Bismillahirahmanirahim
Bismillahirahmanirahim
ALVIN HABARA
NRP 4107100074
Supervisor
Dr. Ing. Setyo Nugroho
ALVIN HABARA
NRP 4107100074
Dosen Pembimbing
Dr. Ing. Setyo Nugroho
ii
LEMBAR PENGESAHAN
STUDI DISTRIBUSI PUPUK LEWAT LAUT STUDI KASUS : GRESIK – BALI dan
NUSA TENGGARA
TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Bidang Studi Transportasi Laut
Jurusan Teknik Perkapalan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh:
ALVIN HABARA
NRP 4107100074
iii
LEMBAR REVISI
STUDI DISTRIBUSI PUPUK LEWAT LAUT STUDI KASUS : GRESIK – BALI DAN
NUSA TENGGARA
TUGAS AKHIR
Telah direvisi sesuai hasil sidang Ujian Tugas Akhir
1 Juli 2013
Bidang Studi Transportasi Laut
Jurusan Teknik Perkapalan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh:
ALVIN HABARA
N.R.P. 4107100074
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan kasih
sayangnya penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir yang berjudul : “Model Transportasi
Laut Komoditi Curah Kering : Studi Kasus Angkutan Laut Pupuk Domestik” dapat
deselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan
kita, Nabi Besar Muhammad SAW yang memberikan petujuk kebenaran bagi kita semua.
Tugas akhir ini dapat diselesaikan oleh penulis dengan baik berkat kerjasama dan
dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua Orang Tua saya yang selalu mendoakan dan mendukung saya
2. Bapak Dr. Ing. Setyo Nugroho selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan kesabaran untuk membimbing penulis serta memberikan arahan selama
pengerjaan tugas akhir.
4. Tim dosen prodi transportasi laut (sesuai abjad) Firmanto Hadi, S.T., M.Sc,
I.G.N. Sumanta Buana, ST, M.Eng, dan Ir. Tri Achmadi Ph.D. yang memberikan
ilmu - ilmu baru mengenai dunia transportasi laut, serta kesabarannya mendidik
mahasiswa
5. Prof. Ir. I.K.A.P. Utama, M.Sc., Ph.D selaku Kepala Jurusan Teknik Perkapalan
yang telah menyediakan segala fasilitas selama penulis menempuh perkuliahan di
Jurusan Teknik Perkapalan.
7. Rekan - rekan dari PT Petrokimia Gresik, Pak Kadek Selaku Manager Diswil II,
Mas Cahya Aditya, Mas Dhamar dan rekan - rekan dari Diswil II yang telah rela
meluangkan waktunya untuk bercerita dan membimbing saya agar penelitian
dalam tugas akhir ini selesai
8. Kepada Farid Heradi kawan saya yang ikhlas untuk mencarikan tempat tinggal
selama proses survey pada penelitian tugas ini berlalngsung
v
9. Kepada rekan - rekan lab transportasi lt.4 mas Ferdhy, mas Yustaf, mas Zein yang
memberi izin untuk melaksanakan penulisan di lab lt. 4 serta bimbingannya
10. Kepada rekan - rekan lab transportasi lt.3 mbak Ni Luh, mas Irwan, Evan Eryanto
yang rela membagi ilmu supaya Tugas Akhir ini lebih baik serta I Putu Agi
Sumara Jaya yang rela mengajarkan konsep multiport melalui telepon.
11. Kepada seluruh kawan - kawan yang mendoakan agar Tugas Akhir ini lekas
selesai dan lancar semoga Allah membalas doa kalian dengan balasan berlipat
yang lebih baik
12. Kepada R. Mahardiga Gema Putra dari UTM Malaysia, I Nyoman Prasetya
Permana dari Universiti Petronas dan bang Tegas Febryanto dari Pupuk Indonesia
yang membantu penyempurnaan Tugas Akhir ini dan kawan - kawan dari Teknik
Perkapalan baik senior maupun junior
Penulis menyadari bahwa di dalam pengerjaannya, tugas akhir ini masih memiliki banyak
kekurangan maka penulis mengharapkan saran dan kritik emi kesempurnaan tugas akhir ini.
Penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
semua pihak pada umumnya.
Penulis
vi
STUDI DISTRIBUSI PUPUK LEWAT LAUT STUDI KASUS : GRESIK – BALI DAN NUSA TENGGARA
ABSTRAK
Selama ini kondisi pengiriman muatan pupuk untuk daerah Bali dan Nusa Tenggara dari
Gresik, relativ lebih mahal dibandingkan dengan daerah – daerah lain. Oleh karena itu perlu
adanya metoda pengemasan dan pengapalan yang ideal untuk menurunkan biaya transportasi
laut. Untuk mendapatkannya terdapat berbagai macam cara untuk mengemas muatan pupuk
curah kering antara lain menggunakan Sling Bag, In Bag Loss Cargo, dan Paket Pallet.
Masing - masing dari metoda pengemasan memiliki kompabilitas dengan kapal pengangkut
yang akan mengangkut. Tiap metoda pengemasan memiliki kinerja bongkar muat yang
berpengaruh kepada kinerja kapal, baik Sea Time dan Port Time. Adapun kondisi pengiriman
pupuk yang ideal Gresik – Bali dan Nusa Tenggara adalah : untuk Gresik menuju Bali dengan
tanpa pengemasan dengan satu kapal Bulk Carrier dengan kisaran ukuran 5001 – 10000
DWT. Untuk Gresik menuju Nusa Tenggara adalah dengan tanpa pengemasan menuju ke hub
di Lembar dengan masing – masing sebuah kapal Bulk Carrier kisaran di bawah 5000 DWT
dan 5001 – 10000 DWT, sedangkan dari hub ke tujuan dibutuhkan tiga Kapal Layar Motor
kisaran 126 – 250 DWT, dua Kapal Layar Motor kisaran 251 – 500 DWT, empat Kapal Layar
Motor kisaran 501 – 750 DWT.
vii
STUDY OF FERTILIZER DISTRIBUTION THROUGH THE SEA STUDY CASE OF GRESIK – BALI AND NUSA TENGGARA
ABSTRACT
There are a lot of ways to pack dry bulk fertilizer load by using Sling Bag, Bag Loss Cargo
and Pallet Packet. Each of the methods have compatibilty with te cargo ship. Each methods
also have different cargo handling time in which will affect to the shipment capacity of the
ship towards the Sea Time or the Port Time. "Kinerja" of the ship affects to the sea logistic
fertilizer cost in the form of dry bulk. A Good form of transportation is the one that has the
lowest logistic cost. Other than that, there's also the plan of moving the center of the fertilizer
distribution to Lombok.
From all of the calculations of the different packaging methods and with the compatible ship
with the lowest obtained cost, distribution warehouse will have 238,55% uilization, which
means that there's a need to add more capacity to the warehouse with a ship that serve Bulk
Carrier KM Bosowa Lima KM, Swadaya Lestari and General Cargo KM Tanto Murni with
100% Package Pallet and KM Fitria Permata with 100% packaging in Bag loss Cargo,
whereas the scenario of the distribtuion has a lower cost by 9.9% compared if the packaging
plant in Banyuwangi with contracted cargo 93336.3 Ton of Fertilizer.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................iii
LEMBAR REVISI.....................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR................................................................................................................v
ABSTRAK................................................................................................................................vii
ABSTRACT............................................................................................................................viii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................xv
DAFTAR GRAFIK...............................................................................................................xviii
Bab 1. PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah......................................................................................................2
1.3. Tujuan Tugas Akhir.....................................................................................................3
1.4. Manfaat Tugas Akhir...................................................................................................3
1.5. Batasan Masalah...........................................................................................................3
Bab 2. DASAR TEORI............................................................................................................4
2.1. Pendahuluan.................................................................................................................4
2.2. Transportasi..................................................................................................................4
2.3. Analisis Biaya Manfaat................................................................................................5
2.4. Biaya Transportasi Laut...............................................................................................6
2.4.1. Komponen biaya operasional................................................................................7
2.4.2. Biaya Operasional (Operational Cost)...............................................................11
2.4.3. Biaya Pelayaran (Voyage Cost)..........................................................................13
2.4.4. Biaya Bongkar Muat (Cargo Handling Cost).....................................................15
2.4.5. Sistem Tarif Penyewaan Kapal (Chartering).....................................................16
2.5. Pola Pengangkutan Pupuk..........................................................................................19
2.6. Unit cost distribusi pupuk..........................................................................................23
Bab 3. Metodologi Penelitian................................................................................................25
3.1. Pendahuluan...............................................................................................................25
ix
3.2. Metode Pengumpulan Data........................................................................................25
3.2.1. Pengumpulan Data Secara Langsung (Primer)...................................................25
3.2.2. Pengumpulan Data Secara Tidak Langsung (Sekunder)....................................26
3.3. Analisia Data..............................................................................................................26
3.3.1. Identifikasi Kebutuhan Pengiriman....................................................................26
3.3.2. Identifikasi Sarana dan Prasarana Saat Ini..........................................................26
3.3.3. Identifikasi Pola Operasional Distribusi Saat Ini................................................26
3.3.4. Analisis pengangkutan tanpa kemasan...............................................................26
3.3.5. Analisis pengangkutan pupuk dengan kemasan karung.....................................27
3.3.6. Analisis pengangkutan pupuk dengan pemaketan sling bag..............................27
3.3.7. Perbandingan biaya dan manfaat........................................................................27
3.4. Diagram Alur Berpikir...............................................................................................28
Bab 4. Gambaran Kondisi Saat Ini........................................................................................29
4.1. Pendahuluan...............................................................................................................29
4.2. Tujuan Pengangkutan Pupuk......................................................................................29
4.2.1. Gambaran Umum................................................................................................29
4.2.2. Komoditas lahan per daerah................................................................................31
4.2.1. Kondisi Pengiriman Saat Ini...............................................................................33
4.2.2. Rute Distribusi Pupuk.........................................................................................34
4.2.3. Skema Pengiriman Pupuk 1 (Nusa Tenggara)....................................................36
4.2.4. Skema Pengiriman Pupuk 2 (Bali)......................................................................43
4.3. Fasilitas Penunjang Distribusi Pupuk.........................................................................44
4.3.1. Pemasok Pupuk...................................................................................................44
4.3.2. Pengantongan Pupuk...........................................................................................46
4.3.3. Pelabuhan............................................................................................................46
4.3.4. Pergudangan........................................................................................................55
4.4. Jenis Pupuk.................................................................................................................56
4.4.1. SP36....................................................................................................................56
4.4.2. ZA.......................................................................................................................57
4.4.3. NPK 15 - 15 -15..................................................................................................58
4.4.4. Organik...............................................................................................................59
4.5. Metoda Pemaketan Pupuk..........................................................................................60
4.5.1. Sling Bag.............................................................................................................60
x
4.5.2. In Bag Loss Cargo..............................................................................................61
4.5.3. Paket Pallet..........................................................................................................63
4.5.4. Kontainer.............................................................................................................63
4.5.1. Kinerja Pemuatan................................................................................................64
4.6. Kapal Pemasok Pupuk................................................................................................65
4.6.1. Kapal Bulk Carrier..............................................................................................65
4.6.2. Kapal Layar Motor..............................................................................................67
4.6.3. Kapal General Cargo...........................................................................................68
4.6.4. Pengkelasan Kapal..............................................................................................69
4.7. Metoda Penyewaan Kapal..........................................................................................70
4.8. Perusahaan Pelaksana Distribusi Pupuk Domestik....................................................71
Bab 5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN...........................................................................76
5.1. Evaluasi Skenario Berdasakan Biaya Minimum........................................................76
5.2. Biaya Pelayaran..........................................................................................................76
5.2.1. Biaya bahan bakar...............................................................................................76
5.2.2. Biaya Alat Pembantu..........................................................................................77
5.2.3. Biaya Kepelabuhanan.........................................................................................78
5.3. Biaya Penyusutan.......................................................................................................79
5.4. Biaya Operasional Kapal............................................................................................80
5.4.1. Biaya Pelumas.....................................................................................................80
5.4.2. Biaya Air Tawar..................................................................................................80
5.4.3. Gaji dan biaya makan..........................................................................................81
5.4.4. Pemeliharaan Kapal Rutin 1 tahunan..................................................................81
5.4.5. Pemeliharaan Kapal Rutin 3 tahunan..................................................................82
5.5. Biaya Bongkar Muat..................................................................................................82
5.6. Karakteristik Unit Cost Masing - Masing Pemaketan................................................84
5.7. Pemilihan Skenario Dengan Biaya Terendah.............................................................87
5.8. Evaluasi Skenario Distribusi 1 – Nusa Tenggara.......................................................89
5.8.1. Evaluasi pengiriman dari sumber produksi ke pengantongan............................89
5.8.2. Evaluasi Kapal Layar Motor (Pilihan A)............................................................90
5.8.3. Evaluasi Kapal General Cargo (Pilihan B).........................................................94
5.9. Evaluasi Skenario Distribusi 2 – Nusa Tenggara.......................................................97
5.9.1. Evaluasi pengiriman dari sumber produksi ke pengantongan............................97
xi
5.9.2. Evaluasi Kapal Layar Motor (Pilihan A)............................................................98
5.9.3. Evaluasi Kapal General Cargo (Pilihan B).......................................................102
5.10. Evaluasi Skenario Distribusi 3 – Nusa Tenggara.................................................104
5.10.1. Evaluasi Kapal Kontainer.................................................................................104
5.10.2. Evaluasi Kapal Layar Motor.............................................................................106
5.11. Evaluasi Skenario Distribusi 1 – Bali...................................................................109
5.12. Evaluasi Skenario Distribusi 2 – Bali...................................................................111
5.13. Evaluasi Skenario Distribusi 3 – Bali...................................................................113
5.14. Evaluasi Skenario Distribusi 4 – Bali...................................................................114
5.15. Perbandingan Tiap Skenario dan Pilihan..............................................................115
5.15.1. Skema 1 (Nusa Tenggara).................................................................................116
5.15.1. Skema 2 (Bali)..................................................................................................117
5.16. Kondisi Distribusi Masa Depan............................................................................118
Bab 6. PERGUDANGAN PUSAT DISTRIBUSI...............................................................119
6.1. Skema 1 (Nusa Tenggara)........................................................................................120
6.1.1. Skenario 1 Pilihan A.........................................................................................120
6.1.2. Skenario 1 Pilihan B.........................................................................................120
6.1.3. Skenario 2 Pilihan A.........................................................................................121
6.1.4. Skenario 2 Pilihan B.........................................................................................122
6.1.5. Skenario 3.........................................................................................................123
6.2. Skema 2 (Bali)..........................................................................................................124
6.2.1. Skenario 1.........................................................................................................124
6.2.2. Skenario 2.........................................................................................................124
6.2.3. Skenario 3.........................................................................................................125
6.2.4. Skenario 4.........................................................................................................125
Bab 7. LABA MUATAN PUPUK......................................................................................126
7.1. Komponen biaya lain dan Pendapatan.....................................................................126
7.2. Skema 1 (Nusa Tenggara)........................................................................................128
7.2.1. Skenario 1 A.....................................................................................................128
7.2.2. Skenario 1 B......................................................................................................129
7.2.3. Skenario 2 A.....................................................................................................130
7.2.4. Skenario 2 B......................................................................................................131
7.2.5. Skenario 3.........................................................................................................132
xii
7.3. Skema 2 (Bali)..........................................................................................................133
Bab 8. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................135
8.1. Kesimpulan...............................................................................................................135
8.2. Saran.........................................................................................................................136
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................137
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
Gambar 4.24 Foto Udara Pelabuhan Waingapu.......................................................................53
Gambar 4.25 Foto Udara Pelabuhan Tenau..............................................................................53
Gambar 4.26 Pelabuhan Benoa – Membongkar muatan karung..............................................54
Gambar 4.27 Butiran Pupuk SP36............................................................................................55
Gambar 4.28 Butiran Pupuk ZA...............................................................................................56
Gambar 4.29 Butiran Pupuk NPK 15-15-15.............................................................................57
Gambar 4.30 Butiran Pupuk Organik.......................................................................................58
Gambar 4.31 Alur Pemaketan Karung Pupuk...........................................................................58
Gambar 4.32 Sling Bag.............................................................................................................59
Gambar 4.33 karung Loss Cargo yang Sedang diangkut Pallet................................................60
Gambar 4.34 Karung Loss Cargo Setelah di Tata di Dalam Kapal..........................................60
Gambar 4.35 Contoh Muatan Pallet yang Dipaketkan dengan Wrap......................................61
Gambar 4.36 Ilustrasi Muatan sak pupuk didalam kontainer...................................................61
