilih menjadi titik
pengantongan baru karena permintaan pupuk di daerah Lembar adalah yang terbesar di
kelima pulau tersebut, sehingga apabila muatan curah kering telah turun di Lembar,
maka setelah dikemas dalam kantong maka tidak akan disalurkan lagi melalui darat
untuk kebutuhan Lembar sendiri. Selain itu Lembar memiliki jumlah populasi yang
paling besar di antara kelima pulau tersebut, oleh karena itu akan mempermudah
pencarian tenaga kerja untuk pengoperasian operasi pengantongan baru.

Skenario 2 pilihan a muatan curah kering akan turun di Lembar, lalu setelah dikemas
didalam kantong akan disalurkan ke pelabuhan tujuan dengan menggunakan Kapal
Layar Motor. Gambaran perjalanan kapal digambarkan pada gambar di bawah ini.

40
Gambar 4.15 Rute Skenario 2 Pilihan A

Skenario 2 pilihan b adalah pengangkutan dengan menggunakan Kapal General cargo.


Adapun pemilihan rute terpendek adalah sebagai berikut.

Tabel 4.14 Kombinasi Kemungkinan Rute 2 Skenario 1


Skenario 2 - Kapal General Cargo
Skema Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3 Jumlah Jarak (nmile)
Lembar - Badas - Waingapu 107 234  - 341
Lembar - Badas - Ende 107 293  - 400

Lembar - Badas - Tenau


107 437  - 544

Berdasarkan tabel diatas maka akan rute terpendek adalah Lembar - Badas - Waingapu
dan - Lembar - Ende - Tenau. Adapun visualisasi dari perjalanan pada masing - masing
rute tersebut tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.16 Rute Skenario 2 Pilihan B

41
 Skenario 3

Skenario 3 adalah skenario diama terdapat penggunaan kontainer didalamnya.


Kontainer digunakan untuk mengirimkan pupuk ke daerah penghubung. Selain
mengirimkan untuk konsumsi di daerah tersebut, muatan pupuk yang lainnya akan
disalurkan menuju ke daerah – daerah berikutnya

Muatan yang diangkut dengan kontainer di kemas dalam bentuk sak

Gambar 4.17 Rute Skenario 3

4.2.4. Skema Pengiriman Pupuk 2 (Bali)

Pemasokan pupuk di Indonesia terdapat dari dua cara, yaitu produksi pupuk yang
dilakukan di pabrik di Indonesia, dan impor pupuk dari luar negeri. Di Indonesia
terdapat pusat produksi pupuk terbesar se Asia Tenggara. Lokasi dari tempat produksi
pupuk tersebut berada di Gresik.

Pengiriman pupuk pada skema ini berlokasi di Bali. Skema ini memiliki rute tunggal,
yaitu Surabaya atau Gresik – Bali, Surabaya selaku tempat pengiriman kontainer.
Tujuan dari pengiriman ini adalah pelabuhan Benoa yang ada di Bali.

42
Gambar 4.18 Rute Skenario 3

Pada masing – masing skenario terdiri dari setiap jenis pemaketan pupuk yang diangkut
oleh kapal yang berbeda - beda

 Skenario 1

Skenario ini menggunakan kapal Bulk Carrier dimana muatan akan dikemas tanpa
muatan dan akan di kantongkan saat di tujuan dengan mengunakan mobile bagging unit

 Skenario 2

Skenario ini menggunakan kapal Layar Motor dimana muatan akan dikemas secara in
bag loss cargo di dalam palkah kapal. Muatan yang sampai ditujuan sudah dalam bentuk
karung

 Skenario 3

Skenario ini menggunakan General Cargo dimana muatan akan dikemas secara
kombinasi antara in bag loss cargo, Paket Pallet, dan Sling Bag di dalam palkah kapal.
Muatan yang sampai ditujuan sudah dalam bentuk karung

 Skenario 4

Skenario ini menggunakan Kontaner dimana muatan akan dikemas secara in bag loss
cargo di dalam kontainer. Dan kontainer akan di letakkan di atas kapal Muatan yang

43
sampai ditujuan sudah dalam bentuk karung dan harus dibongkar dari dalam kontainer.
Adapun perhitungan akan dilakukan secara port – to port.

4.3. Fasilitas Penunjang Distribusi Pupuk

4.3.1. Pemasok Pupuk

Pemasokan pupuk di Indonesia terdapat dari dua cara, yaitu produksi pupuk yang
dilakukan di pabrik di Indonesia, dan impor pupuk dari luar negeri. Di Indonesia
terdapat pusat produksi pupuk terbesar se Asia Tenggara. Lokasi dari tempat produksi
pupuk tersebut berada di Gresik.

Gambar 4.19 Lokasi Produksi Pupuk

Pusat produksi pupuk yang berada di Gresik bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
pupuk nasional. Distribusi pupuk yang dilakukan terbagi dalam dua jenis distribusi,
yaitu distribusi melalui darat dan distribusi melalui jalur laut. Distribusi melalui jalur
darat adalah distribusi yang dilakukan antara gudang lini 2 ke gudang lini 3, yang
berarti distribusi menuju ke pengecer besar sebelum ke kios pertanian sebelum akhirnya
pupuk ada di tangan kelompok tani.

44
Sumber pasokan pupuk berikutnya adalah berasal dari luar negeri, yaitu impor.
Keputusan impor pupuk dilakukan apabila produksi pabrik pupuk tidak dapat
memenuhi kebutuhan pada suatu daerah. Muatan impor akan turun pada pelabuhan yang
dapat disandarkan oleh kapal internasional, yaitu kapal dengan radius pelayaran
internasional yang umumnya memiliki LoA (length over all) kapal lebih dari 170m.
Tidak semua pelabuhan di Indonesia dapat menerima supply pupuk dari daerah ini.
Adapun untuk keperluan penyaluran NTT dan NTB kapal impor datang di pelabuhan
Banyuwangi, yaitu Tanjungwangi.

Gambar 4.20 Lokasi Pelabuhan Tanjungwangi

Umumnya kapal impor berasal dari Cina dengan mengangkut muatan ZA dan SP36.
Adapun realisasi muatan pupuk yang datang, seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.15 Pasokan Pupuk Impor


Lokasi
Jenis Pupuk Total
Datang
ZA Gresik 313,000
ZA Makassar 97,000
ZA Banyuwangi 30,000
SP36 Gresik 30,000
SP36 Makassar 46,339
SP36 Banyuwangi 25,000

4.3.2. Pengantongan Pupuk

Para konsumen yang membutuhkan pupuk, menerima pupuk di daerah masing - masing
dalam bentuk eceran. Tahap sebelumnya dari distribusi pupuk adalah melalu koperasi
atau pengecer yang menerima pupuk dalam bentuk karung. Pupuk yang di produksi dari
pabrik berbentuk curah. Oleh karena itu agar dapat sampai ke tingkat pengecer dalam
bentuk karung, harus dilakukan proses pengantongan terlebih dahulu. Dalam proses
pengantongan pupuk perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain :

45
1. Kapasitas pengantongan

Kapasitas pengantongan diperlukan untuk mengetahui kinerja pengantongan


dalam satuan waktu tertentu. Hal tersebut akan menghasilkan kebutuhan jumlah
mesin pengantongan yang dibutuhkan.

2. Tenaga Kerja

Ketersediaan tenaga kerja diperlukan untuk melakukan pengoperasian,


perawatan, perbaikan dan pelaksanaan pengantongan. Daerah yang baik sebagai
tempat pengantongan adalah daerah yang memiliki populasi yang memadai.

3. Lokasi dari daerah tujuan distribusi pupuk selanjutnya

Lokasi tempat pengantongan harus dipilih pada daerah yang paling strategis
dengan lokasi pemasok pupuk dan lokasi pupuk yang untuk dikirim

Adapun lokasi yang tepat untuk pemasokan pupuk untuk daerah Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur. dan lokasi yang terdekat dengan daerah tersebut, yaitu
pengantongan Banyuwangi.

4.3.3. Pelabuhan

Pelabuhan adalah gerbang sebagai pintu keluarnya pupuk dari lokasi produksi ataupun
impor dan pintu masuk pasokan pupuk bagi daerah yang terpisah oleh perairan. Lokasi
pelabuhan harus diupayakan sedekat mungkin dengan lokasi tujuan pupuk, agar
pengangkutan pupuk lebih lanjut (menggunakan moda darat) lebih mudah. Pelabuhan
sebagai gerbang pintu masukpun harus dipilih dengan beberapa kriteria agar distribusi
pupuk melalui pelabuhan tersebut berjalan lancar. Adapun fasilitas pelabuhan yang
terpenting untuk menunjang distribusi pupuk adalah kemampuan bongkar dan muat
yang memadai serta kapasitas pelabuhan sehingga sanggup untuk menerima kedatangan
kapal.

Pada distribusi pupuk ini terdapat 7 titik pelabuhan yang mana 2 pelabuhan akan
dipergunakan sebagai pelabuhan muat dan 5 pelabuhan sebagai pelabuhan bongkar,
mengingat operasi distribusi pupuk ini adalah operasi penugasan yang bertujuan
memenuhi kebutuhan pupuk di daerah Nusa Tenggara barat dan Nusa Tenggara Timur.

46
1. Pelabuhan muat

Pelabuhan ini merupakan titik asal muasal muatan barang berada. Muatan baik
yang berbentuk curah maupun muatan yang berbentuk kantong maupun
kemasan. Adapun pelabuhan muat pada operasi ini yaitu :

a) Pelabuhan Petrokimia Gresik

Pelabuhan ini berdekatan dengan lokasi produksi

Gambar 4.21 Foto Udara Pelabuhan Petrokimia Gresik

Lokasi pelabuhan ini berada di kolam pelabuhan yang sangat ramai oleh
karena itu waktu tunggu dan persiapan untuk kapal sebelum sandar
cukup lama karena banyaknya kapal lain yang ikut mengantri.

47
Gambar 4.22 Gudang Pelabuhan Petrokimia

Adapun fasilitas yang ada pada pelabuhan Petrokimia Gresik adalah alat
suction loader yang bertujuan untuk melakukan bongkar muat untuk
muatan curah kering langsung ke ruang muat kapal.

Gambar 4.23 Suction, Alat Bongkar Muat Muatan Curah Kering

Prinsip kerja alat ini dengan menggunakan spiral baja yang akan berputar
untuk mendorong masuk ataupun keluar muatan yang akan dimuati

48
Gambar 4.24 Metal Spiral Sebagai Alat Pemindah Muatan pada Suction

Adapun alat bongkar muatan muatan curah kering lainnya adalah


menggunakan grab dan corong. Alat ini khusus untuk membongkar
muatan curah kering dari kapal menuju conveyor belt maupun ke atas
truk. Kinerja dari alat tersebut adalah berkisar 600 hingga 1000 ton per
jam untuk alat yang sama, penurunan kinerja alat dipengaruhi oleh faktor
usia dari alat tersebut.

Menurut realisasi pengiriman pupuk terdahulu bahwa pelabuhan


Petrokimia memiliki waktu untuk kongesti dan persiapan kapal sekitar 3
hari

49
Gambar 4.25 Grab Sebagai Alat Bongkar Muat Curah Kering

Untuk Safety Working Load dari grab adalah berkisar antara 2.5 hingga 3
ton. Dan waktu rotasi dari grab berkisar antara 4.5 hingga 5 menit.

b) Pelabuhan Tanjungwangi

Letak pelabuhan ini berada di Banyuwangi. Pelabuhan ini dekat dengan


pabrik pengantongan yang ada di Banyuwangi. Selain itu Banyuwangi
merupakan pusat distribusi pupuk untuk daerah Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur. Di pelabuhan ini dekat dengan lokasi gudang
penyimpanan pupuk yang telah dikantongi, oleh karena itu pupuk yang
dikirim dari sini dapat langsung dikirim ke pengecer besar atau
distributor.

50
Gambar 4.26 Foto Udara Pelabuhan Tanjungwangi

Menurut realisasi pengiriman pupuk terdahulu bahwa pelabuhan


Tanjungwangi memiliki waktu untuk kongesti dan persiapan kapal
sekitar 2 hari

c) Pelabuhan Lembar

Pelabuhan ini terletak di pulau Lombok, yakni ibukota provinsi Nusa


Tenggara Barat. Asal muasal pelabuhan ini dalam perannya pada mata
rantai distribusi pupuk di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur adalah sebagai pintu gerbang masuk pupuk untuk memenuhi
kebutuhan pulau Lombok. Akan tetapi karena lokasi yang strategis
dengan daerah tujuan serta jumlah populasi yang tinggi maka pelabuhan
ini akan dijadikan pula sebagai gerbang keluar untuk pusat distribusi di
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Gambar 4.27 Foto Udara Pelabuhan Lembar

51
Untuk dapat menunjang kebutuhan sebagai pusat distribusi tersebut
maka perlu ada beberapa penambahan fasilitas, antara lain unit
pengantongan yang dapat di mobilisasi dan penambahan kapasitas
gudang.

Menurut realisasi pengiriman pupuk terdahulu bahwa pelabuhan Lembar


memiliki waktu untuk kongesti dan persiapan kapal sekitar 2 hari

2. Pelabuhan bongkar

a) Pelabuhan Lembar

Selain menjadi pelabuhan muat, pelabuhan ini dapat dijadikan pelabuhan


bongkar. Apabila dipergunakan menjadi pelabuhan bongkar maka tidak
diperlukan penambahan fasilitas apapun. Karena cukup dengan crane
ataupun derrick dari kapal dapat menunjang aktivitas bongkar muatan
pupuk dari kapal.

Menurut realisasi pengiriman pupuk terdahulu bahwa pelabuhan Tenau


memiliki waktu untuk kongesti dan persiapan kapal sekitar 2 hari

b) Pelabuhan Badas

Pelabuhan ini terletak di Bima pulau Sumbawa. Pelabuhan ini merupakan


gerbang masuk dari pasokan pupuk untuk memenuhi kebutuhan pulau
Sumbawa.

52
Gambar 4.28 Foto Udara Pelabuhan Badas

Menurut realisasi pengiriman pupuk terdahulu bahwa pelabuhan Tenau


memiliki waktu untuk kongesti dan persiapan kapal sekitar 3 hari

c) Pelabuhan Ende

Pelabuhan ini terletak di pulau Flores besar, dekat dengan teluk Savu.
Pada pelabuhan ini akan menjadi pintu masuk bagi muatan pupuk untuk
memenuhi kebutuhan pulau Flores. Pasokan pupuk untuk pulau Flores
adalah yang terbesar untuk daerah Nusa Tenggara Timur, karena pulau
Flores merupaka lumbung padi untuk provinsi Nusa Tenggara Timur.

Gambar 4.29 Foto Udara Pelabuhan Ende

Menurut realisasi pengiriman pupuk terdahulu bahwa pelabuhan Tenau


memiliki waktu untuk kongesti dan persiapan kapal sekitar 3 hari

53
d) Pelabuhan Waingapu

Pelabuhan Waingapu terletak pada pulau Sumba di provinsi Nusa


Tenggara Timur. Kebutuhan pupuk di pulau ini dipenuhi melalui pasokan
pupuk jalur laut yang masuk dari pelabuhan Waingapu ini.

Gambar 4.30 Foto Udara Pelabuhan Waingapu

Menurut realisasi pengiriman pupuk terdahulu bahwa pelabuhan Tenau


memiliki waktu untuk kongesti dan persiapan kapal sekitar 3 hari

e) Pelabuhan Tenau

Pelabuhan Tenau terletak di ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu


Kupang di Timor Barat.

Gambar 4.31 Foto Udara Pelabuhan Tenau

54
Menurut realisasi pengiriman pupuk terdahulu bahwa pelabuhan Tenau
memiliki waktu untuk kongesti dan persiapan kapal sekitar 3 hari

f) Pelabuhan Benoa

Pelabuhan Benoa terletak Bali

Gambar 4.32 Pelabuhan Benoa – Membongkar muatan karung

4.3.4. Pergudangan

Pupuk yang didistribusikan melalui laut tidak dapat disalurkan langsung ke petani,
karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh karena itu perlu adanya suatu gudang untuk
menyangga sementara kebutuhan pupuk sekaligus menjadi tempat transit sebelum
menuju ke tujuan berikutnya. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 17/M-DAG/PER/6/2011 menetapkan bahwa setidaknya ada empat
jenis gudang dalam pendistribusian pupuk domestik. Gudang tersebut antara lain :

- Lini I adalah lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik Produsen atau di wilayah
pelabuhan tujuan untuk pupuk impor.
- Lini II adalah lokasi gudang Produsen di wilayah Ibukota Provinsi dan Unit
Pengantongan Pupuk (UPP) atau di luar wilayah pelabuhan.
- Lini III adalah lokasi gudang Produsen dan/atau Distributor di wilayah
Kabupaten/Kota yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Produsen.
- Lini IV adalah lokasi gudang atau kios Pengecer di wilayah Kecamatan dan/atau
Desa yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Distributor.

55
Pada kasus distribusi kali ini gudang yang diperhatikan adalah gudang lini II, yang
menjadi transit dari pupuk sebelum disalurkan kembali dengan menggunakan kapal
untuk di distribusikan ke pelabuhan berikutnya.

