Pemikiran Pendidikan Al Thusi Dan Implikasinya - Revisi
Pemikiran Pendidikan Al Thusi Dan Implikasinya - Revisi
Pemikiran Pendidikan Al Thusi Dan Implikasinya - Revisi
Disusun Oleh :
Lutfi 'Abdul 'Aziz 2241022
Pujiati 2241025
Nur Halimah 2241038
Agus Setiawan 2241046
Dengan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Sholawat salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang berkontribusi:
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Proses pendidikan berlangsung sepanjang sejarah dan sudah
berkembang sejalan dengan adanya perkembangan sosial budaya manusia di
bumi. Pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada
ajaran Islam yang sudah tertulis di kitab Al Quran dan terjabar dalam Sunnah
Rasul. Menurut Islam, pendidikan merupakan corak hitam putihnya perjalanan
hidup sesseorang.
Di dalam ajaran Islam telah menetapkan bahwa pendidikan merupakan
salah satu kegiatan yang wajib hukumnya bagi laki laki dan perempuan, dan
sangat dibutuhkan seumur hidup. Kedudukan tersebut secara tidak langsung
telah menempatkan pendidikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan
hidup dan kehidupan umat manusia. Dalam hal ini seorang Dewey berpendapat
bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup, sebagai bimbingan,
sebagai sarana pertumbuhan. Dalam berkembangnya, filsafat sebagai hasil
penilaian para filosof, telah melahirkan berbagai macam prespektif.
Beberapa perspektif saling mendukung, ada yang berbeda dan saling
berlawanan antara satu dengan yang lain, perbedaan tersebut disebabkan oleh
pendekatan yang digunakan berbeda-beda, sehingga dapat menghasilkan
kesimpulan yang berbeda pula.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Tujuan Pendidikan Menurut Pemikiran Al-Thusi?
2. Apa Materi Pendidikan Menurut Pemikiran Al-Thusi?
3. Apa Metode Pendidikan Menurut Pemikiran Al-Thusi?
4. Bagaimana Evaluasi dari Pemikiran Pendidikan Al-Thusi?
C. Tujuan
1. Memahami Hakikat Tujuan Pendidikan Menurut Pemikiran Al-Thusi
2. Memahami Hakikat Materi Pendidikan Menurut Pemikiran Al-Thusi
3. Memahami Hakikat Metode Pendidikan Menurut Pemikiran Al-Thusi
4. Mengetahui Evaluasi dari Pemikiran Pendidikan Al-Thusi
BAB II PEMBAHASAN
2
kelahiran Nashiruddin ath-Thusi pada 1220 M, dipimpin oleh Hulagu Khan
yang tidak lain adalah cucu Jenghis Khan.
Penguasa yang menaungi Tusi digulingkan, istana pun dihancurkan
hingga luluh lantak. Beruntungnya Nashiruddin ath-Thusi karena Hulagu
Khan sangat berminat terhadap ilmu pengetahuan, khususnya astronomi.
Tusi tidak dibunuh, justru sebaliknya, oleh Hulagu Khan ia diangkat sebagai
penasihat. Di bawah lindungan Hulagu Khan, keilmuwan dan pengetahuan
Tusi semakin berkembang. Hulagu Khan bahkan mendukung Tusi
membangun observatorium megah bernama Observatorium Maragha di
Persia yang tuntas pada 1262 M.
Observatorium Maragha pernah dianggap sebagai salah satu
observatorium paling bergengsi di dunia. Bahkan, tulis Raghib As Sirjani
dalam Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (2009), observatorium ini
menjadi pegangan para ilmuwan Eropa, khususnya di bidang astronomi.
Pemikiran Nashiruddin ath-Thusi bermanfaat dalam perkembangan ilmu
pengetahuan, terutama ilmu astronomi. Puluhan karya telah dihasilkannya
dan menjadi rujukan bagi banyak ilmuwan di dunia.
Tusi juga sering berdiskusi dengan Jalaluddin Rumi (1207-1273).
Selain itu, Nashiruddin ath-Thusi banyak menerjemahkan maupun
menyunting karya-karya Yunani Kuno ke dalam bahasa Persia. Kumpulan
terjemahan ini diberi tajuk kitab Al-Mutawassitat Bain al-Handasa wal
Hai’a atau Buku-buku Pengetahuan antara Geometri dan Astronomi. Karya
terkenal Tusi lainnya adalah kitab Al-Tazkira fil Ilm Al-Hai’a atau
Memorial Astronomi, berisi tentang hasil penelitian astronomi yang begitu
lengkap pada masanya.
Bahkan, kitab ini dijadikan rujukan sarjana astronomi dan
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia Timur maupun Barat.
Nashiruddin ath-Thusi juga dianggap sebagai penemu torquetum atau
turquet, yakni instrumen astronomi yang dirancang untuk mengambil dan
mengubah pengukuran yang dibuat dalam tiga set koordinat: horizon,
khatulistiwa, dan ekliptika. Dalam arti tertentu, torquetum adalah komputer
analog dan sangat populer pada abad 15 dan 16.
3
Berikut ini beberapa karya yang pernah dihasilkan oleh Nashiruddin
ath-Thusi: Al-Mutawassitat Bain al-Handasa wal Hai’a tentang ilmu
geometri dan astronomi. Al-Tazkira fil Ilm Al-Hai’a atau Memorial
Astronomi, tentang hasil penelitian astronomi. Mukhtasar fil Ilm al-Tanjim
wa Marifat al-Taqwim atau Ikhtisar Astrologi dan Penanggalan. Al-Barifi
Ulum al-Taqwim wa Harakat al-Aflak wa-Ahkam al-Nujum, tentang
almanak, gerak bintang-bintang dan astrologi. Sayr wa-Suluk, tentang ilmu
pelayaran. Al-Shakl al-qattā, buku ilmu matematika, khususnya membahas
segi empat lengkap dan ringkasan lima volume trigonometri. Al-Tadhkirah
fi'ilm al-hay'ah, memoar tentang ilmu astronomi. Akhlaq-i Nasiri, tentang
etika.
