Panduan Pasien Resiko Tinggi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Rumah Sakit Daerah Kalabahi memberikan pelayanan dengan berbagai variasi ke-
butuhan pelayanan kesehatan pada pasien yang digolongkan resiko tinggi kareana umur,
kondisi atau kebutuhan yang bersifat klritis. Disampaing itu bertanggung jawab melindungi
pasien usia lanjut, penderita cacat, anak-anak dan yang beresiko disakiti dari kekerasan
fisik baik oleh pengunjung, pasien lain dan staf rumah sakit. Serta pasien resiko tinggi yang
memerlukan peralatan yang komplek yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa ( diaslisis) sifat pengobatan penggunaan darah atau produk darah , atau
pemakaian obat kemoterapi.
Selain itu perlindungan pasien juga dilakukan untuk masalah keselamatan pasien, perlin-
dungan dari penyiksaan, perlindungan pada penderita cacat, kelalaian asuhan, penculikan
pada pasien bayi dan bantuan dalam kejadian kebakaran.
Proses ini dilakukan sejak pasien mulai mendaftar pada Tempat Penerimaan Pasien
Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat inap, pemeriksaan penunjang serta
di seluruh pelayanan Rumah Sakit Daerah Kalabahi. Oleh sebab itu seluruh staf Rumah
Sakit Daerah Kalabahi bertanggung jawab terhadap perlindungan pasien dari yang
memepunyai reiko tinggi dan menjamin keselamatan pasien.

2. TUJUAN
Tujuan dari perlindungan terhadap paasien yang resiko tinggi adalah :
1. Melindungi kelompok pasien yang usia lanjut, kondisi atau kebutuhan yang bersifat
kritis
2. Melindungi pasien yang menggunakan peralatan bantuan hidup lanjut dan perala-
tann yang komplek
3. Melindungi pasien yang menggunakan produk darah dan pasien yang memakai
obat tioksik seperti kemoterapi serta dializis
4. Melindungan kelompok pasien beresiko dari kekerasan fisik yang dilakukan oleh
pengunjung, staf rumah sakit dan pasien lain serta menjamin keselamatan kelom-
pok pasien beresiko yang mendapat pelayanan di Rumah Sakit Daerah Kalabahi.

1
5. Melindungi pasien dengan tindakan kemoterapi dan hemodialisa
6. Memberikan rasa aman dan nyaman dan keselamatan pasien selama mendapatkan
pelayanan di rumah sakit

3. PENGERTIAN
 Kemoterepi adalah proses pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang
bertujuan untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel–sel kanker
 Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang di sengaja atau penganiayaan secara
langsung merusak integritas fisik maupun psikologis korban, ini mencakup antara
lain tindakan memukul, menendang, menampar, mendorong, menggigit, mencubit,
pelecehan
 Hambatan adalah ketidak sesuaian antara yang seharusnya dengan apa yang
benar-benar terjadi, antara teori dan praktek,antara perencanan dan kenyataan.
 Cacat fisik adalah mereka yang tubuhnya tidak normal sehingga sebagian besar
kemampuanya untuk berfungsi di masyarakat terhambat.Dilihat dari aspek fisik
kelompok ini dibagi menjadi beberapa katagori, yaitu:
1. Tuna Netra adalah apabila mereka kehilangan daya lihatnya sedemikian rupa
sehingga tidak dapat mengembangkan potensinya.Tua Netra dibagi menjadi dua
yaitu :
2. Kurang awas (low vision) yaitu bila masih sisa penglihatan sedemikian rupa
sehingga masih dapat sedikit melihat atau masih bisa membedakan gelap dan
terang.
3. Buta (blind) yaitu apabila tidak memiliki sisa penglihatan sehingga tidak dapat
membedakan gelap dan terang.
 Ruang isolasi adalah ruangan perawatan khusus dirumah sakit yang digunakan
untuk merawat pasien dengan kondisi medis tertentu secaraterpisah dari pasien lain
(Sabra L.Katz-Wize, 2006), dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit atau
infeksi dari pasien tersebut kepada pasien lain atau kepada petugas kesehatan,
atau sebaliknya mencegah pasien tersebut tertuar infeksi lain di rumah sakit karena
daya tahannya yang rendah. Dengan demikian ruang isolasi berfungsi untuk

2
membantu memutus siklus penularan penyakit serta melindungi pasien dan petugas
kesehatan.
 Restrain adalah semua metode, fisik atau mekanik untuk membatasi pasien dari ke-
bebasan bergerak, aktifitas fisik atau akses normal pada badannya sendiri
(JCAHO,2001)
 Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi gerak atau aktifitas
fisik klien atau bagian tubuh klien
 Ventilasi mekanik adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memberikan
ventilasi atau bantuan nafas pada pasien yang mengalami kegawatan yang
berkaitan dengan kelainan paru-paru (COPD, ARDS, kelainan diluar paru-paru,
depresi nafas akibat obat atau gangguan neuromuskuler).

BAB II

3
RUANG LINGKUP

A. Lingkup Area pasien yang termasuk resiko tinggi adalah :


1. Pasien dengan usia tua, anak-anak
2. Pasien dengan gangguan bicara dan pasien koma
3. Pasien dengan tindakan hemodialisa
4. Pasien dengan terpasang peralatan ventilator
5. Pasien dengan gangguan jiwa
6. Pasien dengan terapi Kemoterapi
7. Pasien dengan terpasang restrain
B. Lingkup Area Profesi yang terlibat dalam panduan ini
1. Pelaksana panduan ini adalah tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Staf Medis
b. Staf Perawat
c. Staf Bidan
d. Staf professional lainya
2. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan Panduan Perlindungan Terhadap Kek-
erasan Pisik adalah :
a. Instalasi Rawat Jalan
b. Instalasi Gawat Darurat
c. Instalasi Intensive Care Unit
d. Instalasi Gigi Dan Mulut
e. Instalasi Rehabilitasi Medik
f. Instalasi Medical Chek Up
g. Instalasi laboratorium
h. Instalasi Radiologi
i. Instalasi Bedah Sentral
j. Instalasi Rawat Inap terdiri dari :
1. Ruang Perawatan Dewasa I
2. Ruang Perawatan Dewasa II
3. Ruang Perawatan Bedah dan Anak
4. Ruang Perawatan Kebidanan dan Penyakit Kandungan

4
5. Ruang Neonatal
6. Ruang Paviliyun I
7. Ruang Paviliyun II
8. Ruang Paviliyun III
B. Kewajiban Dan Tanggung Jawab
1. Seluruh Staf Rumah Sakit wajib memahami tentang Panduan Pasien Resiko Tinggi
2. Perawat Yang Bertugas (Perawat Penanggung jawab Pasien) Bertanggung jawab
melakukan Panduan Pasien Resiko Tinggi
3. Kepala Instalasi / Kepala Ruangan
a. Memastikan seluruh staf di Instalasi memahami Panduan Pasien Resiko Tinggi
b. Terlibat dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Panduan Pasien Resiko
Tinggi
4. Manajer
a. Memantau dan memastikan Panduan Pasien Resiko Tinggi dikelola dengan baik
oleh Kepala Instalasi
b. Menjaga standarisasi dalam menerapkan Panduan Pasien Resiko Tinggi

5
BAB III
TATA LAKSANA

I. TATA LAKSANA PADA PASIEN YANG MENDAPAT PENGOBATAN KEMOTERAPI :


A. ASESMEN PASIEN SEBELUM PEMBERIAN KEMOTERAPI
1. Periksa nama pasien, dosis obat, jenis obat, cara pemberian obat.
2. Periksa pasien, vital sign dan keadaan umum pasien.
3. Periksa Informed consent telah ditanda tangani oleh pasien.
4. Periksa ulang protocol dan program terapi yang akan diberikan, serta waktu pembe-
rian obat sebelumnya.

B. PENCAMPURAN OBAT KEMOTERAPI


1. Preparasi Pencampuran
1. Petugas tidak diperkenankan memakai perhiasan.
2. Petugas mencuci tangan dengan sabun antiseptic / handrub.
3. Melakukan cuci tangan dengan standar 6 langkah, kemudian keringkan.
4. Petugas menggunanakan kelengkapan sitostatika di ruang transisi (baju, topi,
masker, hanschoen, sepatu).
5. Petugas masuk didalam clean room
6. Menyiapkan Biological Safety Cabinet (BSC) membersihkan semua permukaan
BSC dengan alcohol 70% dari bagian atas ke bawah.
7. Menunggu lima menit untuk meneghilangkan residu.
8. Member alas sitostatika pada meja kerja.
9. Meletakkan kantong limbah disamping meja kerja (BSC).
2. Pencampuran Obat
Ampul/ vial :
a. Bacalah secara lebih perintah proses pelarut obat
b. Memilih pelarut yang cocok atau sesuai.
c. Buka pelindung dari tempat cairan.
d. Bersihkan ampul atau vial dengan alcohol 70% (tujuh puluh persen).
e. Upayakan tidak ada obat dileher ampul dengan cara menetuk-ngetuk bagian
atas ampul.

6
f. Patahkan leher ampul dengan arah menjauhi petugas.
g. Pada waktu menarik larutan dari ampul usahakan posisi 45 derajat.
h. Bersihkan kantong infuse dengan alcohol 705 (tujuh puluh persen) dan ker-
ingkan.
i. Suntikkan ke dalam kantong infuse.
j. Menutup cup botol infuse dengan sealing parafilm.
3. Sediaan Vial Kering:
a. Sediaan obat dilarutkan terlebih dahulu dengan pelatut yang sesuai sambil
memutar-mutar vial secara perlahan hingga larut sempurna.
b. Pada waktu mengangkat jarum dari vial usahakan pelan-pelan, pindahkan ujung
jarum ke udara kemudian tarik pliungger sedikit agar tetesan obat masuk kem-
bali ke syringe.
c. Pastikan tidak ada gelembung udara dalam syringe atau infuse bag.
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pencampuran kemoterapi
Tidak boleh makan atau minum ditempat pencampuran obat.
Tidak boleh mengunyah permen karet, menghisap rokok ditempat pencampuran
obat.
Tidak boleh memakai kosmetik (bersolek) ditempat pencampuran obat.
Tidak boleh menyimpan makanan dan atau minuman bersama-sama obat kemoter-
api dalam satu almari pendingin.
Pakai alat perlindungna diri secara lengkap.

C. PROSEDUR KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT DAERAH KALABAHI


1. Prinsip umum :
 Kemoterapi diberikan kepada pasien yang didiagnosa kanker oleh dokter dan
berdasarkan hasil pemeriksaan oleh dokter diperlukan untuk dilakukan kemoter-
api.
 Pengobatan untuk pasien leukemia akut dapat mencakup kemoterapi, steroid,
terapi radiasi, pengobatan dikombinasikan intensif (termasuk sumsum tulang
atau transplantasi sel induk), dan factor pertumbuhan.

7
 Apabila pasien ditentukan oleh dokter untuk radiasi / radio terapi maka pasien
tersebut di rujuk ke RSUD dr.Soetomo Surabaya untuk mendapat tindakan se-
lanjutnya.
 Prosedur pertama kali pasien kemoterapi adalah harus membawa surat pengan-
tar dari dokter, membawa hasil pemeriksaan : radiologi, laboratorium.
 Mengetahui protocol untuk kemoterapi pada pasien tersebut.
 Untuk kemoterapi berikutnya sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh dokter.

2. Protocol kemoterapi yang dilakukan di Rumah Sakit Daerah Kalabahi adalah


sebagi berikut :
1. Untuk pasien yang diagnose Ca Paru :
1. Infuse normal salin 20 tetes / menit.
2. Injeksi Difenhidramin 1 ampul (IV)
3. Injeksi Ondansentron 8 mg (IV)
4. Injeksi Ozid 40 mg (IV)
5. Injeksi dexamethason 1 amp (IV)
6. 30 menit
6. Brexel 120 mg dilarutkan dalam 250 cc Ecosol NS (cara mengoplos terlam-
pir) dibuang kurang lebih 25 cc diberikan selama 1 jam dengan menggu-
nakan infuse sel khusus.
7. Bilas NS : 20 tetes / menit selama 10 menit.
8. Karboplatin 450 mg dilarutkan dalam 500 cc NS, diberikan selama 3 jam.
10. Injeksi lasix (Forosemide) 1 amp IV
11. KCi 7,46% dalam 500 cc Ns, diberikan dalam 12 jam
12. Bilas NS, 20 tetes /menit selama 10 menit
13. Selesai
14. Selanjutnya sesuai aturan infuse harian.

II. Untuk Pasien Ca Nasofariag


1. Infus NS 20 tetes atau menit
2. Injeksi Patoxi 1 Vial (IV)
3. Injeksi Dipenhidramin 1 Amp (IV)

8
4. Injeksi Ranitidin 1 amp (IV)
5. Injeksi kalmethason 1 amp (IV)
6. 30 menit
7. Brexel 120 mg dilarutkan dalam 250 cc Acosol salin (cara mengoplos ter-
lampir)  dibuang kurang lebih 25 cc  diberikan selama 1 jam dengan
menggunakan infuse sel khusus.
8. Bilas NS : 20 tetes permenit selama 10 menit.
9. Cisplatasin 110 mg dilarutkan dalam 500 cc NS, diberikan selm=ama 3 jam
(bungkus hitam)
10. Dibilas NS: 20 tetes permenit selama 10 menit
11. Injeksi Lasix 1 amp IV
12. KCI 7,46% Selma 500 cc NS, diberikan dalam 6 jam
13. Selanjutnya infuse NS kosongan: 20 tetes permenit
14. Selesai

III. Non Hodgkin Lymphoma Colon Desendens, Mixed Small and Largecell
Stadium E. IV
1. Infuse NS 20 tetes permenit
2. Injeksi Paloxi I Vial IV
3. Injeksi kalmetason I amp (IV)
4. 30 menit
5. Injeksi Vincristin 2 mg dalam NS 10 cc, diberikan IV bolus pelan-pelan ku-
rang lebih 10 menit
6. Bilas NS 20 tetes permenit selama 10 menit
7. Cyclovid (cyclophosphamid) 800 mg dalam 200 cc NS, diberikan selama 1
jam
8. Dibilas Ns: 20 tetes permenit selama 10 menit
9. Selesai, selanjutnya mengikuti aturan infuse sebelumnya.
10. bilas NS : 20 tetees permenit kurang lebih 10 menit
11. Cyclovvid 800 mg dalam 200 cc Ns, diberikan selama 1 jam
12. Bilas Ns: 20 tetes permenit selama 10 menit
13. Selesai

9
14. Prednison tabler diminum 3 kali III (5 hari)

IV. Ca Rektum, adeno Ca Mod deff, duktus C2 post end to end anastomisis.
1. Infuse D5 %, 20 tetes / menit
2. Injeksi Narfos 8 mg 1 ampul intravena
3. Injeksi Dexamethason 1 ampul intravena
4. Injeksi rantin 1 ampul intra vena
5. 30 menit
6. Rescuvolin 300 mg dalam 500 cc D5 % diberikan selama 2 jam
7. Dibilas D5 % sisa diatas : 20 tetes permenit selama 10 menit
8. Curasil 600 mg diberikan Intra Vena bolus pelan-pelan Selama 10 menit.
9. Dilanjutkan curasil 900 mg dalam 1000 cc NS, diberikan selama 20 jam
10. Bilas NS: 20 tetes permenit selama 1setngah jam, kemudian masuk hari
ke II sama dengan yang di atas.

