Rujukan Ibu Hamil

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 33

Rujukan Ibu Hamil,

Bersalin dan Nifas Dari


Faskes Primer

Prof. Dr. dr. Sarma Nursani L. Raja, M.Ked(OG), Sp.OG. Subsp. K.Fm
Prof. Drs. Heru Santosa, MS. Ph.D
Prof. Drs. Mahyuddin, M.IT., Ph.D
Prof. Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si
Dr. rer. medic., dr. M. Ichwan, M.Sc
Fatwa Imelda, S.Kep, Ners, M.Biomed

2023
PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
rahmat dan karunianya-Nya penulis telah dapat menyelesaikan buku
dengan judul Rujukan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas dari Faskes
Primer. Buku ini ditulis sebagai bahan referensi bagi Mahasiswa,
Dosen dan Profesi Bidang Kesehatan lainnya.

Buku ini merupakan hasil karya tulis yang diperkaya dengan


berbagai sumber literatur lainnya termasuk hasil-hasil penelitian
sebelumnya, sehingga pembaca dapat memahami pengetahuan
tentang rujukan ibu hamil bersalin dan nifas. Sekiranya ada sumber
bacaan yang diambil belum tercantumkan didaftar pustaka bukan
kesengajaan, tetapi karena kekhilafan penulis. Semoga buku ini
bermanfaat bagi pembaca semua.

i
DAFTAR ISI

PRAKATA......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB 1 KEMATIAN IBU ..............................................................................................1


A. Definisi Kematian Ibu .................................................................................. 1
B. Penyebab Kematian Ibu .............................................................................. 3
C. Upaya Menurunkan Kematian Ibu .......................................................21
D. Indikator dan Indeks..................................................................................26
E. Faktor yang Memengaruhi Angka Kematian Ibu............................27

BAB 2 SISTEM RUJUKAN ...................................................................................... 30


A. Definisi Sistem Rujukan ............................................................................30
B. Jenis-jenis Rujukan .....................................................................................32
C. Program Rujukan Kesehatan ..................................................................35
D. Petugas Kesehatan Penolong Persalinan...........................................40

BAB 3 KOMPETENSI BIDAN ................................................................................ 44


A. Definisi Kompetensi ...................................................................................44
B. Kompetensi Bidan .......................................................................................45
C. Lingkup Kompetensi Bidan .....................................................................59

BAB 4 SISTEM RUJUKAN ONLINE ..................................................................... 63


A. Definisi Sistem Rujukan Online .............................................................63
B. Pelaksanaan Sistem Rujukan Online ...................................................64
C. Sistem Rujukan Konsultasi Online .......................................................66

BAB 5 APLIKASI SIKOMAT................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 72


LAMPIRAN ..................................................................................................................77

ii
BAB 1
KEMATIAN IBU
Tujuan Umum :
Untuk mengidentifikasi kematian pada ibu

Tujuan Khusus :
- Untuk mengetahui defenisi kematian ibu
- Untuk mengetahui apa saja penyebab kematian ibu
- Untuk mengetahui apa saja upaya pencegahan kematian ibu
- Untuk mengetahui indikator dan indeks kematian ibu

A. Definisi Kematian Ibu


Menurut WHO, kematian ibu didefinisikan sebagai kematian
pada wanita akibat sebab apapun yang berkaitan dengan atau
diperparah oleh kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk
penyebab kecelakaan atau insidental) selama kehamilan dan
persalinan atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan,
terlepas dari lama dan lokasi kehamilan (World Health
Organization, 2023).

Hingga saat ini, angka kematian ibu masih sangat tinggi. WHO
melaporkan sekitar 295.000 wanita meninggal dunia ketika
mengandung dan melahirkan pada tahun 2017. Mayoritas
kematian ibu atau sekitar 94% terjadi di negara berpenghasilan
rendah dengan penyebab kematian yang sebenarnya dapat
dicegah. Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara menyumbang
sekitar 86% atau 254.000 angka kematian ibu pada tahun 2017.
Afrika Sub-Sahara sendiri menyumbang dua pertiga atau
196.000 kasus kematian ibu, sedangkan Asia Selatan
menyumbang hampir seperlima atau 58.000 kasus kematian ibu.
Pada saat yang sama, antara tahun 2000 dan 2017, Asia Selatan
mampu meraih penurunan angka kematian ibu terbesar di

1
dunia; penurunan hampir 60%. Secara keseluruhan, rasio
kematian maternal di negara berkembang menurun hampir 50%
(World Health Organization, 2019).

Tingginya angka kematian ibu di beberapa wilayah di dunia


mencerminkan ketidaksetaraan akses ke layanan kesehatan
berkualitas dan menyoroti kesenjangan antara kaya dan miskin.
Angka kematian ibu di negara berpenghasilan rendah pada tahun
2017 adalah 462 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan 11
per 100.000 kelahiran hidup di negara berpenghasilan tinggi
(World Health Organization, 2019).

Kematian ibu menurut batasan dari The Tenth Revision of The


International Clasification of Diseases (ICD-X) adalah kematian
seorang wanita yang terjadi pada saat kehamilan sampai dengan
42 hari setelah kehamilan berakhir, tidak tergantung dari lama
dan tempat terjadi kehamilan, yang disebabkan oleh apapun
yang berhubungan dengan kehamilan, atau oleh kehamilan
tersebut atau penangkanannya, tetapi bukan kematian yang
disebabkan oleh kecelakaan (Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Kematian ibu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :


1. Kematian obstetri langsung (direct obstetric death) yaitu
kematian yang langsung sebagai akibat komplikasi obstetri
pada kehamilan, persalinan dan nifas atau kematian
disebabkan tindakan atau yang terjadi selama proses
tindakan selama kehamilan, bersalin dam nifas (Syafrudin
dan Hamidah, 2009).
2. Kematian obstetri tidak langsung (inderict obstetric death)
yaitu kematian yang diakibatkan oleh penyakit bukan
komplikasi obstetri, yang diperberat dengan adanya
kehamilan atau persalinan (Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Risiko kematian ibu tertinggi terjadi pada remaja putri di bawah


usia 15 tahun dan komplikasi kehamilan dan persalinan lebih
tinggi pada remaja putri usia 10–19 tahun (dibandingkan wanita
usia 20–24 tahun) (Althabe, 2015). Angka kehamilan wanita di
negara kurang berkembang rata-rata lebih banyak dibandingkan

2
dengan negara maju, dan risiko kematian akibat kehamilan
seumur hidup mereka lebih tinggi. Risiko kematian maternal
seumur hidup seorang wanita adalah probabilitas bahwa
seorang wanita berusia 15 tahun meninggal karena penyebab
maternal. Di negara berpenghasilan tinggi, angka ini berkisar 1
dari 5400, dibandingkan 1 dari 45 di negara berpenghasilan
rendah (Althabe, 2015).

