Panduan Pasien Resiko Tinggi
Panduan Pasien Resiko Tinggi
Panduan Pasien Resiko Tinggi
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Rumah Sakit Daerah Kalabahi memberikan pelayanan dengan berbagai variasi ke-
butuhan pelayanan kesehatan pada pasien yang digolongkan resiko tinggi kareana umur,
kondisi atau kebutuhan yang bersifat klritis. Disampaing itu bertanggung jawab melindungi
pasien usia lanjut, penderita cacat, anak-anak dan yang beresiko disakiti dari kekerasan
fisik baik oleh pengunjung, pasien lain dan staf rumah sakit. Serta pasien resiko tinggi yang
memerlukan peralatan yang komplek yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa ( diaslisis) sifat pengobatan penggunaan darah atau produk darah , atau
pemakaian obat kemoterapi.
Selain itu perlindungan pasien juga dilakukan untuk masalah keselamatan pasien, perlin-
dungan dari penyiksaan, perlindungan pada penderita cacat, kelalaian asuhan, penculikan
pada pasien bayi dan bantuan dalam kejadian kebakaran.
Proses ini dilakukan sejak pasien mulai mendaftar pada Tempat Penerimaan Pasien
Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat inap, pemeriksaan penunjang serta
di seluruh pelayanan Rumah Sakit Daerah Kalabahi. Oleh sebab itu seluruh staf Rumah
Sakit Daerah Kalabahi bertanggung jawab terhadap perlindungan pasien dari yang
memepunyai reiko tinggi dan menjamin keselamatan pasien.
2. TUJUAN
Tujuan dari perlindungan terhadap paasien yang resiko tinggi adalah :
1. Melindungi kelompok pasien yang usia lanjut, kondisi atau kebutuhan yang bersifat
kritis
2. Melindungi pasien yang menggunakan peralatan bantuan hidup lanjut dan perala-
tann yang komplek
3. Melindungi pasien yang menggunakan produk darah dan pasien yang memakai
obat tioksik seperti kemoterapi serta dializis
4. Melindungan kelompok pasien beresiko dari kekerasan fisik yang dilakukan oleh
pengunjung, staf rumah sakit dan pasien lain serta menjamin keselamatan kelom-
pok pasien beresiko yang mendapat pelayanan di Rumah Sakit Daerah Kalabahi.
1
5. Melindungi pasien dengan tindakan kemoterapi dan hemodialisa
6. Memberikan rasa aman dan nyaman dan keselamatan pasien selama mendapatkan
pelayanan di rumah sakit
3. PENGERTIAN
Kemoterepi adalah proses pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang
bertujuan untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel–sel kanker
Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang di sengaja atau penganiayaan secara
langsung merusak integritas fisik maupun psikologis korban, ini mencakup antara
lain tindakan memukul, menendang, menampar, mendorong, menggigit, mencubit,
pelecehan
Hambatan adalah ketidak sesuaian antara yang seharusnya dengan apa yang
benar-benar terjadi, antara teori dan praktek,antara perencanan dan kenyataan.
Cacat fisik adalah mereka yang tubuhnya tidak normal sehingga sebagian besar
kemampuanya untuk berfungsi di masyarakat terhambat.Dilihat dari aspek fisik
kelompok ini dibagi menjadi beberapa katagori, yaitu:
1. Tuna Netra adalah apabila mereka kehilangan daya lihatnya sedemikian rupa
sehingga tidak dapat mengembangkan potensinya.Tua Netra dibagi menjadi dua
yaitu :
2. Kurang awas (low vision) yaitu bila masih sisa penglihatan sedemikian rupa
sehingga masih dapat sedikit melihat atau masih bisa membedakan gelap dan
terang.
3. Buta (blind) yaitu apabila tidak memiliki sisa penglihatan sehingga tidak dapat
membedakan gelap dan terang.
Ruang isolasi adalah ruangan perawatan khusus dirumah sakit yang digunakan
untuk merawat pasien dengan kondisi medis tertentu secaraterpisah dari pasien lain
(Sabra L.Katz-Wize, 2006), dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit atau
infeksi dari pasien tersebut kepada pasien lain atau kepada petugas kesehatan,
atau sebaliknya mencegah pasien tersebut tertuar infeksi lain di rumah sakit karena
daya tahannya yang rendah. Dengan demikian ruang isolasi berfungsi untuk
2
membantu memutus siklus penularan penyakit serta melindungi pasien dan petugas
kesehatan.
Restrain adalah semua metode, fisik atau mekanik untuk membatasi pasien dari ke-
bebasan bergerak, aktifitas fisik atau akses normal pada badannya sendiri
(JCAHO,2001)
Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi gerak atau aktifitas
fisik klien atau bagian tubuh klien
Ventilasi mekanik adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memberikan
ventilasi atau bantuan nafas pada pasien yang mengalami kegawatan yang
berkaitan dengan kelainan paru-paru (COPD, ARDS, kelainan diluar paru-paru,
depresi nafas akibat obat atau gangguan neuromuskuler).
BAB II
3
RUANG LINGKUP
4
5. Ruang Neonatal
6. Ruang Paviliyun I
7. Ruang Paviliyun II
8. Ruang Paviliyun III
B. Kewajiban Dan Tanggung Jawab
1. Seluruh Staf Rumah Sakit wajib memahami tentang Panduan Pasien Resiko Tinggi
2. Perawat Yang Bertugas (Perawat Penanggung jawab Pasien) Bertanggung jawab
melakukan Panduan Pasien Resiko Tinggi
3. Kepala Instalasi / Kepala Ruangan
a. Memastikan seluruh staf di Instalasi memahami Panduan Pasien Resiko Tinggi
b. Terlibat dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Panduan Pasien Resiko
Tinggi
4. Manajer
a. Memantau dan memastikan Panduan Pasien Resiko Tinggi dikelola dengan baik
oleh Kepala Instalasi
b. Menjaga standarisasi dalam menerapkan Panduan Pasien Resiko Tinggi
5
BAB III
TATA LAKSANA
6
f. Patahkan leher ampul dengan arah menjauhi petugas.
g. Pada waktu menarik larutan dari ampul usahakan posisi 45 derajat.
h. Bersihkan kantong infuse dengan alcohol 705 (tujuh puluh persen) dan ker-
ingkan.
i. Suntikkan ke dalam kantong infuse.
j. Menutup cup botol infuse dengan sealing parafilm.
3. Sediaan Vial Kering:
a. Sediaan obat dilarutkan terlebih dahulu dengan pelatut yang sesuai sambil
memutar-mutar vial secara perlahan hingga larut sempurna.
b. Pada waktu mengangkat jarum dari vial usahakan pelan-pelan, pindahkan ujung
jarum ke udara kemudian tarik pliungger sedikit agar tetesan obat masuk kem-
bali ke syringe.
c. Pastikan tidak ada gelembung udara dalam syringe atau infuse bag.
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pencampuran kemoterapi
Tidak boleh makan atau minum ditempat pencampuran obat.
Tidak boleh mengunyah permen karet, menghisap rokok ditempat pencampuran
obat.
Tidak boleh memakai kosmetik (bersolek) ditempat pencampuran obat.
Tidak boleh menyimpan makanan dan atau minuman bersama-sama obat kemoter-
api dalam satu almari pendingin.
Pakai alat perlindungna diri secara lengkap.
7
Apabila pasien ditentukan oleh dokter untuk radiasi / radio terapi maka pasien
tersebut di rujuk ke RSUD dr.Soetomo Surabaya untuk mendapat tindakan se-
lanjutnya.
Prosedur pertama kali pasien kemoterapi adalah harus membawa surat pengan-
tar dari dokter, membawa hasil pemeriksaan : radiologi, laboratorium.
Mengetahui protocol untuk kemoterapi pada pasien tersebut.
Untuk kemoterapi berikutnya sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh dokter.
8
4. Injeksi Ranitidin 1 amp (IV)
5. Injeksi kalmethason 1 amp (IV)
6. 30 menit
7. Brexel 120 mg dilarutkan dalam 250 cc Acosol salin (cara mengoplos ter-
lampir) dibuang kurang lebih 25 cc diberikan selama 1 jam dengan
menggunakan infuse sel khusus.
8. Bilas NS : 20 tetes permenit selama 10 menit.
9. Cisplatasin 110 mg dilarutkan dalam 500 cc NS, diberikan selm=ama 3 jam
(bungkus hitam)
10. Dibilas NS: 20 tetes permenit selama 10 menit
11. Injeksi Lasix 1 amp IV
12. KCI 7,46% Selma 500 cc NS, diberikan dalam 6 jam
13. Selanjutnya infuse NS kosongan: 20 tetes permenit
14. Selesai
III. Non Hodgkin Lymphoma Colon Desendens, Mixed Small and Largecell
Stadium E. IV
1. Infuse NS 20 tetes permenit
2. Injeksi Paloxi I Vial IV
3. Injeksi kalmetason I amp (IV)
4. 30 menit
5. Injeksi Vincristin 2 mg dalam NS 10 cc, diberikan IV bolus pelan-pelan ku-
rang lebih 10 menit
6. Bilas NS 20 tetes permenit selama 10 menit
7. Cyclovid (cyclophosphamid) 800 mg dalam 200 cc NS, diberikan selama 1
jam
8. Dibilas Ns: 20 tetes permenit selama 10 menit
9. Selesai, selanjutnya mengikuti aturan infuse sebelumnya.
10. bilas NS : 20 tetees permenit kurang lebih 10 menit
11. Cyclovvid 800 mg dalam 200 cc Ns, diberikan selama 1 jam
12. Bilas Ns: 20 tetes permenit selama 10 menit
13. Selesai
9
14. Prednison tabler diminum 3 kali III (5 hari)
IV. Ca Rektum, adeno Ca Mod deff, duktus C2 post end to end anastomisis.
1. Infuse D5 %, 20 tetes / menit
2. Injeksi Narfos 8 mg 1 ampul intravena
3. Injeksi Dexamethason 1 ampul intravena
4. Injeksi rantin 1 ampul intra vena
5. 30 menit
6. Rescuvolin 300 mg dalam 500 cc D5 % diberikan selama 2 jam
7. Dibilas D5 % sisa diatas : 20 tetes permenit selama 10 menit
8. Curasil 600 mg diberikan Intra Vena bolus pelan-pelan Selama 10 menit.
9. Dilanjutkan curasil 900 mg dalam 1000 cc NS, diberikan selama 20 jam
10. Bilas NS: 20 tetes permenit selama 1setngah jam, kemudian masuk hari
ke II sama dengan yang di atas.