V. Non Hadgkin Lymphoman Pers Aorta, Mixed S & I. Cell grade, stadium II.
B
1. Infus NS : 20 tetes permenit
2. Ondansentron 8 mg intravena
3. Injeksi Kalmethason 1 amp Intra Vena
4. 30 menit
4. Injeksi vincristin 2 mg NS 10 cc, diberikan Intra Vena bolus pelan-pelan se-
lama 10 menit
5. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 10 menit
6. Efinebicin 70 mg dalam 200 cc NS, diberikan dalam 1 jam
7. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 10 menit
8. Cyclofosfamid 1 gr dalam 200 cc NS, diberikan dalam 1 jam
9. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 15 menit
10. Selesai
11. Infus dilanjutkan sesuai dengan harian

10
VI. Karsinoma Nasofaring Undifferentiated Ca, Std IV A
Hari I :
1. Infus NS 20 tetes permenit selama 1 jam
2. Injeksi Setrovel 1 ampul Vena dan injeksi dexamethasone 1 ampul Intra
Vena 30 menit
3. Cisplatin 120 mg dalam 250 cc NS, diberikan dalam 2 jam (bungkus hitam)
4. Injeksi Lasix 1 ampul Intra Vena
5. KCL 7,46% 1 flash dalam 500 NS, diberikan dalam 6 jam
6. Curasil 1000mg dalam 1000cc NS, diberikan dalam 16 jam
7. Bilas dengan NS : 20 tetes/ menit selama 10 menit
8. (tengah pemberian 5FU: Injeksi Frazon 8 mg Intra Vena)
Hari II-IV :
1. Injeksi Stroved 5mg 1 Ampul Intra Vena
2. Injeksi Dexamethasone 1 ampul Vena
30 menit
3. Curasil 1000mg dalam 1000 cc NS, diberikan dalam 22 jam
4. Bilas dengan NS : 20 tetes/ menit selama 10 menit
5. Masuk hari berikutnya.
Hari V :
1. Sama dengan hari Intra Vena ditambah Mitomycin C 12mg dalam 100 cc NS,
diberikan dalam 30 menit  bilas.
2. Selesai.

VII. Small Lymphocyt Low grade IIIB + Non Hodgkin Lymphoma CoIII dekstra
Hari I:
1. Infus NS 20 tetes permenit
2. Injeksi Grance 3 mg
3. Injeksi Kalmethasone 1 ampul 30 menit
4. Injeksi Vincristin 2 mg dalam NS 10 cc diberikan Intra Vena bolus pelan-
pelan ±10 menit.
5. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 10 menit
6. Epirubicin 80mg dalam 200cc NS selama 1 jam

11
7. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 10 menit
8. Cyclovid 1200 mg dalam 200 cc NS diberikan selama 1 jam
9. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 10 menit
10. Etoposid 200 mg dalam 200 cc NS, diberikan 1 jam
11. Selesai, selanjutnya ikut infuse harian
12. Per oral Prednison 3 kali 4 tab (5 hari)
Hari II-III
1. Infus NS 20 tetes permenit
2. Injeksi Ondansentron 8 mg intra vena
3. Injeksi Kalmethasone lamp Intra Vena 30 menit
4. Etoposid 159 mg dalam 200 cc NS, diberikan dalam 1 jam
5. Bilas NS 20 tetes permenit – 10 menit

D. PENANGANAN OBAT SITOTOKSIK SECARA AMAN (APD PETUGAS)


1. Selalu menggunakan sarung tangan rangkap (double), atau sarung tangan yang
khusus didesain untuk kemoterapi, ketika menangani (meyiapkan atau memberikan)
agen kemoterapi. Sarung tangan tebal, panjang yang menutup bagian lengan gaun
lebih direkomendasikan. Pastikan sarung tangan tidak tertusuk, terobek atau terpo-
tong. Sarung tangan harus dibuang setiap kali penggunaan, ketika penyiapan agen
kemoterappeutik atau kontaminasi dengan produk (agen kemoterapeutik).
2. Alat pelindung lain seperti kaca mata pelindung (Protective eye goggles), penggu-
naan gaun panjang (long-sleeved smock) sekali pakai, harus digunakan untuk
memaksimalkan keamanan (maximum safety). Hanya menggunakan spuit dengan
jarum yang dapat ditarik kembali (retractable needles).
3. Ketika terjadi percikan, semburan, atau semprotan bertekanan tinggi (aerosol),
faceshields (pelindung wajah), digunakan untuk mencegah kontak dengan mata,
mulut, dan hidung.

E. MANAJEMEN EFEK SAMPING OBAT SITOTOKSIK


Sel kanker pada organ tubuh manusia terdiri dari jaringan dan sel tubuh yang berubah
atau mutasi menjadi ganas dan membelah terus tidak terkendali dan menjadi besar,

12
merusak, jaringan sekitarnya dan akhirnya menyebar, bersarang di organ lain dan men-
gulangi pertumbuhan seperti tempat semula. Sel kanker inilah yang menjadi target obat
kemoterapi.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pembe-
rian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita
berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, factor nutrisi dan psikologis juga
mempunyai pengaruh bermakna.
Kemoterapi anti kanker akan menyebabkan sel kanker serta beberapa jenis sel sehat
yang juga sedang mebelah atau tumbuh mengalami kerusakan. Namun sel kanker
akan mengalami kerusakan lebih parah disbanding kerusakan pada sel sehat. Setelah
beberapa periode 1 sampai 3 minggu sel sehat pulih dan sel kanker juga akan pulih
kembali namun mengalami kerusakan berarti sehingga atas dasar inilah obat anti
kanker dipergunakan. Untuk mencegah kerusakan permanen dari sel sehat, obat
kanker tidak bisa diberikan sekaligus 4 sampai 8 siklus. Hal ini dimaksudkan untuk
memulihkan sel sehat. Di lain pihak berangsur mengecilkan kanker sehingga akhirnya
sel kanker menjadi sangat kecil tidak terlihat lagi dan bisa dihancurkan dengan sinar
atau dihilangkan dengan operasi. Secara umum obat kanker mempunyai akibat ter -
hadap sel kanker yang sedang membelah itu, namun sel sehat yang cepat membelah
pun termasuk kena akibat anti kanker tersebut.
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek samping segera terjadi (Immediate Side effects) yang timbul dalam 24 jam per-
tama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Earluy Side Effects) yang timbul dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netropenia dan stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi beberapa belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam beber-
apa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.

Berikut ini dijelaskan mengenai penanganan efek samping obat sitostatika yang
mungkin terjadi pada pasien :

13
1. Perubahan Indra Pengecap
Penanganannya :
a. Hindari makanan yang pahit
b. Makan makanan yang lunak berprotein
c. Tes pengecapan
2. Infeksi Mulut dan Lambung
Penanganannya :
a. Pemeriksaan gigi 14 hari sebelum kemoterapi pertama dan setelah kemoterapi
b. Jaga bibir tidak kering
c. Hindari rokok dan alkohol
d. Hindari makanan yang terlalu panas, banyak mengandung zat kimia
e. Bersihkan gusi dan gigi dengan sikat yang lembut untuk menghindari pendara-
han gusi, sedikitnya 4x sehari (sesudah makan dan menjelang tidur).
f. Gunakan pasta gigi yang mengandung fluorida tapi tidak mengandung zat-zat
yang bersifat abrasif.
g. Jika anda terbiasa membersihkan gigi dengan benang gigi (dental floxs),
bersihkan sela-sela gigi dengan hati-hati setiap hari.
3. Mual dan muntah
a. Jika mual hanya terjadi di antara waktu makan, pasien dianjurkan makan lebih
sering dalam porsi kecil
b. Jika sedang mual, bersikaplah rileks dan bernafas dalam-dalam
c. Pemberian obat antimual.
4. Susah Buang Air Besar
Penanganannya :
a. BAB secara teratur
b. Minum jus buah atau makan buah
c. Minum air (hangat)
d. Makan yang mengandung serat
e. Tingkatkan aktivitas fisik
5. Diare :
Penanganannya :

14
a. Hindari makanan yang mengiritasi lambung, banyak mengandung gas, dan
minuman yang mengandung kafein
b. Minum 3 liter perhari
c. Makan sedikit tapi sering
d. Hindari susu atau produk susu
6. Kerontokan Rambut
Penanganannya :
a. Selama periode terapi sebaiknya kenakan topi lebar yang lembut atau kerudung
dari bahan katun. Jika ingin mengenakan wig, pastikan bagian tepinya tidak
menggesek kulit.
b. Meminimalkan penggunaan hair dyer
c. Konsumsi makanan yang mengandung tinggi karbohidrat, mengandung tinggi
protein, mengkonsumsi suplemen atas vitamin nutrisi.

F. MANAJEMEN TUMPAHAN OBAT SITOTOKSIK


1. Membersihkan tumpahan obat yang volumenya kurang dari 5 ml
a. Jika cair (Liquid) harus dibersihkan menggunakan kasa penyerap kering. Jika
bentuknya padat (solid) harus diusap menggunakan kasa penyerap yang basah.
Lalu dekontaminasi area menggunakan cairan khusus obat kemoterapi misalnya
sodium carbonate selama 30 menit atau methanolic potasium hydroxide (30% IN
KOH and 70% methanol) selama 5 menit.
b. Perhatian : KOH bersifat korosif sehingga petugas harus menggunakan pelin-
dung mata dan sarung tangan yang resisten terhadap bahan kimia.
c. Anggap barang atau mineral berbahaya yang telah terkotaminasi obat atau kasa
yang digunakan tadi sebagai material berbahaya karena telah kontak dengan
obat kemoterapi.
d. Area yang terkena percikan atau tumpukan harus dibersihkan sebanyak tiga kali
menggunakan cairan deterjen.
e. Setiap pecahan gelas (bila vial obat pecah) harus diambil menggunakan skop
kecil, jangan menggunakan tangan dan buang ditempat khusus untuk obat ke-
moterapi.
2. Membersihkan tumpahan obat yang volumenya lebih dari 5 ml:

15
a. Ketika tumpahan luas atau yang banyak terjadi area harus diisolasi dan percikan
harus dihindari.
b. Semua anggota yang bertanggung jawab menumpahkan obat harus menggu-
nakan gaun sekali pakai (disposable gowns), sarung tangan stirile rangkap dua
(double nutrile gloves), alat bantu nafas bila obat dalam kondisi bubuk dan untuk
mencegah inhalasi.
c. Hubungi bagian khusus rumah sakit, untuk penanganan dan pembersihan
tumpahan obat dengan alat khusus.
d. Tutp area tumpahan dengan kasa penyerap khusus, jika obat dalam kondisi ser-
buk tutup menggunakan kasa basah
e. Jika jumlah obat yang tumpah banyak (1 vial tumpah seluruhnya) masukkan
barang atau material yang terkontaminasi ke dalam biosafety cabinet atau funie
hood dan bagian seluruh ruangan perlu didekontaminasi.

G. MANAJEMEN EKSTRAVASASI OBAT


Obat-obat sitostatika banyak yang diberikan secara intravena baik secara bolus
maupun drip. Karena obat ini bersifat karsinogenik maka perlu penanganan yang aman
dalam pemberian kemoterapi. Yang paling ditakutkan bila terjadi ekstravasari yaitu ma-
suknya obat ke jaringan yang dapat merusak jaringan, hal ini dapat menimbulkan keti -
daknyamanan dan merugikan pasien. Oleh karena itu pemberian obat sitostatika harus
diberikan oleh perawat yang telah mendapat pengetahuan dan keterampilan mengenai
kemoterapi.

Ekstravasasi adalah terjadinya infiltrasi obat kemoterapi yang vesikan atau irisan dari
vena ke jaringan sekitarnya.
Vesika adalah obat kemoterapi yang mengekibatkan kerusakan jeringan, misalnya obat
daunoruivicin, doxorubicin, epirubicin, vinblastin, diacarbazine, dactinomysin.
Iritan adalah obat kemoterapi yang menyebabkan rasa sakit pada lokasi penusukan
sepanjang vena dengan atau tanpa inflamasi, misalnya obat etoposide, carmustine.
Faktor-faktor risiko terjadi ekstravasasi :
1. Kelemahan vena, muda pecah dan diameter kecil
2. Integritas vaskuler berkurang sehingga elastisitas berkurang

16
3. Edema
4. Trauma penusukan kanul
5. Bekas penusukan radiasi
6. Jenis kanul
7. Konsentrasi obat sitostatika
8. Jumlah obat ternfiltrasi
9. Lama jaringan terkena infiltrasi obat
10. Ketidakmampuan pasien berkomunikasi.

Pencegahan ekstravasasi
1. Oplos obat dengan jumlah pelarut yang sesuai
2. Gunakan vena yang tepat (lurus, lembut, tidak pada daerah pergelangan, fossa an-
tekubiti)
3. Hidari penusukan kanul berulang pada tempat yang mudah terlihat
4. Gunakan penutup area punusukan kanul yang mudah terlihat
5. Cek kepatenan vena dengan cairan fisiologis sebelum pemberian obat.
6. Observasi daerah yang diinfus selama pemberian obat
7. Komunikasi selama pemberian terutama via bolus
8. Lakukan pembilasan setiap pemberian obat.
Gejala ekstravasasi dibedakan menjadi :
1. Gejala ekstravasasi segera
Pasien mengeluh rasa terbakar, perubahan pada kulit manjadi merah muda atau
merah menyala
2. Gejala ekstravasasi setelah beberapa minggu
Perubahan kulit makin nyata, terjadi pengerasan, rasa panas makin meningkat.
3. Gejala ekstravasasi setelah beberapa minggu berikutnya
Luka nekrotik kadang sampai perlu pembedahan, ulkus yang melebar
4. Kemungkinan kerusakan permanen
Komplikasi jangka panjang akibat dari penebalan jaringan nekrotik merusak struktur
persarafan dan pembuluh darah.

Penanganan ekstravasasi :

17
1. Stop infus, kanul jaringan dicabut
2. Aspirasi darah dari kanul
3. Aspirasi jaringan subcutan apabila memungkinkan
4. Beri antidote sesuai obat sitostatika secara intravena
5. Cabut canul
6. Beri antidote sesuai dengan obat sitostatika secara subcutan dengan jarum 1 ml
searah jarum jam
7. Hindari perabaan pada area ekstravasasi
8. Lakukan pemotretan untuk dokumentasi
9. Berikan kompres dingin, kecuali vincristin kompres hangat
10. Istirahat ekstremitas dan tinggikan selama 48 jam
11. Observasi secara teratur terhadap rasa nyeri, bengkak, kemerahan, keras atau
nekrosis
12. Beri terapi anti nyeri
13. Lakukan dokumentasi, tanggal, waktu, jenis vena, ukuran kateter, berapa kali
penusukan, urutan pemberian obat, jumlah, keluhan pasien, tindakan yang di-
lakukan, keadaan area ekstravasasi, lapor dokter.

