0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan45 halaman

Critical Book Riview Kepemimpinan Rohani Sinaga

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 45

CRITICAL BOOK RIVIEW

KEPEMIMPINAN

DISUSUN OLEH:

NAMA : ROHANI PUNGUAN SINAGA

NIM : 2233141035

KELAS : C

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Sitti Rahmah, Spd.,M.Si

PENDIDIKAN SENI TARI FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat-Nya, Critical Book Riview Kepemimpinan ini dapat terselesaikan tepat waktu. Hasil
critical book riview ini ditulis guna memenuhi tugas mata kuliah kepemimpinan pada semester
awal ini. Semoga dengan terselesaikannya hasil Critical Book Riview ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyusun Critical Book riview ini, khususnya kepada Ibu Dr. Sitti Rahmah, Spd.,M.Si
selaku dosen pengampu mata kuliah kepemimpinan.

Penulis menyadari bahwa hasil critical book Riview ini jauh dari kata sempurna, maka kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan penulisan ini. Akhir
kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, 26 september 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................................3

BAB I: PENDAHULUAN

A. RASIONALISASI CBR .......................................................................4


B. TUJUAN CBR .......................................................................................4
C. MANFAAT CBR....................................................................................4
D. INFORMASI BIBLIOGRAFI ...............................................................4

BAB II: RINGKASAN ISI BUKU....................................................................6

BAB III: PEMBAHASAN

A. KELEBIHAN BUKU...........................................................................11
B. KELEMAHAN BUKU........................................................................11

BAB IV: PENUTUP

A. KESIMPULAN....................................................................................12
B. REKOMENDASI.................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. RASIONALISASI CBR

Melakukan Critical Book Report pada suatu buku merupakan kegiatan yang penting bagi
seseorang khususnya mahasiswa. Dari kegiatan ini kita dapat memahami isi sebuah buku dan
mengetahui kekurangan dan kelebihannya. Sering kali kita malas membaca semua isi buku dan
ingin mengetahui inti nya saja. Oleh karena itu, perlu adanya Critical Book Report ini untuk
mempermudah pembaca untuk membaca dan memahami inti bahasan dalam buku perkembangan
peserta didik.

B. TUJUAN CBR

1. Untuk memenuhi tugas mengkritik buku kepemimpinan.


2. Untuk mengulas isi buku kepemimpinan.
3. Untuk menentukan kekurangan dan kelebihan buku kepemimpinan.

C. MANFAAT CBR

1. Memahami isi buku kepemimpinan .


2. Menambah pengetahuan dalam mengkritik suatu buku.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku kepemimpinan.
Identitas Buku

Buku utama

Judul : kepemimpinan Pendidikan

Penulis : Nurtanio Agus Purwanto

Tahun : 2019

Cetakan : 1 pertama

Tebal hlm: 128 hlm

No ISBN : 987-602-5873-73-7

Buku Pembanding

Judul : kepemimpinan dan perilaku organisasi

Penulis: Syamsu Q, Badu & Novianty Djfri

Tahun : 2017

Cetakan: 1 pertama

Tebal: 154

No ISBN: 978-602-6635-43-3
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

BAB I Konsep Dasar Kepemimpinan Kepala Sekolah

A. Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah


Sebelum mengetahui pengertian kepemimpinan kepala sekolah secara menyeluruh,
terlebih dahulu harus diketahui dua pokok sub pembahasan, yakni kepemimpinan dan
kepala sekolah. Di masa lalu, terdapat dua persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin,
yaitu (Simerson & Venn, 2006: 4).
1. Only a small number of individuals are considered to have the right things to be served
and can be called leaders.
2. People who make themselves and are smart enough to create new products or launch
services at the right time and thus are raised to the level of leadership.

Apabila dijabarkan dua persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin tersebut sebagai
berikut:
1. Hanya sebagian kecil individu yang dianggap memiliki hal yang
tepat untuk melayani dan dapat disebut sebagai pemimpin. Secara
alami, individu tersebut memiliki kapasitas mental, emosional, dan
fisik untuk berpikir dan bertindak sebagai pemimpin. Hal ini
diperoleh dengan menjadi gender.
2 - Nurtanio Agus Purwanto
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN (Kepala Sekolah sebagai
Manager dan Leader)
yang tepat, memiliki warisan keluarga yang tepat, berasal dari
posisi sosial ekonomi yang tepat, atau menghadiri sekolah yang
tepat.
2. Orang-orang membuat sendiri dan cukup pintar untuk menciptakan
produk atau meluncurkan layanan baru pada waktu yang tepat dan
dengan demikian dinaikkan ke tingkat kepemimpinan.
Seorang kepala sekolah yang diangkat diharapkan memiliki
kepribadian yang baik, jujur, bertanggungjawab, dan sesuai dengan
kepemimpinan yang akan dipegangnya. Syarat seorang kepala
sekolah untuk memenuhi hal tersebu antara lain sebagai berikut:
1. Memiliki ijazah yang sesuai dengan ketentuan atau peraturan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
2. Mempunyai pengalaman kerja yang cukup, terutama di sekolah
yang sejenis dengan sekolah yang dipimpinnya.
3. Mempunyai sifat kepribadian yang baik, terutama sikap dan
sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi kepentingan
pendidikan.
4. Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas, terutama
mengenai bidang-bidang pengetahuan pekerjaan yang diperlukan
bagi sekolah yang dipimpinnya.
5. Mempunyai ide dan inisiatif yang baik untuk kemajuan dan
pengembangan sekolah.
Daryanto (2001: 92) Sementara itu, Reinhartz & Don (2004:
17) menyatakan bahwa sebagai kepala sekolah yang amanah,
tangguh, dan berkomitmen, maka harus dapat memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut.
1. Mempunyai kompetensi yang tepat atau yang dibutuhkan untuk
menjadi seorang pemimpin sekolah.
2. Menyukai guru dan murid.
3. Memiliki etika kerja yang kuat dan menyukai tantangan.

B. Peran, Tugas, dan Fungsi Kepala Sekolah Kepala sekolah merupakan bagian dari penentu
mutu pendidikan yang memiliki wewenang dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai
pemimpin sekolah. Suderadjat (2004: 112), menyampaikan tugas pokok dan fungsi kepala
sekolah sebagai pemimpin pendidikan, antara lain.
1. Melakukan perencanaan sekolah dalam arti menetapkan arah sekolah sebagai lembaga
pendidikan dengan cara merumuskan visi, misi, tujuan, dan strategi pencapaian.

2. Mengorganisasikan sekolah, artinya membuat struktur organisasi, menetapkan staf, serta


menetapkan tugas dan fungsi masing-masing staf.

3. Menggerakkan staf dalam artian memotivasi staf melalui internal marketing dan memberi
contoh eksternal marketing.

4. Mengawasi dalam arti melakukan supervisi, mengendalikan, dan membimbing semua staf dan
warga sekolah.

5. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan untuk dijadikan dasar pendidikan dan pertumbuhan
kualitas, serta melakukan problem solving, baik secara analitis sistematis maupun pemecahan
masalah secara kreatif dan menghindarkan serta menanggulangi konflik.

Kepala sekolah sebagai pemimpin di tingkat sekolah, mempunyai tugas pokok mengelola
penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Secara lebih operasional,
tugas pokok kepala sekolah mencakup kegiatan menggali dan mendayagunakan seluruh sumber
daya sekolah secara terpadu dalam kerangka pencapaian tujuan sekolah secara efektif dan
efisien. Menurut Leavitt (2005: 145), “manager or leaders, in one way or another, must influence
other people to do what managers want them to do.” Berdasarkan pernyataan tersebut,
implikasinya adalah kepala sekolah sebagai manager atau pemimpin di sekolah harus mampu
memberikan pengaruh supaya bawahannya dapat melakukan apa yang direncanakan untuk
mencapai tujuan sekolah yang sudah dituangkan dalam visi dan misi sekolah.

C.Kompetensi Kepala Sekolah

Pengertian kompetensi menurut Wahyudi (2009: 32) adalah pengetahuan, keterampilan,


dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak secara
konsisten yang memungkinkan seseorang menjadi kompeten atau memiliki kemampuan
dalam menjalankan wewenang, tugas, dan tanggungjawab. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah, bahwa kepala sekolah harus memiliki kompetensi atau kemampuan
yang meliputi dimensi kompetensi kepribadian, managerial, kewirausahaan, supervisi,
dan sosial. Tucker & Codding (2002: 48) mengungkapkan empat kemampuan utama
yang harus dimiliki oleh kepala sekolah, di antaranya.
1. Driving school improvement: passion for teaching and learning, taking initiative, and
achievement focus.
2. Delivering through people: leading the school community, holding people accountable,
supporting others and maximizing school capability.
3. Building commitment: contextual know-how, management of self, influencing other.
4. Creating an educational vision: analytical thinking, bigpicturing thinking, gathering
information.

Menurut pendapat dari Tucker & Codding, di bawah ini empat kemampuan utama yang harus
dimiliki oleh kepala sekolah.

1. Mendorong peningkatan sekolah: hasrat untuk mengajar dan belajar, mengambil inisiatif, dan
fokus pencapaian.

2. Menyampaikan melalui orang: memimpin komunitas sekolah, meminta pertanggungjawaban


orang, mendukung orang lain, dan memaksimalkan kemampuan sekolah.

3. Membangun komitmen: pengetahuan kontekstual, manajemen diri, dan mempengaruhi orang


lain.
BAB II KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MANAGER

Sebelum mengetahui peran kepala sekolah sebagai manager, pertama harus diketahui mengenai
beberapa prinsip manajemen menurut Taylor, yaitu (Lunenburg & Ornstein, 2008: 6).

1. Analysis of scientific work, through observation, data collection, and careful measurement.

2. Personal selection, namely choosing fully scientific and then training, teaching, and
developing workers.

3. Management cooperation to complete all work carried out in accordance with the principles of
science that has been developed.

4. Functional Supervision, starting from planning, organizing, to decision making. Empat


prinsip manajemen menurut Taylor di atas, sebagai berikut.

1. Analisis pekerjaan ilmiah, melalui pengamatan, pengumpulan data, dan pengukuran yang
cermat.

2. Pemilihan personel, yaitu memilih secara ilmiah dan kemudian melatih, mengajar, serta
mengembangkan pekerja.

B. Kepala Sekolah Sebagai Manager


Kepala sekolah secara langsung menjalankan peran managerial di sekolah untuk
memastikan terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Menurut Katz
& Kahn, peran managerial dapat dibagi tiga yakni. Technical, involving good planning,
organizing, coordinating, supervising, and controlling techniques; human, dealing with
human relations and people skills, good motivating and morale building skills; and
conceptual, emphasizing knowledge and technical skills related to the service (or
product) of the organization (Lunenburg & Ornstein, 2000: 333).

Kepala sekolah memiliki tugas utama sebagai manager untuk memaksimalkan seluruh sumber
daya sekolah. Kowalski (2010: 22) menyatakan bahwa “management focuses most direcly on
controlling resources and personnel, arguably essential assignments in any organization
including schools.”