Berdasarkan data dari International Conference on Indonesia


Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH), hingga
tahun 2019, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi,
yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup. Padahal, target AKI
Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 per 100.000 kelahiran
hidup. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa tingginya AKI merupakan
salah satu tantangan yang harus dihadapi Indonesia sehingga
menjadi salah satu komitmen prioritas nasional, yaitu
mengakhiri kematian ibu saat hamil dan melahirkan (Susiana,
2021)

Data dari program kesehatan keluarga Kementrian Kesehatan


melaporkan jumlah kematian ibu sebanyak 7.389 pada tahun
2021. Jumlah tersebut melonjak 59,69% dibanding tahun 2020
akibat tingginya lonjakkan COVID-19 pada tahun 2021. Jawa
Timur merupakan provinsi dengan jumlah kematian ibu terbesar
pada 2021, yakni mencapai 1.279 jiwa (17,31%), diikuti Jawa
Barat sebanyak 1.204 jiwa (16,29%) dan Jawa Tengah sebanyak
976 jiwa (13,21%). Penyebab terbanyak kematian ibu di
Indonesia pada tahun 2021 adalah Covid-19 (2.982 jiwa), diikuti
dengan perdarahan (1.320 jiwa), lain-lain (1.309 jiwa),
hipertensi dalam kehamilan (1.077 jiwa), penyakit jantung (335
jiwa), gangguan metabolik (80 jiwa), gangguan sistem peredaran
darah (65 jiwa), dan abortus (14 jiwa) (Kusnandar, 2022)

B. Penyebab Kematian Ibu


Sebagian besar kematian ibu tidak diketahui penyebab yang
pasti. Namun demikian, dengan menggunakan data yang

3
tersedia, hampir 73% dari semua kematian ibu antara tahun
2003 dan 2009 disebabkan oleh penyebab obstetrik langsung;
kematian karena penyebab tidak langsung menyumbang 27,5
persen dari semua kematian. Penyebab utama kematian ibu
adalah sebagai berikut: (Black et al, 2016).
• Perdarahan (27,1%); lebih dari 72,6% kematian akibat
perdarahan diklasifikasikan sebagai perdarahan
postpartum
• Hipertensi (14%)
• Sepsis (10,7%)
• Abortus (7,9%)
• Emboli dan penyebab langsung lainnya (12,8%)

Sekitar 7,9% dari semua kematian ibu disebabkan oleh abortus,


termasuk aborsi spontan atau induksi dan kehamilan ektopik.
Agka ini lebih rendah dari penilaian sebelumnya, yang
memperkirakan kematian akibat aborsi yang tidak aman sebesar
13% (Black et al, 2016).

Meskipun kehamilan ektopik dapat menimbulkan konsekuensi


kematian yang sangat serius, dan telah dilaporkan adanya
peningkatan insidensi, kejadian ini tetap jarang terjadi dengan
kurang dari 2 per 100 persalinan. Kondisi ini memiliki tingkat
fatalitas kasus yang tinggi dimana perawatan bedah mendesak
tidak tersedia (Black et al, 2016).

Dalam mengklasifikasikan kematian ibu akibat aborsi, dan lebih


khusus lagi aborsi yang tidak aman, yang didefinisikan sebagai
penghentian kehamilan yang tidak diinginkan “dilakukan oleh
orang yang tidak memiliki keterampilan yang diperlukan atau
dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan standar klinis
minimal, atau keduanya”, ada risiko kesalahan klasifikasi yang
dapat menyebabkan pelaporan yang kurang. ICD-10 tidak
memiliki kode khusus untuk aborsi yang tidak aman; oleh karena
itu, kematian yang dikaitkan dengan aborsi yang tidak aman
seringkali didokumentasikan dalam studi khusus. Bahkan ketika
aborsi yang diinduksi adalah legal, nilai-nilai agama dan budaya

4
di banyak negara dapat berarti bahwa perempuan tidak
mengungkapkan upaya aborsi, dan kerabat atau profesional
perawatan kesehatan tidak melaporkan kematian ini. Kurangnya
pendaftaran kematian mungkin merupakan hasil dari
stigmatisasi aborsi, yang dapat mengakibatkan kesalahan
klasifikasi yang disengaja oleh penyedia layanan di mana aborsi
dilarang (Black et al, 2016).

Persalinan terhambat umumnya dianggap atau didiagnosis


sebagai penyebab klinis kematian ibu. Namun, sebagai klasifikasi
kematian, mungkin sulit untuk ditangkap karena kematian
terjadi setelah persalinan macet dan konsekuensinya dapat
dikodekan dalam perdarahan atau sepsis. Praktik ini khususnya
menjadi masalah di tempat di mana otopsi verbal digunakan
untuk menentukan penyebab kematian, karena metode otopsi
verbal berbeda-beda; kurangnya definisi kasus yang konsisten
dan kebingungan mengenai penugasan hierarki penyebab
memengaruhi validitas data penelitian. Secara total, komplikasi
persalinan menyumbang 2,8% dan persalinan macet
menyumbang 2,8% dari semua kematian ibu secara global,
keduanya dilaporkan dalam "langsung lainnya" kategori, yang
berjumlah 9,6% (Black et al, 2016).

Penyebab tidak langsung kematian ibu, bila digabungkan,


merupakan penyebab paling umum kematian ibu. Rincian
kematian karena penyebab tidak langsung menunjukkan bahwa
lebih dari 70% berasal dari kondisi medis yang sudah ada
sebelumnya, termasuk HIV/AIDS, yang diperparah oleh
kehamilan. Namun, perkiraan ini harus dipertimbangkan dengan
hati-hati, mengingat fenomena misatribusi penyebab kematian
ibu tidak langsung (Black et al, 2016).