Gambar 4.37 Ilustrasi Muatan Kontainer di Kapal...................................................................62
Gambar 4.38 Kapal Bulk Carrier..............................................................................................64
Gambar 4.39 Rise dan Tank Top Pada Ruang Muat Kapal Bulk Carrier.................................64
Gambar 4.40 Kapal Layar Motor..............................................................................................65
Gambar 4.41 Kapal General Cargo...........................................................................................66
Gambar 5.1 Mekanisme Pengambilan Keputusan Untuk Biaya Terendah...............................86
xv
DAFTAR TABEL
xvi
Tabel 5.5 Biaya Sandar Pelabuhan Kapal baja.........................................................................77
Tabel 5.6 Tarif Bongkar Muat di Tiap Daerah.........................................................................81
Tabel 5.7 Upah Buruh Bongkar Muat.......................................................................................81
Tabel 5.8 Kinerja kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 1........................................................87
Tabel 5.9 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Skenario 1.........................................87
Tabel 5.10 Rincian Biaya Kapital Kapal Bulk Carrier Skenario 1...........................................87
Tabel 5.11 Rincian Biaya Operasional Kapal Bulk Carrier Skenario 1...................................88
Tabel 5.12 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Skenario 1................................88
Tabel 5.13 Rangkuman Biaya Kapal Bulk Carrier Skenario 1.................................................88
Tabel 5.14 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1.....................................................89
Tabel 5.15 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1........................89
Tabel 5.16 Rincian Biaya Penyusutan Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1.....................89
Tabel 5.17 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1....................90
Tabel 5.18 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1................90
Tabel 5.19 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1...................................91
Tabel 5.20 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 1A..................................................................91
Tabel 5.21 Kinerja kapal General Cargo Terpilih Skenario 1..................................................92
Tabel 5.22 Komposisi Muatan Yang Terangkut General Cargo Skenario 1............................92
Tabel 5.23 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1.....................92
Tabel 5.24 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1.........................92
Tabel 5.25 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1.................93
Tabel 5.26 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1.............93
Tabel 5.27 Rangkuman Biaya Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1................................93
Tabel 5.28 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 1B..................................................................93
Tabel 5.29 Kinerja kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2......................................................94
Tabel 5.30 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2.........................94
Tabel 5.31 Rincian Biaya Kapital Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2............................94
Tabel 5.32 Rincian Biaya Operasional Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2.....................94
Tabel 5.33 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2.................95
Tabel 5.34 Rangkuman Biaya Bulk Carrier Terpilih Skenario 2..............................................95
Tabel 5.35 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2.....................................................96
Tabel 5.36 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2.........................96
Tabel 5.37 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2.............................96
xvii
Tabel 5.38 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2....................97
Tabel 5.39 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2................97
Tabel 5.40 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2...................................97
Tabel 5.41 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 2A..................................................................98
Tabel 5.42 Kinerja kapal General CargoTerpilih Skenario 2...................................................98
Tabel 5.43 Komposisi Muatan Yang Terangkut General Cargo Skenario 2............................98
Tabel 5.44 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2.....................99
Tabel 5.45 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2..........................99
Tabel 5.46 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2..................99
Tabel 5.47 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2.............99
Tabel 5.48 Rangkuman Biaya Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2..............................100
Tabel 5.49 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 2B................................................................100
Tabel 5.50 Kinerja kapal General CargoTerpilih Skenario 3.................................................100
Tabel 5.51 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3..........................100
Tabel 5.52 Rincian Biaya Kapital Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3...............................101
Tabel 5.53 Rincian Biaya Operasional Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3........................101
Tabel 5.54 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3...................101
Tabel 5.55 Rangkuman Biaya Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3.....................................101
Tabel 5.56 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3...................................................102
Tabel 5.57 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3......................102
Tabel 5.58 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3...........................102
Tabel 5.59 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3...................103
Tabel 5.60 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3..............103
Tabel 5.61 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3.................................103
Tabel 5.62 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 3...................................................................104
Tabel 5.63 Kinerja kapal Bulk Carrier Skenario 1.................................................................104
Tabel 5.64 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Skenario 1....................................104
Tabel 5.65 Rincian Biaya Kapital Kapal Bulk Carrier Skenario 1.........................................105
Tabel 5.66 Rincian Biaya Operasional Kapal Bulk Carrier Skenario 1.................................105
Tabel 5.67 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Skenario 1.............................105
Tabel 5.68 Rangkuman Biaya Kapal Bulk Carrier Skenario 1...............................................105
Tabel 5.69 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2...................................................106
Tabel 5.70 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2.......................106
xviii
Tabel 5.71 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2...........................106
Tabel 5.72 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2...................107
Tabel 5.73 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2..............107
Tabel 5.74 Rangkuman Biaya Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2.................................107
Tabel 5.75 Kinerja kapal General Cargo Terpilih Skenario 3................................................108
Tabel 5.76 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3...................108
Tabel 5.77 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3........................108
Tabel 5.78 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3................108
Tabel 5.79 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3...........108
Tabel 5.80 Rangkuman Biaya Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3..............................109
Tabel 5.81 Kinerja kapal Kontainer Terpilih Skenario 4........................................................109
Tabel 5.82 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4..........................109
Tabel 5.83 Rincian Biaya Kapital Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4...............................109
Tabel 5.84 Rincian Biaya Operasional Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4........................109
Tabel 5.85 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4...................110
Tabel 5.86 Rangkuman Biaya Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4.....................................110
Tabel 5.87 Pengiriman Yang Ideal Tahun Berikutnya...........................................................113
Tabel 7.1 Penjualan dan Pendapatan Pupuk...........................................................................121
DAFTAR GRAFIK
xix
Grafik 2.1 Hubungan Unit Cost Dengan Jarak.........................................................................23
Grafik 4.1 Hubungan Konsumsi Pupuk dengan Lahan Produktif............................................32
Grafik 4.2 Tren Kenaikan Jumlah Pupuk.................................................................................33
Grafik 5.1 Kecepatan Bongkar Muat Masing - Masing Pemaketan.........................................82
Grafik 5.2 Karakteristik Unit Cost Bulk Carrier.......................................................................83
Grafik 5.3 Karakteristik Unit Cost Kapal Layar Motor............................................................84
Grafik 5.4 Karakteristik Unit Cost GC Mengangkut Sling Bag...............................................85
Grafik 5.5 Perbandingan Biaya Total Seluruh Skenario.........................................................110
Grafik 5.6 Perbandingan Biaya Total Skenario Terpilih dengan Kondisi Sekarang..............111
Grafik 5.7 Perbandingan Biaya Total Seluruh Skenario.........................................................112
Grafik 5.8 Perbandingan Biaya Total Skenario Terpilih dengan Sekarang............................112
Grafik 6.1 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 1 Pilihan A.............................................115
Grafik 6.2 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 1 Pilihan B.............................................115
Grafik 6.3 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 2 Pilihan A.............................................116
Grafik 6.4 Kondisi Gudang Banyuwangi Skenario 2 Pilihan B.............................................117
Grafik 6.4 Kondisi Gudang Pada Skenario 3..........................................................................118
Grafik 6.6 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 1..................................................................119
Grafik 6.7 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 2..................................................................119
Grafik 6.8 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 3..................................................................120
Grafik 6.9 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 4..................................................................120
Grafik 7.1 Kondisi Gudang Bali Pada Skenario 4..................................................................122
Grafik 7.2 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 1A...........................................................123
Grafik 7.3 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 1A.......................................................124
Grafik 7.4 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 1B...........................................................124
Grafik 7.5 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 1B.......................................................125
Grafik 7.6 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 2A...........................................................125
Grafik 7.7 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 2A.......................................................126
Grafik 7.8 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 2B...........................................................127
Grafik 7.9 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 2B.......................................................127
Grafik 7.10 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 3............................................................127
Grafik 7.11 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Skenario 3........................................................128
Grafik 7.12 Laba Terhadap Muatan Balik Skenario 3............................................................128
Grafik 7.13 Laba Pada Laba Pelayaran 20% Bali...................................................................129
xx
Grafik 2.1 Hubungan Unit Cost Dengan Jarak
xxi
Bab 1. PENDAHULUAN
Indonesia, sebagai negara agraris, sangat bergantung terhadap produksi sektor pertanian.
Produksi pertanian Indonesia terdiri dari berbagai macam jenis, menurut definisi dari
kementrian pertanian, sektor pertanian terdiri dari tanaman pangan, holtikultura,
perkebunan, peternakan, perikanan budidaya, . Setiap produk pertanian membutuhkan
pupuk untuk mengoptimalkan produktifitas dari lahan mereka. Pupuk tidak hanya
digunakan untuk meningkatkan produktifitas tetapi untuk mendukung agar produk
pertanian dapat bertahan hidup karena kondisi tanah yang berbeda - beda di setiap
daerah.
Dari segi pengangkutannya pupuk adalah muatan yang cukup fleksibel dari segi
pengangkutannya. Pupuk dapat diangkut dengan berbagai macam metoda
pengangkutan. Untuk jenis pupuk yang sama dan akan diangkut dalam jumlah yang
sangat besar dapat diangkut secara loss. Untuk muatan yang berbeda - beda dan jenis
muatan yang beragam dapat diangkut melalui sling bag. Dan untuk muatan yang kecil
dapat dimasukan ke dalam sak tanpa pemaketan ataupun dapat dimuat didalam
kontainer. Dari sifat muatannya, pupuk adalah muatan yang unik karena secara umum,
pupuk bersifat higroskopis, yaitu menyerap ait. Oleh karena itu butuh penanganan
ekstra ketat agar muatan pupuk tidak menjadi rusak.
Saat ini, pengemasan muatan pupuk dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain
dengan kontainer, jumbo bag, sak (inbag), loose. Setelah itu kemasan dapat diangkut
dengan berbagai macam kapal antara lain, kapal curah, kapal general cargo, kapal layar
motor, dan kapal petikemas.
1
Sebagai contohnya untuk distribusi pupuk ke wilayah Nusa Tenggara dan Bali, apabila
dibandingkan dengan wilayah yang sama atau lebih jauh jaraknya, memiliki biaya
satuan (unit cost) yang relativ lebih tinggi.
Tabel 1.2 Selisih Jarak dan Unit Cost dengan Daerah Lain
Perbedaan
Perbedaan Unit Cost
Tujuan A Tujuan B Jarak (B
(B terhadap A)
terhadap A)
Pangkal
Lembar Pinang 134.7% -34.3%
Labuhan Bajo Makassar 0.0% -45.8%
Sumbawa Pontianak 9.7% -0.7%
Kupang Lhoksumawe 70.6% -50.5%
Waingapu Padang 66.9% -72.9%
Bali Kumai 26.6% -17.5%
Pada tabel tampak bahwa sebagian besar selisih jarak bernilai positiv yang berarti jarak
pengiriman lebih jauh, tetapi selisih unit cost negativ yang berarti lebih murah. Untuk
itu perlu dilakukan peninjuan terhadap aspek transportasi laut dari pengangkutan pupuk
domestik di Bali dan Nusa Tenggara agar dapat menekan biaya tranportasi laut.
1. Bagaimanakah dampak pada kondisi dan utilisasi gudang pusat distribusi yang
memiliki biaya logistik terendah?
2
2. Bagaimanakah pola transportasi muatan curah kering yang ideal untuk studi
kasus ini dari segi jenis kapal, dan pemaketan muatannya?
3. Apakah dampak yang terjadi dari sisi biaya logistik laut dari skenario
pendistribusian pupuk yang terbaik terhadap kondisi yang ada?
Untuk mengetahui kondisi dan utilisasi gudang untuk metode distribusi yang ideal.
Untuk mengetahui jenis dan tipe kapal yang ideal untuk distribusi pupuk ini.
Untuk mengetahui jenis - jenis pemaketan yang sesuai untuk distribusi pupuk ini.
Manfaat yang dapat diperoleh pada saat pengerjaan Tugas Akhir ini selesai adalah :
2. Memberikan gambaran tentang distribusi pupuk yang efektif dan efisien dalam
distribusi pupuk .
3
Bab 2. DASAR TEORI
2.1. Pendahuluan
Dasar teori adalah landasan analisis untuk menyelesaikan permasalahan pada Tugas
Akhir. Sumber dasar teori adalah berdasarkan dari bahan pustaka dan ilmu pengetahuan
yang telah ada sebelumnya. Pada dasarnya, dasar teori adalah kumpulan perumusan
matematika, landasan berfikir, dan ketetapan-ketetapan umum yang digunakan untuk
memecahkan masalah. Dasar teori pada tugas akhir disesuaikan agar dapat mencakup
semua permasalahan yang berhubungan dengan tujuan Tugas Akhir.
2.2. Transportasi
Pada dasarnya transportasi dibagi menjadi tiga macam, pertama transportasi darat, laut,
dan udara. Pertama, Transportasi darat adalah jenis transportas tertua di dunia dan ada
sejak pertama kali manusia ada. Kerumitan transportasi darat sangat beragam, mulai
dari yang paling sederhana menggunakan kaki ( sangat beragam, mulai dari yang paling
sederhana menggunakan kaki (by walking) hingga menggunakan kereta super cepat.
Kedua, transportasi laut adalah transportasi yang harus dilakukan untuk mengirinkan
4
barang melalui area perairan. Transportasi laut tidak dapat dibilang sederhana karena
membutuhkan keahlian dan seni dalam membuat kapal atau benda terapung sejenisnya.
Ketiga, Transportasi udara adalah transportasi yang paling rumit dan membutuhkan
penguasaan terhadap seni dan teknologi yang sangat tinggi karena transportasi udara
adalah yang berisiko terjadi kecelakaan dan kegagalan peralatan paling tinggi.
Transportasi pada pupuk ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dari para petani,
pengusaha perkebunan, dan pengusaha pertanian. Pupuk dikirimkan dari pabrik
pengolahan menuju gudang penyimpanan yang tersebar di pulau - pulau besar di
Indonesia. Karena transportasi yang dilakukan adalah lintas pulau maka dibutuhkan
transportasi dengan menggunakan moda laut.
Agar transportasi melalui moda laut berjalan optimal, maka dibutuhkan analisis secara
kualitatif maupun kuantitatif dari pupuk proses transportasi tersebut. Terdapat banyak
macam cara yang dapat ditempuh dan setiap cara akan memiliki biaya dan manfaatnya
tersendiri. Manfaat yang muncul akibat suatu keputusan tidak hanya berasal dari
keuntungan finansial semata, oleh karena itu diperlukan analisis secara kuantitatif dan
begitu pula dengan biaya.
Perhitungan dalam analisis biaya manfaat melibatkan dua hal, yaitu penilaian sebuah
pilihan dari aspek biaya yang akan di keluarkan. Biaya tersebut adalah segala bentuk
kualitatif dan kuantitatif dari beberapa nilai yang dikonversi menjadi suatu nilai
ekonomi. Begitu pula dengan manfaat yang akan dianalisis. Tidak semua masalah
adalah kuantitatif, tetapi ada beberapa kuantitatif yang perlu dikonversi menjadi satu
nilai yang mengindikasikan performa dari sisi ekonomi. Apabila kedua niilai dari biaya
manfaat ini telah didapat maka untuk membandingkan kecenderungan suatu keputusan
terhadap biaya atau manfaat akan lebih mudah untuk diketahui.
Kegunaan dari analisis biaya dan manfaat cukup banyak. Kegunaannya dapat dirasakan
pada suatu keputusan yang melibatkan beberapa pilihan. Analisis biaya manfaat
umumnya digunakan oleh praktisi industri maupun investor ketika akan
5
mengembangkan suatu fasilitas atau asetnya. Patokan yang digunakan sebagai penilaian
analisis biaya manfaat adalah rasio finansial dari masing - masing keputusan tersebut.
Patokan dasar pada analisis biaya dan manfaat dilihat dari sisi Aspek Sosial Ekonomi
(ASE). ASE dapat meliputi aspek kualitatif juga dengan adanya pengkonversian terlebih
dahulu. Didalam Aspek Sosial Ekonomi (ASE) dapat dilihat masalah yang lebih luas,
misalnya sewaktu meneliti dan menyusun arus kas dalam rangka mengkaji kelayakan
suatu proyek, lingkup penelitian yang meliputi keseluruhan manfaat (benefit), beban
(disbenefit), dan biaya (cost) yang timbul sebagai dampak proyek dilihat dari segi
masyarakat atau negara. Jadi tidak terbatas hanya pada biaya pertama, pendapatan,
pengeluaran untuk operasi dan produksi seperti yang telah dibahas sejauh ini. ASE
suatu pilihan keputusan dianggap menarik bila manfaat melebihi biayanya, sehingga
perlu diklasifikasi apa saja yang termasuk sebagai benefit, disbenefit, dan biaya.
Benefit atau manfaat adalah segala keuntungan atau manfaat yang yang dapat diambil
dari adanya suatu keputusan atau proyek. Manfaat dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang yang berbeda - beda selama pihak tersebut masih berkaitan, terkena dampak,
dan berpengaruh terhadap keputusan tersebut. Disbenefit adalah beban yang diakibatkan
alternatif suatu keputusan. Biaya ongkos finansial yang dikeluarkan untuk melakukan
pembelian aset, perawatan aset, penyewaan barang dan jasa, dan segala hal yang
berkaitan dengan ongkos dari pemilihan suatu alternatif. Selain itu ada Pendapatan,
Pendapatan arus kas masuk yang berasal dari produk yang dijual.
Biaya transportasi laut adalah segala jenis biaya yang dikeluarkan dalam operasi
transportasi melalui jalur laut. Segala operasi tarnsportasi laut yang membutuhkan biaya
akan dicatat oleh pihak perusahaan sebagai pengeluaran yang dibutuhkan untuk
menghantarkan barang melalui laut. Bentuk dan penggolongan biaya pada transportasi
laut terdapat pada berbagai aktifitas mulai saat di pelabuhan, saat bongkar muat, dan
saat pelayaran. Pada pelayaran tidak terdapat standart cost classification yang dapat
6
diterima secara internasional, sehingga digunakan pendekatan untuk
mengklasifikasikannya, komponen biaya ini dibagi menjadi 2 kategori besar dan
beberapa subkategori (Jinca, 2011):
Komponen biaya operasional adalah komponen biaya yang didalamnya terdapat biaya
bagi aktifitas operasional kapal. Pendekatan yang digunakan dalam menentukan
komponen biaya operasional adalah segala biaya yang dikeluarkan kapal per hari saat
kapal berada di pelabuhan dan saat pelayaran. Secara umum terdapat sub kategori yaitu
kelompok biaya saat kapal di pelabuhan dan kelompok saat kapal sedang berlayar.