Al-Risalah al-Asturlabiyah, sebuah risalah tentang astrolabe,
instrumen astronomi yang digunakan untuk menentukan posisi benda-benda
langit. Zij-i Ilkhani atau Tabel Ilkhani, risalah tentang astronomi utama.
Awsaf al-Ashraf, sebuah karya pendek mistis-etis dalam bahasa Persia.
Tajrīd al-Iʿtiqād, komentar tentang doktrin Syiah. Dan masih banyak lagi.
1
Muhammad Syafiq Mughni dan M. Yunus Abu Bakar. Studi Aliran Filsafat Pendidikan Islam Serta
Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan Islam. Jurnal Dirasah. Volume 5, Number 1,
Februari 2022.
4
tahun bekerja di obserbatorium tersebut, Al Tusi dan ratusan ilmuwan,
pekerja, serta peneliti muda menemukan “Bagan Zich Ilkhani". Bagan
terkenal ini berisi peta geografis koordinat 256 kota serta katalog tata surya
dan planet.2
Hasil karya Bagan Zich Ilkhani tersebut menjadi monumental
mengingat sebelumnya Beliau menjadi tawanan perang Mongol setelah
kampung halamannya dibumihanguskan Jengis Khan. Dalam dalam periode
tawanan ini Beliau banyak menghasilkan pemikiran-pemikiran yang
tertuang dalam Akhlaqi Nasiri, Sharkhul-Ishorat yang berisikan dialektika
pemikiran para filosof Islam. Terlebih khusus, pemikiran Ibnu Sina yang
mewarnai pemikiran filosofisnya sehingga Beliau beradu argumen dengan
Fahrudin Ar Razi dalam argumentasi Filsafat Eksistensialismenya.
Buah karya pemikiran Beliau banyak dipengaruhi oleh aktivitasnya
setelah diangkat dan ditugasi dalam melayani sebagai menteri pemerintahan
Mongol. Dia percaya bahwa prioritas utama adalah melayani kepentingan
orang-orang dengan mendukung para ilmuwan dan filsuf muda yang
membawa ide-ide baru.3 Jadi filsuf ingin membangun negara ideal yang adil
dalam sistem feodal.
Pemikiran Nashiruddin ath-Thusi bermanfaat dalam perkembangan
ilmu pengetahuan, terutama ilmu astronomi. Puluhan karya telah
dihasilkannya dan menjadi rujukan bagi banyak ilmuwan di dunia. Tusi juga
sering berdiskusi dengan Jalaluddin Rumi (1207-1273). Selain itu,
Nashiruddin ath-Thusi banyak menerjemahkan maupun menyunting karya-
karya Yunani Kuno ke dalam bahasa Persia.
Kumpulan terjemahan ini diberi tajuk kitab Al-Mutawassitat Bain al-
Handasa wal Hai’a atau Buku-buku Pengetahuan antara Geometri dan
Astronomi. Karya terkenal Tusi lainnya adalah kitab Al-Tazkira fil Ilm Al-
Hai’a atau Memorial Astronomi, berisi tentang hasil penelitian astronomi
yang begitu lengkap pada masanya. Bahkan, kitab ini dijadikan rujukan
2
Abdullayeva Feruza Sharipovna dan Tuxtayev Nodir. Nasiruddin Tusi’s Contribution To The
Development Of World Science. International Conference on "Ethics and Integrity in the
competitive World". 221-223. Sep 1, 2022.
3
Abdullayeva Feruza Sharipovna. Nasiriddin Tusi’s Philosophical Views On The Implementation Of
Socio-Economic Reforms In Public Administration. Electronic Journal Of Actual Problems Of
Modern Science, Education And Training. 2021 AUGUST 8/2
5
sarjana astronomi dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia
Timur maupun Barat.
Nashiruddin ath-Thusi juga dianggap sebagai penemu torquetum atau
turquet, yakni instrumen astronomi yang dirancang untuk mengambil dan
mengubah pengukuran yang dibuat dalam tiga set koordinat: horizon,
khatulistiwa, dan ekliptika. Dalam arti tertentu, torquetum adalah komputer
analog dan sangat populer pada abad 15 dan 16. Biografi Singkat Abu Al-
Qasim Al-Zahrawi, Penemuan, & Karyanya Sejarah Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam Masa Dinasti Abbasiyah Sejarah Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam Dinasti Umayyah Karya-karya Nashiruddin ath-Thusi.
Berikut ini beberapa karya yang pernah dihasilkan oleh Nashiruddin
ath-Thusi: Al-Mutawassitat Bain al-Handasa wal Hai’a tentang ilmu
geometri dan astronomi. Al-Tazkira fil Ilm Al-Hai’a atau Memorial
Astronomi, tentang hasil penelitian astronomi. Mukhtasar fil Ilm al-Tanjim
wa Marifat al-Taqwim atau Ikhtisar Astrologi dan Penanggalan. Al-Barifi
Ulum al-Taqwim wa Harakat al-Aflak wa-Ahkam al-Nujum, tentang
almanak, gerak bintang-bintang dan astrologi. Sayr wa-Suluk, tentang ilmu
pelayaran.
Al-Shakl al-qattā, buku ilmu matematika, khususnya membahas segi
empat lengkap dan ringkasan lima volume trigonometri. Al-Tadhkirah fi'ilm
al-hay'ah, memoar tentang ilmu astronomi. Akhlaq-i Nasiri, tentang etika.
Al-Risalah al-Asturlabiyah, sebuah risalah tentang astrolabe, instrumen
astronomi yang digunakan untuk menentukan posisi benda-benda langit.
