KIAN BAB 1-3 Eka Fajrin Apriliani Daud
KIAN BAB 1-3 Eka Fajrin Apriliani Daud
KIAN BAB 1-3 Eka Fajrin Apriliani Daud
Disusun Oleh:
EKA FAJRIN APRILIANI DAUD, S.Tr.Kep
711490123009
i
2023
PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING POSISI QUARTER PRONE
DAN NESTING TERHADAP STATUS OKSIGENASI PADA BAYI
PREMATUR DENGAN RESPIRATORY DISTRES SYNDROM
MENGGUNAKAN TEORI KONSERVASI LEVINE
DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
OLEH :
EKA FAJRIN APRILIANI DAUD, S.Tr.Kep
711490123009
ii
2023
HALAMAN PERSETUJUAN
Disusun Oleh:
Karya tulis ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing Karya Ilmiah Akhir
Program Studi Profesi Ners Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado
Pembimbing 1 Pembimbing 2
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian............................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 9
A. Konsep Dasar Respiratory Distress Syndrom (RDS) ...................................... 9
B. Asuhan Keperawatan Respiratory Distress Syndrom (RDS)........................... 28
C. Teori Keperawatan Konservasi Levine ........................................................... 38
D. Aplikasi Teori Keperawatan Konservasi Levine Pada Asuhan
Keperawatan Anak Prematur dengan Respiratory Distress Syndrom ........... 50
E. Analisis Evidence Based Nursing (EBN) ........................................................ 64
F. Standar Operasional Prosedur Posisi Quarter Prone dan Nesting................... 66
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 70
A. Desain Penelitian................................................................................................ 70
B. Penetapan Sampel............................................................................................. 70
C. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan........................................................................ 70
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 71
E. Etika Penelitian ................................................................................................ 71
iv
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 72
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan prematur yaitu persalinan yang terjadi ketika usia gestasi kurang
(AlJohani et al., 2022), (Prisilia & Susilo, 2021). Faktor risiko terjadinya kelahiran
premature diantaranya yaitu diabetes, obesitas, hipertensi, berat badan kurang riwayat
sangat tinggi menempati urutan ke lima yaitu sebanyak 675.700. Sebanyak 29% umur
kandungan ibu hamil di Indonesia saat melahirkan yaitu kurang dari 37 minggu,
(Riskesdas, 2018)
Salah satu masalah yang sering terjadi pada bayi prematur yaitu Respiratory
Distress Syndrom (RDS). Hal ini disebabkan karena surfaktan yang dihasilkan oleh
paru-paru pada bayi premature tidak cukup sehingga kemampuan paru-paru untuk
mengembang sangat sulit. Surfaktan adalah suatu zat yang berfungsi untuk
(RDS) membunuh 740.180 anak di bawahusia 5 tahun pada tahun 2019, terhitung
1
14% dari semua kematian anak di bawah lima tahun tetapi 22% dari semua kematian
pada anak dengan usia 1 hingga 5 tahun. Respiratory Distress Syndrom (RDS)
penyebab kematian nomor dua setelah diare pada balita. Sekitar 450.000 kasus
(RDS) menurut diagnosis tenaga kesehatan (nakes) mencapai 4,0% dengan kelompok
umur balita (usia 1-4 tahun) sebesar 5,0%. Untuk prevalensi Respiratory Distress
Syndrom (RDS) pada balita menurut provinsi tertinggi yakni Nusa Tenggara Timur
Riskesdas Sulawesi Utara tahun 2018, menurut diagnosis oleh tenaga kesehatan,
angka kasus Respiratory Distress Syndrom (RDS) di Kota Manado meningkat dari
Masalah yang sering muncul ketika anak masuk dan di rawat diruang NICU
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado adalah distress pernapasan yang ditandai
dengan nafas cepat, retraksi dinding dada, nafas cuping hidung. Distress pernapasan
oksigen yang rendah, akan menstimulasi syaraf pusat untuk meningkatkan frekuensi
pernapasan. Jika upaya tersebut tidak terkompensasi maka akan terjadi gangguan
oksigenasi ringan hingga berat bahkan sampai menimbulkan kegawatan. Hal ini dapat
2
berakibat sampai pada komplikasi anak menjadi syok, hipoksia, sianosis dan bahkan
gagal pernafasan.
khusus masalah oksigenasi. Salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan
untuk mengatasi masalah oksigenasi tersebut adalah dengan pemberian posisi quarter
prone dan nesting. Posisi quarter prone atau semi tengkurap merupakan posisi tidur
bayi dengan keadaan kepala bayi dimiringkan ke arah satu sisi baik kanan maupun
kiri dengan lengan ditekuk pada dada bayi dan lutut bayi menempel pada dada bayi.
Posisi quarter pronasi dapat membuat ventilasi di dalam paru-paru menjadi tidak
tergantung sehingga dapat meningkatkan saturasi oksigen, (Gomes et al., 2019). Hal
ini terjadi karena posisi pronasi membuat ventilasi pada dinding dada menjadi lebih
leluasa di area paru yang tidak tergantung. Manfaat posisi pronasi diantaranya yaitu
2018).
Nesting merupakan penyangga posisi tidur bayi agar tetap dalam posisi fleksi,
hal ini dimaksudkan untuk mencegah perubahan posisi bayi secara drastis yang dapat
mengakibatkan hilangnya tenaga pada tubuh neonatus. Nesting terbuat dari kain
tubuh bayi seperti kondisi di dalam rahim ibu, (Rohmah et al., 2020). Pemberian nest
3
merupakan sebuah paket intervensi untuk membentuk posisi dengan kokoh,
sangat bermanfaat dalam perawatan bayi prematur. Penelitian (Efendi et al., 2019),
membantu anak supaya kebutuhan oksigenasi anak terpenuhi agar fungsi tubuh dapat
ketidakmampuan. Hal ini sesuai dengan prinsip konservasi yang dikemukakan oleh
Levine. Berdasarkan teori ini peran perawat adalah mempertahankan konservasi dan
dalam pengambilan keputusan. Perawat juga dapat menggunakan teori berbasis bukti
untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien. Salah satu masalah yang sering
4
terjadi di profesi keperawatan adalah kurangnya integrasi konsep teoritis menjadi
klinis praktik, selain itu sangat jarang ditemukan literatur tentang pemanfaatan teori
menjadi praktik keperawatan (Mawaddah et al., 2021). Hal ini menyebabkan teori
dikembangkan. Salah satu teori keperawatan yang dapat diterapkan pada anak yang
dan area perhatian utama untuk perawat yaitu pemeliharaan keutuhan seseorang.
Evidence Based Nursing Posisi Quarter Prone dan Nesting terhadap Status
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam peminatan gawat darurat kritis yaitu “Bagaimana Penerapan Posisi
Quarter Prone dan Nesting terhadap Status Oksigenasi pada Bayi Prematur dengan
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
c. Untuk mengetahui intervensi posisi quarter prone dan nesting dalam asuhan
d. Untuk mengetahui implementasi posisi quarter prone dan nesting dalam asuhan
f. Untuk menganalisis intervensi posisi quarter prone dan nesting terhadap status
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Bagi peneliti
pada asuhan keperawatan dengan penerapan posisi quarter prone dan nesting
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti penerapan posisi quarter prone dan
dengan penerapan intervensi posisi quarter prone dan nesting terhadap status
b. Bagi perawat
Dapat digunakan sebagai bahan masukan dan referensi bagi perawat dalam
7
quarter prone dan nesting pada bayi prematur dengan respiratory distres
sindrom.