V. Non Hadgkin Lymphoman Pers Aorta, Mixed S & I. Cell grade, stadium II.
B
1. Infus NS : 20 tetes permenit
2. Ondansentron 8 mg intravena
3. Injeksi Kalmethason 1 amp Intra Vena
4. 30 menit
4. Injeksi vincristin 2 mg NS 10 cc, diberikan Intra Vena bolus pelan-pelan se-
lama 10 menit
5. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 10 menit
6. Efinebicin 70 mg dalam 200 cc NS, diberikan dalam 1 jam
7. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 10 menit
8. Cyclofosfamid 1 gr dalam 200 cc NS, diberikan dalam 1 jam
9. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 15 menit
10. Selesai
11. Infus dilanjutkan sesuai dengan harian
10
VI. Karsinoma Nasofaring Undifferentiated Ca, Std IV A
Hari I :
1. Infus NS 20 tetes permenit selama 1 jam
2. Injeksi Setrovel 1 ampul Vena dan injeksi dexamethasone 1 ampul Intra
Vena 30 menit
3. Cisplatin 120 mg dalam 250 cc NS, diberikan dalam 2 jam (bungkus hitam)
4. Injeksi Lasix 1 ampul Intra Vena
5. KCL 7,46% 1 flash dalam 500 NS, diberikan dalam 6 jam
6. Curasil 1000mg dalam 1000cc NS, diberikan dalam 16 jam
7. Bilas dengan NS : 20 tetes/ menit selama 10 menit
8. (tengah pemberian 5FU: Injeksi Frazon 8 mg Intra Vena)
Hari II-IV :
1. Injeksi Stroved 5mg 1 Ampul Intra Vena
2. Injeksi Dexamethasone 1 ampul Vena
30 menit
3. Curasil 1000mg dalam 1000 cc NS, diberikan dalam 22 jam
4. Bilas dengan NS : 20 tetes/ menit selama 10 menit
5. Masuk hari berikutnya.
Hari V :
1. Sama dengan hari Intra Vena ditambah Mitomycin C 12mg dalam 100 cc NS,
diberikan dalam 30 menit bilas.
2. Selesai.
VII. Small Lymphocyt Low grade IIIB + Non Hodgkin Lymphoma CoIII dekstra
Hari I:
1. Infus NS 20 tetes permenit
2. Injeksi Grance 3 mg
3. Injeksi Kalmethasone 1 ampul 30 menit
4. Injeksi Vincristin 2 mg dalam NS 10 cc diberikan Intra Vena bolus pelan-
pelan ±10 menit.
5. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 10 menit
6. Epirubicin 80mg dalam 200cc NS selama 1 jam
11
7. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 10 menit
8. Cyclovid 1200 mg dalam 200 cc NS diberikan selama 1 jam
9. Bilas NS : 20 tetes/ menit – 10 menit
10. Etoposid 200 mg dalam 200 cc NS, diberikan 1 jam
11. Selesai, selanjutnya ikut infuse harian
12. Per oral Prednison 3 kali 4 tab (5 hari)
Hari II-III
1. Infus NS 20 tetes permenit
2. Injeksi Ondansentron 8 mg intra vena
3. Injeksi Kalmethasone lamp Intra Vena 30 menit
4. Etoposid 159 mg dalam 200 cc NS, diberikan dalam 1 jam
5. Bilas NS 20 tetes permenit – 10 menit
12
merusak, jaringan sekitarnya dan akhirnya menyebar, bersarang di organ lain dan men-
gulangi pertumbuhan seperti tempat semula. Sel kanker inilah yang menjadi target obat
kemoterapi.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pembe-
rian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita
berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, factor nutrisi dan psikologis juga
mempunyai pengaruh bermakna.
Kemoterapi anti kanker akan menyebabkan sel kanker serta beberapa jenis sel sehat
yang juga sedang mebelah atau tumbuh mengalami kerusakan. Namun sel kanker
akan mengalami kerusakan lebih parah disbanding kerusakan pada sel sehat. Setelah
beberapa periode 1 sampai 3 minggu sel sehat pulih dan sel kanker juga akan pulih
kembali namun mengalami kerusakan berarti sehingga atas dasar inilah obat anti
kanker dipergunakan. Untuk mencegah kerusakan permanen dari sel sehat, obat
kanker tidak bisa diberikan sekaligus 4 sampai 8 siklus. Hal ini dimaksudkan untuk
memulihkan sel sehat. Di lain pihak berangsur mengecilkan kanker sehingga akhirnya
sel kanker menjadi sangat kecil tidak terlihat lagi dan bisa dihancurkan dengan sinar
atau dihilangkan dengan operasi. Secara umum obat kanker mempunyai akibat ter -
hadap sel kanker yang sedang membelah itu, namun sel sehat yang cepat membelah
pun termasuk kena akibat anti kanker tersebut.
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek samping segera terjadi (Immediate Side effects) yang timbul dalam 24 jam per-
tama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Earluy Side Effects) yang timbul dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netropenia dan stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi beberapa belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam beber-
apa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Berikut ini dijelaskan mengenai penanganan efek samping obat sitostatika yang
mungkin terjadi pada pasien :
13
1. Perubahan Indra Pengecap
Penanganannya :
a. Hindari makanan yang pahit
b. Makan makanan yang lunak berprotein
c. Tes pengecapan
2. Infeksi Mulut dan Lambung
Penanganannya :
a. Pemeriksaan gigi 14 hari sebelum kemoterapi pertama dan setelah kemoterapi
b. Jaga bibir tidak kering
c. Hindari rokok dan alkohol
d. Hindari makanan yang terlalu panas, banyak mengandung zat kimia
e. Bersihkan gusi dan gigi dengan sikat yang lembut untuk menghindari pendara-
han gusi, sedikitnya 4x sehari (sesudah makan dan menjelang tidur).
f. Gunakan pasta gigi yang mengandung fluorida tapi tidak mengandung zat-zat
yang bersifat abrasif.
g. Jika anda terbiasa membersihkan gigi dengan benang gigi (dental floxs),
bersihkan sela-sela gigi dengan hati-hati setiap hari.
3. Mual dan muntah
a. Jika mual hanya terjadi di antara waktu makan, pasien dianjurkan makan lebih
sering dalam porsi kecil
b. Jika sedang mual, bersikaplah rileks dan bernafas dalam-dalam
c. Pemberian obat antimual.
4. Susah Buang Air Besar
Penanganannya :
a. BAB secara teratur
b. Minum jus buah atau makan buah
c. Minum air (hangat)
d. Makan yang mengandung serat
e. Tingkatkan aktivitas fisik
5. Diare :
Penanganannya :
14
a. Hindari makanan yang mengiritasi lambung, banyak mengandung gas, dan
minuman yang mengandung kafein
b. Minum 3 liter perhari
c. Makan sedikit tapi sering
d. Hindari susu atau produk susu
6. Kerontokan Rambut
Penanganannya :
a. Selama periode terapi sebaiknya kenakan topi lebar yang lembut atau kerudung
dari bahan katun. Jika ingin mengenakan wig, pastikan bagian tepinya tidak
menggesek kulit.
b. Meminimalkan penggunaan hair dyer
c. Konsumsi makanan yang mengandung tinggi karbohidrat, mengandung tinggi
protein, mengkonsumsi suplemen atas vitamin nutrisi.
15
a. Ketika tumpahan luas atau yang banyak terjadi area harus diisolasi dan percikan
harus dihindari.
b. Semua anggota yang bertanggung jawab menumpahkan obat harus menggu-
nakan gaun sekali pakai (disposable gowns), sarung tangan stirile rangkap dua
(double nutrile gloves), alat bantu nafas bila obat dalam kondisi bubuk dan untuk
mencegah inhalasi.
c. Hubungi bagian khusus rumah sakit, untuk penanganan dan pembersihan
tumpahan obat dengan alat khusus.
d. Tutp area tumpahan dengan kasa penyerap khusus, jika obat dalam kondisi ser-
buk tutup menggunakan kasa basah
e. Jika jumlah obat yang tumpah banyak (1 vial tumpah seluruhnya) masukkan
barang atau material yang terkontaminasi ke dalam biosafety cabinet atau funie
hood dan bagian seluruh ruangan perlu didekontaminasi.
Ekstravasasi adalah terjadinya infiltrasi obat kemoterapi yang vesikan atau irisan dari
vena ke jaringan sekitarnya.
Vesika adalah obat kemoterapi yang mengekibatkan kerusakan jeringan, misalnya obat
daunoruivicin, doxorubicin, epirubicin, vinblastin, diacarbazine, dactinomysin.
Iritan adalah obat kemoterapi yang menyebabkan rasa sakit pada lokasi penusukan
sepanjang vena dengan atau tanpa inflamasi, misalnya obat etoposide, carmustine.
Faktor-faktor risiko terjadi ekstravasasi :
1. Kelemahan vena, muda pecah dan diameter kecil
2. Integritas vaskuler berkurang sehingga elastisitas berkurang
16
3. Edema
4. Trauma penusukan kanul
5. Bekas penusukan radiasi
6. Jenis kanul
7. Konsentrasi obat sitostatika
8. Jumlah obat ternfiltrasi
9. Lama jaringan terkena infiltrasi obat
10. Ketidakmampuan pasien berkomunikasi.
Pencegahan ekstravasasi
1. Oplos obat dengan jumlah pelarut yang sesuai
2. Gunakan vena yang tepat (lurus, lembut, tidak pada daerah pergelangan, fossa an-
tekubiti)
3. Hidari penusukan kanul berulang pada tempat yang mudah terlihat
4. Gunakan penutup area punusukan kanul yang mudah terlihat
5. Cek kepatenan vena dengan cairan fisiologis sebelum pemberian obat.
6. Observasi daerah yang diinfus selama pemberian obat
7. Komunikasi selama pemberian terutama via bolus
8. Lakukan pembilasan setiap pemberian obat.
Gejala ekstravasasi dibedakan menjadi :
1. Gejala ekstravasasi segera
Pasien mengeluh rasa terbakar, perubahan pada kulit manjadi merah muda atau
merah menyala
2. Gejala ekstravasasi setelah beberapa minggu
Perubahan kulit makin nyata, terjadi pengerasan, rasa panas makin meningkat.
3. Gejala ekstravasasi setelah beberapa minggu berikutnya
Luka nekrotik kadang sampai perlu pembedahan, ulkus yang melebar
4. Kemungkinan kerusakan permanen
Komplikasi jangka panjang akibat dari penebalan jaringan nekrotik merusak struktur
persarafan dan pembuluh darah.