Kepala sekolah sebagai manager diartikan bahwa dalam rangka mengelola tenaga pendidik
dan kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah, salah satunya adalah
kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi staf sekolah, khususnya guru. Dalam hal ini,
kepala sekolah diharapkan dapat memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada
guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti MGMP atau MGP tingkat
sekolah, in house training, diskusi profesional, dan sebagainya, atau melalui kegiatan pendidikan
dan pelatihan di luar sekolah, seperti kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti
berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak lain.

C. Tantangan Kepala Sekolah sebagai Manager


Tiga tantangan yang harus dihadapi kepala sekolah sebagai manager, yaitu (Simerson &
Venn, 2006: 4).
1. How can anyone who chooses to lead from anywhere in the organization influence
others to perform more effectively and efficiently than principal (both the “leader” and
“follower”) thought possible?
2. How can an organization elicit principal from everyone?
3. How can principals continue to succeed when the environment and context in which
they lead are constantly changing?

Pendapat dari Simerson & Venn yang menjelaskan mengenai tiga tantangan yang harus
dihadapi kepala sekolah sebagai manager, sebagai berikut.
1. Bagaimana mungkin seseorang yang memilih untuk menjadi kepala sekolah dari mana
saja dalam organisasi memengaruhi orang lain untuk melakukan kegiatan yang lebih
efektif dan efisien daripada yang kepala sekolah anggap mungkin?
2. Bagaimana suatu organisasi dapat memperoleh kepala sekolah dari latar belakang
yang berbeda-beda?
3. Bagaimana kepala sekolah dapat terus berhasil ketika lingkungan dan konteks yang
mereka pimpin terus berubah? Simerson & Venn (2006: 5) kembali memaparkan cara-
cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi ketiga tantangan di atas, yakni. Addressing
these three challenges requires a certain mindset, awareness, and nimbleness on behalf of
the person thinking and acting as the principal. Whether you are considered a
professional or nonprofessional, supervisor, manager, or executive. To successfully
address these challenges your thoughts, words, and actions must be both planned and
purposeful.

D. Indikator Kepala Sekolah sebagai Manager


Pada kasus di lapangan dapat diketahui pola yang menggambarkan kepala sekolah
sebagai manager, antara lain.
1. Mampu mengelola sekolah dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dari
indikator tersebut, apabila dirinci dapat diturunkan menjadi tiga sub indikator, yakni.
a. Mampu mengelola sekolah dengan baik.
b. Mampu mengatur guru dalam melaksanakan tugas.
c. Menjalankan peraturan perundang-undangan atau kedisiplinan tentang pendidikan
yang berlaku di sekolah. Leavitt (2005: 145) menyatakan bahwa "manager or leaders, in
one way or another, must influence other people to do what managers want them to do."
Di mana sebagai manager atau pemimpin, kepala sekolah harus dapat mempengaruhi
orang lain untuk mengerjakan apa yang kepala sekolah inginkan, dalam hal ini sesuai
dengan program sekolah yang telah dibuat dan harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan tentang pendidikan yang berlaku.

2.Memaksimalkan potensi sumber daya (manusia dan non manusia) yang dimiliki sekolah. Dari
indikator tersebut, dapat dipecah lagi menjadi dua sub indikator, yaitu pemaksimalan potensi
sumberdaya manusia dan non manusia. Menurut pendapat dari Holified & Cline (2007: 109),
salah satu tugas utama kepala sekolah adalah untuk meningkatkan performa guru. Hal ini sama
dengan pendapat dari Ernest (2010) di mana salah satu dimensi kepala sekolah professional,
yaitu mampu mengatur operasi dan sumber daya yang dimiliki sekolah.

BAB III KEPALA SEKOLAH SEBAGAI LEADER

Kepala sekolah sebagai pemimpin menjalankan peran untuk menjadi teladan sekaligus mampu
mengambil keputusan dengan cepat, tepat, dan bijaksana. Pendapat dari Kowalski (2010: 23),
menjelaskan fungsi kepala sekolah sebagai leader “…principals functioning as leaders make
decisions about what needs to be done to improve schools.” Artinya kepala sekolah berfungsi
sebagai pemimpin yang membuat keputusan tentang apa yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan sekolah. Menurut Osborne (2015: 10), leadership dari kepala sekolah dapat
dipelajari, sebagai berikut. Leaders are made rather than born. And while a real desire to lead is a
prerequisite for leadership, the key skills you need to lead can be learned. Leadership has many
facets and no simple definition. It is the ability to inspire and encourage others to overcome
challenges, accept continuous change, and achieve goals; it is the capacity to build strong,
effective teams; and it is the process of using your influence to persuade and steer. Leaders set a
strong example through their own life principles; they achieve results but also take responsibility
for failure. A life principle may be a rule, belief, or moral code that is important to you and
guides your decision-making throughout life.

Dari pendapat Osborne di atas, dapat diartikan bahwa pemimpin dibuat bukan dilahirkan.
Maksudnya, keinginan nyata untuk memimpin adalah prasyarat bagi seorang kepala sekolah,
tetapi keterampilan kunci yang dibutuhkan kepala sekolah untuk memimpin sekolah dapat
dipelajari. Kepemimpinan memiliki banyak sisi dan tidak ada definisi sederhana. Kemampuan
kepala sekolah untuk menginspirasi dan mendorong orang lain agar dapat mengatasi tantangan,
menerima perubahan terus-menerus, dan mencapai tujuan. Pernyataan ini ialah kapasitas untuk
membangun tim yang kuat dan efektif serta merupakan proses untuk menggunakan pengaruh
yang dimiliki, sehingga dapat membujuk dan mengarahkan. Para pemimpin memberi contoh
yang kuat melalui prinsip-prinsip kehidupan yang dianut, sehingga selain pemimpin dapat
mencapai hasil, tetapi juga bertanggungjawab atas kegagalan. Prinsip hidup ini dapat berupa
aturan, kepercayaan, atau kode moral yang penting dan memandu pengambilan keputusan
sepanjang hidup.

B.Kepala Sekolah sebagai Leader

Para kepala sekolah memberi teladan yang kuat melalui prinsip-prinsip kehidupan
mereka sendiri. Kepala sekolah memiliki tujuan utama untuk mencapai hasil yang telah
ditetapkan, tetapi juga bertanggungjawab atas kegagalan dari pencapaian hasil tersebut.
Kepala sekolah yang baik harus menjalankan peran baik sebagai manager maupun
sebagai leader sesuai dengan pernyataan Kowalski (2010: 23) “effective principals must
lead and manage, principals are viewed as administrator who continuously transition
between and coordinate their leadership and management functions.” Dari pernyataan
tersebut, dapat diketahui bahwa kepala sekolah yang efektif harus memimpin dan
mengelola, sementara kepala sekolah yang dipandang sebagai administrator harus terus
bertransisi untuk mengoordinasikan fungsi kepemimpinan dan manajemen.

C.Indikator Kepala Sekolah sebagai Leader

Kepala sekolah merupakan pemimpin di sekolah, untuk menjadi pemimpin yang baik
kepala sekolah harus memenuhi indikator-indikator tertentu. Berikut enam indikator yang
menggambarkan kepala sekolah sebagai leader. Keenam indikator tersebut
dikembangkan menjadi 10 sub indikator, sebagai berikut.
1. Mampu menjadi entrepreneur dan teladan dalam kepemimpinan pembelajaran atau
supervisor. Dari indikator tersebut, dikembangkan menjadi dua sub indikator, yakni
ditinjau dari aspek keteladanan sebagai entrepreneur dan dalam kepemimpinan
pembelajaran. Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus dapat menjadi teladan atau
memberikan contoh. Apabila kepala sekolah dapat melakukan hal ini, Yukl (2006: 133)
berpendapat bahwa keteladanan dapat digunakan untuk mempengaruhi bawahan atau
rekan-rekan. Jika hal ini dapat dilakukan secara konsisten, maka visi dan misi akan dapat
dicapai.
2. Kepala sekolah harus memiliki visi yang jelas.

Dari indikator tersebut, dikembangkan menjadi dua sub indikator, yakni ditinjau dari
aspek kejelasan visi sekolah dan sosialisasi tentang cara mencapai visi sekolah. Hal ini
menunjukkan jika seorang kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam kemajuan sekolah.
Kepala sekolah harus memiliki visi yang jelas untuk membawa kemajuan sekolah, sehingga
dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan organisasi secara menyeluruh.

BAB IV PENGEMBANGAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

A. Pembinaan (Coaching)

1. Pengertian Pembinaan Pembinaan merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan


kompetensi. Fullan (2008: 1) menyatakan bahwa terdapat delapan perubahan yang dihadapi oleh
kepala sekolah, empat yang pertama dapat menjadi problem, empat berikutnya dapat menjadi
pendukung maupun faktor yang melemahkan kepala sekolah. Berikut delapan perubahan yang
dihadapi kepala sekolah.

a. Initiatives (inisiatif).

b. High-stakes vulnerability (sensitivitas yang tinggi).

c. Managerial diversions (teknik manajerial).

d. Unfit for purpose (ketidaksesuaian dengan tujuan).

e. Strategies with potential (strategi yang memiliki potensi).

f. Recruitment and succession (rekruitmen dan suksesi).

g. Clusters, networks, and partnership (kelompok, jaringan, dan kerja sama).

h. International benchmark (standar internasional).

3.Model Pembinaan Pembinaan dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan dan dilaksanakan demi
kebaikan ke dua belah pihak yang terkait. Gilley & Eggland (1993: 107) menjabarkan
“organizing is based on the goals and objectives establish through the planning process”.
Menurut Gilley & Eggland, pengendalian didasarkan pada tujuan akhir yang akan dicapai dan
yang sudah ditentukan dalam perencanaan. Hasan (2009: 37) menjabarkan definisi evaluasi
sebagai sebuah kegiatan yang bertujuan untuk merumuskan apa yang harus dilakukan
mengumpulkan informasi, dan menyajikan informasi yang berguna bagi penetapan alternatif
keputusan. Evaluasi dapat dilakukan oleh semua pihak, baik intern maupun ekstern. Hasil
evaluasi yang dilakukan oleh ke dua belah pihak akan saling melengkapi informasi yang
diperoleh tentang organisasi.

Dalam rangka untuk menghasilkan kepala sekolah yang profesional dalam mengembangkan
kualitas pembelajaran di sekolah, Manna (2015: 51) mengidentifikasi beberapa hal yang harus
dilakukan oleh kepala sekolah, di antaranya.

a. Setting principal leadership standards

b. Recruiting aspiring principals into the profession

c. Approving and overseeing principal preparation programs

d. Licensing new and veteran principals

e. Supporting principals’ growth with professional development

f. Evaluating principals.