8
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
1. Definisi
(HMD) merupakan gangguan pernapasan yang paling umum terjadi pada bayi
prematur dan merupakan salah satu penyebab utama gagal nafas dan kematian
saluran napas perifer dan buruknya produksi surfaktan karena imaturitas paru
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru, (Yosefa Moi,
2019).
2. Etiologi
karena kekurangan surfaktan, karena produksi surfaktan yang tidak memadai, atau
Selain itu penyebab RDS menurut (Yadav et al., 2022) adalah sebagai
9
berikut:
paru janin terjadi secara bertahap, yang dikenal sebagai tahap embrionik,
Selama periode embrio, tunas paru pertama kali muncul pada hari ke-26
bronkus utama pada hari ke 37. Cabang utama bronkus selanjutnya mengarah
terbentuk sebagai cabang dari lengkung aorta keenam pada hari ke-37.
berakhir pada minggu ke-16, dan merupakan tahap di mana sel neuroepitel,
tulang rawan, sel bersilia, sel goblet, dan sel basal berkembang di epitel paru
proksimal. Selama tahap ini, saluran udara bercabang 15 hingga 20 kali pada
10
gas. Peningkatan jumlah dan ukuran kapiler terus melakukan vaskularisasi
epitel vaskular. Akhirnya, membran basal kapiler dan epitel pernafasan ini
bronkiolus yang sarat glikogen, dan sel-sel ini berdiferensiasi menjadi sel tipe
Selama tahap sakular, dari sekitar minggu ke-24 hingga minggu ke-32
pertukaran gas. Pada tahap inilah bayi prematur berpotensi dapat hidup di luar
kandungan.
Pada minggu ke 32, tahap alveolar dimulai, dan alveoli mulai terbentuk
meningkatkan luas permukaan untuk pertukaran gas. Pada usia cukup bulan,
2. Surfactant
janin, alveoli yang sedang berkembang terisi dengan cairan paru-paru janin,
janin, produksi surfaktan dimulai di sel alveolar tipe 2 sekitar usia kehamilan
11
20 minggu. Surfaktan sebagian besar padat lipid, terdiri dari sekitar 70%
hingga 80% fosfolipid, 10% protein, dan 10% lipid netral. Surfaktan terdiri
dari empat protein spesifik surfaktan (SP); SP-A, SP-B, SP-C, dan SP-D. SP-
diperlukan untuk pembentukan badan pipih normal pada sel tipe 2 dan juga
terlibat dalam pemrosesan SP-C. SP-C adalah protein yang dapat bekerja
badan lamelar pada permukaan apikal sel tipe 2, yang kemudian dilepaskan ke
tegangan permukaan pada saluran udara kecil dan alveoli, yang mencegah
kolapsnya alveoli dan masuknya cairan interstisial ke dalam ruang udara. Sel
badan multivesikular dan akhirnya menjadi badan pipih. Proses daur ulang
surfaktan endogen dan eksogen dari alveoli bertanggung jawab untuk menjaga
12
kumpulan surfaktan. Selain jumlah surfaktan yang lebih rendah, bayi prematur
3. Genetik
juga dapat mengalami berbagai tingkat RDS. Mutasi resesif langka pada gen
SP-B yang menyebabkan defisiensi SP-B dapat muncul pada periode neonatal
dengan RDS parah dan berkembang menjadi gagal napas parah. Di sisi lain,
mutasi gen SP-C terlihat pada sekitar 0,1% populasi dan muncul pada
dilaporkan mengalami penghapusan ini, kejadian pasti RDS yang fatal pada
neonatus terdiri dari faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit
pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi,
penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio
13
plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli, prematur, kelainan
kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama,
3. Faktor Resiko
Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi risiko terjadinya RDS antara lain:
a Prematur
hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (WHO, 2006).
berbanding terbalik dengan usia kehamilan (IDAI, 2009). Sekitar 50% bayi
yang lahir sebelum usia kehamilan 30 minggu diketahui mengalami RDS dan
80% bayi yang lahir pada 26-28 minggu, hingga sekitar 15–30% dari mereka
perempuan 1,3:1. Hal ini diduga disebabkan oleh efek androgen pada sel
14
c Berat badan lahir rendah (BBLR)
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir.
Penimbangan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah berat bayi lahir
normal atau rendah. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) atau low birth weight
infant didefinisikan sebagai semua berat bayi yang baru lahir dengan berat
lahir kurang dari 2500 gram. BBLR bayi dikategorikan menjadi tiga, antara
lain:
1) Berat bayi lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2499 gram.
2) Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1499
gram
3) Berat bayi lahir amat sangat rendah (BBLASR) dengan berat lahir <1000
BBLR erat kaitannya dengan usia kehamilan ibu, karena semakin muda usia
itu kondisi BBLR dapat disertai oleh adanya komplikasi atau penyulit akibat
kurang matangnya organ karena faktor usia kehamilan. Salah satu akibat dari
d Asfiksia Neonatorum
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang diperoleh dari
15
penilaian APGAR (Idai, 2009). Penilaian APGAR dilakukan pada saat menit
ke-1 dan ke-5 setelah persalinan. Hingga saat ini, hubungan asfiksia dengan
menggunakan hewan coba berupa domba baru lahir yang menderita asfiksia
menunjukkan adanya kerusakan alveolus dan pneumosit tipe II. Asfiksia dapat
menurunkan aktivitas enzim yang berperan pada sintesis lesitin dan inaktivasi
surfaktan.
e Usia ibu
Ibu yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun memiliki risiko
pada bayi untuk terjadi BBLR. Pada usia 20 tahun, organ reproduksi belum
matang secara biologis dan belum berkembang dengan baik. Salah satu akibat
aliran darah ke serviks dan uterus. Aliran darah yang berkurang dapat
dan berkembang, (Purwanto & Wahyuni, 2016). Pada ibu hamil yang berusia
kehamilan. Pada usia tersebut juga didapati organ reproduksi yang sudah
menua, jalan lahir yang kaku, dan terjadi perubahan pada jaringan organ
(2013) diketahui bahwa usia ibu 35 tahun berisiko 2,835 kali lebih melahirkan
BBLR dibanding dengan usia ibu 20-35 tahun hal yang serupa juga dapat
16
diketahui dari penelitian yang dilakukan Simarmata (2010) yang menyatakan
bahwa usia ibu 35 tahun berisiko 1,36 kali lebih melahirkan BBLR
f Penggunaan Deksametason
4. Patofisiologi
17
Hukum Laplace menjelaskan hubungan antara perbedaan tekanan pada
pertukaran gas. Atelektasis yang meluas dan berulang pada akhirnya merusak
kaya protein dari ruang pembuluh darah bocor ke alveoli, yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan dan peradangan lebih lanjut. Selain itu, stres oksidatif
yang dihasilkan oleh tekanan oksigen tinggi dari ventilasi mekanis dan proses
aktif melalui kerusakan oksidan protein dan peroksidasi lipid. Dengan demikian
18
5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak
beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS yang mampu bertahan hidup sampai 96
19
jam pertama mempunyai prognosis yang lebih baik. Gejala umum RDS yaitu:
kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur, penurunan suhu tubuh, retraksi
7. Komplikasi
dengan perjalanan klinis RDS pada neonatus dan hasil jangka panjang pada
dengan RDS, banyak pasien terus mengalami komplikasi selama dan setelah RDS
akut.
kejadian perdarahan intrakranial dan paten duktus arteriosus pada bayi dengan
berat badan lahir sangat rendah dengan RDS, meskipun hal ini secara independen
perkembangan normal alveoli dan pembuluh darah paru. Selain itu, stres oksidatif
20
oksidan paru-paru prematur, keduanya menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada
lainnya.
terutama pada bayi yang menerima ventilasi mekanis dalam jangka panjang.