Penanganan ekstravasasi :
17
1. Stop infus, kanul jaringan dicabut
2. Aspirasi darah dari kanul
3. Aspirasi jaringan subcutan apabila memungkinkan
4. Beri antidote sesuai obat sitostatika secara intravena
5. Cabut canul
6. Beri antidote sesuai dengan obat sitostatika secara subcutan dengan jarum 1 ml
searah jarum jam
7. Hindari perabaan pada area ekstravasasi
8. Lakukan pemotretan untuk dokumentasi
9. Berikan kompres dingin, kecuali vincristin kompres hangat
10. Istirahat ekstremitas dan tinggikan selama 48 jam
11. Observasi secara teratur terhadap rasa nyeri, bengkak, kemerahan, keras atau
nekrosis
12. Beri terapi anti nyeri
13. Lakukan dokumentasi, tanggal, waktu, jenis vena, ukuran kateter, berapa kali
penusukan, urutan pemberian obat, jumlah, keluhan pasien, tindakan yang di-
lakukan, keadaan area ekstravasasi, lapor dokter.
18
4. Epirubicin vena dan 0,5 cc subcutan, beri kompres dingin
5. Idarubicin 3. Topical DMSO (Dimethyl Sulfoxide ) 1-2 ml dari
6. Mitomycin mmol DMSO 50%-100%
H. MANAJEMEN ANAPHYLAXIS
Secara umum terapi anafilaksis bertujuan;
1. Mencegah efek mediator
a. Menghambat sintesis dan pelepasan mediator
b. Blokade reseptor
2. Mengembalikan fungsi organ dari perubahan patofisiologik akibat efek mediator
Penanganan syok anafilaktik
1. Terapi medikamentosa
Progonis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnosis dan pen-
gelolanya
a. Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik. Dosis dan cara pem-
berianya ; 0,3 – 0,5 ml adrenalin dari larutan 1 ; 1000 diberikan secara intra-
muskuler yang dapat diulangi 5 – 10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan,
mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara in-
tramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara intravena setelah 0,1 – 0,2 ml
adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCL fisiologis, diberikan perla-
han-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik
19
karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada
kuli, sehingga absorbsi obat tidak terjadi.
b. Aminofilin dapat diberikan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang
dengan pemberian adrenalin, Aminofilin 250 mg diberikan perlahan-lahan se-
lama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drip influs bila di-
anggap perlu.
c. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Ke-
dua obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, sebab kedu-
anya hanya mampu menetralkan chemical mediators yang lepas dan tidak
menghentikan produksinya. Dapat diberikan setelah gejuala klinik mulai mem-
baik guna mencegah komplikasi selanjutnya berapa serum sickness atau pro-
loged effect. Antihistamin yang biasa digunakan setelah difenhidramin HCL 5 -20
mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5 – 10
mg IV atau hidrokorrisoa 100 – 250 mg IV.
2. Terapi Suportif
Terapi atau tindakan supportif sama pentingnya dengan terapi medikamentosa dan
sebaliknya dilakunan secara bersamaan.
a. Pemberian Oksigen
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi, pemberian O2 3-5 liter/
menit harus dilakukan. Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi
atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan
b. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal
dengan kursi) akan membantu menaikkan venous return sehingga tekanan
darah ikut meningkat.
c. Pemasangan infuse.
Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap
rendah maka pemasangan infuse sebaiknya dilakukan. Cairan plasma expander
(dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler se-
cepatnya. Jika ciran tersebut tak tersedia, ringer laktat atau NaCl fisiologis dapat
dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infuse sebaiknya diperta-
hankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
20
d. Resusitasi Jantung Paru
Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest ) maka prosedur resusitasi
kardiopulmoner segera harus dilakukan
21
i. Insenerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi yang sempurna untuk
pengelolaan limbah, tumpah atau cairan biologis yang terkontaminasi agen antineo-
plastik. Oleh karena itu rumah sakit harus berhati-hati dalam menangani obat sito-
toksik.
j. Apabila cara insenerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulasi dapat
dipertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.
J. Hal- Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan
a. Spuit : Vol spuit yang digunakan untuk pengambilan adalah dua vol sediaan
yang diambil
b. Jarum : Gunakan jarum no.18 pada waktu menarik larutan dari vial, supaya pe-
narikannya mudah
c. Tekanan : Pada waktu pengambilan obat dari vial, supaya tarikannya tidak berat
maka dibuatkan tekanan negatif
d. Dosis : Sebelum melakukan pencampuran jangan lupadosis obat yang diminta
dihitung kembali
e. Pelarut : Pelarut yang digunakan harus sesuai, perhatikan cara melarutkan sedi-
aan ( dikocok pelan atau tidak)
f. Wadah : Sediaan yang harus terlindung cahaya, dimasukkan dalam kantong
plastic hitam.
g. Expire data sediaan : adalah stabilitas sediaan obat setelah direkonstitusi den-
gan pelarut yang sesuai contoh :
a. Meropenem stabilitasnya 12 jam
b. Ampicillin stabilitasnya 4 jam
c. Amox-clav stabilitasnya 15 jam
d. Dexetacell stabilitasnya 4 jam
e. Cicloposphamide stabilitasnya 4 jam
f. Daunorobicin stabilitasnya 24 jam
II. TATA LAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK :
1. Tata Laksana Dari Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik Pada Pasien Seba-
gai Berikut
a. Staf melakukan proses identifikasi pasien beresiko melalui pengkajian secara
terperinci.
22
b. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh pasien :
c. Petugas di masing-masing unit pelayanan bertangggung jawab untuk menga-
mankan kondisi dan memanggil dokter medis untuk menilai kebutuhan fisik dan
psikologis pasien dengan mengesampingkan masalah medis pasien tersebut.
d. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh staf rumah sakit :
e. Perawat/Bidan/Paramedis lain di masing-masing unit pelayanan menegur staf
tersebut dan melaporkan insiden tersebut kepada kepala bidang terkait untuk dip
roses lebih lanjut.
f. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh pengunjung :
g. Staf bertanggung jawab dan memiliki wewenang untuk memutuskan diper-
bolehkan atau tidak pengunjung tersebut memasuki area Rumah Sakit Daerah
Kalabahi.
h. Monitoring setiap lobby, koridor rumah sakit, unit rawat inap, rawat jalan maupun
di lokasi terpencil atau terisolasi dengan pemasangan kamera CCTV (Closed
Circuit Television) yang terpantau oleh petugas keamanan selama 24 (dua puluh
empat) jam secara terus-menerus
i. Setiap pengunjung rumah sakit selain keluarga pasien meliputi : tamu rumah
sakit, detailer, pengantar obat atau barang dan lain-lain wajib melaporkan ke
petugas informasi dan wajib memakai kartu visitor.
j. Pemberlakuan jam berkunjung pasien :
k. Senin – Minggu :
l. Pagi : jam 10.00 – 13.00 WIB / Sore : jam 16.00 – 20.00 WIB.
m. Petugas keamanan berwenang bertanya pada pengunjung yang mencurigakan
dan mendampingi pengunjung tersebut sampai ke pasien yang dimaksud.
n. Petugas/staf terkait wajib melapor kepada petugas keamanan apabila men-
jumpai pengunjung yang mencurigakan atau pasien yang di rawat membuat
keonaran maupun kekerasan, maka petugas keamanan mengunci akses pintu
penghubung antar unit pada pukul 22.00 WIB.
o. Pengunjung di atas pukul 22. 00 WIB wajib lapor dan menulis identitas pengun-
jung pada buku tamu petugas keamanan.
23
2. Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan ke-
sadaran :
Pasien Rawat Jalan
Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai ke
tempat periksa yang di tuju dengan memakai alat bantu yang diperlukan.
Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien saat dilakukan
pemeriksaan sampai selesai.
Pasien Rawat Inap
3. Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kantor per-
awat.
4. Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur
5. Perawat memastiak bel pasien mudah di jangkau oleh pasien dan dapat digu-
nakan
6. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga sendiri atau oleh pi-
hak yang di tunjuk dan dipercaya.
24
d. Pemasangan CCTV di ruang perinatologi untuk memantau setiap orang yang
keluar masuk dari ruang tersebut.
e. Perawat memberikan bayi dari ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung
bayi bukan kepada keluarga yang lain.
25
3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan pasien dan pertaankan
sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
4. Jangan melakukan pembicaraan ketika sedang mengunyah sesuatu.
5. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana dan
wajar.
6. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila petugas mampu dan
diperlukan.
7. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan
pesan
dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
b. Pasien dengan gangguan Penglihatan :
1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat pasien bila mengalami
kebutaan parsial atau sampaikan pesan secara verbal keberadan perawat
ketika berada didekatnya.
2. Identifikasi diri Petugas dengan menyebut nama dan peran.
3. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi pasien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual.
4. Terangkan alasan petugas menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum
melakukan sentuhan ke psien.
5. Informasikan kepada pasien ketika akan meninggalkanya/memutus
komunikasi.
6. Orentasikagunakann pasien dengan suara-suara yang terdengar di
sekitarnya.
7. Orentaikan pasien pada lingkunganya bila pasien dipindah ke
lingkungan/ruangan yang baru.
c. Pasien dengan gangguan Wicara :
1. Perhatikan mimik dan gerak bibir pasien.
2. Memperjelas kata-kata yang diucapkan pasien dan mengulang kembali.
3. Batasi topik pembicaraan.
4. Suasana rilek dan pelan.
5. Bila perlu gunakan bahasa tulisan atau simbol.
Pasien dengan kelainan anggota tubuh
26
Pada pasien yang memiliki keterbatasan atau kekurangan dalam kesempurnaan
tubuh, selama proses pelayanan diperlukan alat khusus penopang tubuh
misalnya kursi roda, kaki dan tangan buatan.