Menurut akuntan biaya ini dibebankan kepada kesatuan produksi. Untuk kapal,
biaya depresiasi dipengaruhi oleh usia kapal. Usia teknis suatu kapal bervariasi
antara 20 - 30 tahun. Menurut John J. Clark, depresiasi dapat diformulakan
sebagai berikut
1 i ( 1+i )n
= =0.17684
An i ( 1+i )n−1
7
1
Biaya Depresiasi= ∗Umur Kapal
An
Biaya anak buah kapal adalah biaya yang perlu dikeluarkan untuk mencukupi
segala aktivitas para awak kapal. Umumnya biaya anak buah kapal masuk
kedalam satu nilai yaitu gaji awak kapal, yang meliputi gaji bulanan, bonus, dan
asuransi keselamatan dan kesehatan kerja.
Biaya reparasi adalah biaya eksternal yang perlu dilakukan untuk menjaga
kinerja kapal. Biaya reparasi dan maintenance meliputi perlengkapan geladak,
suku cadang, Inventaris kerja yang digunakan di kapal. Yang termasuk kedalam
supply adalah biaya barang - barang kebutuhan yang tidak termasuk bahan
bakar, minyak pelumas, Konsumsi ABK, dan bahan bakar.
\
BRMS
∗( 1+i )n −( 1+ t )n
An
=0.17684
(1+i )n ¿ ( 1+ i )1
Karena
n
1 i ( 1+i )
= =0.17684
An i ( 1+i )n−1
4. Biaya Asuransi
Biaya asuransi adalah komponen biaya yang tidak dapat dilepaskan dari dunia
pelayaran. Segala aktivitas di dunia pelayaran memiliki berbagai macam risiko
yang apabila terjadi akan sangat merugikan pihak yang berkaitan. Sebagai
8
contoh adalah kasus tergulinggnya KM Fudi di dok gali PT PAL, kedua pihak
mengalami kerugian jumlah finansial yang teramat besar dan berpengaruh besar
terhadap aset dan operasional mereka.
Secara umum kapal di asuransikan kepada dua hal, hal tersebut antara lain
Hal ini adalah asuransi yang umumnya dibayarkan untuk menebus risiko
pada badan dan mesin kapal.
Secara umum penilaian besarnya premi asuransi dilihat dari harga sebuah kapal.
Biaya ini meliputi biaya pengurusan sertifikat - sertifikat kapal dan berbagai
administrasi terhadap operasional sebuah kapal. Keberadaan biaya ini umumnya
ada di darat.
9
Biaya bahan bakar kapal adalah komponen terbesar dari operasional kapal.
Faktor yang mempengaruhi biaya ini adalah harga bahan bakar dan konsumsi
bahan bakar dari kapal. Konsumsi bahan bakar yang ada di kapal berasal
kebutuhan untuk menggerakan kapal dan konsumsi listrik dari generator listrik.
Komponen konsumsi bahan bakar di bagi dua berdasarkan tempatnya, yaitu saat
berada dilaut dan saat berada di pelabuhan. Menurut Jinca, berdasarkan referensi
yang dikemukakan, maka perhitungan bahan bakar adalah
g
BBM laut=WL∗( HPpk + HPmb )∗185 ( )
HP jam
g
BBM pelabuhan=℘∗( HPmb )∗185 ( )
HP jam
Di mana
Setelah diketahui besarnya konsumsi bahan bakar, maka besarnya biaya bahan
bakar yang diperlukan dapat diketahui dengan cara mengalikan dengan harga
bahan bakar standar.
8. Biaya Kepelabuhanan
Biaya ini dikeluarkan apabila kapal bersandar dipelabuhan yang dimiliki pihak
lain selain dari pemilik kapal. Biaya pelabuhan tidak berlaku pada pelabuhan
milik sendiri. Biaya ini adalah biaya yang dikenakan atas jasa kepelabuhanan
pada kapal.
Komponen biaya ini terdiri atas uang labuh dan uang tambat. Satuan uang labuh
adalah per GRT per satuan waktu. Dan uang tambat adalahbiaya yang dikenakan
kepada kapal saat kapal bersandar di dermaga. Besarnya uang tambat
dipengaruhi dari GRT dan lamanya kapal bersandar.
10
Satuan waktu yang digunakan dalam menghitung biaya kepelabuhanan adalah
dalam etmal. Satu etmal adalah 24 jam, yang mana terkadang ketika sebuah
kapal bersandar atau berlabuh dengan waktu kurang dari satuan yang bulat,
maka akan dibulatkan. Contoh pembulatannya adalah sebagai berikut kurang
dari 6 jam dibulatkan menjadi 0.25 etmal, 6 sampai 12 jam dibulatkan menjadi
0.5 etmal, 12 sampai 18 jam dibulatkan menjadi 0.75 etmal, dan 18 sampai 24
jam akan dihitung sebagai 1 etmal.
OC=M + ST + MN + I + AD (2.1)
Keterangan :
OC = Operating Cost
M = Manning
ST = Stores
MN = Maintenence and repair
I = Insurance
AD = Administrasi
1. Manning cost
Manning cost yaitu biaya untuk anak buah kapal atau disebut juga crew cost
adalah biaya-biaya langsung maupun tidak langsung untuk anak buah kapal
termasuk didalamnya adalah gaji pokok dan tunjangan, asuransi sosial, uang
pensiun. Besarnya crew cost ditentukan oleh jumlah dan struktur pembagian
kerja, dalam hal ini tergantung pada ukuran-ukuran teknis kapal. Struktur kerja
pada sebuah kapal umumnya dibagi menjadi 3 departemen, yaitu deck
departemen, engine departemen dan catering departemen.
9. Store cost
11
Disebut juga biaya perbekalan atau persediaan dan dikategorikan menjadi 2
macam, yaitu untuk keperluan kapal (cadangan perlengkapan kapal dan
peralatan kapal) dan keperluan crew (bahan makanan).
a. Survey klasifikasi
Kapal harus menjalani survey reguler dry docking tiap dua tahun dan
special survey tiap empat tahun untuk mempertahankan kelas untuk
tujuan asuransi.
b. Perawatan rutin
Meliputi perawatan mesin induk dan mesin bantu, cat, bangunan atas dan
pengedokan untuk memelihara lambung dari marine growth yang
mengurangi effisiensi operasi kapal. Biaya perawatan ini makin
bertambah seiring umur kapal.
c. Perbaikan
12
Perlindungan terhadap badan kapal dan permesinannya atas kerusakan
atau kehilangan.
Secara umum penilaian besarnya premi asuransi dilihat dari harga sebuah kapal.
12. Administrasi
Biaya pelayaran (Voyage cost) adalah biaya-biaya variabel yang dikeluarkan kapal
untuk kebutuhan selama pelayaran. Komponen-komponen biaya pelayaran adalah
bahan bakar untuk mesin induk dan mesin bantu, ongkos-ongkos pelabuhan,
pemanduan dan tunda.
Keterangan :
VC = voyage cost
PD = port dues (ongkos pelabuhan)
FC = fuel cost
TP = pandu dan tunda
1. Fuel cost
Konsumsi bahan bakar kapal tergantung dari beberapa variabel seperti ukuran,
bentuk dan kondisi lambung, pelayaran bermuatan atau ballast, kecepatan, cuaca
(gelombang, arus laut, angin), jenis dan kapasitas mesin induk dan motor bantu,
jenis dan kualitas bahan bakar. Biaya bahan bakar tergantung pada konsumsi
13
harian bahan bakar selama berlayar dilaut dan dipelabuhan dan harga bahan
bakar. Jenis bahan bakar yang dipakai ada 3 macam : HSD, MDO dan HFO.
2. Port cost
Pada saat kapal dipelabuhan biaya-biaya yang dikeluarkan meliputi port dues
dan service charges. Port dues adalah biaya yang dikenakan atas penggunaan
fasilitas pelabuhan seperti dermaga, tambatan, kolam pelabuhan dan
infrastruktur lainnya yang besarnya tergantung volume cargo, berat cargo, GRT
kapal dan NRT kapal. Service charge meliputi jasa yang dipakai kapal selama
dipelabuhan termasuk pandu dan tunda.
a. Jasa labuh
b. Jasa tambat
c. Jasa pemanduan
ii. Pandu Bandar adalah pandu yang bertugas memandu kapal dari
batas perairan bandar hingga kapal masuk di kolam pelabuhan
dan sandar di dermaga.
14
2.4.4. Biaya Bongkar Muat (Cargo Handling Cost)
Biaya bongkar muat (Cargo handling cost) mempengaruhi juga biaya pelayaran
yang harus dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran. Kegiatan yang dilakukan
dalam bongkar muat terdiri dari stevedoring, cargodoring, receiving/delivery.
Kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan bongkar muat ( PBM) yang
mempekerjakan tenaga kerja bongkar muat ( TKBM). Menurut Keputusan
menteri Perhubungan NOMOR : KM 14 TAHUN 2002 Tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat barang dari Dan ke Kapal,
pengertian dari istilah tersebut adalah sebagai berikut :
Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) adalah semua tenaga kerja yang
terdaftar pada pelabuhan setempat yang melakukan pekerjaan bongkar
muat di pelabuhan.
15
milik tidak membawa muatan ketika kembali ke dermaga. Selian itu, kegiatan
muat yang terjadi pada perusahaan tersebut adalah muatan langsung dicurahkan
dari gudang produksi menggunkan belt conveyor yang terhubung langsung ke
kapal.
Dalam pengangkutan barang atau muatan, kita dapat melkukannya dengan cara
menggunakan kapal milik sendiri atau menyewa (chartering). Ada beberapa cara
menyewa kapal, yaitu :
1. Bareboat/Demise Charter
Kapal disewa sebagai badan kapal saja, atau umumnya disebut dengan sewa
kapal kosong. Penyewa (charterer) menyediakan nahkoda serta ABK dan
mengoperasikan kapal seolah miliknya.
Kapal dapat disewa, oleh suatu badan dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal
ini penyewa memebayar uang sewa dan bunker. Dalam sewa jenis ini kapal
boleh dioperasikan oleh penyewa selam masih di dalam jangka waktu yang
tercantum dalam perjanjian. Dalam hal ini, uang sewa dapat dinyatakan dalam
biaya sewa per hari, per bulan, atau per tahun.
16
a. Tanggal, nama, dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa.
d. Batas Pelayaran
3. Voyage Charter
Dalam kasus ini, kapal disewa untuk melakukan pemuatan barang dari suatu
tempat ke suatu tempat lain. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemilik kapal
yang membayar semua biaya pada saat kapal beroperasi, kecuali biaya bongkar
muat. Metode charter kapal yang seperi ini dilakukan dengan penyewa
membayar uang tambang yang besarnya tergantung dari barang yang diangkut
yang dinyatakan dalam jumlah ton atau jumlah tertentu untuk satu kali
pelayaran.
Selain itu penyewa juga harus membayar biaya tambahan atas keterlambatan
bongkar/muat dari kapal. Hal tersebut biasa disebut dengan demurrage. Namun
bila penyewa dapat melakukan proses bongkar muat lebih cepat, penyewa bisa
mendapatkan uang despatch, atau uang insentif uang ynag diterima karena
penyewa dapat melakukan prose bongkar muat lebih cepat dari proses yang
ditetapkan. Pada umumnya besar jumlah uang despatch setengah dari harga
demurrage.
17
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuata perjanjian kontrak voyage
charter adalah :
Tanggungan biaya yang mana yang harus dibayar oleh siapa dalam charter dapat dilihat
melalui seperti di bawah ini.
18
Biaya bongkat muat (Total Handling Cost) tidak dimasukkan pada gambar di atas
dikarenakan pada proses charter apapun bongkar muat merupakan kewajiban yang
harus dibayarkan oleh penyewa kapal.
- Mudah terbakar
- Tidak termasuk dalam barang berbahaya menurut : UN, IATA, dan IMDG
Berdasarkan sifat - sifat pupuk urea tersebut maka ada beberapa cara
penanganan yang umum dilakukakan pada pengangkutan muatan pupuk urea,
antara lain dengan cara tanpa kemasan, pemaketan dengan sling bag, atau
didalam sak ukuran 40 kg atau 50 kg.
19
Keunggulan dari pengangkutan seperti ini adalah dari segi faktor muatan
(stowage factor) yang lebih mendekati angka satu, karena ruang yang tercipta
diantara muatan sangat kecil, yaitu ruangan yang tercipta antara granule pupuk
yang saling berdekatan.
Pada pengangkutan dengan metoda seperti ini, perlu banyak perhatian khusus
agar muatan pupuk tidak rusak, selain itu dari segi bongkar muat tidak bisa
dilakukan dengan menggunakan derrick, atau crane biasa, karena bentuknya
yang masih curah. Saat penyimpanan diruang muat harus diperhatikan
kelembaban, suhu, dan genangan air yang tersisa didalam ruang muat, apabila
hal tersebut tidak diperhatikan kemungkinan rusaknya muatan pupuk akan
meningkat. Selain itu dari segi pengangkutan perlu alat bongkar muat khusus
semacam pompa muatan curah, ataupun belt conveyor. Umumnya pada
pengangkutan curah, alat angkut yang umumnya dipakai adalah kapal berjenis
bulk carrier.
20
kawat baja dengan dasar terbuat dari karung goni, sehingga cukup kuat untuk
menahan tekanan dan tumpukan muatan yang sangat tinggi.
Pengangkutan dengan sling bag cukup sederhana, karena pengait berada pada
bagian tengah-puncak paket, sehingga saat diangkat dan kondisi cukup miring,
paket tetap utuh. Paket yang sedemikian rupa dikemas seperti itu, dapat diangkut
dengan mesing pengangkut yang cukup kuat, semakin kuat mesin dapat
mengangkut, maka semakin banyak paket yang dapat diangkut. Biasanya dalam
sekali angkutanpaling banyak dapat diangkut 4 paket, karena apabila melebihi 4,
akan ada paket yang berlokasi ditengah dan akan terdesak dari paket - paket
yang ada di kanan dan dikirinya, dan dikhawatirkan akan rusak. Jadi sekali
pengangkutan sling bag, maksimal 4 paket yang dapat diangkut dengan berat
kurang dari 6000 ton.
Kekurangan dari pengemasan pupuk urea dengan sling bag adalah, yang pertama
perlu adanya investasi khusus untuk membeli sling bag tersebut, yang kedua
adalah saat sling bag di tumpuk, maka akan tercipta rongga antara karung
sehingga akan menurunkan faktor muat.
Keunggulan dari pengemasan dengan metode ini adalah kemudahan dari proses
bongkar muat. Kemudahan tersebut memunculkan keragaman metoda bongkar,
muat maka semakin terbuka kesempatan pengangkutan dengan jenis alat
21
transportasi lain. Umumnya muatan dengan sling bag dapat diangkut dengan
menggunakan kapal general cargo dan bulk carrier
Adapun bentuk dari karung sak yang memiliki lengkungan yang tajam, membuat
nilai dari faktor muat dari karung sak berkurang tajam apabila dibanding
pemuatan secara curah. Selain itu tidak ada strap atau tali yang menggantung
pada badan karung sehingga diperlukan perlakuan khusus untuk pelaksanaan
bongkar muatnya. Perlakuan tersebut antara lain, penggunaan palet.
Karena ukuran sak yang lebih kecil dan ringan serta beratnya yang masuk dalam
jangkauan angkut seorang manusia, membuat pengangkutan dengan sak
memiliki ragam metoda pengangkutan yang lebih luas. Secara garis besar karung
sak, dapat dimasukan ke dalam peti kemas, dan dapat diletakan begitu saja. Oleh
karena itu alat angkut yang dapat dipergunakan mengangkut pupuk urea dalam
sak adalah : kapal petikemas, Kapal penumpang, dan Kapal pelayaran rakyat.
22
Matriks ini menampilkan kesesuaian pemuatan pada kapal dari masing - masing
jenis pengemasan. Matriks ini merangkum metode pengangkutan.
Secara umum penggambaran unit cost terdapat pada grafik diatas. Grafik diatas terdiri
dari dua garis linear yang saling bertindihan. Garis yang tampak adalah garis dengan
23
posisi paling bawah. yang berarti kondisi minimum. Karena tujuan pembuatan model ini
adalah untuk mengetahui model biaya yang minimum dari masing - masing metoda
pengemasan pupuk. Perumusan dari grafik diatas secara umum adalah
Y = aX + b
a = variabel cost
b = fixed cost
Perbedaan karakteristik dari daerah yang berbeda, menyebabkan komponen variabel dan
fixed cost berbeda - beda untuk masing - masing jarak dan hal tersebut yang akan
menyebabkan perbedaan grafik pada masing - masing metoda pengangkutan, jenis dan
jarak.
24
Bab 3. Metodologi Penelitian
3.1. Pendahuluan
Metoda penelitian adalah susunan dan sistematika penulis dalam penyelesian tugas
akhir. Sistematika penyelesaian tugas akhir terdiri dari dua kegiatan, yaitu sistematika
pengumpulan data dan sistematika analisis data. Tujuan pelaksanaan metodologi
penelitian adalah agar tugas akhir yang disusun ini dapat menjawab seluruh
permasalahan yang ditanyakan.pada bab yang terdahulu.
Kegiatan pengumpulan data yang dilaksanakan dalam menyelesaikan tugas akhir ini
terdiri dari pengumpulan data secara langsung dan pengumpulan data secara tidak
langsung. Pengumpulan data secara langsung dilakukan dengan cara melakukan survey
ke lapangan. Pengumpulan data tidak langsung dilakukan dengan cara mengumpulkan
data dari pihak ke 2 maupun pihak ke 3 serta data olahan.
25
3.2.2. Pengumpulan Data Secara Tidak Langsung (Sekunder)
Pengumpulan data tidak langsung adalah pemerolehan data melalui pengolahan data -
data yang telah didapat sebelumnya. Pengolahan data tersebut ditujukan sebagai tahap
penyelesaian perhitungan menuju ke tahap akhir.