5
Gambar 1 Angka Kematian Ibu di Indonesia

Sumber data : SDKI 1994, SDKI 1997, SDKI 2002-2003

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian ibu dapat


terjadi antara lain (MDG) :
a. Aborsi
Aborsi yang tidak aman. bertanggung jawab terhadap 11 persen
kematian ibu di Indonesia (rata rata dunia 13 persen). Kematian
ini sebenarnya dapat dicegah jika perempuan mempunyai akses
terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta perawatan
terhadap komplikasi aborsi. Data dariSDKI 2002– 2003
menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan.

b. Sepsis
Sepsis sebagai faktor penting lain penyebab kematian ibu sering
terjadi karena kebersihan (hygiene) yang buruk pada saat
persalinan atau karena penyakit menular akibat hubungan seks
yang tidak diobati. Sepsis ini berkontribusi pada 10 persen
kematian ibu (rata -rata dunia 15 persen). Deteksi dini terhadap
infeksi selama kehamilan, persalinan yang bersih, dan perawatan
semasa nifas yang benar dapat menanggulangi masalah ini.
Partus lama, yang berkontribusi bagi sembilan persen kematian
ibu (rata- rata dunia 8 persen), sering disebabkan oleh
disproposi cephalopelvic, kelainan letak, dan gangguan kontraksi
uterus.

c. Penolong persalinan
Pola penyebab kematian di atas menunjukkan bahwa pelayanan
obstetrik dan neonatal darurat serta pertolongan persalinan oleh

6
tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya
penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian besar perempuan
bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali
kegawatan medis dan membantu keluarga untuk mencari
perawatan darurat.

Gambar 2 Proposi Kelahiran yang Dibantu Oleh Tenaga


Kesehatan Terlatih

Sumber data : Susenas

Menurut Saifudin (2015) kematian ibu dibagi menjadi dua


kelompok yaitu:
a. Kematian obstetri langsung (direct obstetric death) yaitu
kematian ibu yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas yang timbul akibat tindakan atau
kelalaian dalam penanganan. Komplikasi yang dimaksud
antara lain perdarahan antepartum dan postpartum,
preeklamsia/eklamsia, infeksi, persalinan macet, dan
kematian pada kehamilan muda.

b. Kematian obstetri tidak langsung (indirect obstetric death)


adalah kematian ibu yang disebabkan oleh suatu penyakit
yang sudah diderita sebelum kehamilan atau persalinan yang
berkembang dan bertambah berat yang tidak berkaitan
dengan penyebab obstetri langsung. Kematian obstetri tidak
langsung ini misalnya disebabkan oleh penyakit jantung,
hipertensi, hepatitis, malaria, anemia, tuberkulosis, HIV/AIDS,
diabetes dan lain-lain.

7
Gambar 3 Penyebab Kematian Ibu Menurut Mc Carthy dan Maine

Penjabaran dari kerangka tersebut adalah sebagai berikut:


a. Determinan dekat
Determinan dekat merupakan proses yang paling dekat terhadap
kejadian kematian maternal, yang meliputi kehamilan itu sendiri
dan komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas.
Tiap wanita hamil memiliki risiko komplikasi tersebut, tetapi
dibedakan menjadi ibu hamil resiko rendah, dan ibu hamil risiko
tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

1) Perdarahan
Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu antara lain
adalah perdarahan karena abortus, perdarahan ektopik
terganggu, perdarahan antepartum, dan perdarahan postpartum.
Perdarahan karena abortus dapat disebabkan karena abortus
yang tidak lengkap atau cedera pada organ panggul atau usus.
Abortus sendiri berarti kadaan berakhirnya kehamilan sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan, atau keluarnya janin
dengan berat kurnag dari 500 gram atau usia kehamilan kurang
dari 20 minggu. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang
terjadi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri. Janin yang
semakin membesar akan menyebabkan organ tidak mewadahi
dan akhirnya rupture (biasanya pada tuba fallopi), hal tersebut

8
menyebabkan perdarahan yang terkumpul dalam rongga perut
dan menyebabkan rasa nyeri setempat atau menyeluruh yang
berat, disertai pingsan dan syok. Perdarahan antepartum
merupakan perdarahan pervaginam yang terjadi pada umur
kehamilan antara 28 minggu sampai sebelum bayi lahir.
Perdarahan antepartum yang sering terjadi adalah solusio
plasenta, plasenta previa, dan vasa previa. Perdarahan
postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah anak lahir
dan beratnya lebih dari 500 gram, dapat terjadi sebelum maupun
sesudah plasenta lahir.

2) Infeksi
Infeksi pada kehamilan adalah infeksi jalan lahir yang terjadi
pada kehamilan muda dan tua. Infeksi pada kehamilan muda
adalah infeksi jalan lahir yang terjadi pada kehamilan kurang
dari 20 sampai 22 minggu yang disebabkan adanya abortus yang
terinfeksi. Sedangkan infeksi jalan lahir pada kehamilan pada
kehamilan tua adalah infeksi yang terjadi pada trimester kedua
dan ketiga. Infeksi jalan lahir ini dapat terjadi akibat ketuban
pecah sebelum waktunya, infeksi saluran kencing misalnya
sistitis, nefritis atau akibat penyakit sistemik seperti: malaria,
demam tifoid, hepatitis dan lain-lain. Keadaan ini berbahaya
karena dapat menyebabkan terjadinya sepsis yang dapat
menyumbang kematian ibu sebesar 15% (WHO, 2015).

3) Preeklamsia dan Eklamsia


Pre-eklamsia adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap
wanita hamil. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya
tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan kadar protein di
dalam urine. Wanita hamil dengan preeklampsia juga akan
mengalami pembengkakan pada kaki dan tangan. Preeklampsia
umumnya muncul pada pertengahan umur kehamilan, meskipun
pada beberapa kasus ada yang ditemukan pada awal masa
kehamilan.

Preeklamsia dibagi dalam dua bagian yaitu preeklamsia ringan


dan preeklamsia berat. Preeklamsia ringan adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinurea dan edema setelah umur

9
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini
timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit
trofoblas. Sedangkan Pre-eklamsia berat adalah komplikasi
kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110
mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema pada kehamilan
20 minggu atau lebih (Rahmawati, 2011).

Eklamsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang


tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala
preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering
mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma
atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah
melahirkan. Penyebab pasti dari kelainan ini masih belum
diketahui, namun beberapa penelitian menyebutkan ada
beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklamsia
dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut antara lain, gizi buruk,
kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim.

Faktor resiko terjadinya preeklamsia antara lain: pada umumnya


terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia
remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor
resiko yang lain adalah : riwayat tekanan darah tinggi yang
kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklampsia
sebelumnya, riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara
perempuan, kegemukan, mengandung lebih dari satu orang bayi,
riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid
arthritis.