27
Siapkan lingkungan yang nyaman dengan cara mengurangi kebisingan bila perlu
atur tempat duduk yang berhadapan
Dengarkan dengan aktif dan penuh perhatian
Berbicaralah pelan, jelas dan cukup terdengar
Gunakan kata – kata yang sederhana dan pendek
28
b) Penularan secara droplet adalah penularan melalui percikan ludah saat bicara,
bersin atau batuk. Biasanya sifat patogen mikroorganisme penyebabnya tidak
cukup infeksius dalam jarak yang lebih jauh, maka pengaturan udara dan
ventilasi secara khusus tidak terlalu diperlukan untuk pencegahan penularannya.
c) Penularan secara kontak
d) Droplet precaution dan contack precaution ditujukan untuk pencegahan
transmisi pathogen yang disebar melalui sekret udara nafas atau kontak dengan
selaput lendir pernafasan, misalnya dengan penerapan hand hygiene,
penggunaan APD yang tepat, serta prosedur penempatan paien yang tepat.
e) Ruang isolasi di Rumah Sakit Daerah Kalabahi tidak cukup memadai untuk
perawatan pasien dengan airbone infection. kasus airbone yang dapat dirawat
di ruang isolasi di rumah sakit misalnya : Varicella / chikenpox, meales,
tuberculosis.
f) Pasien dengan khasus airbone yang fatal : seperti SARS, flu burung / avian
influenza, yang mungkin ditemukan di rumah sakit, akan dirujuk ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas yang lebih seperti Rumah sakit RSUD dr Sutomo
Surabaya , dengan tetap melakukan kewaspadaan transmisi.
g) Untuk kasus HIV/AIDS yang ditemukan di Rumah Sakit Daerah Kalabahi
ditetapkan untuk dirujuk ke rumah sakit yang sudah di tunjuk oleh Kementrian
Kesehatan sebagai klinik VCT, yaitu RSUD Gresik, RSUD dr Sutomo Surabaya .
c. Pelaksanaan kewaspadaan standar dan kewaspadaan isolasi pada pasien
isolasi
Petugas kesehatan harus melaksanakan kewaspadaan standar dan kewaspadaan
isolasi secara tepat dan disiplin dalam melaksanakan pasien isolasi :
a) Petugas harus melakukan perosedur cuci tangan setiap kali sebelum dan
sesudah memasuki ruangan isolasi
b) Petugas harus menggunakan APD pada saat melakukan tindakan perawatan/
tindakan kedokteran kepada pasien-pasien isolasi (misalnya : masker, sarung
tangan skort).
c) Pasien menular secara doplet/ airbone yang harus ditransfer ke unit pelayanan
lain harus menggunakan masker selama proses tranfer.
d. Prosedur pembersihan kamar isolasi setelah digunakan
29
a) Kamar isolasi wajib dibersihkan secara rutin dua kali sehari sesuai dengan
prosedur pembersihan ruangan isolasi
b) Pembersihan kamar isolasi dilakukan terakhir kali setelah semua ruang perawatan
lain dibersihkan.
c) Petugas yang membersihkan kamar isolasi harus menggunakan APD lengkap.
d) Pembongkaran kamar isolasi harus dilakukan setiap kali kamar isolasi selesai
digunakan , sebelum digunakan oleh pasien yang lain, sesuai prosedur yang telah
ditetapkan.
e) Setelah pembongkaran, sterilisasi ruang dengan lampu ultraviolet dapat
digunakan di kamar isolasi untuk mengurangi transmisi patogen melalui
kemampuan lampu ultraviolet melakukan surface sterilisasi.
e. Pengaturan penempatan pasien
a) Pengaturan penempatan pasien adalah komponen penting dalam kewaspadaan
isolasi. Ruangan khusus penting untuk mencegah transmisi direk-indirek kontak
khususnya jika pasien memiliki kebiasaan kebersihan yang buruk, potensial
mengkontaminasi lingkungan, atau tidak dapat diharapkan dapat mendukung
upaya pengendalian infeksi dalam rangka tranmisi mikroorganisme (misalnya
pasien bayi, anak-anak, pasien dengan perubahan status mental).
b) Pasien yang potensial mentrasmisikan mikroorgnisme patogen secara droplet /
kontak diletakkan di ruang perawatan khusus/ isolasi yang dilengkapi dengan
fasilitas cuci tangan dan kamar mandi, untuk mengurangi kemungkinan transmisi
mikroorganisme.
c) Jika ruang perawatan khusus tidak tersedia, pasien infeksi hendaknya
ditempatkan dengan pasien yang sejenis (kohorting). Pasien yang terinfeksi oleh
mikroba yang sama,dapat ditempatkan dalam ruang perawtan yang sama, untuk
mencegah agar mereka tidak terinfeksi oleh mikroorganisme yang lain, dan
kemungkinan terjadi terinfeksi oleh mikroorganisme yang sama menjadi minimal.
d) Alternatif lain adalah dengan melakukan pengumpulan pasien-pasien yang
sejenis. Ini sangat membantu pada keadaan KLB atau keterbatasan ruang
perawatan khusus. Apabila keduanya tidak memungkinkan dilaksanakan (isolasi/
kohorting), sangat penting untuk mendiskusikan epidemiologi penyakit dan mode
30
transmisi penyakit dengan para ahli pengendalian infeksi, atau setidaknya
dengan tim PPIRS.
f. Transportasi pasien isolasi
Batasi perpindahan dan pergeseran pasien infeksius, khususnya pasien terinfeksi
mikroorgnisme yang virulen dan penting secara epidemiologi.
Pastikan bahwa pasien meninggalkan ruang perawatannya hanya oleh karena
indikasi yang kuat dan esensial, untuk mengurangi kemungkinan transmisi penyakit.
Dalam melakukan tranportasi pasien, penting untuk diperhatikan.:
a) APD yang lengkap sesuai indikasi (masker, gaun/apron) dikenakan pada pasien
untuk menurunkan kemungkinan trasmisi kepada pasien lain, petugas
kesehatan, pengunjung rumah sakit, serta kontaminasi terhadap lingkungan.
b) Petugas kesehatan di unit yang dituju harus mendapatkan informasi terhadap
kedatangan pasien infeksius tersebut,dan langkah pencegahan yang harus
dilakukan sehubungan dengan transmisi penyakitnya.
c) Kepada pasien harus di informasikan langkah/ atau tindakan apa yang dapat
dilakukan untuk membantu mencegah transmisi penyakit yang dideritanya
kepada orang lain.
31
d. Peralatan pengikat harus berlapis kulit atau bahan lembut, seperti sabuk penga-
man.
e. Pada tulang yang menonjol diberikan bantalan.
f. Ikatan harus muda dibuka.
g. Lepaskan ikatan 2-4 jam sekali, obsevasi kondisi kulit, latihan ROM, rawat luka.
h. Usahakan ikatan tidak menarik perhatian, dapat membuat malu klien.
i. Dampingi klien selama pengikatan (Support Emosi)
32
4. Posisikan pasien dalam kondisi duduk jika tidak ada kontra indikasi.
5. Pasangkan jaket restrain ke tubuh pasien. Jaket ini seperti baju tak berlengan
dengan dua buah tempat tali di samping kanan dan kirinya untuk dilewati tali
pengikat tersebut.
6. Pasangkan restrain pada pasien dengan cepat dan tepat.
7. Setelah restrain terpasang, masukkan tali pengikatnya kelubang di samping
kanan dan kiri.
8. Kedua tali tersebut diatas lalu dililitkan atau mengelilingi kasur bawah.
9. Petugas harus memastikan tidak ada bagian jaket yang berkerut di punggung
pasien.
10. Pastiakan antara restrain dan pasien masih terdapat ruang (segenggaman
tangan) agar pernafasan pasien tidak terbatasi.
11. Hindari mengikat restrain pada side rail tanpa tidur.
12. Amankan restrain dari jangkauan pasien.
13. Petugas harus melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.
14. Selalu lakukan monitoring pada tubuh yang diikat
15. Berikan obat anti cemas bila perlu.
16. Petugas selalu perhatikan respon tindakan pengikatan tersebut pada pasien.
17. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
Jaket restrain ini juga bisa digunakan untuk mengamankan lansia atau
pasien dengan kondisi harus menggunakan kursi roda agar tidak jatuh kede-
pan. Dengan cara yang sama, hanya saja ini dilakukan di kursi roda bukan
tampat tidur.
b. Baju Restrain
Contoh kasus : Anak B (13 tahun) secara impulsiv memukul orang disekitarnya.
Restrain apakah yang tepat untuk anak B
Dari kasus di atas, restrain yang tepat digunakan adalah baju restrain.
Baju restrain akan mencegah anak B untuk memukul karena tangannya terikat,
namun anak B masih bisa mobilisasi dan minum secara mandiri.
Tata Laksana :
33
a. Petugas mengeksplorasi perasaan, kecemasan dan ketakutan pasien terlebih
dahulu.
b. Petugas mengedukasi pasien dan keluarga.
c. Pilihlah alat pengikat yang tepat.
d. Pegang pundak pasien dan tangan yang agresif.
e. Waspada.
f. Buka baju dalam posisi menyerbu.
g. Pasangkan restrain pada pasien dengan cepat dan tepat.
h. Hendle tangan pasien ke belakang, seperti orang diborgol.
i. Amankan restrain dari jangkauan pasien.
j. Petugas harus melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.
k. Selalu lakukan monitoring pada tubuh yang terikat.
l. Berikan obat anti cemas jika perlu.
m. Petugas selalu perhatikan respon tindakan pengikatan tersebut pada pasien.
n. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
34
e. Pasangkan ikatan ke klien.
f. Masukkan satu jari sebelum diikat agar tidak terlalu kencang.
g. Hindari mengikat restrain pada side rail tempat tidur.
h. Amankan restrain dari jangkauan pasien.
i. Melakukan pemeriksaan tanda vital (khususnya pada capillari refill dan pul-
sasi proximal di lengan untuk mengetahui sirkulasi pasien).
j. Selalu lakukan monitoring pada tubuh yang diikat
k. Berikan obat anti cemas jika perlu.
l. Petugas selalu perhatikan respon tindakan pengikatan tersebut pada pasien.
m. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan. (tindakan pengikatan dengan
teknik Elbow Restraint terlampir)
d. Restrain Ekstremitas
Definisi : Restrain yang digunakan untuk membatasi gerak ekstremitas.
Contoh kasus : Tn. W (30 tahun) berbadan besar dan berotot “sadis” tengah
kambuh halusinasinya. Dia mengamuk dan tidak henti-hentinya berusaha
melukai orang lain yang berbaju hijau. Apa restrain yang tepat untuk Tn. W?
Dari kasus di atas, restrain yang tepat digunakan adalah Teknik restrain ek-
stremitas. Teknik restrain ekstremitas akan menghentikan gerak keempat ek-
stremitas sehingga tidak dapat melukai orang lain atau dirinya sendiri.