Zij-i Ilkhani atau Tabel Ilkhani, risalah tentang astronomi utama. Awsaf al-
Ashraf, sebuah karya pendek mistis-etis dalam bahasa Persia. Tajrīd al-
Iʿtiqād, komentar tentang doktrin Syiah. Dan masih banyak lagi.
4
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam
Mulia, hal 201.
6
yaitu sebagai alat pendidikan untuk menghasilkan siswa yang berintegrasi.
Kurikulum juga membuat siswa mengerti sistem pendidikan yang
diterapkan, sehingga siswa dapat memutuskan pendidikan yang ia inginkan
di jenjang selanjutnya.
Tujuan kurikulum juga untuk memeratakan pendidikan dalam Negara.
Kurikulum merupakan seperangkat peraturan yang berisi tujuan, isi, dan
bahan pelajaran sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.
Adanya kurikulum bertujuan untuk mencapai pendidikan yang lebih
berkualitas. Bagi peserta didik, fungsi kurikulum adalah sebagai sarana
untuk mengukur kemampuan diri dan konsumsi pendidikan. Hal ini
berkaitan juga dengan pengejaran target-target yang membuat peserta didik
dapat mudah memahami berbagai materi ataupun melaksanakan proses
pembelajaran setiap harinya dengan mudah. Keberadaan kurikulum akan
membuat setiap pengajar dan pelaku yang diajar bisa mengetahui kemana
tujuan sebuah pendidikan dijalankan.
Pada lingkup sekolah, akan diketahui ke mana arah pembelajaran yang
akan diterima di sekolah tersebut. Ini yang membuat kurikulum hukumnya
wajib ada di setiap institusi pendidikan. Di Indonesia, telah terjadi beberapa
kali pergantian kurikulum. Dari berbagai pergantian tersebut ada sisi positif
maupun negatif.
Bila ingin memahami apa itu tujuan kurikulum, fungsinya harus
diketahui terlebih dahulu. Sesungguhnya fungsi kurikulum adalah mencapai
tujuan pendidikan dalam hal ini disebut tujuan kurikulum. Tujuan
kurikulum secara umum, yakni untuk pendidikan nasional, untuk lembaga
atau institusi, untuk berbagai bidang studi, dan untuk instruksi atau
penjabaran bidang studi. Bila disingkat, tujuan kurikulum adalah untuk
melancarkan proses pendidikan.
Undang-Undang di Indonesia telah mengatur tujuan kurikulum yang
didasarkan pada tujuan pendidikan itu sendiri. Berikut penjelasan tujuan
kurikulum menurut Undang-Undang:
1) Beriman dan Bertakwa
Tujuan kurikulum yang pertama menunjukkan bahwa iman dan takwa
kepada Tuhan yang Maha Esa adalah faktor penting yang sangat
7
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Apalagi dalam
Pancasila yang merupakan dasar negara, sila pertama juga berbunyi
Ketuhanan yang Maha Esa.
2) Berakhlak Mulia
Tujuan kurikulum yang kedua berkaitan dengan manusia yang memiliki
sifat berbeda-beda. Setiap individu memiliki sifat yang berbeda, dan
perbedaan ini berpotensi menimbulkan konflik antar individu. Oleh
karena itu, akhlak mulia adalah salah satu solusi untuk menghindari
konflik antar individu. Membentuk manusia yang berakhlak mulia harus
diterapkan pada pendidikan pada level terendah hingga tertinggi.
3) Memiliki Kecakapan
Tujuan kurikulum yang ketiga adalah menjadi manusia yang cakap. Hal
ini sangat penting sebagai tolak ukur kualitas sumber daya manusia suatu
bangsa. Selama atau setelah mengenyam pendidikan, sorang peserta
didik harus memiliki suatu kecakapan tertentu. Cakap dalam menulis dan
membaca merupakan keharusan peserta didik.
4) Kreatif
Definisi kreatif adalah memiliki daya cipta atau memiliki kemampuan
untuk menciptakan, hal ini termasuk tujuan dari pengertian pendidikan.
Kreatif merupakan kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
dengan berbagai cara. Berbagai macam solusi dari suatu masalah dapat
tercipta dari kreatifitas individu.
Tujuan kurikulum ini harus diterapkan untuk menjadikan peserta didik
memiliki kemempuan untuk menyelesaikan masalah dan membantu
orang lain. Tentunya juga diharapkan seseorang dapat berkontribusi
dalam memberikan solusi untuk berbagai masalah yang ada pada bangsa.
5) Mandiri
Mandiri adalah keadaan di mana seorang individu dapat berdiri sendiri
tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian dapat diterapkan dalam
kehidupan belajar mengajar, contohnya adalah kejujuran dalam
mengerjakan ujian.
Pada tujuan kurikulum ini diharapkan peserta didik mampu melakukan
segala sesuatunya tanpa bantuan orang lain, sehingga nantinya jika dalam
8
keadaan terdesak peserta didik mempu menyelesaikan masalahnya
sendiri.
6) Demokratis dan Bertanggung Jawab
Tujuan kurikulum yang terakhir adalah menjadi warga negara yang
demokratis derta betanggung jawab. Bentuk pemerintahan negara
Indonesia adalah demokrasi. Demokrasi berasal dari kata demos yang
artinya rakyat dan kratos yang artinya kekuasaan, sehingga dapat
diartikan bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara dipegang oleh rakyat.
Dalam kehidupan berdemokrasi perlu adanya batasan-batasan yang
membatasi kebebasan individu dalam bernegara. Sehingga pada tujuan
pendidikan ini demokratis disandingkan dengan bertanggung jawab agar
terciptanya kehidupan demokrasi yang sesuai dengan prinsip dasar
demokratis.
5
Musnur Hery. Epistemologi Pendidikan Islam: Melacak Metodologi Pengetahuan Perguruan
Tinggi Islam Klasik. Insania Vol. 13 No. 3 Sep-Des 2008 Hal 453-473.