Daftar Obat Kemoterapi Vesikan dan Antidote

No. Nama Obat Antidote

1. Alkydoting Agent 1. Larutan 1,6 cc Thisulfat 25% dengan 8,4 cc


1. Chlorambucil aquadest steril, suntikan 1-4 cc secara intravena
2. Mephalan dan subcutan ke area ekstravasasi.
3. Busulfan 2. Beri kompres dingin
4. Cyclop
5. Ifosfamide

2 Antibiotik 1. Hidrokortisom (wydase) 150 unit/cc ditambah


1. Dacarbazine 1cc NaCL, suntikan 1 sampai 6 cc subcutan, beri
2. Daunorubicin kompres hangat
3. Doxorubicin 2. Dexametason 4mg/cc disuntikkan 0,5cc intra-

18
4. Epirubicin vena dan 0,5 cc subcutan, beri kompres dingin
5. Idarubicin 3. Topical DMSO (Dimethyl Sulfoxide ) 1-2 ml dari
6. Mitomycin mmol DMSO 50%-100%

3. Vinca Alkaloid 4. Hidrokortisom (wydase) 150 unit/cc ditambah


1. Viablastin 1cc NaCL, suntikan 1 sampai 6 cc subcutan
2. Vincristin 5. Beri kompres hangat

4. Lokal antidote 1. Pendingin topical : ice packs


1. Daunorubicin 2. Pendinginan dengan air mengalir cryogel packs
2. Doxorubicin 3. Toleransi pasien terhadap pendinginan selama
3. Mitomycin 24 jam dan istirahatkan ekstremitas 24 sampai
48 jam

H. MANAJEMEN ANAPHYLAXIS
Secara umum terapi anafilaksis bertujuan;
1. Mencegah efek mediator
a. Menghambat sintesis dan pelepasan mediator
b. Blokade reseptor
2. Mengembalikan fungsi organ dari perubahan patofisiologik akibat efek mediator
Penanganan syok anafilaktik
1. Terapi medikamentosa
Progonis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnosis dan pen-
gelolanya
a. Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik. Dosis dan cara pem-
berianya ; 0,3 – 0,5 ml adrenalin dari larutan 1 ; 1000 diberikan secara intra-
muskuler yang dapat diulangi 5 – 10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan,
mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara in-
tramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara intravena setelah 0,1 – 0,2 ml
adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCL fisiologis, diberikan perla-
han-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik

19
karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada
kuli, sehingga absorbsi obat tidak terjadi.
b. Aminofilin dapat diberikan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang
dengan pemberian adrenalin, Aminofilin 250 mg diberikan perlahan-lahan se-
lama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drip influs bila di-
anggap perlu.
c. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Ke-
dua obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, sebab kedu-
anya hanya mampu menetralkan chemical mediators yang lepas dan tidak
menghentikan produksinya. Dapat diberikan setelah gejuala klinik mulai mem-
baik guna mencegah komplikasi selanjutnya berapa serum sickness atau pro-
loged effect. Antihistamin yang biasa digunakan setelah difenhidramin HCL 5 -20
mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5 – 10
mg IV atau hidrokorrisoa 100 – 250 mg IV.

2. Terapi Suportif
Terapi atau tindakan supportif sama pentingnya dengan terapi medikamentosa dan
sebaliknya dilakunan secara bersamaan.
a. Pemberian Oksigen
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi, pemberian O2 3-5 liter/
menit harus dilakukan. Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi
atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan
b. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal
dengan kursi) akan membantu menaikkan venous return sehingga tekanan
darah ikut meningkat.
c. Pemasangan infuse.
Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap
rendah maka pemasangan infuse sebaiknya dilakukan. Cairan plasma expander
(dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler se-
cepatnya. Jika ciran tersebut tak tersedia, ringer laktat atau NaCl fisiologis dapat
dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infuse sebaiknya diperta-
hankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.

20
d. Resusitasi Jantung Paru
Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest ) maka prosedur resusitasi
kardiopulmoner segera harus dilakukan

I. MANAJEMEN LIMBAH SITOTOKSIK


Sesuai KepMenkes RI nomer 1204 tahun 2004, limbah sitotoksik diperlukan sebagai
berikut :
a. Limbah sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan
(land fill) atau saluran limbah umum.
b. Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan penghasil atau
distributornya, insinerasi pada suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum
dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke dis-
tributor apabila tidak ada incinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut su-
dah kadaluarsa atau tidak lagi dipakai.
c. Insenerasi pada suhu tinggi sekitar 1200C dibutuhkan untuk menghancurkan semua
bahan sitotoksik yang berbahaya ke udara.
d. Insenerator pirolitik dengan dua tungku pembakaran apada suhu 1200C dengan
minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1000C dengan awaktu tinggal 5 detik di-
tungku kedua sangat cocok untuk behan ini dan dilengkapi dengan penyaringan
debu.
e. Insenerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih gas. Insenerator
juga memungkinkan dengan rotary kiln yang didesain untuk dekompensasi panas
limbah kimia yang beroperasi dengan baik pada suhu diatas 850C.
f. Insenerator dengan satu tungku atau pembakaran terbuka tidak tepat untuk pem-
buangan limbah sitotoksis.
g. Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksis menjadi senyawa tidak
beracun dapat digunakan tidak hanya untuk residu obat tapi juga untuk pencucian
tempat urin, tumpahan dan pakaian pelindung.
h. Cara kimia relatif mudah dan aman meliputi oksidasi oleh kalim permanganate
(KMnO4) atau asam sulfat (H2SO4) penghilang nitrogen dengan asam bromide
atau reduksi dengan nikel dan aluminium.

21
i. Insenerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi yang sempurna untuk
pengelolaan limbah, tumpah atau cairan biologis yang terkontaminasi agen antineo-
plastik. Oleh karena itu rumah sakit harus berhati-hati dalam menangani obat sito-
toksik.
j. Apabila cara insenerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulasi dapat
dipertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.
J. Hal- Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan
a. Spuit : Vol spuit yang digunakan untuk pengambilan adalah dua vol sediaan
yang diambil
b. Jarum : Gunakan jarum no.18 pada waktu menarik larutan dari vial, supaya pe-
narikannya mudah
c. Tekanan : Pada waktu pengambilan obat dari vial, supaya tarikannya tidak berat
maka dibuatkan tekanan negatif
d. Dosis : Sebelum melakukan pencampuran jangan lupadosis obat yang diminta
dihitung kembali
e. Pelarut : Pelarut yang digunakan harus sesuai, perhatikan cara melarutkan sedi-
aan ( dikocok pelan atau tidak)
f. Wadah : Sediaan yang harus terlindung cahaya, dimasukkan dalam kantong
plastic hitam.
g. Expire data sediaan : adalah stabilitas sediaan obat setelah direkonstitusi den-
gan pelarut yang sesuai contoh :
a. Meropenem stabilitasnya 12 jam
b. Ampicillin stabilitasnya 4 jam
c. Amox-clav stabilitasnya 15 jam
d. Dexetacell stabilitasnya 4 jam
e. Cicloposphamide stabilitasnya 4 jam
f. Daunorobicin stabilitasnya 24 jam
II. TATA LAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK :
1. Tata Laksana Dari Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik Pada Pasien Seba-
gai Berikut
a. Staf melakukan proses identifikasi pasien beresiko melalui pengkajian secara
terperinci.

22
b. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh pasien :
c. Petugas di masing-masing unit pelayanan bertangggung jawab untuk menga-
mankan kondisi dan memanggil dokter medis untuk menilai kebutuhan fisik dan
psikologis pasien dengan mengesampingkan masalah medis pasien tersebut.
d. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh staf rumah sakit :
e. Perawat/Bidan/Paramedis lain di masing-masing unit pelayanan menegur staf
tersebut dan melaporkan insiden tersebut kepada kepala bidang terkait untuk dip
roses lebih lanjut.
f. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh pengunjung :
g. Staf bertanggung jawab dan memiliki wewenang untuk memutuskan diper-
bolehkan atau tidak pengunjung tersebut memasuki area Rumah Sakit Daerah
Kalabahi.
h. Monitoring setiap lobby, koridor rumah sakit, unit rawat inap, rawat jalan maupun
di lokasi terpencil atau terisolasi dengan pemasangan kamera CCTV (Closed
Circuit Television) yang terpantau oleh petugas keamanan selama 24 (dua puluh
empat) jam secara terus-menerus
i. Setiap pengunjung rumah sakit selain keluarga pasien meliputi : tamu rumah
sakit, detailer, pengantar obat atau barang dan lain-lain wajib melaporkan ke
petugas informasi dan wajib memakai kartu visitor.
j. Pemberlakuan jam berkunjung pasien :
k. Senin – Minggu :
l. Pagi : jam 10.00 – 13.00 WIB / Sore : jam 16.00 – 20.00 WIB.
m. Petugas keamanan berwenang bertanya pada pengunjung yang mencurigakan
dan mendampingi pengunjung tersebut sampai ke pasien yang dimaksud.
n. Petugas/staf terkait wajib melapor kepada petugas keamanan apabila men-
jumpai pengunjung yang mencurigakan atau pasien yang di rawat membuat
keonaran maupun kekerasan, maka petugas keamanan mengunci akses pintu
penghubung antar unit pada pukul 22.00 WIB.
o. Pengunjung di atas pukul 22. 00 WIB wajib lapor dan menulis identitas pengun-
jung pada buku tamu petugas keamanan.

23
2. Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan ke-
sadaran :
Pasien Rawat Jalan
 Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai ke
tempat periksa yang di tuju dengan memakai alat bantu yang diperlukan.
 Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien saat dilakukan
pemeriksaan sampai selesai.
Pasien Rawat Inap
3. Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kantor per-
awat.
4. Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur
5. Perawat memastiak bel pasien mudah di jangkau oleh pasien dan dapat digu-
nakan
6. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga sendiri atau oleh pi-
hak yang di tunjuk dan dipercaya.

3. Tata laksana perlindungan terhadap penderita cacat :


 Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat
baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong sesuai
dengan kecacatan yang di sandang sampai proses selesai dilakukan.
 Bila diperlukan, perawat meminta pada pihak keluarga untuk menjaga pasien
atau pihak lain yang di tunjuk sesuai kecacatan yang di sandang.
 Memastikan bel pasien mudah di jangkau oleh pasien dan memastikan pasien
dapat menggunakan bel tersebut.
 Perawat memasang dan memastikan pengaman tempat tidur pasien.

4. Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak :


a. Ruang perinatologi harus di jaga minimal satu orang perawat atau bidan, ruan-
gan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
b. Perawat meminta pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila akan di-
lakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
c. Perawat memasang pengaman tempat tidur pasien.

24
d. Pemasangan CCTV di ruang perinatologi untuk memantau setiap orang yang
keluar masuk dari ruang tersebut.
e. Perawat memberikan bayi dari ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung
bayi bukan kepada keluarga yang lain.

5. Tata laksana perlindungan terhadap pasien yang beresiko dissakiti (resiko


penyiksaan, napi, korban dan tersangka tindak pidana, korban kekerasan
dalam rumah tangga) :
a. Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor per-
awat.
b. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di kantor
perawat,berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu ka-
mar perawatan dengan pasien beresiko.
c. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi per-
awatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
d. Koordinasi dengan pihak berwajib apabila diperlukan.

6. Daftar kelompok pasien beresiko adalah sebagai berikut :


a. Pasien dengan cacat fisik dan cacat mental.
b. Pasien usia lanjut.
c. Pasien bayi dan anak- anak
d. Korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)/
e. Pasien napi, korban dan tersangka tindak pidana.

III. TATA LAKSANA MENGATASI HAMBATAN KARENA KETERBATASAN PISIK


Upaya-upaya dalam mengatasi hambatan pelayanan karena keterbatasan fisik
a. Pasien dengan gangguan sensoris Pendengaran :
1. Orientasikan kehadiran anda dengan cara menyentuh pasien atau
memposisikan diri di depan pasien.
2. Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan pasien membaca gerak bibir.

25
3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan pasien dan pertaankan
sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
4. Jangan melakukan pembicaraan ketika sedang mengunyah sesuatu.
5. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana dan
wajar.
6. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila petugas mampu dan
diperlukan.
7. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan
pesan
dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
b. Pasien dengan gangguan Penglihatan :
1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat pasien bila mengalami
kebutaan parsial atau sampaikan pesan secara verbal keberadan perawat
ketika berada didekatnya.
2. Identifikasi diri Petugas dengan menyebut nama dan peran.
3. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi pasien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual.
4. Terangkan alasan petugas menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum
melakukan sentuhan ke psien.
5. Informasikan kepada pasien ketika akan meninggalkanya/memutus
komunikasi.
6. Orentasikagunakann pasien dengan suara-suara yang terdengar di
sekitarnya.
7. Orentaikan pasien pada lingkunganya bila pasien dipindah ke
lingkungan/ruangan yang baru.
c. Pasien dengan gangguan Wicara :
1. Perhatikan mimik dan gerak bibir pasien.
2. Memperjelas kata-kata yang diucapkan pasien dan mengulang kembali.
3. Batasi topik pembicaraan.
4. Suasana rilek dan pelan.
5. Bila perlu gunakan bahasa tulisan atau simbol.
Pasien dengan kelainan anggota tubuh

26
Pada pasien yang memiliki keterbatasan atau kekurangan dalam kesempurnaan
tubuh, selama proses pelayanan diperlukan alat khusus penopang tubuh
misalnya kursi roda, kaki dan tangan buatan.

2. Upaya mengatasi hambatan pelayanan karena perbedaan kultur/budaya


a. Menyadari adanya perbedaan budaya antara pasien dan petugas
b. Bila ragu bertanya dan jangan mengasumsikan kesamaan
c. 3.Jangan menggeneralisasikan atau mengasumsikan perbedaan dalam satu
kelompok tidak penting
d. Ingatlah bahwa makna ada pada orang bukan pada kata-kata atau gerak-gerik
e. Ingatlah akan adat kebiasaan budaya yang berlaku dalam konteks komunikasi
f. antar budaya
g. Hindari evaluasi negatif terhadap perbedaan kultur, baik secara verbal maupun
non verbal
h. Bersikaplah terbuka terhadap perbedaan yang ada

Upaya mengatasi hambatan pelayanan karena berbedaan bahasa


Pasien yang mengalami hambatan komunikasi selama proses pelayanan akan
dibantu oleh staf rumah sakit sesuai sumber daya yang tersedia
Adapun nama staf rumah sakit yang berkompeten adalah sebagai berikut
NO NAMA PEGAWAI BAHASA UNIT KERJA
1. Khusnul Fathoni, S.Kep, Ns Bhs Inggris Bidang pemasaran
2. Ach Rifai, S,Kep, Ns Bhs Inggris Bidang keperawatan
3. Riesmiati Syabariah, Bhs Madura Bidang keperawatan
4. S,Kep ,Ns Bhs Madura Ruang Paviliun I
5 Uswatun Khasanah, Amd Bhs Kromo TPPRI
Keb Inggil
Ambar Lasih, AMK

4. Upaya mengatasi hambatan pelayanan karena lansia


Sediakan waktu yang lebih panjang

27
Siapkan lingkungan yang nyaman dengan cara mengurangi kebisingan bila perlu
atur tempat duduk yang berhadapan
Dengarkan dengan aktif dan penuh perhatian
Berbicaralah pelan, jelas dan cukup terdengar
Gunakan kata – kata yang sederhana dan pendek

IV. TATALAKSANA PERAWATAN PASIEN PENYAKIT MENULAR


Ruang isolasi adalah ruangan perawatan khusus dirumah sakit yang digunakan
untuk merawat pasien dengan kondisi medis tertentu secaraterpisah dari pasien lain
(Sabra L.Katz-Wize, 2006), dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit atau infeksi
dari pasien tersebut kepada pasien lain atau kepada petugas kesehatan, atau sebaliknya
mencegah pasien tersebut tertuar infeksi lain di rumah sakit karena daya tahannya yang
rendah. Dengan demikian ruang isolasi berfungsi untuk membantu memutus siklus
penularan penyakit serta melindungi pasien dan petugas kesehatan.
a. Fasilitas perawatan Isolasi di Rumah Sakit Daerah Kalabahi
a) Ruang isolasi yang terdapat di Rumah Sakit Daerah Kalabahi adalah ruang
isolasi bertekanan standar atau bertekanan normal. Ruang isolasi ini dapat
digunakan oleh pasien – pasien yang menular secara droplet atupun kontak.
b) Ruang isolasi di Rumah Sakit Daerah Kalabahi dilengkapi dengan kamar mandi
di dalam dan sarana cuci tangan serta exhaust fan.
c) Sedangkan untuk pasien yang kritis yang memerlukan perawatan intensif
sekaligus memerlukan perawatan isolasi, intensive care unit (ICU) menyediakan
sebuah ruang perawatan isolasi yang dilengkapi dengan pengaturan udara dan
hepa filter, sehingga dapat diatur untuk ruang isolasi bertekanan negatif , bagi
pasien-pasien menular, ataupun diatur sebagai ruang isolasi bertekanan posistif
untuk pasien Immuno Compromised yang rentan tertular oleh infeksi lain.
b. Indikasi Perawatan Isolasi di Rumah Sakit Daerah Kalabahi.
a) Ruang isolasi di Rumah Sakit Daerah Kalabahi diindikasikan untuk pasien
menular secara droplet (seperti : chiken pox, tuberculusis, mumps, rubella,
bacterial maningitis, dan sebagainya) atau kontak (seperti: impertigo, warts,
sypilis, dan sebagainya.)