4) Partus Macet
Partus macet atau partus lama merupakan persalinan yang
berlagsung lebih dari 18 jam sejak inpartu. Keadaan ini dapat
membahayakan jiwa janin dan ibu.

5) Ruptur Uteri
Ruptura uterus adalah sobeknya uterus atau rahim. Ruptura
uterus dapat terjadi secara komplet yaitu robekan terjadi pada
semua lapisan miometrium termasuk peritoneum (janin sudah
berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati), maupun

10
ruptura uterus inkomplet, yaitu robekan rahim secara parsial
dan peritoneum masih utuh.

Di Provinsi Sumatera Utara dilaporkan bahwa penyumbang


kematian dapat kita lihat dari gambar di bawah ini. Dan Di
Indonesia penyumbang kematian ibu tidak jauh berbeda dengan
provinsi Sumatera Utara.

Gambar 4 Penyebab Kematian Maternal

Sumber data : Riskesdas, 2018

b. Determinan Antara
Determinan antara merupakan determinan yang akan
memengaruhi determinan dekat sehingga dapat menyebabkan
kematian ibu, yang termasuk ke dalam determinan antara yaitu:
1) Status Kesehatan Ibu
Status kesehatan ibu yang berpengaruh terhadap kejadian
kematian maternal meliputi status gizi, anemia, penyakit yang
diderita ibu, dan riwayat komplikasi pada kehamilan dan
persalinan sebelumnya.

2) Status Reproduksi
Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian
kematian maternal adalah usia ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak
kehamilan dan status perkawinan ibu.

11
3) Status Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat
besi. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional
karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas
sumber daya manusia. Menurut WHO, kejadian anemia
kehamilan berkisar antara 20 dan 89% dengan menetapkan Hb
11 g% (g/dl) sebagai dasarnya (Manuaba, 2010).

Ibu hamil dianggap anemia bila kadar hemoglobinnya < 11 g%.


Anemia yang paling banyak terjadi adalah anemia akibat
defisiensi zat besi dan asam folat. Keluhan anemia meliputi letih,
lemah, pucat,pusing, sakit kepala, anoreksia, stomatitis, sensitif
terhadap rasa dingin (Lailiyana, Noor dan Suryatni, 2010). Ibu
dengan anemia tidak dapat menoleransi kehilangan darah
seperti perempuan sehat tanpa anemia. Pada waktu persalinan
terjadi kehilangan darah 1000 ml tidak akan mengakibatkan
kematian ibu sehat, tetapi sebaliknya pada ibu dengan anemia
kehilangan darah kurang dari itu dapat berakibat fatal dan
meningkatkan risiko operasi atau penyembuhan luka lama dan
lukan dapat terbuka seluruhnya (Saifuddin, 2009).

4) Riwayat Penyakit yang diderita Ibu


Penyebab kematian ibu tidak langsung adalah malaria, hepatitis,
HIV/AIDS, diabetes melitus, bronkopneumonia. Riwayat obstetri
yang buruk seperti persalinan dengan tindakan, perdarahan,
partus lama, bekas seksio sesaria akan memengaruhi kematian
ibu (Saifuddin, 2009). Penyakit jantung akan menjadi lebih berat
pada saat kehamilan, karena dapat memengaruhi gangguan pada
pertumbuhan janin. Keluhan utama yang dirasakan seperti cepat
merasa lelah, jantung berdebar-debar, sesak napas disertai
kebiruan, edema tungkai dan mengeluh tentang bertambahnya
besar rahim yang tidak sesuai (Manuaba, 2010).

5) Akses terhadap Pelayanan Kesehatan


Akses terhadap pelayanan kesehatan meliputi keterjangkauan
lokasi pelayanan kesehatan, jenis dan kualitas pelayanan yang
tersedia, serta keterjangkauan informasi. Di negara berkembang

12
seperti Indonesia, umumnya berhubungan dengan tiga
keterlambatan (The Three Delay Models) yaitu:
a) Terlambat mengambil Keputusan
Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat masyarakat
dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena masalah
tradisi atau kepercayaan dalam pengambilan keputusan di
keluarga, dan ketidakmampuan menyediakan biaya; keluarga
terlambat merujuk karena tidak mengerti tanda bahaya yang
mengancam jiwa ibu; tenaga kesehatan terlambat melakukan
pencegahan dan/atau mengidentifikasi komplikasi secara dini;
dan tenaga kesehatan tidak mampu mengadvokasi pasien dan
keluarganya mengenai pentingnya merujuk tepat waktu agar
jiwa ibu dan bayi selamat.

b) Terlambat mencapai Rumah Sakit Rujukan dan Rujukan tidak


Efektif
Keterlambatan kedua ini dapat disebabkan oleh hal berikut,
masalah geografis, ketersediaan transportasi, stabilisasi pasien
komplikasi tidak dilakukan atau tidak efektif, serta monitoring
pasien selama rujukan tidak dilakukan atau dilakukan tetapi
tidak ditindak lanjuti.

c) Terlambat mendapat pertolongan adekuat di Rumah Sakit


rujukan Terlambat mendapat pertolongan adekuat di RS
merupakan keterlambatan ketiga yang sering terjadi, hal
tersebut dapat disebabkan karena sistem administratif RS tidak
efektif, tenaga kesehatan yang dibutuhkan tidak tersedia, tenaga
kesehatan yang kurang terampil, sarana dan prasarana tidak
lengkap atau tidak tersedia, darah tidak segera tersedia, pasien
tiba di RS dengan ‘kondisi medis yang sulit diselamatkan’, kurang
jelasnya pengaturan penerimaan kasus darurat agar tidak terjadi
penolakan pasien atau agar pasien dialihkan ke RS lain secara
efektif, serta kurangnya informasi di masyarakat mengenai
kemampuan sarana pelayanan kesehatan yang dirujuk dalam
penanganan kegawatdaruratan maternal dan bayi baru lahir,
sehingga pelayanan adekuat tidak diperoleh.

