LP Sectio Caesarea
LP Sectio Caesarea
LP Sectio Caesarea
DISUSUN OLEH :
ANINDA SEFTIA REZA
211128
MAHASISWA
( )
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
A. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya
memotong. Seksio Cesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina
(Ainuhikma, 2018). Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini
biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada
komplikasi-komplikasi kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti
kelahiran normal. Sectio Caesarea adalah jalan alternatif menyambut kelahiran
seorang bayi melalui operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada perut dan
rahim ibu (Fitria, 2018).
Sectio Caesarea dilakukan sebagai tindakan penyelamatan terhadap kasus
kasus persalinan normal yang berbahaya. Oleh karena itu tindakan ini hanya di
lakukan ketika proses persalinan alamiah melalui vagina tidak memungkinkan
karena risiko medis tertentu (Wahyudi, 2014). Sectio Caesarea adalah suatu
cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding
perut dan dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram (Kristiyanasari, 2010).
B. Klasifikasi
Klasifikasi section caesarea:
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus
uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal.
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi
memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di
lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan
kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak
banyak lagi di lakukan.Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi Setelah sectio cesaria, dilakukan
hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat
C. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea
sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu 1diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala.
1. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
D. Indikasi SC
Persalinan secara sectio ceesarea sebenarnya diindikasikan untuk
menghindari kematian ibu dan bayi terutama bila terdapat kontraindikasi
selama persalinan atau bila persalinan pervaginam menghadapi hambatan atau
beresiko. Menurut Amin & Hardi (2013) operasi Sectio Caesarea dilakukan
atas indikasi sebagai berikut:
1. Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik
Disproportion (disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan
panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, komplikasi kehamilan
yaitu pre eklampsia dan eklampsia berat, atas permitaan, kehamilan yang
disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista
ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal persentasi dan mal posisi
kedudukan janin seperti bayi yang terlalu besar (giant baby), kelainan letak
bayi seperti sungsang dan lintang, kelainan tali pusat dengan pembukaan
kecil seperti prolapsus tali pusat, terlilit tali pusat, adapun faktor plasenta
yaitu plasenta previa, solutio plasenta, plasenta accreta, dan vasa previa.
kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi, dan bayi kembar
(multiple pregnancy).
E. Patofisiologi
Sectio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan
pada bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram. Selain berasal dari faktor ibu seperti panggul
sempit absolut, kegagalan melahirkan secara normal karena kurang
adekuatnya stimulasi, tumor- tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi,
stenosis serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri
membakat, indikasi dilakukannya sectio caesarea dapat berasal dari janin
seperti kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan bayi
yang terlambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.
Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak dipakai
dikarenakan lebih aman untuk janin.
Tindakan anestesi yang diberikan dapat mempengaruhi tonus otot
pada kandung kemih sehingga mengalami penurunan yang menyebabkan
gangguan eliminasi urin. Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan
trauma jaringan dan terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan
saraf disekitar daerah insisi. Hal tersebut merangsang keluarnya histamin dan
prostaglandin. Histamin dan prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri pada
daerah insisi. Rangsangan nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan
munculnya masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya
hambatan mobilisasi fisik yang dialami oleh ibu nifas dapat menimbulkan
masalah keperawatan defisit perawatan diri. Adanya jaringan terbuka juga
akan menimbulkan munculnya risiko tinggi terhadap masuknya bakteri dan
virus yang akan menyebabkan infeksi apabila tidak dilakukan perawatan luka
yang baik.