28
b) Penularan secara droplet adalah penularan melalui percikan ludah saat bicara,
bersin atau batuk. Biasanya sifat patogen mikroorganisme penyebabnya tidak
cukup infeksius dalam jarak yang lebih jauh, maka pengaturan udara dan
ventilasi secara khusus tidak terlalu diperlukan untuk pencegahan penularannya.
c) Penularan secara kontak
d) Droplet precaution dan contack precaution ditujukan untuk pencegahan
transmisi pathogen yang disebar melalui sekret udara nafas atau kontak dengan
selaput lendir pernafasan, misalnya dengan penerapan hand hygiene,
penggunaan APD yang tepat, serta prosedur penempatan paien yang tepat.
e) Ruang isolasi di Rumah Sakit Daerah Kalabahi tidak cukup memadai untuk
perawatan pasien dengan airbone infection. kasus airbone yang dapat dirawat
di ruang isolasi di rumah sakit misalnya : Varicella / chikenpox, meales,
tuberculosis.
f) Pasien dengan khasus airbone yang fatal : seperti SARS, flu burung / avian
influenza, yang mungkin ditemukan di rumah sakit, akan dirujuk ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas yang lebih seperti Rumah sakit RSUD dr Sutomo
Surabaya , dengan tetap melakukan kewaspadaan transmisi.
g) Untuk kasus HIV/AIDS yang ditemukan di Rumah Sakit Daerah Kalabahi
ditetapkan untuk dirujuk ke rumah sakit yang sudah di tunjuk oleh Kementrian
Kesehatan sebagai klinik VCT, yaitu RSUD Gresik, RSUD dr Sutomo Surabaya .
c. Pelaksanaan kewaspadaan standar dan kewaspadaan isolasi pada pasien
isolasi
Petugas kesehatan harus melaksanakan kewaspadaan standar dan kewaspadaan
isolasi secara tepat dan disiplin dalam melaksanakan pasien isolasi :
a) Petugas harus melakukan perosedur cuci tangan setiap kali sebelum dan
sesudah memasuki ruangan isolasi
b) Petugas harus menggunakan APD pada saat melakukan tindakan perawatan/
tindakan kedokteran kepada pasien-pasien isolasi (misalnya : masker, sarung
tangan skort).
c) Pasien menular secara doplet/ airbone yang harus ditransfer ke unit pelayanan
lain harus menggunakan masker selama proses tranfer.
d. Prosedur pembersihan kamar isolasi setelah digunakan

29
a) Kamar isolasi wajib dibersihkan secara rutin dua kali sehari sesuai dengan
prosedur pembersihan ruangan isolasi
b) Pembersihan kamar isolasi dilakukan terakhir kali setelah semua ruang perawatan
lain dibersihkan.
c) Petugas yang membersihkan kamar isolasi harus menggunakan APD lengkap.
d) Pembongkaran kamar isolasi harus dilakukan setiap kali kamar isolasi selesai
digunakan , sebelum digunakan oleh pasien yang lain, sesuai prosedur yang telah
ditetapkan.
e) Setelah pembongkaran, sterilisasi ruang dengan lampu ultraviolet dapat
digunakan di kamar isolasi untuk mengurangi transmisi patogen melalui
kemampuan lampu ultraviolet melakukan surface sterilisasi.
e. Pengaturan penempatan pasien
a) Pengaturan penempatan pasien adalah komponen penting dalam kewaspadaan
isolasi. Ruangan khusus penting untuk mencegah transmisi direk-indirek kontak
khususnya jika pasien memiliki kebiasaan kebersihan yang buruk, potensial
mengkontaminasi lingkungan, atau tidak dapat diharapkan dapat mendukung
upaya pengendalian infeksi dalam rangka tranmisi mikroorganisme (misalnya
pasien bayi, anak-anak, pasien dengan perubahan status mental).
b) Pasien yang potensial mentrasmisikan mikroorgnisme patogen secara droplet /
kontak diletakkan di ruang perawatan khusus/ isolasi yang dilengkapi dengan
fasilitas cuci tangan dan kamar mandi, untuk mengurangi kemungkinan transmisi
mikroorganisme.
c) Jika ruang perawatan khusus tidak tersedia, pasien infeksi hendaknya
ditempatkan dengan pasien yang sejenis (kohorting). Pasien yang terinfeksi oleh
mikroba yang sama,dapat ditempatkan dalam ruang perawtan yang sama, untuk
mencegah agar mereka tidak terinfeksi oleh mikroorganisme yang lain, dan
kemungkinan terjadi terinfeksi oleh mikroorganisme yang sama menjadi minimal.
d) Alternatif lain adalah dengan melakukan pengumpulan pasien-pasien yang
sejenis. Ini sangat membantu pada keadaan KLB atau keterbatasan ruang
perawatan khusus. Apabila keduanya tidak memungkinkan dilaksanakan (isolasi/
kohorting), sangat penting untuk mendiskusikan epidemiologi penyakit dan mode

30
transmisi penyakit dengan para ahli pengendalian infeksi, atau setidaknya
dengan tim PPIRS.
f. Transportasi pasien isolasi
Batasi perpindahan dan pergeseran pasien infeksius, khususnya pasien terinfeksi
mikroorgnisme yang virulen dan penting secara epidemiologi.
Pastikan bahwa pasien meninggalkan ruang perawatannya hanya oleh karena
indikasi yang kuat dan esensial, untuk mengurangi kemungkinan transmisi penyakit.
Dalam melakukan tranportasi pasien, penting untuk diperhatikan.:
a) APD yang lengkap sesuai indikasi (masker, gaun/apron) dikenakan pada pasien
untuk menurunkan kemungkinan trasmisi kepada pasien lain, petugas
kesehatan, pengunjung rumah sakit, serta kontaminasi terhadap lingkungan.
b) Petugas kesehatan di unit yang dituju harus mendapatkan informasi terhadap
kedatangan pasien infeksius tersebut,dan langkah pencegahan yang harus
dilakukan sehubungan dengan transmisi penyakitnya.
c) Kepada pasien harus di informasikan langkah/ atau tindakan apa yang dapat
dilakukan untuk membantu mencegah transmisi penyakit yang dideritanya
kepada orang lain.

V. TATA LAKSANA PENGGUNAAN ALAT RESTRAIN


1. Prinsip Penggunaan Alat Pengikat
Dengan menggunakan alat pengikat (restrain) harus memperhatikan hal-hal berikut
ini:
a. Alat pengikat ini digunakan hanya jika diperlukan pada keadaan dimana pasien
berpotensial membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.
b. Petugas harus memikirkan bahwa kemungkinan perilaku agresif atau tindak kek-
erasan yang dilakukan oleh pasien merupakan gejala-gejala akibat kondisi
pasien misalnya trauma kepala, minum-minuman beralkohol, penggunaan
psikotropika, gangguan metabolik, stress dan gangguan kejiwaan.
c. Penggunaan alat pengikat harus diikuti dengan pengawasan yang adekuat pada
tanda-tanda vital dan tidak diperbolehkan membatasi kemampuan bernafas
pasien atau menekan sistem vaskuler atau saraf.

31
d. Peralatan pengikat harus berlapis kulit atau bahan lembut, seperti sabuk penga-
man.
e. Pada tulang yang menonjol diberikan bantalan.
f. Ikatan harus muda dibuka.
g. Lepaskan ikatan 2-4 jam sekali, obsevasi kondisi kulit, latihan ROM, rawat luka.
h. Usahakan ikatan tidak menarik perhatian, dapat membuat malu klien.
i. Dampingi klien selama pengikatan (Support Emosi)

2. Yang berwewenang untuk menentukan keputusan penggunaan restrain


adalah:
a. Dokter penanggung jawab pasien
b. Penggunaan restrain dengan persetujuan keluarga pasien melalui infomrt con-
sent.
c. Yang melaksanakan pemasangan restrain adalah perawat yang bertugas pada
shift jaga tersebut, dimana pasin diputuskan untuk menggunakan restrain oleh
dokter. Dokter penanggungjawab pasien.
3. Tata Laksana Penggunaan Alat Pengikat.
Ada bermacam-macam teknik dalam penggunaan alat pengikat, antara lain:
a. Teknik Jaket atau Vest Restraint
Bentuk restrain yang diaplikasikan pada badan pasien, diletakkan diluar pakaian
atau piyama pasien.
(tindakan pengikatan dengan teknik jaket atau Vest Restraint terlampir)
Contoh kasus : Pasien R, cidera kepala sedang dengan kondisi harus istirahat
ditempat tidur namun selalu ingin turun dari tempat tidurnya. Perawat melakukan
tindakan pengikatan dengan teknik jaket atau Vest Restraint. Dengan teknik ini
dapat mencegah pasien turun dari tempat tidur tanpa menyakiti fisik atau tetap
leluasa menggerakkan ekstremitasnya.
Tata Laksana :
1. Petugas mengekspresikan perasaan, kecemasan dan ketakutan pasien ter-
lebih dahulu.
2. Petugas mengedukasi pasien yang keluarga
3. Pilihlah alat pengikat yang tepat

32
4. Posisikan pasien dalam kondisi duduk jika tidak ada kontra indikasi.
5. Pasangkan jaket restrain ke tubuh pasien. Jaket ini seperti baju tak berlengan
dengan dua buah tempat tali di samping kanan dan kirinya untuk dilewati tali
pengikat tersebut.
6. Pasangkan restrain pada pasien dengan cepat dan tepat.
7. Setelah restrain terpasang, masukkan tali pengikatnya kelubang di samping
kanan dan kiri.
8. Kedua tali tersebut diatas lalu dililitkan atau mengelilingi kasur bawah.
9. Petugas harus memastikan tidak ada bagian jaket yang berkerut di punggung
pasien.
10. Pastiakan antara restrain dan pasien masih terdapat ruang (segenggaman
tangan) agar pernafasan pasien tidak terbatasi.
11. Hindari mengikat restrain pada side rail tanpa tidur.
12. Amankan restrain dari jangkauan pasien.
13. Petugas harus melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.
14. Selalu lakukan monitoring pada tubuh yang diikat
15. Berikan obat anti cemas bila perlu.
16. Petugas selalu perhatikan respon tindakan pengikatan tersebut pada pasien.
17. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
Jaket restrain ini juga bisa digunakan untuk mengamankan lansia atau
pasien dengan kondisi harus menggunakan kursi roda agar tidak jatuh kede-
pan. Dengan cara yang sama, hanya saja ini dilakukan di kursi roda bukan
tampat tidur.

b. Baju Restrain
Contoh kasus : Anak B (13 tahun) secara impulsiv memukul orang disekitarnya.
Restrain apakah yang tepat untuk anak B
Dari kasus di atas, restrain yang tepat digunakan adalah baju restrain.
Baju restrain akan mencegah anak B untuk memukul karena tangannya terikat,
namun anak B masih bisa mobilisasi dan minum secara mandiri.
Tata Laksana :

33
a. Petugas mengeksplorasi perasaan, kecemasan dan ketakutan pasien terlebih
dahulu.
b. Petugas mengedukasi pasien dan keluarga.
c. Pilihlah alat pengikat yang tepat.
d. Pegang pundak pasien dan tangan yang agresif.
e. Waspada.
f. Buka baju dalam posisi menyerbu.
g. Pasangkan restrain pada pasien dengan cepat dan tepat.
h. Hendle tangan pasien ke belakang, seperti orang diborgol.
i. Amankan restrain dari jangkauan pasien.
j. Petugas harus melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.
k. Selalu lakukan monitoring pada tubuh yang terikat.
l. Berikan obat anti cemas jika perlu.
m. Petugas selalu perhatikan respon tindakan pengikatan tersebut pada pasien.
n. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.

c. Teknik Elbow Restraint


Definisi : Restrain ini digunakan pada umumnya untuk anak-anak atau bayi guna
mencegah anak menekuk tangan dan mencapai insisi atau alat terapeutik lain
yang menempel pada anak.
Contoh kasus : Anak L (3 Tahun) selalu bergerak tanpa henti dan menangis ter-
isak-isak. Pada hari itu perawat N akan memasang infus, teknik restrain apakah
yang tepat digunakan untuk anak?
Dari kasus di atas, restrain yang tepat digunakan adalah Elbow Restraint. Elbow
Restraintakan mencegah anak L untuk meraih dan menggerakkan tangannya
sehingga perawat N mampu menginfus dengan benar serta mengurangi cedera.
Tata Laksana :
a. Petugas mengeksplorasi perasaan, kecemasan dan ketakutan pasien ter-
lebih dahulu.
b. Petugas mengedukasi pasien dan keluarga.
c. Pilihlah alat pengikat yang tepat.
d. Pegang lengan klien.

34
e. Pasangkan ikatan ke klien.
f. Masukkan satu jari sebelum diikat agar tidak terlalu kencang.
g. Hindari mengikat restrain pada side rail tempat tidur.
h. Amankan restrain dari jangkauan pasien.
i. Melakukan pemeriksaan tanda vital (khususnya pada capillari refill dan pul-
sasi proximal di lengan untuk mengetahui sirkulasi pasien).
j. Selalu lakukan monitoring pada tubuh yang diikat
k. Berikan obat anti cemas jika perlu.
l. Petugas selalu perhatikan respon tindakan pengikatan tersebut pada pasien.
m. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan. (tindakan pengikatan dengan
teknik Elbow Restraint terlampir)
d. Restrain Ekstremitas
Definisi : Restrain yang digunakan untuk membatasi gerak ekstremitas.
Contoh kasus : Tn. W (30 tahun) berbadan besar dan berotot “sadis” tengah
kambuh halusinasinya. Dia mengamuk dan tidak henti-hentinya berusaha
melukai orang lain yang berbaju hijau. Apa restrain yang tepat untuk Tn. W?
Dari kasus di atas, restrain yang tepat digunakan adalah Teknik restrain ek-
stremitas. Teknik restrain ekstremitas akan menghentikan gerak keempat ek-
stremitas sehingga tidak dapat melukai orang lain atau dirinya sendiri.
Tata laksana :
a. Petugas mengeksplorasi perasaan, kecemasan dan ketakutan pasien ter-
lebih dahulu.
b. Petugas mengedukasi pasien dan keluarga.
c. Pilihlah alat pengikat yang tepat.
d. Amankan pasien dan posisikan pasien ke kasur dalam keadaan tengkurap
dengan satu tangan dibelakang sedangkan perawat lainnya memegangi
kakinya.
e. Ikat atau berikan restrain dari tangan yang dominan (paling kuat), tangan
berikutnya, kaki dominan, kemudian kaki berikutnya.
f. Ikat dengan cara membuat simpul clove restrain kemudian ikatkan pada
lubang dibawah tempat tidur.