Adapun ukuran kapasitas gudang untuk masing - masing Tanjungwangi, Lembar,


Badas, Ende Waingapu, dan Tenau adalah

Tabel 4.16 Kapasitas Gudang Masing - Masing Pulau


Lokasi Kapasitas (Ton)
Lombok 9,000
Sumbawa 4,500
Flores 3,700
Sumba 850
Timor Barat 3,500
Tanjungwangi 40,000
Bali 15000

Tabel 4.17 Biaya Sewa Gudang


Tempat Biaya sewa gudang
Bali / Banyuwangi 5,000 Rp/ton.tahun
NTB 5,000 Rp/ton.tahun
NTT 4,500 Rp/ton.tahun

4.4. Jenis Pupuk

4.4.1. SP36
SP 36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang ditambang.
Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 SP 36 adalah 46 % yang lebih rendah
dari TSP yaitu 36 %. Dalam air jika ditambahkan dengan ammonium sulfat akan
menaikkan serapan fosfat oleh tanaman. Namun kekurangannya dapat mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, lamban pemasakan dan produksi tanaman rendah.

Sifat dari pupuk ini tidak higroskopis dan mudah larut dalam air. Selain itu Sumber
unsur hara Kalium dan Belerang dengan kadar cukup tinggi serta stabil dan tidak ada
reaksi dengan unsur lain sehingga dapat dicampur dengan pupuk lain. Dari segi
ketahanan tumbuhan, pupuk ini dapat memperkuat tanaman dari serangan penyakit.

56
Gambar 4.33 Butiran Pupuk SP36

4.4.2. ZA
Pupuk ZA merupakan pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan unsur hara Belerang.
Pupuk ZA Terdiri dari senyawa Sulfur dalam bentuk Sulfat yang mudah diserap dan
Nitrogen dalam bentuk amoniumyang mudah larut dan diserap tanaman. Pupuk ZA
memiliki kadar unsur Nitrogen dan Belerang, masing - masing 21% dan 24%.

Manfaat dari pupuk ZA adalah untuk membantu pembentukan butir hijau daun sehingga
daun menjadi lebih hijau. Selain itu menambah kandungan protein dan vitamin hasil
panen, meningakatkan jumlah anakan yang menghasilkan (pada tanaman padi),
berperan penting pada proses pembulatan zat gula, memperbaiki aroma, mengurangi
penyusutan selama penyimpanan

Gambar 4.34 Butiran Pupuk ZA

Untuk Pupuk ZA yang mendapatkan subsidi dari pemerintah memiliki warna abu - abu.

4.4.3. NPK 15 - 15 -15


Pupuk NPK 15 - 15 - 15 adalah salah satu jenis pupuk yang pengadaannya mendapatkan
subsidi pemerintah. Pupuk NPK 15 - 15 - 15 adalah pupuk dengan kadar unsur
Nitrogen, Phospat, dan Kalium, masing - masing 15%, 15%, dan 15%. Pupuk NPK
57
merupakan pupuk majemuk dengan kandungan unsur hara yang lengkap. Beberapa
Unsur hara yang terkandung dalam pupuk NPK antara lain unsur hara makro, unsur
hara mikro, unsur hara sekunder.

- Unsur Hara Makro


Unsur hara ini terdiri dari Nitrogen untuk membantu fotosintesis pada daun,
Phospat untuk membantu pertumbuhan buah, dan Kalium untuk memperkokoh
akar.
- Unsur Hara Sekunder
Unsur hara ini terdiri dari Kalsium sebagai perangsang pertumbuhan akar dan
daun, Magnesium membantu fotosintesis, Sulfur membantu pembentukan enzim
dan vitamin.
- Unsur Hara Mikro
Unsur ini terdiri dari beberapa unsur hara esensial bagi tubuh. Antara lain :
Boron, Tembaga, Klor, Besi, Mangan, Molibdenum, dan Seng
Untuk jenis pupuk yang bersubsidi, pupuk ini diberi warna merah.

Gambar 4.35 Butiran Pupuk NPK 15-15-15

4.4.4. Organik
Penggunaan pupuk organik dan penggolongan pupuk organik dalam kelompok pupuk
yang disubsidi oleh pemerintah baru dimulai pada tahun 2005. Kegunaan utama dari
pupuk ini adalah untuk mengikat unsur hara yang ada pada permukaan tanah. Selain itu
kegunaan lainnya adalah memberikan unsur hara secara langsung pada tanaman.

Pupuk organik yang dipergunakan berasal dari kotoran hewan yang bersumber dari
peternakan - peternakan. Pupuk ini tidak bisa langsung digunakan karena apabila
digunakan langsung dalam bentuk kompos, maka akan memberikan dampak yang tidak

58
optimal atau bahkan dapat memberikan kerusakan terhadap tanaman. Pada saat keadaan
mentah, kompos akan mengalami proses pemasakan, dalam proses pemasakan tersebut
aktivitas mikroba sangat tinggi dan menyebabkan kompos menjadi panas, akhirnya
dalam keadaan ini tidak efektif bahkan dapat memberikan kerugian. Secara umum
kegunaan pupuk organik adalah :

1. Penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan


sulfur) dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi,
meskipun jumlahnya relatif sedikit.
2. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.
3. Membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman
seperti aluminium, besi, dan mangan.

Gambar 4.36 Butiran Pupuk Organik

Pupuk organic yang disubsidi oleh pemerintah berbentuk butiran yang kering, untuk
mempermudah pengaplikasiannya dan ringkas.

4.5. Metoda Pemaketan Pupuk

Sebelum muatan diangkut ke dalam kapal, ada berbagai macam cara untuk
memaketkannya. Pemaketan muatan ini bertujuan untuk mempermudah bongkar muat
sekaligus mempermudah pengangkutan.

59
Gambar 4.37 Alur Pemaketan Karung Pupuk

4.5.1. Sling Bag

Sling Bag adalah cara pengemasan yang relativ baru. Pengemasan ini dilakukan dengan
menggunakan karung goni sebagai dasar alasnya, lalu tali untuk mengikat muatannya.

Gambar 4.38 Sling Bag

Adapun durabilitas dari pemuatan dengan menggunakan jenis Sling Bag umumnya 3
kali pakai.

Metoda pemuatan dengan sling bag hampir sama dengan kontainer mini, Sling bag akan
di bawa kedalam ruang muat kapal, hingga sling bag dilepas di gudang tujuan. Oleh
karena itu dalam perencanaan jumlah sling bag yang dibutuhkan akan dikali 3 dan
dijumlah durabilitasnya karena untuk menyesuaikan jumlah paket sling bag yang ada di
pelabuhan asal, pelabuhan tujuan, dan didalam kapal.

60
4.5.2. In Bag Loss Cargo

Pemuatan seperti ini adalah pemuatan yang lazim adanya dipergunakan untuk memuat
muatan loss cargo ke atas kapal, terutama untuk muatan karung. Dasar palet umumnya
terbuat dari kayu dan umumnya dapat dipakai hingga 3 kali pemakaian sebelum
akhirnya rusak.

Gambar 4.39 karung Loss Cargo yang Sedang diangkut Pallet

Metoda pengangkutan untuk muatan loss cargo umumnya palet akan dibawa kembali ke
gudang penyimpanan setelah muatan karung dikemas didalam ruang muat kapal. Dalam
perencanaan jumlah kebutuhan pallet dalam mode pengangkutan ini adalah. Jumlah
pallet yang dibutuhkan dikalikan dengan 2 dan durabilitasnya. Hal tersebut
menyesuaikan dengan jumlah pallet yang dibutuhkan di pelabuhan awal dan pelabuhan
tujuan.

Gambar 4.40 Karung Loss Cargo Setelah di Tata di Dalam Kapal

61
Saat bongkar muat telah selesai dan karung telah tertata rapi di dalam ruang muat kapal
maka palet akan di bawa kembali ke dalam gudang.

4.5.3. Paket Pallet

Pemuatan ini adalah pemaketan dengan menggunakan pallet. Hampir sama dengan sling
bag, tetapi alat pemaketnya adalah palet. Maka pada metoda pengemasan ini pallet akan
ikut masuk ke dalam kapal. Oleh karena itu dalam perencanaan jumlahnya kebutuhan
palet yang diangkut akan di kalikan dengan 3 untuk mengakomodasi kebutuhan pallet
yang ada di pelabuhan awal, pelabuhan tujuan, dan didalam ruang muat kapal.

Gambar 4.41 Contoh Muatan Pallet yang Dipaketkan dengan Wrap

4.5.4. Kontainer

Setelah muatan pupuk dikantongkan maka pada pengemasan kontainer pupuk karung
pupuk dimasukkan kedalam peti kemas, baik yang 20 feet maupun 40 feet. Setelah itu
kontainer akan disusun diatas kapal peti kemas.

62
Gambar 4.42 Ilustrasi Muatan sak pupuk didalam kontainer

Gambar 4.43 Ilustrasi Muatan Kontainer di Kapal

4.5.1. Kinerja Pemuatan

Kinerja pemuatan adalah tolak ukur keefektifan dari masing - masing metoda
pengemasan. Tiap - tiap metoda pengemasan memiliki kinerja masing - masing. Adapun
yang menjadi tolak ukur dari kinerja ini adalah :

- Kecepatan bongkar muat

Kecepatan bongkar muat dipengaruhi oleh rotasi dari alat bongkar muat dan
banyaknya muatan yang dapat diangkut dalam satu kali rotasi angkut. Selain itu
terdapat faktor pengkoreksi yang berasal dari lamanya penataan dan kinerja dari
operasi TKBM.

- Faktor Pemuatan

Faktor pemuatan adalah rasio muatan yang dapat diangkut kedalam kapal
dengan kapasitas tampung (payload) kapal seluruhnya. Perbedaan yang terjadi
dari masing - masing metoda disebabkan karena masing - masing muatan
memiliki rasio berat dan volume yang berbeda - beda. Perbedaan ini
menghasilkan besarnya broken stowage yang berbeda didalam kapal.

63
Secara garis besar, kinerja pemuatan dapat ditampilkan sebagai berikut :

Tabel 4.18 Kinerja Bongkar Muat Tiap Pemaketan


Utilisasi
Berat per Faktor
Panjang Lebar Tinggi Volume Stowage Factor Ruang
  paket Koreksi
(m) (m) (m) (m3) (Ton / m3) Muat
(Ton) waktu
Global
Sling Bag 1.8 1.8 1.16 3.758 1.5 0.399 120% 95%
In Bag loss
cargo 1.86 1.86 0.71 2.456 1 0.407 140% 97%
In Bag on
pallet
(Paket) 1.86 1.86 0.87 3.010 1 0.332 120% 78%
Kontainer
20 feet 5.919 2.34 2.38 32.964 18 0.546 150%
Kontainer
40 feet 5.919 2.34 2.38 32.964 30 0.910 150%

4.6. Kapal Pemasok Pupuk


Untuk merealisasikan pendistribusian pupuk melalui jalur laut maka dibutuhkan fasilitas
pengangkut, yaitu kapal laut. Kapal laut pemasok pupuk pada distribusi pupuk domestik
harus disesuaikan dengan tipe pemaketan muatan. Secara umum, pada model distribusi
pupuk domestik ini akan melibatkan tiga jenis kapal, yaitu kapal Bulk Carrier, Kapal
Layar Motor, dan Kapal General Cargo.

Tabel 4.19 Aksesibilitas Pemuatan di Kapal

4.6.1. Kapal Bulk Carrier


Kapal Bulk Carrier adalah kapal pengangkut muatan curah kering. Bentuk ruangannya
yang khusus memudahkan proses bongkar muat curah kering.

64
Gambar 4.44 Kapal Bulk Carrier

Umumnya kapal ini memiliki sarat air yang cukup dalam dan panjang kapal yang sangat
panjang. Sehingga kapal ini tidak dapat singgah disemua pelabuhan. Kapal ini hanya
dapat dipelabuhan yang besar.

Mengenai kompabilitas kapal Bulk Carrier terhadap tipe pemaketan sangat terbatas. Hal
tersebut dikarenakan bentuk dari ruang muatnya yang memiliki rise dan tank top.
Fungsi rise dan tank top adalah bertujuan untuk memudahkan proses bongkar muat dari
muatan curah kering. Akan tetapi apabila dimuat untuk muatan dalan bentuk Sling Bag,
In Bag Loss Cargo, dan Paket Pallet pemuatannya nanti tidak akan optimal karena
adanya rise dan tank top tersebut.

Gambar 4.45 Rise dan Tank Top Pada Ruang Muat Kapal Bulk Carrier

65
Adanya rise dan tank top membuat penempatan muatan yang terpaket tidak dapat
sejajar dengan alas dari ruang muat apabila di letakkan didaerah pinggir. Hal tersebut
akan meningkatkan broken stowage yang tinggi pada kapal. Sehingga kapal Bulk
Carrier pada distribusi kali ini hanya dikhususkan mengangkut muatan curah kering.

Adapun daftar kapal curah yang akan beroperasi untuk melayani distribusi muatan
pupuk ditampilkan pada tabel di bawah ini

Tabel 4.20 Spesifikasi Teknis Kapal Bulk Carrier


Data Mesin
Tahun Jumlah
Payload Kecepatan
Nama Kapal Jenis Kapal Pembuatan Ruang DWT GT
BHP Mesin BHP Mesin (Ton) Dinas (Knot)
(Masehi) Muat
Induk (HP) Bantu (HP)

KM Bosowa Lima Bulk Carrier 1978 1600 95 1200 1 12.5 1600 1151
KM Isa Active Bulk Carrier 1982 8040 600 15000 4 13.5 21289 12844
KM Isa Energy Bulk Carrier 1982 10800 680 15400 4 13 20553 12302
KM Isa Glory Bulk Carrier 1983 6200 600 11000 4 13 14286 10212
KM Swadaya Lestari Bulk Carrier 1981 5800 360 6000 1 13.5 9084 5797

4.6.2. Kapal Layar Motor

Gambar 4.46 Kapal Layar Motor

Kapal Layar Motor adalah moda tertua yang telah ada untuk melayani pendistribusian
barang di daerah Nusa Tenggara barat dan Nusa Tenggara Timur. Kapal ini memiliki
ruang palka yang beberapa bagiannya tertutup oleh dek kapal. Kondisi seperti inilah
yang tidak memungkinkan muatan paket yang seberat 1,5 ton ataupun 1 ton didalam
sling bag dan paket pallet sulit untuk ditata dibagian dalam ruang muat kapal. Oleh
karena itu peletakan muatan yang tepat adalah menggunakan in bag loss cargo.

66
Adapun daftar Kapal Layar Motor yang akan beroperasi untuk melayani distribusi
muatan pupuk ditampilkan pada tabel di bawah ini

Tabel 4.21 Spesifikasi Teknis Kapal Layar Motor


Jenis Payload Kecepatan
Nama Kapal GT Harga Kapal
Kapal (Ton) Dinas (Knot)
KLM Putra Saudara Pelra 200 7.2 71 Rp.1,200,000,000
KLM Kartika Ekspress Pelra 263 7 93 Rp.1,350,000,000
KLM Sumber Murni Pelra 57 6.9 20 Rp.875,000,000
KLM Fadli Indah Pelra 184 6.5 65 Rp.1,100,000,000
KLM Hasil Maju Setia Pelra 617 7.1 218 Rp.2,500,000,000
KLM Nusa Bahari Pelra 159 7 56 Rp.1,000,000,000
KLM Harapan Bersatu Pelra 421 7.0 149 Rp.1,941,000,000
KLM Harapan Daerah Pelra 905 7.1 320 Rp.3,480,000,000
KLM Bina Harapan Jaya Pelra 704 7.2 249 Rp.2,841,000,000
KLM Harapan Usaha Pelra 398 7.0 141 Rp.1,869,000,000
KLM Harapan Daerah
Berkembang Pelra 461 7.0 163 Rp.2,067,000,000

4.6.3. Kapal General Cargo

Gambar 4.47 Kapal General Cargo

Kapal General Cargo memiliki fleksibilitas dalam mengangkut muatan. Karena kapal
ini didesain untuk mengangkut muatan yang ummnya ada. Dalam proses distribusi
pupuk domestik, Kapal General Cargo dapat mengangkut muatan paket sling bag, in
bag loss cargo, dan paket pallet. Tidak seperti Kapal Layar Motor, muatan terpaket
dalam sling bag dan paket pallet dapat diangkut karena hatchcover dari Kapal General
Cargo dapat terbuka lebar sehingga muatan yang diangkut pada crane dapat menempati
di hampir seluruh ruang muat kapal.
67
Adapun daftar Kapal General Cargo yang akan beroperasi untuk melayani distribusi
muatan pupuk ditampilkan pada tabel di bawah ini

Tabel 4.22Spesifikasi Teknis Kapal General Cargo


Tahun Data Mesin
Kecepatan
Pembuat Payload
Nama Kapal Jenis Kapal BHP Mesin BHP Mesin Dinas DWT GT
an (Ton)
Induk (HP) Bantu (HP) (Knot)
(Masehi)

KM Bunga Mawar General Cargo 1980 3800 240 4700 12.4 6239 3893
KM Caraka Jaya Niaga III - 12 General Cargo 1993 2037 292 2500 11 3257 3650
KM Caraka Jaya Niaga III - 7 General Cargo 1992 1650 350 2400 14.32 3258 3200
KM Fitria Permata General Cargo 1975 3800 210 5100 12.5 6806 3978
KM Gayatri General Cargo 1985 4080 360 5800 12.5 7793 6306
KM Isabela I General Cargo 1982 3075 315 2700 11 3600 4450
KM Rimba Satu General Cargo 1976 3800 240 4600 12.7 6178 3951
KM Setanggi General Cargo 1979 3400 354 3300 12.5 4488 3849
KM Tanto Murni General Cargo 1975 3800 120 4400 12.7 5934 3372
KM Unipac-I General Cargo 1970 3600 100 4300 12 5852 3409

4.6.4. Pengkelasan Kapal

Dari kapal – kapal yang ada akan dikelaskan berdasarkan ukuran. Pengkelasan
ditujukan untuk menggeneralisasi kapal referensi yang telah disebutkan sebelumnya
agar dapat mengetahui gambaran umum mengenai kinerja kapal yang memiliki ukuran
yang sejenis secara kasar.