6
Paul Edwards. Encyclopedia of Philosophy. hal. 52.
9
b. Empirisme
Corak empirisme ini terlihat secara jelas dalam sumber pengetahuan, cara
memperoleh pengetahuan, dan pengembangannya. Hal ini dapat ditelusuri
baik dari materi atau kurikulum yang ditrasnformasikan, lembaga-lembaga
keilmuan, metode perolehan ilmu dan pembelajaran. Empirisme
mengisyaratkan bahwa bukannya rasio yang menjadi sumber utama
pengetahuan, namun panca inderalah yang merupakan sumber utama
pengetahuan. Pengetahuan yang dihasilkan oleh nalar dipandang sebagai
pengetahuan yang tidak hakiki (semu) dan bersifat abstrak. Pengetahuan
yang dihasilkan oleh pengamatan panca inderawilah yang dipandang
hakiki karena kasat mata dan dapat dirasakan. Untuk itulah pengetahuan
ini disebut pengetahuan yang paling objektif dan paling valid. Ia bersifat
empirik atau langsung dapat dirasakan dan diamati oleh manusia.
Pengetahuan adalah hal-hal yang dapat di amati atau didengar, atau
dirasakan, dicium dan diraba. Hal itu dikarenakan pengetahuan adalah hal-
hal yang berhubungan langsung dengan fungsi panca indera, maka tidak
pelak lagi pengetahuan adalah produk kontak antara panca indera dengan
alam di sekeliling manusia. Untuk itu, empirisme sangat identik dengan
ilmu-ilmu kealaman (natural sciences) seperti fisika, kimia, biologi, dan
sebagainya;
c. Intuisi
Berbeda dengan dua aliran sebelumnya, intuisi tidak mengakui kebenaran
pengetahuan yang dihasilkan oleh rasio dan panca indera. Kebenaran
pengetahuan dari dua aliran di atas dipandang bersifat semu. Sumber
pengetahuan sebenarnya, menurut aliran ini, adalah intuisi atau ilham yang
(diyakini) berasal dari dunia spiritual (Tuhan) dan langsung menuju ke
hati. Inilah pengetahuan yang hakiki yang kebenarannya sangat absolut.
Oleh karena sifatnya yang transenden-spiritualis, maka metode intuisi juga
sangat bersifat transenden dan spiritualis sehingga sulit diukur dan
dijabarkan secara akademis. Metode intuisi bersifat religius-mistis yang
hanya dapat diselami dengan keterlibatan langsung dalam metode-metode
tersebut. Yang dapat dijelaskan bahwa metode-metode tersebut terkait
dengan aktivitas pembersihan diri, hati, dan jiwa;
10
d. Hermeneutika
Dalam aliran ini yang menjadi sumber pengetahuan adalah teks.
Sementara metode perolehan pengetahuannya adalah interpretasi atau
pemahaman. Al-Qur’an dan Hadis adalah sumber ajaran dan kehidupan
kaum muslim. Oleh karena itu, otomatis sumber pendidikan Islam,
khususnya di perguruan tinggi adalah teks al-Qur’an. Bayard Dodge
secara tegas menyebutkan bahwa al-Quran sebagai sumber pengetahuan
merupakan karakter pertama pendidikan Islam klasik.7 Dari ke dua teks
utama, al-Qur’an dan Hadis, inilah yang kemudian dikembangkan oleh
para sarjanawan muslim. Pengembangan pengetahuan yang dilakukan oleh
para sarjanawan muslim inilah yang merupakan hasil interpretasi mereka.
Para sarjanawan muslim mendapatkan pengetahuan dari al-Qur’an dengan
metode interpretasi, yang kemudian mereka kembangkan ke dalam disiplin
pengetahuan yang mereka geluti. Oleh karena itu, interpretasi mereka
terhadap al-Qur’an dengan kecenderungan aspek hukum akan melahirkan
produk fiqh. Sementara itu, bagi yang lainnya dengan kecenderungan
mistisisme akan melahirkan produk tasawuf dan seterusnya. Atas dasar
tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa hampir keseluruhan para
sarjanawan muslim menggunakan epistemologi hermeneutika dikarenakan
mereka menerapkan penafsiran atas sumber teks al-Qur’an dan Hadis,
termasuk para imam Mazhab, filosof dan ilmiawan muslim.
Sementara itu, realitas pendidikan di Indonesia metode yang
digunakan sangat terbatas pada aspek kognitif, meskipun dimensi efektif
menjadi salah satu komponen tujuan pendidikan dalam kurikulum, secara
komprehensif, pendidikan harus saling melengkapi, dan hasilnya mampu
memberikan pencerahan pendidikan kearah yang diharapkan. Menurut
Permendikbud No.03 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan
Tinggi setidaknya ada 4 rumusan capaian pembelajaran, yaitu rumusan Sikap,
Pengetahuan, Keterampilan Umum, dan Keterampilan Khusus.
Ada hal yang dilakukan untuk menghimpun prinsip prinsip
pendidikan ke dalam enam bagian yaitu:
7
Dodge, Bayard. 1962. Muslim Education in Medieval Times. Washington: The Middle East
Institute.
11
1) Konsep Pengajaran dan Pembelajaran Menurut Ibn Abdun, Pengajaran
itu merupakan seorang profesi, yang sangat penting membutuhkan
pengetahuan, keterampilan dan kecermatan, sama seperti pelatihan yang
memerlukan kiat, strategi dan ketelatenan, hingga menjadi cakap dan
professional. Karena ini adalah profesi professional, maka sangat wajar
ketika ulama membedakan antara pendidikan (tarbiyah) dan pengajaran
(ta’lim).