Adapun data yang dikumpulkan adalah data pengiriman muatan pupuk , dan data
kebutuhan pupuk tiap daerah di pulau Jawa. Sementara untuk mencapai perhitungan
menuju ke tahap akhir diperlukan data - data pelengkap yang bisa didapatkan dari pihak
ke tiga, seperti referensi artikel, buku, jurnal, dan publikasi.
Selama pengerjaan tugas akhir ini, penulis membagi pengerjaan tugas ini dalam
beberapa tahapan pengolahan data. Tahapan pengerjaan tugas akhir ini antara lain :
Pada tahap ini dilakukan identifikasi dari supply demand yang ada, serta penulis
akan melihat kecenderungan dari suplai dan permintaan dari distribusi pupuk
yang sudah ada di PT Petrokimia Gresik.
Pada tahap ini penulis akan melakukan identifikasi segala kondisi yang
menunjang dari distribusi pupuk domestik. Adapun sarana dan prasarana yang
dimaksud adalah, jenis kapal yang dipakai, metoda pengadaan kapal, Tempat
pengantongan pupuk, Gudang Pupuk, dan Sarana bongkar muat pupuk di
pelabuhan Petrokimia Gresik
Pola distribusi adalah hal lain yang menentukan kinerja dari distribus pupuk
domestik. Asal dan tujuan dari masing - masing pupuk ditentukan oleh
kebutuhan penyaluran pupuk per daerah.
Pada tahap ini penulis melakukan analisis pola pengangkutan pupuk dengan cara
tanpa kemasan. Muatan pupuk langsung dimuati didalam ruang muat kapal.
26
Pengiriman pupuk dengan metoda seperti ini dilakukan antara pabrik (Gresik)
atau Impor, dengan Distribution Centre.
Pemaketan dengan sling bag pada distribusi pupuk domestik tergolong baru
karena. Pemaketan dengan sling bag ditujukan untuk mempercepat pemuatan,
akan tetapi semua kembali lagi pada fasilitas crane atau derrick dipelabuhan.
Secara umum pemaketan dengan sling bag yaitu menggunakan kawat baja.
Perbandingan ini ditujukan untuk mengetahui manfaat dan biaya yang didapat
dari pengiriman dengan masing - masing metoda pengemasan. Tiap metoda
pengemasan akan ditampilkan dalam
27
3.4. Diagram Alur Berpikir
28
Bab 4. Gambaran Kondisi Saat Ini
4.1. Pendahuluan
Gambaran kondisi saat ini yang ada pada kasus distribusi pupuk domestik adalah segala
hal yang mendukung aspek transportasi laut dari distribusi pupuk domestik. Adapun hal
- hal yang berkaitan dengan aspek yang mendukung transportasi laut dari pupuk
domestik, antara lain data kebutuhan penyaluran pupuk, luas areal yang membutuhkan
pupuk, metoda pemuatan yang ada, ukuran dari pemuatan, data armada, jarak daerah,
harga bahan bakar dan biaya lainnya.
Tujuan dari pengangkutan pupuk adalah untuk memenuhi penugasan dari distribusi
pupuk yang diberikan oleh Kementrian Pertanian. Setiap tahunnya Kementrian
Pertanian mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Pupuk Bersubsidi. Pedoman
tersebut berisikan daftar kebutuhan masing - masing jenis pupuk untuk tiap propinsi di
Indonesia. Jumlah tersebut merupakan olahan dari Kementrian Pertanian atas dasar
kebutuhan dari pupuk untuk masing - masing sektor yang membutuhkan. Adapun sektor
yang membutuhkan pupuk antara lain : Tanaman pangan, holtikulura, perkebunan,
peternakan, dan perikanan budidaya.
Adapun detail dari jumlah dari pupuk yang perlu didistribusikan ke masing - masing
propinsi pada tahun 2012 tampak pada tabel di bawah ini.
29
Tabel 4.4 Daftar Kebutuhan Pupuk Nasional
Jenis Pupuk (Ton)
No Propinsi
SP36 ZA NPK Organik
Nangroe Aceh
1 Darussalam 23,900 8,800 46,500 13,600
2 Sumatera Utara 60,800 53,000 166,500 46,800
3 Sumatera Barat 30,900 21,000 72,500 24,000
4 Jambi 14,400 4,600 28,600 9,600
5 Riau 10,300 5,200 23,700 5,100
6 Bengkulu 9,900 3,600 27,900 10,200
7 Sumatera Selatan 47,200 7,700 122,900 22,800
8 Bangka Belitung 3,900 1,800 18,800 5,700
9 Lampung 56,700 17,500 161,000 38,000
10 Kep. Riau 160 100 1,000 150
11 DKI Jakarta 90 10 100 50
12 Banten 23,400 1,800 37,400 4,800
13 Jawa barat 184,900 77,700 393,200 49,300
14 DI Jogjakarta 7,400 12,200 27,600 10,500
15 Jawa Tengah 175,100 186,700 413,200 162,100
16 Jawa Timur 215,000 485,000 674,800 336,200
17 Bali 5,000 9,800 33,000 23,800
18 Kalimantan Barat 13,000 3,800 56,900 11,500
19 Kalimantan Tengah 5,000 700 23,800 3,800
20 Kalimantan Selatan 10,000 1,700 33,400 6,300
21 Kalimantan Timur 7,000 2,200 21,900 3,500
22 Sulawesi Utara 5,500 200 15,600 2,800
23 Gorontalo 1,700 150 13,900 750
24 Sulawesi Tengah 5,400 9,000 22,800 3,200
25 Sulawesi Tenggara 7,200 4,300 10,400 6,300
26 Sulawesi Selatan 44,000 61,400 79,400 21,000
27 Sulawesi Barat 3,000 6,100 10,700 1,200
Nusa Tenggara
28 Barat 19,600 12,150 35,900 7,800
Nusa Tenggara
29 Timur 5,800 700 9,900 1,300
30 Maluku 350 250 1,800 400
31 Maluku Utara 2,800 500 6,000 1,750
32 Papua 200 90 1,620 500
33 Papua Barat 400 250 2,200 200
Tabel diatas menjelaskan tentang kebutuhan puuk per propinsi untuk masing - masing
jenis pupuk.
Pada model transportasi laut dalam studi ini, contoh distribusi pupuk domestik yang
digunakan adalah daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
30
Tabel 4.5 Daftar Kebutuhan Pupuk Provinsi NTB, NTT, dan Bali
Jenis Pupuk (Ton)
No Propinsi
SP36 ZA NPK Organik
28 Nusa Tenggara Barat 19,600 12,150 35,900 7,800
29 Nusa Tenggara Timur 5,800 700 9,900 1,300
Jenis Pupuk (Ton)
No Propinsi
SP36 ZA NPK Organik
17 Bali 5,000 9,800 33,000 23,800
Kedua daerah ini di pilih karena daerah ini terdiri dari berbagai pulau yang berarti butuh
moda transportasi laut untuk menunjang kelancaran distribusi pupuk domestik. Selain
itu pelabuhan - pelabuhan pada daerah mendukung keragaman kedatangan kapal,
sehingga tingkat fleksibilitas dari kapal yang dapat sandar cukup tinggi.
Daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan memiliki 5
pulau besar. Di Nusa Tenggara Barat terdapat dua pulau besar, yaitu Lombok dan
Sumbawa. Di Nusa Tenggara Timur, terdapat tiga pulau besar yang menjadi tujuan
kirim dari pupuk bersubsidi, yaitu pulau Flores, pulau Sumba, dan daerah di pulau
Timor, yaitu Timor Barat.
Gambar 4.7 Lokasi Pulau Tujuan dan Provinsi NTB dan NTT
Masing - masing pulau memiliki kebutuhan pupuk tersendiri. Adapun jumlah pupuk
yang dibutuhkan untuk masing - masing pulau bergantung pada luas areal lahan yang
31
membutuhkan pupuk di masing - masing daerah. Adapun hubungan antara luas areal
yang membutuhkan pupuk dengan kebutuhan penyaluran pupuk adalah sebagai berikut.
3500000
3000000
Konsumsi pupuk vs lahan
2500000 Produktif
2000000 Linear (Konsumsi pupuk vs lahan
Produktif)
1500000
1000000
500000
0
0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000
Konsumsi Pupuk (Ton)
Maka dari grafik tersebut akan di terjemahkan kepada kebutuhan pupuk untuk masing -
masing pulau yang ada di Nusa Tenggara Bara dan Nusa Tenggara Timur.
Penerjemahan dilakukan dengan memperhitungkan perbandingan antara luas area yang
membutuhkan pupuk di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan jumlah
pupuk yang perlu didistribusikan per propinsi.
Untuk menerjemahkan kebutuhan pupuk per pulau, perlu diketahui jumlah areal lahan
produktif di masing - masing pulau. Menurut informasi yang didapat dari Petrokima
Gresik dan Kementrian pertanian, didapatkan bahwa areal lahan produktif di masing -
masing pulau adalah sebagai berikut :
32
Tabel 4.7 Konsumsi Pupuk Untuk Masing - Masing Pulau
Lahan Konsumsi per Tahun (Ton)
Propins
Pulau Produktif Perbandingan
i SP36 ZA NPK Organik
(Ha)
NTB Lombok 323963.3 0.49 9528.9 5906.9 17453.5 3792.1
NTB Sumbawa 342394.7 0.51 10071.0 6243.0 18446.5 4007.9
NTT Flores 345938.3 0.58 3374.1 407.2 5759.3 756.3
NTT Sumba 51246.2 0.09 499.8 60.3 853.2 112.0
NTT Timor Barat 197473.6 0.33 1926.1 232.5 3287.6 431.7
Lahan Konsumsi per Tahun (Ton)
Propins
Pulau Produktif Perbandingan
i SP36 ZA NPK Organik
(Ha)
23847.
Bali Bali 205947.0 1.00 5010.0 9819.6 33066.0 6
33
Gambar 4.8 Alur Pengiriman Pupuk Saat Ini
Sejumlah Dari tabel diatas didapatkan pengiriman jumlah pengiriman pupuk, total
biaya, beserta unit costnya untuk dapat dibandingkan terhadap skenario gagasan.
Sejumlah daerah yang telah memiliki jumlah permintaan pupuk perlu diperlukan
perencanaan rute agar pupuk dapat terangkut sesuai dengan kebutuhan. Selain itu rute
pengangkutan pupuk perlu disesuaikan dengan lokasi pelabuhan yang ada. Adapun
pelabuhan yang menjadi tempat pendistribusian pupuk, baik bongkar maupun pelabuhan
muat adalah :
34
- Pelabuhan Tanjungwangi
- Pelabuhan Lembar
- Pelabuhan Badas
- Pelabuhan Ende
- Pelabuhan Tenau
- Pelabuhan Waingapu
- Pelabuhan Benoa
Adapun lokasi dari pelabuhan - pelabuhan tersebut tampak pada gambar di bawah ini
35
4.2.3. Skema Pengiriman Pupuk 1 (Nusa Tenggara)
Perbedaan skema ini bertujuan untuk melayani konsumen dari pupuk, yaitu petani.
Petani di daerah tujuan tidak dapat menerima pupuk dari pabrik dalam bentuk curah
kering secara langsung karena akan merepotkan dan menyulitkan pembelian. Oleh
karena itu sebelum pupuk sampai ke petani maka perlu melalui titik pengantongan, agar
petani dapat dengan mudah dalam pembeliannya.
Oleh karena itu pengangkutan untuk tujuan pengantongan dapat dilakukan dengan kapal
Bulk Carrier, yaitu pengangkutan pada tahap 1. Pengangkutan berikutnya ataupun
pengangkutan tahap 2 dilakukan dengan menggunakan Kapal Layar Motor atau kapal
General Cargo.
36
Gambar 4.12 Alur Skema, Skenario dan Pilihan distribusi pupuk
Secara umum proses pengiriman pupuk di bagi menjadi dua skema dan pada masing –
masing skema terdiri dari berbagai skenario dan pilihan seperti tampak pada gambar
diatas.
37
Tabel 4.10 Skenario, Kapal, dan Rute yang dilayani
Skenario Bulk Carrier KLM General Cargo Container
1. Tanjungwangi – Lembar
2. Tanjungwangi – Badas
1A Gresik – Tanjungwangi 3. Tanjungwangi – Ende - -
4. Tanjungwangi – Waingapu
5. Tanjungwangi - Tenau
1. Lembar – Badas – Waingapu
1B Gresik - Lembar - -
2. Lembar – Waingapu – Tenau - Ende
1. Lembar – Badas 1. Surabaya – Lembar
3 - 2. Ende – Waingapu - 2. Surabaya – Ende
3. Ende – Tenau
1. Lembar – Badas
2. Lembar – Ende
2A Gresik – Lembar - -
3. Lembar – Waingapu
4. Lembar - Tenau
1. Lembar – Badas – Waingapu
2B Gresik - Lembar - -
2. Lembar – Ende – Tenau
Dalam pembuatan model, dibuat dua buah skenario rute dengan dua pilihan, yaitu
pilihan a dan b pada masing - masing skenario.
Tabel 4.12 Kapal Yang Digunakan dari Tempat Pengantongan ke Pelabuhan Tujuan
Skenario 1 Skenario 2
Pilihan A Kapal Layar Motor Kapal Layar Motor
Pilihan B Kapal General Cargo Kapal General Cargo
Skenario 1
Skenario 1 pilihan a tampak seperti gambar di bawah ini. Pada pilihan ini pengangkutan
dari pengantongan akan diteruskan dengan menggunakan kapal layar motor
38
Gambar 4.13 Rute Skenario 1 Pilihan A
Adapun mengenai pemilihan rute akan didasarkan kepada kombinasi jarak yang paling
pendek.
Berdasarkan perhitungan tabel diatas maka rute untuk skenario 1 pilihan b adalah
Tanjungwangi - Lembar - Badas dan Tanjungwangi - Waingapu - Tenau - Ende.
Adapun penggambaran dari perjalanan kapal melalui rute diatas digambarkan pada
gambar dibawah ini.
39
Gambar 4.14 Rute Skenario 1 Pilihan B
Skenario 2
Adapun seluruh daerah di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara timur berpotensi
untuk menjadi titik pengantongan karena adanya mobile bagging unit sebuah alat
pengantongan yang dapat berpindah tempat. Akan tetapi tujuan pemindahan adalah
untuk meringankan beban logistik dari sisi biaya. Lembar dipilih menjadi titik
pengantongan baru karena permintaan pupuk di daerah Lembar adalah yang terbesar di
kelima pulau tersebut, sehingga apabila muatan curah kering telah turun di Lembar,
maka setelah dikemas dalam kantong maka tidak akan disalurkan lagi melalui darat
untuk kebutuhan Lembar sendiri. Selain itu Lembar memiliki jumlah populasi yang
paling besar di antara kelima pulau tersebut, oleh karena itu akan mempermudah
pencarian tenaga kerja untuk pengoperasian operasi pengantongan baru.
Skenario 2 pilihan a muatan curah kering akan turun di Lembar, lalu setelah dikemas
didalam kantong akan disalurkan ke pelabuhan tujuan dengan menggunakan Kapal
Layar Motor. Gambaran perjalanan kapal digambarkan pada gambar di bawah ini.
40
Gambar 4.15 Rute Skenario 2 Pilihan A
Berdasarkan tabel diatas maka akan rute terpendek adalah Lembar - Badas - Waingapu
dan - Lembar - Ende - Tenau. Adapun visualisasi dari perjalanan pada masing - masing
rute tersebut tampak pada gambar dibawah ini.
41
Skenario 3
Pemasokan pupuk di Indonesia terdapat dari dua cara, yaitu produksi pupuk yang
dilakukan di pabrik di Indonesia, dan impor pupuk dari luar negeri. Di Indonesia
terdapat pusat produksi pupuk terbesar se Asia Tenggara. Lokasi dari tempat produksi
pupuk tersebut berada di Gresik.
Pengiriman pupuk pada skema ini berlokasi di Bali. Skema ini memiliki rute tunggal,
yaitu Surabaya atau Gresik – Bali, Surabaya selaku tempat pengiriman kontainer.
Tujuan dari pengiriman ini adalah pelabuhan Benoa yang ada di Bali.
42
Gambar 4.18 Rute Skenario 3
Pada masing – masing skenario terdiri dari setiap jenis pemaketan pupuk yang diangkut
oleh kapal yang berbeda - beda
Skenario 1
Skenario ini menggunakan kapal Bulk Carrier dimana muatan akan dikemas tanpa
muatan dan akan di kantongkan saat di tujuan dengan mengunakan mobile bagging unit
Skenario 2
Skenario ini menggunakan kapal Layar Motor dimana muatan akan dikemas secara in
bag loss cargo di dalam palkah kapal. Muatan yang sampai ditujuan sudah dalam bentuk
karung
Skenario 3
Skenario ini menggunakan General Cargo dimana muatan akan dikemas secara
kombinasi antara in bag loss cargo, Paket Pallet, dan Sling Bag di dalam palkah kapal.
Muatan yang sampai ditujuan sudah dalam bentuk karung
Skenario 4
Skenario ini menggunakan Kontaner dimana muatan akan dikemas secara in bag loss
cargo di dalam kontainer. Dan kontainer akan di letakkan di atas kapal Muatan yang
43
sampai ditujuan sudah dalam bentuk karung dan harus dibongkar dari dalam kontainer.
Adapun perhitungan akan dilakukan secara port – to port.
Pemasokan pupuk di Indonesia terdapat dari dua cara, yaitu produksi pupuk yang
dilakukan di pabrik di Indonesia, dan impor pupuk dari luar negeri. Di Indonesia
terdapat pusat produksi pupuk terbesar se Asia Tenggara. Lokasi dari tempat produksi
pupuk tersebut berada di Gresik.