Insidensi Cerebral Palsy juga meningkat pada bayi dengan RDS, dan insidensinya
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut IDAI (2009), pemeriksaan penunjang pada bayi dengan RDS yaitu:
yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan ground glass
21
pemakaian ventilator, atau terjadi Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
b Laboraturium
2:1.
lambung, jika tak ada gelembung, risiko tinggi untuk terjadinya RDS (60
%)
9. Penatalaksanaan
a. Kortikosteroid antenatal
22
cairan dan elektrolit, terapi antibiotik, dll.
perifer yang dipasang dengan teknik steril. Tekanan parsial oksigen arteri
(PaO2) pada gas darah arteri dipertahankan antara 50 hingga 80 mmHg, dan
memantau saturasi oksigen (SaO2). Batasan yang lebih tinggi yang tidak jelas
sering kali membatasi kegunaan oksimetri nadi, karena PaO2 bisa jauh lebih
ventilasi.
dengan memberikan tekanan saluran napas positif yang terus melebar. Strategi
pilihan saat ini adalah inisiasi dini tekanan saluran napas positif berkelanjutan
23
mengurangi risiko kematian dan displasia bronkopulmoner (BPD)
RDS atau risiko RDS tanpa gagal napas. Berbagai modalitas tersedia untuk
pemberian CPAP, termasuk CPAP yang berasal dari ventilator serta perangkat
bubble CPAP yang lebih murah. Bayi yang menerima CPAP bernasib sama
ventilasi mekanis dalam uji coba SUPPORT (Uji Acak Tekanan Saluran
Udara Positif Surfaktan dan Oksimetri Nadi), dan bayi yang menerima CPAP
lain menjaga SpO2 antara 90-95%, dan PaCO2 antara 45-65 mmHg.
kebutuhan intubasi pada bayi prematur, namun biaya dan keamanannya sama.
24
e. High Flow Nasal Canula
RDS. Seperti yang terlihat dalam uji klinis oleh Roberts dkk., HFNC
f. Mechanical Ventilation
respiratorik (PH <7,2 dan PaCo2 > 60-65 mm Hg), hipoksemia (PaO2 < 50
mm Hg atau Fio2 > 0,40 pada CPAP), atau apnea berat ditangani dengan
Ventilasi terbatas tekanan siklus waktu adalah mode ventilasi awal yang
disukai pada bayi prematur dengan RDS. Ventilasi osilasi frekuensi tinggi
(HFOV) dan ventilasi jet frekuensi tinggi (HFJV) sering digunakan sebagai
25
penggantian surfaktan intratrakeal melalui selang endotrakeal. Surfaktan yang
BPD, dan kematian neonatal di rumah sakit dan pada satu tahun. Namun,
neonatus yang menerima surfaktan untuk RDS yang sudah ada, memiliki
surfaktan diberikan kepada bayi belum dewasa dengan FiO2 > 0,3, dan bayi
dewasa dengan FiO2 > 0,4. Jenis surfaktan yang dapat diberikan yaitu:
1) Beraktan: adalah surfaktan alami yang dimodifikasi yang dibuat dari paru-
2) Poractant alfa: adalah surfaktan alami yang dimodifikasi yang berasal dari
3) Calfactant: adalah surfaktan alami yang diperoleh dari lavage alveoli paru-
26
udara paru, dan cedera saluran napas. Bukti yang muncul menunjukkan bahwa
dorongan pernafasan yang adekuat dengan FiO2 <0,3, maka neonatus harus
CPAP. Saturasi oksigen (>90%), termoregulasi (36,5 hingga 37,5 C), dan
h. Supportive Care
kafein. Kafein juga dapat diberikan kepada bayi prematur <28 minggu dengan
berat badan lahir sangat rendah (BB <1000 g) untuk meningkatkan dorongan
ekstubasi dini yang rendah pada bayi prematur yang menerima kafein
Manajemen cairan dan elektrolit yang optimal sangat penting pada tahap awal
27
PDA yang signifikan secara hemodinamik, dan terapi antibiotik jika
diperlukan.
pelayanan kesehatan. Proses keperawatan terdiri atas lima tahap yaitu pengkajian,
keperawatan saling terkait dan ketergantungan satu sama lain (Budiono & Dkk,
2015).
1. Pengkajian
pucat, kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur, penurunan suhu tubuh,
2013). Faktor resiko terjadinya RDS yakni kelahiran preterm, riwayat kehamilan
akibat hipoksia akut, hipotermia dan nilai APGAR skor rendah. Pada pemeriksaan
28
2. Diagnosa Keperawatan
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
a. (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
aktif.
29
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
30
Tabel 1
Diagnosa dan Rencana Keperawatan
31
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi Keperawatan (SIKI)
Hasil (SLKI)
SDKI (PPNI, 2018)
(PPNI, 2019)
(PPNI, 2017)
1. (D.0001) Tujuan : Setelah dilakukan Latihan batuk efektif (I.01006)
Bersihan Jalan Napas intervensi, maka diharapkan Observasi
tidak Efektif bersihan jalan napas 1. Identifikasi kemampuan batuk
(L.01001) meningkat. 2. Monitor adanya retensi sputum
Dengan kriteria hasil: 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
a. Batuk efektif meningkat saluran napas
b. Produksi sputum 4. Monitor pola napas (frekuensi,
menurun kedalaman, usaha napas)
c. Mengi menurun 5. Auskultasi bunyi napas
d. Wheezing menurun Terapeutik
e. Dispnea menurun 1. Atur posisi semi fowler atau fowler
2. Berikan minum hangat
f. Ortopnea menurun
3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
g. Gelisah menurun 4. Berikan oksigen, jika perlu
h. Frekuensi napas Edukasi
membaik 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
i. Pola napas membaik efektif
2. Ajarkan teknik batuk efektif
3. Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik napas dalam yang ke-3.
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator, mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu
Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Gurgling, mengi, weezing, ronkhi
kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt danchin lift (jaw-
thrust jika curiga trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat
32
dengan forsep Mc Gill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jikaperlu.
Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti brdipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
33
2. (D.0005) Tujuan : Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.01014)
Pola Napas Tidak intervensi, maka Observasi
Efektif diharapkan pola napas 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
(L.01004) membaik. dan upayanapas
Dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
a. Tekanan ekspirasi takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
meningkat cheyne-stokes, biot,ataksik)
b. Tekanan inspirasi 3. Monitor kemampuan batuk efektif
meningkat 4. Monitor adanya produksi sputum
c. Dispnea menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
d. Penggunaan otot bantu 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
napas menurun 7. Auskultasi bunyinapas
e. Pernafasan cuping 8. Monitor saturasi oksigen
hidung menurun 9. Monitor nilai AGD
f. Frekuensi napas 10. Monitor hasil x-ray toraks
membaik Terapeutik
g. Kedalaman napas 1. Atur interval waktu pemantauan
membaik. respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu.
Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Gurgling, mengi, weezing, ronkhi
kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust
jika curiga trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep Mc Gill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontra indikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
34
3. (D.0003) Tujuan : Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.01014)
Gangguan pertukaran intervensi, maka Observasi
gas diharapkan pertukaran gas 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
(L.01003) meningkat. dan upaya napas
Dengan kriteria hasil: 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
a. Dispnea menurun takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
b. Bunyi napas tambahan cheyne-stokes, biot, ataksik)
menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
c. Napas cuping hidung 4. Monitor adanya produksi sputum
menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
d. PCO2 membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
e. PO2 membaik 7. Auskultasi bunyi napas
f. Takikardi membaik 8. Monitor saturasi oksigen
g. Ph arteri membaik 9. Monitor nilai AGD
h. Warna kulit membaik 10. Monitor hasil x-ray toraks
i. Pola nafas membaik Terapeutik
j. Sianosis membaik 1. Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
35
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian terapi medikasi
sebelum makan (mis.pereda nyeri,
antimietik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.