2) Dasar Dasar Psikologis Proses Pembelajaran Menurut ahli pendidikan
muslim, al-idrak adalah dasar utama pembelajaran. Menurut al-Thusi,
siswa tidak bisa memperoleh sesuatu yang tidak ia pahami. Karena itu
siswa harus memulai sesuatu pengajaran yang paling dekat untuk
dipahami. Pendidik tidak boleh memaksakan mengajarkan materi di luar
kemampuan siswa, yang ditakutkan tidak bisa dicapai nalarnya, hingga
beban dan putus asa.
3) Pemahaman Tentang Subjek Didik Memahami kejiwaan siswa adalah
satu pijakan utama untuk keberhasilan pendidikan. Pendidikan moral dan
kemuliaan tidak cukup diselenggarakan di dalam sekolah, perlu
ditanamkan pada diri anak sejak memulai berkomunikasi. Selain itu,
diperlukan pula sanksi edukatif dalam rangka menunjang kemajuan
pendidikan anak, sesuai situasi keadaan.
Diantara sanksi edukatif yaitu;
a) Menunjukkan sikap melarang di hadapan anak, tanpa harus menunjuk
hidungnya.
b) Jika masih saja berlanjut, pendidik boleh melarang secara tegas dan
personal.
c) Selanjutnya teguran keras boleh dilakukan. Jika teguran keras belum
dihiraukan, maka pendidik boleh menghukum yang setimpal.
d) Metode Pengajaran Pendidikan adalah profesi yang dituntut keltelatenan.
Maka dari itu butuh metode yang strategis bagi keberhasilan proses
pembelajaran. Guru dituntut serius dalam mendekatkan pemahaman dan
materi pelajaran siswa. Hal itu dilakukann secara bertahap dan
sistematik. Dimulai dari penyampaian guru tentang materi inti pelajaran,
lalu dilanjutkan ke materi selanjutnya. Bahkan guru dituntut untuk
12
memecahkan problem yang sulit, agar siswa mampu menguasai seluruh
materi.
e) Pengajar (Guru) Pembelajaran dilakukan oleh guru sebagai orang yang
sudah dewasa pada siswa yang belum dewasa.
Sehingga pakar pendidikan Islam memberikan dua prinsip dasar edukatif
yang penting. Pertama, buku tidak akan bisa menggantikan posisi guru
dalam pengajaran. Bahkan imam Syafii pernah menyampaikan, siapa
yang menggeluti ilmu hanya berdasarkan pada lembaran buku, maka ia
telah menyia-nyiakan banyak hal. Kedua, guru adalah pembimbing
perkembangan moral bagi siswa. Ibnu Sina menjelaskan, sepantasnya
guru tampil cerdas, agamis, bermoral, simpati, karismatik dan pandai
membawa diri. Kebersihan dan kepribadiannya harus selalu diperhatikan
sebelum berdiri di depan muridnya. Akhlak guru akan dicontoh banyak
siswa,karena pribadi guru laksanakan cerminan pribadi nabi yang patut
diteladani.
f) Penyiapan Individu untuk Berpartisipasi Aktif dalam Kehidupan
Ekonomi Masyarakat Aliran rasionalisme menganggap persoalan sosial
kemasyarakatan merupakan kebutuhan asasi manusia. Mereka
mengaitkan antara keutamaan dengan kerja sama dan partisipasi aktif
dalam kehidupan bersama. Keutamaan dapat dicapai melalui amal
perbuatan yang mewujud pada kerjasama dan partisipasi aktif dalam
interaksi sosial.
8
Aṭ-Ṭūsī, Nāṣir ad-Dīn, Kitāb Ādāb al-Muta’allimīn. diedit oleh Yaḥyā al-Khassāb. Kairo: t.p., 1957.
13
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW pernah
bersabda “menuntut ilmu itu amat fardhu hukumnya bagi muslim laki-
laki dan perempuan”. Yang dimaksud (dengan menuntut ilmu) di sini
adalah ilmu hal (ilmu yang relevan), artinya ilmu yang dibutuhkan
pada saat ini (saat sekarang-sesuai situasi dan kondisi. Terjemah) yang
dapat mengantarkan kepada kebermanfaatan di akhirat. (hal ini)
Sesuai dengan yang diucapkan “ilmu yang terbaik adalah ilmu hal dan
amal terbaik adalah menjaga (keselamatan di) akhirat. Maka wajib
bagi seorang penuntut ilmu segala sesuatu yang dapat memperbaiki
hal (situasi kondisi yang relevan) baginya.
Sebuah ilmu menjadi mulia; tanpa keraguan; terhadap seseorang
manusia karena ilmu adalah keistimewaan khusus dengan sifat
kemanusiaaan. (Hal ini) Disebabkan karena semua aktivitas selain
ilmu, baik manusia ataupun hewan mengambil bagian di dalamnya
seperti keberanian, kekuatan, simpati dan lainnya. Dengan ilmu ini
pula Allah menampakkan keutamaan Nabi Adam As kepada para
malaikat, dan memerintahkan mereka untuk menghormatinya. Ilmu
juga merupakan media untuk mendapatkan kebahagiaan yang abadi
ketika alamat sesuai dengan objek ilmu tersebut.
Maka ilmu yang secara ‘ainiyahnya wajib bagi seorang
mukallaf, maka wajib juga mencapainya serta wajib menambal jika
belum dicapai. Adapun sesuatu yang dari kebutuhannya hanya pada
kondisi-kondisi tertentu, maka hukumnya fardhu kifayah. Ketika
sudah ada sebagian yang menguasainyaa, maka gugur hukum
kewajiban tersebut pada sebagian lain. Jika dalam suatu daerah tidak
ada satupun yang mampu menguasainya, maka seluruh penduduk
tersebut wajib bersama-sama untuk mencapainya.