Pusat produksi pupuk yang berada di Gresik bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
pupuk nasional. Distribusi pupuk yang dilakukan terbagi dalam dua jenis distribusi,
yaitu distribusi melalui darat dan distribusi melalui jalur laut. Distribusi melalui jalur
darat adalah distribusi yang dilakukan antara gudang lini 2 ke gudang lini 3, yang
berarti distribusi menuju ke pengecer besar sebelum ke kios pertanian sebelum akhirnya
pupuk ada di tangan kelompok tani.
44
Sumber pasokan pupuk berikutnya adalah berasal dari luar negeri, yaitu impor.
Keputusan impor pupuk dilakukan apabila produksi pabrik pupuk tidak dapat
memenuhi kebutuhan pada suatu daerah. Muatan impor akan turun pada pelabuhan yang
dapat disandarkan oleh kapal internasional, yaitu kapal dengan radius pelayaran
internasional yang umumnya memiliki LoA (length over all) kapal lebih dari 170m.
Tidak semua pelabuhan di Indonesia dapat menerima supply pupuk dari daerah ini.
Adapun untuk keperluan penyaluran NTT dan NTB kapal impor datang di pelabuhan
Banyuwangi, yaitu Tanjungwangi.
Umumnya kapal impor berasal dari Cina dengan mengangkut muatan ZA dan SP36.
Adapun realisasi muatan pupuk yang datang, seperti tabel di bawah ini.
Para konsumen yang membutuhkan pupuk, menerima pupuk di daerah masing - masing
dalam bentuk eceran. Tahap sebelumnya dari distribusi pupuk adalah melalu koperasi
atau pengecer yang menerima pupuk dalam bentuk karung. Pupuk yang di produksi dari
pabrik berbentuk curah. Oleh karena itu agar dapat sampai ke tingkat pengecer dalam
bentuk karung, harus dilakukan proses pengantongan terlebih dahulu. Dalam proses
pengantongan pupuk perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain :
45
1. Kapasitas pengantongan
2. Tenaga Kerja
Lokasi tempat pengantongan harus dipilih pada daerah yang paling strategis
dengan lokasi pemasok pupuk dan lokasi pupuk yang untuk dikirim
Adapun lokasi yang tepat untuk pemasokan pupuk untuk daerah Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur. dan lokasi yang terdekat dengan daerah tersebut, yaitu
pengantongan Banyuwangi.
4.3.3. Pelabuhan
Pelabuhan adalah gerbang sebagai pintu keluarnya pupuk dari lokasi produksi ataupun
impor dan pintu masuk pasokan pupuk bagi daerah yang terpisah oleh perairan. Lokasi
pelabuhan harus diupayakan sedekat mungkin dengan lokasi tujuan pupuk, agar
pengangkutan pupuk lebih lanjut (menggunakan moda darat) lebih mudah. Pelabuhan
sebagai gerbang pintu masukpun harus dipilih dengan beberapa kriteria agar distribusi
pupuk melalui pelabuhan tersebut berjalan lancar. Adapun fasilitas pelabuhan yang
terpenting untuk menunjang distribusi pupuk adalah kemampuan bongkar dan muat
yang memadai serta kapasitas pelabuhan sehingga sanggup untuk menerima kedatangan
kapal.
Pada distribusi pupuk ini terdapat 7 titik pelabuhan yang mana 2 pelabuhan akan
dipergunakan sebagai pelabuhan muat dan 5 pelabuhan sebagai pelabuhan bongkar,
mengingat operasi distribusi pupuk ini adalah operasi penugasan yang bertujuan
memenuhi kebutuhan pupuk di daerah Nusa Tenggara barat dan Nusa Tenggara Timur.
46
1. Pelabuhan muat
Pelabuhan ini merupakan titik asal muasal muatan barang berada. Muatan baik
yang berbentuk curah maupun muatan yang berbentuk kantong maupun
kemasan. Adapun pelabuhan muat pada operasi ini yaitu :
Lokasi pelabuhan ini berada di kolam pelabuhan yang sangat ramai oleh
karena itu waktu tunggu dan persiapan untuk kapal sebelum sandar
cukup lama karena banyaknya kapal lain yang ikut mengantri.
47
Gambar 4.22 Gudang Pelabuhan Petrokimia
Adapun fasilitas yang ada pada pelabuhan Petrokimia Gresik adalah alat
suction loader yang bertujuan untuk melakukan bongkar muat untuk
muatan curah kering langsung ke ruang muat kapal.
Prinsip kerja alat ini dengan menggunakan spiral baja yang akan berputar
untuk mendorong masuk ataupun keluar muatan yang akan dimuati
48
Gambar 4.24 Metal Spiral Sebagai Alat Pemindah Muatan pada Suction
49
Gambar 4.25 Grab Sebagai Alat Bongkar Muat Curah Kering
Untuk Safety Working Load dari grab adalah berkisar antara 2.5 hingga 3
ton. Dan waktu rotasi dari grab berkisar antara 4.5 hingga 5 menit.
b) Pelabuhan Tanjungwangi
50
Gambar 4.26 Foto Udara Pelabuhan Tanjungwangi
c) Pelabuhan Lembar
51
Untuk dapat menunjang kebutuhan sebagai pusat distribusi tersebut
maka perlu ada beberapa penambahan fasilitas, antara lain unit
pengantongan yang dapat di mobilisasi dan penambahan kapasitas
gudang.
2. Pelabuhan bongkar
a) Pelabuhan Lembar
b) Pelabuhan Badas
52
Gambar 4.28 Foto Udara Pelabuhan Badas
c) Pelabuhan Ende
Pelabuhan ini terletak di pulau Flores besar, dekat dengan teluk Savu.
Pada pelabuhan ini akan menjadi pintu masuk bagi muatan pupuk untuk
memenuhi kebutuhan pulau Flores. Pasokan pupuk untuk pulau Flores
adalah yang terbesar untuk daerah Nusa Tenggara Timur, karena pulau
Flores merupaka lumbung padi untuk provinsi Nusa Tenggara Timur.
53
d) Pelabuhan Waingapu
e) Pelabuhan Tenau
54
Menurut realisasi pengiriman pupuk terdahulu bahwa pelabuhan Tenau
memiliki waktu untuk kongesti dan persiapan kapal sekitar 3 hari
f) Pelabuhan Benoa
4.3.4. Pergudangan
Pupuk yang didistribusikan melalui laut tidak dapat disalurkan langsung ke petani,
karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh karena itu perlu adanya suatu gudang untuk
menyangga sementara kebutuhan pupuk sekaligus menjadi tempat transit sebelum
menuju ke tujuan berikutnya. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 17/M-DAG/PER/6/2011 menetapkan bahwa setidaknya ada empat
jenis gudang dalam pendistribusian pupuk domestik. Gudang tersebut antara lain :
- Lini I adalah lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik Produsen atau di wilayah
pelabuhan tujuan untuk pupuk impor.
- Lini II adalah lokasi gudang Produsen di wilayah Ibukota Provinsi dan Unit
Pengantongan Pupuk (UPP) atau di luar wilayah pelabuhan.
- Lini III adalah lokasi gudang Produsen dan/atau Distributor di wilayah
Kabupaten/Kota yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Produsen.
- Lini IV adalah lokasi gudang atau kios Pengecer di wilayah Kecamatan dan/atau
Desa yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Distributor.
55
Pada kasus distribusi kali ini gudang yang diperhatikan adalah gudang lini II, yang
menjadi transit dari pupuk sebelum disalurkan kembali dengan menggunakan kapal
untuk di distribusikan ke pelabuhan berikutnya.
4.4.1. SP36
SP 36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang ditambang.
Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 SP 36 adalah 46 % yang lebih rendah
dari TSP yaitu 36 %. Dalam air jika ditambahkan dengan ammonium sulfat akan
menaikkan serapan fosfat oleh tanaman. Namun kekurangannya dapat mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, lamban pemasakan dan produksi tanaman rendah.
Sifat dari pupuk ini tidak higroskopis dan mudah larut dalam air. Selain itu Sumber
unsur hara Kalium dan Belerang dengan kadar cukup tinggi serta stabil dan tidak ada
reaksi dengan unsur lain sehingga dapat dicampur dengan pupuk lain. Dari segi
ketahanan tumbuhan, pupuk ini dapat memperkuat tanaman dari serangan penyakit.
56
Gambar 4.33 Butiran Pupuk SP36
4.4.2. ZA
Pupuk ZA merupakan pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan unsur hara Belerang.
Pupuk ZA Terdiri dari senyawa Sulfur dalam bentuk Sulfat yang mudah diserap dan
Nitrogen dalam bentuk amoniumyang mudah larut dan diserap tanaman. Pupuk ZA
memiliki kadar unsur Nitrogen dan Belerang, masing - masing 21% dan 24%.
Manfaat dari pupuk ZA adalah untuk membantu pembentukan butir hijau daun sehingga
daun menjadi lebih hijau. Selain itu menambah kandungan protein dan vitamin hasil
panen, meningakatkan jumlah anakan yang menghasilkan (pada tanaman padi),
berperan penting pada proses pembulatan zat gula, memperbaiki aroma, mengurangi
penyusutan selama penyimpanan
Untuk Pupuk ZA yang mendapatkan subsidi dari pemerintah memiliki warna abu - abu.
4.4.4. Organik
Penggunaan pupuk organik dan penggolongan pupuk organik dalam kelompok pupuk
yang disubsidi oleh pemerintah baru dimulai pada tahun 2005. Kegunaan utama dari
pupuk ini adalah untuk mengikat unsur hara yang ada pada permukaan tanah. Selain itu
kegunaan lainnya adalah memberikan unsur hara secara langsung pada tanaman.
Pupuk organik yang dipergunakan berasal dari kotoran hewan yang bersumber dari
peternakan - peternakan. Pupuk ini tidak bisa langsung digunakan karena apabila
digunakan langsung dalam bentuk kompos, maka akan memberikan dampak yang tidak
58
optimal atau bahkan dapat memberikan kerusakan terhadap tanaman. Pada saat keadaan
mentah, kompos akan mengalami proses pemasakan, dalam proses pemasakan tersebut
aktivitas mikroba sangat tinggi dan menyebabkan kompos menjadi panas, akhirnya
dalam keadaan ini tidak efektif bahkan dapat memberikan kerugian. Secara umum
kegunaan pupuk organik adalah :
Pupuk organic yang disubsidi oleh pemerintah berbentuk butiran yang kering, untuk
mempermudah pengaplikasiannya dan ringkas.
Sebelum muatan diangkut ke dalam kapal, ada berbagai macam cara untuk
memaketkannya. Pemaketan muatan ini bertujuan untuk mempermudah bongkar muat
sekaligus mempermudah pengangkutan.
59
Gambar 4.37 Alur Pemaketan Karung Pupuk
Sling Bag adalah cara pengemasan yang relativ baru. Pengemasan ini dilakukan dengan
menggunakan karung goni sebagai dasar alasnya, lalu tali untuk mengikat muatannya.
Adapun durabilitas dari pemuatan dengan menggunakan jenis Sling Bag umumnya 3
kali pakai.
Metoda pemuatan dengan sling bag hampir sama dengan kontainer mini, Sling bag akan
di bawa kedalam ruang muat kapal, hingga sling bag dilepas di gudang tujuan. Oleh
karena itu dalam perencanaan jumlah sling bag yang dibutuhkan akan dikali 3 dan
dijumlah durabilitasnya karena untuk menyesuaikan jumlah paket sling bag yang ada di
pelabuhan asal, pelabuhan tujuan, dan didalam kapal.
60
4.5.2. In Bag Loss Cargo
Pemuatan seperti ini adalah pemuatan yang lazim adanya dipergunakan untuk memuat
muatan loss cargo ke atas kapal, terutama untuk muatan karung. Dasar palet umumnya
terbuat dari kayu dan umumnya dapat dipakai hingga 3 kali pemakaian sebelum
akhirnya rusak.
Metoda pengangkutan untuk muatan loss cargo umumnya palet akan dibawa kembali ke
gudang penyimpanan setelah muatan karung dikemas didalam ruang muat kapal. Dalam
perencanaan jumlah kebutuhan pallet dalam mode pengangkutan ini adalah. Jumlah
pallet yang dibutuhkan dikalikan dengan 2 dan durabilitasnya. Hal tersebut
menyesuaikan dengan jumlah pallet yang dibutuhkan di pelabuhan awal dan pelabuhan
tujuan.
61
Saat bongkar muat telah selesai dan karung telah tertata rapi di dalam ruang muat kapal
maka palet akan di bawa kembali ke dalam gudang.
Pemuatan ini adalah pemaketan dengan menggunakan pallet. Hampir sama dengan sling
bag, tetapi alat pemaketnya adalah palet. Maka pada metoda pengemasan ini pallet akan
ikut masuk ke dalam kapal. Oleh karena itu dalam perencanaan jumlahnya kebutuhan
palet yang diangkut akan di kalikan dengan 3 untuk mengakomodasi kebutuhan pallet
yang ada di pelabuhan awal, pelabuhan tujuan, dan didalam ruang muat kapal.
4.5.4. Kontainer
Setelah muatan pupuk dikantongkan maka pada pengemasan kontainer pupuk karung
pupuk dimasukkan kedalam peti kemas, baik yang 20 feet maupun 40 feet. Setelah itu
kontainer akan disusun diatas kapal peti kemas.
62
Gambar 4.42 Ilustrasi Muatan sak pupuk didalam kontainer
Kinerja pemuatan adalah tolak ukur keefektifan dari masing - masing metoda
pengemasan. Tiap - tiap metoda pengemasan memiliki kinerja masing - masing. Adapun
yang menjadi tolak ukur dari kinerja ini adalah :
Kecepatan bongkar muat dipengaruhi oleh rotasi dari alat bongkar muat dan
banyaknya muatan yang dapat diangkut dalam satu kali rotasi angkut. Selain itu
terdapat faktor pengkoreksi yang berasal dari lamanya penataan dan kinerja dari
operasi TKBM.
- Faktor Pemuatan
Faktor pemuatan adalah rasio muatan yang dapat diangkut kedalam kapal
dengan kapasitas tampung (payload) kapal seluruhnya. Perbedaan yang terjadi
dari masing - masing metoda disebabkan karena masing - masing muatan
memiliki rasio berat dan volume yang berbeda - beda. Perbedaan ini
menghasilkan besarnya broken stowage yang berbeda didalam kapal.
63
Secara garis besar, kinerja pemuatan dapat ditampilkan sebagai berikut :
64
Gambar 4.44 Kapal Bulk Carrier
Umumnya kapal ini memiliki sarat air yang cukup dalam dan panjang kapal yang sangat
panjang. Sehingga kapal ini tidak dapat singgah disemua pelabuhan. Kapal ini hanya
dapat dipelabuhan yang besar.
Mengenai kompabilitas kapal Bulk Carrier terhadap tipe pemaketan sangat terbatas. Hal
tersebut dikarenakan bentuk dari ruang muatnya yang memiliki rise dan tank top.
Fungsi rise dan tank top adalah bertujuan untuk memudahkan proses bongkar muat dari
muatan curah kering. Akan tetapi apabila dimuat untuk muatan dalan bentuk Sling Bag,
In Bag Loss Cargo, dan Paket Pallet pemuatannya nanti tidak akan optimal karena
adanya rise dan tank top tersebut.
Gambar 4.45 Rise dan Tank Top Pada Ruang Muat Kapal Bulk Carrier
65
Adanya rise dan tank top membuat penempatan muatan yang terpaket tidak dapat
sejajar dengan alas dari ruang muat apabila di letakkan didaerah pinggir. Hal tersebut
akan meningkatkan broken stowage yang tinggi pada kapal. Sehingga kapal Bulk
Carrier pada distribusi kali ini hanya dikhususkan mengangkut muatan curah kering.
Adapun daftar kapal curah yang akan beroperasi untuk melayani distribusi muatan
pupuk ditampilkan pada tabel di bawah ini
KM Bosowa Lima Bulk Carrier 1978 1600 95 1200 1 12.5 1600 1151
KM Isa Active Bulk Carrier 1982 8040 600 15000 4 13.5 21289 12844
KM Isa Energy Bulk Carrier 1982 10800 680 15400 4 13 20553 12302
KM Isa Glory Bulk Carrier 1983 6200 600 11000 4 13 14286 10212
KM Swadaya Lestari Bulk Carrier 1981 5800 360 6000 1 13.5 9084 5797
Kapal Layar Motor adalah moda tertua yang telah ada untuk melayani pendistribusian
barang di daerah Nusa Tenggara barat dan Nusa Tenggara Timur. Kapal ini memiliki
ruang palka yang beberapa bagiannya tertutup oleh dek kapal. Kondisi seperti inilah
yang tidak memungkinkan muatan paket yang seberat 1,5 ton ataupun 1 ton didalam
sling bag dan paket pallet sulit untuk ditata dibagian dalam ruang muat kapal. Oleh
karena itu peletakan muatan yang tepat adalah menggunakan in bag loss cargo.
66
Adapun daftar Kapal Layar Motor yang akan beroperasi untuk melayani distribusi
muatan pupuk ditampilkan pada tabel di bawah ini
Kapal General Cargo memiliki fleksibilitas dalam mengangkut muatan. Karena kapal
ini didesain untuk mengangkut muatan yang ummnya ada. Dalam proses distribusi
pupuk domestik, Kapal General Cargo dapat mengangkut muatan paket sling bag, in
bag loss cargo, dan paket pallet. Tidak seperti Kapal Layar Motor, muatan terpaket
dalam sling bag dan paket pallet dapat diangkut karena hatchcover dari Kapal General
Cargo dapat terbuka lebar sehingga muatan yang diangkut pada crane dapat menempati
di hampir seluruh ruang muat kapal.