35
g. Pada saat mengikat gunakan satu jari untuk menahan agar ikatan tidak ter-
lalu kuat.
h. Posisi pengikatan adalah satu tangan berada diatas dan satu tangan disamp -
ing.
i. Hindari mengikat restrain pada side rail tempat tidur.
j. Amankan restrain dari jangkauan pasien.
k. Sediakan keamanan dan kenyamanan sesuai kebutuhan.
l. Melakukan pemeriksaan tanda vital (khususnya pada capillari refill dan pul-
sasi proximal di lengan untuk mengetahui sirkulasi pasien).
m. Selalu lakukan monitoring pada tubuh yang diikat
n. Berikan obat anti cemas jika perlu.
o. Petugas selalu perhatikan respon tindakan pengikatan tersebut pada pasien.
p. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
q. (tindakan pengikatan dengan tiknik Restrain Ekstremitas terlampir)
e. Teknik Mummy Restraint
Definisi : Teknik ini dilakukan untuk bayi agar tidak bergerak dan jatuh atau un -
tuk mengontrol pergerakan selama pemeriksaan.
Bentuknya seperti gurita atau grito, bedanya ada 2 lapis, lapisan pertama diikat
ke tempat tidur sedangkan lapisan kedua di ikat ke bayi atau anak (seperti grito).
(tindakan pengikatan dengan teknik Mummy Restraint terlampir).

VI. TATALAKSANA PENGGUNAAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH


A. Waktu Pelayanan
Pelayanan darah di Rumah Sakit Daerah Kalabahi diberikan pelayanan selama 24
jam dengan bekerjasama dengan PMI Kabupaten Alor
B. Pendaftaran dan Pencatatan
Pendaftaran dan pencatatan permintaan darah adalah prosedur pencatatan
terhadap semua kegiatan permintaan darah yang dilayani oleh unit–unit pelayanan
di Rumah Sakit Daerah Kalabahi bekerjasama dengan PMI Kabupaten Alor,
meliputi golongan darah, jenis komponen darah dan jumlahnya (kantong/unit/cc). tu-
juan pendaftaran dan pencatatan ini adalah menyimpan darah atau komponennya

36
yang dibutuhkan dan karena ada indikasi apa, memberi gambaran tentang kebu-
tuhan akan jumlah kantong darah / komponen darah .
Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan darah merupakan tanggung-
jawab petugas pelayanan unit masing peminta darah. Pencatatan lengkap dibu-
tuhkan dalam arsip tersendiri.

C. Penyimpanan Darah dan Komponen Darah


Pengertian penyimpanan darah dan komponen darah adalah proses penyim-
panan darah dan komponen darah sedemikian rupa untuk menjaga agar kemam-
puan darah dan komponen darah tersebut dalam menjalankan fungsinya tidak
berkurang dan aman bagi penderita. Tujuannya adalah menjaga agar kemampuan
darah dan komponen darah dalam menjalankan fungsinya masing-masing tidak
berkurang, untuk mengurangi pertumbuhan bakteri yang mengkontaminasi darah
yang disimpan, dan untuk mencegah hemolisis sel-sel darah merah.
Tata laksana penyimpanan darah mengatur cara pengoperasian dan per-
awatan alat penyimpanan darah (lemari penyimpanan darah), sehingga didapatkan
produk darah atau komponennya yang aman untuk transfusi. Tujuan tata laksana ini
adalah mendapatkan produk darah atau komponen yang aman untuk transfusi.
Tata laksana penyimpanan darah dan komponen darah sebagai berikut :
1. Lokasi lemari penyimpanan darah dipilih di bagian yang paling sejuk dari ruan-
gan dan jauh dari sinar matahari
2. Suhu dalam lemari penyimpanan darah dipertahankan pada suhu 2-6 oC
3. Pengukuran dan pencatatan suhu dilakukan minimal 3 kali sehari (pagi dan sore)
dengan menggunakan termometer yang diletakkan sedemikian rupa sehingga
dapat dilihat hasil pengukuran suhunya dari luar pintu lemari penyimpanan
darah, tanpa harus membuka lemari penyimpanan darah
4. Suhu lemari penyimpanan darah dicatat dalam suatu tabel, yang mencantumkan
tanggal, jam, posisi thermometer, suhu dan tindakan yang diambil jika suhu yang
terukur diluar batas 2-6oC
5. Tabel pencatatan suhu ditempelkan pada pintu lemari penyimpanan darah, un-
tuk membantu mengingat perlunya pencatatan suhu yang teratur

37
6. Pintu lemari penyimpanan darah hanya boleh dibuka saat diperlukan (menyim-
pan dan mengeluarkan darah)
7. Penempatan darah harus sedemikian rupa, sehingga terjadi sirkulasi diantara
kantung-kantungnya. Kantung darah dapat diposisikan berdiri dalam keranjang
atau mendatar diatas rak lemari penyimpanan
8. Periksa adanya penumpukan bunga es setiap minggu (jika ada) bila bunga es
yang terbentuk telah mencapai ketebalan lebih dari 6-10mm, bunga es tersebut
perlu dicairkan.

D. Kualitas dan Keamanan Darah


Pengertian kualitas dan keamanan darah adalah suatu kondisi produk darah
yang akan ditransfusikan dalam keadaan baik dan memenuhi standart, mencakup
bentuk, warna maupun fungsinya, sehingga tidak menimbulkan efek samping yang
dapat membahayakan penderita. Oleh karena itu penyimpanan darah harus sesuai
dengan ketentuan seperti tercantum dalam kebijakan penyimpanan darah. Pen-
gawasan terhadap kualitas dan keamanan yang akan mentranfusikan darah
Kualitas dan keamanan darah dimulai sejak dari dokter menuliskan instruksi
di rekam medis dan mengisi formulir permintaan darah dengan lengkap dan jelas.
Kemudian dokter atau perawat menyiapkan contoh darah. Sebelum pengambilan
contoh darah, spuit atau vacutainer terlebih dahulu diberi identitas pasien (nama,
nomor register dan tanggal). Pada saat akan mengambil contoh darah, disamping
pasien, cek ulang antara pasien dan identitas yang tertulis di spuit atau vacutainer.
Contoh darah beserta formulir permintaan darah dikirimkan ke PMI Kabupaten Alor.
Kemudian petugas mencatat permintaan darah. Petugas Unit mencarikan darah
yang cocok untuk pasien (melalui pemeriksaan golongan darah, uji cocok serasi) ke
PMI yang akan di tuju. Setelah mendapatkan kepastian di salah satu PMI yang akan
di tuju ada, petugas ruangan membuat surat permintaan pengambilan darah dan
permintaan kendaraan untuk mengambilan darah di PMI yang dituju. Petugas
pengambil darah ke PMI (Pengendara) membawa contoh darah dan formulir
pengambilan darah ke PMI yang dituju. Setelah darah didapat dari PMI, Petugas
(pengendara) memeriksa Jumlah kantong yang diminta, kondisi kantong darah
apakah ada tanda-tanda kerusakan darah atau komponen darah (tanda-tanda

38
hemolisis, tanda kontaminasi dimana sel darah merah yang terkontaminasi umum-
nya berwarna lebih gelap atau ungu kehitaman, tanda penggumpalan, tanda kebo-
coran pada kantong darah, atau kemungkinan kantung itu pernah dibuka sebelum-
nya). Petugas (pengendara) menyerahkan ke petugas atau perawat unit peminta,
kemudian unit peminta memeriksa kembali Jumlah kantong yang diminta, kondisi
kantong darah apakah ada tanda-tanda kerusakan darah atau komponen darah
(tanda-tanda hemolisis, tanda kontaminasi dimana sel darah merah yang terkon-
taminasi umumnya berwarna lebih gelap atau ungu kehitaman, tanda peng-
gumpalan, tanda kebocoran pada kantong darah, atau kemungkinan kantung itu
pernah dibuka sebelumnya). Dan menuliskan data kantong darah atau komponen
darah di status pasien.

Setiap kantong darah yang akan ditransfusikan dilakukan pemeriksaan ulang golon-
gan darahnya walaupun sudah tertera golongan darahnya dari PMI. Pemeriksaan
ini menggunakan reagen antisera anti-A, anti-B, anti AB, dan anti Rhesus menggu-
nakan porselin putih atau gelas tile. Reaksi dikatakan positif bila erlihat aglutinasi
atau hemolisis dan dikatakan negatif bila tidak terlihat aglutinasi hemotilis.

E. Pengembalian Darah yang Tidak Terpakai


Pengertian pengembalian darah yang tidak terpakai adalah pengembalian
darah yang tidak ditansfusikan dari ruang perawatan ke Unit PMI dan pengembalian
darah yang kadaluarsa atau tak terpakai dari Unit Pelayanan Ke PMI Kab.Alor.
Tujuan pengembalian darah ini adalah untuk mengelola limbah medis sesuai
dengan standart pengolahan limbah, sehingga tidak membahayakan petugas dan
lingkungan. Setiap kantong darah yang tidak jadi ditansfusikan tetapi belum dibuka,
dikembalikan ke PMI. Setiap kantong darah yang tidak jadi ditansfusikan tetapi su-
dah dibuka, dikelola oleh ruang perawatan sebagai limbah media ruang perawatan.
Darah yang dikembalikan ke Unit pelayanan darah tidak dapat dilayankan kembali.
Darah yang dikembalikan tetap terkena biaya service cost. Pengembalian darah
yang belum terpakai ke PMI dilakukan setiap dua minggu sekali dan diganti dengan
kantong darah yang baru.

39
F. Skrining Darah Terhadap Beberapa Penyakit Tertentu
Skrining darah terhadap beberapa penyakit tertentu dilakukan di PMI ter-
hadap semua kantong darah yang akan didistribusikan ke pasien atau Unit peminta
darah. Skrining darah tersebut meliputi pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus
Hepatitis B, adanya VDRI, dan antibodi terhadap HIV.
Unit peminta darah dapat meminta skrining ulang terhadap darah donor apa-
bila dikehendaki oleh pasien atau keluarganya bekerjasama dengan lamoratorium
Rumah Sakit Daerah Kalabahi.

G. Pencatatan dan Pelaporan dari Reaksi yang Timbul dari Transfusi Darah
Pengertian reaksi transfusi yang timbul dari transfusi darah adalah reaksi
yang timbul akibat adanya antigen pada lekosit atau trombosit pasien, yang tesensi -
tisasi oleh antigen melalui transfusi sebelumnya. Untuk mencatat dan melaporkan
reaksi transfusi harus dikenal kriteria diagnosa.
Adapun kriteria diagnosa sebagai berikut :
 Sakit kepala yang disertai rasa dingin tiba-tiba, lalu gemeteran disertai kenaikan
suhu badan
 Terjadi dalam jangka waktu 12 jam setelah transfusi dijalankan
 Sering bereaksi baik dengan pengobatan
 Dapat menjadi berat, terjadi batuk dan sesak
 Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah memeriksa ulang uji kecocokan
dari semua pasien terhadap sel-sel darah donor dan X-Foto Thorax.
Reaksi anafilaksis merupakan reaksi hipersensitif tipe 1 atau hipersensiti-
fikasi yang dimediasi oleh lg E, yang menyebabkan lepasnya mediator-mediator dari
sel mast, dan terjadinya sangat cepat dan menyeluruh. Adapun kriteria diagnosa
reaksi anafilaksis sebagai berikut :
 Hipotensi atau syok akibat vasidilatasi yang luas
 Urtikari atau angioedema
 Bronkospasme
 Angioedema pada laring dan hipofaring serta bronkospasme menyebabkan sum-
batan jalan nafas.

40
Reaksi hemolitik akibat transfusi adalah reaksi transfusi paling berat dan dap-
att fatal, yang mengakibatkan pecahnya sel-sel darah merah, bisa terjadi karena in-
travaskuler maupun ekstravakuler.
Kriteria diagnosa reaksi hemotilik mayor sebagai berikut :
 Terjadinya cepat dan bersifat intravaskuler
 Demam dan menggigil, nyeri punggung dan kepala
 Bisa terjadi dyspneu, hipotensi dan kolaps vaskuler
 Pada kasus yang berat, dapat terjadi DIC atau gagal ginjal akut akibat nekrosis
tubuler atau terjadi keduanya
 Pasien dibawah anesteri umum tak memberikan banyak gejala tapi dapat dicuri-
gai dari adanya perdarahan umum dan oliguria

Kriteria diagnosa reaksi hemotilik minor sebagai berikut :


 Terjadinya lambat dan bersifat ekstravaskuler
 Kadang muncul 5-10 hari post transfusi
 Pemeriksaan penunjang Hematokrit gagal atau tak meningkat seperti harapan
hemoglobinemia dan hemglobinuria, bilirubin indirek meningkat, rebal fuction test
meningkat
Reaksi transfusi akut ringan adalah reaksi tak diinginkan yang timbul akibat
ketidakcocokan antara darah donor dan darah resipien atau pasien yang terjadi se-
lama atau setelah (dalam waktu 24 jam) sesudah transfusi diberikan. Kemungkinan
penyebabnya adalah hipersensitif ringan. Kriteria diagnosanya adalah didapatkan
reaksi sulit yang terbatas berupa urtikaria, ruam atau pruritus (gatal-gatal).
Reaksi transfusiakut cukup berat merupakan reaksi tak diinginkan yang tim-
bul akibat ketidakcocokan darah donor darah resipien atau pasien yang bersifat
akut dengan gejala cukup berat. Reaksi akut terjadi selama atau segera (dalam
waktu 24 jam) sesudah transfusi diberikan.
Kemungkinan penyebabnya adalah hipersensitifitas (sedang-berat) reaksi
transfusi febris non hemolitik (antobody terhadap lekosit, trombosit, protein terma-
suk lg A).

Adapun kriteria diagnosa sebagai berikut :

41
 Tanda : flusing, urikaria, rigor, febris, gelisah, takikardia
 Gejala : kecemasan, pruritus, palpitasi, dispnea ringan, sakit kepala
Reaksi transfusi akut yang mengancam jiwa merupakan reaksi tak diinginkan
yang timbul akibat ketidakcocokan antara darah donor dengan darah resipien yang
bersifat akut dan dapat mengancam jiwa pasien. Reaksi akut terjadi selama atau
segera (dalam waktu 24) sesudah transfusi diberikan. Kemungkinan penyebabnya
adalah hemolisis akut intravaskuler, kontaminasi bakteri dan syok septik, kelebihan
mutan cairan, anfilaksis cedera paru akut yang berkaitan dengan cedera (TRALI).
 Tanda : Rigor, febris, gelisah, hipotensi (penurunan sistolik sebesar 20%).
Hemoglobinuria (urin berwarna merah), perdarahan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya (DIC).
 Gejala : Kecemasan, nyeri dada, nyeri di dekat tempat transfusi, gawat perna-
pasan atau sesak napas, nyeri pinggang atau punggung, sakit kepala dispnea.
 Pasa pasien yang tidak sadar atau dibius, keadaan hipotensi dan perdarahan
yang tidak terkendali mungkin merupakan satu-satunya tanda yang menun-
jukkan transfusi yang tidak kompatibel
 Pemeriksaan penunjang, hematokrit gagal atau tidak meningkat sesuai harapan,
hemoglobinemia dan hemoglobinuria, bilirubin indirek meningkat dan renal fuc-
tion test meningkat.
Reaksi transfusi ini harus diberitahukan dengan segera kepada dokter yang
merawat pasien dan ke PMI. Kemudian unit dengan set transfusinya, urine yang
baru diambil dan sample darah (satu sampel yang dibekukan dan satu lagi yang
diberi antikoagulan) yang diambil dari pembuluh vena yang berlawanan dengan
tempat infus dikirimkan ke Unit Pelayanan Darah. Pengiriman ini bersama blanko
permintaan yang sesuai dari Bank darah untuk pemeriksaan laboratorium
Selalu dilakukan pengecekan terhadap spesimen urine yang baru untuk men-
emukan tanda-tanda hemoglobinuria. Kemudian untuk mengumpulkan urine 24 jam
dan mengisi kartu keseimbangan cairan serta mencatat asupan serta keluaran urin,
serta mempertahankan keseimbangan cairan, serta memperhatikan perdarahan
yang terjadi pada tempat tusukan atau luka.
Reaksi transfusi hemolitik lambat adalah reaksi transfusi yang menyebabkan
hemolisis sel-sel darah merah resipien, yang timbul 5-10 hari sesudah transfusi.