B.Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Kepala sekolah sebagai individu harus


memiliki motivasi untuk senantiasa mengembangkan dirinya. Upaya pengembangan kualitas
diri merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kualitas pendidikan secara
berkelanjutan. Salah satu pola pengembangan yang lazim diterapkan yaitu melalui
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) atau Continuing Professional Development
(CPD).

Lebih lanjut, Bubb & Earley (2008: 7), menyatakan tujuan CPD secara lebih eksplisit
sebagai berikut.
1. Helping others to achieve higher standards in their work for those who work and
higher learning outcomes for those who study.
2. Increase retention (not asking to stop working) and recruitment.
3. Give a positive contribution to work ethic and be able to motivate.
4. Creating a community for lifelong learning. 5. Realizing professional responsibility to
always improve his profession. 6. Save money because the costs of recruiting and
inducing new teachers are relatively expensive.

Tujuan CPD secara lebih eksplisit menurut Bubb & Earley,

yaitu.

1. Membantu seseorang secara lebih efektif untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam
pekerjaannya bagi yang bekerja dan lebih tinggi hasil belajarnya bagi yang belajar.
2. Meningkatkan retensi (tidak minta berhenti bekerja) dan rekrutmen.

3. Memberikan konstribusi positif terhadap etos kerja dan mampu memotivasi.

4. Menciptakan masyarakat untuk belajar sepanjang hayat.

5. Mewujudkan tanggungjawab seorang profesional untuk selalu meningkatkan keprofesiannya.

6. Menghemat uang karena biaya merekrut dan menginduksi guru baru relatif mahal.

C. Penyiapan Kepala Sekolah Kearney & Valadez (2015) pada penelitiannya menunjukkan
bahwa terdapat model baru dalam penyiapan kepala sekolah di universitas negeri di Amerika
Serikat, di mana kurikulum didesain kembali dan diadakan secara didaktis, serta ditawarkan
secara eksklusif di universitas. Hal ini berbeda dengan penyiapan kepala sekolah di Indonesia
yang ditangani oleh lembaga khusus yang berada di luar perguruan tinggi.

D.Pembinaan Kepala Sekolah Temuan penelitian Cheney & Davis (2011) menjelaskan review
penelitian yang mengungkapkan bahwa seperempat dari jumlah kepala sekolah yang ada
menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah memberikan andil pada pencapaian siswa.
Kondisi tersebut terjadi karena kepala sekolah memainkan peran penting pada pengembangan
dan pemberdayaan guru yang berdekatan langsung dengan siswa. Hal ini yang mendasari
peningkatan kualitas yang dimiliki oleh kepala sekolah. Temuan Cheney & Davis relatif sama
dengan kondisi di Indonesia, karena peran pemimpin sangat menentukan keberhasilan lembaga.

BAB V PENJAMINAN MUTU DI SEKOLAH

A. Pengertian Sistem Penjaminan Mutu


Brown (2004: 28) mengutarakan beberapa tahapan dalam mengembangkan pendekatan
terhadap pencapaian sebuah mutu, yaitu. 1. Quality Control The initial stage will
determine what someone wants to achieve in relation to the goals and objectives.
Standards are also needed as part of this specification to measure achievement levels.
Usually, the next development stage will involve quality control, that is, a procedure to
check whether the goal has been achieved at the desired level of performance. 2. Quality
Assurance Quality assurance involves establishing that there are systems and procedures
to ensure that goals are fulfilled consistently and reliably and are reviewed regularly. 3.
Quality Improvement and Transformation Quality improvement can be understood as the
next and consequent stage of each of these dimensions. For example, improving quality
must follow quality control by correcting errors or blocking gaps in achieving goals. At
this level, quality improvement becomes a quality transformation.

B. Aspek-Aspek dalam Sistem Penjaminan Mutu


Menurut White Paper, aspek-aspek dalam sistem penjaminan mutu, antara lain (Brown,
2004: 38).
1. Quality control, namely the mechanism within the school to maintain and improve
quality in accordance with their provisions.
2. Quality audit, means external supervision that aims to provide assurance that the
school has an appropriate quality control mechanism. A quality audit is a way to check
whether the relevant systems and structures in a school support their main teaching
mission.
3. Validation, namely approval of the course by the validation body for granting titles and
other qualifications.
4. Accreditation, is done by delegating to schools that are subject to certain requirements
and responsible for validating their own programs that lead to achieving quality
standards.
5. Quality assessment, namely external review and assessment of the quality of teaching
and learning in school.
Di dalam pendidikan terdapat pandangan umum tentang perlunya sistem penjaminan
mutu yang disediakan secara eksternal agar mekanisme pengontrolan mutu dalam
sekolah-sekolah memadai. Berbagai aspek dalam sistem penjaminan mutu di sekolah
menurut White Paper, sebagai berikut.
1. Pengontrolan mutu, yaitu mekanisme di dalam sekolah untuk mempertahankan dan
meningkatkan mutu sesuai dengan ketentuan mereka.
2. Audit mutu, berarti pengawasan eksternal yang bertujuan untuk memberikan jaminan
bahwa sekolah memiliki mekanisme pengontrolan mutu yang sesuai. Audit mutu adalah
cara untuk memeriksa apakah sistem dan struktur yang relevan dalam suatu sekolah
mendukung misi pengajaran utamanya.

3. Validasi, yakni persetujuan kursus oleh badan validasi untuk pemberian gelar dan kualifikasi
lainnya.

4. Akreditasi, dilakukan dengan cara mendelegasikan ke sekolah yang tunduk pada persyaratan
tertentu dan bertanggungjawab untuk memvalidasi program mereka sendiri yang mengarah ke
pencapaian standar mutu.

5. Penilaian mutu, yaitu tinjauan eksternal dan penilaian tentang mutu pengajaran serta
pembelajaran di sekolah.
C. Standar dalam Sistem Penjaminan Mutu

di Sekolah Chung (2002: 6) menyatakan standar dalam sistem penjaminan mutu di sekolah,
ialah. Quality that can be resolved can only resolve errors. Steps must be taken to address
managerial and communication problems. This statement is the basic concept of the quality
assurance system in schools. Individual performance in an organization can directly or indirectly
affect product quality. The responsibility for improving this quality extends from the principal to
the person at work.

Maksud dari pendapat di atas, yaitu mutu yang konsisten hanya dapat dicapai ketika kesalahan
dapat dihindari. Langkahlangkah pencegahan harus diambil untuk meminimalkan risiko masalah
manajerial dan komunikasi. Pernyataan ini adalah konsep dasar dari sistem penjaminan mutu di
sekolah. Kinerja seorang individu dalam suatu organisasi dapat secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi mutu produk. Tanggungjawab untuk meningkatkan mutu tersebut
membentang dari kepala sekolah hingga orang di tempat kerja.

D.Proses Sistem Penjaminan Mutu

di Sekolah Berdasarkan pendapat dari Chung (2002: 6), proses sistem penjaminan mutu di
sekolah, antara lain. To practise quality assurance, an organization has to establish and
maintain a quality management system (usually abbreviated to quality system) in its day-to-
day operation. A quality system contains, among other things, a set of documented
procedures for the various processes carried out by the organization. Implementing a quality
system does not replace the existing quality control functions, nor does it result in more
inspection and testing; it just ensures that the appropriate type and amount of verification is
performed when and where it is planned to be done. In fact, a quality system embraces
quality control as its technical arm. This is why a quality system is sometimes referred to as a
QA/QC programme. In short, quality assurance is oriented towards prevention of quality
deficiencies. It aims at minimizing the risk of making mistakes in the first place, thereby
avoiding the necessity for rework, repair or reject.

Dari pendapat Chung di atas, dapat diartikan bahwa dalam penerapan sistem penjaminan mutu di
sekolah, organisasi harus menetapkan dan memelihara sistem manajemen mutu atau biasanya
disingkat dengan sistem mutu dalam operasi sehariharinya. Suatu sistem mutu berisi, antara lain
seperangkat prosedur terdokumentasi untuk berbagai proses yang dilakukan oleh organisasi.
BAB VI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah


Pengertian manajemen berbasis sekolah terus mengalami perkembangan. Berikut ini
akan dipaparkan beberapa pemahaman tentang manajemen berbasis sekolah. Menurut
Caldwell (2005), definisi dari manajemen berbasis sekolah yaitu. School-Based
Management Defined SBM is the decentralization of authority from the central
government to the school level. Schoolbased management can be viewed conceptually as
a formal alteration of governance structures, as a form of decentralization that identifies
the individual school as the primary unit of improvement and relies on the redistribution
of decision-making authority as the primary means through which improvement might be
stimulated and sustained. Thus, in SBM, responsibility for and decision-making authority
over school operations are transferred to principals, teachers, parents, and sometimes to
students and other school community members. However, these school-level actors have
to conform to or operate within a set of policies determined by the central government
(Osorio, Fasih, Patrinos, et al., 2009: 15).

Dari pengertian di atas, manajemen berbasis sekolah atau MBS adalah desentralisasi
wewenang dari pemerintah pusat ke tingkat sekolah. Manajemen berbasis sekolah dapat
dilihat secara konseptual sebagai perubahan formal dari struktur tata kelola dan bentuk
desentralisasi yang mengidentifikasi sekolah individual sebagai unit utama perbaikan.
Manajemen berbasis sekolah bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan
keputusan sebagai sarana utama, sehingga perbaikan dapat distimulasi dan dipertahankan.
Di dalam manajemen berbasis sekolah, tanggungjawab dan otoritas pengambilan
keputusan atas operasi sekolah dialihkan kepada kepala sekolah, guru, orang tua, dan
kadang-kadang kepada siswa dan anggota komunitas sekolah lainnya. Namun, para aktor
di tingkat sekolah ini harus menyesuaikan diri atau beroperasi dalam serangkaian
kebijakan yang ditentukan oleh pemerintah pusat.

B. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah


Blandford (2000: 154) menyatakan bahwa terdapat empat tim yang terlibat dalam
manajemen berbasis sekolah, yaitu. 1. Subject teams. 2. Year teams. 3. Curriculum,
faculty, and department teams. 4. Key-stage teams.
Empat tim yang terlibat dalam manajemen berbasis sekolah menurut Blandford, di antaranya. 1.
Tim subjek. 2. Tim tahunan. 3. Tim kurikulum, fakultas, dan departemen 4. Tim kunci Struktur
manajemen berbasis sekolah tersebut berubah dari pengaturan hierarki top-down tradisional ke
model yang lebih datar. Di mana sebagian besar staf akan terlibat dalam pengelolaan sekolah.
Hal ini telah berkembang sebagai fungsi manajemen perantara dalam mengawasi kerja tim.

C. Kegiatan dalam Manajemen Berbasis Sekolah Osorio, Fasih, Patrinos, et al. (2009: 15)
menyatakan bahwa kegiatan dalam manajemen berbasis sekolah, meliputi. SBM programs exist
in many different forms, both in terms of who has the power to make decisions and of the degree
of decision making devolved to the school. Whereas some programs transfer authority only to
principals or teachers, others encourage or mandate parental and community participation, often
as members of school committees (or school councils, school management committees).