Adapun pengkelasannya berdasarkan tabel di bawah ini

Tabel 4.23 Pengkelasan Kapal berdasarkan ukuran (DWT)


Jenis Rentang Kapal Referensi DWT
Dibawah 125 DWT KLM Sumber Murni 57.0
KLM Nusa Bahari (a) 159.0
126 - 250 DWT KLM Fadli Indah (b) 184.0
KLM Putra Saudara ( c) 200.0
Kapal KLM Kartika Ekspress 263.0
Layar KLM Harapan Usaha 399.0
251 - 500 DWT
Motor KLM Harapan Bersatu 421.6
KLM Harapan Daerah Berkembang 461.2
KLM Hasil Maju Setia 617.0
501 - 750 DWT
KLM Bina Harapan Jaya 704.5
751 - 1000 DWT KLM Harapan Daerah 905.3
KM Caraka Jaya Niaga III - 7 (a) 2400
General
2000 - 3000 DWT KM Caraka Jaya Niaga III - 12 (b) 2500
Cargo
KM Isabela I ( c) 2700

68
3001 - 4000 DWT KM Setanggi 3300
KM Unipac-I (a) 4300
KM Tanto Murni (b) 4400
4001 - 5000 DWT
KM Rimba Satu ( c) 4600
KM Bunga Mawar (d) 4700
KM Fitria Permata (a) 5100
5001 - 6000 DWT
KM Gayatri (b) 5800
Dibawah 5000 DWT KM Bosowa Lima 1200
5001 - 10000 DWT KM Swadaya Lestari 6000
Bulk
KM Isa Glory (a) 11000
Carrier 10001 - 15000 DWT
KM Isa Active (b) 15000
15001 - 20000DWT KM Isa Energy 15400
2000 - 4000 DWT KM Meratus Sumbawa 3000
KM Mentari Express (a) 4142
Kontainer KM Meratus Project 1 (b) 5275
4001 - 6000 DWT
KM Meratus Progress 1 ( c) 5539
KM Meratus Palu (d) 5581

4.7. Metoda Penyewaan Kapal

Metoda penyewaan kapal yang dipilih pada distribusi gagasan ini adalah Voyage
Charter, yaitu mengikuti kepada kondisi distribusi yang ada. Hal itu dikarenakan ada
dua faktor, yaitu dari sisi pergudangan dan sisi biaya.

Dari segi pergudangan voyage charter dipilih karena lebih fleksibel terhadap kondisi
muatan yang ada di gudang. Sehingga gudang tidak menyesuaikan jadwal kedatangan
barang dari kapal sehingga gudang harus segera dikosongkan. Dengan voyage charter,
jadwal kedatangan muatan lebih menyesuaikan kepada jumlah barang yang ada
digudang. Apabila barang belum habis digudang, maka kedatangan barang melalui
kapal dapat ditunda.

Berikutnya dari segi biaya, dengan menggunakan voyage charter apabila dibandingkan
dengan time charter, secara relativ akan lebih murah voyage charter, karena waktu kapal
yang digunakan hanya pada satu kali voyage saja. Sehingga dapat ditentukan jumlah
voyage yang dibutuhkan agar muatan kontrak terpenuhi. Lain halnya dengan time
charter yang mana kapal berisiko memiliki waktu nganggur (idle time). Sehingga hal
tersebut yang menjadikan time charter berpotensi lebih mahal, seperti pada tabel
dibawah ini.

69
Tabel 4.24 Perbandingan Biaya Total Voyage Charter dan Time Charter
Asal Tujuan Kapal Voyage Charter Time Charter
Gresik Bali KM Swadaya Lestari Rp 7,250,645,702 Rp 7,852,336,639
KM Bosowa Lima Rp 2,960,405,069 Rp 3,206,072,693
Gresik Lembar
KM Swadaya Lestari Rp 7,103,926,636 Rp 7,693,442,170
KLM Putra Saudara Rp 925,077,569 Rp 1,001,844,634
KLM Kartika Ekspress Rp 887,303,399 Rp 960,935,794
Badas KLM Fadli Indah Rp 912,723,048 Rp 988,464,880
KLM Hasil Maju Setia Rp 1,148,136,822 Rp 1,243,414,339
Lembar KLM Nusa Bahari Rp 845,258,009 Rp 915,401,291
Ende KLM Hasil Maju Setia Rp 1,103,126,034 Rp 1,194,668,355
Waingapu KLM Hasil Maju Setia Rp 1,091,534,551 Rp 1,182,114,959
KLM Kartika Ekspress Rp 840,381,711 Rp 910,120,336
Tenau
KLM Hasil Maju Setia Rp 1,106,104,086 Rp 1,197,893,539

4.8. Perusahaan Pelaksana Distribusi Pupuk Domestik

Perusahaan pelaksana distribusi pupuk domestik pada kasus ini dahulu adalah Badan
Usaha Milik Negara atau BUMN. Perusahaan ini bernama PT Petrokimia Gresik.
Dalam melaksanakan distribusinya, Petrokimia Gresik melakukan penyewaan kapal
secara Voyage Charter. Untuk memenuhi predikat Good Corporate Governance dalam
setiap pelaksanaan kapal dilaksanakan beberapa tahapan pengadaan (tender).

Untuk pengadaan apapun perusahaan membuka tender untuk menjadi rekanan dari
perusahaan sebelum menuju ke barang yang akan di cari.

Dalam tender pengadaan kapal, Petrokimia akan mengumpulkan daftar perusahaan


rekanan beserta kapal, kapasitas, status kepemilikan, dan tahun pembuatannya. Adapun
daftar dari perusahaan beserta kapalnya adalah sebagai berikut :

70
Tabel 4.25 Daftar Perusahaan Rekanan dan Kapasitas Kapal yang Dimiliki

71
72
73
Perusahaan ini menampilkan kapasitas kapal yaitu DWT dari kapal, status kepemilikan
kapal juga diperlukan dalam mengurus asuransi muatan. Serta tahun pembuatan kapal
dibutuhkan untuk memprediksi biaya penyusutan dari kapal.

74
Bab 5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Evaluasi Skenario Berdasakan Biaya Minimum


Pada kasus distribusi pupuk kali ini, tujuan dari model yang optimum adalah model
yang memiliki biaya logistik laut yang paling murah. Adapun komponen dari biaya
logistik laut adalah, biaya kapital, biaya pelayaran, biaya operasi, dan biaya bongkar
muat. Adapun model - model yang ada akan dibandingkan berdasarkan jumlah ke empat
komponen biaya tersebut untuk mengetahui biaya yang termurah.

Adapun metoda sewa yang digunakan pada kasus ini adalah menggunakan voyage
charter maka segala perhitungan biaya yang akan dilakukan akan bermuara kepada
voyage charter hire per ton dari barang.

5.2. Biaya Pelayaran

5.2.1. Biaya bahan bakar


Biaya bahan bakar termasuk dalam bagian biaya pelayaran yang berarti komponen
biaya ini akan ada apabila kapal melakukan pelayaran dari suatu titik ke titik yang lain.
Pada distribusi pupuk ini komponen biaya ini terdiri : Biaya Bahan Bakar, Biaya Alat
Pembantu, dan Biaya Kepelabuhanan.

BBB=(( ∑ Kons . BBM Pelabuhan)+( ∑ Kons . BBM Laut ))∗BP

Dimana : BBB = Biaya Bahan Bakar

Kons. BBM Pelabuhan = Konsumsi BBM di pelabuhan

Kons. BBM Laut = Konsumsi BBM di laut

BP = Bunker Price

Adapun untuk bunker price didasarkan pada surat edaran untuk rekanan Pertamina No.
2506/F20130/2012-S4 mengenai perubahan harga bunker. Harga bunker berdasarkan
surat tersebut adalah sebagai berikut

75
Tabel 5.26 Daftar Biaya Bahan Bakar
Harga (Rp per Kiloliter)
Daerah
HSD MDO MFO
Wilayah 1 10350000 9405000 7810000
Wilayah 2 10465000 9515000 7920000
Wilayah 3 10580000 9625000 8030000
Wilayah 4 10752500 9790000 8195000

 Wilayah 1 adalah daerah Sumatra, Jawa, Madura, Bali


 Wilayah 2 adalah daerah Kalimantan
 Wilayah 3 adalah Sulawesi dan NTB
 Wilayah 4 adalah Irian Jaya dan NTT

Untuk Kapal Bulk Carrier dan General Cargo Konsumsi bahan bakar di laut
menggunakan jenis bahan bakar MFO dan di pelabuhan menggunakan HSD. Sedangkan
untuk Kapal Layar Motor, baik konsumsi di laut dan di pelabuhan menggunakan bahan
bakar HSD.

5.2.2. Biaya Alat Pembantu


Komponen dari biaya aat pembantu ini muncul akibat dipergunakannya alat pembantu
untuk mengemas muatan, baik untuk bongkar muat ataupun sebagai pelengkap muatan.
Pada distribusi ini Alat pembantu hanya di kenakan pada Kapal Layar Motor dan Kapal
General Cargo. Karena kedua kapal tersebut menggunakan muatan yang terpaketkan
dalam bentuk in bag loss cargo untuk Kapal Layar Motor lalu Sling Bag, In Bag Loss
Cargo, dan Paket Pallet untuk kapal General Cargo.

BAP=∑ Hap∗Jap

Dimana : BAP = Biaya Alat Pembantu

Hap = Harga Alat Pembantu

Jap = Jumlah Alat Pembantu

76
Harga dari masing - masing alat pembantu adalah

Tabel 5.27 Harga Alat Pembantu Muatan


Harga Satuan
Rp. 45,000 per pallet
Rp. 100,000 per sling bag

Sedangkan untuk mengetahui jumlah kebutuhan dari masing - masing alat pembantu
adalah dengan mengalikan jumlah paket yang akan dikirim (baik dalam sling bag, loss
cargo, dan paket pallet) dengan faktor pengali.

Tabel 5.28 Faktor Jumlah Kebutuhan Alat

Paket Faktor Pengali

Slingbag 5
In Bag Loss Cargo 1
Paket Pallet 5

Faktor pengali untuk Sling Bag dan Paket Pallet adalah jumlah paket yang akan
diangkut dikalikan dengan 5 berdasarkan jumlah kebutuhan alat bantu tersebut di
pelabuhan awal, di kapal dan di pelabuhan tujuan yang telah dikalikan dengan
durabilitas pemakaian alat tersebut sebagai jumlah alat pengganti yang akan rusak
sepanjang operasi. Sementara untuk Loss Cargo dikalikan dengan 1 karena saat
bongkar muat, truk yang datang tidak serta merta membawa seluruh muatan dalam
kapal, baik di pelabuhan awal dan tujuan. 1 adalah 50% dari 2, dan 2 adalah kebutuhan
alat pembantu di pelabuhan awal dan tujuan.

5.2.3. Biaya Kepelabuhanan


Biaya Kepelabuhanan merupakan biaya yang perlu dikeluarkan ketika kapal bersandar
di dermaga suatu pelabuhan. Biaya kepelabuhanan untuk Kapal Layar Motor dihitung
berdasarkan tiap kedatangan kapal tersebut, dan biaya sepanjang waktu akan selalu
sama.

BK =∑ ( Bs∗Tcl)

77
Untuk Kapal Bulk Carrier dan Kapal General Cargo kapal tersebut akan dikenakan
biaya sesuai lamanya port time, dan biaya kapal itu per sandar.

BK =∑ ( ( ¿∗PT∗Bs ) + ( ¿∗Bt ))

Dimana : BK = Biaya Kepelabuhanan

GT = Gross Tonnage Kapal

PT = Port Time

Bs = Biaya Sandar berdasarkan waktu

Bt = Biaya Tambat

Tabel 5.29 Biaya Sandar Pelabuhan Pelra

Lokasi Biaya Satuan


Pulau Jawa Rp. 400,000 per 12 hari
NTB Rp. 350,000 Per datang
NTT Rp. 300,000 Per datang

Untuk Kapal Bulk Carrier dan Kapal General Cargo kapal tersebut akan dikenakan
biaya sesuai dengan tarif dari Pelindo III

Tabel 5.30 Biaya Sandar Pelabuhan Kapal baja


No. Jenis jasa Tarif (Rp) Satuan
TARIF JASA LABUH DALAM NEGERI
1 Kapal Niaga 53 GT/Kunjuangan
2 Kapal Bukan Niaga 27 GT/Kunjuangan
TARIF JASA TAMBAT DALAM NEGERI
1 Dermaga Beton 60 Per GT / Etmal
2 Breasting Dolphin 30 Per GT / Etmal
3 Pinggiran 21 Per GT / Etmal

5.3. Biaya Penyusutan


Biaya Penyusutan merupakan komponen dari biaya kapital. Yaitu segala biaya yang
berkaitan dengan harga fisik dari moda pengangkut, yaitu kapal. Harga fisik tersebut
akan berkurang sepanjang waktu dan berkurangnya harga fisik tersebut akan di
bebankan kepada pihak penyewa dalam bentuk voyage charter hire.

78
Waktu Operasi
BPen=Penyusutan∗( )
365

5.4. Biaya Operasional Kapal

5.4.1. Biaya Pelumas


Biaya Pelumas adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengkompensasi konsumsi
pelumas pada pemilik kapal. Biaya ini merupakan bagian dari Biaya Operasi kapal yaitu
biaya yang akan keluar selama kapal itu beroperasi, baik di pelabuhan, saat lepas sauh
maupun berlayar.

Untuk kapal Bulk Carrier dan General Cargo, kedua kapal ini memiliki dua jenis
konsumsi pelumas yang berbeda, yaitu pelumas sebagai pelicin untuk membuat
permesinan tidak aus, dan pelumas yang digunakan untuk silinder piston, baik untuk
mesin bantu maupun mesin utama. Adapun perumusan dari biaya pelumas adalah
sebagai berikut.

Untuk Cylinder Oil

BPel=Hpel∗Wop∗( BHPin +BHPban)

Untuk minyak pelumas

BPel=Hpel∗Wop∗(BHPin)

Dimana : BPel = Biaya Pelumas

HPel = Harga Pelumas

Wop = Waktu Operasi

BHPin = Output daya mesin induk

BHPban = Output daya mesin bantu

Untuk minyak lumas, perhitungan didasarkan kepada output daya mesin induk karena,
semakin besar mesin induk maka akan mempengaruhi kerumitan sistem permesinan
lainnya yang akan menambahkan jumlah konsumsi minyak lumas secara keseluruhan.

79
5.4.2. Biaya Air Tawar
Biaya Air Tawar adalah biaya yang dihasilkan akibat konsumsi air tawar. Konsumsi air
tawar sebagai bagian operasional kapal adalah akibat adanya aktivitas cuci mencuci
fisik kapal, mandi dan cuci awak kapal, dan konsumsi awak kapal. Oleh karena itu
konsmsi dari Air Tawar di kapal berpengaruh terhadap jumlah awak kapal dan ukuran
GT kapal. Secara umum

Bat=¿^ Wop∗Tkons . at

Dimana : Bat = Biaya air tawar

Hat = Harga air tawar

Wop = Waktu Operasi

Tkons. at = Total konsumsi air tawar

5.4.3. Gaji dan biaya makan


Gaji dan biaya makan adalah salah satu kebutuhan penting dari operasional kapal, biaya
ini yang menggerakan awak kapal untuk mau bekerja di atas kapal. Faktor yang
mempengaruhi biaya ini adalah jumlah awak kapal dan besarnya gaji secara rata - rata
apabila hendak menghitung biaya gaji ini secara umum.

Bgm=Gra∗Wop∗Jumlah awak

Dimana : Bgm = Giaya Gaji dan makan

Gra = Gaji rata - rata awak kapal

Wop = Waktu Operasi

5.4.4. Pemeliharaan Kapal Rutin 1 tahunan


Pemeliharaan ini merupakan pemeliharaan kapal minor dimana perbaikan yang
dilakukan adalah seperti perbaikan - perbaikan cat, tali temali, tambang, sekrup, baut,
dan lain sebagainya

80
1∗DWT∗Wop
Bp1=Hp
365

Dimana : Bp1 = Biaya Pemeliharaan Kapal Rutin 1 tahunan

Hp1 = Harga pemeliharaan rutih 1 tahunan

Wop = Waktu Operasi

DWT = Ukuran DWT Kapal

5.4.5. Pemeliharaan Kapal Rutin 3 tahunan


Biaya pemeliharaan ini merupakan pemeliharaan mayor atau besar, dimana kapal akan
di lakukan replatting untuk mengganti pelat baja yang telah tidak layak dan lain
sebagainya.