42
Adapun kriteria diagnosa sebagai berikut :
 Gejala timbul 5-10 hari pasca transfusi, berupa febris, anemia, ikterus, kadang-
kadang hemogloninuria
 Reaksi transfusi hemolitik lambat yang berat dengan disertai syok, gagal ginjal,
serta DIC yang mengancam jiwa pasien merupakan kejadian yang langka.
Purpura paska transfusi merupakan komplikasi yang jarang terjadi, tetapi da-
pat berakibat fatal pada tindakan transfusi sel darah merah atau konsentratr, komp-
likasi terjadi karena antibodi terhadap antigen spesifik, trombosit yang ada dalam
darah resipen. Kejadian ini paling banyak dijumpai pada pasien wanita.

Adapun kriteria dioagnosa sebagai berikut :


 Benda-benda perdarahan
 Trombositpenia akut berat terjadi 5-10 hari sesudah transfusi, disertai dengan
penurunan jumlah trombosit hingga kurang dari 100.000 ml.
Semua jenis reaksi transfusi harus dicatat dan dilaporkan kepada dokter
yang merawat pasien dan unit pelayanan darah untuk setiap bulannya dilaporkan
kepada direktur. Direksi memberikan evaluasi dan tindak lanjut.

H. Pengadaan Darah Rutin dan Darurat


1. Pengadaan Darah Rutin
Pengertian pengadaan darah rutin adalah prosedur pengadaan untuk
keperluan transfusi yang sifatnya tidak darurat atau sudah terencana, tujuan
pengadaan darah rutin adalah agar terjamin kecocokan donor darah yang disedi-
akan dengan resipien atau pasien sehingga pelayanan darah dapat berlangsung
aman, cepat dan tepat saat dibutuhkan.
Darah dapat dilayani oleh PMI Kab.Alor adalah whole blood dan packed
red cell (PRC) dan komponen darah yang lain. Setiap permintaan darah harus
membawa formulir permintaan dan contoh darah pasien yang memenuhi syarat.
Darah dilayankan setelah melalui pemeriksaan gol darah dan uji cocok serasi.
Darah donor boleh diberikan bila ada kesamaan gol darah atau khusus donor
dengan contoh darah, serta reaksi silang mayor dan minor negatif. Darah donor
tidak boleh diberikan bila hasil reaksi silang mayor dan/atau minor positid. Darah

43
donor yang tidak segera ditransfusikan harus segera dititipkan atau dikembalikan
ke PMI dapat diambil setiap saat bila dibutuhkan.

2. Pengadaan Darah Darurat


Pengadaan darah darurat adalah pengadaan darah yang dilakukan untuk
menanggulangi keadaan klinis sangat gawat dahulu, dengan metode konven-
sional pengadaan darurat dilayankan sebelum seluruh uji silang serasi di-
lakukan. Pelayanan ini dapat dilakukan untuk menanggulangi keadaan klinis
sangat gawat tapi dengan metode uji cocok serasi metode gel yang jauh lebih
cepat dan aman, pengadaan darah darurat dilayankan secepat mungkin (didahu-
lukan dari permintaan yang lain) dengan prosedur yang sama seperti pengadaan
rutin.
Pelayanan darah dengan pemeriksaan darurat harus berdasar pada per-
mintaan dokter, dengan memakain formulir permintaan darah darurat (dit-
ulisakan tanda khusus pada formulir permintaan darah ) dan contoh darah.
Pengambilan darah sesuai dengan prosedur pengembalian darah.

Indikasi Transfusi Darah


Dalam pedoman WHI disebutkan :
1. Transfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat
2. Transfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang /
kurang

Berdasarkan pada tujuan diatas, maka saat ini transfusi darah cenderung
memakai komponen darah disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya kebutuhan
akan sel darah merah, granulosit, trombosit, dan plasma darah yang mengandung
protesin dan faktor-faktor pembekuan. Indikasi transfusi darah dan komponen-kom-
ponennya adalah :
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume denganc
airan
2. Anemia kronis
3. Gangguan pembekuan darah karena diifesiensi komponen

44
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia
5. Kehilangan sampai 30% EBV umumnya dapat diatasi dengan cairan elektrolit
saja. Kehilangan lebih daripada itu, setelah diberi cairan elektrolit perlu dilan-
jutkan dengan transfusi jika Hb<8gr/dl

I. Jenis Transfusi Darah


 Darah lengkap
Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap
juga mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labir (V, VII). Vol-
ume darah sesuai dengan kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml,
350 ml, 450 ml. Dapat bertahan dalam suhu 4 o+2oC. Darah lenkap berguna un-
tuk meningkaykan jumlah eritrosit dan plasma secara bersamaan. Hb meningkat
0,9+0,12gr/dl dan Ht meningkat 3-4% post transfusi 450ml dan darah lengkap.
Transfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan
meningkatd an mempertankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan
dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Dosis pada pediatrik rata-rata
20ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi.
 Sel Darah merah (packed red cell)
Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma se-
cara tertutup atau septik sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80$.
Volume tergantung kantong darah yang dipakai yaitu 150-300ml. suhu simpan
4o+2o. lama simpan darah 24 jam dengan sistem terbuka.
Packed red cell merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed red
cell banyak dipakai dalam pengobatan anemia terutama talasemia, anemia
apalastik, leukimia dan anemia karena keganasan lainnya. Pemberian transfusi
bertujuan untuk memperbaiki iksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh, biasanya
tercapai bila kadar Hb sudah diatas 8g%
Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1gr/dl diperlukan PRC 4ml/khBB
atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5%. Diberikan selama 2 jam
sampao 4 jam dengan kecepatan 1-2ml/menit dengan golongan darah ABO dan
Rh yang diketahui.

45
Kebutuhan darah (ml)
3x ∆Hb (Hb normal-Hb pasien) x BB

Keterangan :
 Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
 Hb pasien : Hb pasien saat ini
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa
menaikkan volume darah nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan
dengan darah jenih adalah :
1. Mengurangi kemungkinan penularan penyakit
2. Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
3. Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload
berkurang
4. Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien ini.

Indikasi :
1. Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000 ml
2. Hemoglobin <8gr/dl
3. Hemoglobin <10gr/dl dengan penyakit-penyakit utama (misalnya empisema, dan
penyakit jantung iskemik)
4. Hemoglobin <12gr/dl dan tergantung pada ventilator
Dapat disebutkan bahwa :
Hb sekitar 5 adalah CRITICAL
Hb sekitar 8 adalah TOLERABLE
Hb sekitar 10 adalah OPTIMAL

Transfusi mulai diberikan pada saat Hb CRITICAL dan dihentikan setelah men-
capai batas TOLERABLE atau OPTIMAL
1. Frozen wash concentraded red blood cells (sel darah merah pekat beku yang
dicuci)
Diberikan untuk pendertita yang mempunyai antobodi terhadap sel darah
merah yang menetap

46
2. Washed red cell
Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cel 2-3 kali dengan
saline, sisa plasma terbuang habis. Berguna untuk penderita yang tak bisa
diberi human plasma, kelemahan washed red cell yaitu bahwa infeksi sekun-
der yang terjadi selama proses serta masa simpan yang pendek (4-6jam).
Washed red cell dipakai dalam pengobatan aquired hemolytic anemia dan
exchane transfusion. Untuk penderita yang alergi terhadap protein plasma

3. Darah merah pekat miskin leukosit


Kandungan utama eritrosit, suhu simpan 4 o+2oC, berguna untuk
meningkatkan jumlah eritrosit pada pasien yang sering memerlukan transfusi.
Manfaat komponen darah ini untuk mengurangi reaksi panas dan alergi

 White Blood cell (WBC atau leukosit)


Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti PRC, plasma dihi-
langkan 80%, biasanya tersedia dalam volume 150ml. dalam pemberian
perlu diketahui golongan darah ABO dan sistem Rh. Apabila diresepka
berikan dipenhidramin. Berikan antipiretik, karena komponen ini bisa menye-
babkan demam dan dingin. Untuk pencegahan infeksi, diberikan transfusi
dan disambung dengan antibodi.
Indikasi :
Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antobodi (khususnya untuk
pasien dengan kultur darah positif, demam persisten/38,3 oC dan granulosi-
topemia).

 Suspensi trombosit
Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang dise-
babkan oleh kekurangan trombosit. Pemberina trombosit yang berulang-
ulang menyebabkan pembentukan thrombocyle antobody pada penderita.
Transfusi trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena
trombositponia. Komponen trombosit mempunyai rasa simpan sampai den-
gan 3 hari.

47
Indikasi pemberian komponen trombosit adalah :
1. Setiap perdarahan spontan atau suhu operasi besar dengan jumlah trom-
bositnya kurang daro 50.000/mm 3. Misalnya perdarahan pada trombocu-
topenic, purpura, leukimia, anemia aplastik, demam berdasar, DIC dan
aplasia sumsum tulang karena pemberian sitotatiska terhadap tumor
ganas
2. Spenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun hipertensi
portal juga memerlukan pemberian suspensi trombosit prabedah.
Rumus transfusi trombosit
BB x 1/13 x 0,3
Keterangan
1. Plateled rich plasma (plasma kaya trombosit)
Platelet rich plasma diuat dengan cara pemisahan plasma dari darah
segra penyimpanan 34oC sebaiknya 24 jam
2. Plateled concentrate (trombosit pekat)
Kandungan utama yaitu trombosit, volume 50ml dengan suhu simpan
20o+2oC. berguna untuk meningkatkan jumlah trombosit. Peningkatan
post transfusi pada dewasa rata-rata 50.000-10.000/ul. Efek samping
berupa urtikaria, menggigil, demam, alloimunisasi Antigen trombosit donor
Dibuat dengan cara melakukan pemusingan (centrifugasi) lagi
pada platelet rich plasma, sehingga diperoleh endapan yang merupakan
platelet concentrate dan kemudian memisahkannya dari plasma yang di-
atas yang berupa plateled poor plasma. Masa simpan + 48-72 jam.

 Plasma
Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah,
menggantikan protein yang terbuang seperti albumi n pada nephorotic syn-
drom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki jumlah faktor-fak-
tor tertentu dari plasma seperti globulin.

Macam-macam plasma adalah :


1. Plasma cair

48
Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan
packed red cell
2. Plasma kering
Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3
tahun)
3. Fresh frozen plasma
Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung
dibekukan pada suhu -60oC. pemakaian yang paling baik untuk menghen-
tikan perdarahan (hemostasis)
Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan dengan volume
150-220ml. suhu simpan -18oC atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun.
Berguna untuk meningkatkan faktor pembekuan bila faktor pembekuan pekah/
kriopresipitat tidak ada. Ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan.
Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma (faktor pem-
bekuan), terutama faktor V dan VII. FCC biasa diberikan setelah transfusi darah
masif, setelah terapi warfain, dan koagulopati pada penyakit hepar. Setiap unit
FPP biasanya dapat menaikkan masing-masing kadar faktor pembekuan sebe-
sar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRC, saat hendak diberikan pada
pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu tubuh.
Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah
besar diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam surtar dalam FFP
mengikat kalsium. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system
Rh. Efek samping berupa urtukaria, menggigil, demam, hipervolemia.
Indikasi :
 Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)
 Neutralisasi hemostatis setelah tetapi warfain bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa.
 Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah
transfusi massif
 Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan

4. Cryopresipitate

49
Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VII, faktor pem-
bekuan XIII, faktor Vn Willbrand, fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk
menghentikan perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah pen-
derita hemofili A.
Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak
melalui tetesan infus, pemberian segera setelh komponen mencair, sebab
komponen ini tidak tahan pada suhu kamar
Suhu simpan -18oC atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditans-
fusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam,
alergi satu kantong (30ml) mengandung 75-80 unit faktor VIII, 150-200mg fib-
rinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII
Indikasi :
 Hemophilia A
 Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
 Penyalkit con wilebrand
Rumus kebutuhan Cryopesipitate
0,5 x ∆Hb (hb normal – Hb pasien) x BB

5. Albumin
Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen dipisahkan
dari plasma. Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan sampai men-
jadi cairan 5% atau 20% 100 ml, albumin 20% mempunyai osmotik sama
dengan 400ml plasma biasa.
Rumus kebutuhan Albumin
∆albumin x BB x 0,8

J. Golongan Darah dan Cara Pengumpulan Darah


Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya
perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.

50
Dua jenid penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABI dan Rhe-
sus (faktor Rh)
 Sistem ABO
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi
yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut :
 Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah dengan antogen A diper-
mukaan membran selnya dan menghasilkan antobodi terhadap antigen B dalam
serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A hanya dapat
menerima darah dari orang dengan golongan darah A atau O
 Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah
merahnya dan menghasilkan antobodi terhadap antigen A dalam serum darah-
nya, sehingga orang dengan golongan darah B hanya dapat menerima darahd
ari golongan darah B atau O.
 Individu dengan golongan darah AB memiliki antigen A dan B serta tidak men-
gasilkan antobodi terhadap antigen A maupun B. sehingga orang dengan golon-
gan darah AB dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO
apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah
AB tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB.
 Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi mem-
produksi antobodi terhadap antigen A dan B, sehingga orang dengan golongan
darah O dapat mendonorkan darahnya dengan golongan darah ABO apapun
dan disebut donor universal. Namun orang dengan golongand arah O hanya da-
pat menerima darah dari sesama O.
 Sistem Rhesus
Sistem rhesus ini ditemukan melalui penyuntikan sel-sel darah merah
kera macaco rhesus kepada marmot (guinea-pig) untuk mendapatkan anti
serum. Anti serum yang didapatkan terntara beraksi dengan sel-sel darah
merah, antigan Rh yang ditemukan dalam darah kera Macaca rhesus oleh Land-
steiner dan Wiener pada tahun 1940 itu juga ditemukan dalam darah manusia.
Berdasarkan ada tidaknya antigen Rh, maka golongan darah manusia
dibedakan atas dua kelompok yaitu :

51
1. Rhesus positif, bila dalam darah merahnya terdapat faktor Rh pada per-
mukaan sel darah merahnya
2. Rhesus negatif bila dalam darah merahnya tidak terdapat faktor Rh pada per-
mukaan sel darah merahnya.
Jika seseorang Rh(+), maka ia dapat menerima darah dengan Rh(+), atau
RH(-). Sedangkan orang dengan Rh(-) hanya bisa meneirma darah dengan
Rh(-) saja,. Oleh karena itu darah Rh(-) sering disediakan untuk operasi-operasi
darurat tidak ada waktu lagi untuk melakukan pengecekan golongan darah sese -
orang.
Untuk dapat menyumbangkan darah, seorang donor darah harus memenhi
syarat sebagai berikut :
1. Calon donor harus berusia 17-60 tahun
2. Berrat badan minimal 50Kg
3. Kadar hemoglobin >12,5gr%
4. Tekanan darah 100-150 (sistole) dan 70-100 (diastole)
5. Nadi 30-100x/menit teratur
6. Menandatangani formulir pendaftaran
7. Tidak mengalami gangguan pada pembeku darah
8. Lulus pengujian kondisi berat badan, hemoglobin, golongan darah dan pe-
meriksaan oleh dokter
9. Untuk menjaga kesehatan dan keamanan darahm, calon donor tidak boleh
dalam kondisi atau menderita sakit seperti alkoholik, penyakit hepatitis, dia-
betes militus, epilepsim atau kelompok masyaratak risiko tinggi mendapatkan
AID serta mengalami seperti dema atau influensa, baru saja dicabut giginya
kurang dari tiga hari, pernag menerima transfusi kurang dari setahun, begitu
juga untuk yang belum setahun menato, menindik, atau akupuntur, hamil
atau sedang menyusui.
Penyumbang darah (donor) disaring keadaan kesehatannya. Denyut nadi,
tekanan darah dan suhu tubuhnya diukur, dan contoh darahnya diperiksa untuk
mengetahui adanya anemia.
Dinyatakan apakah pernah atau sedang menderita keadaan tertentu yang
menyebabkan darah mereka tidak memenuhi syarat untuk disumbangkan.