Maksud dari pendapat di atas, yaitu program manajemen berbasis sekolah ada dalam berbagai
bentuk, baik dalam hal siapa yang memiliki kekuatan untuk membuat keputusan dan tingkat
pengambilan keputusan yang dilimpahkan ke sekolah.

D.Perkembangan Manajemen Berbasis Sekolah

Osorio, Fasih, Patrinos, et al. (2009: 17) mengemukakan bahwa. In some countries
(mostly developed and some developing ones), the core idea behind SBM is that those
who work in a school building should have greater management control of what goes on
in the building. In other countries (mostly developing ones), the idea behind SBM is less
ambitious, focusing mainly on involving community members and parents in the school
decision-making process rather than putting them entirely in control. In both cases,
however, the central government always plays some role in education, and the precise
definition of this role affects how SBM activities are conceived and implemented. SBM
in almost all of its manifestations involves community members in school decision
making. Because these community members usually are parents of children enrolled in
the school.
BAB VII PEMBUATAN KEPUTUSAN

A. Konsep Pembuatan Keputusan Berdasarkan National Research Council (2002: 1), latar
belakang adanya pembuatan keputusan yakni. Communities across the nation are faced
with difficult and complex decisions about how to respond to change, plan sensibly, and
improve the quality of life for all of their members. More and more, people demand a
voice in what happens in their communities and an active role in deciding what, where,
and how change occurs. In order to participate meaningfully in this process of decision
making and to make well-informed decisions affecting quality of life, communities need
information from specialized data and from decision-support tools that assess the
implications of alternatives. The extent to which available data and tools can be used by
communities to make these complex decisions.

Dari pendapat di atas, kesimpulannya yaitu masyarakat di seluruh negara dihadapkan


dengan keputusan yang sulit dan kompleks tentang bagaimana menanggapi perubahan,
merencanakan dengan bijaksana, dan meningkatkan kualitas hidup untuk semua anggota
masyarakat.

B. Strategi dalam Pembuatan Keputusan Strategi yang dapat dilaksanakan dalam


pembuatan keputusan, yaitu (Hardman & Macchi, 2003: 253). Strategic decision making
from a cognitive perspective have generally adopted one of two complementary
approaches. The first approach has entailed the application of concepts from behavioural
decision making in an attempt to clarify the ways in which individual strategists think and
reason when making strategic choices. Leader adopting this approach, insimplifying their
reasoning in an effort to reduce the burden of information processing.

Strategi pembuatan keputusan yang dikemukakan oleh Hardman & Macchi berasal dari
perspektif kognitif secara umum mengadopsi salah satu dari dua pendekatan yang saling
melengkapi. Pendekatan pertama mensyaratkan penerapan konsep dari perilaku
pembuatan keputusan dalam upaya untuk memperjelas cara-cara yang akan dilakukan.
Dalam pendekatan ini, masing-masing ahli berpikir menggunakan penalaran ketika
membuat pilihan strategi.

BAB VIII MEMBANGUN JEJARING DAN KERJA SAMA


A. Pengertian Membangun Jejaring dan Kerja Sama Boden, Epstein, & Kenway (2005:
7) menyatakan pengertian jejaring, sebagai berikut “the sorts of contacts we need in order
our school in teaching and those we need to disseminate of such science are what we
mean by networks.” Jejaring adalah jenis-jenis kontak yang dibutuhkan sekolah untuk
melakukan pengajaran melalui orangorang yang diperlukan bagi penyebarluasan ilmu
pengetahuan. Selanjutnya, pengertian membangun kerja sama menurut Child, Faulkner,
& Tallman (2005: 1), yaitu. Cooperative strategy is the attempt by organizations to
realize their objectives through cooperation with other organizations rather than in
competition with them. It focuses on the benefits that can be gained through cooperation
and how to manage the cooperation so as to realize them.

Membangun kerja sama adalah upaya organisasi untuk merealisasikan tujuan melalui
kerja sama dengan organisasi lain daripada bersaing dengan organisasi tersebut. Hal ini
berfokus pada manfaat yang dapat diperoleh melalui kerja sama dan bagaimana
mengelola kerja sama tersebut untuk mewujudkannya.

B. Pentingnya Membangun Jejaring dan Kerja Sama Boden, Epstein, & Kenway (2005:
7) menyatakan pentingnya membangun jejaring, yaitu. Building and maintaining such
networks along with using them effectively, is self-evidently a fundamental part of
academic life. Whilst much academic work is a solitary endeavour, it can’t be done in
isolation from others. Academic work necessitates access to a whole range of people-
related resources – a critical and generative wider academic community, funding, sites
and other data, training and other assistance. You will know by now that you can’t do
such work on your own and are utterly dependent on others to make it all happen.

Menurut Boden, Epstein, & Kenway, membangun dan memelihara jejaring secara efektif
merupakan bagian yang mendasar dari kehidupan akademik. Banyak pekerjaan akademis
yang tidak dapat dilakukan secara terpisah dari yang lain. Pekerjaan akademis ini
memerlukan akses ke seluruh jajaran sumber daya yang berkaitan dengan orang, bahkan
komunitas akademik yang lebih luas, kritis, dan generatif. Selain itu, membangun jejaring
juga berkaitan dengan pendanaan, lokasi, dan data lainnya. Pekerjaan pendidikan tersebut
tidak dapat dilaksanakan sendiri dan sangat bergantung pada orang lain untuk
mewujudkannya.

C. Jenis-Jenis Jejaring Tiga jenis jejaring yang saling berkaitan, sebagai berikut (Boden,
Epstein, & Kenway, 2005: 8).
1. Academic Network Examples of academic networks are people in organizational
disciplines, sub disciplines, or interdisciplinary fields of study. In addition, academic
networks of like-minded scholars at the organizational, national and even international
levels. Another example of academic networks is disciplinary academic associations
(both national and international), formal groups or organizations that focus more on
topics or specific fields, colleagues in their own organizations and elsewhere.

2. Stakeholder Network Network of stakeholders, such as government, supranational


organizations, business and industry, nongovernmental organizations, and the voluntary
sector. Such organizations and individuals are collectively known as stakeholders.

3. Network for Dissemination Examples of networks for


dissemination include conference and workshop circuits, editors of
academic journals, email discussion groups, academic message
boards, electronic conferences, popular media, as well as
professional bodies and associations. Many stakeholders can also
form important networks for dissemination.

D. Langkah-Langkah Membangun Jejaring dan Kerja Sama Langkah-langkah dalam


membangun jejaring dan kerja sama, sebagai berikut (Ray, 2002: 1). Organization networking
refers to a network linking many smaller networks to enable enterprisewide computing with
networked applications. Because today’s organizations are very much dependent on enterprise
networks, it is important to provide an integrated management framework of the overall. Most
integrated management solutions now stress on the technical aspects, and they ignore human and
organizational aspects, which are important for the effective management of an organization. For
example, there is a need for people from different related organizations to work together in
solving integrated management problems considering their complex nature.

Dari paparan di atas, diketahui bahwa jejaring dalam organisasi mengacu pada jaringan yang
menghubungkan banyak jaringan yang lebih kecil untuk memungkinkan komputasi dengan
aplikasi jaringan. Saat ini, organisasi sangat tergantung pada jaringan, maka penting untuk
menyediakan kerangka kerja manajemen terpadu secara keseluruhan. Sebagian besar solusi
manajemen terintegrasi menekankan pada aspek teknis dan mengabaikan aspek manusia serta
organisasi. Aspek manusia dan organisasi ini padahal penting untuk manajemen organisasi yang
efektif. Misalnya, terdapat kebutuhan bagi orang-orang dari organisasi terkait yang berbeda
untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah manajemen terpadu mengingat sifat kompleks
mereka.
BAB IX TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MANAJEMEN SEKOLAH

A. Konsep Teknologi Informasi Tatnall, Kereteletswe, & Visscher (2010: 152) memaparkan
pengertian tentang teknologi informasi, yakni. …new technologies such as the Internet have
extended the reach of our interactions beyond the geographical limitations of traditional
communities, but the increase in flow of information does not obviate the need for community.
In fact, it expands the possibilities for community and calls for new kinds of communities based
on shared practice.

Pendapat dari Tatnall, Kereteletswe, & Visscher tersebut dapat diterjemahkan, yaitu teknologi
baru seperti internet telah memperluas jangkauan interaksi seseorang di luar batasan geografis
masyarakat tradisional, tetapi peningkatan arus informasi ini tidak meniadakan kebutuhan
masyarakat, bahkan memperluas kemungkinan untuk menyerukan komunitas baru berdasarkan
praktik bersama.

B. Manfaat Teknologi Informasi Lucas (2000: 51) menyebutkan tujuan teknologi informasi,
yaitu. The purpose of employing any information technology is to obtain an advantage over old
ways. Individuals and organizations have shown tremendous initiative in finding ways to apply
information technology to improve their operations, gain a competitive advantage, provide
personal productivity tools for employees, and even change the very structure of the
organization.

Tujuan penggunaan teknologi informasi menurut Lucas untuk memperoleh keuntungan


dibandingkan dengan cara-cara yang manual. Individu dan organisasi menunjukkan inisiatif yang
luar biasa dalam menemukan cara untuk menerapkan teknologi informasi guna meningkatkan
pelaksanaan kegiatan, mendapatkan keunggulan kompetitif, menyediakan alat produktivitas
pribadi untuk karyawan, dan bahkan mengubah struktur organisasi. Sementara itu, Tatnall,
Kereteletswe, & Visscher (2010: 20) mengungkapkan kegunaan teknologi informasi, sebagai
berikut. Technology is used as a tool in the teaching and learning process. Special attention was
paid to the theory of constructivism and the emphasis that a constructivist perspective has on
students’ evolving knowledge; that is, the critical role that social negotiation plays in helping
students interpret their experiences, and the promotion of thinking skills when using technology.
C. Teknologi Informasi dalam Manajemen Sekolah Nolan, Fung, & Brown (2002: 1)
menyebutkan bahwa teknologi informasi dibutuhkan dalam manajemen sekolah, yakni. In
response to the emerging need soft educational institutions generally, but especially schools. A
key need is for computerised information systems that directly support activities and processes
central their operation professionally, technically and in managerial and leadership terms. That is
to say, systems are now required that will increasingly permit the broad range of professionals
(teachers, department heads, support staff and others) to routinely access and use computerised
systems. These professions require access that can support curriculum delivery, make strategic
decisions about learning and decisions, monitor and update students, and to support programs,
planning, and tasks in implementing policies.

Kebutuhan utama lembaga pendidikan yang muncul secara umum, tetapi khususnya sekolah
adalah sistem informasi yang terkomputerisasi secara langsung.