3∗DWT∗Wop
Bp1=Hp
1095

Dimana : Bp3 = Biaya Pemeliharaan Kapal Rutin 3 tahunan

Hp3 = Harga pemeliharaan rutih 3 tahunan

Wop = Waktu Operasi

DWT = Ukuran DWT Kapal

5.5. Biaya Bongkar Muat


Biaya ini adaah biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan proses bongkar muat.
Adapun tarif bongkar muat untuk masing - masing pelabuhan berbeda sesuai dengan
metoda pentaripannya. Beberapa pelabuhan seperti pelabuhan di Lembar menggunakan
perhitungan satuan biaya per ton atas tiap biaya bongkar muat yang akan ditagihkan.
Lalu ada beberapa bongkar muat yang ditarifkan berdasarkan upah buruh yang perlu di
bayar.

Secara umum biaya bongkar muat pada distribusi ini dirumuskan sebagai berikut

Bbm=∑ Q∗Hbm

81
Dimana : Bbm = Biaya bongkar muat

Q = Jumlah muatan yang di bongkar dan muat

Hbm = Harga Bongkar Muat

Tabel 5.31 Tarif Bongkar Muat di Tiap Daerah


Keterangan Tarif Bongkar Muat NTT dan NTB General Cargo (Sumber :
LPEM - FEUI dan The Asia Foundation)
Jenis satuan Biaya (Rp / Ton)
Koli atau Peti Kayu 7,200
NTB Bag loss Cargo 6,200
Drum atau Cair 7,200
NTT Per orang shift 58,095

Jawa (Gresik dan Banyuwangi)


Per orang shift 52,286

Tabel 5.32 Upah Buruh Bongkar Muat


Jam Kerja
Jam Kerja Max Upah Maksimal
 Daera Produktivitas buruh Upah per
Buruh per Minimum Buruh per
h (Ton per gang shift) orang per jam
bulan Regional bulan
(Jam)
Jawa 48 Rp.915,000 36 21 Rp.52,286
NTT 48 Rp.1,016,663 33 21 Rp.58,095
NTB 48 Rp.1,000,000 30 21 Rp.57,143

Lalu evaluasi biaya pada masing - masing kapal akan dilakukan dengan mencari biaya
logistik laut yang minimum dengan jumlah barang yang diangkut mencukupi kebutuhan
minimal serta operasi kapal tidak melebihi dari operasi maksimal kapal,

Sementara untuk Kapal General Cargo, karena kapal ini dapat memuat ketiga jenis
pemaketan sekaligus, yaitu Sling Bag, In bag Loss Cargo, dan Paket Pallet. Maka agar
biaya logistik dari kapal General Cargo optimal maka supaya biaya optimal adalah
dengan cara mengombinasikan ketiga muatan tersebut. Biaya yang optimal adalah
kombinasi dari ketiga muatan tersebut.secara matematis hal tersebut dirumuskan

82
Dengan batasan

Dimana : UCsb / UClc / UCpp = Unit Cost Sling Bag / Loss Cargo / Paket
Pallet

Psb / Plc / Ppp = Persentase muatan Sling Bag / Loss Cargo / Paket
Pallet

Q = Jumlah Muatan dikapal

Tgc = Trip Kapal

Pengaruh dari masing - masing tipe pemaketan secara umum adalah kepada biaya
bongkar muat, port time, dan sea time. Karena tiap pemaketan memiliki berat paket
yang berbeda - beda serta lama bongkar muat yang berbeda. Adapun karakteristik
kecepatan bongkar muat untuk masing - masing pemaketan adalah

Kecepatan Bongkar Muat (Ton / Jam)


700

600

500

400 Asal
Ton / Jam

Tujuan
300

200

100

0
Curah Kering Sling bag In bag Loss Paket Pallet Kontainer
Cargo

Grafik 5.4 Kecepatan Bongkar Muat Masing - Masing Pemaketan

5.6. Karakteristik Unit Cost Masing - Masing Pemaketan


Sedangkan karakteristik dari unit cost untuk masing - masing kapal pada suatu jarak
adalah

83
Dibawah ini adalah karakter unit cost untuk kapal Bulk Carrier untuk masing - masing
ke 5 kapal.

Unit Cost Curah Kering


Rp.900.00
Rp.800.00
Rp.700.00
Unit Cost (Rp / Ton.mile)

Rp.600.00 10001 - 15000 DWT


Rp.500.00 5001 - 10000 DWT
15001 - 20000DWT
Rp.400.00 Dibawah 5000 DWT
Rp.300.00 10001 - 15000 DWT
Rp.200.00
Rp.100.00
Rp.-
150 200 250 300 350 400 450 500
Nautical Mile

Unit Cost Curah Kering


Rp.250,000

Rp.200,000
Unit Cost (Rp / Ton)

15001 - 20000DWT
Rp.150,000 10001 - 15000 DWT
5001 - 10000 DWT
10001 - 15000 DWT
Rp.100,000
Dibawah 5000 DWT

Rp.50,000

Rp.-
150 200 250 300 350 400 450 500 550 600
Nautical Mile

Grafik 5.5 Karakteristik Unit Cost Bulk Carrier

Lalu yang berikutnya adalah karakteristik dari unit cost untuk Kapal Layar Motor

Unit Cost KLM (In Bag Loss Cargo)


Rp.3,000.00

Rp.2,500.00
Unit Cost (Rp / Ton.mile)

Rp.2,000.00 Dibawah 125 DWT


126 - 250 DWT
126 - 250 DWT
Rp.1,500.00
126 - 250 DWT
251 - 500 DWT
Rp.1,000.00
501 - 750 DWT
Rp.500.00

Rp.-
0 100 200 300 400 500 600 700
Nautical Mile

84
Unit Cost KLM (In Bag Loss Cargo)
Rp.600,000

Rp.500,000

Unit Cost (Rp / Ton) Rp.400,000 501 - 750 DWT


251 - 500 DWT
126 - 250 DWT
Rp.300,000
126 - 250 DWT
126 - 250 DWT
Rp.200,000
Dibawah 125 DWT
Rp.100,000

Rp.-
0 100 200 300 400 500 600
Nautical Mile

Grafik 5.6 Karakteristik Unit Cost Kapal Layar Motor

Sementara unit cost dari kapal General Cargo akan dilihat dari masing - masing metoda
pengemasan muatannya, yaitu Sling Bag, In Bag Loss Cargo, dan Paket Pallet

85
Grafik 5.7 Karakteristik Unit Cost GC Mengangkut Sling Bag

5.7. Pemilihan Skenario Dengan Biaya Terendah


Setelah kita mengetahui masing – masing besaran dari unit cost untuk masing – masing
kapal untuk masing – masing rute untuk tiap skenario dan skema. Maka untuk mencapai
dari muara penelitian ini tahap berikutnya adalah mencari kombinasi pilihan kapal yang
menghasilkan biaya yang terendah.

Biya yang terendah dihasilkan dari kombinasi operasi kapal dengan biaya yang
terendah. Untuk mencapai hal tersebut, digunakan piranti lunak pengambil keputusan.

86
Gambar 5.48 Mekanisme Pengambilan Keputusan Untuk Biaya Terendah

Gambar diatas merupakan salah satu contoh set optimasi dengan menggunakan piranti
lunak pengambil keputusan. Set yang nampak diatas merupakan set untuk sebuah rute
dari Gresik Ke Bali dengan menggunakan kapal Bulk Carrier. Lebih tepatnya Skema
Bali Skenario 1.

Yang menjadi tujuan pengambilan keputusan pada piranti lunak tersebut adalah pada
tabel Total Cost Skenario 1 Bulk. Yang merupakan muara perhitungan dari tabel Unit
Cost Skenario 1 dikalikan dengan Tabel Shipment Skenario 1. Dan yang menjadi
variabel adalah jumlah trip untuk masing - masing kapal.

87
Secara umum variabel yang ada diatas dan set tersebut akan dibatasi oleh 2 hal, yaitu :

 Trip kapal tidak boleh melebihi trip yang mampu dilakukan dalam setahun
(Merah dan Hijau)
 Trip Jumlah muatan yang terkirim harus melebihi muatan kontrak (Kuning)

5.8. Evaluasi Skenario Distribusi 1 – Nusa Tenggara

5.8.1. Evaluasi pengiriman dari sumber produksi ke pengantongan


Evaluasi ini adalah evaluasi dari kinerja kapal Bulk Carrier yang akan dipakai untuk
melayani distribusi pupuk dari tempat produksi, yaitu di Gresik. Muara dari evaluasi ini
adalah biaya yang akan ditanggung pemilik muatan untuk mengangkut muatan kontrak
sebesar 93336,3 Ton

Tabel 5.33 Kinerja kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 1


Nama Kapal Muatan terangkut
Rute TRT
Terpilih per trip (Ton)
Gresik - Tanjungwangi KM Swadaya Lestari 5700.0 15.8

Adapun Rincian Biaya Pelayaran sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.34 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Skenario 1


Biaya alat
pendukung
Nama Kapal Bahan Bakar Kepelabuhanan
Rute (Pallet atau
Terpilih (Rupiah) (Rupiah)
Sling bag)
(Rupiah)
Gresik -
Tanjungwangi KM Swadaya Lestari 1,064,381,829 - 95,479,368

Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.35 Rincian Biaya Kapital Kapal Bulk Carrier Skenario 1

Rute Nama Kapal Terpilih Penyusutan (Rupiah)

Gresik - Tanjungwangi KM Swadaya Lestari 1,106,649,535

88
Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.36 Rincian Biaya Operasional Kapal Bulk Carrier Skenario 1


Pemeliharaa
Pemeliharaa
Pelumas Pelumas Gaji dan Biaya n Kapal
Nama Kapal Air Tawar n Kapal Total
Rute Lube Oil Cylinder Oil Makan Awak Rutin
Terpilih (Rupiah) 3 tahunan
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) Tahunan
(Rupiah)
(Rupiah)
Gresik - KM Swadaya
Tanjungwangi Lestari 60,262,860 210,537,214 3,267,024 1,118,663,766 1,566,381,187 704,871,534

Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.37 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Skenario 1

Nama Kapal Muat


Rute Bongkar (Rupiah)
Terpilih (Rupiah)

Gresik - Tanjungwangi KM Swadaya Lestari 242,250,000 281,471,429

Tabel 5.38 Rangkuman Biaya Kapal Bulk Carrier Skenario 1


Biaya
Biaya Biaya
Nama Kapal Biaya Kapital Bongkar Total Biaya
Rute Pelayaran Operasional
Terpilih (Rupiah) Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)

Gresik - KM Swadaya 1,106,649,53 3,663,983,58 523,721,42 6,454,215,74


Tanjungwangi Lestari 1,159,861,197 5 5 9 5

5.8.2. Evaluasi Kapal Layar Motor (Pilihan A)


Evaluasi ini adalah evaluasi biaya dan kinerja Kapal Layar Motor yang akan dipakai
untuk melayani distribusi pupuk dari tempat pengantongan, yaitu di Banyuwangi dekat
daerah Tanjungwangi. Muara dari evaluasi ini adalah biaya yang akan ditanggung
pemilik muatan untuk mengangkut muatan kontrak sebesar 95424,6 Ton ke daerah
tujuan distribusi yang tersebar di 5 pulau, yaitu Lombok, Bima, Flores, Sumbawa, dan
Timor Barat. Dengan masing - masing muatan kontra per daerah selama setahun adalah

 Lombok (Lembar) = 37630 Ton


 Bima (Badas) =39770 Ton
 Flores (Ende) = 10486 Ton
 Sumbawa (Waingapu) = 1553,3 Ton
 Timor Barat (Tenau) = 5985,7 Ton

89
Tabel 5.39 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1
Muatan
Rute Nama Kapal Terpilih terangkut TRT Pallet
per trip (Ton)
Tanjungwangi - Lembar KLM Putra Saudara 190.0 7.2 380
  KLM Kartika Ekspress 249.9 7.7 500
  KLM Hasil Maju Setia 586.2 10.5 1174
  KLM Nusa Bahari 151.1 6.9 304
Tanjungwangi - Badas KLM Putra Saudara 190.0 9.0 380
  KLM Kartika Ekspress 249.9 9.6 500
  KLM Fadli Indah 174.8 9.1 350
  KLM Hasil Maju Setia 586.2 12.3 1174
  KLM Nusa Bahari 151.1 8.7 304
Tanjungwangi - Ende KLM Hasil Maju Setia 586.2 15.9 1174
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 586.2 15.2 1174
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 249.9 14.9 500
  KLM Hasil Maju Setia 586.2 14.9 1174
Adapun Rincian Biaya Pelayaran sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.40 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1
Biaya alat
Bahan pendukung
Rute Nama Kapal Terpilih Kepelabuhanan
Bakar (Pallet atau Sling
bag)
Tanjungwangi - Lembar KLM Putra Saudara 106,920,569 17,100,000 33,750,000
  KLM Kartika Ekspress 85,779,785 22,500,000 31,500,000
  KLM Hasil Maju Setia 37,257,538 52,830,000 23,250,000
  KLM Nusa Bahari 2,922,802 13,680,000 2,250,000
Tanjungwangi - Badas KLM Putra Saudara 107,194,891 17,100,000 27,000,000
  KLM Kartika Ekspress 85,989,661 22,500,000 25,500,000
  KLM Fadli Indah 101,385,438 15,750,000 24,000,000
  KLM Hasil Maju Setia 36,682,411 52,830,000 19,500,000
  KLM Nusa Bahari 29,623,251 13,680,000 18,000,000
Tanjungwangi - Ende KLM Hasil Maju Setia 33,215,654 52,830,000 12,600,000
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 5,288,172 52,830,000 2,100,000
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 4,018,784 22,500,000 700,000
  KLM Hasil Maju Setia 17,287,870 52,830,000 7,000,000
Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.41 Rincian Biaya Penyusutan Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1

Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)

Tanjungwangi - Lembar KLM Putra Saudara 106,036,986


  KLM Kartika Ekspress 119,813,052
  KLM Hasil Maju Setia 222,983,515
  KLM Nusa Bahari 5,660,347

90
Tanjungwangi - Badas KLM Putra Saudara 106,309,041
  KLM Kartika Ekspress 120,106,195
  KLM Fadli Indah 87,882,386
  KLM Hasil Maju Setia 219,541,424
  KLM Nusa Bahari 57,368,881
Tanjungwangi - Ende KLM Hasil Maju Setia 195,603,954
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 31,141,562
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 5,523,191
  KLM Hasil Maju Setia 101,806,685

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.42 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1
Gaji dan
Pelumas Pemeliharaa
Air Tawar Biaya Makan
Rute Nama Kapal Terpilih Lube Oil n Kapal
(Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Tanjungwangi - Lembar KLM Putra Saudara 20,033,415 8,063,229 591,303,520 44,182,078
  KLM Kartika Ekspress 31,779,873 8,098,475 539,898,363 44,375,204
  KLM Hasil Maju Setia 49,766,107 6,511,119 651,111,915 44,596,703
  KLM Nusa Bahari 1,119,373 568,157 37,877,157 2,830,173
Tanjungwangi - Badas KLM Putra Saudara 20,084,814 8,083,917 592,820,603 44,295,434
  KLM Kartika Ekspress 31,857,628 8,118,289 541,219,318 44,483,776
  KLM Fadli Indah 12,978,091 8,019,268 534,617,893 39,946,539
  KLM Hasil Maju Setia 48,997,892 6,410,610 641,061,008 43,908,285
  KLM Nusa Bahari 11,345,098 5,758,401 383,893,457 28,684,440
Tanjungwangi - Ende KLM Hasil Maju Setia 43,655,458 5,711,635 571,163,590 39,120,791
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 6,950,264 909,334 90,933,368 6,228,312
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 1,465,001 373,327 24,888,454 2,045,626
  KLM Hasil Maju Setia 22,721,511 2,972,755 297,275,545 20,361,337
Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.43 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1

Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)

Tanjungwangi - Lembar KLM Putra Saudara 34,200,000 42,750,000


  KLM Kartika Ekspress 41,974,800 52,468,500
  KLM Hasil Maju Setia 72,682,600 90,853,250
  KLM Nusa Bahari 1,812,600 2,265,750
Tanjungwangi - Badas KLM Putra Saudara 27,360,000 34,200,000
  KLM Kartika Ekspress 33,979,600 42,474,500
  KLM Fadli Indah 22,374,400 27,968,000
  KLM Hasil Maju Setia 60,959,600 76,199,500
  KLM Nusa Bahari 14,500,800 18,126,000
Tanjungwangi - Ende KLM Hasil Maju Setia 42,202,800 52,753,500

91
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 7,033,800 8,792,250
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 999,400 1,249,250
  KLM Hasil Maju Setia 23,446,000 29,307,500