52
Keadaan tersebut adalah hepatitis, penyakit jantung, kanker (kecuali bentuk ter-
tentu misalnya kanker kulit yang terokalisasi), asma yang berat, malaria, ke-
lainan perdarahan, AIDS dan kemungkinan tercemar oleh virus AIDS.
Hepatitis, kehamilan, pembedahan mayor yang baru saja dijalankan,
tekanan darah tinggi yang tidak terkendali, tekanan darah rednah, anemia atau
pemakaian obat tertentu, untuk sementara waktu bisa menyebabkan tidak ter-
penuhinya syarat untuk menyumbangkan darah. Biasanya donor tidak diper-
obolehkan menyumbangkan darahnya lebih dari 1 kali setiap 2 bulan.
Untuk yuang memenuhi syarat, menyumbangkan darah adalah aman. Ke-
seluruhan proses membutuhkan waktu sekitar 1 jam, pengambilan darahnya
sendiri hanya membutuhkan waktu 10 menit. Biasanya ada sedikit rasa nyeri
pada saat jarum dimasukkan, tetapi setelah itu rasa nyeri akan hilang.
Standart unit pelayanan darah hanya sekitar 0,48 liter. Darah segar yang
diambil disimpand alam kantong plastik yang sudah mengandung pengawet dan
komponen anti pembekuan.
Sejumlah kecil contoh darah dari penyumbang diperiksa untuk mencari
adanya penyakit seperti AIDS, hepatitis, virus dan sifilis. Darah yang
didinginkand apat digunakan dalam waktu selama 42 hari. Pada keadaan ter -
tentu (misalnya untuk mengawetkan golongan darah yang jarang), sel darha
merah bsia dibekukan dan disimpan sampai selama 10 tahun.
Karena transfusi darah yang tidak cocok dengan resipien dapat berba-
haya, maka darah yang disumbangkan secara rutin digolongkan berdasarkan
jenisnya, apakah golongan A, B, AB atau O dan Rh Positif atau Rh negatif. Se-
bagai tindakan pencegahan berikutnya, sebelum memulai transfusi, pemeriksa
mencampurkan setetes darah donor dengan darah resipen untuk memastikan
keduany cocok teknik ini disebut cross matching.
Cros matching adalah pemeriksaan setologis untuk menetapkan sesuai
atau tidak sesuainya darah donot dengan darah resipien. Dilakukan sebelum
transfusi darah dan bila teradi reaksi transfusi darah :
Terdapat dua cara pemeriksaan, yaitu :
1. Crosmatch mayor : mencampur enitrosit donor (aglutinogen donor) dengan
serum resipien (agulitin resipien).

53
2. Crosmatch minor : mencampur resipien (aglutinogen resipien) dengan serum
donor (aglutinin donor)
Cara menilai hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut :
 Bila kedua pemeriksaan (crosmatch dan minor tidak mengakibatkan agluti-
nasi eritrosit, maka diartikan bahwa darah donor sesuai dengan darah resip -
ien sehingga transfusi darah boleh dilakuka, bila crocmatch mayor meng-
hasilkan aglunitasi tanpa memperhatikan hasil crocmatch minor, diartikan
bahwa darah donor tidak sesuai dengan darah resipien sehingga transfusi
darah tidak dapat dilakukan dengan menggunakan donor itu
 Bila croshmatch tidak menghasilkan aglutinasi, sedangkan dengan cros-
match minor terjadi aglutinasi, maka crosmatch minor harus diulangi dengan
menggunakan serum donor yang diencerkan. Bila pemeriksaan terakhir ini
ternyata tidak menghasilkan aglutinasi, maka transfusi darah masih dapat di-
lakukan dengan menggunakan darah donor tersebut. Bila pemeriksaan den-
gan serum donor yang diencerkan menghasilkan aglutinasi, maka darah
donor itu tidak dapat ditransfusikan

K. Proses Transfusi Darah


1. Jelaskan prosedur kepada klien. Tentukan apakah klien pernah mendapatkan
transfusi sebelumnya dan catatan reaksi jika ada
2. Minta klien untuk melaporkan gajala berikut : menggigil, sakit kepala gatal dan
kemerahan dengan segera
3. Pastikan bahwa klien telah menandatangani format persetujuan/ informed con-
cern
4. Cuci tangan dan gunangan sarung tangan
5. Buat jalur IV dengan kateter besar
6. Gunakan selang infus yang mempunyai filter. Gantungkan larutan NaCl 0,9% un-
tuk diberikan setelah menginfuskan / pemberian transfusi darah

54
7. Ikuti protokol institusi dalam mendapatkan produk darah dari bank darah. Minta
darah bila telah siap menggunakannya
8. Dengan perawat yang lain, identifikasi kebenaran produk darah dan klien :
a. Periksa kompatibilitas yang tertera pada kantong darahd an informasi pada
kantong itu sendiri
b. Untuk darah lengkap, periksa golongan ABO dan tipe RH pada catatan klien
c. Periksa ulang produk darah dengan pesanan dokter
d. Tanyakan nama klien dan periksa / cocokkan dengan gelang nama
e. Dapatkan dara dasar tanda-tanda vital klien
9. Mulai untuk menstransfusikan darah :
a. Utamakan / isi jalur IV dengan 0,9% normal saline
b. Mulai transfusi dengan lambat menlalui tetesan pertama pada filter
c. Atur kecepatan tetesan 2ml/menit pada 15 menit pertama transfusi dan tetap
bersama klien. Jika ditemukan adanya reaksi, hentikan transfusi, siram / sun-
tik jalur IV dengan normal suline secara lambat dan beritahu dokter dan bank
darah
10. Monitor tanda-tanda vital
a. Dapatkan tanda vital klien setiap 5 menit selama 15 menit pertama transfusid
an setiap jarum untuk yang berikutnya mengikuti kebijakan institusi / rumah
sakit
b. Observasi klien terhadap adanya kemerahan, ruam kulit, gatal, dispnea, bin-
tik-bintik merah di kulit
11. Lepaskan dan buang sarung tangan. Cuci tangan
12. Lanjutkan mengoservasikan terhadap reaksi samping / efek samping transfusi
13. Catat pemberian darah dan produk darah. Catat cairan yang digunakan
mengikuti kebijakan rumah sakit / institusi
Bila transfusi sudah selesai. Kembalikan kantong plastik dan selangnya ke bank
darah.

L. Prosedur Transfusi Darah di Rumah Sakit Daerah Kalabahi


Adapun pelaksanaan transfusi darah dilakukan di Instalasi Rawat Inap, ICU,
IBS, dan Unit Hemodialisa serta IGD

55
Standart Prosedur Operasional transfusi darah di Rumah Sakit Daerah Kal-
abahi sebagai berikut :
1. Petugas mencuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Ganti baju pasien dengan baju infus
4. Lihat prosedur pemasangan infus terlebih dahulu sebelum pemberian transfusi
darah
5. Sebelum transfusi dilakukan terlebih dahulu cek kelengkapannya yang meliputi :
 Penandatanganan informed consent tindakan pemberian transfusi darah
yang disetujui oleh pasien, keluarga yang bertanggungjawab, perawat seba-
gai saksi dan diketahui oleh dokter yang merawat
 Indentifikasi kebenaran produk darah, sesuaikan nama pasien, tanggal lahir,
nomor register, komponen darah yang diperlukan, nomor kantong darah den-
gan labelnya dan tanggal kadaluwarsanya
 Catat jenis dan jumlah darah yang dimasukkan di lembar observasi cairan
6. Perawat memakai handrub dan sarung tangan
7. Buka kantong darah, hubungkan selang transfusi dengan IV cateter lalu buka
klem pengatur tetesannya
8. Setelah darah masuk pantau tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit pertama
dan setiap 15 menit selama 1 jam sebelumnya
9. Bila terlihat gejala reaksi transfusi tutuplah saluran transfusion set segera ganti
cairan NaCl 0,9% beserta set infusnya dan segera lapor dokter
10. Bila kondisi klien tidak memungkinkan misalnya ada kelainan jantung an ginjal
maka kecepatan tetesan tergantung keadaan klinis pasien
11. Bila tidak ada hipovoleneik atau kelainan jantung kecepatan transfusi tergantung
keadaan klinis pasien, 1 cc atau 2 cc per kilogram BB per jam (20-40 tetes/
menit, maksumal 1000cc dalam 24 jam). Setelah semua komponen darah habis
bersihkan selang infuse dengan NaCl 0,9% sampai bersih
12. Satu unit darah selesai maksimal 4 jam. Catat jenis, jumlah, nomor seri darah,
suhu dan tekanan darah sebelum dn sesudah darah dimasukkan, obat-obatan
yang diberikan sebelum darah dimasukkan serta reaksi yang timbul setelah
darah dimasukkan di lembar I.D.1

56
13. Mintakan tanda tangan dokter yang memberikan instruksi transfusi darah seba-
gai penanggung jawab (model A dan LD.1)
14. Bersihkan dan rapikan alat-alat yang digunakan dan mencuci tangan

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan


1. Dilarang memasukkan obat kedalam labu merah maupun transfusion set (atau
selang transfusi)
2. Transfusion set yang telah digunakan lebih dari 4 jam dapat digunakan lagi
3. Pasien rawat jalan boleh pulang sete;ah 3 jam pasca transfusi. Pada pasien
yang perlu transfusi tapi masih demam sebaiknya diatasi dulu demamhya bila
selama transfusi terdapat reaksi demam dapat segera diketahui, namun bukan-
lah suatu kontra indikaso untuk transfusi bagi pasien tersebut bila mendesak
(pasien sepsis).
4. Pasa pasien yang belum sadar dari anesteri umum jika transfusi dapat ditunda
sebaiknya ditunggu sampai pasien sadar karena beberapa tanda dini dari reaksi
transfusi

M. Pengelolaan Limbah
Penanganan Limbah Medis Padat
Pengelaolaan Limbah Medis Padat adalah suatu kegiatan yang dilakukan didalam
mengelola sampah medis padat yaitu bahan atau peralatan bekas yang digunakan
untuk keperluan medis . limah medis yang dimaksud : spuith, sarung tangan , dis-
posable, kasa, kapas, blood set, bekas botol infuse dan limbah meid lainya yang ter-
cemar darah atau cairan tubuh pasien . penanganan limbah medis padat dilakukan
sesuai prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit, sebagai berikut :
 Sampah medis padat dipisahkan sesuai jenisnya, yaitu sampah medis tajam
seperti jarum dan sampah medis tidak tajam, yaitu kapas, kertas saring, spuit
(penghisap), sarung tangan sekali pakai, tabung spesimen plastik, kemasan
reagen dan lain-lain
 Sampah medis tajam (jarum) dibuang dalam kontainer khusus tertutup

57
 Sampah medis tidak tajam dibuang dalam kontainer tertutup dengan plastik
warna kuning. Khusus untuk sampai medis tidak tajam spuit (penghisap), tabung
spesimen darah plastik dibuang dalam kontainer khusus bertutup yang terpisah
 Untuk wadah spesimen urine dan feses yang terbuat dari plastik, setelah spesi-
mennya dibuang ke spoel hok, wadah spesimennya langsung dibuang dalam
kontainer tertutup dengan plastik warna kuning bersama sampah medis lainnya
 Untuk kemasan reagen, setelah dicuci bersih, ditampung ditempat tersendiri un-
tuk selajutnya dibuang dan dibakar dalam inseneratior rumahs akit
 Spesimen darah dibuang dalam wadah tersendiri yang berisi desinfektan
 Petugas pengangkut sampah rumah sakit mengambil sampah padat tajam dan
tidak tajam untuk dibakar di insenerator rumah sakit.

VII. TATALAKSANA PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT BANTUAN HIDUP


A. Tahap Persiapan :
 Persiapan alat
1. Sarung tangan
2. Ambubag lengkap
3. Suction lengkap
4. Spuit untuk mengembangkan balon
5. Laringoskop dengan blade sesuai ukuran, lampu menyala terang
6. Jelly, plester, gunting, stetoskop
7. Endotrakeal tube dengan balon yang mengembang baik
8. Main unit ventilator
9. Set tubing ventilator
10. Humidifier
11. Test lung
12. Aquadest steril
13. Emergency Trolley

 Persiapan Pasien dan keluarga


1. Beritahu keluarga tentang prosedur yang akan dilakukan dan resiko yang
mungkin itimbulkan.
2. Bila keluarga sudah mulai jelas dengan penjelasan dokter, maka keluarga dim-
inta untuk tanda tangan surat persetujuan (informed consent).
3. Bila pasien sadar beritahu tentang prosedur yang akan dilakukan.

58
4. Atur posisi pasien agar memudahkan untuk melakukan prosedur.

B. Tahap Pelaksanaan :
 Pre check dan Pre setting
1. Cek apakah ventilator sudah dibersihkan dan sirkuit sudah disterilkan.
2.  Set Mode ventilator sebagai berikut :
Mode : VOL. CONTROL
Lower Alarm EXPIRED MINUTE VOL.  0 upper alarm 40
Lower Alarm O2 : 20, upper alarm : 100
TRIG. SENSITIVITY : -20
UPPER PRESS LIMIT : 80
PEEP : 0
INSP. PRESS. LEVEL : 0
Range Scale pada posisi ADULTS
3. Yakinkan EXPIRED MINUTE VOLUME  dan AIRWAY PRESSURE meter pada
posisi  0

 Pemasangan
1. Pasang set tubing ventilator, humidifier, test lung.
2. Sambungkan ventilator ke sumber listrik
3. Set tombol utama di belakang ventilator dengan cara menarik dulu baru
menekan ke atas.
4. Yakinkan indicator lampu hijau menyala.
5. Yakinkan EXPIRED MINUTE VOLUME dan AIRWAY PRESSURE pada posisi 0
6. Yakinkan GAS SUPPLY ALARM  aktif ( lampu merah menyala )
7. Yakinkan SET. MIN. VOL. ALARM & SET O2 ALARM  lampu menyala
8. Hubungkan selang O2 ke konektor O2 sentral
9. Hubungkan selang pressure air ke konektor sentral.
a) Set WORKING PRESSURE normal : 60 cm H2O
b) Set PRESET INSP. MIN. VOL. Pada 7,5 L/menit, constant flow, BREATHS/
MIN 10, INSP.TIME 25 % dan PAUSE TIME 30%.