BUKU PEMBANDING

BAB I KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN & ORGANISASI

Melalui hasil analisis observasi, adapun potret gaya kepemimpinan dari Kepala MTs N 1
BONBOL adalah lebih dominan pada gaya kempemimpinan demokratis ini ditandai dengan
adanya kriteria sebagai berikut:

1. Wewenang pemimpin tidak mutlak

2. Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan

3. Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan

4. Interaksi aktif antara pimpinan dan pegawai serta antar pegawai itu sendiri.

5. Supervisi sikap dan aktivitas para pegawai dilaksanakan sesuai dengan aturan.

6. Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan

Dari paparan criteria diatas penulis ingin coba membahas, bagaimana bentuk aplikatif yang
dilakukan oleh kepala madrasah dalam upaya menerapkan kepemimpinan demokratis. Adapun
paparannya sebagai berikut:

a. Wewenang pemimpin tidak mutlak Kepala madrasah selalu memberikan wewenang kepada
bawahannya sesuai dengan TUPOKSI masingmasing bawahannya. Artinya kepala madrasah
selalu menempatkan semua bawahan apa yang harus menjadi wewenang bahwannya. Sehingga
apa yamg suda menjadi tugas dan tanggung jawab bawahan itu sendiri dapat terealisasikan
dengan baik.

b. Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan Seperti yang suda
dijelaskan pada bagian pertama, artinya dapat terjalin sebuah pembagian tugas yang efektif,
sehingga kepala madrasah merasa tidak hanya memikul beban tugas secara sendirian tetapi ada
pemerataan tugas yang dilaksanakan oleh seluruh komponen yang ada di madrasah.

c. Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan Selalu menerima
saran dan tanggapan dari bawahan saat

rapat dan forum lainnya.

BAB II AZAS, STRUKTUR, DAN DESAIN ORGANISASI

Aktivitas kehidupan sehari-hari manusia selalu diperhadapkan dengan istilah organisasi dari
bentuk, dan model yang berbeda-beda. Organisasi itu antara lain organisasi politik, organisasi
olahraga, organisasi sekolah, organisasi pemerintahan, organisasi kepemudaaan, dan organisasi
keagamaan. Setiap organisasi dibentuk karena adanya sebuah tujuan. Pembentukan organisasi
tidak luput dari pentingnya struktur organisasi itu sendiri, dimana struktur tersebut akan
mendeskripsikan pekerjaan yang dibagi, dikategorisasi dan disinkronisasikan. Pada umumnya,
suatu organisasi atau perusahaan memiliki struktur organisasi yang berbeda dengan organisasi
atau perusahaan lainnya.

A. Struktur Organisasi Pengorganisasian ialah sebuah proses aktif dan fungsi manajemen,
sementara organisasi merupakan alat atau wadah yang stasioner. Pengorganisasian berfungsi
untuk menentukan tugas-tugas yang harus dikerjakan, pengelompokan pekerjaan-pekerjaan
tersebut dan

membagikannya pada setiap pegawai, penentuan subsistem serta penetapan koneksi. “Inti
organisasi belajar adalah kemampuan organisasi untuk memanfaatkan kapasitas mental dari
semua anggotanya guna menciptakan sejenis proses yang akan menyempurnakan
organisasi”(Nancy Dixon, 1994) “Organisasi di mana orang-orangnya secara terusmenerus
mengembangkan kapasitasnya guna menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, di
mana pola-pola berpikir baru dan berkembang dipupuk, di mana aspirasi kelompok diberi
kebebasan, dan di mana orang-orang secara terus-menerus belajar mempelajari (learning to
learn) sesuatu secara bersama” (Peter Senge, 1990).
B. Asas Organisasi Berikut ini ialah asas-asas organisasi yang berfungsi untuk mewujudkan
organisasi yang unggul, efektif, berdaya guna sesuai kebutuhan:

1. Asas tujuan organisasi, harus jelas dan rasional

2. Asas kesatuan tujuan, harus ada kesatuan tujuan yang ingin dicapai

3. Asas kesatuan perintah, bawahan menerima perintah dan mempertanggungjawabkannya hanya


kepada seorang atasan.

4. Asas rentang kendali, manajer hanya bisa memimpin secara efektif sejumlah bawahan
tertentu, misalnya 3 orang atau 9 orang.

5. Asas pendelegasian wewenang, pembagian wewenang harus jelas dan efektif.

6. Asas keseimbangan wewenang dan tanggungjawab, wewenang yang diberikan dengan


tanggungjawab yang timbul karenanya harus sama besarnya.

7. Asas tanggungjawab, harus sesuai dengan garis wewenang.

8. Asas pembagian kerja

9. Asas penempatan personalia

10. Asas jenjang berangkai, prosedur wewenang harus bersifat vertikal yang jelas, tidak
terputus-putus dengan jarak pendek.

11. Asas eisiensi

12. Asas kesinambungan

13. Asas koordinasi

C. Mendesain Struktur Organisasi Terdapat enam principal yang diperlukan dalam merancang
struktur organisasi (Robbins dkk, 2003): 1. Spesialisasi Pekerjaan : Tugas dan fungsi dalam
organisasi dibentuk menjadi beberapa bagian pekerjaan. Setelah awal abad ke 20, spesialisasi
menjadi sangat popular karena Henry Ford telah sukses mengaplikasikan spesialisasi dan
menjadi best seller pada masanya. Pengulangan tupoksi yang serupa dalam jangka panjang dapat
meningkatkan produktivitas dan daya guna suatu pekerjaan.

2. Departemenisasi : Prinsip ini merupakan dampak dari spesialisasi, dengan mengkategorisasi


tugas yang sejenis dalam satu departmen. Departemenisasi merupakan kegiatan penyusunan
perangkat-perangkat organisasi yang akan diberikan divisi kerja. Fungsi ialah kegiatankegiatan
yang serupa sesuai dengan kemiripan sifat atau pelaksanaannya.
3. Rantai Komando : Prinsip ini mendeskripsikan tujuan pelaporan hasil pekerjaan dengan
mengajukan pertanyaan berupa “kepada siapa saya bertanggung jawab dan berdiskusi terkait
urusan pekerjaan?”. Otoritas dan kesatuan merupakan dua komponen penting dalam prinsip
rantai komando. Otoritas adalah hak posisi menejerial seperti memberikan pekerjaan serta
menginginkan agar pekerjaan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Kesatuan perintah merujuk
pada para pejabat atau pemimpin organisasi hanya boleh diinstruksikan dan bertanggung jawab
pada pejabat tertentu.

4. Rentang Pengawasan : Unsur ini mendeskripsikan berapa jumlah bawahan yang dapat dikelola
secara eisien dan efektif oleh seorang manajer.

D. Model Struktur Organisasi Berikut ini tiga model struktur organisasi yang di kenal sebagai
berikut: 1. Model tradisional : Model ini didesain khusus untuk situasi stabil dan segala
perubahan yang terjadi bisa diperkirakan sejak awal. Berdaya guna tidaknya suatu organisasi
tergantung pada 2 faktor, antara lain:

• Jumlah energi organisasional total yang diperlukan untuk menjaga struktur dalam
menghadapi,tekanantekanan internal dan eksternal

• Tingkatan penggunaan kemampuan berbagai sumber daya oleh struktur yang mencakup
keahlian semua anggotanya. 2. Model hubungan manusiawi : Model ini lebih mengusulkan
bermacam-macam penyesuaian,teknikteknik dan perilaku-perilaku struktur “off line”.

• Model ini mengizinkan para pimpinan untuk mengurangi disintegrasi antara orang-orang dan
kedudukannya dalam sebuah organisasi, juga menumbuhkan kolaborasi aktif yang baik antar
anggota organisasi yang bertanggung jawab kepadanya.

• Pendekatan model ini diwujudkan melalui beberapa program yang berada di bawah wewenang
departemen personalia, dan didesain khusus untuk memenuhi segala kepentingan anggota
organisasi.

• Hubungan manusiawi tidak berhubungan langsung dengan struktur organisasi karena struktur
ini telah disetujui sebagai suatu pemberian dan lingkungan yang mencakup sikap antar pribadi.

BAB III PERILAKU INDIVIDU, PERILAKU KELOMPOK DAN PERILAKU ORGANISASI


(Konsep Dasar dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan)

Sebelum mendiskusikan perilaku individu dalam suatu organisasi, kita harus memahami perilaku
manusia terlebih dahulu. Perilaku manusia merupakan sebuah fungsi dari hubungan antara
manusia dengan lingkungan sekitarnya. Contoh: seorang petani yang bekerja di sawah, tukang
parkir yang memparkirkan motor dan lainnya. Semua individu memiliki perilaku yang berbeda-
beda dalam kehidupan sehari-harinya, dimana saat ia masuk ke ruang lingkup organisasi, maka
karakteristik yang bersamanya ialah kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan
dan pengalaman masa lalu.

A. Deinisi Perilaku Individu dalam Organisasi


Perilaku manusia merupakan sebuah fungsi dari hubungan antara manusia dengan
lingkungan sekitarnya. Seseorang membawa rangkaian dalam organisasi meliputi
kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalu.
Sementara itu, karakteristik manusia akan masuk ke dalam lingkungan kerja yang baru
yaitu organisasi atau lembaga lainnya. Organisasi pun memiliki karakteristik dan
bertindak sebagai sebuh lingkungan untuk manusia. Karakteristik manusia berinteraksi
dengan karakteristik organisasi yang dapat menciptakan perilaku individu dalam
organisasi. Pada dasarnya, perilaku manusia dimotivasi oleh hasrat untuk mencapai suatu
tujuan, yang mana seseorang seringkali mempunyai motif dalam pencapaian tujuan
tersebut. Motif merupakan ikhwal penyebab perilaku yang timbul dan mempertahankan
kegiatan serta menetapkan arah umum perilaku manusia. Motif ialah dorongan utama
dalam melaksanakan suatu kegiatan. Setelah bertahun-tahun teori dan riset
dikembangkan, akhirnya secara umum disepakati, bahwa:
a. Perilaku timbul karena sutu sebab
b. Perilaku diarahkan pada tujuan
c.Perilaku yang dapat diamati masih dapat diukur. Membuat laporan, menyusun program,
merangkai sperpart computer, dll.
d. Perilaku yang tidak langsung dapat diamati seperti: berikir, berpersepsi juga penting
dalam mencapai tujuan
e. Perilaku bermotivasi. Setiap manusia mempunyai ciri seperti kemampuan,
kepercayaan pribadi, harapan, kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Organisasi
sebagai lingkungan manusia juga berciri-ciri sebagai berikut: regulasi yang disusun
dalam suatu hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas-tugas, wewenang, tanggung jawab,
sistem penggajian, sistem pengendalian.