F. Pathway
G. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah:
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
2. Perdarahan: perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabangcabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
5. Yang sering terjadi pada ibu bayi: Kematian perinatal
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. CT Scan
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
4. Pemindaian positron emission tomography (PET). Untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
I. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
- Letakan pasien dalam posisi pemulihan
- Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
- Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
- Transfusi jika diperlukan
- Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca
bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
- Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
- Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
- Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
- Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
- Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
-
4. Fungsi Gastrointestinal
- Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
- Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
- Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
- Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan Fungsi Kandung Kemih
- Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
- Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
- Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
- Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg
per oral per hari sampai kateter dilepas
- Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
- Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
- Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
- Ganti pembalut dengan cara steril
- Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
- Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat pendarahan
- Lakukan masase uterus
- Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologik atau
RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam:
- Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
- Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
- Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
- Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
- Supositoria : ketopropen sup 2x/ 24 jam
- Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
- Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10. Obat-obatan lain
- Untuk meningkatkan vitalis dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit.C
TEORI HEPATITIS
1.1 Definisi
Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab. Hepatitis yang
berlangsung kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut", hepatitis yang
berlangsung lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis kronis". Istilah "Hepatitis"
dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati (liver). Penyebabnya dapat
berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat
tradisional. Virus hepatitis juga ada beberapa jenis, hepatitis A, B, C, D, E, F
dan G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut ( hepatitis A ) dapat
pula hepatitis kronik ( hepatitis B,C ) dan adapula yang kemudian menjadi
kanker hati ( hepatitis B dan C ) (Defriyanti & Ristyaning, 2017).
1.2 Klasifikasi
1. Hepatitis A
Dikenal dengan hepatitis infeksiosa, rute penularan adalah melalui
kontaminasi oral-fekal, HVA terdapat dalam makanan dan air yang
terkontaminasi. Potensi penularan infeksi hepatitis ini melalui sekret saluran
cerna. Umumnya terjadi didaerah kumuh berupa endemik. Masa inkubasi :
2-6 minggu, kemudian menunjukkan gejala klinis. Populasi paling sering
terinfeksi adalah anak-anak dan dewasa muda.
2. Hepatitis B
Penularan virus ini melalui rute trnfusi darah/produk darah, jarum
suntik, atau hubungan seks. Golongan yang beresiko tinggi adalah mereka
yang sering tranfusi darah, pengguna obat injeksi; pekerja parawatan
kesehatan dan keamanan masyrakat yang terpajan terhadap darah; klien dan
staf institusi untuk kecatatan perkembangan, pria homoseksual, pria dan
wanita dengan pasangan heteroseksual, anak kecil yang terinfeksi ibunya,
resipien produk darah tertentu dan pasien hemodialisa. Masa inkubasi mulai
6 minggu sampai dengan 6 bulan sampai timbul gejala klinis.
3. Hepatitis C
Dahulu disebut hepatitis non-A dan non-B, merupakan penyebab
tersering infeksi hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah komersial.
HCV ditularkan dengan cara yang sama seperti HBV, tetapi terutama
melalui tranfusi darah. Populasi yang paling sering terinfeksi adalah
pengguna obat injeksi, individu yang menerima produk darah, potensial
risiko terhadap pekerja perawatan kesehatan dan keamanan masyarakat
yang terpajan pada darah. Masa inkubasinya adalah selama 18-180 hari.
4. Hepatitis D
Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi HBV
bertambah parah. Infeksi oleh HDV juga dapat timbul belakangan pada
individu yang mengedap infeksi kronik HBV jadi dapat menyebabkan
infeksi hanya bila individu telah mempunyai HBV, dan darah infeksius
melalui infeksi HDV. Populasi yang sering terinfeksi adalah pengguna obat
injeksi, hemofili, resipien tranfusi darah multipel (infeksi hanya individu
yang telah mempunyai HBV). Masa inkubasinya belum diketahui secara
pasti. HDV ini meningkatkan resiko timbulnya hepatitis fulminan,
kegagalan hati, dan kematian.
5. Hepatitis E
Virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan melalui
ingeti air yan tercemar. populasi yang paling sering terinfeksi adalah orang
yang hidup pada atau perjalanan pada bagian Asia, Afrika atau Meksiko
dimana sanitasi buruk, dan paling sering pada dewasa muda hingga
pertengahan.
