Diabetes Melitus
Diabetes Melitus
Diabetes Melitus
Diabetes melitus atau yang biasa masyarakat pada umumnya menyebutnya dengan penyakit
kencing manis merupakan penyakit menahun yang dapat diderita seumur hidup. Diabetes memiliki 2
tipe yakni diabetes melitus tipe 1 yang merupakan hasil dari reaksi autoimun terhadap protein sel
pulau pankreas, kemudian diabetes tipe 2 yangmana disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang
berhubungan dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti
obesitas, makan berlebihan, kurang makan, olahraga dan stres, serta penuaan. Review ini membahas
mengenai etiologi, patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan serta cara
Diabetes melitus atau penyakit kencing manis merupakan penyakit menahun yang dapat
diderita seumur hidup (Sihotang, 2017). Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh gangguan
metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau
sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari
penyakit yang terbilang cukup serius jika tidak secepatnya diberikan penanganan sehingga mampu
meningkatkan penyakit hipertensi dan infark jantung (Saputri, 2016). Muliani (2015) menyatakan
bahwa Indonesia merupakan negara yang menduduki rangking keempat dari jumlah penyandang
diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Selain itu, penderita DM di Indonesia
diperkirakan akan meningkat pesat hingga 2-3 kali lipat pada tahun 2030 dibandingkan tahun 2000.
Ditambah penjelasan data WHO (World Health Organization) bahwa, dunia kini didiami oleh 171 juta
penderita DM (2000) dan akan meningkat 2 kali lipat, 366 juta pada tahun 2030.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI juga menyebutkan bahwa estimasi
terakhir IDF (International Diabetes Federation) pada tahun 2035 terdapat 592 juta orang yang hidup
dengan diabetes di dunia. Diabetes memiliki 2 tipe yakni diabetes melitus tipe 1 yang merupakan
hasil dari reaksi autoimun terhadap protein sel pulau pankreas, kemudian diabetes tipe 2 yangmana
disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi insulin,
resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan, kurang makan, olahraga
dan stres, serta penuaan (Ozougwu et al., 2013). Olahraga atau aktivitas fisik berguna sebagai
pengendali kadar gula darah dan penurunan berat badan pada penderita diabetes melitus.
Manfaat besar dari berolahraga pada diabetes melitus antara lain menurunkan kadar glukosa
darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi terjadinya komplikasi, gangguan lipid
darah dan peningkatan tekanan darah (Bataha, 2016). Data dari International Diabetes Federation
(IDF) menunjukkan bahwa 1 dari 12 orang di dunia menderita penyakit DM, dan rata-rata penderita
DM tidak mengetahui bahwa dirinya menderita DM, penderita baru mengetahui kondisinya ketika
penyakit sudah berjalan lama dengan komplikasi yang sangat jelas terlihat (Sartika, 2019).
ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan
antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja insulin,
abnormalitas metabolik yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas mitokondria, dan sekelompok
kondisi lain yang menganggu toleransi glukosa. Diabetes mellitus dapat muncul akibat penyakit
eksokrin pankreas ketika terjadi kerusakan pada mayoritas islet dari pankreas. Hormon yang bekerja
sebagai antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Putra, 2015). Resistensi insulin pada
otot adalah kelainan yang paling awal terdeteksi dari diabetes tipe 1 (Taylor, 2013). Adapun
penyebab dari resistensi insulin yaitu: obesitas/kelebihan berat badan, glukortikoid berlebih (sindrom
cushing atau terapi steroid), hormon pertumbuhan berlebih (akromegali), kehamilan, diabetes
gestasional, penyakit ovarium polikistik, lipodistrofi (didapat atau genetik, terkait dengan akumulasi
lipid di hati), autoantibodi pada reseptor insulin, mutasi reseptor insulin, mutasi reseptor aktivator
proliferator peroksisom (PPAR γ), mutasi yang menyebabkan obesitas genetik (misalnya: mutasi
reseptor melanokortin), dan hemochromatosis (penyakit keturunan yang menyebabkan akumulasi
Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun, sehingga
insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak dapat
diukur oleh hati. Meskipun glukosa dalam makanan tetap berada di dalam darah dan menyebabkan
hiperglikemia postprandial (setelah makan), glukosa tidak dapat disimpan di hati. Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan dapat menyerap kembali semua glukosa yang
telah disaring. Oleh karena itu ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa yang disaring. Akibatnya,
muncul dalam urine (kencing manis). Saat glukosa berlebih diekskresikan dalam urine, limbah ini akan
disertai dengan ekskreta dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis osmotik.
Kehilangan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan buang air kecil (poliuria) dan
haus (polidipsia). Kekurangan insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan lemak, yang
menyebabkan penurunan berat badan. Jika terjadi kekurangan insulin, kelebihan protein dalam darah
yang bersirkulasi tidak akan disimpan di jaringan. Dengan tidak adanya insulin, semua aspek
metabolisme lemak akan meningkat pesat. Biasanya hal ini terjadi di antara waktu makan, saat
sekresi insulin minimal, namun saat sekresi insulin mendekati, metabolisme lemak pada DM akan
meningkat secara signifikan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah pembentukan glukosa
dalam darah, diperlukan peningkatan jumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas.