Tabel 5.44 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1


Biaya
Biaya Biaya Biaya
Bongkar Total Biaya
Rute Nama Kapal Terpilih Pelayaran Kapital Operasiona
Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah) l (Rupiah)
(Rupiah)
157,770,56 106,036,98 663,582,24 1,004,339,79
Tanjungwangi - Lembar KLM Putra Saudara 9 6 2 76,950,000 7
139,779,78 119,813,05 624,151,91
  KLM Kartika Ekspress 5 2 5 94,443,300 978,188,052
113,337,53 222,983,51 751,985,84 163,535,85 1,251,842,74
  KLM Hasil Maju Setia 8 5 4 0 7
  KLM Nusa Bahari 18,852,802 5,660,347 42,394,861 4,078,350 70,986,360
151,294,89 106,309,04 665,284,76
Tanjungwangi - Badas KLM Putra Saudara 1 1 8 61,560,000 984,448,700
133,989,66 120,106,19 625,679,01
  KLM Kartika Ekspress 1 5 1 76,454,100 956,228,966
141,135,43 595,561,79
  KLM Fadli Indah 8 87,882,386 2 50,342,400 874,922,016
109,012,41 219,541,42 740,377,79 137,159,10 1,206,090,72
  KLM Hasil Maju Setia 1 4 4 0 8
429,681,39
  KLM Nusa Bahari 61,303,251 57,368,881 6 32,626,800 580,980,328
195,603,95 659,651,47 1,048,857,38
Tanjungwangi - Ende KLM Hasil Maju Setia 98,645,654 4 4 94,956,300 1
105,021,27
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 60,218,172 31,141,562 8 15,826,050 212,207,062
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 27,218,784 5,523,191 28,772,409 2,248,650 63,763,033
101,806,68 343,331,14
  KLM Hasil Maju Setia 77,117,870 5 9 52,753,500 575,009,204

Tabel 5.45 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 1A

Skenario 1 A

Total Biaya Biaya


Muatan
Tujuan Rute Transportasi Transit A + B (Rupiah)
(Ton)
Laut (Rupiah) (Rupiah)

Lembar Gresik - Tanjungwangi - Lembar 36681.5 5,846,961,985 51,708,066 5,898,670,050


Badas Gresik - Tanjungwangi - Badas 38768.5 7,288,876,531 54,649,918 7,343,526,448
Ende Gresik - Tanjungwangi - Ende 10296.9 1,762,310,179 14,514,948 1,776,825,126
Waingap Gresik - Tanjungwangi -
u Waingapu 1525.3 317,895,635 2,150,197 320,045,832
Tenau Gresik - Tanjungwangi - Tenau 5877.8 1,046,035,791 8,285,635 1,054,321,426
131,308,76 16,393,388,88
Total
16,262,080,120 3 2

5.8.3. Evaluasi Kapal General Cargo (Pilihan B)


Berikutnya adalah evaluasi biaya dan kinerja Kapal Layar Motor yang akan dipakai
untuk melayani distribusi pupuk dari tempat pengantongan, yaitu di Banyuwangi dekat

92
daerah Tanjungwangi, menggunakan Kapal General Cargo. Muara dari evaluasi ini
adalah biaya yang akan ditanggung pemilik muatan untuk mengangkut muatan kontrak
sebesar 93336,3 Ton ke daerah tujuan distribusi yang tersebar di 5 pulau, yaitu Lombok,
Bima, Flores, Sumbawa, dan Timor Barat dengan menggunakan pengangkutan secara
multiport. Dengan masing - masing muatan kontrak per daerah selama setahun adalah

 Tanjungwangi - Lembar - Badas = 75450 Ton


 Tanjungwangi - Waingapu - Tenau - Ende =17700 Ton

Tabel 5.46 Kinerja kapal General Cargo Terpilih Skenario 1


Muatan
Rute Nama Kapal Terpilih terangkut per TRT
trip (Ton)
Tanjungwangi - Lembar - Badas KM Unipac-I 3337.0 9.9
Tanjungwangi - Waingapu - Tenau - Ende KM Caraka Jaya Niaga III - 7 1966.7 17.4

Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut

Tabel 5.47 Komposisi Muatan Yang Terangkut General Cargo Skenario 1


Sling bag Pallet Pallet (Paket)
Rute Nama Kapal Terpilih
(Ton) (Ton) (Ton)
Tanjungwangi - Lembar - Badas KM Unipac-I 0 0 16685
Tanjungwangi - Waingapu - Tenau - Ende KM Caraka Jaya Niaga III - 7 1758 36 7017

Adapun Rincian Biaya Pelayaran sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.48 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1
Biaya alat
Bahan pendukung
Kepelabuhana
Rute Nama Kapal Terpilih Bakar (Pallet atau
n (Rupiah)
(Rupiah) Sling bag)
(Rupiah)

Tanjungwangi - Lembar - 689,937,84 750,817,35


Badas KM Unipac-I 7 2 50,912,645
Tanjungwangi - Waingapu - 488,709,02 493,160,23
Tenau - Ende KM Caraka Jaya Niaga III - 7 7 1 29,016,232

Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.49 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1

Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)

93
Tanjungwangi - Lembar - Badas KM Unipac-I 1,493,347,173
Tanjungwangi - Waingapu - Tenau - Ende KM Caraka Jaya Niaga III - 7 584,917,363

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.50 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1
Gaji dan
Pemeliharaa Pemeliharaa
Pelumas Pelumas Air Biaya
Nama Kapal n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Lube Oil Cylinder Oil Tawar Makan
Terpilih 3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Tanjungwangi - Lembar - 31,641,41 567,783,08
Badas KM Unipac-I 3 106,974,807 1,780,373 5 853,603,680 384,121,656
Tanjungwangi - Waingapu - KM Caraka Jaya 10,024,05 392,453,77
Tenau - Ende Niaga III - 7 4 39,968,316 685,116 7 328,480,130 147,816,059

Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.51 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1

Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)

Tanjungwangi - Lembar - Badas KM Unipac-I 475,851,353 222,941,110


Tanjungwangi - Waingapu - Tenau - Ende KM Caraka Jaya Niaga III - 7 57,126,755 51,414,290

Dan rekapitulasi biaya adalah sebagai berikut

Tabel 5.52 Rangkuman Biaya Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1


Biaya
Biaya Biaya Biaya
Nama Kapal Bongkar Total Biaya
Rute Pelayaran Kapital Operasional
Terpilih Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)

Tanjungwangi - Lembar - 1,491,667,8 1,493,347,1 1,945,905,0 698,792,4 5,629,712,4


Badas KM Unipac-I 44 73 16 63 95
Tanjungwangi - KM Caraka Jaya 1,010,885,4 108,541,0 2,623,771,3
Waingapu - Tenau - Ende Niaga III - 7 89 584,917,363 919,427,450 45 48

Tabel 5.53 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 1B


Skenario 1 B

Total Biaya
Muatan Biaya Transit
Tujuan Rute Transportasi A+B
(Ton) (Gudang) - B
Laut - A
36681. 36,623,591.5
Lembar Gresik - Tanjungwangi - Lembar 5 4,325,747,789 3 4,362,371,380
38768. 38,707,235.2
Badas Gresik - Tanjungwangi - Lembar - Badas 5 6,531,775,528 3 6,570,482,763
10296. 10,280,591.8
Ende Gresik - Tanjungwangi - Waingpu - Tenau - Ende 9 1,650,909,467 1 1,661,190,058
Waingap Gresik - Tanjungwangi - Waingapu 1525.3 718,488,153 1,522,933.37 720,011,086

94
u
Tenau Gresik - Tanjungwangi - Waingapu - Tenau 5877.8 1,480,778,653 5,868,517.68 1,486,647,171
14,707,699,58
Total
9 93,002,870 14,800,702,459

5.9. Evaluasi Skenario Distribusi 2 – Nusa Tenggara

5.9.1. Evaluasi pengiriman dari sumber produksi ke pengantongan


Tabel 5.54 Kinerja kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2
Muatan terangkut
Rute Nama Kapal Terpilih TRT
per trip (Ton)
Gresik - Lembar KM Bosowa Lima 1140.0 8.7
  KM Swadaya Lestari 5700.0 16.0

Adapun Rincian Biaya Pelayaran sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.55 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2
Biaya alat
Bahan Bakar pendukung (Pallet Kepelabuhanan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) atau Sling bag) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik - Lembar KM Bosowa Lima 31,164,100 - 1,193,749
  KM Swadaya Lestari 1,100,070,406 - 89,862,934

Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.56 Rincian Biaya Kapital Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2

Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)

Gresik - Lembar KM Bosowa Lima 41,531,530


  KM Swadaya Lestari 1,058,345,502

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.57 Rincian Biaya Operasional Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2
Gaji dan
Pemeliharaa Pemeliharaa
Pelumas Pelumas Air Biaya
n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Nama Kapal Terpilih Lube Oil Cylinder Oil Tawar Makan
3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik -
Lembar KM Bosowa Lima 1,074,457 3,744,254 37,191 43,380,865 17,831,493 8,024,172
201,347,49
  KM Swadaya Lestari 57,632,452 7 3,124,422 641,901,195 1,498,010,374 674,104,668

95
Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.58 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2

Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)

Gresik - Lembar KM Bosowa Lima 14,136,000 6,622,857


565,440,00 264,914,28
  KM Swadaya Lestari 0 6

Dan rekapitulasi biaya adalah sebagai berikut

Tabel 5.59 Rangkuman Biaya Bulk Carrier Terpilih Skenario 2


Biaya
Biaya Biaya
Nama Kapal Biaya Kapital Bongkar Total Biaya
Rute Pelayaran Operasional
Terpilih (Rupiah) Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik -
Lembar KM Bosowa Lima 32,357,849 41,531,530 74,092,432 20,758,857 168,740,668
  KM Swadaya Lestari 1,189,933,340 1,058,345,502 3,076,120,608 830,354,286 6,154,753,736

5.9.2. Evaluasi Kapal Layar Motor (Pilihan A)


Evaluasi ini adalah evaluasi biaya dan kinerja Kapal Layar Motor yang akan dipakai
untuk melayani distribusi pupuk dari tempat pengantongan, yaitu di Lombok dekat
daerah Lembar. Muara dari evaluasi ini adalah biaya yang akan ditanggung pemilik
muatan untuk mengangkut muatan kontrak sebesar 57795,1 Ton ke daerah tujuan
distribusi yang tersebar di 5 pulau, yaitu Lombok, Bima, Flores, Sumbawa, dan Timor
Barat.
Jumlah pupuk yang didistribusikan lanjut dari pengantongan pada skenario ini
jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan skenario sebelumnya karena ada sejumlah
muatan yang akan didistribusikan melalui jalur darat untuk konsumsi pulau Lombok

Dengan masing - masing muatan kontrak per daerah selama setahun adalah

 Bima (Badas) = 39770 Ton


 Flores (Ende) = 10486 Ton
 Sumbawa (Waingapu) = 1553,3 Ton

96
 Timor Barat (Tenau) = 5985,7 Ton

Tabel 5.60 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2


Muatan
Rute Nama Kapal Terpilih terangkut TRT Pallet
per trip (Ton)
Lembar - Badas KLM Putra Saudara 190.0 8.0 380
  KLM Kartika Ekspress 249.9 8.5 500
  KLM Fadli Indah 174.8 8.0 350
  KLM Hasil Maju Setia 586.2 11.3 1174
Lembar - Ende KLM Nusa Bahari 151.1 7.7 304
Lembar - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 586.2 14.6 1174
Lembar - Tenau KLM Hasil Maju Setia 586.2 14.0 1174
  KLM Kartika Ekspress 249.9 14.1 500

Adapun Rincian Biaya Pelayaran sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.61 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Biaya
alat
penduku
Bahan ng Kepelabuha
Nama Kapal
Rute Bakar (Pallet nan
Terpilih
(Rupiah) atau (Rupiah)
Sling
bag)
(Rupiah)
KLM Putra 108,066,55 17,100,0
Lembar - Badas Saudara 4 00 28,700,000
KLM Kartika 22,500,0
  Ekspress 85,432,668 00 26,600,000
15,750,0
  KLM Fadli Indah 77,592,004 00 19,600,000
KLM Hasil Maju 52,830,0
  Setia 37,444,236 00 20,300,000
KLM Hasil Maju 52,830,0
Lembar - Ende Setia 30,049,792 00 11,700,000
Lembar - KLM Hasil Maju 52,830,0
Waingapu Setia 4,900,749 00 1,950,000
KLM Kartika 22,500,0
Lembar - Tenau Ekspress 3,782,663 00 650,000
KLM Hasil Maju 52,830,0
  Setia 19,504,288 00 6,500,000
Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.62 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2

Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)

97
Lembar - Badas KLM Putra Saudara 107,173,501
  KLM Kartika Ekspress 119,328,214
  KLM Fadli Indah 67,257,889
  KLM Hasil Maju Setia 224,100,890
Lembar - Ende KLM Hasil Maju Setia 179,845,705
Lembar - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 28,860,065
Lembar - Tenau KLM Kartika Ekspress 5,198,680
  KLM Hasil Maju Setia 114,858,972

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.63 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Gaji dan
Pelumas Biaya Pemeliharaa
Air Tawar
Rute Nama Kapal Terpilih Lube Oil Makan n Kapal
(Rupiah)
(Rupiah) Awak (Rupiah)
(Rupiah)
Lembar - Badas KLM Putra Saudara 20,248,135 8,149,652 597,641,167 44,655,625
  KLM Kartika Ekspress 31,651,272 8,065,703 537,713,602 44,195,635
  KLM Fadli Indah 9,932,355 6,137,282 409,152,191 30,571,768
  KLM Hasil Maju Setia 50,015,487 6,543,746 654,374,652 44,820,178
Lembar - Ende KLM Hasil Maju Setia 40,138,486 5,251,495 525,149,502 35,969,141
Lembar - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 6,441,073 842,714 84,271,396 5,772,013
Lembar - Tenau KLM Kartika Ekspress 1,378,926 351,392 23,426,152 1,925,437
  KLM Hasil Maju Setia 25,634,558 3,353,882 335,388,224 22,971,794

Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.64 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2

Bongkar
Rute Nama Kapal Terpilih Muat (Rupiah)
(Rupiah)

Lembar - Badas KLM Putra Saudara 31,160,000 38,950,000


  KLM Kartika Ekspress 37,977,200 47,471,500
  KLM Fadli Indah 19,577,600 24,472,000
  KLM Hasil Maju Setia 67,993,400 84,991,750
Lembar - Ende KLM Hasil Maju Setia 42,202,800 52,753,500
Lembar - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 7,033,800 8,792,250
Lembar - Tenau KLM Kartika Ekspress 999,400 1,249,250
  KLM Hasil Maju Setia 23,446,000 29,307,500

Dan rekapitulasi biaya adalah sebagai berikut

Tabel 5.65 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2

98
Biaya
Biaya Biaya Biaya
Bongkar Total Biaya
Rute Nama Kapal Terpilih Pelayaran Kapital Operasional
Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Lembar - Badas KLM Putra Saudara 153,866,554 107,173,501 670,694,579 70,110,000 1,001,844,634
  KLM Kartika Ekspress 134,532,668 119,328,214 621,626,212 85,448,700 960,935,794
  KLM Fadli Indah 112,942,004 67,257,889 455,793,595 44,049,600 680,043,089
  KLM Hasil Maju Setia 110,574,236 224,100,890 755,754,062 152,985,150 1,243,414,339
Lembar - Ende KLM Hasil Maju Setia 94,579,792 179,845,705 606,508,624 94,956,300 975,890,421
Lembar -
Waingapu KLM Hasil Maju Setia 59,680,749 28,860,065 97,327,195 15,826,050 201,694,059
Lembar - Tenau KLM Kartika Ekspress 26,932,663 5,198,680 27,081,908 2,248,650 61,461,901
  KLM Hasil Maju Setia 78,834,288 114,858,972 387,348,459 52,753,500 633,795,219
Tabel 5.66 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 2A
Skenario 2 A

Total Biaya
Muatan Biaya Transit
Tujuan Rute Transportasi A+B
(Ton) (Gudang)
Laut

Lembar Gresik - Lembar 36681.5 2,490,128,284 56,074,561 2,546,202,845


Badas Gresik - Lembar - Badas 38768.5 6,615,599,261 59,264,838 6,674,864,100
Ende Gresik - Lembar - Ende 10296.9 1,674,893,204 15,740,665 1,690,633,869
Waingapu Gresik - Lembar - Waingapu 1525.3 305,242,054 2,331,771 307,573,825
Tenau Gresik - Lembar - Tenau 5877.8 1,094,272,106 8,985,316 1,103,257,423
12,180,134,91 12,322,532,06
Total
0 142,397,151 1

5.9.3. Evaluasi Kapal General Cargo (Pilihan B)


Berikutnya adalah evaluasi biaya dan kinerja Kapal Layar Motor yang akan dipakai
untuk melayani distribusi pupuk dari tempat pengantongan, yaitu di Lombok dekat
daerah Lembar, menggunakan Kapal General Cargo. Muara dari evaluasi ini adalah
biaya yang akan ditanggung pemilik muatan untuk mengangkut muatan kontrak sebesar
56468,5 Ton ke daerah tujuan distribusi yang tersebar di 4 pulau, yaitu Bima, Flores,
Sumbawa, dan Timor Barat dengan menggunakan pengangkutan secara multiport.
Dengan masing - masing muatan kontrak per daerah selama setahun adalah

 Tanjungwangi - Lembar - Badas = 40293,8 Ton


 Tanjungwangi - Waingapu - Tenau - Ende =16174,7 Ton

Tabel 5.67 Kinerja kapal General CargoTerpilih Skenario 2


Muatan terangkut
Rute Nama Kapal Terpilih TRT
per trip (Ton)
Lembar - Badas- Waingapu KM Gayatri 4501.0 12.2

99
Lembar - Ende - Tenau KM Fitria Permata 4043.7 16.9

Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut

Tabel 5.68 Komposisi Muatan Yang Terangkut General Cargo Skenario 2


Nama Kapal Pallet
Rute Sling bag (Ton) Pallet (Paket) (Ton)
Terpilih (Ton)
Lembar - Badas- Waingapu KM Gayatri 0 0 22505
Lembar - Ende - Tenau KM Fitria Permata 0 430 18070