6. Kemungkinan Hepatitis F dan G
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan tentang hepatitis F. Saat ini
para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang
terpisah. Sedangkan hepatitis G gejala serupa hepatitis C, seringkali
infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan
hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi
darah jarum suntik. (Syifa & Dian, 2017)
1.3 Etiologi
Penyebab hepatitis bermacam-macam. Pada prinsipnya penyebab hepatitis
terbagi atas infeksi dan bukan infeksi. Penyebab-penyebab tersebut antara lain :
· Infeksi virus : Hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, Hepatitis
E, Hepatitis F, hepatitis G.
· Non virus : Komplikasi dari penyakit lain, Alkohol, Obat-obatan kimia
atau zat kimia, Penyakit autoimun.
Hepatitis A, B dan C merupakan jenis hepatitis terbanyak yang sering
dijumpai. Sedangkan kasus hepatitis F masih jarang ditemukan. Para ahli pun
masih memperdebatkan apakah hepatitis F merupakan jenis hepatitis tersendiri
atau tidak.
Ikterus merupakan salah satu gajala klinis pada wanita hamil denga
hepatitis, namun adapun ikterus dalam kehamilan sebenarnya disebabkan oleh
beberapa keadaan. Ikterus yang disebabkan oleh kehamilan berupa ;
perlemakan hati akut, toksemia, dan kolestasis intrhepatik. Sedangkan ikterus
yang tejadi bersamaan dengan suatu kehamilan; hepatitis virus, batu empedu,
penggunaan obat-obatan hepatotoksik, dan sirosis hepatis. Ikterus dapat timbul
pada satu dari 1500 kehamilan, 41% diantaranya adalah hepatitis virus,21%
oleh karena kolestatis intahepatik, dan kurang dari 6% oleh karena obtruksi
saluran empedu di luar hati (Kementrian Kesehatan RI, 2014).
1.4 Patofisiologi
Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-rata 60-90hari ). Onset
penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang tergantung usia penderita.
Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsumakan menurun, demam, nyeri
perut dan ikterik.
Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu :
a. konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka)
b. sedang (semen, cairan vagina, saliva)
c. rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu).
d. Secara umum penularan VHB melalui jalur sebagai berikut:
e. Kontak seksual yang tidak aman baik pervaginal ataupun anal dengan penderita
dengan n HbsAg positif.
f. Melalui oral seks dengan penderita HbsAg positif yaitu melalui saliva yang
sama infeksiusnya dengan cairan alat genital.
g. Kontak darah dengan penderita HbsAg positif seperti; jarum suntik,tranfusi
darah,dsb.
h. Transmisi Ibu-anak baik selama kehamilan, saat persalinan maupunwaktu
menyusui.
Transmisi dapat diturunkan dengan memberikanvaksinasi, dimana bayi yang
dilahirkan dari ibu yang infeksiusdiberikan imunoglobulin dalam 24 jam pertama sebelum
disusui.Hanya bayi yang dapat vaksinasi yang boleh disusui oleh ibu yanginfeksius
Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero
maupun segera setelah lahir. Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan
beberapa cara, yaitu :
a. Melewati placenta
b. Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
c. Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
d. Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi
hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada
periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat
menembusplacenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis
dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh
janin in utero atau pada janin barulahir (Prawirohardjo, 2013)
1.6 Komplikasi
a. Pengaruh dalam kehamilan
Terjadinya abortus, partus prematurus, dan kematian janin dalam
kandungan.
b. Pengaruh dalam persalinan dan nifas
Penghentian kehamilan tidak mengubah jalannya penyakit, baik dengan
jalan abortus buatan maupun dengan induksi persalinan. Bila tidak ada
indikasi penyelesaian persalinan, persalinan pervaginam diawasi dengan
baik. Kala II boleh diperpendek dengan ekstraksi vakum atau forcep bila
janin hidup dan embriotomi bila mati. Bahaya yang paling
mengancam ibu adalah pada saat pasca persalinan, karena sering terjadi
perdarahan yang hebat dan sulit di control (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, K,
& Setiati, 2014).