Pada penderita gangguan toleransi glukosa, kondisi ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan tetap pada level normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel
beta tidak dapat memenuhi permintaan insulin yang meningkat, maka kadar glukosa akan meningkat
Diabetes sering disebabkan oleh faktor genetik dan perilaku atau gaya hidup seseorang. Selain
itu faktor lingkungan sosial dan pemanfaatan pelayanan kesehatan juga menimbulkan penyakit
diabetes dan komplikasinya. Diabetes dapat memengaruhi berbagai sistem organ tubuh manusia
dalam jangka waktu tertentu, yang disebut komplikasi. Komplikasi diabetes dapat dibagi menjadi
sistem saraf (neuropati), kerusakan sistem ginjal (nefropati) dan kerusakan mata (retinopat)
(Rosyada, 2013). Faktor risiko kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2 antara lain usia, aktivitas fisik,
terpapar asap, indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah, stres, gaya hidup, adanya riwayat keluarga,
kolesterol HDL, trigliserida, DM kehamilan, riwayat ketidaknormalan glukosa dan kelainan lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2012) menyatakan bahwa riwayat keluarga, aktivitas fisik,
umur, stres, tekanan darah serta nilai kolesterol berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2, dan
orang yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas berisiko 7,14 kali terkena penyakit DM tipe
dua jika dibandingkan dengan orang yang berada pada berat badan ideal atau normal. Gejala dari
1. Poliuri (sering buang air kecil) Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada
malam hari (poliuria), hal ini dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180mg/dl),
sehingga gula akan dikeluarkan melalui urine. Guna menurunkan konsentrasi urine yang dikeluarkan,
tubuh akan menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga urine dalam jumlah besar dapat
dikeluarkan dan sering buang air kecil. Dalam keadaan normal, keluaran urine harian sekitar 1,5 liter,
tetapi pada pasien DM yang tidak terkontrol, keluaran urine lima kali lipat dari jumlah ini. Sering
merasa haus dan ingin minum air putih sebanyak mungkin (poliploidi). Dengan adanya ekskresi urine,
tubuh akan mengalami dehidrasi atau dehidrasi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka tubuh akan
menghasilkan rasa haus sehingga penderita selalu ingin minum air terutama air dingin, manis, segar
2. Polifagi (cepat merasa lapar) Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga.
Insulin menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh
kurang dan energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita
merasa kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa
kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan
3. Berat badan menurun Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula
karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas mengolah lemak dan protein yang ada di dalam
tubuh untuk diubah menjadi energi. Dalam sistem pembuangan urine, penderita DM yang tidak
terkendali bisa kehilangan sebanyak 500 gr glukosa dalam urine per 24 jam (setara dengan 2000
kalori perhari hilang dari tubuh). Kemudian gejala lain atau gejala tambahan yang dapat timbul yang
umumnya ditunjukkan karena komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak
kunjung sembuh, pada wanita kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus vulva) dan pada
Macam pemeriksaan diabetes melitus yang dapat dilakukan yaitu: pemeriksaan gula darah
sewaktu (GDS), pemeriksaan gula darah puasa (GDP), pemeriksaan gula darah 2 jam prandial
(GD2PP), pemeriksaan hBa1c, pemeriksaan toleransi glukosa oral (TTGO) berupa tes ksaan penyaring.
Menurut Widodo (2014), bahwa dari anamnesis sering didapatkan keluhan khas diabetes berupa
poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Keluhan lain
yang sering disampaikan adalah lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi dan
pruritus vulvae. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar gula darah sebagai berikut: 1. Gula
darah puasa > 126 mg/dl 2. Gula darah 2 jam > 200 mg/dl 3. Gula darah acak > 200 mg/dl. Acuan ini
berlaku di seluruh dunia, dan di Indonesia, Departemen Kesehatan RI juga menyarankan untuk
mengacu pada ketentuan tersebut. Kemudian cara diagnosis yang lain adalah dengan mengukur
HbA1c > 6,5% 6. Pradiabetes adalah penderita dengan kadar glukosa darah puasa antara 100 mg/dl
sampai dengan 125 mg/dl (IFG); atau 2 jam puasa antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl (IGT),
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita diabetes melitus yaitu dengan terapi
insulin, mengonsumsi obat diabetes, mencoba pengobatan alternatif, menjalani operasi dan
memperbaiki life style (pola hidup sehat) dengan memakan makanan yang bergizi atau sehat,
olahraga. Menurut Kementerian Kesehatan (2010), dengan memahami faktor risiko, diabetes melitus
dapat dicegah. Faktor risiko DM dibagi menjadi beberapa faktor risiko, namun ada beberapa yang
dapat diubah oleh manusia, dalam hal ini dapat berupa pola makan, pola aktivitas, dan pengelolaan
stres. Faktor kedua merupakan faktor risiko, namun sifatnya tidak dapat diubah, seperti umur, jenis
kelamin, dan faktor penderita diabetes dengan latar belakang keluarga (Suiraoka, 2012).
KESIMPULAN
Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki 2 tipe yaitu diabetes tipe 1 dan
diabetes tipe 2. Pada diabetes tipe 1 berasal dari faktor genetik, lingkungan, usia dan faktor lain dan
pada diabetes tipe 2 faktornya antara lain gaya hidup dan obesitas. Adapun pengobatan yang dapat
dilakukan untuk penderita diabetes melitus yaitu dengan terapi insulin, mengonsumsi obat diabetes,
mencoba pengobatan alternatif, menjalani operasi dan memperbaiki life style (pola hidup sehat)
dengan memakan makanan yang bergizi atau sehat serta berolahraga. DAFTAR PUSTAKA Amrina
Rosyada, I.T. 2013. Determinan komplikasi kronik diabetes melitus pada lanjut usia. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. vol. 7(9): 395- 401. Bataha, R.G. 2016. Hubungan antara perilaku olahraga
dengan kadar gula darah penderita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Wolang. ejournal