B. Perilaku Kelompok dalam Organisasi Dalam kesehariannya, setiap manusia memiliki


kebutuhan dan tujuan yang berbeda antar satu sama lain. Hal ini menyebabkan adaya
beragam karakteristik yang secara pasti juga akan memiliki kemampuan yang tinggi jika
diwujudkan dalam suatu kebutuhan dan tujuan bersama. Setelah mereka menjadi bagian
dari kepentingan dan tujuan kelompok tersebut, akan terbentuklah perilaku kelompok
untuk kebersamaan.
1. Pengertian Perilaku Kelompok dan Klasiikasi Kelompok Aktivitas yang dilaksanakan
oleh lebih dari satu orang yang saling berhubungan, mempengaruhi dan bergantung satu
sama lain untuk mencapai kinerja positif jangka panjang dan perkembangan diri disebut
dengan perilaku kelompok. Anggota kelompok organisasi harus termotivasi untuk
bergabung, melihat kelompok sebagai wadah interaksi, berpartisipasi langsung dalam
kegiatan-kegiatan kelompok dan menyetujui kesepakatan dan ketidaksepakatan melalui
berbagi interaksi.

BAB IV KEPEMIMPINAN KEKUASAN POLITIK DAN KEPEMIMPINAN DALAM


ORGANISASI (Konsep Dasar dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan)

Masalah kepemimpinan merupakan salah satu perkara yang sering dihadapi saat ini.
Pentingnya manajemen sebagai suatu alat dalam kehidupan manusia selalu menjadi
pertimbangan khusus, yang dalam kasus ini dipusatkan pada pemimpin. Seorang
pemimpin merupakan sistem penggerak suatu pekerjaan, dimana ia memiliki keahlian
untuk mengaplikasikan fungsi manajemen dalam keputusan yang dibuat, maka kekuasaan
kepemimpinan dalam organisasi bahkan dalam politik dapat mempengaruhi organisasi
melalui policy (aturan) dan regulasi (kebijaksanaan) yang dapat mempermudah
pencapaian tujuan dari organisasi itu secara efektif dan eisien.

A. Kepemimpinan, Kekuasaan dan Politik


1. Kepemimpinan Pemimpin adalah individu yang memimpin, dan kepemimpinan
merupakan sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin. Oleh karena itu, kepemimpinan
ialah kemampuan untuk mempengaruhi manusia dalam melakukan dan tidak melakukan
sesuatu. Para ahli memberikan deinisi kepemimpinan, antara lain: a. Miftah Thoha
menyatakan “kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perseorangan maupun kelompok.” b.
Hadari melihat kepemimpinan dari dua konteks yaitu “struktural dan nonstruktural.
Dalam konteks struktural kepemimpinan diartikan sebagai proses pemberian motivasi
agar orang-orang yang dipimpin melakukan kegiatan dan pekerjaan sesuai dengan
program yang telah ditetapkan. Adapun dalam konteks nonstruktural kepemimpinan
dapat diartikan sebgai proses mempengaruhi pikiran, perasaan, tingkah laku, dan
mengerahkan semua fasilitas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama”. c.
Tanembaum dan Massarik menjelaskan “kepemimpinan adalah suatu proses atau fungsi
sebagai suatu peran yang memerintah”. d. Harold Kontz mendeinisikan kepemimpinan
sebagai “pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang sehingga mereka akan berusaha
mencapai tujuan kelompok dengan kemauan dan antusias”. e. Frigon mengungkapkan
“leadership is the art and sciene of getting others to perform and achieve vision”.

2. Gaya Kepemimpinan Dari penelitian yang dilakukan Fiedler yang dikutip oleh
Prasetyo (2006) ditemukan bahwa “kinerja kepemimpinan sangat bergantung pada
organisasi maupun gaya kepemimpinan”. Pemimpin bisa efektif dan tidak efektif dalam
situasi tertentu. Untuk meningkatkan efektivitas organisasi, dibutuhkan kemauan untuk
belajar bagaimana melatih pemimpin secara efektif, namun juga menciptakan lingkungan
organisasi yang pemimpinnya mampu melaksanakan tugasnya sebaik mungkin.

B. Kekuasaan
Miriam Budiardjo (2002) berpendapat “kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan
oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan
yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah
laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku”. Ramlan Surbakti
(1992) juga menyebutkan bahwa “kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi
pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi”.
Lebih lanjut, Robbins dan Judge (2007) mengungkapkan “kekuasaan adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang lain tersebut akan
berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh orang yang memiliki kekuasaan”.
C. Politik
Politik yang berasal dari bahasa Yunani politicos berarti dari, untuk, atau yang berkaitan
dengan warga negara merupakan proses pembuatan dan penyerahan kekuasaan dalam
masyarakat yang diantaranya berwujud proses pengambilan keputusan dalam negara.
Deinisi ini adalah kombinasi dari banyak pengertian berbeda terkait hakikat politik yang
diketahui dalam ilmu politik. Politik ialah seni dan ilmu dalam mencapai keberhasilan
secara konstitutisional atau nonkonstitutional. Selain itu, politik juga memiliki pengertian
dari sudut pandang yang bervariasi, antara lain:
a) Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles)
b) politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara
c) Politik adalah aktivitas yang dilaksanakan untuk memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan dalam masyarakat.
d) politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.

BAB V KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI (Teori, Fungsi, Pendekatan dan


Kualitas Kepemimpinan Pendidikan)

Berhasil tidaknya suatu usaha pencapaian tujuan yang telah ditentukan itu sebagian besar
akan ditentukan oleh kemampuan pemimpin, yang memegang peranan penting dalam
rangka menggerakkan orang-orang/bawahannya. Keterampilan kepemimpinan
(leadership skill) yang baik dan efektif sangat penting untuk membangun, mendorong dan
mempromosikan kualitas bukan kuantitas produksi dalam perusahaan yang kuat dan
akhirnya meraih keberhasilan. Oleh karena itu, keahlian dalam memimpin sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan eisiensi dan mencapai tujuan organisasi.

Berikut ini hal-hal yang patut diperhatikan dalam memimpin suatu organisasi:

a) Efektivitas kepemimpinan bukan berdasarkan penunjukannya, melainkan penerimaan para


anggota terhadap kepemimpinannya.

b) Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang.

c) Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi.

d) Sikap dan perilaku seseorang terbentuk dari pertumbuhan dan perkembangan.

e) Anggota yang mampu menyesuaikan cara berpikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan
organisasi dapat mewujudkan kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi.

BABVI PERSEPSI DAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

Persepsi merupakan tanggapan langsung dari suatu proses dimana seseorang mengetahui
beberapa hal melalui inderanya. Persepsi juga merupakan sebuah proses memahami lingkungan
yang mengikutsertakan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam sebuah
pengalaman psikologi. Persepsi pada dasarnya ialah proses kognitif individu dalam memahami
informasi tentang lingkungan sekitarnya melalui indera penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan, dan penciuman. Faktor internal dan faktor eksternal merupakan dua faktor yang
menimbulkan persepsi. Faktor internal terdiri atas proses pemahaman termasuk di dalamnya
sistem nilai tujuan, kepercayaan dan tanggapan terhadap hasil yang dicapai, sedangkan faktor
eksternal yaitu lingkungan.

A. Persepsi dalam Organisasi

1. Deinisi Persepsi Persepsi merupakan proses mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera
(sensasi) manusia agar memberi makna pada lingkungan mereka. Proses ini mencakup sensasi,
atensi dan interpretasi. Luthans menjelaskan “persepsi itu lebih kompleks dan lebih luas
dibanding penginderaan. Proses persepsi meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi,
penyusunan dan penafsiran. Selanjutnya proses persepsi dapat menambah dan mengurangi
kejadian. Sebagai contoh: bagian pembelian membeli peralatan yang diperkirakan menurutnya
adalah peralatan yang terbaik, tetapi para insinyur mengatakan bahwa itu bukan yang terbaik”.
B. Komunikasi dalam Organisasi

1. Deinisi Komunikasi dalam Organisasi Menurut Book (1980) “komunikasi adalah suatu
transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan 1.
Membangun hubungan antara sesama manusia,

2. Melalui pertukaran informasi,

3. Untuk Menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain, serta,

4. Berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu”. Sedangkan Rogers dan D.Lawrence
mengemukakan “komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau
melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lain, yang pada gilirannya akan tiba pada
saling pengertian yang mendalam”. Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan
informasi antara dua orang atau lebih sehingga informasi tersebut dapat dimengerti. Komunikasi
juga merupakan proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan dari pihak satu ke pihak
lainnya. Disamping itu, komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan
pesan atau berita dari seseorang kepada orang lain.

BAB VII PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pengambilan keputusan adalah proses menyeleksi sejumlah alternatif pengambilan keputusan


penting bagi manajer administrator karena proses ini berperan aktif dalam memotivasi
kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, dan perubahan organisasi. Weyne dan Miskel
(2014:490) menjelaskan “pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab semua
penyelenggara sekolah, namun sebelum keputusan diubah menjadi tindakan, maka keputusan
tersebut tidak lebih baik dari iktikad baik”. Selain itu, Usman, (2013:440) berpendapat
“pemutusan merupakan syarat mutlak bagi administrasi pendidikan karena sekolah, seperti
halnya semua organisasi formal, pada dasarnya berupa pengambilan keputusan .

A. Dasar Pengambilan Keputusan


George R.Terry dan Brinckloe menyebutkan “dasardasar pendekatan dari pengambilan
keputusan yang dapat digunakan yaitu : 1. Intuisi : pengambilan keputusan yang
didasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subjektif sehingga mudah terkena
pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa
keuntungan dan kelemahan.
2. Pengalaman : pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi
pengetahuan praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan
sesuatu, dapat diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan yang akan dihasilkan.
Orang yang memiliki banyak pengalaman tentu akan lebih matang dalam membuat
keputusan akan tetapi, peristiwa yang lampau tidak sama dengan peristiwa yang terjadi
kini.
3. Fakta : pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang
sehat, solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan
keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang
dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
4. Wewenang : pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh
pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang
yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang ini
juga memiliki kelebihan dan kekurangan.

B. Proses Pengambilan Keputusan


Proses pengambilan keputusan diartikan sebagai tahapan yang dilakukan oleh pembuat
keputusan dalam memilih alternatif yang disediakan. Langkah sistematis yang perlu
dilakukan dalam mengambil keputusan yaitu:
1. Pengambilan keputusan : Proses penyelesaian masalah yang menghalangi pencapaian
tujuan. Agar masalah dapat dipecahkan, terlebih dahulu harus dikenali apa masalahnya.
2. Mencari alternatif pemecahan : Setelah masalah dikenali, selanjutnya mencari
alternatif yang mungkin dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam mencari
alternatif hendaknya tidak memikirkan masalah eisiensi dan efektivitas. Yang terpenting
adalah mengumpulkan sebanyak-banyaknya alternatif, dan setelah alternatif terkumpul,
barulah disusun berurutan dari yang paling diinginkan sampai yang tidak diinginkan.
3. Memilih alternatif: Setelah alternatif tersusun, selanjutnya dilakukan pilihan alternatif
yang dapat memecahkan masalah dengan cara yang paling efektif dan eisien. Sebelum
menjatuhkan pilihan pada sebuah alternatif, ajukan pertanyaan untuk tiap-tiap alternatif.
4. Pelaksanaan alternatif : Setelah alternatif terpilih, tibalah saatnya untuk melaksanakan
alternatif tersebut dalam bentuk tindakan yang pelaksanaannya harus berdasarkan
rencana, agar tujuan memecahkan masalah dapat tercapai.
5. Evaluasi : Setelah alternatif dilaksanakan, proses pengambilan keputusan belumlah
selesai. Pelaksanaan alternatif harus terus diobservasi, apakah hal ini berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.