13
d) Perilaku Sehat
Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain
meliputi perilaku penggunaan alat kontrasepsi, dimana ibu yang
mengikuti program keluarga berencana (KB) akan lebih jarang
melahirkan dibandingkan dengan ibu yang tidak ber KB, perilaku
pemeriksaan antenatal secara teratur akan terdeteksi masalah
kesehatan dan komplikasinya, penolong persalinan, dimana ibu
yang ditolong oleh dukun berisiko lebih besar untuk mengalami
kematian dibandingkan dengan ibu yang melahirkan dibantu
oleh tenaga kesehatan, serta tempat persalinan, dimana
persalinan yang dilakukan di rumah akan menghambat akses
untuk mendapatkan pelayanan rujukan secara cepat apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan (Syafrudin dan Hamidah, 2009).
Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh


tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan
kebidanan, dokter umum, bidan, dan perawat) seperti mengukur
berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri,
imunisasi tetanus toxoid (TT) serta pemberian tablet besi pada
ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai dengan pedoman
pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan
promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat
dari cakupan K1 dan K4. Rendahnya cakupan K4 menunjukkan
bahwa masih banyak ibu hamil yang tidak melanjutkan
melakukan kunjungan ke 4 pada triwulan ke 3 sehingga
kehamilannya lepas dari pemantauan petugas kesehatan.
Kondisi ini menyebabkan tejadinya kematian pada ibu
melahirkan dan bayi yang dikandungnya (Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, 2010).

Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian


pelayanan antenatal sekurang-kurangnya empat kali selama
masa kehamilan, dengan distribusi waktu minimal satu kali pada
trisemester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), satu kali
pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan dua
kali pada trisemester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai

14
persalinan). Standar waktu pelayanan dianjurkan dapat
menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin
berupa deteksi dini (faktor risiko, penceghan, dan penanganan
dini komplikasi kehamilan). Pelayanan antenatal yang dilakukan
diupayakan memenuhi standar kualitas 10T yaitu:
a) Penimbangan berat bdan dan tinggi badan;
b) Pengukuran tekanan darah;
c) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA);
d) Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);
e) Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi
tetanus toksoid sesuai status imunisasi;
f) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan;
g) Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ);
h) Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi
interpersonal dan konseling, termasuk keluarga berencana);
i) Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes
hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan
pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan
sebelumnya); dan
j) Tatalaksana kasus

Namun sejak tahun 2020 kunjungan ibu hamil dilakukan enam


kali dengan satu kali pada trimester satu yang dilakukan oleh
dokter untuk skrining dan pengobatan jika dijumpai penyakit-
penyakit tertentu kalau perlu melakukan perujukan ke Fasilitas
Kesehatan Rujukan. Dilakukan juga pemeriksaan ultrasonografi
obstetric terbatas yang dilakukan oleh dokter yang telah
mengikuti pelatihan pemeriksaan USG Obstetri terbatas.

Pada trimester dua dilakukan pemeriksaan dua kali. Pada


trimester tiga dilakukan kunjungan antenatal tiga kali dimana
pada kunjungan kelima (kedua kali pada trimester tiga)
pemeriksaan kembali dilakukan oleh dokter untuk skrining
dimana akan dilakukan persalinan. Pada kunjungan kelima ini
juga dilakukan pemeriksaan USG obstetric terbatas.

15
Pada usia kehamilan dibawah 20 minggu dilakukan skrining
faktor risiko preeklampsia disebutkan pada buku KIA tersebut
dimana ada Sembilan faktor resiko sedang di tandai dengan
warna kuning dan tujuh faktor resiko tinggi yang ditandai
dengan warna merah. Jika dijumpai dua faktor risiko sedang dan
atau satu faktor risiko tinggi pasien dirujuk ke rumah sakit
rujukan untuk pemeriksaan antenatal bersalin dan nifas di
rumah sakit rujukan tersebut.

Sekarang telah disosialisasikan pemakaian buku KIA tahun 2022


dimana frekuensi dan 10T masih sama seperti buku KIA 2020
namun pada buku KIA 2022 ditambahkan pemeriksaan
laboratorium kadar gula darah setelah diperiksa pada trimester
satu kembali diperiksa pada usia kehamilan 24-28 minggu untuk
menyingkirkan kemungkinan diabetes melitus gestational.

Gambar 5 Skrining Diabetes Melitus Gestational

Perbedaan yang lain adalah hal sebagai berikut yang dapat


dilihat pada gambar dibawah ini.

16
Gambar 6 Daftar Porsi Makan dan Minum Ibu Hamil

Sumber: Buku KIA, 2022

17
Gambar 7 Lembar Mingguan Pemantauan Ibu Hamil

Sumber: Buku KIA, 2022

Jika kita perhatikan dari gambar diatas ibu hamil dapat


memantau kondisinya setiap minggu. Demikian juga dengan
masa nifas ibu dapat memantau kondisi nya setiap hari.

Gambar 8 Lembar Harian Pemantauan Ibu Nifas

Sumber: Buku KIA, 2022

18
c. Determinan Jauh
Meskipun determinan ini tidak secara langsung memengaruhi
kematian ibu, tetapi juga perlu dipertimbangkan dan disatukan
dalam pelaksanaan intervensi penanganan kematian ibu. Faktor
yang termasuk kedalam determinan jauh antara lain status
wanita dalam keluarga dan masyarakat yang termasuk
didalamnya pendidikan dan pekerjaan ibu. Wanita yang memiliki
pendidikan tinggi akan lebih memperhatikan kesehatan diri dan
keluarganya, sehingga dapat mengambil keputusan tentang
keadaan dirinya dan cepat mencari pertolongan di pelayanan
kesehatan.

1. Pendidikan
Meskipun determinan ini tidak secara langsung memengaruhi
kematian ibu, akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi,
keagamaan dan faktor-faktor lain juga perlu dipertimbangkan
dan disatukan dalam pelaksanaan intervensi penangkanan
kematian ibu (Syafrudin dan Hamidah, 2009).
Termasuk dalam determinan jauh adalah status wanita dalam
keluarga dan masyarakat, yang meliputi tingkat pendidikan,
dimana wanita yang berpendidikan tinggi cenderung lebih
memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya, sedangkan
wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah, menyebabkan
kurangnya pengertian mereka akan bahaya yang dapat menimpa
ibu hamil maupun bayinya terutama dalam hal kegawatdaruratan
kehamilan dan persalinan. Menurut Hernandez, et al (2013)
menyatakan bahwa pendidikan memengaruhi meningkatnya
kesehatan ibu, dimana ibu menjadi mempunyai kesadaran pada
masalah kesehatan dan pengobatan, serta meningkat kebutuhan
akan penggunaan alat kontrasepsi dan pemeriksaan kehamilan.
Pendidikan dapat menurunkan angka kematian ibu, karena
dengan pendidikan yang tinggi mendorong seorang wanita untuk
lebih peduli dan sadar terhadap permasalahan kesehatan yang
berhubungan pada meningkatnya kematian ibu.