Dikatakan bahwa sesungguhnya ilmu yang berlaku terhadap
mukallaf pada semua situasi dan kondisi itu seperti halnya makanan
yang wajib bagi tiap seseorang. Sedangkan ilmu yang berlaku hanya
pada situasi kondisi tertentu seperti halnya obat yang dibutuhkan pada
waktu-waktu tertentu. Adapun ilmu nujum (astronomi) seperti halnya
penyakit, maka mempelajarinya adalah haram karena dapat
14
membahayakan dan tidak bermanfaat. Namun apabila sekedar
mengetahui arah kiblat, waktu sholat, dan lain-lain maka tidak haram.
Adapun ilmu secara substansial itu sendiri merupakan sifat yang
menjadikan sesorang berbeda dengan yang lainnya. Maka sebaiknya
seorang penuntut ilmu tidak lupa terhadap dirinya sendiri dan segala
sesuatu yang bermanfaat dan berbahaya baginya dari awal sampai
akhir. Kemudian ia mendatangkan dari apa yang bermanfaat baginya,
dan menjauhi apa yang membahayakan agar akal dan amalnya tidak
menjadi alasan baginya sehingga siksaannya akan berlipat-lipat.
Pasal kedua : tentang Niat.
Niat dalam mempelajari ilmu itu wajib. Karena niat adalah
pondasi utama setiap perbuatan. (Hal ini) dikarenakan sabda Nabi
Muhammad SAW “sahnya amal-amal itu bergantung kepada niat”.
Maka sebaiknya seorang yang mempelajari ilmu meniatkan belajarnya
itu untuk mendapat ridha Allah, menghilangkan kebodohan dari
dirinya sendiri dan orang-orang bodoh lain, menghidup-hidupkan
agama, memperkokoh Islam dengan amar ma’ruf nahi mungkar
terhadap dirinya sendiri dan circle-nya, dan juga orang lain sesuai
dengan kadar kemungkinan.
Seyogyanya bagi seorang penuntut ilmu untuk senantiasa
bersabar dalam menghadapi rintangan dan bersungguh-sungguh sesuai
kapabillitas dan fasilitas yang tersedia. Dengan demikian dia tidak
mencurahkan umurnya kepada kehidupan dunia yang hina, juga tidak
merendahkan dirinya sendiri dengan memiliki ketamakan serta
menjaga diri dari kesombongan.
Pasal ketiga : tentang memilih ilmu, guru, teman dan kemantapan
(komitmen. Terjemah)
Seorang penuntut ilmu hendaknya memilih 1) ilmu yang terbaik
dari semua cabang ilmu yang ada; 2) ilmu yang dibutuhkannya dalam
permasalahan agama, sesuai dengan relevansi (situasi kondisi); 3)
ilmu yang ia butuhkan di akhirat nanti; 4) mendahuluka ilmu tauhid
dan mengenali Tuhan dengan kesadaran; 5) memilih ilmu kuno bukan
kontemporer; mereka berkata “kalian semua pilihlah ilmu kuno dan
15
waspadalah dengan ilmu-ilmu kontemporer”; 6) memilih redaksi-
redaksi utama dan bukan redaksi-redaksi penjelas, seperti yang
dikatakan “kalian semua utamakanlah redaksi-redaksi utama”.
Adapun dalam hal memilih guru, seorang penuntut ilmu
hendaknya memilih yang paling ‘alim, wira’i dan senior. Seyogyanya
bagi seorang penuntut ilmu mendiskusikan tiap-tiap bagian ilmu
(kepada guru) saat bergerak untuk menyimpulkannya. Seorang
penuntut ilmu ketika sudah masuk ke sebuah daerah untuk belajar di
dalamnya, hendaknya tidak terburu-buru untuk berbaur dengan para
ulama serta bersabar selama dua bulan sampai pilihannya kepada
seorang guru tidak membuatnya meninggalkan dan kabur kepada guru
lain yang menjadikannya tidak diberkahi.
Hendaknya ia 1) Menetap dan sabar pada satu orang guru dan
satu buku, sehingga ia tidak meninggalkannya secara terputus, 2)
menetap dan sabar terhadap suatu bidang ilmu dan tidak disibukkan
dengan mempelajari cabang yang lain sampai ia menguasainya, 3)
menetap dan sabar tinggal dalam suatu daerah sehingga ia tidak
berpindah-pindah tempat tanpa adanya dhorurot. Kesemuanya ini
hanya akan memecah belah perkara-perkara (yang sebenarnya)
berdekatan dalam menyimpulkan (mencapai) nya, menyibukkan hati,
dan membuang-buang waktu.
Adapun dalam hal memilih teman, hendaknya ia memilih teman
yang bersungguh-sungguh, wira’i, memiliki karakter yang stabil; dan
menjauhi teman yang malas, menganggur, banyak omong, perusak
dan tukang fitnah. Seperti hikmah yang terkandung dalam syair Persia
:“sesungguhnya orang yang memiliki karakter buruk itu lebih buruk
daripada hewan buas yang buruk. Maka berusahalah semaksimal
mungkin untuk menjauhinya. Maka keburukan hewan buas hanya
terbatas pada kehidupan, sedangkan orang yang memiliki karakter
buruk keburukannya mencakup kehidupan serta keimanan”.
Dikatakan juga “ambillah pelajaran dari alam dengan
pertumbuhannya, dan ambillah pelajaran dari seorang teman dengan
temannya (seorang teman tadi).”
16
Seyogyanya bagi seorang penuntut ilmu 1) mengagungkan ilmu
dan ahlinya dengan hati setinggi mungkin; Dikatakan bahwa
penghormatan (terhadap sesuatu) lebih baik dari pada ketaatan
sehingga Alquran tidak boleh dipegang, dipelajari, dibaca nderes,
kecuali dalam keadaan suci. 2) memperindah penulisan tulisan; 3)
tidak membuat tulisannya kecil-kecil (sehingga sulit dibaca. Terj)
serta meninggalkan catatan pinggir (penjelasan. Terj) kecuali dharurat.