1.8 Penatalaksanaan
a. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
b. Tirah baring
c. Tatalaksana farmakologi sesuai dengan gejala yang dirasakan oleh pasien.
d. Antpiretik bila demam ibuprofen 2 kali 400mg/hari.
e. Apabila ada keluhan gastrointestinal,seperti mual (antimetik),perut
perih,dan kembung (simetidin 3 kali 200mg/hari) (children, 2012)
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengumpulan Data
A. DATA SUBJEKTIF
Data subjektif adalah menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan
data pasien melalui anamnesa yang termasuk data subjektif untuk pasien
dengan hepatitis, antara lain :
1. Identitas
Yang perlu dikaji : nama, umur, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan
alamat. Tujuan dilakukan anamnesa ini adalah untuk mengidentifikasi
pasien lebih dekat.
Dasar : untuk mengidentifikasi (mengenal) klien.
2. Keluhan utama
Merupakan alasan utama pasien untuk datang dan apa-apa saja keluhan
yang biasa ibu rasakan.
Misalnya ibu datang dengan keluhan :
a. Ibu mengatakan cepat merasakan lelah.
b. Ibu mengatakan urin nya berwarna kuning atau bahkan kecoklatan
seperti air teh.
c. Ibu mengatakan sering nyeri pada ulu hati.
d. Ibu mengatakan pegal-pegal pada pinggang dan kaki, mata
berkunang-kunang.
3. Riwayat perkawinan
Kemungkinan di ketahui status perkawinan, umur waktu kawin, berapa
lama kawin baru hamil. Data fokus pada riwayat perkawinan ini adalah
menanyakan sudah berapa kali ibu kawin.
4. Riwayat menstruasi
Yang ditanyakan adalah HPHT, siklus, lama, banyaknya, bau, warna, dan
apakah nyeri waktu haid, serta kapan mendapat haid pertama kalinya.
( HPHT ditanyakan untuk menentukan taksiran persalian, usia kehamilan )
B. DATA OBJEKTIF
Data objektif merupakan data yang dikumpulkan dari pemeriksaan umum
dan khusus. Data objektif menggambarkan pendokumentasian hasil
pemeriksaan fisik pasien, hasil laboratorium dan tes diagnostic lain yang
dirumuskan dalam data fokus.
1. Pemeriksaan umum
Secara teoritis kemungkinan di temukan gambaran keadaan umum klien baik,
yang mencakup kesadaran, tekanan darah, nadi, nafas, suhu, tinggi badan, berat
badan, dan keadaan umum Pada keadaan hepatitis : keadaan umum ibu kurang
baik, kesadaran compos mentis
2. Pemeriksaan khusus
a. Secara inspeksi
Yaitu pemeriksaan pandang yang dinilai dari kepala sampai kaki. Yang
dinilai ialah kemungkinan bentuk tubuh yang normal, kebersihan kulit,
rambut, muka, conjunctiva, sklera, hidung,dan telinga. Mulut apakah ada
caries dentis, stomatitis, karang gigi, leher apakah ada pemebesaran kalenjer
gondok, payudara apakah simetris kiri dan kanan, keadaan puting susu
menonjol atau tidak. Kolostrum ada atau tidak, perut membesar sesuai dengan
tua kehamilan, apakah ada bekas luka operasi, vulva apakah bersih, ada
varises atau tidak, oedema dan pengeluaran dari vagina. Anus apakah ada
haemoroid, ekstremitas atas dan bawah apakah ada kelainan.
b. Secara palpasi
Dengan menggunakan cara leopold, kemungkinan yang ditemukan ialah:
1. Leopold 1: Tinggi fundus uteri dalam cm, pada fundus kemungkinan
teraba bagian kepala,bokong atau lainnya
2. Leopold 2 : Pada dinding perut sebelah kiri atau kanan kemungkinan
teraba punggung, anggota gerak atau bokong atau kepala
3. Leopold 3: Pada bagian terbawah kemungkinan sudah masuk PAP
atau belum
4. Leopold 4: kemungkinan seberapa jauh bagian terbawah janin telah
masuk pintu atas panggul.
