Kti Anemia Fix
Kti Anemia Fix
Kti Anemia Fix
OLEH:
PENDAHULUAN
Anemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan jumlah masa eritrosit yang
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit.
Sintesis hemoglobin memerlukan ketersediaan besi dan protein yang cukup dalam
tubuh. Protein berperan dalam pengangkutan besi ke sumsum tulang untuk
membentuk molekul hemoglobin yang baru (Kulsum, 2020).
Anemia pada lansia disebabkan karena kurangnya tingkat konsumsi zat gizi seperti
protein, zat besi, vitamin B12, asam folat, dan vitamin C. Kekurangan zat gizi dapat
dipengaruhi oleh perubahan karakteristik lansia antara lain fisiologi, ekonomi, sosial
dan penyakit penyerta pada lansia seperti penyakit degeneratif, kronik, dan infeksi
yang akan berpengaruh terhadap pola makannya. Selanjutnya berpengaruh pula
terhadap rendahnya konsumsi zat gizi yang menyebabkan lansia mengalami anemia
(Ping, 2017).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien Tn.Y dengan Dx
Medik Anemia di ruangan Garuda RSUD S.K Lerik Kota Kupang
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat
1. Melakukan pengkajian keperawatan anemia
2. Menetapkan diagnosis keperawatan anemia
3. Menyusun intervensi keperawatan anemia
4. Melakukan implementasi keperawatan anemia
5. Melakukan evaluasi keperawatan anemia
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anemia
2.1.1 PENGERTIAN
Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin darah yang
lebih rendah daripada normal sebagai akibat ketidakmampuan jaringan
pembentuk sel darah merah dalam produksinya guna mempertahankan kadar
hemoglobin pada tingkat normal (Adriani & Wijatmadi, 2019).
Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb). Dikatakan
sebagai anemia bila Hb < 14g/dl dan Ht < 41% pada pria, Hb < 12g/dl dan Ht <
37% pada wanita (WHO, 2020).
National Institute of Health (NIH) Amerika 2011 menyatakan bahwa
anemia terjadi ketika tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah yang cukup
(Fikawati, Syafiq & Veretamala, 2017).
Digunakan dalam menentukan status anemia pada skala luas. Parameter
batasan kadar hemoglobin normal menurut WHO dalam Adriani & Wirjatmadi
(2017) adalah sebagai berikut:
d. Plasma darah
Terdiri dari air dan protein darah yaitu albumin, globulin, dan fibrinogen, cairan
yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut serum darah. Protein dalam
serum inilah yang berfungsi sebagai antibodi terhadap adanya benda asing
(antigen).
Zat antibodi adalah senyawa gama yang disebut globulin. Tiap antibodi
bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-macam.
o Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen disebut presipitin.
o Antibodi yang dapat menguraikan antigen adalah lisin.
o Antibodi yang dapat menawarkan racun adalah antioksidan.
2.1.3 ETIOLOGI:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper
Menurut Badan POM (2016), Penyebab anemia yaitu
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam
folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan
terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan
dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat
besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di
saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan
anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan
lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah
dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah
pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat
menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah
merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria,
atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
(misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping
proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang
dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia (Randy, 2018).
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
2.1.5 PATHWAY ANEMIA
Hemolisis
Perdarahan
Defisiensi nutrein
Obat2an
infeksi
Gangguan Hemapoetik
2.2.4 Implementasi
Menurut (Kozier, 2015) Implementasi keperawatan adalah sebuah fase dimana perawat
melaksanakan intervensi keperawatan yang sudah direncanakan sebelumnya.
Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang digunakan
untuk melaksanaan intervensi.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan menurut (Kozier, 2015) adalah fase kelima atau terakhir dalam
proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil evaluasi
terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program
berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan
mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan
keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planing) (Achjar, 2017). Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang klien
hadapi yang telah di buat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. ANALISA DATA
TD : 121/87 mmHg
N : 85x/mnt
RR : 20x/mnt
S : 36,5
SPO2 : 98%
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penurunan konsentrasi hemoglobin dibuktikan dengan pasien
mengeluh lemas, pusing, akral dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun, Hb 7,5 mg/dL,
CRT : <3 detik, TD : 121/87 mmHg, N : 85x/mnt, RR : 20x/mnt, S : 36,5, SPO2 : 98%
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan Sirkulasi I.02079
Penurunan konsentrasi hemoglobin selama 3x24 Jam maka Perfusi Perifer Observasi
dibuktikan dengan, pasien mengeluh (L.02011) membaik dengan kriteria hasil : Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
lemas, pusing, akral dingin, warna perifer, edema, pengisian kapiler,
kulit pucat, turgor kulit menurun, Hb 1. Warna kulit pucat menurun warna, suhu)
7,5 mg/dL, CRT : <3 detik, TD : 2. Pengisian kapiler membaik Terapeutik
121/87 mmHg, N : 85x/mnt, RR : 3. Akral membaik Lakukan pencegahan infeksi
20x/mnt, S : 36,5, SPO2 : 98% 4. Turgor kulit membaik
Pemberian Produk Darah
Edukasi Diet
Observasi
Identifikasi kemampuan pasien dan
Profesi_Ners_UCB
keluarga menerima informasi
Terapeutik
Jadwalkan waktu yang tepat untuk
memberikan pendidikan kesehatan
Edukasi
Jelaskan tujuan diet terhadap
kesehatan
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1 Selasa, Perfusi Perifer Tidak Pemantauan Hasil Laboratorium S : Pasien mengeluh lemas dan
21/06/2022 Efektif b.d 07.30 Memonitor hasil laboratorium yang pusing
Penurunan diperlukan (DL) O : Akral dingin terkadang hangat,
konsentrasi Hb : 7,5 mg/dL warna kulit pucat, turgor kulit
hemoglobin masih menurun, Hb 7,5 mg/Dl, Grace
Profesi_Ners_UCB
dibuktikan dengan Perawatan Sirkulasi I.02079 TD : 109/94, N : 88x, S : 36,6
pasien mengeluh 08.00 Mencuci tangan sebelum kontak dengan RR : 2Ox, SPO2 : 97%
lemas, pusing, akral pasien
dingin, warna kulit 08.05 Memonitor sirkulasi perifer (N: 83x/m, warna
pucat, turgor kulit kulit pucat, S: 36,7%) A : Perfusi Perifer Tidak Efektif
menurun, Hb 7,5 P : Intervensi Keperawatan
mg/dL, CRT : <3 dilanjutkan
detik, TD : 121/87 Pemberian Produk Darah
mmHg, N : 85x/mnt, Melayani transfuse darah :
RR : 20x/mnt, S : 08.10 Melayani PRC bag I
36,5, SPO2 : 98%
08.30 Mengobservasi Tanda-tanda vital
TD : 117/78, N : 96x, S : 36,9
RR : 2Ox, SPO2 : 97%
Profesi_Ners_UCB
2. Rabu Perfusi Perifer Tidak Perawatan Sirkulasi I.02079 S : Pasien mengeluh lemas, pusing
22/06/22 Efektif b.d 08.00 Mencuci tangan sebelum kontak dengan sudah berkurang
Penurunan pasien
konsentrasi 08.05 Memonitor sirkulasi perifer (N: 90x/m, warna O : akral dingin terkadang hangat,
hemoglobin kulit pucat, S: 36,6) warna kulit masih sedikit pucat, Grace
turgor kulit masih menurun,
Profesi_Ners_UCB
besi
Kamis Perfusi Perifer Tidak Perawatan Sirkulasi I.02079 S : Pasien mengeluh lemas, pusing
23/06/22 Efektif b.d 08.00 Mencuci tangan sebelum kontak dengan berkurang
Penurunan pasien
konsentrasi 08.05 Memonitor sirkulasi perifer (N: 90x/m, warna O : akral hangat, warna kulit Grace
hemoglobin kulit pucat, S: 37) masih pucat, turgor kulit masih
menurun
08.30 Mengobservasi Tanda-tanda vital A : Perfusi Perifer Tidak Efektif
TD : 117/78, N : 96x, S : 36,9 P : Intervensi Keperawatan
RR : 2Ox, SPO2 : 97% dilanjutkan
Profesi_Ners_UCB
diperlukan (DL)
Hb : 8,5 mg/dL
Profesi_Ners_UCB
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. Y.M
dengan diagnosis anemia berat di RSUD S.K.Lerik Kota Kupang, maka dalam bab ini
saya akan membahas kesenjangan antara teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai
hasil pelaksanaan studi kasus. Dalam penyusunan studi kasus asuhan keperawatan ini,
saya membuat asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan,
implementasi dan evaluasi keperawatan dengan uraian sebagai berikut:
4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dari proses keperawatan. Pengkajian
dilakukan pada Tn. Y.T, pasien dengan diagnosa anemia berat, saat pengkajian
pasien mengeluh lemas dan pusing, hasil observasi akral dingin, warna kulit pucat,
turgor kulit menurun, hasil pemeriksaan HGB 7,5 mg/dL. Anemia adalah suatu
keadaan dengan kadar hemoglobin darah yang lebih rendah daripada normal sebagai
akibat ketidakmampuan jaringan pembentuk sel darah merah dalam produksinya
guna mempertahankan kadar hemoglobin pada tingkat normal (Adriani &
Wijatmadi, 2019). Kemenkes RI pada tahun 2013 menemukan prevalensi penyakit
tidak menular pada usia lanjut di Indonesia antara lain anemia (46,3%).