36
Dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
a. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
b. Meringis menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat
c. Gelisah menurun dan memperingan nyeri
d. Kesulitan tidur menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan dan
e. Muntah menurun keyakinan tentang nyeri
f. Mual menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
g. Frekuensi nadi membaik respon nyeri
h. Pola nafas membaik 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
i. Tekanan darah membaik kualitas hidup
j. Nafsu makan membaik 8. Monitor keberhasilan terapi
k. Pola tidur membaik. komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik.
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,
kompres hangat/kompres dingin, terapi
bermain
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi ras nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
37
menurun 1. Hitung kebutuhan cairan
f. Frekuensi nadi membaik 2. Berikan posisi modified trendelenburg
g. Tekanan nadi membaik
3. Berikan asupan cairan oral
h. Tekanan darah membaik
i. Membran mukosa membaik Edukasi
j. Intake cairan membaik 1. Anjurkan memperbanyak asupan
k. Suhu tubuh membaik. cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis.albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah.
4. Implementasi keperawatan
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan
lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan
dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat
38
5. Evaluasi keperawatan
Levine Model telah dibahasakan tentang orang dan lingkungan telah disatukan
a. Orang
keutuhan atau integritas dan satu “yang hidup, bepikir, beriorientasi masa
depan, dan sadar pada masa lalu”. Tuntutan Seseorang yang hidup
dan kesatuan, berpikir dan seluruh sistem dari sistem membuat orang
disebutkan juga sebagai pribadi yang unik (Risnah & Irwan, 2021).
39
b. Lingkungan
menjadi 2 di antaranya:
1) Lingkungan internal
2) Lingkungan eksternal
sentuhan, serta segala perubahan kimia yang terasa atau berbau, hingga
40
mencakup bahasa, simbol, ide, serta konsep dan penemuan. Selain itu
c. Kesehatan
kegiatan sehari-hari yang dikompromikan oleh kesehatan yang buruk. Hal ini
tidak hanya cedera yang diperbaiki tetapi oleh dirinya sendiri. Ini bukan hanya
penyembuhan bagian tertindas. Ini agak kembali ke diri sendiri, dimana dapat
menjelaskan pengertian dari sebuah penyakit yaitu "tidak diatur dan tidak
disiplin berubah dan harus dihentikan atau kematian yang akan terjadi"
d. Perawatan
41
lingkungan menjadi kongruen dari waktu ke waktu merupakan pembahasan
dari Levine yaitu Model Konservasi. Hal itu merupakan pemahaman bahwa
dari konservasi yang merupakan respon adaptif spesifik. ada tiga faktor yang
redundansi.
sama dengan beberapa elemen pada proses perawatan. Dia berpendapat bahwa
berkaitan serta yang sesuai dengan perancanaan dan evaluasi. Hal tersebut
untuk perawatan pasien, perawat dan pasien dituntut untuk saling berinteraksi.
Levine berpendapat dalam teorinya, seorang pasien harus dilihat dari segi
pengumpulan data, tahap perencanaan, implementasi atau semua fase dari proses
pasien. Pada fase pengkajian, ada dua metode yang akan diterapkan dalam
mengkaji klien yaitu metode interview dan metode observasi dari semua hal
42
tersebut disimpulkan bahwa peran perawat yaitu dapat membantu pasiennya
dalam segala hal untuk mencapai sebuah tujuan yaitu kesehatan pasien.
keluarga, anggota lainnya, ataupun segala hal yang akan mereka jelaskan itu
kesehatan dari klien tersebut. Dalam menghadapi lingkungan eksternal, hal ini
akan membantu pada kesiapan klien tersebut. Dikemukakan oleh Levine, bahwa
bila salah satu dari anggota keluarga klien ingin membuat suatu kesepakatan
maka yang harus menjadi sasaran sebuah pengkajian adalah keluarga tersebut.
Untuk pengkajian menyeluruh, empat prinsip pada teori Leviene akan dijadikan
hal yang harus selalu diperhatikan oleh perawat. Fungsi dari beberapa sistem
tubuh, emosi, stress dan pola kerja seperti nutrisi, istirahat (tidur), waktu luang,
lingkungan dan penggunaan energi merupakan sumber energi yang perlu direkap
pasien juga harus diperhatikan seperti, pertahanan tubuh, struktur fisik, integritas
dan integritas sosial yang terkait sutau proses pengambilan keputusan dari pasien,
interaksi yang dilakukan pasien dengan orang lain serta senang atau tidaknya
43
Selanjutnya setelah memperoleh seluruh data tentang klien, langkah
selanjutnya yaitu perawat akan melakukan analisis terkait data yang telah
ini akan menggambarkan keseimbangan dan kelemahan dari diri klien. selain itu
analisis yang lebih terperinci. Untuk menganalisis sebuah data, sebuah konsep
dan teori dari beberapa disiplin akan memiliki penekanan yang sama. sehingga
untuk tujuan akhirnya akan dimasukkan pada fase perencanaan. Kualitas dari
aktivitas klien dan perawat ditekankan pada proses perawatan. Untuk itu, levine
membantu klien dapat beradaptasi hingga dapat memiliki kondisi yang sehat.
untuk memiliki ilmu tentang dasar pengetahuan praktek. Selain itu, seorang
dan pengetahun tentang diri manusia. Kemampuan pertisipasi klien harus lebih
44
perawatan. Selain itu, mengidentifikasi tingkat partisipasi klien juga diperlukan
dalam perencanaan. Pada fase ini, jika ada hal yang kurang dipahami oleh
perawat, mereka bisa saling bertukar informasi dengan tim kesehatan lainnya.
Selama fase perencanaan respon klien merupakan hal yang diawasi oleh perawat.
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan digunakan perawat untuk fase
selanjutnya yaitu evaluasi. Selanjutnya pada fase evaluasi tugas utama perawat
yaitu memberikan perawatan pada klien sesuai dengan hasil data yang mereka
perawatan.
memiliki skill.
dengan keadaan.
c. Pada tahapan evaluasi keperawatan, perawat akan berfokus pada respon dari
d. Data yang telah diperolah oleh perawat dari respon klien bertujuan menetukan
gunakan.
e. Dalama teori yang Levine paparkan sering berfokus pada orang per orang,
yang akan digunakan baik untuk masa sekarang maupun dimasa depan, serta
45
pada klien yang memiliki gangguan kesehatan mereka akan membutuhkan
intervensi perawatan.
Pada model yang dikembangkan oleh Levine lebih beriorientasi pada pasien
(individu) dianggap mahkluk holistik dan peran perawat untuk menjaga agar
merupakan pandangan pada model konsep Myra Levine. Suatu kegiatan yang
Levine juga berpendapat bahwa sehat dapat kita pastikan melalui konservasi
energi. Pada dasarnya dalam ilmu keperawatan terdapat tempat konservasi yang
struktur integitas, dan integritas sosial. Oleh karena itu, pendekatan asuhan
keperawatan lebih terfokus pada sumber kekuatan klien yang lebih optimal.