C. Gaya Pengambilan Keputusan Seorang pemimpin/manajer menggunakan gaya


pengambilan keputusan dalam membuat keputusannya. Robert dan Angelo (2007)
menjelaskan “gaya pengambilan keputusan merupakan kombinasi mengenai bagaimana
individu mempresepsikan dan memahami stimuli dan cara umum dimana ia memilih
untuk informasi”. Peneliti mengembangkan suatu model gaya pengambilan keputusan
dalam dua dimensi: Orientasi nilai yaitu seberapa tinggi pengambilan keputusan
memfokuskan diri pada memperhatikan tugas dan teknik atau memperhatikan orang dan
masyarkakat ketika mengambil keputusan.
BAB VIII MOTIVASI DALAM ORGANISASI (Teori-Teori Motivasi dan Penerapannya
dalam Lembaga Pendidikan)

Istilah motivasi (motivation) merupakan istilah serapan dari bahasa latin“movere”, yang
secara haraiah berarti “menggerakkan” (to move). Beberapa pakar memiliki beragam
penjabaran mengenai pengertian motivasi. Menurut Mitchell (dalam Winardi), “motivasi
mewakili proses-proses psikologika, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya dan
terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan suka rela (volunter) yang diarahkan ketujuan
tertentu”. Cropley (1985) menjabarkan istilah motivasi secara sederhana sebagai “tujuan
yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu”. Senada dengan kedua pakar ini,
Wlodkowski (1985) menjelaskan istilah motivasi sebagai suatu kondisi yang memicu
perilaku tertentu. Dari sini muncul suatu arahan dan ketahanan (persistence) terhadap
tingkah laku tersebut. Beberapa penjelasan ini mengandung nilai behaviorisme.

A. Deinisi Motivasi Menurut RA. Supriyono, motivasi adalah “kemampuan untuk


berbuat” sesuatu sedangkan motif adalah “kebutuhan, keinginan, dorongan untuk
berbuat sesuatu”. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi, di antaranya
stimuli kekuatan dan aspek instrinsik seorang individu. Hal ini tidak menutup
kemungkinan bahwa stimuli eksternal dapat mempengaruhi motivasi, hanya saja
motivasi adalah cerminan dari reaksi seseorang terhadap suatu stimuli.

B. Konsep Motivasi Kajian kepustakaan mengenai eisiensi internal oleh Frantz (1988)
menemukan beberapa unsur dari eisiensi-X seperti yang disebutkan di bawah ini:

• Kajian produktiitas
• Alokasi sumber daya
• Faktor pendekatan manajemen

BAB IX STRESS DALAM ORGANISASI (Pengertian, Akibat dan Tanda-tandanya, serta


Strategi Mengelolanya dalam Lembaga Pendidikan, Organisai, dll)

Stres merupakan kondisi psikoisik dialami setiap orang, tidak mengenal jenis kelamin, usia,
kedudukan, jabatan atau status sosial ekonomi. Makhluk hidup lain juga dapat mengalami stres.
Umumnya, stres diasosiasikan dengan hal-hal negatif mengingat dampak yang ditimbulkannya,
seperti menimbulkan perasaan-perasaan tidak nyaman, tidak percaya diri, penolakan, marah,
depresi, dan memicu sakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi atau stroke.
Pengaruh stres juga berdampak pada kondisi psikologis seseorang, terutama anak. Hal ini karena
stres dapat menghambat pertumbuhan kepribadian anak, seperti kurangnya percaya diri dan takut
mencoba sesuatu. Akan tetapi, stres juga memiliki peran positif, di antaranya

mendorong orang untuk membangkitkan kesadaran dan menghasilkan pengalaman baru.


A. Pengertian Stress Kata stres berasal dari bahasa latin “Stringere” yang berarti ketegangan
atau tekanan. Munculnya reaksi stres, yang kemunculannya tidak diharapkan orang–
orang, biasanya disebabkan oleh tingginya tuntutan dari lingkungan sekitar terhadap
seseorang sehingga keseimbangan antara kemampuan dan kekuatan terganggu; hal ini
dikenal sebagai distress.

2. Penyebab Stress Faktor pemicu stres di antaranya adalah: (1) fisikbiologik, penyakit sulit
disembuhkan, cacat isik, merasa penampilan kurang menarik; (2) psikologik, negatif thinking,
sikap permusuhan, iri hati, dendan dan sejenisnya; (3) sosial: (a) kehidupan keluarga yang tidak
harmonis; (b) faktor pekerjaan; (c) iklim lingkungan. Penyebab Stres yang bukan bersumber dari
pekerjaan: (1) time based conlict, konlik terjadi karena menyeimbangkan tuntutan waktu antara
pekerjaan dengan tugas rumah tangga, misalnya wanita yang berperan ganda; (2) strain based
conlict, terjadi ketika stres dari sumber meluap melebihi kemampuan yang dimiliki orang
tersebut, misalnya kematian suami atau isteri; (3) role behavior conlict, tiap karyawan memiliki
peran dalam pekerjaan, ia juga dituntut lingkungan yang ada kalanya bertentangan dengan
tuntutan pekerjaan; (4) stres karena adanya perbedaan individu.

3. Mengelola Stress

a. Coping

Istilah coping merujuk kepada cara mengelola stres. R.S. Lazarus mendefinisikan coping
sebagai “proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang diduga sebagai beban karena di
luar kemampuan individu”. Coping terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi kegiatan dan
intrapsikis (menuntaskan, tabah, mengurangi atau meminimalkan) baik dari tuntutan internal dan
eksternal. Senada dengan pernyataan tersebut, Weiten dan Lloyd (dalam Syamyu Yusuf, 2009:
128) mengemukakan bahwa coping adalah “upaya-upaya mengatasi, mengurangi atau
mentoleransi beban emosi yang muncul karena stres”.

b) Kepribadian.

Berbagai tipe kepribadian sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam melakukan coping
ketika mengatasi stres. Beberapa tipe kepribadian tersebut di antaranya: (1) hardiness
(ketabahan, daya tahan) yaitu tipe kepribadian yang ditandai dengan sikap komitmen, internal
locus control dan kesadaran akan tantangan (challenge); (2) optimisme, yaitu kecenderungan
umum untuk mengharapkan hasil-hasil yang baik atau sesuai harapan; (3) humoris.
B. Akibat dan Tanda-tandanya serta Strategi Mengelolanya dalam Lembaga Pendidikan
Organisasi Stres adalah hal yang selalu akan muncul dalam kehidupan dan tidak dapat
dihindarkan. Hal ini memaksa orang-orang agar terus aktif agar mampu beradaptasi dan
memahami situasi serta faktor penyebabnya. Contohnya, stres dapat diatasi dengan
senantiasa fokus pada faktor atau kejadian (stressor) yang menyebabkan stress dan
kemudian menghadapinya walaupun sedang dirundung emosi negatif, seperti cemas,
gelisah, dan marah. Ketika dalam kondisi stres, seorang individu dihadapkan pada dua
hal yang saling berhubungan yaitu bagaimana mengadapi stress dengan efektif dan cara
mengendalikan perasaan-perasaan negatif yang telah disebutkan sebelumnya. Melalui
dua cara ini, stres tidak akan mudah mempengaruhi individu sehingga stres dapat diubah
menjadi sesuatu yang dianggap positif. Akan tetapi, menyangkal, mengabaikan, atau
menghindar dari stres malah akan memperparah stres. Akibatnya, upaya yang dilakukan
seseorang dalam mengatasi stress akan siasia. Uraian di bawah ini merupakan beberapa
cara dalam mengatasi stress.

BAB X BUDAYA ORGANISASI (Pengertian, Peranan, Serta Membangun dan Membina


Budaya di Lembaga Pendidikan

Dalam kehidupan masyarakat, ikatan budaya selalu muncul dalam segala aspek berkehidupan, di
antaranya keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Aspek ini merupakan pembeda
masyarakat yang satu dengan lain. Beberapa contoh di mana budaya berperan sebagai pembeda
adalah cara berkomunikasi dan bertindak dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Hal ini karena
budaya memiliki sifat mengikat sehingga menyatukan pandangan suatu kelompok masyarakat,
yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda, menjadi satu cara berperilaku dan bertindak
yang seragam. Budaya akan selalu terbentu seiring berjalannya waktu pada sebuah organisasi.
Selebihnya, budaya memiliki kontribusi dalam efektivitas suatu organisasi secara keseluruhan
dan juga bagi para anggotanya.

A. Deinisi Budaya Organisasi Menurut Para Ahli 1. Menurut Wood, Wallace, Zeffane,
Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), “budaya organisasi adalah sistem yang
dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun
perilaku dari anggota organisasi itu sendiri”. 2. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang
dikutip oleh Munandar (2001:263), “budaya organisasi adalah caracara berpikir,
berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau
yang ada pada bagian-bagian organisasi”. 3. Menurut Robbins (1996:289), “budaya
organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggotaanggota organisasi
itu”. 4. Menurut Schein (1992:12), “budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima
oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang
mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi.
Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara
yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi”. 5. Menurut
Cushway dan Lodge (GE : 2000), “budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi
dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku.
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian in

BAB XI IKLIM ORGANISASI (Konsep, Teori dan Strategi Menciptakan Iklim yang
Kondusif di Lembaga Pendidikan)

Semua individu tidak dapat hidup sendiri dan selalu berkaitan erat dengan kehidupan
organisasi. Hal ini merupakan karunia Tuhan untuk manusia mampu berkomunikasi,
berinteraksi dan bekerja sama dalam suatu kelompok organisasi yang dimana kelompok
ini memerlukan komunikasi verbal dan non-verbal serta lisan dan tertulis. Komunikasi
yang terjadi inilah yang disebut dengan komunikasi organisasi untuk menghasilkan
sebuah pemahaman, kesatuan pengalaman dan satu pengertia dalam pencapaian tujuan.
Kesatuan pengalaman tersebut membentuk sebuah iklim komunikasi yang notabenenya
merupakan persepsi-persepsi terkait informasi dan peristiwa yang terjadi dalam
organisasi.