Hasil pengkajian pada Tn. Y.T , pasien berusia 57 tahun berjenis kelamin laki-laki.
Lansia usia 65–74 tahun di Indonesia yang mengalami anemia sebesar 34,2% dan
lansia usia >75 tahun sebesar 46% (Kemenkes RI, 2015).
4.2 Diagnosis
Menurut buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2018), diagnosis yang
dapat muncul pada pasien anemia antara lain : Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d
Penurunan Konsentrasi Hemoglobin, Resiko Infeksi b.d Ketidakadekuatan Pertahanan
Tubuh Sekunder (Penurunan Hb), Intoleransi Aktifitas b.d Ketidakseimbangan antara
Suplai dan Kebutuhan Oksigen, Keletihan b.d Kondisi Fisiologis (Anemia)
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data, saya merumuskan diagnosis
keperawatan yaitu: Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penurunan konsentrasi
hemoglobin dibuktikan dengan pasien mengeluh lemas, pusing, akral dingin, warna
kulit pucat, turgor kulit menurun, Hb 7,5 mg/dL.
Profesi_Ners_UCB
Beberapa diagnosis yang ada pada teori tidak saya tegakan pada kasus Tn.Y.T karena
diagnosis-diagnosis tersebut tidak saya temukan data-data yang mendukung.
4.3 Intervensi & Implementasi
Berdasarkan diagnosis keperawatan yang didapat maka saya membuat perencanaan
yang selanjutnya implementasi yang dilaksanakan mengacu pada intervensi yang
telah dibuat. Rencana tindakan dibuat selama 3x24 jam perawatan dengan kriteria
hasilnya masing-masing. Perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan
secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan
pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Dalam perencanaan keperawatan,
perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan
diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat intervensi dan
melakukan intervensi untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Kozier, 2008).
Pada kasus Tn.Y.M untuk satu diagnosa Perfusi Perifer Tidak Efektif saya mengambil
beberapa label intervensi sesuai buku SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
antara lain : perawatan sirkulasi, pemberian produk darah, pemantauan tanda-tanda vital
dan edukasi diet.
Pada intervensi edukasi diet saya melakukan kolaborasi dari jurnal yang disusun oleh
(Nurul &nReni, 2016) bahwa upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan
penanggulangan anemia adalah pemberian suplementasi tablet Fe dan
menanggulangi penyebabnya. Selain itu, fortifikasi makanan dengan zat besi dan
mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan seperti
buah dan sayur. Buah – buahan seperti pisang menawarkan manfaat kesehatan yang
besar. Pisang merupakan penganan yang mudah ditemukan dan dikonsumsi pada
setiap umur. Penelitian menunjukan bahwa mengkonsumsi pisang ambon dapat
mencegah dan menanggulangi anemia dengan merangsang hemoglobin dalam
darah. Pisang ambon memiliki kadar zat besi dan vitamin c yang dapat membantu
meningkatkan dan absorbsi zat besi dalam tubuh. Makin tinggi kandungan vitamin
C dalam makanan makin tinggi absorbsi dan penggunaan zat besi dalam tubuh
(Nurul, 2016).