c. Secara auskultasi
Kemungkinan dapat terdengar bunyi jantung janin, frekuensinya teratur
atau tidak, dan posisi punctum maximumnya.
d. Secara perkusi
Kemungkinan refleks patella kiri dan kanan positif
3. Pemeriksaan ukuran panggul
Kemungkinan normal atau tidak dengan menggunakan pengukuran jangka
panggul
4. Pemeriksaan tafsiran berat janin (TBJ)
Kemungkinan berat badan janin Dengan rumus: (TFU dalam cm-13) 155
Rencana Tindakan
a. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan
interpretasi tentang pembedahan seksio sesaria.
Tujuan
Klien akan :
Mengungkapkan pemahaman tentang indikasi kelahiran sesaria.
Mengenali ini sebagai metode alternative kelahiran bayi
Tindakan Rasional
1) Catat tingkat stress, dan apakah Mengidentifikasi kesiapan klien atau
prosedur direncanakan atau tidak. pasangan untuk menerima informasi.
2) Berikan informasi akurat dengan Memberikan informasi dan
istilah-istilahh sederhana. mengklarifikasi kesalahan konsep.
Anjurkan pasangan untuk Memberikan kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan dan mengevaluasi pemahaman klien /
mengungkapkan perasaan mereka pasangan terhadap situasi.
dan pemahaman mereka.
3) Tinjau ulang indikasi-indikasi Perkiraan satu dari lima atau enam
terhadap pilihan alternative kelahiran melalui operasi sesaria ;
kelahiran seharusnya dilihat sebagai alternative
bukan cara yang abnormal, untuk
meningkatkan keselamatan dan
kesejahteraan maternal/janin.
Mengetahui apa yang dirasakan dan
4) Diskusikan sensasi yang apa yang normal membantu mencegah
diantisipasi selama melahirkan dan masalah yang tidak perlu.
periode pemulihan.
Tindakan Rasional
1) Kaji lingkungan terhadap faktor- Mengidentifikasi factor-faktor, yang
faktor yang menyebabkan dapat atau tidak dapat dikontrol.
kelebihan beban sensori Melahirkan secara sesaria perlu banyak
aktivitas medis dan keperawatan untuk
memastikan kesehatan ibu dan bayi.
Klien cenderung untuk berfokus pada
prosedur yang sedang dilakukan dan
perbincangan saat di ruangan.
Pengalaman kelahiran dapat terganggu
oleh metode teknik invasive,
memindahkan fokus dari kelahiran bayi
ke prosedur pembedahan.
Pengetahuan tentang prosedur,
intrumen dan alarm dapat membantu
menurunkan ansietas.
Diagnosa : Resti nyeri akut b/d peningkatan / kontraksi otot yang lebih lama.
Tujuan
Klien akan mengungkapkan penurunan nyeri
Tindakan Rasional
1) Kaji lokasi, sifat dan durasi nyeri, Menandakan ketepatan pilihan
khususnya saat berhubungan tindakan. Klien yang menunggu
dengan indikasi kelahiran sesaris. kelahiran sesaria iminen dapat
• mengalami berbagai derajat
ketidaknyamanan, tergantung pada
R indikasi terhadap prosedur.
2) Hilangkan factor-faktor yang Tingkat toleransi ansietas adalah
menghasilkan ansietas (mis; individual dan dipengaruhi oleh
/
kehilangan control), berikan berbagai faktor. Ansietas berlebihan
informasi akurat, dan anjurkan pada respon terhadap situasi darurat
R pasangan.
keberadaan dapat meningkatkan ketidaknyamanan
karena rasa takut, tegang, dan nyeri
• yang saling berhubungan dan merubah
kemampuan klien untuk mengatasi.