Myra Levine telah merumuskan sebuah teori keperawatan pada tahun 1966,
namun baru dapat dipublikasikan sekitar 7 tahun kemudian yaitu pada tahun
1973, teorinya memaparkan bahwa seorang klien adalah makhluk hidup yang
yang mengalami integrasi dan saling melakukan interaksi serta dapat berdaptasi
46
tidaknya seseorang dapat dilihat pada konservasi energinya.
empat prinsip konservasi yang telah diterapkan Levien pada model konservasi
keperawatan.
a. Konservasi Energi
memperbarui energi secara terus menerus juga dilakukan agar dapat terus
dipahami oleh perawat agar dapat memberi batasan pada jumlah jaringan yang
Seorang pasien yang dipanggil dengan menyebut namanya akan dapat terlihat
lebih dihargai oleh perawat. Proses nilai personal yang memberikan privasi
Kehidupan dapat dipahami sebagai interaksi sosial yang ada dalam kehidupan,
sedangkan kesehatan adalah keadaan sosial yang telah ditentukan. Untuk itu,
47
peran perawat dibutuhkan agar dapat memberikan kebutuhan yang diperlukan
a. Wholeness (Keutuhan)
antara fungsi yang beragam dan bagian-bagian dalam keseluruhan serta batas-
b. Adaptasi
hadapi baik dari segi eksternal maupun internalnya adapun hasil dari adaptasi
individu dapat dianggap baik dan berhasil, namun ada pula beberapa yang
48
beradaptasi diantaranya, historis, specificity, dan redundancy. Menurut Levine
adaptasi historis dan specificity dipengaruhi oleh pola respon individu. Selain
itu, kode genetik individu dapat menutupi pola adaptasi suatu individu.
c. Lingkungan
opsional dan konseptual. Dalam level perseptual dapat dilihat dari segi
indra. Sedangkan level operasional yaitu segala sesuatu baik yang tidak dapat
rasa spiritualitas, dan ditengahi oleh simbol bahasa, pikiran dan pengalaman.
49
d. Respon organisme
Respon organisme merupakan suatu hal yang dilakukan oleh individu dalam
beradaptasi dengan lingkungannya, yang terdiri dari fight atau flight, respon
energi sistemik yang tersimpan dalam diri untuk menghlangkan segala hal
hal ini.
dan hilangnya energi selama proses beradaptasi. Proses ini tejadi bertahap
hingga rasa lelah dapat dirasa, dipaparkan dengan sebuah pengaruh yang
50
respon sensori, sebuah informasi serta pengalaman yang telah dilalui oleh
individu akan diterima secara utuh jika hal itu bermanfaat, pertukaran
energi akan terus terjadi baik dari individu ke lingkungan maupun dari
mempengaruhi respon yang akan terjadi, hal itu akan terjadi jika individu
ilmiah.
Selain itu, konservasi juga dapat diartikan juga sebagai suatu individu
mempertahankan keunikannya.
menggunakan pemikiran kritis (Risnah & Irwan, 2021). Aplikasi model konservasi
levine dalam asuhan keperawatan anak dengan respiratory distress syndrom (RDS),
51
dimulai dari tahap pengkajian yang meliputi identitas umum, lingkungan internal,
evaluasi.
1. Pengkajian
dengan pasien terhadap keutuhannya. Hal ini dilakukan melalui prinsip konservasi
1) Alasan masuk RS
2) Faktor pencetus
5) Diagnosa medik
52
distres syndrom diperoleh dari data yakni:
pencetus RDS yaitu faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor
persalinan. Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi
tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
2) Lingkungan
53
RS).
dan 3 generasi).
karena demam.
Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur karena sesak nafas.
Penampilan lemah, sering menguap, dan tidak bisa tidur di malam hari
5) Kebersihan diri
ruangan, namun terbatas karena klien dengan sesak nafas atau batuk
54
belum dapat melakukan aktivitas secara mandiri.
kesadaran.
2) Tanda-tanda vital
3) Pengukuran antropometri
badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar perut dan lingkar lengan.
a) Kepala
b) Mata
55
conjungtiva (radang/tidak, anemis/pink), pupil (isokor/anisokor,
c) Hidung
d) Telinga
e) Mulut
f) Laring
g) Pemeriksaan paru
frekuensi napas cepat dan dangkal. Napas cuping hidung dan sesak
berat.
56
h) Jantung
i) Abdomen
Perkusi: tympani/redup
j) Pemeriksaan genetalia
Perempuan: labia minora tertutup oleh labia mayora, lubang uretra dan
k) Pemeriksaan anus
m)Pemeriksaan kulit
57
kelembaban, penyakit pada kulit.
kasar.
1) Identitas diri
2) Harga diri
respon yang dapat diamati yakni keadaan anak yang dilihat secara
objektif yakni gelisah, sering menangis, dan tenang jika orangtua anak
OTT atau intravena line (IV). Integritas personal orangtua klien diperoleh
diderita anaknya.
58
f. Pengkajian konservasi integritas sosial pada anak dengan Respiratory Distress
3) Support keluarga
yang terjadi pada pasien dan disusun sedemikian rupa. Dari hal tersebut akan
diambil sebuah keputusan terkait pertolongan apa saja yang harus diberikan
(SDKI):
59
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (masalah konservasi integritas struktur).
sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap
paten.
Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
3. Hipotesis
keperawatan, perawat akan melakukan validasi terkait masalah yang terjadi pada
serta memberikan solusi. Hal ini merupakan salah satu dari rencana keperawatan.
Hipotesis:
Kriteria hasil:
60
3) Mengi menurun
4) Wheezing menurun
5) Dispnea menurun
6) Ortopnea menurun
8) Gelisah menurun
Hipotesis:
Kriteria hasil:
3) Dispnea menurun
Hipotesis:
61
Kriteria hasil:
1) Dispnea menurun
4) PCO2 membaik
5) PO2 membaik
6) Takikardi membaik
7) Ph arteri membaik
4. Intervensi
Dalam melakukan uji hipotesis, perawat akan mendapat arahan untuk melakukan
perawatan. Hal tersebut merupakan salah satu tujuan dari hipotesis untuk
diantaranya konservasi struktur, energi, personal dan sosial. Pada pendekatan ini
62
Observasi
Terapeutik
Edukasi
3) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
Observasi
63
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes, biot,ataksik)
7) Auskultasi bunyinapas
Terapeutik
Edukasi
5. Evaluasi
dilakukan pada respon individu terhadap hasil intervensi yang telah diberikan.
Evaluasi akan dilakukan setelah hasil uji hipotesis telah didapatkan, tujuannya
untuk melakukan kajian terhadap respon individu terkait hipotesis yang telah
64
dilakukan berhasil atau tidak.
Evidance Based Nursing (EBN) pada studi kasus ini adalah pemberian posisi
quarter prone dan nesting pada pasien anak prematur dengan respiratory distress
syndrom (RDS).
Tabel. 2
Analisa PICOS
Judul Pemberian Posisi (Positoning) dan nesting pada Bayi Prematur: Evaluasi
Implementasi Perawatan di Neonatal Intensive Care Unit (NICU)
Penulis Defi Efensi, Dian Sari, Yanti Riyantini, Novardian, Dian Anggur, Pipit
Lestari
Tahun 2019
Problem Problem:
Pengaturan posisi tidur pada bayi baru lahir merupakan peran perawat
Populasi neonatus dalam mem-berikan perawatan rutin sehari-hari. Pengatur-an posisi
Patient khususnya pada bayi prematur bu-kanlah hal yang mudah. Kesalahan
pemberian posisi dapat berakibat pada perubahan status fisiologis
(peningkatan laju pernapasan, freku-ensi nadi, dan penurunan saturasi
oksigen), gangguan kenyamanan dan kualitas tidur, in-toleransi minum,
deformitas sendi panggul, dan perdarahan pada otak. Sebaliknya, pemberian
posisi yang tepat dapat meningkatkan kualitas tidur bayi dan meningkatkan
keluaran klinis berupa peningkatan fungsi paru dengan optimalisasi strategi
pernapasan melalui positioning pada bayi prematur yang sedang dirawat di
unit khusus maupun intensif yang ditunjukkan dengan peningkatan SaO 2 dan
volume tidal lebih tinggi
Intervention Meletakan kain 1 yang sudah digulung pada bagian satu sisi bayi,
memposisikan bayi miring kanan/ kiri sesuai kebutuhan bayi,
Memposisikan sisi bagian kepala diatas gulungan kain, secara berbarengan
memposisikan tangan dan kaki kanan atau kiri seperti memeluk guling,
namun posisi bayi hampir seperti prone (tengkurap). Tangan bayi fleksi
dan sedekat mungkin dengan mulut, dan kaki sedekat mungkin dengan
65
perut. Selanjutnya berikan kain ke-2 yang sudah digunulung melingkari
bagian kaki membentuk “U”.