Tata laksana :
a. Petugas mengeksplorasi perasaan, kecemasan dan ketakutan pasien ter-
lebih dahulu.
b. Petugas mengedukasi pasien dan keluarga.
c. Pilihlah alat pengikat yang tepat.
d. Amankan pasien dan posisikan pasien ke kasur dalam keadaan tengkurap
dengan satu tangan dibelakang sedangkan perawat lainnya memegangi
kakinya.
e. Ikat atau berikan restrain dari tangan yang dominan (paling kuat), tangan
berikutnya, kaki dominan, kemudian kaki berikutnya.
f. Ikat dengan cara membuat simpul clove restrain kemudian ikatkan pada
lubang dibawah tempat tidur.
35
g. Pada saat mengikat gunakan satu jari untuk menahan agar ikatan tidak ter-
lalu kuat.
h. Posisi pengikatan adalah satu tangan berada diatas dan satu tangan disamp -
ing.
i. Hindari mengikat restrain pada side rail tempat tidur.
j. Amankan restrain dari jangkauan pasien.
k. Sediakan keamanan dan kenyamanan sesuai kebutuhan.
l. Melakukan pemeriksaan tanda vital (khususnya pada capillari refill dan pul-
sasi proximal di lengan untuk mengetahui sirkulasi pasien).
m. Selalu lakukan monitoring pada tubuh yang diikat
n. Berikan obat anti cemas jika perlu.
o. Petugas selalu perhatikan respon tindakan pengikatan tersebut pada pasien.
p. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
q. (tindakan pengikatan dengan tiknik Restrain Ekstremitas terlampir)
e. Teknik Mummy Restraint
Definisi : Teknik ini dilakukan untuk bayi agar tidak bergerak dan jatuh atau un -
tuk mengontrol pergerakan selama pemeriksaan.
Bentuknya seperti gurita atau grito, bedanya ada 2 lapis, lapisan pertama diikat
ke tempat tidur sedangkan lapisan kedua di ikat ke bayi atau anak (seperti grito).
(tindakan pengikatan dengan teknik Mummy Restraint terlampir).
36
yang dibutuhkan dan karena ada indikasi apa, memberi gambaran tentang kebu-
tuhan akan jumlah kantong darah / komponen darah .
Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan darah merupakan tanggung-
jawab petugas pelayanan unit masing peminta darah. Pencatatan lengkap dibu-
tuhkan dalam arsip tersendiri.
37
6. Pintu lemari penyimpanan darah hanya boleh dibuka saat diperlukan (menyim-
pan dan mengeluarkan darah)
7. Penempatan darah harus sedemikian rupa, sehingga terjadi sirkulasi diantara
kantung-kantungnya. Kantung darah dapat diposisikan berdiri dalam keranjang
atau mendatar diatas rak lemari penyimpanan
8. Periksa adanya penumpukan bunga es setiap minggu (jika ada) bila bunga es
yang terbentuk telah mencapai ketebalan lebih dari 6-10mm, bunga es tersebut
perlu dicairkan.
38
hemolisis, tanda kontaminasi dimana sel darah merah yang terkontaminasi umum-
nya berwarna lebih gelap atau ungu kehitaman, tanda penggumpalan, tanda kebo-
coran pada kantong darah, atau kemungkinan kantung itu pernah dibuka sebelum-
nya). Petugas (pengendara) menyerahkan ke petugas atau perawat unit peminta,
kemudian unit peminta memeriksa kembali Jumlah kantong yang diminta, kondisi
kantong darah apakah ada tanda-tanda kerusakan darah atau komponen darah
(tanda-tanda hemolisis, tanda kontaminasi dimana sel darah merah yang terkon-
taminasi umumnya berwarna lebih gelap atau ungu kehitaman, tanda peng-
gumpalan, tanda kebocoran pada kantong darah, atau kemungkinan kantung itu
pernah dibuka sebelumnya). Dan menuliskan data kantong darah atau komponen
darah di status pasien.
Setiap kantong darah yang akan ditransfusikan dilakukan pemeriksaan ulang golon-
gan darahnya walaupun sudah tertera golongan darahnya dari PMI. Pemeriksaan
ini menggunakan reagen antisera anti-A, anti-B, anti AB, dan anti Rhesus menggu-
nakan porselin putih atau gelas tile. Reaksi dikatakan positif bila erlihat aglutinasi
atau hemolisis dan dikatakan negatif bila tidak terlihat aglutinasi hemotilis.
39
F. Skrining Darah Terhadap Beberapa Penyakit Tertentu
Skrining darah terhadap beberapa penyakit tertentu dilakukan di PMI ter-
hadap semua kantong darah yang akan didistribusikan ke pasien atau Unit peminta
darah. Skrining darah tersebut meliputi pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus
Hepatitis B, adanya VDRI, dan antibodi terhadap HIV.
Unit peminta darah dapat meminta skrining ulang terhadap darah donor apa-
bila dikehendaki oleh pasien atau keluarganya bekerjasama dengan lamoratorium
Rumah Sakit Daerah Kalabahi.
G. Pencatatan dan Pelaporan dari Reaksi yang Timbul dari Transfusi Darah
Pengertian reaksi transfusi yang timbul dari transfusi darah adalah reaksi
yang timbul akibat adanya antigen pada lekosit atau trombosit pasien, yang tesensi -
tisasi oleh antigen melalui transfusi sebelumnya. Untuk mencatat dan melaporkan
reaksi transfusi harus dikenal kriteria diagnosa.
Adapun kriteria diagnosa sebagai berikut :
Sakit kepala yang disertai rasa dingin tiba-tiba, lalu gemeteran disertai kenaikan
suhu badan
Terjadi dalam jangka waktu 12 jam setelah transfusi dijalankan
Sering bereaksi baik dengan pengobatan
Dapat menjadi berat, terjadi batuk dan sesak
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah memeriksa ulang uji kecocokan
dari semua pasien terhadap sel-sel darah donor dan X-Foto Thorax.
Reaksi anafilaksis merupakan reaksi hipersensitif tipe 1 atau hipersensiti-
fikasi yang dimediasi oleh lg E, yang menyebabkan lepasnya mediator-mediator dari
sel mast, dan terjadinya sangat cepat dan menyeluruh. Adapun kriteria diagnosa
reaksi anafilaksis sebagai berikut :
Hipotensi atau syok akibat vasidilatasi yang luas
Urtikari atau angioedema
Bronkospasme
Angioedema pada laring dan hipofaring serta bronkospasme menyebabkan sum-
batan jalan nafas.
40
Reaksi hemolitik akibat transfusi adalah reaksi transfusi paling berat dan dap-
att fatal, yang mengakibatkan pecahnya sel-sel darah merah, bisa terjadi karena in-
travaskuler maupun ekstravakuler.
Kriteria diagnosa reaksi hemotilik mayor sebagai berikut :
Terjadinya cepat dan bersifat intravaskuler
Demam dan menggigil, nyeri punggung dan kepala
Bisa terjadi dyspneu, hipotensi dan kolaps vaskuler
Pada kasus yang berat, dapat terjadi DIC atau gagal ginjal akut akibat nekrosis
tubuler atau terjadi keduanya
Pasien dibawah anesteri umum tak memberikan banyak gejala tapi dapat dicuri-
gai dari adanya perdarahan umum dan oliguria
41
Tanda : flusing, urikaria, rigor, febris, gelisah, takikardia
Gejala : kecemasan, pruritus, palpitasi, dispnea ringan, sakit kepala
Reaksi transfusi akut yang mengancam jiwa merupakan reaksi tak diinginkan
yang timbul akibat ketidakcocokan antara darah donor dengan darah resipien yang
bersifat akut dan dapat mengancam jiwa pasien. Reaksi akut terjadi selama atau
segera (dalam waktu 24) sesudah transfusi diberikan. Kemungkinan penyebabnya
adalah hemolisis akut intravaskuler, kontaminasi bakteri dan syok septik, kelebihan
mutan cairan, anfilaksis cedera paru akut yang berkaitan dengan cedera (TRALI).
Tanda : Rigor, febris, gelisah, hipotensi (penurunan sistolik sebesar 20%).
Hemoglobinuria (urin berwarna merah), perdarahan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya (DIC).
Gejala : Kecemasan, nyeri dada, nyeri di dekat tempat transfusi, gawat perna-
pasan atau sesak napas, nyeri pinggang atau punggung, sakit kepala dispnea.
Pasa pasien yang tidak sadar atau dibius, keadaan hipotensi dan perdarahan
yang tidak terkendali mungkin merupakan satu-satunya tanda yang menun-
jukkan transfusi yang tidak kompatibel
Pemeriksaan penunjang, hematokrit gagal atau tidak meningkat sesuai harapan,
hemoglobinemia dan hemoglobinuria, bilirubin indirek meningkat dan renal fuc-
tion test meningkat.
Reaksi transfusi ini harus diberitahukan dengan segera kepada dokter yang
merawat pasien dan ke PMI. Kemudian unit dengan set transfusinya, urine yang
baru diambil dan sample darah (satu sampel yang dibekukan dan satu lagi yang
diberi antikoagulan) yang diambil dari pembuluh vena yang berlawanan dengan
tempat infus dikirimkan ke Unit Pelayanan Darah. Pengiriman ini bersama blanko
permintaan yang sesuai dari Bank darah untuk pemeriksaan laboratorium
Selalu dilakukan pengecekan terhadap spesimen urine yang baru untuk men-
emukan tanda-tanda hemoglobinuria. Kemudian untuk mengumpulkan urine 24 jam
dan mengisi kartu keseimbangan cairan serta mencatat asupan serta keluaran urin,
serta mempertahankan keseimbangan cairan, serta memperhatikan perdarahan
yang terjadi pada tempat tusukan atau luka.
Reaksi transfusi hemolitik lambat adalah reaksi transfusi yang menyebabkan
hemolisis sel-sel darah merah resipien, yang timbul 5-10 hari sesudah transfusi.
42
Adapun kriteria diagnosa sebagai berikut :
Gejala timbul 5-10 hari pasca transfusi, berupa febris, anemia, ikterus, kadang-
kadang hemogloninuria
Reaksi transfusi hemolitik lambat yang berat dengan disertai syok, gagal ginjal,
serta DIC yang mengancam jiwa pasien merupakan kejadian yang langka.
Purpura paska transfusi merupakan komplikasi yang jarang terjadi, tetapi da-
pat berakibat fatal pada tindakan transfusi sel darah merah atau konsentratr, komp-
likasi terjadi karena antibodi terhadap antigen spesifik, trombosit yang ada dalam
darah resipen. Kejadian ini paling banyak dijumpai pada pasien wanita.
43
donor yang tidak segera ditransfusikan harus segera dititipkan atau dikembalikan
ke PMI dapat diambil setiap saat bila dibutuhkan.