Dapat membantu dalam reduksi
3) Instruksikan teknik relaksasi; ansietas dan ketegangan dan
posisikan senyaman mungkin. meningkatkan kenyamanan.
R
Gunakan sentuhan terapeutik.
/
TEORI MOW
A. Definisi MOW
MOW (Medis Operatif Wanita)/Tubektomi atau juga dapat disebut
dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua
saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati
saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma
laki-laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wanita
tidak akan turun (BKKBN, 2006). Metode Operasi Wanita (MOW) atau
sterilisasi pada wanita adalah salah satu metode kontrasepsi secara operatif
untuk mencegah kehamilan (Ramadhani, 2019).
B. Klasifikasi MOW
Macam- macam kontrasepsi mantap menurut Handayani (2010), yaitu:
1. Penyinaran merupakan tindakan penutupan yang dilakukan pada kedua tuba
falopi wanita mengakibatkan yang bersangkutan tidak hamil atau tidak
menyebabkan kehamilan lagi.
2. Opertif menurut Handayani (2010) metode operatif terdapat berbagai
macam cara, cara-cara tersebut dapat dilakukan dengan:
a. Abdominal
1. Laparatomi sudah tidak digunakan karena diperlukan insisi yang
panjang. Kontrasepsi ini diperlukan bila cara kontap yang lain gagal.
2. Mini-laparatomi Sayatan dibuat garis tengah diatas simpisis panjang 3
cm sampai menembus peritonium. Untuk mencapai tuba diperlukan
alat khusus (elevator uterus) ke dalam kavum uteri. Dengan bantuan
alat tersebut uterus dalam keadaan retrifleksi dijadikan letak antefleksi
kemudian didorong daerah lubang sayatan, lalu dilakukan penutupan
tuba.
3. Laparoskopi Cunam serviks dipasang pada bibir depan posio uteri,
supaya dapat menggerakan uterus jika hal tersebut diperlukan saat
laparaskopi. Sayatan dibuat dibawah pusat kurang lebih 1 cm.
Kemudian ditempat luka dilakukan pungsi sepanjang rongga
peritonium dengan jarum khusus. Melalui jarum dibuat pneumo
peritoneum dengan memesukkan CO2 sebanyak 1 sampai 3 liter
kecepatan kira-kira 1 liter permenit. Setelah jarum beres dikeluarkan,
troika dimasukan laparoskop melalui tabung dengan cunam yang
dimasukan dalam rongga peritonium bersama laparoskop, tuba dijepit
dan dilakukan penutupan dengan kauterisasi.
b. Vagina
1. Kolpotomi sering dipakai adalah kolpotomi poterior. Insisis
dilakukan di dinding vagina transvesal 3-5 cm, kavum douglas yang
terletak antara dinding depan rektumdam dinding belakang uterus
dibuka melalui vagina untuk sampai dituba.
2. Kuldoskopi yaitu rongga pelvis dapat dilihat melalui alat koldoskup
yang dimasukan kedalam cavum douglas. Adanya laparoskopi trans-
abdominal, maka kuldoskopi kurang mendapat perhatian atau minat
dan sekarang sudah jarang dikerjakan. Dalam posisi lutut dada kedua
paha tegak lurus dan kedua lutut terbuka, suatu rektraktor perineal
dimasukan kedalam vagina. Bila fornik posterior terlihat seperti
bagian kubah yang kecil, maka cavum douglas bebas diperlekatkan,
lalu dilakukan oklusi tuba.
c. Transcervical
1) Histereskopi Prinsipnya seperti laparoskopi hanya pada histereskopi
tidak dipakai trokar, tetepi suatu vakum servikal adaptor untuk
mencegah keluarnya gas saat dilatasi serviks atau cavum uteri.
2) Tanpa melihat langsung Pada cara ini operator tidak melihat
langsung cavum uteri untuk melikalisir orivisuim tubae.