Karena jika ia hidup lama ia akan menyesalinya, dan ketika ia mati ia
akan dihujat.
Seyogyanya bagi seorang penuntut ilmu 1) menyimak pelajaran
dengan penuh keta’dziman dan penghormatan bukan menyepelekan;
2) tidak memilih cabang ilmu sendiri melainkan menyerahkannya
pada gurunya karena seorang guru telah menyelesaikan beberapa
pelatihan (lebih berkompeten) dalam hal tersebut ketika
menyimpulkan, serta guru mengetahui apa yang prayoga untuk setiap
orang dan yang pantas sesuai karakternya.
Seyogyanya bagi seorang penuntut ilmu 1) tidak duduk terlalu
dekat dari guru ketika mengaji tanpa adanya dharurat; bahkan
sebaiknya ada jarak kira-kira satu hasta antara dirinya dan guru,
karena hal tersebut lebih mendekatkan kepada ta’dzim. Seyogyanya
bagi seorang penuntut ilmu untuk menjaga dari akhlak yang tercela,
maka sesungguhnya (akhlak tercela) itu adalah anjing-anjing secara
maknawi, rasulullah SAW bersabda : “malaikat (pembawa ilmu) tidak
masuk rumah (hati) yang didalamnya terdapat anjing (akhlak tercela)
dan gambar (imajinasi di tempat lain).
Pasal keempat : tentang bersungguh-sungguh, tekun, dan cita-cita
Kemudian (saat belajar. Terjemah) wajib adanya sungguh-
sungguh, tekun dan komitmen. Dikatakan : barang siapa yang mencari
sesuatu dan bersungguh sungguh, maka ia menemukannya. Barang
siapa menggedor pintu dan mendesak, maka ia masuk. Dikatakan :
sesuai dengan kadar usaha, seseorang memperoleh yang di
harapkannya. Dikatakan : dalam belajar dibutuhkan kesungguh-
sungguhan tiga orang, pelajar, guru dan orang tua jika masih hidup.
17
Wajib (pula) untuk seorang penuntut ilmu adanya tekun dalam
membaca dan mengulang-ulang dari awal sampai akhir. Maka
sesungguhnya waktu diatara dua isya dan waktu sahur adalah waktu
yang diberkahi. Dikatakan: barang siapa yang tebangun di waktu
malam, maka hatinya akan bahagia di waktu siang. Menyongsong
hari-hari baru dan masa muda serta (bangun malam tersebut) tidak
merepotkan dirinya sendiri yang dapat melemahkan jiwa dan
mengganggu aktivitas, akan tetapi menggunakan step by step dalam
membaca dan mengulang pelajaran tersebut. Maka sesungguhnya
pelan-tapi-pasti merupakan dasar yang agung pada setiap perkara.
Wajib (pula) untuk seorang penuntut ilmu adanya cita-cita tinggi
dalam ilmu. Seseorang terbang dengan cita-citanya seperti burung
yang terbang dengan kedua sayapnya. Maka wajib cita-citanya adalah
menghafalkan semua kitab-kitab agar mempu menyimpulkan
sebagiannya. Adapun ketika ia memiliki cinta-cita tapi tidak memiliki
kesungguhan, atau ia memiliki kesungguhan tapi tidak memiliki cinta-
cita tinggi, maka tidak hasil baginya kecuali ilmu sedikit saja.
Seyogyanya bagi seorang penuntut ilmu membangkitkan dirinya
untuk senantiasa menghasilkan (kesimpulan), bersungguh-sungguh
dan tekun dengan cara mengangan-angan keutamaan-keutamaan ilmu-
ilmu dan detail-detailnya. Karena sesungguhnya ilmu akan abadi dan
selainnya akan rusak. Maka sesungguhnya ilmu adalah kehidupan
abadi. Dikatakan : orang-orang mukmin yang ‘alim walaupun mati
mereka sejatinya hidup. Cukuplah kenikmatan ilmu itu menstimuli
orang berakal untuk senantiasa menghasilkannya.
Terkadang kemalasan itu menghasilkan banyak sakit kepala dan
lendir; metode untuk meminimalisirnya adalah dengan meminimalir
konsumsi makanan; dan hal tersebut di(bahas) karena sesungguhnya
lalai dan lupa disebabkan karena banyaknya sakit kepala, sakit kepala
dari banyak minum, banyak minum daro banyak makan. Roti kering
dapat memutuskan sakit kepala dan lendir, begitupula mengonsumsi
zabib, dan tidak berlebihan dalam mengonsumsinya sampai ia tidak
membutuhkan minum air maka akan tambah lagi sakit kepalanya.
18
Adapun siwak dapat meminimalisir sakit kepala dan menambah
dalam menghafal serta kefasihan berbicara. Begitu pula muntah dapat
meminimalisir sakit kepala dan lendir. Metode meminimalisir makan
adalah mengangan-angan terhadap manfaat-manfaat dari
meminimalisir makan yaitu sehat, waras, dan lainnya; serta
mengangan-angan tentang bahaya-bahaya banyak makan yaitu
penyakit, karakter yang labil dan kurangnya kecerdasan. Dikatakan :
perut kenyak menghilangkan kecerdasan.
Seyogyanya ia juga memakan makanan-makanan dismah serta
mendahulukan yang lembut dan menggugah selera; juga tidak
berusaha makan dan tidur kecuali untuk tujuan ta’at seperti sholat,
puasa dan lainnya.