Berdasarkan pada tujuan diatas, maka saat ini transfusi darah cenderung
memakai komponen darah disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya kebutuhan
akan sel darah merah, granulosit, trombosit, dan plasma darah yang mengandung
protesin dan faktor-faktor pembekuan. Indikasi transfusi darah dan komponen-kom-
ponennya adalah :
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume denganc
airan
2. Anemia kronis
3. Gangguan pembekuan darah karena diifesiensi komponen
44
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia
5. Kehilangan sampai 30% EBV umumnya dapat diatasi dengan cairan elektrolit
saja. Kehilangan lebih daripada itu, setelah diberi cairan elektrolit perlu dilan-
jutkan dengan transfusi jika Hb<8gr/dl
45
Kebutuhan darah (ml)
3x ∆Hb (Hb normal-Hb pasien) x BB
Keterangan :
Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
Hb pasien : Hb pasien saat ini
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa
menaikkan volume darah nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan
dengan darah jenih adalah :
1. Mengurangi kemungkinan penularan penyakit
2. Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
3. Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload
berkurang
4. Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien ini.
Indikasi :
1. Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000 ml
2. Hemoglobin <8gr/dl
3. Hemoglobin <10gr/dl dengan penyakit-penyakit utama (misalnya empisema, dan
penyakit jantung iskemik)
4. Hemoglobin <12gr/dl dan tergantung pada ventilator
Dapat disebutkan bahwa :
Hb sekitar 5 adalah CRITICAL
Hb sekitar 8 adalah TOLERABLE
Hb sekitar 10 adalah OPTIMAL
Transfusi mulai diberikan pada saat Hb CRITICAL dan dihentikan setelah men-
capai batas TOLERABLE atau OPTIMAL
1. Frozen wash concentraded red blood cells (sel darah merah pekat beku yang
dicuci)
Diberikan untuk pendertita yang mempunyai antobodi terhadap sel darah
merah yang menetap
46
2. Washed red cell
Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cel 2-3 kali dengan
saline, sisa plasma terbuang habis. Berguna untuk penderita yang tak bisa
diberi human plasma, kelemahan washed red cell yaitu bahwa infeksi sekun-
der yang terjadi selama proses serta masa simpan yang pendek (4-6jam).
Washed red cell dipakai dalam pengobatan aquired hemolytic anemia dan
exchane transfusion. Untuk penderita yang alergi terhadap protein plasma
Suspensi trombosit
Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang dise-
babkan oleh kekurangan trombosit. Pemberina trombosit yang berulang-
ulang menyebabkan pembentukan thrombocyle antobody pada penderita.
Transfusi trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena
trombositponia. Komponen trombosit mempunyai rasa simpan sampai den-
gan 3 hari.
47
Indikasi pemberian komponen trombosit adalah :
1. Setiap perdarahan spontan atau suhu operasi besar dengan jumlah trom-
bositnya kurang daro 50.000/mm 3. Misalnya perdarahan pada trombocu-
topenic, purpura, leukimia, anemia aplastik, demam berdasar, DIC dan
aplasia sumsum tulang karena pemberian sitotatiska terhadap tumor
ganas
2. Spenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun hipertensi
portal juga memerlukan pemberian suspensi trombosit prabedah.
Rumus transfusi trombosit
BB x 1/13 x 0,3
Keterangan
1. Plateled rich plasma (plasma kaya trombosit)
Platelet rich plasma diuat dengan cara pemisahan plasma dari darah
segra penyimpanan 34oC sebaiknya 24 jam
2. Plateled concentrate (trombosit pekat)
Kandungan utama yaitu trombosit, volume 50ml dengan suhu simpan
20o+2oC. berguna untuk meningkatkan jumlah trombosit. Peningkatan
post transfusi pada dewasa rata-rata 50.000-10.000/ul. Efek samping
berupa urtikaria, menggigil, demam, alloimunisasi Antigen trombosit donor
Dibuat dengan cara melakukan pemusingan (centrifugasi) lagi
pada platelet rich plasma, sehingga diperoleh endapan yang merupakan
platelet concentrate dan kemudian memisahkannya dari plasma yang di-
atas yang berupa plateled poor plasma. Masa simpan + 48-72 jam.
Plasma
Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah,
menggantikan protein yang terbuang seperti albumi n pada nephorotic syn-
drom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki jumlah faktor-fak-
tor tertentu dari plasma seperti globulin.
48
Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan
packed red cell
2. Plasma kering
Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3
tahun)
3. Fresh frozen plasma
Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung
dibekukan pada suhu -60oC. pemakaian yang paling baik untuk menghen-
tikan perdarahan (hemostasis)
Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan dengan volume
150-220ml. suhu simpan -18oC atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun.
Berguna untuk meningkatkan faktor pembekuan bila faktor pembekuan pekah/
kriopresipitat tidak ada. Ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan.
Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma (faktor pem-
bekuan), terutama faktor V dan VII. FCC biasa diberikan setelah transfusi darah
masif, setelah terapi warfain, dan koagulopati pada penyakit hepar. Setiap unit
FPP biasanya dapat menaikkan masing-masing kadar faktor pembekuan sebe-
sar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRC, saat hendak diberikan pada
pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu tubuh.
Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah
besar diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam surtar dalam FFP
mengikat kalsium. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system
Rh. Efek samping berupa urtukaria, menggigil, demam, hipervolemia.
Indikasi :
Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)
Neutralisasi hemostatis setelah tetapi warfain bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa.
Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah
transfusi massif
Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan
4. Cryopresipitate
49
Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VII, faktor pem-
bekuan XIII, faktor Vn Willbrand, fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk
menghentikan perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah pen-
derita hemofili A.
Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak
melalui tetesan infus, pemberian segera setelh komponen mencair, sebab
komponen ini tidak tahan pada suhu kamar
Suhu simpan -18oC atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditans-
fusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam,
alergi satu kantong (30ml) mengandung 75-80 unit faktor VIII, 150-200mg fib-
rinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII
Indikasi :
Hemophilia A
Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
Penyalkit con wilebrand
Rumus kebutuhan Cryopesipitate
0,5 x ∆Hb (hb normal – Hb pasien) x BB
5. Albumin
Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen dipisahkan
dari plasma. Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan sampai men-
jadi cairan 5% atau 20% 100 ml, albumin 20% mempunyai osmotik sama
dengan 400ml plasma biasa.
Rumus kebutuhan Albumin
∆albumin x BB x 0,8
50
Dua jenid penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABI dan Rhe-
sus (faktor Rh)
Sistem ABO
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi
yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut :
Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah dengan antogen A diper-
mukaan membran selnya dan menghasilkan antobodi terhadap antigen B dalam
serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A hanya dapat
menerima darah dari orang dengan golongan darah A atau O
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah
merahnya dan menghasilkan antobodi terhadap antigen A dalam serum darah-
nya, sehingga orang dengan golongan darah B hanya dapat menerima darahd
ari golongan darah B atau O.
Individu dengan golongan darah AB memiliki antigen A dan B serta tidak men-
gasilkan antobodi terhadap antigen A maupun B. sehingga orang dengan golon-
gan darah AB dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO
apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah
AB tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB.
Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi mem-
produksi antobodi terhadap antigen A dan B, sehingga orang dengan golongan
darah O dapat mendonorkan darahnya dengan golongan darah ABO apapun
dan disebut donor universal. Namun orang dengan golongand arah O hanya da-
pat menerima darah dari sesama O.
Sistem Rhesus
Sistem rhesus ini ditemukan melalui penyuntikan sel-sel darah merah
kera macaco rhesus kepada marmot (guinea-pig) untuk mendapatkan anti
serum. Anti serum yang didapatkan terntara beraksi dengan sel-sel darah
merah, antigan Rh yang ditemukan dalam darah kera Macaca rhesus oleh Land-
steiner dan Wiener pada tahun 1940 itu juga ditemukan dalam darah manusia.
Berdasarkan ada tidaknya antigen Rh, maka golongan darah manusia
dibedakan atas dua kelompok yaitu :
51
1. Rhesus positif, bila dalam darah merahnya terdapat faktor Rh pada per-
mukaan sel darah merahnya
2. Rhesus negatif bila dalam darah merahnya tidak terdapat faktor Rh pada per-
mukaan sel darah merahnya.
Jika seseorang Rh(+), maka ia dapat menerima darah dengan Rh(+), atau
RH(-). Sedangkan orang dengan Rh(-) hanya bisa meneirma darah dengan
Rh(-) saja,. Oleh karena itu darah Rh(-) sering disediakan untuk operasi-operasi
darurat tidak ada waktu lagi untuk melakukan pengecekan golongan darah sese -
orang.
Untuk dapat menyumbangkan darah, seorang donor darah harus memenhi
syarat sebagai berikut :
1. Calon donor harus berusia 17-60 tahun
2. Berrat badan minimal 50Kg
3. Kadar hemoglobin >12,5gr%
4. Tekanan darah 100-150 (sistole) dan 70-100 (diastole)
5. Nadi 30-100x/menit teratur
6. Menandatangani formulir pendaftaran
7. Tidak mengalami gangguan pada pembeku darah
8. Lulus pengujian kondisi berat badan, hemoglobin, golongan darah dan pe-
meriksaan oleh dokter
9. Untuk menjaga kesehatan dan keamanan darahm, calon donor tidak boleh
dalam kondisi atau menderita sakit seperti alkoholik, penyakit hepatitis, dia-
betes militus, epilepsim atau kelompok masyaratak risiko tinggi mendapatkan
AID serta mengalami seperti dema atau influensa, baru saja dicabut giginya
kurang dari tiga hari, pernag menerima transfusi kurang dari setahun, begitu
juga untuk yang belum setahun menato, menindik, atau akupuntur, hamil
atau sedang menyusui.
Penyumbang darah (donor) disaring keadaan kesehatannya. Denyut nadi,
tekanan darah dan suhu tubuhnya diukur, dan contoh darahnya diperiksa untuk
mengetahui adanya anemia.
Dinyatakan apakah pernah atau sedang menderita keadaan tertentu yang
menyebabkan darah mereka tidak memenuhi syarat untuk disumbangkan.
52
Keadaan tersebut adalah hepatitis, penyakit jantung, kanker (kecuali bentuk ter-
tentu misalnya kanker kulit yang terokalisasi), asma yang berat, malaria, ke-
lainan perdarahan, AIDS dan kemungkinan tercemar oleh virus AIDS.
Hepatitis, kehamilan, pembedahan mayor yang baru saja dijalankan,
tekanan darah tinggi yang tidak terkendali, tekanan darah rednah, anemia atau
pemakaian obat tertentu, untuk sementara waktu bisa menyebabkan tidak ter-
penuhinya syarat untuk menyumbangkan darah. Biasanya donor tidak diper-
obolehkan menyumbangkan darahnya lebih dari 1 kali setiap 2 bulan.