Adapun Rincian Biaya Pelayaran sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.69 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2
Biaya alat
Bahan pendukung
Kepelabuhanan
Rute Nama Kapal Terpilih Bakar (Pallet atau
(Rupiah)
(Rupiah) Sling bag)
(Rupiah)
565,522,64 1,012,730,38
Lembar - Badas- Waingapu KM Gayatri 1 1 41,650,315
319,555,50
Lembar - Ende - Tenau KM Fitria Permata 5 832,495,851 14,809,719

Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.70 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2

Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)

Lembar - Badas- Waingapu KM Gayatri 959,714,004


Lembar - Ende - Tenau KM Fitria Permata 503,949,898

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.71 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2
Gaji dan
Pelumas Pemeliharaa Pemeliharaa
Pelumas Air Biaya
Nama Kapal Cylinder n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Lube Oil Tawar Makan
Terpilih Oil 3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Lembar - Badas-
Waingapu KM Gayatri 17,284,461 61,873,555 1,142,757 273,668,468 547,897,033 246,553,665
Lembar - Ende -
Tenau KM Fitria Permata 9,945,025 34,521,772 616,549 169,064,088 295,605,712 133,022,570

Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

100
Tabel 5.72 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2

Nama Kapal Bongkar


Rute Muat (Rupiah)
Terpilih (Rupiah)

Lembar - Badas- Waingapu KM Gayatri 246,598,815 291,666,350


Lembar - Ende - Tenau KM Fitria Permata 52,204,329 116,458,921

Dan rekapitulasi biaya adalah sebagai berikut

Tabel 5.73 Rangkuman Biaya Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2


Biaya
Biaya Biaya Biaya
Nama Kapal Bongkar Total Biaya
Rute Pelayaran Kapital Operasional
Terpilih Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Lembar -
Badas- 1,619,903,3 959,714,0 1,148,419,9 538,265,1 4,266,302,4
Waingapu KM Gayatri 37 04 39 65 45
Lembar - Ende KM Fitria 1,166,861,0 503,949,8 168,663,2 2,482,249,9
- Tenau Permata 76 98 642,775,715 50 38

Tabel 5.74 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 2B


Skenario 2 B

Total Biaya
Muatan Biaya Transit
Transportasi A+B
(Ton) (Gudang) - B
Laut - A
Tujuan Rute

36681.
Lembar Gresik - Lembar 5 2,490,128,284 56,536,955.38 2,546,665,239
38768.
Badas Gresik - Lembar - Badas 5 5,838,468,870 59,753,539.72 5,898,222,410
10296.
Ende Gresik - Lembar - Waingapu 9 1,845,870,803 15,870,463.16 1,861,741,266
Waingap
u Gresik - Lembar - Ende 1525.3 1,163,181,926 2,350,998.70 1,165,532,925
Tenau Gresik - Lembar - Ende - Tenau 5877.8 1,734,396,905 9,059,409.75 1,743,456,315
13,072,046,78
Total
8 143,571,367 13,215,618,154

5.10. Evaluasi Skenario Distribusi 3 – Nusa Tenggara

5.10.1.Evaluasi Kapal Kontainer


Tabel 5.75 Kinerja kapal General CargoTerpilih Skenario 3
Muatan
terangku
Rute Nama Kapal Terpilih TRT 20 40
t per trip
(Ton)
Surabaya - Lembar KM Meratus Sumbawa 3402.0 8.0 402 99

101
Surabaya - Ende KM Mentari Express 1890.0 8.5 225 54
  KM Meratus Sumbawa 3402.0 8.0 402 99
Adapun Rincian Biaya Pelayaran sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.76 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3


Biaya alat
Bahan
pendukung (Rupiah) Kepelabuhanan
Rute Nama Kapal Terpilih Bakar
(Pallet atau Sling (Rupiah)
(Rupiah)
bag)
Surabaya - Lembar KM Meratus Sumbawa 683,204,804 1,984,845,605 50,750,662
Surabaya - Ende KM Mentari Express 68,670,908 56,083,021 1,846,494
  KM Meratus Sumbawa 270,744,734 589,693,298 12,009,553

Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.77 Rincian Biaya Kapital Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3

Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)

Surabaya - Lembar KM Meratus Sumbawa 1,809,026,335


Surabaya - Ende KM Mentari Express 99,130,396
  KM Meratus Sumbawa 537,457,777

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.78 Rincian Biaya Operasional Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3


Gaji dan
Pelumas Pemeliharaa Pemeliharaa
Pelumas Air Biaya
Cylinder n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Nama Kapal Terpilih Lube Oil Tawar Makan
Oil 3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Surabaya -
Lembar KM Meratus Sumbawa 16,865,245 65,900,878 1,061,410 880,392,887 508,895,434 229,002,945
Surabaya -
Ende KM Mentari Express 1,452,128 5,170,818 74,355 44,669,873 35,649,676 16,042,354
  KM Meratus Sumbawa 5,010,627 19,579,007 315,343 261,562,806 151,191,723 68,036,275

Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.79 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3

Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)

KM Meratus 358,419,5 448,024,4


Surabaya - Lembar Sumbawa 40 25
199,230,4 249,038,1
Surabaya - Ende KM Mentari Express 80 00
  KM Meratus 358,419,5 448,024,4

102
Sumbawa 40 25

Dan rekapitulasi biaya adalah sebagai berikut

Tabel 5.80 Rangkuman Biaya Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3


Biaya
Biaya Biaya
Biaya Kapital Bongkar Total Biaya
Rute Nama Kapal Terpilih Pelayaran Operasional
(Rupiah) Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Surabaya -
Lembar KM Meratus Sumbawa 2,718,801,070 1,809,026,335 1,702,118,799 806,443,965 7,036,390,169
Surabaya -
Ende KM Mentari Express 126,600,423 99,130,396 103,059,205 448,268,580 777,058,604
  KM Meratus Sumbawa 872,447,585 537,457,777 505,695,781 806,443,965 2,722,045,107

5.10.2.Evaluasi Kapal Layar Motor

Tabel 5.81 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3


Muatan
Rute Nama Kapal Terpilih terangkut per TRT 20 40
trip (Ton)
Surabaya - Lembar KM Meratus Sumbawa 3402.0 8.0 402 99
Surabaya - Ende KM Mentari Express 1890.0 8.5 225 54
  KM Meratus Sumbawa 3402.0 8.0 402 99

Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut

Tabel 5.82 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3
Biaya alat
Bahan pendukung
Kepelabuhanan
Rute Nama Kapal Terpilih Bakar (Pallet atau
(Rupiah)
(Rupiah) Sling bag)
(Rupiah)
Lembar - Badas KLM Putra Saudara 108,066,554 17,100,000 30,750,000
  KLM Kartika Ekspress 85,432,668 22,500,000 28,500,000
  KLM Fadli Indah 77,592,004 15,750,000 21,000,000
  KLM Hasil Maju Setia 37,444,236 52,830,000 21,750,000
Ende - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 3,815,917 52,830,000 2,250,000
Ende - Tenau KLM Kartika Ekspress 2,634,398 22,500,000 750,000

Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.83 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3
Rute Nama Kapal Terpilih Penyusutan

103
(Rupiah)

Lembar - Badas KLM Putra Saudara 107,173,501


  KLM Kartika Ekspress 119,328,214
  KLM Fadli Indah 67,257,889
  KLM Hasil Maju Setia 224,100,890
Ende - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 22,837,973
Ende - Tenau KLM Kartika Ekspress 3,679,600

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.84 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3
Gaji dan
Pelumas Air Biaya Pemeliharaa
Rute Nama Kapal Terpilih Lube Oil Tawar Makan n Kapal
(Rupiah) (Rupiah) Awak (Rupiah)
(Rupiah)

Lembar - Badas KLM Putra Saudara 20,248,135 8,149,652 597,641,167 44,655,625

  KLM Kartika Ekspress 31,651,272 8,065,703 537,713,602 44,195,635

  KLM Fadli Indah 9,932,355 6,137,282 409,152,191 30,571,768

  KLM Hasil Maju Setia 50,015,487 6,543,746 654,374,652 44,820,178


Ende - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 5,097,045 666,869 66,686,887 4,567,595
Ende - Tenau KLM Kartika Ekspress 975,997 248,714 16,580,914 1,362,815

Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.85 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3

Bongkar
Rute Nama Kapal Terpilih Muat (Rupiah)
(Rupiah)

Lembar - Badas KLM Putra Saudara 31,160,000 38,950,000

  KLM Kartika Ekspress 37,977,200 47,471,500

  KLM Fadli Indah 19,577,600 24,472,000

  KLM Hasil Maju Setia 67,993,400 84,991,750


Ende - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 7,033,800 8,792,250

104
Ende - Tenau KLM Kartika Ekspress 999,400 1,249,250

Dan rekapitulasi biaya adalah sebagai berikut

Tabel 5.86 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3


Biaya
Biaya Biaya Biaya
Bongkar Total Biaya
Rute Nama Kapal Terpilih Pelayaran Kapital Operasional
Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Lembar -
Badas KLM Putra Saudara 155,916,554 107,173,501 670,694,579 70,110,000 1,003,894,634

  KLM Kartika Ekspress 136,432,668 119,328,214 621,626,212 85,448,700 962,835,794

  KLM Fadli Indah 114,342,004 67,257,889 455,793,595 44,049,600 681,443,089

  KLM Hasil Maju Setia 112,024,236 224,100,890 755,754,062 152,985,150 1,244,864,339


Ende -
Waingapu KLM Hasil Maju Setia 58,895,917 22,837,973 77,018,396 15,826,050 174,578,336
Ende - Tenau KLM Kartika Ekspress 25,884,398 3,679,600 19,168,439 2,248,650 50,981,087

Tabel 5.87 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 3


Skenario 3

Biaya
Total Biaya
Muatan Transit Posisi
Transportasi A+B
(Ton) (Gudang) - Gudang
Laut - A
Tujuan Rute B

124,288,56
Lembar Surabaya - Lembar 36681.5 3,523,753,583 1 3,648,042,144
131,359,77
Badas Surabaya - Lembar - Badas 38768.5 7,715,031,105 0 Lembar 7,846,390,875
Ende Surabaya - Ende 10296.9 989,151,274 58,672,085 1,047,823,359
Waingapu Surabaya - Ende - Waingapu 1525.3 321,107,983 8,691,492 329,799,474
Tenau Surabaya - Ende - Tenau 5877.8 1,124,641,362 33,492,057 Ende 1,158,133,419
255,648,33 (Gudang
1 Lembar) 14,030,189,271
Total 13,673,685,306
100,855,63 (Gudang
4 Ende)

5.11. Evaluasi Skenario Distribusi 1 – Bali


Tabel 5.88 Kinerja kapal Bulk Carrier Skenario 1
Nama Kapal Muatan terangkut
Rute TRT
Terpilih per trip (Ton)
KM Swadaya
Gresik - Bali Lestari 5700.0 16.6

Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut

105
Tabel 5.89 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Skenario 1
Biaya
alat
penduku
Bahan ng Kepelabuha
Nama Kapal
Rute Bakar (Pallet nan
Terpilih
(Rupiah) atau (Rupiah)
Sling
bag)
(Rupiah)

Gresik - KM Swadaya 1,065,644,


Bali Lestari 759 - 73,013,634

Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.90 Rincian Biaya Kapital Kapal Bulk Carrier Skenario 1

Nama Kapal Penyusuta


Rute
Terpilih n (Rupiah)

KM Swadaya 889,261,66
Gresik - Bali Lestari 3

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.91 Rincian Biaya Operasional Kapal Bulk Carrier Skenario 1


Gaji dan
Pemeliharaa Pemeliharaa
Pelumas Pelumas Air Biaya
Nama Kapal n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Lube Oil Cylinder Oil Tawar Makan
Terpilih 3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik - KM Swadaya
Bali Lestari 48,424,952 169,179,733 2,625,256 898,915,844 1,258,684,610 566,408,075

Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.92 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Skenario 1
Rute Nama Kapal Bongkar Muat

106
Terpilih (Rupiah) (Rupiah)

KM Swadaya 185,250, 215,242,


Gresik - Bali Lestari 000 857

Dan rekapitulasi biaya adalah sebagai berikut

Tabel 5.93 Rangkuman Biaya Kapal Bulk Carrier Skenario 1


Biaya
Biaya Biaya Biaya
Nama Kapal Bongkar Total Biaya
Rute Pelayaran Kapital Operasional
Terpilih Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik - KM Swadaya
Bali Lestari 1,138,658,393 889,261,663 2,944,238,471 400,492,857 5,372,651,384

5.12. Evaluasi Skenario Distribusi 2 – Bali


Tabel 5.94 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Muatan
Rute Nama Kapal Terpilih terangkut per TRT Pallet
trip (Ton)
Surabaya -
Bali KLM Hasil Maju Setia 586.2 12.6 1174
  KLM Harapan Bersatu 400.5 11.1 802
  KLM Harapan Daerah 860.1 14.9 1722
  KLM Bina Harapan Jaya 669.3 13.3 1340
KLM Harapan Daerah
  Berkembang 438.1 11.5 878

Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut

Tabel 5.95 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Biaya alat
pendukung
Bahan
(Pallet Kepelabuhanan
Rute Nama Kapal Terpilih Bakar
atau Sling (Rupiah)
(Rupiah)
bag)
(Rupiah)
Surabaya - 37,625,35
Bali KLM Hasil Maju Setia 5 52,830,000 19,500,000
69,934,31
  KLM Harapan Bersatu 7 36,090,000 18,000,000
98,735,54
  KLM Harapan Daerah 7 77,490,000 16,500,000
85,952,07
  KLM Bina Harapan Jaya 2 60,300,000 18,000,000
84,831,32
 
KLM Harapan Daerah Berkembang 9 39,510,000 21,000,000

107
Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.96 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2

Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)

Surabaya - Bali KLM Hasil Maju Setia 225,184,873


  KLM Harapan Bersatu 142,292,276
  KLM Harapan Daerah 312,550,995

  KLM Bina Harapan Jaya 249,246,431


  KLM Harapan Daerah Berkembang 181,651,995

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.97 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Gaji dan
Air Biaya Pemeliharaa
Pelumas
Rute Nama Kapal Terpilih Tawar Makan n Kapal
(Rupiah)
(Rupiah) Awak (Rupiah)
(Rupiah)

Surabaya - Bali KLM Hasil Maju Setia 50,257,413 6,575,398 657,539,883 45,036,975

  KLM Harapan Bersatu 28,476,874 8,027,308 507,013,712 36,654,373

  KLM Harapan Daerah 36,156,829 9,015,031 751,962,877 44,906,752

  KLM Bina Harapan Jaya 32,840,323 8,806,093 681,484,919 43,865,968


  KLM Harapan Daerah Berkembang 29,793,036 8,821,151 618,282,537 43,940,976

Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.98 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2

Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)

Surabaya - Bali KLM Hasil Maju Setia 60,959,600 76,199,500


  KLM Harapan Bersatu 38,448,917 48,061,146
  KLM Harapan Daerah 75,687,093 94,608,866
  KLM Bina Harapan Jaya 64,249,397 80,311,746

108
  KLM Harapan Daerah Berkembang 49,071,148 61,338,935

Dan rekapitulasi biaya adalah sebagai berikut

Tabel 5.99 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2


Biaya
Biaya Biaya Biaya
Bongkar Total Biaya
Rute Nama Kapal Terpilih Pelayaran Kapital Operasional
Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)

Surabaya - Bali KLM Hasil Maju Setia 109,955,355 225,184,873 759,409,669 137,159,100 1,231,708,997

  KLM Harapan Bersatu 124,024,317 142,292,276 580,172,266 86,510,063 932,998,922

  KLM Harapan Daerah 192,725,547 312,550,995 842,041,489 170,295,959 1,517,613,990

  KLM Bina Harapan Jaya 164,252,072 249,246,431 766,997,303 144,561,143 1,325,056,949

  KLM Harapan Daerah


Berkembang 145,341,329 181,651,995 700,837,701 110,410,083 1,138,241,107

5.13. Evaluasi Skenario Distribusi 3 – Bali


Tabel 5.100 Kinerja kapal General Cargo Terpilih Skenario 3
Nama Kapal Muatan terangkut
Rute TRT Sling bag Pallet Pallet (Paket)
Terpilih per trip (Ton)

Gresik - Bali KM Unipac-I 3337.0 9.5 0 0 10011

Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut

Tabel 5.101 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3
Biaya alat pendukung
Nama Kapal Bahan Bakar Kepelabuhanan
Rute (Pallet atau Sling bag)
Terpilih (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik - Bali KM Unipac-I 855,276,525 450,490,411 44,199,172

Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.102 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3

Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)

Gresik - Bali KM Unipac-I 1,374,850,542

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

109
Tabel 5.103 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3
Gaji dan
Pelumas Pemeliharaa Pemeliharaa
Pelumas Air Biaya
Nama Kapal Cylinder n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Lube Oil Tawar Makan
Terpilih Oil 3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik - 29,130,67 98,486,39 1,639,10 522,729,67
Bali KM Unipac-I 7 0 1 5 785,870,495 353,641,723

Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.104 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3

Bongkar
Rute Nama Kapal Terpilih Muat (Rupiah)
(Rupiah)