2. Pekerjaan
Pekerjaan ibu, dimana keadaan hamil tidak berarti mengubah

19
pola aktivitas bekerja ibu hamil sehari-hari. Hal tersebut terkait
dengan keadaan ekonomi keluarga, pengetahuan ibu sendiri yang
kurang atau faktor kebiasaan setempat.

Kemiskinan dapat menjadi sebab rendahnya peran serta


masyarakat pada upaya kesehatan. Kematian ibu sering terjadi
pada kelompok miskin, tidak berpendidikan, tinggal di tempat
terpencil, dan mereka tidak memiliki kemampuan untuk
memperjuangkan kehidupannya sendiri. Wanita-wanita dari
keluarga dengan pendapatan rendah (kurang dari US$ 1 perhari)
memiliki risiko kurang lebih 300 kali untuk menderita kesakitan
dan kematian ibu bila dibandingkan dengan mereka yang
memiliki pendapatan yang lebih baik.

Menurut Depkes dalam Fibriana (2007), faktor-faktor yang


memengaruhi kematian ibu adalah faktor medik, faktor non
medik, dan faktor pelayanan kesehatan. Faktor medik, meliputi
faktor empat terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan
terlalu dekat), komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas yang
merupakan penyebab langsung kematian maternal (meliputi
perdarahan, infeksi, keracunan kehamilan, komplikasi akibat
partus lama, trauma persalinan), keadaan dan gangguan yang
memperburuk derajat kesehatan ibu selama hamil (kekurangan
gizi, anemia, bekerja fisik berat selama kehamilan).

Faktor non medik yang berkaitan dengan ibu dan menghambat


upaya penurunan kesakitan dan kematian maternal, meliputi
terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan resiko
tinggi, ketidakberdayaan sebagian besar ibu hamil di pedesaan
dalam pengambilan keputusan untuk dirujuk, ketidakmampuan
sebagian ibu hamil untuk membayar biaya transport dan
perawatan di RS. Faktor pelayanan kesehatan yang belum
mendukung upaya penurunan kesakitan dan kematian maternal
antara lain berkaitan dengan cakupan pelayanan KIA, yang
meliputi belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan
penanganan kelompok berisiko, rendahnya cakupan ANC dan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pertolongan
persalinan yang dilakukan di rumah oleh dukun bayi yang tidak

20
mengetahui tanda-tanda kehamilan. Hal itu semua berkaitan
dengan terlambat mengambil keputusan merujuk, mencapai RS
rujukan, mendapatkan pertolongan di RS rujukan, dan penolong
persalinan bukan tenaga kesehatan. Penanganan kelompok
berisiko seringkali mengalami kematian yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan, disebabkan oleh 3 (tiga) faktor
keterlambatan, yang dikenal dengan faktor ”3T” yaitu:
1. Terlambat mengambil keputusan untuk merujuk
2. Terlambat mencapai RS rujukan
3. Terlambat mendapatkan pertolongan di RS rujukan.

C. Upaya Menurunkan Kematian Ibu


Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka kematian
ibu. Pada tahun 1987, untuk pertama kalinya di tingkat
international diadakan konferensi tentang kematian ibu di
Nairobi, Kenya. Kemudian pada tahun 1990 dilakukan World
Summit for Children di New York, Amerika Serikat, yang
menghasilkan tujuh tujuan utama, diantaranya menurunkan
angka kematian ibu menjadi separuh pada tahun 2000. Tahun
1994 diadakan International Conference on Population and
Development (ICPD) di Kairo, Mesir, yang menyatakan bahwa
kebutuhan kesehatan ibu yang berupaya agar setiap ibu hamil
dapat melalui kehamilan dan persalinannya dengan selamat.
Tahun 1995 di Beijing, Cina diadakan Fourth World Conference
on Women, kemudian pada tahun 1997 di Colombo, yang
menekankan perlu dipercepatnya penurunan angka kematian
ibu pada tahun 2000 (Syafrudin dan hamidah,2009). Konferensi
yang terakhir, yaitu The Millenium Summit in 2000, dimana
semua anggota PBB berkomitmen pada Millenium Development
Goals (MDGs) untuk menurunkan tiga perempat angka kematian
pada tahun 2015 dan untuk membangun upaya yang telah
dilakukan dalam MDGs, WHO mencanangkan agenda baru yakni
Sustainabel Development Goals (SDGs) berupa pembangunan
berkelanjutan dengan salah satu targetnya menurunkan AKI
dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup hingga tahun 2030
(WHO, 2015).

21
Indonesia telah mencanangkan Making Pregnancy Safer (MPS)
sebagai strategi pembangunan kesehatan masyarakat menuju
Indonesia Sehat 2010 pada 12 Oktober 2000, sebagai bagian dari
program Safe Motherhood. Tujuan dari Safe Motherhood dan
Making Pregnancy Safer sama yaitu melindungi hak reproduksi
dan hak asasi manumur dengan mengurangi beban kesakitan,
kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan
dan persalinan yang seharusnya tidak perlu terjadi. MPS
merupakan strategi sektor kesehatan yang fokus pada
pendekatan perencanan sistematis dan terpadu dalam
melaksanakan intervensi klinis dan pelayanan kesehatan. MPS
dilaksanakan pada upaya - upaya yang sudah ada dengan
penekanan pada pentingnya kemitraan antara sektor
pemerintah, lembaga pembangunan, sektor swasta, keluarga dan
anggota masyarakat (Martadisoebrata, Sastrawinata dan
Saifuddin, 2011).

Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah, karena solusi


perawatan kesehatan untuk mencegah atau menangani
komplikasi sudah diketahui dengan baik. Kesehatan ibu dan
kesehatan bayi baru lahir sangat erat kaitannya. Untuk
meningkatkan kesehatan ibu, hambatan yang membatasi akses
ke layanan kesehatan ibu yang berkualitas harus diidentifikasi
dan diatasi baik di tingkat sistem kesehatan maupun keluarga
dan masyarakat. Beberapa kebijakan yang dapat menurunkan
angka kematian dan kesakitan ibu adalah sebagai berikut
(Gliozheni, 2020):

• Penolong persalinan yang terampil


Dua tantangan penting untuk mencapai penurunan angka
kematian ibu yang signifikan adalah layanan yang terampil dari
penolong persalinan saat persalinan dan akses ke tingkat
perawatan kebidanan yang lebih tinggi jika terjadi komplikasi.
Untuk memenuhi tantangan ini, dibutuhkan profesional
kesehatan yang kompeten serta lingkungan di mana mereka
dapat bekerja secara efektif. Ada perbedaan besar di seluruh
dunia dan di antara negara-negara berkembang dalam proporsi

22
persalinan dengan penolong terlatih, kualitas penolong, proporsi
persalinan yang dilakukan di fasilitas kesehatan, dan kualitas
layanan. dalam fasilitas tersebut. Ada juga perbedaan penting
dalam risiko kematian ibu dan bayi baru lahir di tempat yang
berbeda. Di beberapa daerah perkotaan di negara berkembang
dan di semua negara maju, sebagian besar persalinan dilakukan
di rumah sakit yang didampingi oleh dokter atau bidan. Di
daerah pedesaan di negara berkembang, sebagian besar
persalinan dilakukan di rumah, umumnya tanpa bidan terlatih
dan seringkali dengan akses perawatan medis yang buruk
(Gliozheni, 2020).