Untuk yuang memenuhi syarat, menyumbangkan darah adalah aman. Ke-
seluruhan proses membutuhkan waktu sekitar 1 jam, pengambilan darahnya
sendiri hanya membutuhkan waktu 10 menit. Biasanya ada sedikit rasa nyeri
pada saat jarum dimasukkan, tetapi setelah itu rasa nyeri akan hilang.
Standart unit pelayanan darah hanya sekitar 0,48 liter. Darah segar yang
diambil disimpand alam kantong plastik yang sudah mengandung pengawet dan
komponen anti pembekuan.
Sejumlah kecil contoh darah dari penyumbang diperiksa untuk mencari
adanya penyakit seperti AIDS, hepatitis, virus dan sifilis. Darah yang
didinginkand apat digunakan dalam waktu selama 42 hari. Pada keadaan ter -
tentu (misalnya untuk mengawetkan golongan darah yang jarang), sel darha
merah bsia dibekukan dan disimpan sampai selama 10 tahun.
Karena transfusi darah yang tidak cocok dengan resipien dapat berba-
haya, maka darah yang disumbangkan secara rutin digolongkan berdasarkan
jenisnya, apakah golongan A, B, AB atau O dan Rh Positif atau Rh negatif. Se-
bagai tindakan pencegahan berikutnya, sebelum memulai transfusi, pemeriksa
mencampurkan setetes darah donor dengan darah resipen untuk memastikan
keduany cocok teknik ini disebut cross matching.
Cros matching adalah pemeriksaan setologis untuk menetapkan sesuai
atau tidak sesuainya darah donot dengan darah resipien. Dilakukan sebelum
transfusi darah dan bila teradi reaksi transfusi darah :
Terdapat dua cara pemeriksaan, yaitu :
1. Crosmatch mayor : mencampur enitrosit donor (aglutinogen donor) dengan
serum resipien (agulitin resipien).
53
2. Crosmatch minor : mencampur resipien (aglutinogen resipien) dengan serum
donor (aglutinin donor)
Cara menilai hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut :
Bila kedua pemeriksaan (crosmatch dan minor tidak mengakibatkan agluti-
nasi eritrosit, maka diartikan bahwa darah donor sesuai dengan darah resip -
ien sehingga transfusi darah boleh dilakuka, bila crocmatch mayor meng-
hasilkan aglunitasi tanpa memperhatikan hasil crocmatch minor, diartikan
bahwa darah donor tidak sesuai dengan darah resipien sehingga transfusi
darah tidak dapat dilakukan dengan menggunakan donor itu
Bila croshmatch tidak menghasilkan aglutinasi, sedangkan dengan cros-
match minor terjadi aglutinasi, maka crosmatch minor harus diulangi dengan
menggunakan serum donor yang diencerkan. Bila pemeriksaan terakhir ini
ternyata tidak menghasilkan aglutinasi, maka transfusi darah masih dapat di-
lakukan dengan menggunakan darah donor tersebut. Bila pemeriksaan den-
gan serum donor yang diencerkan menghasilkan aglutinasi, maka darah
donor itu tidak dapat ditransfusikan
54
7. Ikuti protokol institusi dalam mendapatkan produk darah dari bank darah. Minta
darah bila telah siap menggunakannya
8. Dengan perawat yang lain, identifikasi kebenaran produk darah dan klien :
a. Periksa kompatibilitas yang tertera pada kantong darahd an informasi pada
kantong itu sendiri
b. Untuk darah lengkap, periksa golongan ABO dan tipe RH pada catatan klien
c. Periksa ulang produk darah dengan pesanan dokter
d. Tanyakan nama klien dan periksa / cocokkan dengan gelang nama
e. Dapatkan dara dasar tanda-tanda vital klien
9. Mulai untuk menstransfusikan darah :
a. Utamakan / isi jalur IV dengan 0,9% normal saline
b. Mulai transfusi dengan lambat menlalui tetesan pertama pada filter
c. Atur kecepatan tetesan 2ml/menit pada 15 menit pertama transfusi dan tetap
bersama klien. Jika ditemukan adanya reaksi, hentikan transfusi, siram / sun-
tik jalur IV dengan normal suline secara lambat dan beritahu dokter dan bank
darah
10. Monitor tanda-tanda vital
a. Dapatkan tanda vital klien setiap 5 menit selama 15 menit pertama transfusid
an setiap jarum untuk yang berikutnya mengikuti kebijakan institusi / rumah
sakit
b. Observasi klien terhadap adanya kemerahan, ruam kulit, gatal, dispnea, bin-
tik-bintik merah di kulit
11. Lepaskan dan buang sarung tangan. Cuci tangan
12. Lanjutkan mengoservasikan terhadap reaksi samping / efek samping transfusi
13. Catat pemberian darah dan produk darah. Catat cairan yang digunakan
mengikuti kebijakan rumah sakit / institusi
Bila transfusi sudah selesai. Kembalikan kantong plastik dan selangnya ke bank
darah.
55
Standart Prosedur Operasional transfusi darah di Rumah Sakit Daerah Kal-
abahi sebagai berikut :
1. Petugas mencuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Ganti baju pasien dengan baju infus
4. Lihat prosedur pemasangan infus terlebih dahulu sebelum pemberian transfusi
darah
5. Sebelum transfusi dilakukan terlebih dahulu cek kelengkapannya yang meliputi :
Penandatanganan informed consent tindakan pemberian transfusi darah
yang disetujui oleh pasien, keluarga yang bertanggungjawab, perawat seba-
gai saksi dan diketahui oleh dokter yang merawat
Indentifikasi kebenaran produk darah, sesuaikan nama pasien, tanggal lahir,
nomor register, komponen darah yang diperlukan, nomor kantong darah den-
gan labelnya dan tanggal kadaluwarsanya
Catat jenis dan jumlah darah yang dimasukkan di lembar observasi cairan
6. Perawat memakai handrub dan sarung tangan
7. Buka kantong darah, hubungkan selang transfusi dengan IV cateter lalu buka
klem pengatur tetesannya
8. Setelah darah masuk pantau tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit pertama
dan setiap 15 menit selama 1 jam sebelumnya
9. Bila terlihat gejala reaksi transfusi tutuplah saluran transfusion set segera ganti
cairan NaCl 0,9% beserta set infusnya dan segera lapor dokter
10. Bila kondisi klien tidak memungkinkan misalnya ada kelainan jantung an ginjal
maka kecepatan tetesan tergantung keadaan klinis pasien
11. Bila tidak ada hipovoleneik atau kelainan jantung kecepatan transfusi tergantung
keadaan klinis pasien, 1 cc atau 2 cc per kilogram BB per jam (20-40 tetes/
menit, maksumal 1000cc dalam 24 jam). Setelah semua komponen darah habis
bersihkan selang infuse dengan NaCl 0,9% sampai bersih
12. Satu unit darah selesai maksimal 4 jam. Catat jenis, jumlah, nomor seri darah,
suhu dan tekanan darah sebelum dn sesudah darah dimasukkan, obat-obatan
yang diberikan sebelum darah dimasukkan serta reaksi yang timbul setelah
darah dimasukkan di lembar I.D.1
56
13. Mintakan tanda tangan dokter yang memberikan instruksi transfusi darah seba-
gai penanggung jawab (model A dan LD.1)
14. Bersihkan dan rapikan alat-alat yang digunakan dan mencuci tangan
M. Pengelolaan Limbah
Penanganan Limbah Medis Padat
Pengelaolaan Limbah Medis Padat adalah suatu kegiatan yang dilakukan didalam
mengelola sampah medis padat yaitu bahan atau peralatan bekas yang digunakan
untuk keperluan medis . limah medis yang dimaksud : spuith, sarung tangan , dis-
posable, kasa, kapas, blood set, bekas botol infuse dan limbah meid lainya yang ter-
cemar darah atau cairan tubuh pasien . penanganan limbah medis padat dilakukan
sesuai prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit, sebagai berikut :
Sampah medis padat dipisahkan sesuai jenisnya, yaitu sampah medis tajam
seperti jarum dan sampah medis tidak tajam, yaitu kapas, kertas saring, spuit
(penghisap), sarung tangan sekali pakai, tabung spesimen plastik, kemasan
reagen dan lain-lain
Sampah medis tajam (jarum) dibuang dalam kontainer khusus tertutup
57
Sampah medis tidak tajam dibuang dalam kontainer tertutup dengan plastik
warna kuning. Khusus untuk sampai medis tidak tajam spuit (penghisap), tabung
spesimen darah plastik dibuang dalam kontainer khusus bertutup yang terpisah
Untuk wadah spesimen urine dan feses yang terbuat dari plastik, setelah spesi-
mennya dibuang ke spoel hok, wadah spesimennya langsung dibuang dalam
kontainer tertutup dengan plastik warna kuning bersama sampah medis lainnya
Untuk kemasan reagen, setelah dicuci bersih, ditampung ditempat tersendiri un-
tuk selajutnya dibuang dan dibakar dalam inseneratior rumahs akit
Spesimen darah dibuang dalam wadah tersendiri yang berisi desinfektan
Petugas pengangkut sampah rumah sakit mengambil sampah padat tajam dan
tidak tajam untuk dibakar di insenerator rumah sakit.
58
4. Atur posisi pasien agar memudahkan untuk melakukan prosedur.
B. Tahap Pelaksanaan :
Pre check dan Pre setting
1. Cek apakah ventilator sudah dibersihkan dan sirkuit sudah disterilkan.
2. Set Mode ventilator sebagai berikut :
Mode : VOL. CONTROL
Lower Alarm EXPIRED MINUTE VOL. 0 upper alarm 40
Lower Alarm O2 : 20, upper alarm : 100
TRIG. SENSITIVITY : -20
UPPER PRESS LIMIT : 80
PEEP : 0
INSP. PRESS. LEVEL : 0
Range Scale pada posisi ADULTS
3. Yakinkan EXPIRED MINUTE VOLUME dan AIRWAY PRESSURE meter pada
posisi 0
Pemasangan
1. Pasang set tubing ventilator, humidifier, test lung.
2. Sambungkan ventilator ke sumber listrik
3. Set tombol utama di belakang ventilator dengan cara menarik dulu baru
menekan ke atas.