Gresik - Bali KM Unipac-I 910,324,327 213,248,018

Dan rekapitulasi biaya adalah sebagai berikut

Tabel 5.105 Rangkuman Biaya Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3


Biaya
Biaya Biaya
Nama Kapal Biaya Kapital Bongkar Total Biaya
Rute Pelayaran Operasional
Terpilih (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah)
Muat
Gresik -
KM Unipac-I
Bali 1,349,966,108 1,374,850,542 1,791,498,061 1,123,572,345 5,639,887,056

5.14. Evaluasi Skenario Distribusi 4 – Bali


Tabel 5.106 Kinerja kapal Kontainer Terpilih Skenario 4
Nama Kapal Muatan terangkut
Rute TRT 20 40
Terpilih per trip (Ton)
Surabaya - KM Meratus
Bali Sumbawa 3402.0 10.2 402 99

Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut

Tabel 5.107 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4


Biaya alat
Bahan
pendukung (Pallet Kepelabuhanan
Rute Nama Kapal Terpilih Bakar
atau Sling bag) (Rupiah)
(Rupiah)
(Rupiah)
Surabaya - Bali KM Meratus Sumbawa 664,050,514 1,685,203,382 40,759,503

Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini

110
Tabel 5.108 Rincian Biaya Kapital Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4

Rute Nama Kapal Terpilih Penyusutan (Rupiah)

Surabaya - Bali KM Meratus Sumbawa 1,535,926,669

Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.109 Rincian Biaya Operasional Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4


Gaji dan
Pelumas Air Pemeliharaa Pemeliharaa
Nama Kapal Pelumas Biaya
Cylinder Tawar n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Terpilih Lube Oil Makan
Oil (Rupiah 3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) ) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)

Surabaya - KM Meratus 55,952,15 747,484,37


Bali Sumbawa 14,319,183 1 901,175 2 432,070,033 194,431,515

Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini

Tabel 5.110 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4

Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)

Surabaya - Bali KM Meratus Sumbawa 358,419,540 448,024,425

Dan rekapitulasi biaya adalah sebagai berikut

Tabel 5.111 Rangkuman Biaya Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4


Biaya
Biaya Biaya
Nama Kapal Biaya Kapital Bongkar Total Biaya
Rute Pelayaran Operasional
Terpilih (Rupiah) Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Surabaya - KM Meratus
Bali Sumbawa 2,390,013,400 1,535,926,669 1,445,158,430 806,443,965 6,177,542,464

5.15. Perbandingan Tiap Skenario dan Pilihan


Setelah mendapatkan total biaya untuk mendistribusikan pupuk sesuai dengan muatan
kontrak maka perlu dilakukan perbandingan untuk mengetahui pilihan mana yang
memiliki biaya yang termurah.

111
5.15.1.Skema 1 (Nusa Tenggara)
Hal yang diperbandingkan adalah pilihan yang sama diantara skenario yang berbeda dan
perbandingan keseluruhan total biaya yang dibutuhkan untuk mendistribusikan pupuk
dari Skenario 1 pilihan A, Skenario 1 pilihan B, Skenario 2 pilihan A, dan Skenario 2
pilihan B, dan Skenario 3

Perbandingan Biaya Tiap Skenario


Rp.18,000,000,000
Rp.16,000,000,000
Rp.14,000,000,000
Rp.12,000,000,000
Rp.10,000,000,000
Biaya Total

Rp.8,000,000,000
Rp.6,000,000,000
Rp.4,000,000,000
Rp.2,000,000,000
Rp.-

B
B
A

3
an

an
an

o
ha

lih
lih
lih

i
ar
li

Pi
Pi
Pi

Pi

en
2
1
1

Sk
o
io
o

io

i
i

ar

ar
ar

ar
en

en
en

en
Sk

Sk
Sk

Sk

Grafik 5.8 Perbandingan Biaya Total Seluruh Skenario

Pada perbandingan biaya secara keseluruhan, tampak bahwa kelompok Skenario 2


(batang hijau) yaitu pengantongan di Lembar, memiliki biaya yang lebih rendah dari
kelompok lain, dan diantara Skenario 2 A dan B yang memiliki biaya paling rendah
adalah Skenario 2 A

Perbandingan Biaya Dengan Kondisi Sekarang

Rp25,000,000,000

Rp20,000,000,000
Biaya Total

Rp15,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp5,000,000,000

Rp-
Kondisi Sekarang Skenario 2 Pilihan A

Grafik 5.9 Perbandingan Biaya Total Skenario Terpilih dengan Kondisi Sekarang

112
Skenario yang terpilih memiliki biaya yang paling rendah adalah Skenario 2 A di mana
apabila dibandingkan dengan kondisi pengiriman sekarang, lebih rendah 43 %

5.15.1.Skema 2 (Bali)
Hal yang diperbandingkan adalah pilihan yang sama diantara skenario yang berbeda dan
perbandingan keseluruhan total biaya yang dibutuhkan untuk mendistribusikan pupuk
dari Skenario 1 (Bulk Carrier), Skenario 2 (Kapal Layar Motor) , Skenario 3 (General
Cargo), dan Skenario 4 (Kontainer)

Perbandingan Biaya Bali

Rp.8,000,000,000
Rp.7,000,000,000
Rp.6,000,000,000
Rp.5,000,000,000
Biaya Total

Rp.4,000,000,000
Rp.3,000,000,000
Rp.2,000,000,000
Rp.1,000,000,000
Rp.-
Curah Kering In Bag (Pelra) Paket Pallet, Loss Kontainer
Cargo, Sling Bag
(Campur)

Grafik 5.10 Perbandingan Biaya Total Seluruh Skenario

Pada perbandingan biaya secara keseluruhan, tampak bahwa kelompok Skenario 2


(batang hijau) yaitu pengantongan di Lembar, memiliki biaya yang lebih rendah dari
kelompok lain, dan diantara Skenario 2 A dan B yang memiliki biaya paling rendah
adalah Skenario 2 A

113
Perbandingan Biaya Bali

Rp8,000,000,000
Rp7,000,000,000
Rp6,000,000,000
Biaya Total

Rp5,000,000,000
Rp4,000,000,000
Rp3,000,000,000
Rp2,000,000,000
Rp1,000,000,000
Rp-
Kondisi Sekarang Curah Kering

Grafik 5.11 Perbandingan Biaya Total Skenario Terpilih dengan Sekarang

Skenario yang terpilih memiliki biaya yang paling rendah adalah Skenario 1 dengan
menggunakan kapal Bulk Carrier dengan tipe pengemasan curah kering di mana apabila
dibandingkan dengan kondisi pengiriman sekarang, lebih rendah 31 %

5.16. Kondisi Distribusi Masa Depan


Untuk memberi gambaran awal mengenai kondisi distribusi dalam kurun waktu
beberapa tahun kedepan perlu adanya perkiraan berdasarkan pertumbuhan kebutuhan
pupuk seperti yang ditampilkan pada grafik 4.2.

Tabel 5.112 Pengiriman Yang Ideal Tahun Berikutnya


Asal Tujuan Keterangan 2012 2014 2015
Kode Skenario 1 Skenario 3 Skenario 1
Pengemasan CK IB, PP, SB CK
Bali
BC 5001 - 10000 DWT (1) GC 4001 - 5000 DWT (1) BC Dibawah 5000 DWT (1)
Kapal
    BC 5001 - 10000 DWT (1)
Kode Skenario 2A Skenario 2A Skenario 2A
Pengemasan CK - IB CK - IB CK - IB
Gresik
BC Dibawah 5000 DWT (1) BC Dibawah 5000 DWT (1) BC Dibawah 5000 DWT (1)
Nusa BC 5001 - 10000 DWT (1) BC 5001 - 10000 DWT (1) BC 5001 - 10000 DWT (1)
Tenggar
a KLM 126 - 250 DWT (3) KLM Dibawah 125 DWT (1) KLM Dibawah 125 DWT (1)
Kapal
KLM 251 - 500 DWT (2) KLM 126 - 250 DWT (3) KLM 126 - 250 DWT (4)
KLM 501 - 750 DWT (4) KLM 251 - 500 DWT (1) KLM 251 - 500 DWT (1)
  KLM 501 - 750 DWT (4) KLM 501 - 750 DWT (4)
Pengemasan : CK (Curah Kering, IB (In Bag Loss Cargo), PP (Paket Pallet), SB (Sling Bag)
Kapal : BC (Bulk Carrier), KLM (Kapal Layar Motor), GC (General Cargo)

114
Bab 6. PERGUDANGAN PUSAT DISTRIBUSI

Pergudangan merupakan tempat untuk menyimpan sementara barang sebelum kembali


didistribusikan

Untuk mengetahui kondisi gudang pada suatu waktu adalah berdasarkan rumus di
bawah ini

dy
¿
dx

Dari rumus diatas berarti didapatkan bahwa pada suatu waktu tertentu, jumlah muatan
yang ada digudang adalah jumlah dari muatan dari kapal yang memasok kedalam
gudang dikurang dengan muatan kapal yang akan mendistribusikan muatan tersebut
kembali ke daerah - daerah tujuan berikutnya lalu dikurang dengan jumlah dari
konsumsi pupuk pada suatu waktu tertentu.

Sedangkan untuk jumlah kondisi gudang secara keseluruhan adalah

dy
∫ dx ¿

115
Sedangkan untuk mencari utilisasi dari gudang maka perlu di bagi dengan jumlah
elemen waktu untuk menghasilkan rata - rata kondisi muatan pada suatu waktu lalu di
bagi dengan kapasitas gudang. Secara matematis digambarkan sebagai berikut.

n +1

∑ ¿¿ ¿
n

Kondisi dan utilisasi gudang adalah tolak ukur untuk menilai kapasitas gudang dan
sebagai patokan untuk keputusan perubahan kapasitas gudang, seperti penambahan
gudang.

Adapun Kondisi Gudang untuk masing - masing skenario dengan daftar kapal yang
melayani adalah

6.1. Skema 1 (Nusa Tenggara)

6.1.1. Skenario 1 Pilihan A

Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 1 Pilihan


a
45000
40000
35000
Muatan (Ton)

30000
Muatan didalam Gudang (Ton)
25000
Kapasitas Gudang (Ton)
20000
15000
10000
5000
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari

Grafik 6.12 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 1 Pilihan A

Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi rata - rata dari
gudang tersebut adalah 18,50% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada
di hari ke 297 dengan tingkat utilisasi sebesar 20,76% pada hari tersebut.

116
6.1.2. Skenario 1 Pilihan B

Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 1 Pilihan


b
45000
40000
35000
Muatan (Ton)

30000
Muatan Di Dalam Gudang
25000
Kapasitas Gudang (Ton)
20000
15000
10000
5000
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari

Grafik 6.13 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 1 Pilihan B

Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 11.98% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 127
dengan tingkat utilisasi sebesar 27,09% pada hari tersebut.

6.1.3. Skenario 2 Pilihan A

Kondisi Gudang Lembar Skenario 2 Pilihan a


45000.0
40000.0
35000.0
Muatan (Ton)

30000.0
Jumlah Muatan di Dalam Gudang
25000.0 (Ton)
Kapasitas Gudang
20000.0 Kapasitas Gudang Terdahulu
15000.0
10000.0
5000.0
0.0
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari

Grafik 6.14 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 2 Pilihan A

117
Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 101.89% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 259
dengan tingkat utilisasi sebesar 234,40% pada hari tersebut.

Akan tetapi bila dibandingkan dengan kapasitas mengikuti dengan kapasitas gudang
Lini II di Tanjungwangi terdahulu maka utilisasi rata - ratanya hanya 22,92% dan
muatan tertinggi berada di hari ke 259 dengan tingkat utilisasi 52,74% pada hari
tersebut

6.1.4. Skenario 2 Pilihan B

Kondisi Gudang Lembar Skenario 2 Pilihan b


45,000
40,000
35,000
Muatan (Ton)

30,000
Kapasitas Gudang (Ton)
25,000
Jumlah Muatan di Dalam Gudang
20,000 (Ton)
Kapasitas Gudang Terdahulu (Ton)
15,000
10,000
5,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350

Hari

Grafik 6.15 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 2 Pilihan B

Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 111.08% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 179
dengan tingkat utilisasi sebesar 236,33% pada hari tersebut.

118
Akan tetapi bila dibandingkan dengan kapasitas mengikuti dengan kapasitas gudang
Lini II di Tanjungwangi terdahulu maka utilisasi rata - ratanya hanya 11,98% dan
muatan tertinggi berada di hari ke 179 dengan tingkat utilisasi 53,17% pada hari
tersebut

6.1.5. Skenario 3

119
Kondisi Gudang Hub Lembar
45000.0
40000.0
Muatan (Ton)

35000.0
30000.0
Jumlah Muatan di Dalam Gudang
25000.0 (Ton)
Kapasitas Gudang
20000.0 Kapasitas Gudang Terdahulu
15000.0
10000.0
5000.0
0.0
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari

Kondisi Gudang Hub Ende


45,000
40,000
Muatan (Ton)

35,000
30,000
Kapasitas Gudang (Ton)
25,000
Jumlah Muatan di Dalam Gudang
20,000 (Ton)
Kapasitas Gudang Terdahulu (Ton)
15,000
10,000
5,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari

Grafik 6.16 Kondisi Gudang Pada Skenario 3

Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang Hub
Lembar tersebut adalah 195.44% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi
berada di hari ke 204 dengan tingkat utilisasi sebesar 351,87% pada hari tersebut.

Akan tetapi bila dibandingkan dengan kapasitas mengikuti dengan kapasitas gudang
Lini II di Tanjungwangi terdahulu maka utilisasi rata - ratanya hanya 43,85% dan
muatan tertinggi berada di hari ke 204 dengan tingkat utilisasi 79,17% pada hari
tersebut

Lalu untuk Hub Ende adalah 285.89% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi
berada di hari ke 50 dengan tingkat utilisasi sebesar 406,83% pada hari tersebut. Dan
Utilisasi Rata – rata dengan muatan terdahulu 26.37 dengan utilisasi tertinggi di hari ke
50 sebesar 37.72

120
6.2. Skema 2 (Bali)

6.2.1. Skenario 1

Kondisi Gudang Bali Skenario 1 Bulk Carrier


16,000
14,000
12,000
Muatan (Ton)

10,000
Kapasitas Gudang (Ton)
8,000
Muatan di dalam Gudang (Ton)
6,000
4,000
2,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari

Grafik 6.17 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 1

Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 49.49% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 121
dengan tingkat utilisasi sebesar 98,12% pada hari tersebut.

6.2.2. Skenario 2

Kondisi Gudang Bali Skenario 2 KLM


16,000
14,000
12,000
Muatan (Ton)

10,000
Kapasitas Gudang (Ton)
8,000
Muatan di dalam Gudang (Ton)
6,000
4,000
2,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari

Grafik 6.18 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 2

Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 52.28% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 242
dengan tingkat utilisasi sebesar 98,29% pada hari tersebut.

121
6.2.3. Skenario 3

Kondisi Gudang Bali Skenario 3 General Cargo


16,000
14,000
12,000
Muatan (Ton)

10,000
Kapasitas Gudang (Ton)
8,000
Muatan di dalam Gudang (Ton)
6,000
4,000
2,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari

Grafik 6.19 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 3

Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 55.66% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 297
dengan tingkat utilisasi sebesar 95,79% pada hari tersebut.

6.2.4. Skenario 4

Kondisi Gudang Bali Skenario 4 Kontainer


16,000
14,000
12,000
Muatan (Ton)

10,000
Kapasitas Gudang (Ton)
8,000
Muatan di dalam Gudang (Ton)
6,000
4,000
2,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari

Grafik 6.20 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 4

Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 47.50% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 147
dengan tingkat utilisasi sebesar 86,78% pada hari tersebut.

122
Bab 7. LABA MUATAN PUPUK

Untuk mengukur seberapa jauh keuntungan yang didapatkan oleh pemiliki muatan
pupuk terhadap perubahan komponen biaya, perlu dilakukan analisis.

Laba=Pendapatan−Biaya lain

Biaya Lain=Produksi dan Bahan Baku+Transportasi Darat +Transportasilaut + Laba Pelayaran

Laba Pelayaran adalah laba yang diambil oleh perusahaan pelayaran. Dari sudut
pandang pemilik muatan, Laba Pelayaran adalah komponen biaya yang termasuk
didalam komponen Transportasi Laut.