Penelitian sebelumnya di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa buah pisang
mengandung zat besi yang akan menstimulus produksi hemoglobin dalam darah
dan juga membantu mencegah anemia. Vitamin c yang terkandung dalam pisang
juga bagus untuk kesehatan untuk membantu membangun kembali sistem
kekebalan tubuh. Pisang juga makanan yang relatif mudah dicerna dibandingkan
Profesi_Ners_UCB
makanan yang lain sehingga mempermudah seseorang dengan sistem kekebalan
tubuh yang rendah. Vitamin C juga meningkatan penyerapan besi dan
meningkatkan pembentukan darah, dua manfaat kesehatan ini membuat pisang
berguna untuk tambahan dalam menu makanan mereka dalam menanggulangi
anemia (Anhwange, 2018).
Salah satu upaya mempertahankan asupan zat besi yaitu mengkonsumsi pisang
ambon. Pisang ambon merupakan penganan yang dapat dikonsumsi pada semua
umur tanpa memiliki efek samping, selain mudah didapatkan dan harga relatif
murah disbanding buah lainnya. Pisang ambon memiliki kandungan nutrisi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis buah lainnya. Pisang ini juga
digunakan masyarakat untuk pengobatan secara empiris yaitu sebagai pencegahan
anemia (Effendi, 2019).
Pada kasus Tn.Y perawat melakukan intervensi penambah produk darah dengan
melakukan transfusi 2 bag dan pil penambah darah lainnya. diluar intervensi itu
perawat juga memberi intervensi tambahan sesuai jurnal diatas, dengan
mengedukasi pasien perbanyak konsumsi buah pisang ambon sebagai penambah zat
besi, karena bisa di makan sehari-hari, mudah di dapat dan harga terjangkau.
4.4 Evaluasi
Selama 3x24 jam diagnosis Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penurunan
konsentrasi hemoglobin teratasi dibuktikan dengan pasien mengeluh lemas
berkurang, pusing berkurang, akral dingin menurun, warna kulit pucat membaik,
turgor kulit membaik, Hb 8,5 mg/dL.
Profesi_Ners_UCB
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya
zat besi. Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan
oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Pisang ambon merupakan salah satu jenis
makanan yang dapat dikonsumsi karena kaya akan zat besi dan juga vitamin C.Vitamin C
diperlukan dalam penyerapan zat besi, dengan demikian vitamin C berperan dalam
pembentukan hemoglobin, sehingga mempercepat penyembuhan anemia. Asam organik
seperti vitamin C pada kandungan pisang ambon (Musa paradisiaca S) membantu
penyerapan besi non heme dengan mengubah bentuk feri menjadi fero dimana bentuk fero
lebih mudah diserap dengan begitu membantu proses absorbsi zat besi dalam tubuh dan
menanggulangi proses penyembuhan dalam kasus anemia defesiensi besi.
Profesi_Ners_UCB
DAFTAR PUSTAKA
Anhwange BA. Chemical composition of musa sapientum (banana) peels. Journal of food
technology. 2018; 6(6):263-6
Ani, LS.2016.Buku Saku Anemia Defisiensi Besi.Jakarta: EGC
Effendi YM. Perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak daging pisang ambon (musa aaa
‘pisang ambong’) dengan vitamin a, vitamin c, dan katekin melalui penghitungan bilangan
peroksida. Jakarta: FK UI; 2019.
Handayani, W.2014.Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
hematologi.Jakarta: Salemba Medika
Haryono, R. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23, No.63 JuliSeptember 2017)
Kulsum, U. (2020). Pola Menstruasi Dengan Terjadinya Anemia Pada Remaja Putri. Jurnal
Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 11(2), 314–327.
Kementrian Kesehatan R.I. (2015). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI
Mascitelli, L., & Goldstein, M.R. (2015). Inhibition of iron absorption by polyphenols as an
anticancer mechanism. Q J Med2011, 104, 459–461. doi:10.1093/qjmed/hcq239.2010.12.015
Ping, Y., & Xiaohua, W. (2017). Risk factors for accidental falls in the elderly and intervention
strategy. Journal of Medical Colleges of PLA. Diakses dari http://www.elsevier.com/locate/ jmcpla
Thankachan. (2008). Iron Absorbtion in Young Women: the Interaction of Iron Status With
the Influence of Tea and Ascorbic Acid. The American Jounal of Clinical Nutrition, 87, 881.
Smeltzer & Bare. 2017. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2019. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Profesi_Ners_UCB