Setiap persalinan, termasuk yang dilakukan di rumah, harus


dibantu oleh bidan, dokter, atau perawat yang telah terlatih
dalam teknik dasar persalinan yang bersih dan aman, dengan
pengenalan dan pengelolaan persalinan lama, infeksi, dan
perdarahan. Bila perlu, penolong persalinan juga harus bersiap
untuk menstabilkan dan segera merujuk ibu ke fasilitas yang
menyediakan perawatan kebidanan esensial. Dokter, bidan, atau
perawat harus secara rutin dididik atau dilatih untuk mengenali
dan menanggapi tanda-tanda peringatan dini keadaan darurat.
Perawatan terampil sebelum, selama, dan setelah melahirkan
dapat membuat perbedaan antara hidup dan mati bagi ibu
maupun bayinya (Gliozheni, 2020).

• Perawatan Kebidanan Esensial harus Dapat Diakses


Perawatan kebidanan esensial harus dapat diakses untuk
mengatasi komplikasi persalinan dan ini membutuhkan jaringan
fasilitas perawatan esensial berkualitas baik yang memberikan
perawatan kebidanan esensial dasar: pemberian obat antibiotik,
oksitosin, dan antikonvulsan; pengangkatan plasenta secara
manual; pembuangan sisa hasil konsepsi; dan membantu
persalinan pervaginam dan juga operasi dan transfusi darah.
Akses untuk sebagian besar penduduk ke tingkat perawatan
yang sesuai juga memerlukan sistem rujukan yang kuat yang
mencakup komunikasi dengan, dan transportasi ke, fasilitas
rujukan. Penting untuk meningkatkan akses ke perawatan yang

23
berpusat pada pasien dan komprehensif untuk wanita sebelum,
selama, dan setelah kehamilan, terutama di pedesaan dan daerah
tertinggal. Semua wanita membutuhkan akses ke perawatan
berkualitas baik selama kehamilan, persalinan, dan setelah
melahirkan (Gliozheni, 2020).

• Peningkatan Kualitas Layanan


Peningkatan kualitas pelayanan melalui upaya seperti
pemanfaatan protokol keselamatan di semua fasilitas persalinan
dan memberikan kesinambungan perawatan sebelum, selama,
dan setelah kehamilan. Sehubungan dengan kematian ibu,
pengumpulan informasi tentang kematian dengan maksud untuk
menemukan mengapa kematian terjadi, dan apa yang dapat
dilakukan untuk mencegahnya, merupakan kunci dari strategi
penjaminan mutu. Hal ini dapat berupa otopsi verbal di
masyarakat, tinjauan kematian ibu berbasis fasilitas,
penyelidikan rahasia, peninjauan kasus morbiditas berat ibu, dan
audit klinis berdasarkan kriteria komplikasi yang mengancam
jiwa. Metodologi ini sangat didukung oleh pendapat ahli dan
telah menerima pengesahan baru-baru ini dari WHO (Gliozheni,
2020).

• Perawatan Antenatal yang Memadai


Perawatan antenatal yang memadai menawarkan banyak
manfaat tidak hanya untuk janin dan neonatus, tetapi melalui
intervensi prakonsepsi dan antenatal tertentu yang dapat secara
signifikan mengurangi mortalitas dan morbiditas ibu. Alasan
pengenalan ANC secara luas adalah keyakinan bahwa tanda-
tanda awal, atau faktor risiko, morbiditas dan mortalitas dapat
dideteksi dan bahwa intervensi yang efektif dapat dilakukan.
Kunjungan antenatal dapat membantu kita dalam deteksi dan
pengobatan kehamilan- komplikasi terkait. Meskipun tidak ada
bukti kuat tentang keefektifan konten, frekuensi, dan waktu
kunjungan dalam program ANC, ANC menawarkan kesempatan
untuk mengingatkan wanita tersebut akan risiko yang terkait
dengan kehamilan dan untuk mendiskusikan serta
merencanakan pilihannya untuk perawatan profesional. ANC

24
masih memiliki kepentingan sebagai instrumen yang berpotensi
efektif untuk memastikan penggunaan layanan kebidanan yang
lebih baik (Gliozheni, 2020).

Intervensi antenatal efektif dalam menurunkan angka


morbiditas dan mortalitas ibu. Intervensi ini termasuk
pengenalan dan pengobatan penyakit hipertensi kehamilan,
diabetes gestasional, anemia, pengobatan dini malaria, deteksi
dan pengobatan bakteriuria asimtomatik, dan versi sefalik
eksternal (untuk mencegah persalinan macet). Selain potensi
untuk mengurangi penyebab spesifik morbiditas dan mortalitas
ibu, ANC juga dapat mendorong kesiapsiagaan persalinan dan
penggunaan bantuan tenaga terampil dalam persalinan.
Intervensi penting untuk perawatan selama persalinan dan
kelahiran harus mencakup pemantauan kemajuan persalinan
menggunakan partograf, menggunakan praktik aseptik,
menghindari episiotomi medis kecuali jika ada indikasi khusus,
dan mencegah perdarahan postpartum melalui manajemen aktif
kala tiga persalinan (Gliozheni, 2020).