Comparisson Dalam penelitian ini membandingkan dengan posisi lainnya seperti posisi
supinasi, posisi pronasi, dan posisi lateral.
Outcomes Posisi pronasi dan quarter/semi-pronasi merupakan posisi yang
direkomendasikan untuk bayi prematur dengan RDS. Posisi lateral kanan
direkomendasikan untuk bayi prematur dengan GER. Posisi supinasi
merupakan alternatif ter-akhir pemberian posisi pada bayi prematur de-ngan
kontraindikasi posisi pronasi, quarter/ semi-pronasi, dan lateral.
Studi Desain Desain penelitian menggunakan literatur review.
Tabel. 3
Standar Operasional Prosedur (SOP) Posisi Quarter Prone.
Pengertian Posisi pronasi atau tengkurap merupakan posisi tidur bayi dengan
keadaan kepala bayi dimiringkan ke arah satu sisi baik kanan
maupun kiri dengan lengan ditekuk pada dada bayi dan lutut bayi
menempel pada dada bayi. Posisi pronasi dapat membuat ventilasi
di dalam paru-paru menjadi tidak tergantung sehingga dapat
meningkatkan saturasi oksigen, (Gomes et al., 2019). Sementara
posisi quarter prone adalah merubah posisi klien berbaring semi
tengkurap.
Tujuan 1. Untuk memperbaiki oksigenasi dan mekanisme pernapasan
yang dapat menyebabkan inflasi alveolar dan ventilasi
2. Peningkatan volume paru – paru
Indikasi 1. Bayi prematur dengan Respiratory Distress Syndrome (RDS)
2. Memperbaiki serapan ASI melalui OGT
Kontra Indikasi 1. Bayi post operasi thoraks dan atau abdomen
2. Bayi dengan Intraventricular hemorrhage (IVH).
Pre 1. Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien
Interaksi 2. Siapkan alat-alat (respiratori rate timer, pulse oximeter dan
thermometer)
3. Cuci tangan
Tahap 1. Beri salam pada keluarga bayi.
Orientasi 2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada keluarga
3. Berikan kesempatan keluarga bertanya sebelum kegiatan
66
dilakukan
4. Jaga privasi bayi. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
Prosedur 1. Melakukan pengukuran suhu tubuh dengan termometer,
(Tahap Kerja) frekuensi pernapasan, frekuensi nadi dan saturasi oksigen
menggunakan pulse oximeter.
2. Siapkan linen/ kain panel sebanyak 2 buah
3. Gulung masing-masing kedua kain menjadi kecil
4. hangatkan kedua tangan sebelum menyentuh tubuh bayi
5. letakan kain 1 yang sudah di gulung pada bagian satu sisi bayi
6. Posiskan bayi miring kanan atau kiri (sesuaikan kebutuhan
bayi)
7. Posisikan sisi Bagian kepala diatas gulungan kain, secara
berbarengan posisikan tangan dan kaki kanan atau kiri seperti
memeluk guling namun posisi hampir seperti prone (tengkurap)
8. Perhatikan tangan bayi fleksi dan sedekat mungkin dengan
mulut dan kaki sedekat mungkin dekat dengan perut
9. Berikan kain ke 2 yang sudah digulung melingkari bagian kaki
dengan membentuk “U”
Terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan (lakukan pengukuran yang kedua
terhadap RR, HR dan saturasi oksigen serta data karakteristik
anak setelah intervensi dilakukan)
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Kontrak pertemuan selanjutnya dengan keluarga bayi
4. Bereskan alat-alat
5. Cuci tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan:
a. Tindakan yang dilakukan
b. Lama tindakan
c. Reaksi selama dan setelah pemberian tindakan
d. Respon pasien
67
Tabel. 4
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Nesting
Pengertian Nesting merupakan penyangga posisi tidur bayi agar tetap dalam
posisi fleksi, hal ini dimaksudkan untuk mencegah perubahan
posisi bayi secara drastis yang dapat mengakibatkan hilangnya
tenaga pada tubuh neonatus. Nesting terbuat dari kain bedong
bayi yang digulung sedemikian rupa kemudian diposisikan
mengelilingi tubuh bayi seperti kondisi di dalam rahim ibu,
(Rohmah et al., 2020)
Tujuan Untuk meminimalkan pergerakan bayi, memberikan rasa
nyaman, meminimalkan stress.
Manfaat Manfaat penggunaan nesting pada neonatus diantaranya adalah:
1. Memfasilitasi perkembangan neonatus
2. Memfasilitasi pola posisi hand to hand dan hand to mouth
pada neonatus sehingga posisi fleksi tetap terjaga
3. Mencegah komplikasi yang disebabkan karena pengaruh
perubahan posisi akibat gaya gravitasi.
4. Mendorong perkembangan normal neonatus.
5. Dapat mengatur posisi neonatus.
6. Mempercepat masa rawat neonatus
Indikasi 1. Neonatus (usia 0-28 hari).
2. Prematur atau BBLR
Pre 1. Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien
Interaksi 2. Siapkan alat-alat (Bedongan bayi sebanyak 7 buah, perlak
dan selotip)
3. Cuci tangan
Tahap 1. Beri salam pada keluarga bayi
Orientasi 2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada
keluarga
3. Berikan kesempatan keluarga bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
4. Jaga privasi bayi. Berikan lingkungan yang nyaman dan
tenang
Prosedur 1. Lakukan pengkajian awal pada bayi yang dirawat diruang
(Tahap Kerja) Perinatologi/NICU khususnya untuk bayi prematur dan
BBLR.
2. Pengkajian meliputi skala nyeri, TTV serta tindakan-tindakan
yang akan dilakukan.
3. Saat melakukan tindakan perhatikan keadaan umum bayi, bila
bayi dalam keadaan stress dapat ditunjukan dengan tangisan
yang melengking, perubahan warna kulit serta apnoe.
68
4. Setelah melakukan tindakan berikan sentuhan positif seperti
mengelus ataupun menggendong bayi.
5. Setelah bayi dalam kondisi tenang kemudian letakkan dalam
nesting yang sudah dibuat
6. Cara membuat nesting: Buat gulungan dari 3 bedongan
kemudian ikat kedua ujungnya sehingga didapatkan 2
gulungan bedongan dari 6 bedongan yang dipersiapkan.