59
c) Tutup Y-piece/servo humidifier
d) Yakinkan AIR PRESSURE meter menunjukkan nilai yang sama selama inspi-
rasi dan saat berhenti dengan WORKING PRESSURE, yaitu 60 cm H 2O
10. Cek UPPER PRESS. LIMIT alarm dengan cara :
a) Set mode VOL. CONTROL
b) Tutup Y-piece/servo humidifier
c) Putar tombol UPPER PRESS LIMIT ke 55 cmH2O, yakinkan inspirasi
berhenti dan alarm menyala.
d) Kembalikan lagi tombol ke 80 cmH2O
11. Cek minute volume
a) Set frekuensi nafas ( BREATHS/MIN )pada 20 x/menit
b) Pasang test lung
c) Set tombol parameter pada posisi EXP. MIN. VOL. L/Min
d) Lihat pada display, EXPIRED MINUTE VOLUME meter akan terbaca 7,5 
0,5 l/menit setelah beberapa menit.
12. Cek minute volume alarm
a) Pada Lower alarm limit : Putar tombol LOWER ALARM LIMIT pada 7,5 l/
menit, yakinkan alarm akan menyala pada kisaran 7,5  0,5 l/menit
b) Pada Upper Alarm Limit : Putar tombol UPPER ALARM LIMIT pada 7,5 l/
menit, yakinkan alarm akan menyala pada kisaran 7,5  0,5 l/menit
13. O2 alarm
a) Set tombol parameter pada O2 CONC. %
b) Set mixer O2 pada 40% sehingga terbaca pada display
c) Putar tombol LOWER ALARM LIMIT searah jarum jam , yakinkan alarm
menyala pada kisaran 36 – 44 %, lalu putar kembali ke 18%
d) Putar tombol UPPER ALARM LIMIT berlawanan arah jarum jam, yakinkan
alarm akan menyala pada kisaran 36-40%, lalu putar kembali ke 100%.
14. Apneu Alarm
a) Set mode CPAP
b) Alarm akan menyala setelah  15 detik setelah mode diubah
15. Digital Display
a) Set tombol parameter pada BREATHS/MIN

60
b) Nilai akan terbaca pada display sesuai dengan nilai yang di set pada tombol
BREATHS/MIN
16. Cek Pressure Level
a) Set mode pada PRESS. CONTR.
b) Set BREATHS/Min pada nilai paling rendah
c) Set PEEP pada + 10 cmH2O
d) Set INSP. PRESS. LEVEL pada + 10 cmH2O
e) Yakinkan nilai yang terbaca pada AIRWAY PRESSURE meter pada kisaran
+20  2 cmH2O.
f) Kembalikan posisi PEEP dan INSP.PRESS. LEVEL pada 0
Kembalikan set mode ke VOL. CONTR,
17. Set mode sesuai kebutuhan dan kondisi pasien ( sesuai indikasi )
16. Sambungkan ke pasien melalui ETT

 Penyapihan (weaning):
1. Cara konvensional dengan melepaskan ventilator dari pasien bila diduga telah
mampu bernafas spontan selama 5 menit, perhatikan frekuensi nafas, cyanosis,
nadi dan tekanan darah kemudian hubungkan kembali selama 55 menit.  
2. Bila jam pertama tak ada problem coba lepaskan lagi 10 menit, Ini dilakukan
pada periode jam berikutnya dengan periode lepas 2x sebelumnya dengan
syarat tanda vital baik.
3. Prinsipnya waktu lepas ditambah sedangkan hubungan dengan ventilator diku-
rangi. Bila selama 4-6 jam telah mampu bernafas spontan tanpa kelelahan venti-
lator tak diperlukan lagi.
4. Bila ada sarana SIMV cara ini lebih baik hanya dengan mengurangi frekuensi 2x
per menit secara bertahap tanpa melepas ventilator dapat dicegah ketergantun-
gan pasien pada ventillator sementara tiap tahap dimonitor tanda-tanda vital dan
AGD. Setelah 1 jam bila normal turunkan lagi.

VIII. TATALAKSANA PELAYANAN PASIEN DENGAN HEMODIALISA


A. Konsep Pelayanan Hemodialisis
1. Dilakukan secara komprehensif.

61
2. Pelayanan dilakukan sesuai standar.
3. Peralatan yang tersedia harus memenuhi ketentuan.
4. Semua tindakan harus terdokumentasi dengan baik.
5. Harus ada system monitor dan evaluasi

B. Prosedur Pelayanan Hemodialisis


a. Tindakan inisiasi hemodialisis ( HD pertama ) dilakukan setelah melalui
pemeriksaan / konsultasi dengan Konsultan atau Dokter Spesialis Penyakit Dalam
( Dokter SpPD ) yang telah bersertifikat HD.
b. Setiap tindakan hemodialisis terdiri dari :
 Persiapan pelaksanaan hemodialisis ( ± 30 menit ).
 Pelaksanaan hemodialisis ( ± 4-5 jam ).
 Evaluasi pasca hemodialisis ( ± 30 menit ).
Sehingga untuk setiap pelaksanaan hemodialisis diperlukan waktu mulai dari persia-
pan sampai dengan waktu pasca hemodialisis minimal 6 jam.
c. Harus memberikan pelayanan sesuai standar profesi dan memperhatikan hak pasien
termasuk membuat informed consent.

C. Alur Pasien Dalam Pelayanan Hemodialisis


Pasien hemodialisis RS dapat berasal dari :
1. Instalasi Rawat Jalan.
2. Instalasi Rawat Inap ( termasuk ruang rawat intensif ).
3. Instalasi Gawat Darurat.
4. Rujukan dari Rumah Sakit / Institusi kesehatan lainnya.
Kegiatan selanjutnya adalah :
1. Pemeriksaan / penilaian /asesmen tim.
2. Hemodialisis.
3. Bisa dikembalikan ke tempat semula / dokter pengirim.

D. Persyaratan Minimal Obat Dan Alat Kesehatan Habis Pakai


Obat-obatan

62
No Nama Obat Satuan Kekuatan
1 Adrenalin HCL Ampul 1 mg
2 Dexametason Flacon 10 mg
3 Dopamine Ampul 50 mg & 200
mg
4 KCL 1 mEq/ml Flacon 25 ml
5 Heparin 5000 IU Flacon 5000 iu/ml
6 Protamin Sulfat Ampul 50 mg/ml
7 Bicarbonate Natrikus 8,4 % Flacon 25 ml & 100 ml
8 Antihistamin Ampul
9 Clonidin Ampul 0,15 mg
10 Dextrose 40 % Flacon 25 ml
11 Diazepam Ampul 10 mg
12 Lidocain HCL 2 % Ampul 20 mg/ml
13 NaCl 0,9 % Kolf 500 ml
14 Dextrose 5 % dan 10 % Kolf 500 ml
15 Nifedipin Tablet 5 mg
16 Captopril Tablet 12,5 mg
17 Isosorbid Dinitrate Tablet 5 mg
18 Parasetamol Tablet 500 mg
19 H2O2 Larutan 3%
20 Iodine Povidone Larutan 10 %
21 Antiseptic ( savlon, hibiscrub dll ) Larutan
22 Alcohol 70 % Larutan

Alat kesehatan habis pakai


No Nama Alat Kesehatan
1 Hollow Fiber berbagai ukuran
2 Blood Line
3 AV Fistula
4 Disposable Syringe

63
5 Kassa Steril
6 Blood Set
7 Masker Disposible
8 Sarung Tangan Steril
9 Plester
10 Oksigen Tabung
11 Havox / Sunclin ( untuk desinfektan mesin sesuai dengan petunjuk pabrik )
12 Campuran Perasetic Acid & H2O2 ( untuk dialiser proses ulang )

E. Persyaratan Minimal Bangunan dan Prasarana


1. Unit Hemodialisis mempunyai bangunan dan prasarana yang sekurang-kurangnya
terdiri dari :
a. Ruangan Hemodialisis
 Ruangan Hemodialisis sekurang-kurangnya mempunyai kapasitas untuk 4
mesin hemodialisis.
 Rasio mesin hemodialisis dengan luas ruangan sekurang-kurangnya sebesar
1:8 m².
 Setiap ruangan mempunyai wastafel untuk cuci tangan.
b. Ruangan Pemeriksaan / Konsultasi
c. Ruangan dokter
d. Ruangan perawat ( Nurse Station )
e. Ruangan reuse
f. Ruangan pengolahan air ( Water Treatment )
g. Ruangan sterilisasi alat
h. Ruangan penyimpanan obat
i. Ruangan pimpinan
j. Ruangan administrasi
k. Ruangan pendaftaran / penerimaan pasien dan rekam medik
l. Ruangan penunjang non medik yang sekurang-kurangnya terdiri dari pantry, gu-
dang peralatan, tempat cuci.
m. Ruang tunggu keluarga pasien

64
n. Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas, toilet untuk pasien dan
toilet untuk penunggu pasien
o. Spoelhok
2. Seluruh ruangan harus memenuhi persyaratan minimal untuk kebersihan, ventilasi,
penerangan dan mempunyai system keselamatan kerja dan kebakaran.
3. Mesin hemodialisis yang dipergunakan untuk memberikan pelayanan harus secara
berkala dikalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih ( Water Treatment ) yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
5. Mempunyai sarana untuk mengolah limbah dan pembuangan sampah sesuai peratu-
ran yang berlaku ( septic tank besar / rujukan limbah padat infeksius ).
6. Tiap unit hemodialisis sangat dianjurkan memiliki fasilitas akses internet untuk dapat
mengirim laporan berkala ke supervisor dan PERNEFRI pusat ( Registrasi PERNE-
FRI ).

F. Persyaratan Minimal Peralatan


Persyaratan peralatan minimal suatu unit hemodialisis meliputi :
1. Sekurang-kurangnya 4 mesin hemodialisis yang siap pakai dan jenis mesin hemodi-
alisis tersebut harus terdaftar di Departemen Kesehatan.
2. Tempat tidur / kursi untuk tempat pasien yang sedang menjalani hemodialisis.
3. Peralatan medik standar seperti stetoskop, tensimeter, timbangan badan dan seba-
gainya dengan jumlah sesuai kebutuhan.
4. Sebaiknya mempunyai peralatan yang diperlukan untuk resusitasi kardiopulmoner
yang sekurang-kurangnya terdiri dari ambu viva.
5. Peralatan reuse dialiser manual atau otomatis.
6. Nurse Call System.
7. Peralatan pengolahan air sehingga air untuk dialisis memenuhi standar AAMI
( Association for The Advancement of Medical Instrumentation ).
8. Peralatan sterilisasi alat medis.
9. Generator listrik berkapasitas sekurang-kurangnya sebesar kebutuhan untuk men-
jalankan mesin hemodialisis yang ada.
10. Peralatan pemadam kebakaran.

65
11. Peralatan komunikasi eksternal ( telepon dan faximile ).
12. Peralatan untuk kegiatan perkantoran.
13. Peralatan untuk mengelola limbah dan sampah.
14. Perlengkapan dan peralatan lain sesuai kebutuhan.

G. Sistem Pembiayaan
1. Sumber :
 Biaya sendiri ( out of pocket ).
 Asuransi : PT. Askes ( wajib ), Askes sukarela, Asuransi kesehatan masyarakat
miskin, Asuransi lain.
 Perusahaan.
 Lain-lain.

2. Pola tarif terdiri dari :


 Konsul dokter.
 Tindakan :
a. Jasa Medik.
b. Jasa Rumah Sakit ( untuk unit hemodialisis di rumah sakit ).
c. Bahan dan alat

H. Pengendalian Limbah
Mengikuti pengendalian limbah di rumah sakit. Untuk unit hemodialisis di luar rumah
sakit pengendalian limbah mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Dinas Kese-
hatan setempat.

I. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3 )


Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Pelaksanaan kewaspadaan universal ( Universal Precautions ) yang ketat ( pasien,
staf dan penggunaan alat medik / non medik ) merupakan kunci utama dalam
pencegahan transmisi.

66
 Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material harus sesuai
dengan ketentuan yang mengacu pada patient safety.
 Isolasi mesin hemodialisis hanya diharuskan pada pengidap virus hepatitis B
( VHB ), tidak pada pengidap virus hepatitis C ( VHC ) dan HIV.
 Pemakaian dialiser proses ulang hanya diperkenankan pada pasien pengidap VHC
dan HIV dengan kewaspadaan khusus, akan tetapi dilarang pada pengidap VHB.

J. Pencatatan dan Pelaporan


 Dalam rekam medis dicatat diagnosis medik ( berdasarkan ICD X ) untuk pelaporan
ke Dinas Kesehatan yang kemudian diteruskan ke Departemen Kesehatan.
 Setiap unit hemodialisis di rumah sakit dan luar rumah sakit harus mengirim laporan
ke pusat registrasi PERNEFRI secara berkala tiap bulan.

K. Evaluasi dan Pengendalian Mutu


Kegiatan evaluasi terdiri dari :
a. Evaluasi internal : dinilai dari SDM, sarana dan prasarana hemodialisis.
b. Evaluasi eksternal : dinilai dari kegiatan hemodialisis ( jumlah pasien, adekuasi
hemodialisis, morbiditas dan mortalitas, tarif hemodialisis yang dimonitor oleh
Dinkes ).
c. Evaluasi terhadap Buku Pedoman Pelayanan Hemodialisis akan dilakukan setiap 5
tahun sekali oleh PERNEFRI dan Depkes.

L. Sistem Pelayanan Rujukan Hemodialisis


Pada prinsipnya rujukan pasien hemodialisis rutin dapat dilakukan di klinik hemodialisis
maupun rumah sakit, akan tetapi tindakan hemodialisis pertama kali harus dilakukan di
rumah sakit.

M. Monitoring dan Evaluasi


1. Sistim pencatatan
Laporan dikirim secara berkala oleh unit dialisis ke Pusat Registrasi Nasional
2. Monitor dilakukan perawat terlatih meliputi :

67
 Kunjungan rumah secara rutin untuk mengetahui keadaan umum pasien,
lingkungan sekitar dan memberi nasehat atau pelatihan cara-cara mencegah
dan mengatasi komplikasi.
 Membantu mengatasi komplikasi akut yang tidak dapat diatasi oleh pasien
sendiri
 Laporan kunjungan diberikan ke dokter KGH untuk ditindaklanjuti.
3. Apabila terjadi peritonitis atau hambatan aliran masuk / keluar cairan yang tidak da-
pat diatasi sendiri, maka pasien harus kembali ke unit dialisis secepatnya.
4. Kateter Tenckhoff dicabut apabila terdapat peritonitis yang tidak dapat diatasi den-
gan antibiotika yang adekuat dalam 2 minggu, atau terdapat infeksi jamur, atau
membran peritoneum sudah tidak efektif lagi.
Apabila peritonitis sudah sembuh kateter Tenckhoff dapat dipasang lagi dalam
waktu paling cepat 1 bulan.

BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi panduan pasien yang mempunyai resiko tinggi yang harus dipenuhi adalah :
1. Format informasi dan edukasi pasien
2. Dokumen asesmen pasien hemodialisa dan dokumen rencana keperawatan dan im-
plementasi
3. Asesmen pasien ICU yang terpasang ventilator
4. Medical record asuhan pasien yang menjalani tindakan kemoterapi
5. Dokumen Edukasi ( DPI)

68
BAB V
PENUTUP

Dengan ditetapkannya buku Panduan Perlindungan Terhadap Kekerasan fisik, Usia


Lanjut, Penderita cacat, anak-anak dan yang beresiko disakiti maka setiap personil Rumah
Sakit Daerah Kalabahi dapat melaksanakan prosedur perlindungan terhadap kekerasan
fisik, usia lanjut, penderita cacat, anak-anak dan yang beresiko disakiti dengan baik dan
benar serta melayani pasien dengan memuaskan.

Ditetapkan di : Kalabahi
Pada tanggal : November 2017
RUMAH SAKIT DAERAH KALABAHI

69
dr. Ketut Indra Djaja Prasetya
NIP. 1962 1019 200003 1002

RUMAH SAKIT DAERAH KALABAHI


Jl. Dr.Sutomo No.8 Kalabahi, Kab.Alor
Telp (0386) 21008

INVESTIGASI KEJADIAN KEKERASAN FISIK PADA PASIEN


DI RUMAH SAKIT DAERAH KALABAHI

A. IDENTIFIKASI MASALAH
Nama Pasien/keluarga : ....................................................................
Umur : ....................................................................
Alamat : ....................................................................
Agama : ....................................................................
Tempat kejadian : ....................................................................
Kronologis kejadian :
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................

B. KESIMPULAN
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................

70
C. TINDAK LANJUT
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................

Dibuat tanggal : __________________


Tim Investigasi

______________________________
Tanda tangan dan nama terang

Saksi I Saksi II

______________________________ ______________________________
Tanda tangan dan nama terang Tanda tangan dan nama terang

71

Anda mungkin juga menyukai