Iklim organisasi sangat perlu dipertimbangkan oleh pimpinan organisasi karena hal ini
dapat berdampak pada efektivitas kerja anggotanya. Banyak upaya yang dilakukan dalam
menetapkan tempat konsep ini dalam teori organisasi. Selain itu, organisasi yang
berkembang besar tidak terlepas dari tantangan dan rintangan yang telah dihadapi.
Contohnya seperti banyaknya permasalahan dalam organisasi tersebut. Hal ini juga dapat
terjadi pada sebuah lembaga pendidikan yang tentunya juga merupakan sebuah
organisasi. Dengan demikian, sangat penting bagi pihak-pihak organisasi tersebut untuk
mengetahui konsep dan teori dari iklim organisasi dan strategi untuk mewujudkan iklim
yang kondusif dala organisasi sehingga kinerja guru, pegawai atau staf yang bekerja di
lingkungan organsiasi dapat menjadi lebih efektif dan berdaya guna.

A. Konsep Iklim Organisasi Konsep iklim organisasi menurut para ahli antara lain
disebutkan sebagai berikut: 1. Robert G. Owens mendefinisikan ”iklim organisasi
sebagai studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya.”
2. Keith Davis mengemukakan pengertian iklim organisasi sebagai ”the human
environment within an organization’s employees do their work”. Pernyataan Davis
tersebut mengandung arti bahwa iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua
lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia di dalam suatu organisasi
tempat mereka melaksanakan pekerjaannya”.

3.Steers menyebutkan “iklim organisasi dapat dipandang sebagai kepribadian organisasi yang
dicerminkan oleh anggota-anggotanya. Iklim organisasi tertentu adalah iklim yang dilihat
pekerjanya, tidak selalu iklim yang sebenarnya dan iklim yang muncul dalam organisasi
merupakan faktor pokok yang menentukan perilaku pekerja”. 4. Menurut Newstrom & Davis
(1996: 21), “iklim organisasi adalah lingkungan manusia yang di dalamnya para pegawai suatu
organisasi melakukan pekerjaaan mereka. Jadi, iklim organisasi menyangkut semua lingkungan
yang ada atau yang dihadapi oleh pegawai yang berada dalam suatu organisasi yang
mempengaruhi pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas keorganisasiannya”. Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah kondisi terkait
karakteristik yang terjadi dalam dunia kerja yang dilihat dapat mempengaruhi sikap dan perilaku
anggota organisasi tersebut.

B. Strategi Menciptakan Iklim yang Kondusif di Lembaga Pendidikan Seorang peneliti


terkenal, Theresa Amabile menarik kesimpulan dari riset yang selama 22 tahun
dilakukannya tentang kondisi yang memungkinkan seseorang untuk memunculkan
kreativitas dalam organisasi. “Kreativitas akan muncul apabila tiga komponen utama
dimiliki secara bersamaan: expertise, creative thinking skills dan motivation.
Expertise yang dimaksudkan disini adalah informasiinformasi penting yang dimiliki
oleh seseorang yang berupa fakta. Semakin banyak fakta yang diketahui maka akan
semakin banyak potensi ide yang dapat dikembangkan menjadi sebuah inovasi.
Creative thinking skills merujuk pada seberapa leksibel dan imajinatif seorang
individu dalam mencari pendekatan yang paling efektif untuk menyelesaikan
masalahnya. Jika seseorang semakin giat menggali berbagai alternatif solusi yang
mungkin digunakan untuk memecahkan masalahnya maka semakin besar potensinya
untuk menjadi pribadi yang kreatif.

BAB XII KEEFEKTIFAN ORGANISASI (Pengertian, Pendekatan dan Cara-Cara


Menentukan Keefektifan Lembaga Pendidikan
A. Pengertian Keefektifan Organisasi Efektivitas dapat diartikan sampai seberapa
jauh tujuan organisasi secara keseluruhan dapat tercapai. Sebagaimana menurut
Haid (2012:195) bahwa, efektivitas adalah ukuran yang menyatakan sejauh mana
sasaran (kuantitas, kualitas, waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan,
efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi dengan hasil yang diharapkan. Sekolah
efektif menunjukkan kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan hasil yang
diharapkan (Karwati dan Priansa, 2013:27). Efektivitas sendiri berhubungan
dengan proses, prosedur, dan ketepatgunaan semua input yang dipakai dalam
proses pendidikan di sekolah, sehingga menghasilkan hasil belajar siswa sesuai
tujuan (Purwono, 2012:25). Sedangkan menurut Komariah dan Triatna (2005:7),
Efektivitas organisasi merupakan kemampuan organisasi untuk merealisasikan
berbagai tujuan dan kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan dan mampu
bertahan untuk hidup. Pada dasarnya efektivitas sendiri merupakan gambaran
langkah keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan. Dengan demikian
efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya
tujuan, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif dari anggota (Mulyasa,
2014:82).

B. Berbagai Pendekatan dalam Pengukuran Keefektifan Organisasi Dalam melihat


keefektifan organisasi, Gibson (op-cit:27) menyajikan dua pendekatan yang dapat
digunakan, yaitu: 1) pendekatan tujuan, dan 2) pendekatan teori sistem. Lubis dan
Huseini dalam Suldin (2012): mengemukakannya tiga pendekatan, yaitu: 1)
pendekatan sasaran, 2) pendekatan proses, dan 3) pendekatan sumber. Masing-
masing pendekatan tersebut dijelaskan berikut ini :

1. Pendekatan Berdasarkan Tujuan Menurut pendekatan ini,


sebuah organisasi didirikan untuk mencapai tujuan. Apa
yang dimaksud keefektifan adalah pencapaian tujuan yang
dtetapkan dengan usaha kerjasama. Banyak praktek
manajemen melihat efektivitas didasarkan atas pendekatan
menurut tujuan. Salah satu praktik yang banyak digunakan
adalah, manajemen berdasarkan sasaran (manajement by
objektives).
2. Pendekatan Teori Sistem Teori sistem: Pendekatan ini
menekankan pentingnya adaptasi terhadap tutuntan ekstern
sebagai kriteria penilaian keefektifan. Teori sistem,
memungkinkan kita membahas perilaku organisasi secara
intern dan ekstern. Secara intern, kita dapat melihat
bagaimana dan mengapa orang didalam organisasi
melaksanakan tugas individual dan kelompok. Secara
ekstern, kita dapat menghubungkan transaksi organisasi itu
dengan organisasi atau lembaga lain.
3. Pendekatan Sasaran (goal approach) Identiikasi sasaran
organisasi dan mengukur tingkat keberhasilan organisasi
dalam mencapai sasarannya merupakan langkah awal
pendekatan sasaran dalam mengukur tingkat efektivitas
organisasi. Dengan kata lain, pendekatan ini mengukur
sejauh mana organisasi berhasil merealisasikan target yang
ingin dicapainya. Sasaran yang sebenarnya (operative goal)
merupakan fokus utamatahap ini. Hal ini akan
membuahkan hasil yang lebih riilketimbang
hasilpengukuran keefektifan berdasarkan sasaran resmi
(oficial goal), dengan memperhatikan permasalahan yang
ditimbulkan oleh beberapa hal berikut:
a) Adanya macam-macam luaran (multiple outcomes)
b) Adanya subyektivitas dalam penilaian

BAB XIII PENGEMBANGAN ORGANISASI PENDIDIKAN (Tujuan dan Langkah-Langkah


Pengembangan

Pengembangan organisasi adalah suatu proses yang berguna dalam menganalisis serta
menyelesaikan permasalahan yang terdapat dalam suatu organisasi. Pengertian ini mengandung
dua hal penting yang pertama, “pengembangan organisasi adalah suatu proses yang dilakukan
secara terus menerus dan kedua, proses tersebut dilakukan untuk menyempurnakan proses yang
terjadi dalam suatu organisasi” (Serero,2015). Di dalam pengembangan organisasi ada tiga faktor
yang harus diperhatikan : a. Perkembangan konsepsi organisasi dan manjemen yang lebih
bersifat manusiawi, konsep ini mempengaruhi baik pandangan terhadap hakekat manusia dalam
organisasi, mana dari tempat kerja maupun hakikat kehidupan organisasi.

b. Perkembangan konsep tentang latihan kepekaan dan metoda laboratori. c.


Gerakan pengembangan potensi manusia. Wendel Fench dan Cecil Bell
dalam Serero (2015) mengemukakan pengembangan organisasi sebagai
“suatu usaha jangka panjang untuk memperbaiki proses-proses pemecahan
masalah dan perubahan organisasi, terutama melalui manajemen budaya
organisasi yang lebih efektif dan kolaborasi dengan tekanan khusus pada
budaya timtim kerja formal, dengan bantuan pengantar perubahan,
katalisator dan penggunaan teori dan teknologi ilmiah keperlilakuan
terapan, mencakup riset kegiatan”. Melalui proses pembaruan, seorang
manajer mampu menyesuaikan gaya serta tujuan penyelesaian masalah
dalam memenuhi permintaan pengubahan lingkungan organisasi karena
salah satu tujuan dari pengembangan organisasi ialah memperbaiki proses
pembaruan dari organisasi tersebut. Pengembangan organisasi adalah
suatu strategi terencana guna mewujudkan suatu perubahan
organisasional. Perubahan yang dimaksud harus memiliki sasaran yang
jelas dan berlandaskan suatu diagnosa mengenai isu yang dihadapi oleh
organisasi. “Pengembangan organisasi harus strategi untuk merubah nilai-
nilai daripada manusia dan juga struktur organisasi sehingga organisasi itu
adaptif dengan lingkungannya” (Dewi, 2014). Pengembangan organisasi
menurut Fred Luthan adalah “pendekatan modern dalam manajemen
terhadap perubahan dan perkembangan organisasi dari sudut sumber daya
manusia (SDM)”. Pengertian ini langsung mengarah pada perubahan dan
perkembangan organisasi yang hanya akan terjadi dengan memperbaiki
sumber daya manusia di lingkungannya masing-masing.

BAB III
PEMBAHASAN
A.KELEBIHAN BUKU

 Buku memberi penjelasanyang sangat baik dan bagus , dan mudah di pahami
 Buku menggunakan bahasan sederhana
 Buku memberi penjelasan yang sangat mendetail tentang kepemimpinan pendidikan
 Buku pembandi juga sangat bagus untuk di baca.
 Memiliki halaman yang tidak terlalu banyak.
B.KELEMAHAN BUKU

 Buku utama tidak memiliki sampul jadi tidak menarik.


 Buku utama menggunakan bahasa inggris namun tidak ada penjelasannya sehiungga sulit
untuk membaca dan memahami.
 Penjelasan di buku utama terlalu panjang.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kepemimpinan adalah ilmu yang penting dimiliki setiap orang dalam memimpin
diri sendiri dan orang lain, pemimpin juga harus memiliki tujuan yang jelas dan visi misi.
A. REKOMENDASI
Buku ini sangat di sarankan untuk di baca para pemimpin seperti guru dan pejabat
maupun mahasiswa yang akan menjadi pemimpin bangsa, dimana buku ini mengajarkan
banyak hal mengenai kepemimpinan.

DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/USER/Downloads/Novianty-Djafri-Buku-Kepemimpinan-dan-Perilaku-
Organisasi%20(2).pdf

Anda mungkin juga menyukai