3) Penyumbatan tuba secara mekanis
Tubal clip penyubatan tuba mekanis dipasang pada isthimus tuba
falopii, 2-3 cm dari uterus, melalui laparatomi, laparoskopi,
kolpotomi dan kuldoskopi. Tuba clips menyebabkan kerusakan lebih
sedikit pada tuba falopii dari pada oklusi tuba falopii lainya. Tuba
ring dapat dipakai pada mini- laparatomi, laparoskopi dan cara trans-
veaginal, dan dipasang pada ampula 2-3 cm dari uterus.
4) Penyumbatan tuba kimiawi
Zat-zat kimia dalam cair, pasta, padat dimasukan ke dalam melalui
serviks ke dalam uteri- tubal junction, dapat dengan fisualisasi langsung
atau tidak. Cara kerjanya adalah zat kimia akan mendapat tissue padat
sehingga terbentuk sumbatan dalam tuba falopii (tissue adhesive), zat
kimia akan merisak tuba falopii dan menumbulkan fibrosis (sclerosing
agent) (Handayani, 2010).
C. Keuntungan MOW
Menurut BKKBN (2016) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara lain:
a. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
b. Tidak mengganggu kehidupan suami istri
c. Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
d. Tidak mempengaruhi ASI
e. Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali
tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis.
f. Sedangkan menurut Anggraini (2011) keuntungan dari kontrasepsi
mantap adalah sebagai berikut:
- Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan).
- Tidak mempengaruhi peroses menyusui (breastfeeding).
- Tidak bergantung pada faktor sanggama.
- Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko yang sangat
serius.
- Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal.
- Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
- Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium).
- Berkurangnya resiko kangker ovarium.
D. Kerugian MOW
Kerugian dari kontrasepsi MOW (Medis Operasi Wanita) menurut
Anggraini (2011), adalah:
1. Harus dipertimbangkan sifat menetap metode kontrasepsi ini. (tidak dapat
dipulihkan kembali), kecuali dengan rekanalisai.
2. Klien dapat menyesal di kemudian hari.
3. Resiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anastesi umum).
4. Rasa sakit atau tidak nyaman dalam jangka pendek setelah tindakan.
5. Dilakukan oleh dokter terlatih (dibutuhkan doter spesialis genokologi
untuk proses laparoskopi).
6. Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS
(Anggraini, 2011).
i. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan pelaksanaan dari rencana
keperawatan perawatan yang telah direncanakan selama fase perencanaan.
Terdiri dari melakukan kegiatan keperawatan yang telah direncanakan untuk
memenuhi kreteria tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya
perawat dapat mendelegasikan beberapa tindakan keperawatan kepada perawat
yang ditugaskan untuk merawat klien tersebut (Patricia, 2011).
Tujuan mengimplementasi dapat mendukung klien dalam menggapai suatu
maksud yang sudah dituliskan sebagai pencakup ketingkatan kesehatan,
penegasian penyakit, pemulangan kesehatan,dan mengakomodasi koping.
Rancangan asuhan keperawatan dijalankan dengan baik, apabila pasien sudah
punya ambisi sendiri ikut berperan dalam rencana implementasi asuhan
keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat melaksanakan penimbunan
data dan memilah asuhan keperawatan yang lebih konstan sesuai keperluan
semua pasien. Dari semua intervensi keperawatan tersebut dituliskan dalam
bentuk tulisan paten yang kemudian konsistenkan oleh dinas rumah sakit
(Nursalam, 2016).
Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.YBPSP. Jakarta
Arum, Diah Noviawati S., dan Sujiyatini. 2009. Panduan Lengkap Pelayanan KB
Terkini. Yogyakarta: Nuha Medika
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.
EGC
Fitria, R. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Post Operatif Sectio
Caesarea
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. PPNI : Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. PPNI : Jakarta.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. PPNI : Jakarta.
Wahyuni, Rini dan Siti, Rohani. 2019. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Riwayat Persalinan Sectio Caesarea. Wellness and Healthy Magazine.
Vol.01, No.01.