67
Adapun daftar Kapal General Cargo yang akan beroperasi untuk melayani distribusi
muatan pupuk ditampilkan pada tabel di bawah ini
KM Bunga Mawar General Cargo 1980 3800 240 4700 12.4 6239 3893
KM Caraka Jaya Niaga III - 12 General Cargo 1993 2037 292 2500 11 3257 3650
KM Caraka Jaya Niaga III - 7 General Cargo 1992 1650 350 2400 14.32 3258 3200
KM Fitria Permata General Cargo 1975 3800 210 5100 12.5 6806 3978
KM Gayatri General Cargo 1985 4080 360 5800 12.5 7793 6306
KM Isabela I General Cargo 1982 3075 315 2700 11 3600 4450
KM Rimba Satu General Cargo 1976 3800 240 4600 12.7 6178 3951
KM Setanggi General Cargo 1979 3400 354 3300 12.5 4488 3849
KM Tanto Murni General Cargo 1975 3800 120 4400 12.7 5934 3372
KM Unipac-I General Cargo 1970 3600 100 4300 12 5852 3409
Dari kapal – kapal yang ada akan dikelaskan berdasarkan ukuran. Pengkelasan
ditujukan untuk menggeneralisasi kapal referensi yang telah disebutkan sebelumnya
agar dapat mengetahui gambaran umum mengenai kinerja kapal yang memiliki ukuran
yang sejenis secara kasar.
68
3001 - 4000 DWT KM Setanggi 3300
KM Unipac-I (a) 4300
KM Tanto Murni (b) 4400
4001 - 5000 DWT
KM Rimba Satu ( c) 4600
KM Bunga Mawar (d) 4700
KM Fitria Permata (a) 5100
5001 - 6000 DWT
KM Gayatri (b) 5800
Dibawah 5000 DWT KM Bosowa Lima 1200
5001 - 10000 DWT KM Swadaya Lestari 6000
Bulk
KM Isa Glory (a) 11000
Carrier 10001 - 15000 DWT
KM Isa Active (b) 15000
15001 - 20000DWT KM Isa Energy 15400
2000 - 4000 DWT KM Meratus Sumbawa 3000
KM Mentari Express (a) 4142
Kontainer KM Meratus Project 1 (b) 5275
4001 - 6000 DWT
KM Meratus Progress 1 ( c) 5539
KM Meratus Palu (d) 5581
Metoda penyewaan kapal yang dipilih pada distribusi gagasan ini adalah Voyage
Charter, yaitu mengikuti kepada kondisi distribusi yang ada. Hal itu dikarenakan ada
dua faktor, yaitu dari sisi pergudangan dan sisi biaya.
Dari segi pergudangan voyage charter dipilih karena lebih fleksibel terhadap kondisi
muatan yang ada di gudang. Sehingga gudang tidak menyesuaikan jadwal kedatangan
barang dari kapal sehingga gudang harus segera dikosongkan. Dengan voyage charter,
jadwal kedatangan muatan lebih menyesuaikan kepada jumlah barang yang ada
digudang. Apabila barang belum habis digudang, maka kedatangan barang melalui
kapal dapat ditunda.
Berikutnya dari segi biaya, dengan menggunakan voyage charter apabila dibandingkan
dengan time charter, secara relativ akan lebih murah voyage charter, karena waktu kapal
yang digunakan hanya pada satu kali voyage saja. Sehingga dapat ditentukan jumlah
voyage yang dibutuhkan agar muatan kontrak terpenuhi. Lain halnya dengan time
charter yang mana kapal berisiko memiliki waktu nganggur (idle time). Sehingga hal
tersebut yang menjadikan time charter berpotensi lebih mahal, seperti pada tabel
dibawah ini.
69
Tabel 4.24 Perbandingan Biaya Total Voyage Charter dan Time Charter
Asal Tujuan Kapal Voyage Charter Time Charter
Gresik Bali KM Swadaya Lestari Rp 7,250,645,702 Rp 7,852,336,639
KM Bosowa Lima Rp 2,960,405,069 Rp 3,206,072,693
Gresik Lembar
KM Swadaya Lestari Rp 7,103,926,636 Rp 7,693,442,170
KLM Putra Saudara Rp 925,077,569 Rp 1,001,844,634
KLM Kartika Ekspress Rp 887,303,399 Rp 960,935,794
Badas KLM Fadli Indah Rp 912,723,048 Rp 988,464,880
KLM Hasil Maju Setia Rp 1,148,136,822 Rp 1,243,414,339
Lembar KLM Nusa Bahari Rp 845,258,009 Rp 915,401,291
Ende KLM Hasil Maju Setia Rp 1,103,126,034 Rp 1,194,668,355
Waingapu KLM Hasil Maju Setia Rp 1,091,534,551 Rp 1,182,114,959
KLM Kartika Ekspress Rp 840,381,711 Rp 910,120,336
Tenau
KLM Hasil Maju Setia Rp 1,106,104,086 Rp 1,197,893,539
Perusahaan pelaksana distribusi pupuk domestik pada kasus ini dahulu adalah Badan
Usaha Milik Negara atau BUMN. Perusahaan ini bernama PT Petrokimia Gresik.
Dalam melaksanakan distribusinya, Petrokimia Gresik melakukan penyewaan kapal
secara Voyage Charter. Untuk memenuhi predikat Good Corporate Governance dalam
setiap pelaksanaan kapal dilaksanakan beberapa tahapan pengadaan (tender).
Untuk pengadaan apapun perusahaan membuka tender untuk menjadi rekanan dari
perusahaan sebelum menuju ke barang yang akan di cari.
70
Tabel 4.25 Daftar Perusahaan Rekanan dan Kapasitas Kapal yang Dimiliki
71
72
73
Perusahaan ini menampilkan kapasitas kapal yaitu DWT dari kapal, status kepemilikan
kapal juga diperlukan dalam mengurus asuransi muatan. Serta tahun pembuatan kapal
dibutuhkan untuk memprediksi biaya penyusutan dari kapal.
74
Bab 5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Adapun metoda sewa yang digunakan pada kasus ini adalah menggunakan voyage
charter maka segala perhitungan biaya yang akan dilakukan akan bermuara kepada
voyage charter hire per ton dari barang.
BP = Bunker Price
Adapun untuk bunker price didasarkan pada surat edaran untuk rekanan Pertamina No.
2506/F20130/2012-S4 mengenai perubahan harga bunker. Harga bunker berdasarkan
surat tersebut adalah sebagai berikut
75
Tabel 5.26 Daftar Biaya Bahan Bakar
Harga (Rp per Kiloliter)
Daerah
HSD MDO MFO
Wilayah 1 10350000 9405000 7810000
Wilayah 2 10465000 9515000 7920000
Wilayah 3 10580000 9625000 8030000
Wilayah 4 10752500 9790000 8195000
Untuk Kapal Bulk Carrier dan General Cargo Konsumsi bahan bakar di laut
menggunakan jenis bahan bakar MFO dan di pelabuhan menggunakan HSD. Sedangkan
untuk Kapal Layar Motor, baik konsumsi di laut dan di pelabuhan menggunakan bahan
bakar HSD.
BAP=∑ Hap∗Jap
76
Harga dari masing - masing alat pembantu adalah
Sedangkan untuk mengetahui jumlah kebutuhan dari masing - masing alat pembantu
adalah dengan mengalikan jumlah paket yang akan dikirim (baik dalam sling bag, loss
cargo, dan paket pallet) dengan faktor pengali.
Slingbag 5
In Bag Loss Cargo 1
Paket Pallet 5
Faktor pengali untuk Sling Bag dan Paket Pallet adalah jumlah paket yang akan
diangkut dikalikan dengan 5 berdasarkan jumlah kebutuhan alat bantu tersebut di
pelabuhan awal, di kapal dan di pelabuhan tujuan yang telah dikalikan dengan
durabilitas pemakaian alat tersebut sebagai jumlah alat pengganti yang akan rusak
sepanjang operasi. Sementara untuk Loss Cargo dikalikan dengan 1 karena saat
bongkar muat, truk yang datang tidak serta merta membawa seluruh muatan dalam
kapal, baik di pelabuhan awal dan tujuan. 1 adalah 50% dari 2, dan 2 adalah kebutuhan
alat pembantu di pelabuhan awal dan tujuan.
BK =∑ ( Bs∗Tcl)
77
Untuk Kapal Bulk Carrier dan Kapal General Cargo kapal tersebut akan dikenakan
biaya sesuai lamanya port time, dan biaya kapal itu per sandar.
BK =∑ ( ( ¿∗PT∗Bs ) + ( ¿∗Bt ))
PT = Port Time
Bt = Biaya Tambat
Untuk Kapal Bulk Carrier dan Kapal General Cargo kapal tersebut akan dikenakan
biaya sesuai dengan tarif dari Pelindo III
78
Waktu Operasi
BPen=Penyusutan∗( )
365
Untuk kapal Bulk Carrier dan General Cargo, kedua kapal ini memiliki dua jenis
konsumsi pelumas yang berbeda, yaitu pelumas sebagai pelicin untuk membuat
permesinan tidak aus, dan pelumas yang digunakan untuk silinder piston, baik untuk
mesin bantu maupun mesin utama. Adapun perumusan dari biaya pelumas adalah
sebagai berikut.
BPel=Hpel∗Wop∗(BHPin)
Untuk minyak lumas, perhitungan didasarkan kepada output daya mesin induk karena,
semakin besar mesin induk maka akan mempengaruhi kerumitan sistem permesinan
lainnya yang akan menambahkan jumlah konsumsi minyak lumas secara keseluruhan.
79
5.4.2. Biaya Air Tawar
Biaya Air Tawar adalah biaya yang dihasilkan akibat konsumsi air tawar. Konsumsi air
tawar sebagai bagian operasional kapal adalah akibat adanya aktivitas cuci mencuci
fisik kapal, mandi dan cuci awak kapal, dan konsumsi awak kapal. Oleh karena itu
konsmsi dari Air Tawar di kapal berpengaruh terhadap jumlah awak kapal dan ukuran
GT kapal. Secara umum
Bat=¿^ Wop∗Tkons . at
Bgm=Gra∗Wop∗Jumlah awak
80
1∗DWT∗Wop
Bp1=Hp
365
3∗DWT∗Wop
Bp1=Hp
1095
Secara umum biaya bongkar muat pada distribusi ini dirumuskan sebagai berikut
Bbm=∑ Q∗Hbm
81
Dimana : Bbm = Biaya bongkar muat
Lalu evaluasi biaya pada masing - masing kapal akan dilakukan dengan mencari biaya
logistik laut yang minimum dengan jumlah barang yang diangkut mencukupi kebutuhan
minimal serta operasi kapal tidak melebihi dari operasi maksimal kapal,
Sementara untuk Kapal General Cargo, karena kapal ini dapat memuat ketiga jenis
pemaketan sekaligus, yaitu Sling Bag, In bag Loss Cargo, dan Paket Pallet. Maka agar
biaya logistik dari kapal General Cargo optimal maka supaya biaya optimal adalah
dengan cara mengombinasikan ketiga muatan tersebut. Biaya yang optimal adalah
kombinasi dari ketiga muatan tersebut.secara matematis hal tersebut dirumuskan
82
Dengan batasan
Dimana : UCsb / UClc / UCpp = Unit Cost Sling Bag / Loss Cargo / Paket
Pallet
Psb / Plc / Ppp = Persentase muatan Sling Bag / Loss Cargo / Paket
Pallet
Pengaruh dari masing - masing tipe pemaketan secara umum adalah kepada biaya
bongkar muat, port time, dan sea time. Karena tiap pemaketan memiliki berat paket
yang berbeda - beda serta lama bongkar muat yang berbeda. Adapun karakteristik
kecepatan bongkar muat untuk masing - masing pemaketan adalah
600
500
400 Asal
Ton / Jam
Tujuan
300
200
100
0
Curah Kering Sling bag In bag Loss Paket Pallet Kontainer
Cargo
83
Dibawah ini adalah karakter unit cost untuk kapal Bulk Carrier untuk masing - masing
ke 5 kapal.
Rp.200,000
Unit Cost (Rp / Ton)
15001 - 20000DWT
Rp.150,000 10001 - 15000 DWT
5001 - 10000 DWT
10001 - 15000 DWT
Rp.100,000
Dibawah 5000 DWT
Rp.50,000
Rp.-
150 200 250 300 350 400 450 500 550 600
Nautical Mile
Lalu yang berikutnya adalah karakteristik dari unit cost untuk Kapal Layar Motor
Rp.2,500.00
Unit Cost (Rp / Ton.mile)
Rp.-
0 100 200 300 400 500 600 700
Nautical Mile
84
Unit Cost KLM (In Bag Loss Cargo)
Rp.600,000
Rp.500,000
Rp.-
0 100 200 300 400 500 600
Nautical Mile
Sementara unit cost dari kapal General Cargo akan dilihat dari masing - masing metoda
pengemasan muatannya, yaitu Sling Bag, In Bag Loss Cargo, dan Paket Pallet
85
Grafik 5.7 Karakteristik Unit Cost GC Mengangkut Sling Bag
Biya yang terendah dihasilkan dari kombinasi operasi kapal dengan biaya yang
terendah. Untuk mencapai hal tersebut, digunakan piranti lunak pengambil keputusan.
86
Gambar 5.48 Mekanisme Pengambilan Keputusan Untuk Biaya Terendah
Gambar diatas merupakan salah satu contoh set optimasi dengan menggunakan piranti
lunak pengambil keputusan. Set yang nampak diatas merupakan set untuk sebuah rute
dari Gresik Ke Bali dengan menggunakan kapal Bulk Carrier. Lebih tepatnya Skema
Bali Skenario 1.
Yang menjadi tujuan pengambilan keputusan pada piranti lunak tersebut adalah pada
tabel Total Cost Skenario 1 Bulk. Yang merupakan muara perhitungan dari tabel Unit
Cost Skenario 1 dikalikan dengan Tabel Shipment Skenario 1. Dan yang menjadi
variabel adalah jumlah trip untuk masing - masing kapal.