Dalam menuntut ilmu setidaknya ada beberapa tahapan yang harus
dilalui. Sehingga kemurnian dari para pencari ilmu tidak terkontaminasi
dengan kepentingan-kepentingan duniawi yang mengganggu proses
pemahaman. The Nasirean Ethics adalah karya Nasiruddin Al Tusi yang
juga menjelaskan beberapa hal dalam pembelajaran. Namun perlu
ditekankan di sini, Nasirean Ethics tidak lepas dari latar belakang
penyusunan. Dalam menyusun Nasirean Ethics ini, Al Tusi sedang
bertugas menjadi menteri dalam Dewan Pemerintahan Mongol. 9 The
Nasirean Ethics atau dikenal dengan Akhlaq-i Nasirı ditulis saat dipenjara
di benteng Alamut membicarakan bagaimana penataan sosial sebagaimana
latar belakang tugas yang diembannya kemudian.
9
Nasir Ad-Din Tusi. The Nasirean Ethics. Translated form the Persian by G.M. Wickens. Routledge:
Taylor & Francis Group. New York. 1964.
19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Interpretasi dari pernyataan dengan kontekstualisasi dunia pendidikan
saat ini, ada dua pembeda karakteristik peserta didik. Nasiruddin Al-Tusi
dalam kitab Akhlaqi Nasiri membuat klasifikasi ilmu pengetahuan, yakni Ilmu
pengetahuan yang wajib dipelajari secara indvidu dan ilmu pengetahuan yang
wajib dipelajari secara keterwakilan. Al Tusi mengibaratkan yang pertama
sebagai makanan pokok, jika sesorang tidak memiliki dan mengenyam itu
maka seserorang tersebut kelaparan dan mati. Selanjutnya, ia mengibaratkan
jenis ilmu yang kedua dengan obat, diketahui obat hanya dikonsumsi hanya
ketika terpaksa saja.
Menurut Al-Thusi, siswa tidak bisa memperoleh sesuatu yang tidak ia
pahami. Karena itu siswa harus memulai sesuatu pengajaran yang paling dekat
untuk dipahami. Pendidik tidak boleh memaksakan mengajarkan materi di luar
kemampuan siswa, yang ditakutkan tidak bisa dicapai nalarnya, hingga
menjadi beban dan putus asa.
Realitas pendidikan di Indonesia metode yang digunakan sangat
terbatas pada aspek kognitif, meskipun dimensi efektif menjadi salah satu
komponen tujuan pendidikan dalam kurikulum, secara komprehensif,
pendidikan harus saling melengkapi, dan hasilnya mampu memberikan
pencerahan pendidikan kearah yang diharapkan.
Tujuan kurikulum juga untuk memeratakan pendidikan dalam Negara.
Kurikulum merupakan seperangkat peraturan yang berisi tujuan, isi, dan bahan
pelajaran sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Adanya
kurikulum bertujuan untuk mencapai pendidikan yang lebih berkualitas.
Meski demikian, Kurikulum yang dikembangkan saat ini, Kurikulum
Merdeka Belajar, tampaknya mengakomodasi pemikiran Filusuf aliran
Konservatif Tradisional. Komponen pembelajaran mensyaratkan dimensi
Sikap, Pengetahuan, Keterampilan Umum, dan Keterampilan Khusus. Lebih
lanjut, dalam implementasi Kurikulum Merdeka Belajar, peserta didik diberi
ruang lebih luas dalam mengelaborasi dan mengeksplorasi bidang ilmu yang
sedang dipelajarinya. Dalam hal ini, Al Tusi sangat mengakomodasi ide-ide
segar para peneliti muda.
20
Kendati hal ini oleh Al Tusi disebut dengan kesia-siaan sebab dalam
pembelajaran versi Al Tusi ada kelompok pengetahuan yang diekplorasi
berdasarkan kebutuhan dan urgensi saja. Disinilah ambiguitas Al Tusi dalam
klasifikasi pengetahuan, sebab syarat utama para Filusuf aliran Rasionalis
sangat mendasarkan pada sikap curiousity dan Sceptisisme.10 Di satu sisi
memberikan ruang bagi adanya ide-ide baru di lain sisi, dikotomi sekularitas
pengetahuan bagi peserta didik yang tidak kompeten.
Kata kunci dalam memahami pemikiran Al Tusi adalah senantiasa
meletakkan Aqidah dan Akhlaq sebagai dasar utama peserta didik dalam
menimba ilmu. Adapun klasifikasi pengetahuan yang dipelajari peserta didik
juga mendasarkan kelas sosial latar belakang peserta didik, sebab hal ini akan
menentukan urgensi pengetahuan atau bidang keilmuan bagi peserta didik.
B. Saran
Pemikiran Nasiruddin Al Tusi dalam perkembangan masyarakat saat ini
sangat dibutuhkan implementasinya secara operasional. Pendidikan Aqidah dan
Akhlaq menjadi fondasi mutlak bagi peserta didik yang memiliki kemampuan
serta kapabilitas mengakses pengetahuan yang bersifat urgen/mendesak bagi
pengembangannya. Apapun bidang keilmuan yang digeluti dan dikembangkan
sangat membutuhkan dasar yang kokoh saat rasa ingin tahu dan skeptis muncul
ketika berdialektika dalam pengetahuan yang sangat luas.
Kami sebagai penyusun menyadari kekurangan dari penulisan makalah
ini, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca untuk
memperbaiki semua kekurangan yang ada dalam makalah ini. Kami juga
sangat menyadari akan terbatasnya literasi yang digunakan untuk penulisan
makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
untuk lebih mendalami tentang Teori-teori Pendidikan Islam.
10
Op.cit.
21
DAFTAR PUSAKA
Aṭ-Ṭūsī, Nāṣir ad-Dīn, Kitāb Ādāb al-Muta’allimīn. diedit oleh Yaḥyā al-
Khassāb. Kairo: t.p., 1957.
Edwards, Paul. Encyclopedia of Philosophy. New York: Macmillan. 1967. Hal 52.
Syafiq Mughni, Muhammad dan M. Yunus Abu Bakar. Studi Aliran Filsafat
Pendidikan Islam Serta Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan
Islam. Jurnal Dirasah. Volume 5, Number 1, Februari 2022
22