• Perawatan pascapersalinan
Perawatan pascapersalinan sangat penting selama jam-jam
pertama setelah kelahiran dan penting sepanjang bulan pertama.
Lebih dari 60% kematian ibu terjadi pada periode
pascakelahiran dan survei terhadap wanita yang melahirkan di
rumah pedesaan mengidentifikasi 43% morbiditas
pascapersalinan. Sebagian besar kematian pascapersalinan
terjadi pada hari pertama setelah kelahiran dan
penatalaksanaannya berada dalam perawatan tenaga terampil
atau strategi perawatan darurat. Untuk ibu, perawatan tersebut
harus menekankan pencegahan, pengenalan tepat waktu, dan
pengobatan infeksi; perdarahan pascapersalinan; dan komplikasi
gangguan hipertensi kehamilan. Kunjungan nifas menawarkan
kesempatan untuk mengatasi masalah kesehatan apa pun setelah
melahirkan. Bukti menunjukkan pemantauan ketat dan
perawatan tindak lanjut selama periode postpartum sangat
penting (Gliozheni, 2020).

25
D. Indikator dan Indeks
Sejumlah indikator berbeda telah dikembangkan untuk
pengukuran angka kematian ibu. Empat paling indikator yang
umum digunakan berupa (Hawkins, 2020):
1. Maternal mortality ratio (MMRatio)
Merupakan indikator yang paling sering digunakan yang
dirumuskan sebagai:

Dengan merumuskan angka kematian ibu per kelahiran hidup,


daripada per wanita usia reproduksi, rasio MMR dirancang
untuk mengambarkan risiko kehamilan. Dimana rasio MMR
dapat secara berlebihan mengambarkan risiko kehamilan
dikarenakan pengecualian pada kelahiran yang tidak hidup,
tetapi yang mungkin bertanggung jawab atas kematian ibu.
Meskipun secara teori akan lebih baik untuk menyempurnakan
MMRatio dengan memasukkan semua kehamilan dalam, tetapi
pada praktiknya, data tentang kehamilan yang tidak
menghasilkan kelahiran hidup jarang tersedia.

2. Maternal mortality rate (MMRate)


MMRate merupakan indikator risiko kematian ibu pada wanita
usia subur. Ini setara dengan cause-specific death rate. Dimana
dirumuskan sebagai:

3. Proportion maternal
Proportion maternal merupakan indikator proporsi kematian
wanita dewasa karena penyebab maternal. Proportion maternal
digambarkan dengan rumus:

4. Lifetime risk (LTR) maternal death


LTR mencerminkan kemungkinan seorang wanita meninggal

26
karena penyebab maternal selama 35 tahun masa reproduksi.
Dengan demikian, ini memperhitungkan kemungkinan kematian
karena penyebab maternal setiap kali seorang wanita mengalami
kehamilan. Rumus yang umum digunakan untuk perkiraan LTR
adalah:

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia tercatat sebesar 177


kematian per 100 ribu kelahiran hidup pada 2017. Rasio itu
sudah lebih baik dari belasan tahun sebelumnya yang lebih dari
200 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Kendati demikian,
AKI Indonesia masih ketiga tertinggi di Asia Tenggara (Melani,
2019).
Menurut Ketua Komite Ilmiah International Conference on
Indonesia Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH),
Meiwita Budhiharsana, hingga tahun 2019 AKI Indonesia masih
tetap tinggi, yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup (Melani,
2019).

E. Faktor yang Memengaruhi Angka Kematian Ibu


Beberapa indikator yang memengaruhi angka kematian ibu
(AKI) berupa (Awang, 2017):
1. Pemeriksaan ibu hamil bulan pertama
2. Pemeriksaan ibu hamil bulan keempat
3. Persalinan dengan di tolong tenaga kesehatan
4. Cakupan kunjangan nifas empat kali

Faktor risiko merupakan beberapa keadaan yang dimiliki oleh


ibu tetapi tidak bermakna secara langsung meningkatkan risiko
kematian ibu. Faktor risiko tersebut dapat berupa umur ibu
kurang dari 20 tahun dan atau lebih dari 35 tahun, jumlah anak
lebih dari 4, jarak kehamilan terakhir kurang dari 2 tahun,
riwayat penyakit sebelumnya dan lingkar lengan atas kurang
dari 23,5 cm (Jayanti, 2016).

Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia didominasi oleh


pendarahan pasca persalinan, hipertensi/eklamsia, dan infeksi.

27
Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah masih banyaknya
kasus 3 terlambat dan 4 terlalu (GKIA, 2016).

Kasus 3 terlambat, meliputi (GKIA, 2016):


1. Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil
keputusan.
2. Terlambat dirujuk ke fasilitas kesehatan.
3. Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.

Kasus 4 terlalu, meluputi (GKIA, 2016):


1. Terlalu tua hamil (diatas usia 35 tahun)
2. Terlalu muda hamil (dibawah usia 20 tahun)
3. Terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4)
4. Terlalu dekat jarak antar kelahiran (kurang dari 2 tahun)

Keadaan ibu pra–hamil dapat berpengaruh terhadap


kehamilannya. Penyebab tidak langsung kematian maternal ini
antara lain adalah anemia, kurang energi kronis (KEK) dan
keadaan 4 terlalu (terlalu muda / tua, terlalu sering dan terlalu
banyak) (Ulfah, 2019)

Kematian maternal dipengaruhi oleh 3 determinan, yaitu


determinan dekat, determinan antara dan determinan jauh yaitu
(Cameron, 2019):
• Determinan dekat merupakan penyebab kematian ibu, yaitu
kehamilan itu sendiri dan gangguan obstetrik yang berupa
perdarahan, infeksi, eklampsia/preeklampsia, dan lainnya.
Determinan dekat secara langsung dipengaruhi oleh
determinan antara.
Determinan dekat merupakan proses yang paling dekat
terhadap kejadian kematian maternal, yang meliputi
kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam kehamilan,
persalinan dan masa nifas. Tiap wanita hamil memiliki risiko
komplikasi yang berbeda, dibedakan menjadi ibu hamil risiko
rendah dan ibu hamil risiko tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain:
Perdarahan

28
Infeksi
Pre-eklamsia dan eklamsia
Partus macet dan partus lama
Ruptur uterus
• Determinan antara merupakan keadaan atau hal-hal yang
melatarbelakangi dan menjadi penyebab langsung serta tidak
langsung dari kematian ibu meliputi status kesehatan ibu,
status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan dan
perilaku penggunaan pelayanan kesehatan.
• Determinan jauh merupakan determinan yang berhubungan
dengan faktor demografi dan sosiokultural, yaitu status
wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga
dalam masyarakat, dan status masyarakat.
Determinan jauh tidak secara langsung memengaruhi
kematian maternal, akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi,
dan faktor-faktor lain juga perlu dipertimbangkan dalam
kematian maternal.

29

Anda mungkin juga menyukai