7.1. Komponen biaya lain dan Pendapatan

Hal – hal yang dijadikan tolak ukur terhadap laba adalah :

1) Pendapatan dari penjualan pupuk


Pendapatan ini dihitung dari hasil penjualan muatan pupuk di setiap daerahnya.
Setiap jenis pupuk memiliki harga eceran tertinggi dan tiap daerah memiliki
kuota maksimum penjualan pupuk

Tabel 7.113 Penjualan dan Pendapatan Pupuk


RUTE : LEMBAR
Jenis Penjualan (ton) Pendapatan Laba
SP-36 9528.9 Rp 19,057,865,812 Rp 952,893,291
ZA 5907.0 Rp 8,269,752,486 Rp 413,487,624
NKP 17453.5 Rp 40,143,060,717 Rp 2,007,153,036
Organik 3792.1 Rp 1,896,063,180 Rp 94,803,159
Total 36681.5 Rp 69,366,742,195 Rp 3,468,337,110
RUTE : SUMBAWA
Jenis Penjualan (ton) Pendapatan Laba
SP-36 10071.1 Rp 20,142,134,188 Rp 1,007,106,709
ZA 6243.0 Rp 8,740,247,514 Rp 437,012,376
NKP 18446.5 Rp 42,426,939,283 Rp 2,121,346,964
Organik 4007.9 Rp 2,003,936,820 Rp 100,196,841
Total 38768.5 Rp 73,313,257,805 Rp 3,665,662,890
RUTE : FLORES

123
Jenis Penjualan (ton) Pendapatan Laba
SP-36 3374.1 Rp 6,748,221,804 Rp 337,411,090
ZA 407.2 Rp 570,108,394 Rp 28,505,420
NKP 5759.3 Rp 13,246,294,007 Rp 662,314,700
Organik 756.3 Rp 378,133,118 Rp 18,906,656
Total 10296.9 Rp 20,942,757,323 Rp 1,047,137,866
RUTE : SUMBA
Jenis Penjualan (ton) Pendapatan Laba
SP-36 499.8 Rp 999,659,590 Rp 49,982,979
ZA 60.3 Rp 84,454,000 Rp 4,222,700
NKP 853.2 Rp 1,962,262,833 Rp 98,113,142
Organik 112.0 Rp 56,015,408 Rp 2,800,770
Total 1525.3 Rp 3,102,391,830 Rp 155,119,592
RUTE : TIMOR BARAT
Jenis Penjualan (ton) Pendapatan Laba
SP-36 1926.1 Rp 3,852,118,606 Rp 192,605,930
ZA 232.5 Rp 325,437,606 Rp 16,271,880
NKP 3287.6 Rp 7,561,443,160 Rp 378,072,158
Organik 431.7 Rp 215,851,474 Rp 10,792,574
Total 5877.8 Rp 11,954,850,847 Rp 597,742,542
RUTE : BALI
Jenis Penjualan (ton) Pendapatan Laba
SP-36 5010.0 Rp 10,020,000,000 Rp 501,000,000
ZA 9819.6 Rp 13,747,440,000 Rp 687,372,000
NKP 33066.0 Rp 76,051,800,000 Rp 3,802,590,000
Organik 23847.6 Rp 11,923,800,000 Rp 596,190,000
Total 71743.2 Rp 111,743,040,000 Rp 5,587,152,000

2) Komponen biaya selain transportasi laut

Proporsi Komponen Biaya pada Pupuk

10%
5%

Produksi, Bahan Baku dan Lainnya


25%
60% Transportasi Darat

Transportasi Laut

Laba

Grafik 7.21 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 4

124
Komponen lain pada harga pupuk adalah : Produksi, Bahan Baku dan segala
biaya lain yang bukan meliputi biaya transportasi. Biaya Transportasi darat yang
meliputi seluruh biaya transportsi pengangkutan pupuk di darat. Dan yang ketiga
adalah biaya transportasi laut, yang variansinya berbeda – beda terhadap
skenario yang dipergunakan.

7.2. Skema 1 (Nusa Tenggara)

7.2.1. Skenario 1 A

Laba Pupuk Terhadap Muatan Balik (Q2)


8,000,000,000
7,000,000,000
6,000,000,000
Biaya Transport (Rp)

5,000,000,000 Gresik - Tanjungwangi - Lembar


Gresik - Tanjungwangi - Badas
4,000,000,000 Gresik - Tanjungwangi - Ende
Gresik - Tanjungwangi - Waingapu
3,000,000,000
Gresik - Tanjungwangi - Tenau
2,000,000,000
1,000,000,000
0
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.22 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 1A

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar ada pada hasil penjualan di
Lembar. Akan tetapi pemilik muatan dapat mengusahakan muatan balik hingga 100%,
maka laba yang didapat akan semakin tinggai serta laba pada penjualan di Badas dapat
menyamai di Lembar.

125
Laba Pupuk pada Laba Pelayaran 20%
8,000,000,000
7,000,000,000
6,000,000,000
5,000,000,000 Gresik - Tanjungwangi - Lembar
Laba Pupuk (Rp)

Gresik - Tanjungwangi - Badas


4,000,000,000 Gresik - Tanjungwangi - Ende
Gresik - Tanjungwangi - Waingapu
3,000,000,000
Gresik - Tanjungwangi - Tenau
2,000,000,000
1,000,000,000
0
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.23 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 1A

Pada laba pelayaran 20% diasumsikan bahwa perusahaan pelayaran mengambil laba
sebesar 20% untuk keuntungan mereka dan menjadi komponen biaya bagi pemilik
muatan.

7.2.2. Skenario 1 B

Laba Pupuk Terhadap Muatan Balik (Q2)


9,000,000,000
8,000,000,000
7,000,000,000
Gresik - Tanjungwangi - Lembar
Biaya Transport (Rp)

6,000,000,000 Gresik - Tanjungwangi - Lembar -


Badas
5,000,000,000
Gresik - Tanjungwangi - Waingapu
4,000,000,000 - Tenau - Ende
3,000,000,000 Gresik - Tanjungwangi - Waingapu
Gresik - Tanjungwangi - Waingapu
2,000,000,000 - Tenau
1,000,000,000
0
(1,000,000,000) 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.24 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 1B

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar ada pada hasil penjualan di
Lembar. Akan tetapi pemilik muatan dapat mengusahakan muatan balik hingga 100%,

126
maka laba yang didapat akan semakin tinggai serta laba pada penjualan di Badas dapat
menyamai di Lembar.

Laba Pupuk pada Laba Pelayaran 20%


9,000,000,000
8,000,000,000
7,000,000,000
Laba Pupuk (Rp)

Gresik - Tanjungwangi - Lembar


6,000,000,000 Gresik - Tanjungwangi - Lembar -
Badas
5,000,000,000
Gresik - Tanjungwangi - Waingapu
4,000,000,000 - Tenau - Ende
3,000,000,000 Gresik - Tanjungwangi - Waingapu
Gresik - Tanjungwangi - Waingapu
2,000,000,000 - Tenau
1,000,000,000
0
0% 20% 40% 60% 80% 100%
(1,000,000,000)
Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.25 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 1B

7.2.3. Skenario 2 A

Laba Pupuk Terhadap Muatan Balik (Q2)


10,000,000,000
9,000,000,000
Biaya Transport (Rp)

8,000,000,000
7,000,000,000
6,000,000,000 Gresik - Lembar
Gresik - Lembar - Badas
5,000,000,000
Gresik - Lembar - Ende
4,000,000,000
Gresik - Lembar - Waingapu
3,000,000,000 Gresik - Lembar - Tenau
2,000,000,000
1,000,000,000
0
0%
%

%
%

%
0%
10

20

30

40

50

60

70

80

90
10

Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.26 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 2A

Laba Pupuk pada Laba Pelayaran 20%


10,000,000,000
9,000,000,000
8,000,000,000
Laba Pupuk (Rp)

7,000,000,000
6,000,000,000 Gresik - Lembar
Gresik - Lembar - Badas
5,000,000,000
Gresik - Lembar - Ende
4,000,000,000
Gresik - Lembar - Waingapu
3,000,000,000 Gresik - Lembar - Tenau
2,000,000,000
1,000,000,000 127
0
0%
%

%
%

%
0%

50

80
10

20

30

40

60

70

90
10

Muatan Balik Q2 (%)


Grafik 7.27 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 2A

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar ada pada hasil penjualan di
Lembar. Akan tetapi pemilik muatan dapat mengusahakan muatan balik hingga 100%,
maka laba yang didapat akan semakin tinggi serta laba pada penjualan di Badas dapat
menyamai di Lembar. Dan dapat dilihat bahwa laba yang didapatkan pada daerah Tenau
untuk muatan mendekati 0% sangat kecil dan hamper merugi

7.2.4. Skenario 2 B

Laba Pupuk Terhadap Muatan Balik (Q2)


10,000,000,000

8,000,000,000
Biaya Transport (Rp)

Gresik - Lembar
6,000,000,000
Gresik - Lembar - Badas
Gresik - Lembar - Ende
4,000,000,000 Gresik - Lembar - Badas -
Waingapu
2,000,000,000 Gresik - Lembar - Ende - Tenau

0
0% 20% 40% 60% 80% 100%
(2,000,000,000)
Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.28 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 2B

Laba Pupuk pada Laba Pelayaran 20%


10,000,000,000

8,000,000,000
Laba Pupuk (Rp)

Gresik - Lembar
6,000,000,000
Gresik - Lembar - Badas
Gresik - Lembar - Ende
4,000,000,000 Gresik - Lembar - Badas -
Waingapu
2,000,000,000 Gresik - Lembar - Ende - Tenau

0
0% 20% 40% 60% 80% 100%
(2,000,000,000)
Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.29 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 2B

128
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar ada pada hasil penjualan di
Lembar. Akan tetapi pemilik muatan dapat mengusahakan muatan balik hingga 100%,
maka laba yang didapat akan semakin tinggi serta laba pada penjualan di Badas dapat
menyamai di Lembar. Dan dapat dilihat bahwa laba yang didapatkan pada daerah Tenau
dan Waingapu untuk muatan mendekati 0% sangat kecil dan hampir merugi bahkan
untuk daerah Tenau merugi hingga Rp. 200,000,000.

7.2.5. Skenario 3

Laba Pupuk Terhadap Muatan Balik (Q2)


9,000,000,000
8,000,000,000
7,000,000,000
Biaya Transport (Rp)

6,000,000,000
Surabaya - Lembar
5,000,000,000 Surabaya - Lembar - Badas
4,000,000,000 Surabaya - Ende
3,000,000,000 Surabaya - Ende - Waingapu
Surabaya - Ende - Tenau
2,000,000,000
1,000,000,000
0
0%
%

%
0%
10

20

30

70

80

90
40

50

60

10

Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.30 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 3

Laba Pupuk pada Laba Pelayaran 20%


9,000,000,000
8,000,000,000
7,000,000,000
Laba Pupuk (Rp)

6,000,000,000
Surabaya - Lembar
5,000,000,000 Surabaya - Lembar - Badas
4,000,000,000 Surabaya - Ende
3,000,000,000 Surabaya - Ende - Waingapu
Surabaya - Ende - Tenau
2,000,000,000
1,000,000,000
0
0%
%

%
0%
10

20

30

70

80

90
40

50

60

10

Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.31 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 3

129
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar ada pada hasil penjualan di
Lembar. Akan tetapi pemilik muatan dapat mengusahakan muatan balik hingga 100%,
maka laba yang didapat akan semakin tinggi serta laba pada penjualan di Badas dapat
menyamai di Lembar. Dan dapat dilihat bahwa laba yang didapatkan pada daerah Tenau
untuk muatan mendekati 0% sangat kecil dan hampir merugi.

Dan ternyata untuk laba pada penjualan di daerah Badas dapat lebih dari pada muatan di
Ende apabila muatan yang diangkut balik lebih besar dari 20%

7.3. Skema 2 (Bali)

Laba Pupuk Terhadap Muatan Balik (Q2)


16,000,000,000
14,000,000,000
12,000,000,000
Biaya Transport (Rp)

10,000,000,000
Skenario 1 (Bulk)
8,000,000,000 Skenario 2 (KLM)
6,000,000,000 Skenario 3 (General Cargo)
Skenario 4 (Kontainer)
4,000,000,000
2,000,000,000
0
0%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
0%
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10

Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.32 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 3

Laba Pupuk pada Laba Pelayaran 20%


14,000,000,000

12,000,000,000

10,000,000,000
Laba Pupuk (Rp)

8,000,000,000 Skenario 1 (Bulk)


Skenario 2 (KLM)
6,000,000,000 Skenario 3 (General Cargo)
4,000,000,000 Skenario 4 (Kontainer)

2,000,000,000

0
0%
%

%
0%
10

20

30

40

50

60

70

80

90
10

Muatan Balik Q2 (%)

Grafik 7.33 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Bali

130
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar di Bali terjadi apabila
menggunakan skenari 1 yang menggunakan Bulk Carrier, semakin besar muatan balik
maka semakin besar keuntungan yang didapat, akan tetapi selisih laba dengan scenario
yang lainnya semakin kecil.

Bab 8. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis diatas maka kondisi dan utilisasi dari gudang untuk
Pusat Distribusi adalah :

a) Skema 1 (Nusa Tenggara) adalah sebesar 101.89%


b) Skema 2 (Bali) adalah sebesar 49.49%.

Pilihan dan skenario yang menghasilkan biaya total logistik yang termurah
adalah Skenario 2 pilihan A, tetapi karena utilisasi gudangnya 101,89% yang
berarti lebih dari 100% maka perlu penambahan gudang. Apabila kapasitas
gudang disamakan dengan kapasitas Banyuwangi terdahulu maka utilisasi rata -
ratanya menjadi 22,92%

131
2. Skenario dan pilihan kapal yang memiliki biaya logistik laut yang minimum
adalah :

a) Skema 1 pengangkutan Nusa Tenggara, skenario yang terpilih yaitu


Skenario 2A dengan kapal yang terpilih :
 General Cargo : Dibawah 5000 DWT, 5001 – 10000 DWT.
Untuk distribusi ke pengantongan pupuk
 Kapal Layar Motor : Kelas 126 – 250 DWT (3 kapal), 251 – 500
DWT (2 Kapal), 501 – 750 (4 Kapal). Untuk distribusi ke
konsumen.
b) Skema 2 pengangkutan Bali, skenario yang terpilih adalah skenario 1
dengan kapal yang terpilih :
 General Cargo : Kelas 5001 – 10000 DWT

3. Jenis Pengemasan pupuk di atas kapal yang sesuai untuk distribusi Bali dan
Nusa Tenggara adalah

a) Nusa Tenggara : Curah Kering untuk distribusi ke pengantongan pupuk


dan In Bag Loss Cargo atau didalam sak untuk distribusi ke konsumen
Dengan pengemasan tersebut dapat menghemat biaya distribusi sebesar
43%
b) Bali : Curah Kering untuk distribusi ke konsumen pupuk di Bali
Dengan pengemasan tersebut dapat menghemat biaya distribusi sebesar
31%

8.2. Saran
1. Dapat dilihat bahwa Skenario 2 A dapat menghemat biaya logistik dari distribusi
pupuk sebesar 43% akan tetapi perlu dilakukan perhitungan lebih lanjut terhadap
kebutuhan penambahan kapasitas gudang Pusat Distribusi di Lembar, Lombok
karena kapasitas gudang yang tidak mencukupi

2. Untuk menyempurnakan penelitian ini perlu di lakukan perhitungan terhadap


distribusi jalur darat untuk menghasilkan total biaya dari produsen hingga ke
petani yang lebih komprehensif

132
3. Dari analisis biaya terhadap laba yang didapat, terdapat hasil yang menunjukan
perbedaan laba pada perbedaan laba yang diambil oleh pemilik kapal dan
muatan balik. Oleh Karena itu pengambilan laba akan lebih optimal apabila
dapat mengusahakan muatan balik dan mencari pemilik kapal yang memasang
laba dengan transportasi laut terendah.

DAFTAR PUSTAKA

Alfenza, Tiara Figur. 2012. Perencanaan Pusat dan Pola Distribusi Bahan Pokok Untuk
Wilayah Berbasis Kepulauan. Surabaya. ITS

Isbester, Capt. J. 1993. Bulk Carrier Practice. London. The Nautical Institute

Drewry. 2010. Ship Operationg Cost Annual Review and Forecast. United Kingdom.
Drewry Publisihng

Erman, A. Rahman. 2010. Laporan Business Enabling Environment - Australia Nusa


Tenggara Assistence for Regional Autonomy (BEE-ANTARA). Jakarta. LPEM-FEUI dan
The Asia Foundation

Fong, Kong Kim. 2004. Pengurusan Sistem Sungai Bagi Tujuan Pengangkutan.
Malaysia. Universiti Teknologi Malaysia

Gresik, Petrokimia. 2010. Growing Amidst Challenge - PT Petrokimia Gresik Annual


Report. Gresik. Petrokimia Gresik

Jinca, M. Yamin. 2011. Transportasi Laut Indonesia. Surabaya. Brillian Internasional

Kodoatie, Robert J. 2011 Analisis Ekonomi Teknik.Yogyakarta

Mentri Perhubungan. 2002. Pedoman Dasar Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar
Muat Barang Dari dan ke kapal di Pelabuhan. Jakarta.
133
Mentri Pertanian. 2011. PERMENTAN NOMOR : 12/Permentan/SR.130/3/2011.
Jakarta

Pelindo III. 2009. Annual Report 2009. Surabaya. Pelindo III

PUSRI. 2010. New Paradigm to Create Strong Culture and Optimum Value - PUSRI
Annual Report. Palembang. Pusri

Raharjo,Ferianto. 2009 Ekonomi Teknik Analisis Pengambilan Keputusan. Yogyakarta

Setijoprajudo. 1999. Diktat Metode Optimasi. Surabaya. ITS

Sunarsih, Nenah. Buku 2010. Buku Materi Pokok Mata Kuliah Manajemen Operasi.
Ciputat Universitas Terbuka

U.S. Departement of Commerce. 2002. 2002 Economic Census. United States.


Economic Census

Wardhana, Fadila Putra Kusuma. 2010. Decision Making Model of Fertilizer


Distribution Subject to Sediment Transport : Case Study Musi River. Surabaya. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember

Wijnolst, Niko. 1997. Shipping Innovation. Netherland. TU Delft press

134

Anda mungkin juga menyukai