87
Secara umum variabel yang ada diatas dan set tersebut akan dibatasi oleh 2 hal, yaitu :
Trip kapal tidak boleh melebihi trip yang mampu dilakukan dalam setahun
(Merah dan Hijau)
Trip Jumlah muatan yang terkirim harus melebihi muatan kontrak (Kuning)
88
Rincian Biaya Operasional sesuai tabel berikut ini
Tabel 5.37 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Skenario 1
89
Tabel 5.39 Kinerja kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1
Muatan
Rute Nama Kapal Terpilih terangkut TRT Pallet
per trip (Ton)
Tanjungwangi - Lembar KLM Putra Saudara 190.0 7.2 380
KLM Kartika Ekspress 249.9 7.7 500
KLM Hasil Maju Setia 586.2 10.5 1174
KLM Nusa Bahari 151.1 6.9 304
Tanjungwangi - Badas KLM Putra Saudara 190.0 9.0 380
KLM Kartika Ekspress 249.9 9.6 500
KLM Fadli Indah 174.8 9.1 350
KLM Hasil Maju Setia 586.2 12.3 1174
KLM Nusa Bahari 151.1 8.7 304
Tanjungwangi - Ende KLM Hasil Maju Setia 586.2 15.9 1174
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 586.2 15.2 1174
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 249.9 14.9 500
KLM Hasil Maju Setia 586.2 14.9 1174
Adapun Rincian Biaya Pelayaran sesuai tabel berikut ini
Tabel 5.40 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1
Biaya alat
Bahan pendukung
Rute Nama Kapal Terpilih Kepelabuhanan
Bakar (Pallet atau Sling
bag)
Tanjungwangi - Lembar KLM Putra Saudara 106,920,569 17,100,000 33,750,000
KLM Kartika Ekspress 85,779,785 22,500,000 31,500,000
KLM Hasil Maju Setia 37,257,538 52,830,000 23,250,000
KLM Nusa Bahari 2,922,802 13,680,000 2,250,000
Tanjungwangi - Badas KLM Putra Saudara 107,194,891 17,100,000 27,000,000
KLM Kartika Ekspress 85,989,661 22,500,000 25,500,000
KLM Fadli Indah 101,385,438 15,750,000 24,000,000
KLM Hasil Maju Setia 36,682,411 52,830,000 19,500,000
KLM Nusa Bahari 29,623,251 13,680,000 18,000,000
Tanjungwangi - Ende KLM Hasil Maju Setia 33,215,654 52,830,000 12,600,000
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 5,288,172 52,830,000 2,100,000
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 4,018,784 22,500,000 700,000
KLM Hasil Maju Setia 17,287,870 52,830,000 7,000,000
Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini
Tabel 5.41 Rincian Biaya Penyusutan Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1
Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)
90
Tanjungwangi - Badas KLM Putra Saudara 106,309,041
KLM Kartika Ekspress 120,106,195
KLM Fadli Indah 87,882,386
KLM Hasil Maju Setia 219,541,424
KLM Nusa Bahari 57,368,881
Tanjungwangi - Ende KLM Hasil Maju Setia 195,603,954
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 31,141,562
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 5,523,191
KLM Hasil Maju Setia 101,806,685
Tabel 5.42 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1
Gaji dan
Pelumas Pemeliharaa
Air Tawar Biaya Makan
Rute Nama Kapal Terpilih Lube Oil n Kapal
(Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Tanjungwangi - Lembar KLM Putra Saudara 20,033,415 8,063,229 591,303,520 44,182,078
KLM Kartika Ekspress 31,779,873 8,098,475 539,898,363 44,375,204
KLM Hasil Maju Setia 49,766,107 6,511,119 651,111,915 44,596,703
KLM Nusa Bahari 1,119,373 568,157 37,877,157 2,830,173
Tanjungwangi - Badas KLM Putra Saudara 20,084,814 8,083,917 592,820,603 44,295,434
KLM Kartika Ekspress 31,857,628 8,118,289 541,219,318 44,483,776
KLM Fadli Indah 12,978,091 8,019,268 534,617,893 39,946,539
KLM Hasil Maju Setia 48,997,892 6,410,610 641,061,008 43,908,285
KLM Nusa Bahari 11,345,098 5,758,401 383,893,457 28,684,440
Tanjungwangi - Ende KLM Hasil Maju Setia 43,655,458 5,711,635 571,163,590 39,120,791
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 6,950,264 909,334 90,933,368 6,228,312
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 1,465,001 373,327 24,888,454 2,045,626
KLM Hasil Maju Setia 22,721,511 2,972,755 297,275,545 20,361,337
Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini
Tabel 5.43 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 1
Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)
91
Tanjungwangi - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 7,033,800 8,792,250
Tanjungwangi - Tenau KLM Kartika Ekspress 999,400 1,249,250
KLM Hasil Maju Setia 23,446,000 29,307,500
Skenario 1 A
92
daerah Tanjungwangi, menggunakan Kapal General Cargo. Muara dari evaluasi ini
adalah biaya yang akan ditanggung pemilik muatan untuk mengangkut muatan kontrak
sebesar 93336,3 Ton ke daerah tujuan distribusi yang tersebar di 5 pulau, yaitu Lombok,
Bima, Flores, Sumbawa, dan Timor Barat dengan menggunakan pengangkutan secara
multiport. Dengan masing - masing muatan kontrak per daerah selama setahun adalah
Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut
Tabel 5.48 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1
Biaya alat
Bahan pendukung
Kepelabuhana
Rute Nama Kapal Terpilih Bakar (Pallet atau
n (Rupiah)
(Rupiah) Sling bag)
(Rupiah)
Tabel 5.49 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1
Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)
93
Tanjungwangi - Lembar - Badas KM Unipac-I 1,493,347,173
Tanjungwangi - Waingapu - Tenau - Ende KM Caraka Jaya Niaga III - 7 584,917,363
Tabel 5.50 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1
Gaji dan
Pemeliharaa Pemeliharaa
Pelumas Pelumas Air Biaya
Nama Kapal n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Lube Oil Cylinder Oil Tawar Makan
Terpilih 3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Tanjungwangi - Lembar - 31,641,41 567,783,08
Badas KM Unipac-I 3 106,974,807 1,780,373 5 853,603,680 384,121,656
Tanjungwangi - Waingapu - KM Caraka Jaya 10,024,05 392,453,77
Tenau - Ende Niaga III - 7 4 39,968,316 685,116 7 328,480,130 147,816,059
Tabel 5.51 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 1
Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)
Total Biaya
Muatan Biaya Transit
Tujuan Rute Transportasi A+B
(Ton) (Gudang) - B
Laut - A
36681. 36,623,591.5
Lembar Gresik - Tanjungwangi - Lembar 5 4,325,747,789 3 4,362,371,380
38768. 38,707,235.2
Badas Gresik - Tanjungwangi - Lembar - Badas 5 6,531,775,528 3 6,570,482,763
10296. 10,280,591.8
Ende Gresik - Tanjungwangi - Waingpu - Tenau - Ende 9 1,650,909,467 1 1,661,190,058
Waingap Gresik - Tanjungwangi - Waingapu 1525.3 718,488,153 1,522,933.37 720,011,086
94
u
Tenau Gresik - Tanjungwangi - Waingapu - Tenau 5877.8 1,480,778,653 5,868,517.68 1,486,647,171
14,707,699,58
Total
9 93,002,870 14,800,702,459
Tabel 5.55 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2
Biaya alat
Bahan Bakar pendukung (Pallet Kepelabuhanan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) atau Sling bag) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik - Lembar KM Bosowa Lima 31,164,100 - 1,193,749
KM Swadaya Lestari 1,100,070,406 - 89,862,934
Tabel 5.56 Rincian Biaya Kapital Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2
Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)
Tabel 5.57 Rincian Biaya Operasional Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2
Gaji dan
Pemeliharaa Pemeliharaa
Pelumas Pelumas Air Biaya
n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Nama Kapal Terpilih Lube Oil Cylinder Oil Tawar Makan
3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik -
Lembar KM Bosowa Lima 1,074,457 3,744,254 37,191 43,380,865 17,831,493 8,024,172
201,347,49
KM Swadaya Lestari 57,632,452 7 3,124,422 641,901,195 1,498,010,374 674,104,668
95
Rincian Biaya Bongkar Muat sesuai tabel berikut ini
Tabel 5.58 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Terpilih Skenario 2
Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)
Dengan masing - masing muatan kontrak per daerah selama setahun adalah
96
Timor Barat (Tenau) = 5985,7 Ton
Tabel 5.61 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Biaya
alat
penduku
Bahan ng Kepelabuha
Nama Kapal
Rute Bakar (Pallet nan
Terpilih
(Rupiah) atau (Rupiah)
Sling
bag)
(Rupiah)
KLM Putra 108,066,55 17,100,0
Lembar - Badas Saudara 4 00 28,700,000
KLM Kartika 22,500,0
Ekspress 85,432,668 00 26,600,000
15,750,0
KLM Fadli Indah 77,592,004 00 19,600,000
KLM Hasil Maju 52,830,0
Setia 37,444,236 00 20,300,000
KLM Hasil Maju 52,830,0
Lembar - Ende Setia 30,049,792 00 11,700,000
Lembar - KLM Hasil Maju 52,830,0
Waingapu Setia 4,900,749 00 1,950,000
KLM Kartika 22,500,0
Lembar - Tenau Ekspress 3,782,663 00 650,000
KLM Hasil Maju 52,830,0
Setia 19,504,288 00 6,500,000
Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini
Tabel 5.62 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)
97
Lembar - Badas KLM Putra Saudara 107,173,501
KLM Kartika Ekspress 119,328,214
KLM Fadli Indah 67,257,889
KLM Hasil Maju Setia 224,100,890
Lembar - Ende KLM Hasil Maju Setia 179,845,705
Lembar - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 28,860,065
Lembar - Tenau KLM Kartika Ekspress 5,198,680
KLM Hasil Maju Setia 114,858,972
Tabel 5.63 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Gaji dan
Pelumas Biaya Pemeliharaa
Air Tawar
Rute Nama Kapal Terpilih Lube Oil Makan n Kapal
(Rupiah)
(Rupiah) Awak (Rupiah)
(Rupiah)
Lembar - Badas KLM Putra Saudara 20,248,135 8,149,652 597,641,167 44,655,625
KLM Kartika Ekspress 31,651,272 8,065,703 537,713,602 44,195,635
KLM Fadli Indah 9,932,355 6,137,282 409,152,191 30,571,768
KLM Hasil Maju Setia 50,015,487 6,543,746 654,374,652 44,820,178
Lembar - Ende KLM Hasil Maju Setia 40,138,486 5,251,495 525,149,502 35,969,141
Lembar - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 6,441,073 842,714 84,271,396 5,772,013
Lembar - Tenau KLM Kartika Ekspress 1,378,926 351,392 23,426,152 1,925,437
KLM Hasil Maju Setia 25,634,558 3,353,882 335,388,224 22,971,794
Tabel 5.64 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Bongkar
Rute Nama Kapal Terpilih Muat (Rupiah)
(Rupiah)
98
Biaya
Biaya Biaya Biaya
Bongkar Total Biaya
Rute Nama Kapal Terpilih Pelayaran Kapital Operasional
Muat (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Lembar - Badas KLM Putra Saudara 153,866,554 107,173,501 670,694,579 70,110,000 1,001,844,634
KLM Kartika Ekspress 134,532,668 119,328,214 621,626,212 85,448,700 960,935,794
KLM Fadli Indah 112,942,004 67,257,889 455,793,595 44,049,600 680,043,089
KLM Hasil Maju Setia 110,574,236 224,100,890 755,754,062 152,985,150 1,243,414,339
Lembar - Ende KLM Hasil Maju Setia 94,579,792 179,845,705 606,508,624 94,956,300 975,890,421
Lembar -
Waingapu KLM Hasil Maju Setia 59,680,749 28,860,065 97,327,195 15,826,050 201,694,059
Lembar - Tenau KLM Kartika Ekspress 26,932,663 5,198,680 27,081,908 2,248,650 61,461,901
KLM Hasil Maju Setia 78,834,288 114,858,972 387,348,459 52,753,500 633,795,219
Tabel 5.66 Rincian Biaya per Tujuan Skenario 2A
Skenario 2 A
Total Biaya
Muatan Biaya Transit
Tujuan Rute Transportasi A+B
(Ton) (Gudang)
Laut
99
Lembar - Ende - Tenau KM Fitria Permata 4043.7 16.9
Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut
Tabel 5.69 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2
Biaya alat
Bahan pendukung
Kepelabuhanan
Rute Nama Kapal Terpilih Bakar (Pallet atau
(Rupiah)
(Rupiah) Sling bag)
(Rupiah)
565,522,64 1,012,730,38
Lembar - Badas- Waingapu KM Gayatri 1 1 41,650,315
319,555,50
Lembar - Ende - Tenau KM Fitria Permata 5 832,495,851 14,809,719
Tabel 5.70 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2
Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)
Tabel 5.71 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2
Gaji dan
Pelumas Pemeliharaa Pemeliharaa
Pelumas Air Biaya
Nama Kapal Cylinder n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Lube Oil Tawar Makan
Terpilih Oil 3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Lembar - Badas-
Waingapu KM Gayatri 17,284,461 61,873,555 1,142,757 273,668,468 547,897,033 246,553,665
Lembar - Ende -
Tenau KM Fitria Permata 9,945,025 34,521,772 616,549 169,064,088 295,605,712 133,022,570
100
Tabel 5.72 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 2
Total Biaya
Muatan Biaya Transit
Transportasi A+B
(Ton) (Gudang) - B
Laut - A
Tujuan Rute
36681.
Lembar Gresik - Lembar 5 2,490,128,284 56,536,955.38 2,546,665,239
38768.
Badas Gresik - Lembar - Badas 5 5,838,468,870 59,753,539.72 5,898,222,410
10296.
Ende Gresik - Lembar - Waingapu 9 1,845,870,803 15,870,463.16 1,861,741,266
Waingap
u Gresik - Lembar - Ende 1525.3 1,163,181,926 2,350,998.70 1,165,532,925
Tenau Gresik - Lembar - Ende - Tenau 5877.8 1,734,396,905 9,059,409.75 1,743,456,315
13,072,046,78
Total
8 143,571,367 13,215,618,154
101
Surabaya - Ende KM Mentari Express 1890.0 8.5 225 54
KM Meratus Sumbawa 3402.0 8.0 402 99
Adapun Rincian Biaya Pelayaran sesuai tabel berikut ini
Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)
Tabel 5.79 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Kontainer Terpilih Skenario 3
Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)
102
Sumbawa 40 25
Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut
Tabel 5.82 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3
Biaya alat
Bahan pendukung
Kepelabuhanan
Rute Nama Kapal Terpilih Bakar (Pallet atau
(Rupiah)
(Rupiah) Sling bag)
(Rupiah)
Lembar - Badas KLM Putra Saudara 108,066,554 17,100,000 30,750,000
KLM Kartika Ekspress 85,432,668 22,500,000 28,500,000
KLM Fadli Indah 77,592,004 15,750,000 21,000,000
KLM Hasil Maju Setia 37,444,236 52,830,000 21,750,000
Ende - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 3,815,917 52,830,000 2,250,000
Ende - Tenau KLM Kartika Ekspress 2,634,398 22,500,000 750,000
Tabel 5.83 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3
Rute Nama Kapal Terpilih Penyusutan
103
(Rupiah)
Tabel 5.84 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3
Gaji dan
Pelumas Air Biaya Pemeliharaa
Rute Nama Kapal Terpilih Lube Oil Tawar Makan n Kapal
(Rupiah) (Rupiah) Awak (Rupiah)
(Rupiah)
Tabel 5.85 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 3
Bongkar
Rute Nama Kapal Terpilih Muat (Rupiah)
(Rupiah)
104
Ende - Tenau KLM Kartika Ekspress 999,400 1,249,250
Biaya
Total Biaya
Muatan Transit Posisi
Transportasi A+B
(Ton) (Gudang) - Gudang
Laut - A
Tujuan Rute B
124,288,56
Lembar Surabaya - Lembar 36681.5 3,523,753,583 1 3,648,042,144
131,359,77
Badas Surabaya - Lembar - Badas 38768.5 7,715,031,105 0 Lembar 7,846,390,875
Ende Surabaya - Ende 10296.9 989,151,274 58,672,085 1,047,823,359
Waingapu Surabaya - Ende - Waingapu 1525.3 321,107,983 8,691,492 329,799,474
Tenau Surabaya - Ende - Tenau 5877.8 1,124,641,362 33,492,057 Ende 1,158,133,419
255,648,33 (Gudang
1 Lembar) 14,030,189,271
Total 13,673,685,306
100,855,63 (Gudang
4 Ende)
Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut
105
Tabel 5.89 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Bulk Carrier Skenario 1
Biaya
alat
penduku
Bahan ng Kepelabuha
Nama Kapal
Rute Bakar (Pallet nan
Terpilih
(Rupiah) atau (Rupiah)
Sling
bag)
(Rupiah)
KM Swadaya 889,261,66
Gresik - Bali Lestari 3
Tabel 5.92 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Bulk Carrier Skenario 1
Rute Nama Kapal Bongkar Muat
106
Terpilih (Rupiah) (Rupiah)
Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut
Tabel 5.95 Rincian Biaya Pelayaran Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Biaya alat
pendukung
Bahan
(Pallet Kepelabuhanan
Rute Nama Kapal Terpilih Bakar
atau Sling (Rupiah)
(Rupiah)
bag)
(Rupiah)
Surabaya - 37,625,35
Bali KLM Hasil Maju Setia 5 52,830,000 19,500,000
69,934,31
KLM Harapan Bersatu 7 36,090,000 18,000,000
98,735,54
KLM Harapan Daerah 7 77,490,000 16,500,000
85,952,07
KLM Bina Harapan Jaya 2 60,300,000 18,000,000
84,831,32
KLM Harapan Daerah Berkembang 9 39,510,000 21,000,000
107
Rincian Biaya Kapital sesuai tabel berikut ini
Tabel 5.96 Rincian Biaya Kapital Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)
Tabel 5.97 Rincian Biaya Operasional Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Gaji dan
Air Biaya Pemeliharaa
Pelumas
Rute Nama Kapal Terpilih Tawar Makan n Kapal
(Rupiah)
(Rupiah) Awak (Rupiah)
(Rupiah)
Surabaya - Bali KLM Hasil Maju Setia 50,257,413 6,575,398 657,539,883 45,036,975
Tabel 5.98 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Layar Motor Terpilih Skenario 2
Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)
108
KLM Harapan Daerah Berkembang 49,071,148 61,338,935
Surabaya - Bali KLM Hasil Maju Setia 109,955,355 225,184,873 759,409,669 137,159,100 1,231,708,997
Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut
Tabel 5.101 Rincian Biaya Pelayaran Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3
Biaya alat pendukung
Nama Kapal Bahan Bakar Kepelabuhanan
Rute (Pallet atau Sling bag)
Terpilih (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik - Bali KM Unipac-I 855,276,525 450,490,411 44,199,172
Tabel 5.102 Rincian Biaya Kapital Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3
Penyusutan
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah)
109
Tabel 5.103 Rincian Biaya Operasional Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3
Gaji dan
Pelumas Pemeliharaa Pemeliharaa
Pelumas Air Biaya
Nama Kapal Cylinder n Kapal Total n Kapal Rutin
Rute Lube Oil Tawar Makan
Terpilih Oil 3 tahunan Tahunan
(Rupiah) (Rupiah) Awak
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)
Gresik - 29,130,67 98,486,39 1,639,10 522,729,67
Bali KM Unipac-I 7 0 1 5 785,870,495 353,641,723
Tabel 5.104 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal General Cargo Terpilih Skenario 3
Bongkar
Rute Nama Kapal Terpilih Muat (Rupiah)
(Rupiah)
Adapun besarnya muatan dari masing - masing jenis pemaketan adalah sebagai berikut
110
Tabel 5.108 Rincian Biaya Kapital Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4
Tabel 5.110 Rincian Biaya Bongkar Muat Kapal Kontainer Terpilih Skenario 4
Bongkar Muat
Rute Nama Kapal Terpilih
(Rupiah) (Rupiah)
111
5.15.1.Skema 1 (Nusa Tenggara)
Hal yang diperbandingkan adalah pilihan yang sama diantara skenario yang berbeda dan
perbandingan keseluruhan total biaya yang dibutuhkan untuk mendistribusikan pupuk
dari Skenario 1 pilihan A, Skenario 1 pilihan B, Skenario 2 pilihan A, dan Skenario 2
pilihan B, dan Skenario 3
Rp.8,000,000,000
Rp.6,000,000,000
Rp.4,000,000,000
Rp.2,000,000,000
Rp.-
B
B
A
3
an
an
an
o
ha
lih
lih
lih
i
ar
li
Pi
Pi
Pi
Pi
en
2
1
1
Sk
o
io
o
io
i
i
ar
ar
ar
ar
en
en
en
en
Sk
Sk
Sk
Sk
Rp25,000,000,000
Rp20,000,000,000
Biaya Total
Rp15,000,000,000
Rp10,000,000,000
Rp5,000,000,000
Rp-
Kondisi Sekarang Skenario 2 Pilihan A
Grafik 5.9 Perbandingan Biaya Total Skenario Terpilih dengan Kondisi Sekarang
112
Skenario yang terpilih memiliki biaya yang paling rendah adalah Skenario 2 A di mana
apabila dibandingkan dengan kondisi pengiriman sekarang, lebih rendah 43 %
5.15.1.Skema 2 (Bali)
Hal yang diperbandingkan adalah pilihan yang sama diantara skenario yang berbeda dan
perbandingan keseluruhan total biaya yang dibutuhkan untuk mendistribusikan pupuk
dari Skenario 1 (Bulk Carrier), Skenario 2 (Kapal Layar Motor) , Skenario 3 (General
Cargo), dan Skenario 4 (Kontainer)
Rp.8,000,000,000
Rp.7,000,000,000
Rp.6,000,000,000
Rp.5,000,000,000
Biaya Total
Rp.4,000,000,000
Rp.3,000,000,000
Rp.2,000,000,000
Rp.1,000,000,000
Rp.-
Curah Kering In Bag (Pelra) Paket Pallet, Loss Kontainer
Cargo, Sling Bag
(Campur)
113
Perbandingan Biaya Bali
Rp8,000,000,000
Rp7,000,000,000
Rp6,000,000,000
Biaya Total
Rp5,000,000,000
Rp4,000,000,000
Rp3,000,000,000
Rp2,000,000,000
Rp1,000,000,000
Rp-
Kondisi Sekarang Curah Kering
Skenario yang terpilih memiliki biaya yang paling rendah adalah Skenario 1 dengan
menggunakan kapal Bulk Carrier dengan tipe pengemasan curah kering di mana apabila
dibandingkan dengan kondisi pengiriman sekarang, lebih rendah 31 %
114
Bab 6. PERGUDANGAN PUSAT DISTRIBUSI
Untuk mengetahui kondisi gudang pada suatu waktu adalah berdasarkan rumus di
bawah ini
dy
¿
dx
Dari rumus diatas berarti didapatkan bahwa pada suatu waktu tertentu, jumlah muatan
yang ada digudang adalah jumlah dari muatan dari kapal yang memasok kedalam
gudang dikurang dengan muatan kapal yang akan mendistribusikan muatan tersebut
kembali ke daerah - daerah tujuan berikutnya lalu dikurang dengan jumlah dari
konsumsi pupuk pada suatu waktu tertentu.
dy
∫ dx ¿
115
Sedangkan untuk mencari utilisasi dari gudang maka perlu di bagi dengan jumlah
elemen waktu untuk menghasilkan rata - rata kondisi muatan pada suatu waktu lalu di
bagi dengan kapasitas gudang. Secara matematis digambarkan sebagai berikut.
n +1
∑ ¿¿ ¿
n
Kondisi dan utilisasi gudang adalah tolak ukur untuk menilai kapasitas gudang dan
sebagai patokan untuk keputusan perubahan kapasitas gudang, seperti penambahan
gudang.