Gunakan selotip untuk merekatkan sisi gulungan bedongan, 1
gulungan bedong tersebut dibuat setengah lingkaran, jadi dari
2 gulungan bedongan tersebut terlihat seperti lingkaran,
kemudian bayi diletakkan didalam nest dengan posisi fleksi
diatas kaki dibuat seperti penyangga dengan menggunakan
kain bedongan
Terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan (lakukan pengukuran yang kedua
terhadap RR, HR dan saturasi oksigen serta data karakteristik
anak setelah intervensi dilakukan)
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Bereskan alat-alat
5. Cuci tangan
Dokumentasi Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan:
1. Tindakan yang dilakukan
2. Lama tindakan
3. Reaksi selama dan setelah pemberian tindakan
4. Respon pasien
69
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain
Desain karya ilmiah ini menggunakan pendekatan case study (studi kasus) yaitu
perkembangan individu yang diteliti, (Irmawartini & Nurhaedah, 2017). Studi kasus
akan dilakukan pada klien anak prematur dengan Respiratory Distress Syndrom
(RDS).
B. Penetapan Sampel
kasus anak prematur dengan respiratory distress syndrom (RDS). Sampel pada kajian
ini akan direncanakan empat pasien yang terdiri dari satu pasien dengan asuhan
Subjek dalam penulisan karya ilmiah ini diperoleh dengan penjelasan dan
menguji kesesuaian antara data subjektif dan objektif, serta menilai proses asuhan
Lokasi pelaksanaan studi kasus di RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado dan
waktu pelaksanaan dimulai pada bulan Januari 2024 sampai dengan Februari 2024.
70
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Data primer diperoleh melalui tahapan observasi, yang dapat dilihat secara
subjektif maupun objektif pada pasien anak prematur secara langsung melalui
pengkajian terkait dengan keluhan anak khususnya yang berkaitan dengan masalah
secara objektif, pemeriksaan fisik. Adapun data sekunder didapatkan dari analisis
E. Etika Penelitian
serta dampak yang akan terjadi selama pengumpulan data. Jika responden
memberikan kode.
71
3. Confidentially (Kerahasiaan)
72
DAFTAR PUSTAKA
AlJohani, E., Qaraqei, M., & Al-Matary, A. (2022). Estimating the neonatal length of
stay for preterm babies in a saudi tertiary hospital. Journal of Clinical
Neonatology. https://doi.org/https://doi.org/10.4103/jcn.jcn_115_19
Budiono, & Dkk. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Bumi Medika.
Efendi, D., Sari, D., Riyantini, Y., Novardian, N., Anggur, D., & Lestari, P. (2019).
Pemberian Posisi (Positioning) Dan Nesting Pada Bayi Prematur: Evaluasi
Implementasi Perawatan Di Neonatal Intensive Care Unit (Nicu). Jurnal
Keperawatan Indonesia, 22(3), 169–181. https://doi.org/10.7454/jki.v22i3.619
Gomes, E. L. de F. D., Santos, C. M. Dos, Santos, A. da C. S., Silva, A. G. da,
França, M. A. M., Romanini, D. S., Mattos, M. C. V. de, Leal, A. F., & Costa,
D. (2019). Respostas autonômicas de recém-nascidos prematuros ao
posicionamento do corpo e ruídos ambientais na unidade de terapia intensiva
neonatal. Revista Brasileira de Terapia Intensiva, 31(3), 296–302.
https://doi.org/10.5935/0103-507X.20190054
Irmawartini, & Nurhaedah. (2017). Metodologi Penelitian (Kemenkes RI (ed.)).
Kemenkes. (2018). LAPORAN NASIONAL RISKESDAS.
Kim, J. H., Lee, S. M., & Lee, Y. H. (2018). Risk factors for respiratory distress
syndrome in full-term neonates. Yeungnam University Journal of Medicine,
35(2), 187–191. https://doi.org/10.12701/yujm.2018.35.2.187
Lestari, P., Susmarini, D., & Awaludin, S. (2018). Quarter turn from prone position
increases oxygen saturation in premature babies with respiratory distress
syndrome. Jurnal Keperawatan Soedirman, 13(1), 38–44.
Madlinger-Lewis, L., Reynolds, L., Zarem, C., Crapnell, T., Inder, T., & Pineda, R.
(2015). Corrigendum to “The effects of alternative positioning on preterm
infants in the neonatal intensive care unit: A randomized clinical trial.” Research
in Developmental Disabilities, 41–42.
https://doi.org/10.1016/J.RIDD.2015.05.001
Marseglia, L., D’Angelo, G., Granese, R., Falsaperla, R., Reiter, R. J., Corsello, G., &
Gitto, E. (2019). Role of oxidative stress in neonatal respiratory distress
syndrome. Free Radical Biology and Medicine, 142, 132–137.
https://doi.org/10.1016/J.FREERADBIOMED.2019.04.029
Mawaddah, E., Nurhaeni, N., & Wanda, D. (2021). Aplikasi Model Keperawatan
Levine Pada Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Masalah Oksigenasi.
Jurnal Keperawatan Terpadu (Integrated Nursing Journal), 2(2).
https://doi.org/10.32807/jkt.v2i2.89
Mukhlis, H., & Marini, M. (2020). Pengaruh terapi murottal terhadap denyut nadi dan
73
pernafasan pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Indonesia Berdaya, 1(1),
29–37. https://doi.org/10.47679/ib.202015
Panada Sedianing Drastita, Hardianto, G., Fitriana, F., & Utomo, M. T. (2022).
Faktor Risiko Terjadinya Persalinan Prematur. Oksitosin : Jurnal Ilmiah
Kebidanan, 9(1), 40–50. https://doi.org/10.35316/oksitosin.v9i1.1531
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi 1). DPP PPNI.
Prisilia, C., & Susilo, A. P. (2021). Manajemen Resusitasi Pada Kelahiran Prematur.
Jurnal Kedokteran Mulawarman, 8(1), 37.
https://doi.org/10.30872/j.ked.mulawarman.v8i1.5739
Purwanto, A. D., & Wahyuni, C. U. (2016). Relationship Between the Age
Pregnancy, Multiple Pregnancy, Hypertension and Anemia with Incidence of
Low Birth Weight (LBW). Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(3), 384–395.
https://doi.org/10.20473/jbe.v4i3
Riskesdas Sulawesi Utara. (2018). Laporan Provinsi sulawesi utara Riskesdas 2018.
In Dinas Kesehatan Sulawesi utara.
Risnah, & Irwan, M. (2021). Falsafah dan Teori Keperawatan Dalam Integrasi
Keilmuan. In Alauddin University Press.
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/17880/
Rohmah, M., Saputri, N., & Bahari, J. (2020). Effectiveness Of Use Of Nesting On
Body Weight, Oxygen Saturation Stability, And Breath Frequency In
Prematures In Nicu Room Gambiran Hospital Kediri City. STRADA Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 9(1), 119–128. https://doi.org/10.30994/sjik.v9i1.275
Rustina Yeni, Tri Waluyanti Fajar, M. (2013). Aplikasi Teori Konservasi Levine
Pada Anak Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang
Perawatan Anak. Keperawatan Anak, 1(No. 2 November 2013), 104–112.
Subakti, theresa adelina victoria subakti. (2012). Aplikasi Model Konservasi Levine
dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada Anak di Ruang Perawatan Anak.
Fmipa Ui, 1–95.
Thabet, A. M., & Zaki, N. A.-E. H. (2018). Effect of Positioning on Respiratory
System Function of Preterm Neonate with Respiratory Distress Syndrome.
Assiut Scientific Nursing Journal, 6(14.1), 160–166.
https://doi.org/10.21608/asnj.2018.59790
Tuti Seniwati, Nurmaulid, N., Abdul Kadir, & Irmayanti, I. (2022). Respiratory status
and behavioral response of premature infant with nesting model care approach in
74
neonatal intensive care unit. Jurnal Keperawatan, 13(2), 75–82.
https://doi.org/10.22219/jk.v13i2.19888
WHO. (2021). Pneumonia.