4. Yakinkan indicator lampu hijau menyala.
5. Yakinkan EXPIRED MINUTE VOLUME dan AIRWAY PRESSURE pada posisi 0
6. Yakinkan GAS SUPPLY ALARM aktif ( lampu merah menyala )
7. Yakinkan SET. MIN. VOL. ALARM & SET O2 ALARM lampu menyala
8. Hubungkan selang O2 ke konektor O2 sentral
9. Hubungkan selang pressure air ke konektor sentral.
a) Set WORKING PRESSURE normal : 60 cm H2O
b) Set PRESET INSP. MIN. VOL. Pada 7,5 L/menit, constant flow, BREATHS/
MIN 10, INSP.TIME 25 % dan PAUSE TIME 30%.
59
c) Tutup Y-piece/servo humidifier
d) Yakinkan AIR PRESSURE meter menunjukkan nilai yang sama selama inspi-
rasi dan saat berhenti dengan WORKING PRESSURE, yaitu 60 cm H 2O
10. Cek UPPER PRESS. LIMIT alarm dengan cara :
a) Set mode VOL. CONTROL
b) Tutup Y-piece/servo humidifier
c) Putar tombol UPPER PRESS LIMIT ke 55 cmH2O, yakinkan inspirasi
berhenti dan alarm menyala.
d) Kembalikan lagi tombol ke 80 cmH2O
11. Cek minute volume
a) Set frekuensi nafas ( BREATHS/MIN )pada 20 x/menit
b) Pasang test lung
c) Set tombol parameter pada posisi EXP. MIN. VOL. L/Min
d) Lihat pada display, EXPIRED MINUTE VOLUME meter akan terbaca 7,5
0,5 l/menit setelah beberapa menit.
12. Cek minute volume alarm
a) Pada Lower alarm limit : Putar tombol LOWER ALARM LIMIT pada 7,5 l/
menit, yakinkan alarm akan menyala pada kisaran 7,5 0,5 l/menit
b) Pada Upper Alarm Limit : Putar tombol UPPER ALARM LIMIT pada 7,5 l/
menit, yakinkan alarm akan menyala pada kisaran 7,5 0,5 l/menit
13. O2 alarm
a) Set tombol parameter pada O2 CONC. %
b) Set mixer O2 pada 40% sehingga terbaca pada display
c) Putar tombol LOWER ALARM LIMIT searah jarum jam , yakinkan alarm
menyala pada kisaran 36 – 44 %, lalu putar kembali ke 18%
d) Putar tombol UPPER ALARM LIMIT berlawanan arah jarum jam, yakinkan
alarm akan menyala pada kisaran 36-40%, lalu putar kembali ke 100%.
14. Apneu Alarm
a) Set mode CPAP
b) Alarm akan menyala setelah 15 detik setelah mode diubah
15. Digital Display
a) Set tombol parameter pada BREATHS/MIN
60
b) Nilai akan terbaca pada display sesuai dengan nilai yang di set pada tombol
BREATHS/MIN
16. Cek Pressure Level
a) Set mode pada PRESS. CONTR.
b) Set BREATHS/Min pada nilai paling rendah
c) Set PEEP pada + 10 cmH2O
d) Set INSP. PRESS. LEVEL pada + 10 cmH2O
e) Yakinkan nilai yang terbaca pada AIRWAY PRESSURE meter pada kisaran
+20 2 cmH2O.
f) Kembalikan posisi PEEP dan INSP.PRESS. LEVEL pada 0
Kembalikan set mode ke VOL. CONTR,
17. Set mode sesuai kebutuhan dan kondisi pasien ( sesuai indikasi )
16. Sambungkan ke pasien melalui ETT
Penyapihan (weaning):
1. Cara konvensional dengan melepaskan ventilator dari pasien bila diduga telah
mampu bernafas spontan selama 5 menit, perhatikan frekuensi nafas, cyanosis,
nadi dan tekanan darah kemudian hubungkan kembali selama 55 menit.
2. Bila jam pertama tak ada problem coba lepaskan lagi 10 menit, Ini dilakukan
pada periode jam berikutnya dengan periode lepas 2x sebelumnya dengan
syarat tanda vital baik.
3. Prinsipnya waktu lepas ditambah sedangkan hubungan dengan ventilator diku-
rangi. Bila selama 4-6 jam telah mampu bernafas spontan tanpa kelelahan venti-
lator tak diperlukan lagi.
4. Bila ada sarana SIMV cara ini lebih baik hanya dengan mengurangi frekuensi 2x
per menit secara bertahap tanpa melepas ventilator dapat dicegah ketergantun-
gan pasien pada ventillator sementara tiap tahap dimonitor tanda-tanda vital dan
AGD. Setelah 1 jam bila normal turunkan lagi.
61
2. Pelayanan dilakukan sesuai standar.
3. Peralatan yang tersedia harus memenuhi ketentuan.
4. Semua tindakan harus terdokumentasi dengan baik.
5. Harus ada system monitor dan evaluasi
62
No Nama Obat Satuan Kekuatan
1 Adrenalin HCL Ampul 1 mg
2 Dexametason Flacon 10 mg
3 Dopamine Ampul 50 mg & 200
mg
4 KCL 1 mEq/ml Flacon 25 ml
5 Heparin 5000 IU Flacon 5000 iu/ml
6 Protamin Sulfat Ampul 50 mg/ml
7 Bicarbonate Natrikus 8,4 % Flacon 25 ml & 100 ml
8 Antihistamin Ampul
9 Clonidin Ampul 0,15 mg
10 Dextrose 40 % Flacon 25 ml
11 Diazepam Ampul 10 mg
12 Lidocain HCL 2 % Ampul 20 mg/ml
13 NaCl 0,9 % Kolf 500 ml
14 Dextrose 5 % dan 10 % Kolf 500 ml
15 Nifedipin Tablet 5 mg
16 Captopril Tablet 12,5 mg
17 Isosorbid Dinitrate Tablet 5 mg
18 Parasetamol Tablet 500 mg
19 H2O2 Larutan 3%
20 Iodine Povidone Larutan 10 %
21 Antiseptic ( savlon, hibiscrub dll ) Larutan
22 Alcohol 70 % Larutan
63
5 Kassa Steril
6 Blood Set
7 Masker Disposible
8 Sarung Tangan Steril
9 Plester
10 Oksigen Tabung
11 Havox / Sunclin ( untuk desinfektan mesin sesuai dengan petunjuk pabrik )
12 Campuran Perasetic Acid & H2O2 ( untuk dialiser proses ulang )
64
n. Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas, toilet untuk pasien dan
toilet untuk penunggu pasien
o. Spoelhok
2. Seluruh ruangan harus memenuhi persyaratan minimal untuk kebersihan, ventilasi,
penerangan dan mempunyai system keselamatan kerja dan kebakaran.
3. Mesin hemodialisis yang dipergunakan untuk memberikan pelayanan harus secara
berkala dikalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih ( Water Treatment ) yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
5. Mempunyai sarana untuk mengolah limbah dan pembuangan sampah sesuai peratu-
ran yang berlaku ( septic tank besar / rujukan limbah padat infeksius ).
6. Tiap unit hemodialisis sangat dianjurkan memiliki fasilitas akses internet untuk dapat
mengirim laporan berkala ke supervisor dan PERNEFRI pusat ( Registrasi PERNE-
FRI ).
65
11. Peralatan komunikasi eksternal ( telepon dan faximile ).
12. Peralatan untuk kegiatan perkantoran.
13. Peralatan untuk mengelola limbah dan sampah.
14. Perlengkapan dan peralatan lain sesuai kebutuhan.
G. Sistem Pembiayaan
1. Sumber :
Biaya sendiri ( out of pocket ).
Asuransi : PT. Askes ( wajib ), Askes sukarela, Asuransi kesehatan masyarakat
miskin, Asuransi lain.
Perusahaan.
Lain-lain.
H. Pengendalian Limbah
Mengikuti pengendalian limbah di rumah sakit. Untuk unit hemodialisis di luar rumah
sakit pengendalian limbah mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Dinas Kese-
hatan setempat.
66
Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material harus sesuai
dengan ketentuan yang mengacu pada patient safety.
Isolasi mesin hemodialisis hanya diharuskan pada pengidap virus hepatitis B
( VHB ), tidak pada pengidap virus hepatitis C ( VHC ) dan HIV.
Pemakaian dialiser proses ulang hanya diperkenankan pada pasien pengidap VHC
dan HIV dengan kewaspadaan khusus, akan tetapi dilarang pada pengidap VHB.
67
Kunjungan rumah secara rutin untuk mengetahui keadaan umum pasien,
lingkungan sekitar dan memberi nasehat atau pelatihan cara-cara mencegah
dan mengatasi komplikasi.
Membantu mengatasi komplikasi akut yang tidak dapat diatasi oleh pasien
sendiri
Laporan kunjungan diberikan ke dokter KGH untuk ditindaklanjuti.
3. Apabila terjadi peritonitis atau hambatan aliran masuk / keluar cairan yang tidak da-
pat diatasi sendiri, maka pasien harus kembali ke unit dialisis secepatnya.
4. Kateter Tenckhoff dicabut apabila terdapat peritonitis yang tidak dapat diatasi den-
gan antibiotika yang adekuat dalam 2 minggu, atau terdapat infeksi jamur, atau
membran peritoneum sudah tidak efektif lagi.
Apabila peritonitis sudah sembuh kateter Tenckhoff dapat dipasang lagi dalam
waktu paling cepat 1 bulan.
BAB IV
DOKUMENTASI
Dokumentasi panduan pasien yang mempunyai resiko tinggi yang harus dipenuhi adalah :
1. Format informasi dan edukasi pasien
2. Dokumen asesmen pasien hemodialisa dan dokumen rencana keperawatan dan im-
plementasi
3. Asesmen pasien ICU yang terpasang ventilator
4. Medical record asuhan pasien yang menjalani tindakan kemoterapi
5. Dokumen Edukasi ( DPI)
68
BAB V
PENUTUP
Ditetapkan di : Kalabahi
Pada tanggal : November 2017
RUMAH SAKIT DAERAH KALABAHI
69
dr. Ketut Indra Djaja Prasetya
NIP. 1962 1019 200003 1002
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Nama Pasien/keluarga : ....................................................................
Umur : ....................................................................
Alamat : ....................................................................
Agama : ....................................................................
Tempat kejadian : ....................................................................
Kronologis kejadian :
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
B. KESIMPULAN
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
70
C. TINDAK LANJUT
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
______________________________
Tanda tangan dan nama terang
Saksi I Saksi II
______________________________ ______________________________
Tanda tangan dan nama terang Tanda tangan dan nama terang
71