Adapun Kondisi Gudang untuk masing - masing skenario dengan daftar kapal yang
melayani adalah
30000
Muatan didalam Gudang (Ton)
25000
Kapasitas Gudang (Ton)
20000
15000
10000
5000
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari
Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi rata - rata dari
gudang tersebut adalah 18,50% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada
di hari ke 297 dengan tingkat utilisasi sebesar 20,76% pada hari tersebut.
116
6.1.2. Skenario 1 Pilihan B
30000
Muatan Di Dalam Gudang
25000
Kapasitas Gudang (Ton)
20000
15000
10000
5000
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari
Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 11.98% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 127
dengan tingkat utilisasi sebesar 27,09% pada hari tersebut.
30000.0
Jumlah Muatan di Dalam Gudang
25000.0 (Ton)
Kapasitas Gudang
20000.0 Kapasitas Gudang Terdahulu
15000.0
10000.0
5000.0
0.0
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari
117
Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 101.89% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 259
dengan tingkat utilisasi sebesar 234,40% pada hari tersebut.
Akan tetapi bila dibandingkan dengan kapasitas mengikuti dengan kapasitas gudang
Lini II di Tanjungwangi terdahulu maka utilisasi rata - ratanya hanya 22,92% dan
muatan tertinggi berada di hari ke 259 dengan tingkat utilisasi 52,74% pada hari
tersebut
30,000
Kapasitas Gudang (Ton)
25,000
Jumlah Muatan di Dalam Gudang
20,000 (Ton)
Kapasitas Gudang Terdahulu (Ton)
15,000
10,000
5,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari
Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 111.08% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 179
dengan tingkat utilisasi sebesar 236,33% pada hari tersebut.
118
Akan tetapi bila dibandingkan dengan kapasitas mengikuti dengan kapasitas gudang
Lini II di Tanjungwangi terdahulu maka utilisasi rata - ratanya hanya 11,98% dan
muatan tertinggi berada di hari ke 179 dengan tingkat utilisasi 53,17% pada hari
tersebut
6.1.5. Skenario 3
119
Kondisi Gudang Hub Lembar
45000.0
40000.0
Muatan (Ton)
35000.0
30000.0
Jumlah Muatan di Dalam Gudang
25000.0 (Ton)
Kapasitas Gudang
20000.0 Kapasitas Gudang Terdahulu
15000.0
10000.0
5000.0
0.0
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari
35,000
30,000
Kapasitas Gudang (Ton)
25,000
Jumlah Muatan di Dalam Gudang
20,000 (Ton)
Kapasitas Gudang Terdahulu (Ton)
15,000
10,000
5,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari
Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang Hub
Lembar tersebut adalah 195.44% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi
berada di hari ke 204 dengan tingkat utilisasi sebesar 351,87% pada hari tersebut.
Akan tetapi bila dibandingkan dengan kapasitas mengikuti dengan kapasitas gudang
Lini II di Tanjungwangi terdahulu maka utilisasi rata - ratanya hanya 43,85% dan
muatan tertinggi berada di hari ke 204 dengan tingkat utilisasi 79,17% pada hari
tersebut
Lalu untuk Hub Ende adalah 285.89% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi
berada di hari ke 50 dengan tingkat utilisasi sebesar 406,83% pada hari tersebut. Dan
Utilisasi Rata – rata dengan muatan terdahulu 26.37 dengan utilisasi tertinggi di hari ke
50 sebesar 37.72
120
6.2. Skema 2 (Bali)
6.2.1. Skenario 1
10,000
Kapasitas Gudang (Ton)
8,000
Muatan di dalam Gudang (Ton)
6,000
4,000
2,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari
Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 49.49% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 121
dengan tingkat utilisasi sebesar 98,12% pada hari tersebut.
6.2.2. Skenario 2
10,000
Kapasitas Gudang (Ton)
8,000
Muatan di dalam Gudang (Ton)
6,000
4,000
2,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari
Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 52.28% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 242
dengan tingkat utilisasi sebesar 98,29% pada hari tersebut.
121
6.2.3. Skenario 3
10,000
Kapasitas Gudang (Ton)
8,000
Muatan di dalam Gudang (Ton)
6,000
4,000
2,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari
Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 55.66% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 297
dengan tingkat utilisasi sebesar 95,79% pada hari tersebut.
6.2.4. Skenario 4
10,000
Kapasitas Gudang (Ton)
8,000
Muatan di dalam Gudang (Ton)
6,000
4,000
2,000
-
0 50 100 150 200 250 300 350
Hari
Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut
adalah 47.50% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 147
dengan tingkat utilisasi sebesar 86,78% pada hari tersebut.
122
Bab 7. LABA MUATAN PUPUK
Untuk mengukur seberapa jauh keuntungan yang didapatkan oleh pemiliki muatan
pupuk terhadap perubahan komponen biaya, perlu dilakukan analisis.
Laba=Pendapatan−Biaya lain
Laba Pelayaran adalah laba yang diambil oleh perusahaan pelayaran. Dari sudut
pandang pemilik muatan, Laba Pelayaran adalah komponen biaya yang termasuk
didalam komponen Transportasi Laut.
123
Jenis Penjualan (ton) Pendapatan Laba
SP-36 3374.1 Rp 6,748,221,804 Rp 337,411,090
ZA 407.2 Rp 570,108,394 Rp 28,505,420
NKP 5759.3 Rp 13,246,294,007 Rp 662,314,700
Organik 756.3 Rp 378,133,118 Rp 18,906,656
Total 10296.9 Rp 20,942,757,323 Rp 1,047,137,866
RUTE : SUMBA
Jenis Penjualan (ton) Pendapatan Laba
SP-36 499.8 Rp 999,659,590 Rp 49,982,979
ZA 60.3 Rp 84,454,000 Rp 4,222,700
NKP 853.2 Rp 1,962,262,833 Rp 98,113,142
Organik 112.0 Rp 56,015,408 Rp 2,800,770
Total 1525.3 Rp 3,102,391,830 Rp 155,119,592
RUTE : TIMOR BARAT
Jenis Penjualan (ton) Pendapatan Laba
SP-36 1926.1 Rp 3,852,118,606 Rp 192,605,930
ZA 232.5 Rp 325,437,606 Rp 16,271,880
NKP 3287.6 Rp 7,561,443,160 Rp 378,072,158
Organik 431.7 Rp 215,851,474 Rp 10,792,574
Total 5877.8 Rp 11,954,850,847 Rp 597,742,542
RUTE : BALI
Jenis Penjualan (ton) Pendapatan Laba
SP-36 5010.0 Rp 10,020,000,000 Rp 501,000,000
ZA 9819.6 Rp 13,747,440,000 Rp 687,372,000
NKP 33066.0 Rp 76,051,800,000 Rp 3,802,590,000
Organik 23847.6 Rp 11,923,800,000 Rp 596,190,000
Total 71743.2 Rp 111,743,040,000 Rp 5,587,152,000
10%
5%
Transportasi Laut
Laba
124
Komponen lain pada harga pupuk adalah : Produksi, Bahan Baku dan segala
biaya lain yang bukan meliputi biaya transportasi. Biaya Transportasi darat yang
meliputi seluruh biaya transportsi pengangkutan pupuk di darat. Dan yang ketiga
adalah biaya transportasi laut, yang variansinya berbeda – beda terhadap
skenario yang dipergunakan.
7.2.1. Skenario 1 A
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar ada pada hasil penjualan di
Lembar. Akan tetapi pemilik muatan dapat mengusahakan muatan balik hingga 100%,
maka laba yang didapat akan semakin tinggai serta laba pada penjualan di Badas dapat
menyamai di Lembar.
125
Laba Pupuk pada Laba Pelayaran 20%
8,000,000,000
7,000,000,000
6,000,000,000
5,000,000,000 Gresik - Tanjungwangi - Lembar
Laba Pupuk (Rp)
Pada laba pelayaran 20% diasumsikan bahwa perusahaan pelayaran mengambil laba
sebesar 20% untuk keuntungan mereka dan menjadi komponen biaya bagi pemilik
muatan.
7.2.2. Skenario 1 B
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar ada pada hasil penjualan di
Lembar. Akan tetapi pemilik muatan dapat mengusahakan muatan balik hingga 100%,
126
maka laba yang didapat akan semakin tinggai serta laba pada penjualan di Badas dapat
menyamai di Lembar.
7.2.3. Skenario 2 A
8,000,000,000
7,000,000,000
6,000,000,000 Gresik - Lembar
Gresik - Lembar - Badas
5,000,000,000
Gresik - Lembar - Ende
4,000,000,000
Gresik - Lembar - Waingapu
3,000,000,000 Gresik - Lembar - Tenau
2,000,000,000
1,000,000,000
0
0%
%
%
%
%
0%
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
7,000,000,000
6,000,000,000 Gresik - Lembar
Gresik - Lembar - Badas
5,000,000,000
Gresik - Lembar - Ende
4,000,000,000
Gresik - Lembar - Waingapu
3,000,000,000 Gresik - Lembar - Tenau
2,000,000,000
1,000,000,000 127
0
0%
%
%
%
%
0%
50
80
10
20
30
40
60
70
90
10
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar ada pada hasil penjualan di
Lembar. Akan tetapi pemilik muatan dapat mengusahakan muatan balik hingga 100%,
maka laba yang didapat akan semakin tinggi serta laba pada penjualan di Badas dapat
menyamai di Lembar. Dan dapat dilihat bahwa laba yang didapatkan pada daerah Tenau
untuk muatan mendekati 0% sangat kecil dan hamper merugi
7.2.4. Skenario 2 B
8,000,000,000
Biaya Transport (Rp)
Gresik - Lembar
6,000,000,000
Gresik - Lembar - Badas
Gresik - Lembar - Ende
4,000,000,000 Gresik - Lembar - Badas -
Waingapu
2,000,000,000 Gresik - Lembar - Ende - Tenau
0
0% 20% 40% 60% 80% 100%
(2,000,000,000)
Muatan Balik Q2 (%)
8,000,000,000
Laba Pupuk (Rp)
Gresik - Lembar
6,000,000,000
Gresik - Lembar - Badas
Gresik - Lembar - Ende
4,000,000,000 Gresik - Lembar - Badas -
Waingapu
2,000,000,000 Gresik - Lembar - Ende - Tenau
0
0% 20% 40% 60% 80% 100%
(2,000,000,000)
Muatan Balik Q2 (%)
128
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar ada pada hasil penjualan di
Lembar. Akan tetapi pemilik muatan dapat mengusahakan muatan balik hingga 100%,
maka laba yang didapat akan semakin tinggi serta laba pada penjualan di Badas dapat
menyamai di Lembar. Dan dapat dilihat bahwa laba yang didapatkan pada daerah Tenau
dan Waingapu untuk muatan mendekati 0% sangat kecil dan hampir merugi bahkan
untuk daerah Tenau merugi hingga Rp. 200,000,000.
7.2.5. Skenario 3
6,000,000,000
Surabaya - Lembar
5,000,000,000 Surabaya - Lembar - Badas
4,000,000,000 Surabaya - Ende
3,000,000,000 Surabaya - Ende - Waingapu
Surabaya - Ende - Tenau
2,000,000,000
1,000,000,000
0
0%
%
%
0%
10
20
30
70
80
90
40
50
60
10
6,000,000,000
Surabaya - Lembar
5,000,000,000 Surabaya - Lembar - Badas
4,000,000,000 Surabaya - Ende
3,000,000,000 Surabaya - Ende - Waingapu
Surabaya - Ende - Tenau
2,000,000,000
1,000,000,000
0
0%
%
%
0%
10
20
30
70
80
90
40
50
60
10
129
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar ada pada hasil penjualan di
Lembar. Akan tetapi pemilik muatan dapat mengusahakan muatan balik hingga 100%,
maka laba yang didapat akan semakin tinggi serta laba pada penjualan di Badas dapat
menyamai di Lembar. Dan dapat dilihat bahwa laba yang didapatkan pada daerah Tenau
untuk muatan mendekati 0% sangat kecil dan hampir merugi.
Dan ternyata untuk laba pada penjualan di daerah Badas dapat lebih dari pada muatan di
Ende apabila muatan yang diangkut balik lebih besar dari 20%
10,000,000,000
Skenario 1 (Bulk)
8,000,000,000 Skenario 2 (KLM)
6,000,000,000 Skenario 3 (General Cargo)
Skenario 4 (Kontainer)
4,000,000,000
2,000,000,000
0
0%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
0%
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
12,000,000,000
10,000,000,000
Laba Pupuk (Rp)
2,000,000,000
0
0%
%
%
0%
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
130
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa keuntungan terbesar di Bali terjadi apabila
menggunakan skenari 1 yang menggunakan Bulk Carrier, semakin besar muatan balik
maka semakin besar keuntungan yang didapat, akan tetapi selisih laba dengan scenario
yang lainnya semakin kecil.
8.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis diatas maka kondisi dan utilisasi dari gudang untuk
Pusat Distribusi adalah :
Pilihan dan skenario yang menghasilkan biaya total logistik yang termurah
adalah Skenario 2 pilihan A, tetapi karena utilisasi gudangnya 101,89% yang
berarti lebih dari 100% maka perlu penambahan gudang. Apabila kapasitas
gudang disamakan dengan kapasitas Banyuwangi terdahulu maka utilisasi rata -
ratanya menjadi 22,92%
131
2. Skenario dan pilihan kapal yang memiliki biaya logistik laut yang minimum
adalah :
3. Jenis Pengemasan pupuk di atas kapal yang sesuai untuk distribusi Bali dan
Nusa Tenggara adalah
8.2. Saran
1. Dapat dilihat bahwa Skenario 2 A dapat menghemat biaya logistik dari distribusi
pupuk sebesar 43% akan tetapi perlu dilakukan perhitungan lebih lanjut terhadap
kebutuhan penambahan kapasitas gudang Pusat Distribusi di Lembar, Lombok
karena kapasitas gudang yang tidak mencukupi
132
3. Dari analisis biaya terhadap laba yang didapat, terdapat hasil yang menunjukan
perbedaan laba pada perbedaan laba yang diambil oleh pemilik kapal dan
muatan balik. Oleh Karena itu pengambilan laba akan lebih optimal apabila
dapat mengusahakan muatan balik dan mencari pemilik kapal yang memasang
laba dengan transportasi laut terendah.
DAFTAR PUSTAKA
Alfenza, Tiara Figur. 2012. Perencanaan Pusat dan Pola Distribusi Bahan Pokok Untuk
Wilayah Berbasis Kepulauan. Surabaya. ITS
Isbester, Capt. J. 1993. Bulk Carrier Practice. London. The Nautical Institute
Drewry. 2010. Ship Operationg Cost Annual Review and Forecast. United Kingdom.
Drewry Publisihng
Fong, Kong Kim. 2004. Pengurusan Sistem Sungai Bagi Tujuan Pengangkutan.
Malaysia. Universiti Teknologi Malaysia
Mentri Perhubungan. 2002. Pedoman Dasar Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar
Muat Barang Dari dan ke kapal di Pelabuhan. Jakarta.
133
Mentri Pertanian. 2011. PERMENTAN NOMOR : 12/Permentan/SR.130/3/2011.
Jakarta
PUSRI. 2010. New Paradigm to Create Strong Culture and Optimum Value - PUSRI
Annual Report. Palembang. Pusri
Sunarsih, Nenah. Buku 2010. Buku Materi Pokok Mata Kuliah Manajemen Operasi.
Ciputat Universitas Terbuka
134