Yadav, S., Lee, B., & Kamity, R. (2022). Neonatal Respiratory Distress Syndrome.
StatPearls Publishing, Treasure Island (FL).
http://europepmc.org/books/NBK560779
Yapicioğlu Yildizdaş, H., Barutçu, A., Gülcü, Ü., Özlü, F., & Leventeli, M. (2021).
Effect of supportive positioning on comfort scale scores in preterm newborns.
Duzce Medical Journal, 23(1), 20–24. https://doi.org/10.18678/dtfd.833534
Yosefa Moi, M. (2019). Askep Pada Bayi Ny. T Dengan RDS diruangan NHCU
RSUD Prof.DR.W.Z. Johanes Kupang. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/564/1/KTI_MARIA YOSEFA MOI.pdf
75
LAMPIRAN
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)
76
Alamat :
Dan prosedur studi kasus ini mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan pemberian asuhan keperawatan tersebut.
Oleh karena itu saya bersedia/ tidak bersedia*) secara sukarela untuk menjadi subjek
penelitian dengan penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak
manapun.
Manado, 2024
Saksi
………………………………
*) Coret salah satu
1. PENGKAJIAN
1 Identitas umum
Nama :…………………. Alamat :……………
TTL : ………………… Agama :……………
Usia : ………………… Suku Bangsa : …….
77
Nama ayah/ibu : …………………
Pendidikan ayah : …………………
Pekerjaan ayah : …………………
Pendidikan ibu : …………………
Pekerjaan ibu : …………………
2 Lingkungan Internal
1) Alasan masuk :………………………………………………………
2) Faktor pencetus :………………………………………………………
3) Keluhan Utama :………………………………………………………
4) Diagnosa Medik:………………………………………………………
3 Lingkungan Eksternal
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Penyakit waktu kecil :
b. Pernah dirawat di Rs :
c. Obat-obatan yang digunakan :
d. Tindakan (operasi) :
e. Alergi :
f. Kecelakaan :
g. Imunisasi :
2) Lingkungan
Karakteristik rumah (yang beresiko terhadap Kesehatan) (jelaskan
keadaan rumah terutama yang membahayakan Kesehatan seperti
sirkulasi udara, sinar matahari, tangga, lantai yang licin,dsb)
3) Praktik kebudayaan yang mempengaruhi Kesehatan (misalnya
pantangan untuk memberi imunisasi pada anak, bayi diberi makanan
lebih awal, dll)
4) Fasilitas Kesehatan yang tersedia (Tulis fasilitas Kesehatan disekitar
rumah atau yang biasa dimanfaatkan keluarga seperti puskesmas,
dokter praktek,dsb)
d) Konservasi energi
1) Status nutrisi dan cairan
Kebiasaan Sebelum sakit Selama sakit
Makanan/minuman yang
disukai/tidak disukai
Selera makan/minum
Alat makan/minum yang
78
dipakai
Pola makan minum/jam
2) Eliminasi
Kebiasaan Sebelum sakit Selama sakit
BAB Frekuensi,
Warna,
konsistensi
BAK Frekuensi,
Warna,
Bau
4) Aktivitas bermain
Kebiasaan Sebelum sakit Sesudah sakit
Jenis permainan
Frekuensi bermain
5) Kebersihan diri
Kebiasaan Sebelum sakit Sesudah sakit
Penampilan secara umum
Frekuensi mandi
Frekuensi mengganti pakaian
Frekuensi menggosok gigi
79
c) Tekanan darah :
d) Nadi :
3. Pengukuran antropometri
a) Berat badan :
b) Panjang badan :
c) Lingkar kepala :
d) Lingkar dada :
e) Lingkar perut :
f) Lingkar lengan :
4. Pemeriksaan fisik (HeadtoToe)
a) Kepala
1) Inspeksi
(a) Bentuk dan kesimetrisan
(b) Kebersihan rambut & kulit kepala
(c) Lesi
(d) Penyebaran rambut
2) Palpasi
(a) Benjolan (ada/tidak)
(b) Nyeri tekan (ada/tidak)
(c) Tekstur rambut
b) Mata
Pelpebra : edema/tidak
Radang/tidak
Sclera : Icterus/Ikterik
Konjungtiva : Radang/tidak
Anemis/pink
Pupil : Isokor/anisokor
Myosis/midriasis
Refleks pupil terhadap cahaya
Posisi mata : Simetris/tidak
Gerakan bola mata :
Penutupan kelopak mata :
Keadaan bulu mata :
Kemampuan visual :
c) Hidung
Bentuk :
Struktur :
Perforasi septum :
Secret/cairan :
80
d) Telinga
Posisi telinga :
Ukuran/bentuk telinga :
Lubang telinga : bersih/serumen/nanah
Pemakaian alat bantu :
Mulut
a) Gigi
- Keadaan gigi :
- Karang gigi/karies :
- Gigi berlubang :
b) Gusi : normal/edema
c) Lidah : (mikroglosia/makroglosia/glosoptosis
d) Mukosa mulut : lembab/kering
Tonsil : normal/bengkak
Palatum : labiopalatoskisis/tidak
Pengeluaran saliva berlebih : ada/tidak
e) Faring
Hyperemia : ada/tidak
Edema faring :ada/tidak
Abses pada retroaringeal/peritonsillar : ada/tidak
f) Laring
Obstruksi pada laring : ada/tidak
g) Pemeriksaan paru
Inspeksi
Kesimetrisan : simetris/tidak
Gerakan dada : sama antara kanan/kiri atau tidak
Deformitas : ada/tidak
Penonjolan :ada/tidak
Pembengkakan : ada/tidak
Palpasi
Kesimetrisan :
Vocal fremitus :
Krepitasi subcutis :
Perkusi
Pembesaran paru :
Suara : resonan/pekak
Auskultasi : vesikuler/ronchi/cracles
h) Jantung
Inspeksi :
81
denyut apek :
Perkusi :
pembesaran :
Auskultasi
BJ 1 :
BJ 2 :
BJ 3 :
Bunyi jantung tambahan :
i) Abdomen
Inspeksi
Ukuran & bentuk :
Lesi/luka post opersi :
Stoma :
Auskultasi
Peristaltic usus : x/menit
Perkusi : tympani/redup
Palpasi :
Organ hati
Limpa
Ketegangan dinding perut
Turgor kulit
j) Pemeriksaan genetalia
Laki-laki
Ukuran
bentuk penis : hipospadi/epispadias/normal
peradangan
testis
fimosis
perempuan
labia minora tertutup oleh labia mayora
lubang uretra dan vagina terpisah
kebersihan vagina
k) pemeriksaan anus
adanya luka post op : ada/tidak
kebersihan
anus : ada/tidak
l) pemeriksaan tulang belakang dan ekstremitas atas dan
bawah :
kelainan tulang belakang : lordosis/kifosis/scoliosis
spasme otot : ada/tidak
82
paralysis : ada/tidak
atropi/hipertropi
kelemahan/kelumpuhan
m) pemeriksaan kulit
turgor kulit :
warna kulit
kelembaban
penyakit pada kulit
2 Triphicognosis
Model konservasi Myra Levine merekomendasikan Triphicognosis sebagai
suatu alternatif diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yaitu memberi arti
atau makna data atau fakta yang telah dikumpulkan sesuai dengan kondisi pasien.
3 Hipotesis
Hipotesis merupakan rencana penerapan intervensi keperawatan
berdasarkan prinsip-prinsip konservasi yang bertujuan untuk ketakutan yang
berhubungan dengan lingkungan yang tidak biasa, dan prosedur yang
menimbulkan stress.
83
4 Implementasi dan evaluasi
84