Makalah Linda

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

TAKHRIJ AL – HADIST

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist

Dosen Pengampu : Drs. Materan M.HI

Disusun Oleh :

Erlianda Widyaningrum

2321508017

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS

(UINSI) SAMARINDA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Rasa syukur saya haturkan kepada Allah SWT, karena berkat


karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai
tepat pada waktunya. Tidak lupa kami mangucapkan terima kasih
kepada para pihak yang membantu kami dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah Metodologi Studi Islam dari Dosen Pengampu. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan
bagi kami para penulis dan juga para pembaca. Khususnya dalam hal
mempelajari materi yang berkaitan dengan judul makalah: “TAKHRIJ
AL – HADIST”. Saya selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Materan, M.HI
selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadist.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Maka dari itu kami membutuhkan kritik serta saran
agar bisa membantu membangun kemampuan kami, agar kedepannya
bisa menulis makalah dengan lebih baik dan benar. Besar harapan
kami, semoga dengan adanya makalah ini bisa menjadi manfaat bagi
para pembaca dan bagi kami khususnya sebagai penulis.

Samarinda, 24 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................3
BAB II TAKHRIJ AL HADIST........................................................4
A. Hadist yang menjadi objek takhrij...............................................4
B. Metode.........................................................................................4
C. Penelusuran Hadist Dari Kitab-Kitab Sumber.............................5
D. Skema Sanad................................................................................9
1. Sanad Imam Bukhari................................................................9
2. Sanad Imam Muslim...............................................................10
3. Sanad Imam Abu Daud...........................................................11
E. Penggabungan Sanad.................................................................12
F. Dirosah Haditsiyyah..................................................................13
G. Perbandingan Matan..................................................................23
F. Hasil Pengkajian Takhrij............................................................24
G. Istinbath (Penetapan) Hukum....................................................25
BAB III PENUTUP...........................................................................25
A. Kesimpulan................................................................................25
B. Kritik dan Saran.........................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua
setelah Al-qur'an. Di dalam Al-qur'an tentunya tidak ada
permasalahan yang signifikan, hal ini dikarenakan Al-qur'an
merupakan kalam Allah Swt yang diturunkan Allah untuk nabi
Muhammad Saw. Berbeda dengan hadits, di dalam memahami
hadits tentunya banyak persoalan yang perlu dikaji, baik dari
segi periwayatannya (sanad) atau pun isi hadits tersebut. Dan
hal ini perlu adanya penelitian di dalam menentukan kualitas
hadits yang sahih.
Takhrij hadits adalah metode yang digunakan untuk
mengetahui asal usul riwayat hadits yang akan diteliti, untuk
mengetahui seluruh riwayat hadits yang akan diteliti, dan untuk
mengetahui apakah ada atau tidak "syahid" dan "mutabi" dalam
sanad yang diteliti. Ketika satu sanad diteliti, mungkin ada
periwayat lain yang mendukung sanad yang sedang diteliti.
Dukungan ini disebut sebagai "corroboration" jika terletak pada
tingkat periwayat pertama, yaitu tingkat sahabat Nabi, dan
disebut sebagai "mutabi" jika terdapat di tingkat periwayat
bukan sahabat. Hal ini penting agar dapat diketahui bahwa
hadits tersebut berasal dari Nabi saw. Urgensi dalam
mempelajari takhrij hadits juga adalah untuk memberikan

1
kemudahan bagi orang yang ingin mengamalkannya setelah
mengetahui bahwa hadits tersebut adalah hadits maqbul.1
Pernikahan adalah suatu perintah agama yang diatur oleh
syariat Islam dan merupakan satu-satunya cara yang diakui oleh
agama Islam untuk memenuhi kebutuhan seksual. Dalam
perspektif ini, ketika seseorang menikah, ia tidak hanya
memiliki keinginan untuk mematuhi perintah agama (syariat),
tetapi juga memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhan
biologisnya yang secara alami harus dipenuhi. 2Akan tetapi
Dalam pernikahan tidak boleh mengumpulkan saudara yang
masih dalam kategori mahrom, dalam hal selain Al-Qur’an,
Hadist juga menegaskan akan hal ini.
Dalam makalah ini kami di amanahkan oleh dosen
pengampu kami untuk mentakhrij hadist mengenai larangan
menikahi perempuan dalam kategori mahrom

‫َّل ْن ُت ْن َك َح َملْر َأ ُة َل‬ ‫ُهللا‬ ‫َن َه َّن ُّي َّل‬


‫ا عى‬ ‫ى ال ب ص ى عليه وس م أ‬
‫ واَملْر َأ ُة وَخ اَل ُت اَه‬،‫َع َّم ِت َه ا‬
Rasulullah SAW. Bersabda : “Nabi melarang menikahi
perempuan perempuan bersertaan dengan budaknya atau
tantenya” (H.R. Al – Jama’ah; Al Muntaqa 2: 528)

1
Muhammad et al., “Metode Takhrij Hadits Dalam Menakar Hadits Nabi,”
Studi Keislaman 11, no. 2 (2016): 23-34.,
https://jurnal.staibsllg.ac.id/index.php/el-ghiroh.
2
Ahmad Atabik and Koridatul Mudhiiah, “Pernikahan Dan Hikmahnya
Perspektif Hukum Islam,” Yudisia 5, no. 2 (2014): 293–94.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa hadist yang menjadi objek takhrij?
2. Apa metode yang digunakan dalam men-takhrij hadist
tersebut
3. Bagaimana penelusuran hadist di kitab-kitab di sumber
ditemukannya?
4. Bagaimana skema sanad dari hadist tersebut
5. Bagaimana pemabsahan dirosah hadistiyyah terhadap hadist
tersebut?
6. Bagaimana perbandingan matan dari hadist-hadist yang
serupa?

C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) mata
kuliah Ulumul Hadist tentang praktik mentakhrij hadist
mengenai larangan menikahi perempuan mahrom
2. Untuk bisa mempraktekkannya kembali di lain kesempatan
3. Untuk bisa mengetahui bagaimana keadaan perawi dan bisa
menentukan status suatu hadist
4. Agar bisa mengetahui istinbhat hukum dari hadist tersebut
dan bagaimana kehujjahannya

3
BAB II

TAKHRIJ AL HADIST

A. Hadist yang menjadi objek takhrij


‫َّل ْن ُت ْن َك َح َملْر َأ ُة َل‬ ‫ُهللا‬ ‫َن َه َّن ُّي َّل‬
‫ا عى‬ ‫ى ال ب ص ى عليه وس م أ‬
‫ واَملْر َأ ُة وَخ اَل ُت اَه‬،‫َع َّم ِت َه ا‬
Rasulullah SAW. Bersabda : “Nabi melarang menikahi
perempuan perempuan bersertaan dengan budaknya atau
tantenya” (H.R. Al – Jama’ah; Al Muntaqa 2: 528

B. Metode
Sebenarnya, dalam penyusunan makalah Takhrijul
Hadits ini kami sebagai penyusun menggunakan software
aplikasi dari perangkat PC (Personal Computer) yakni
Ensiklopedi Hadist 9 Imam, sehingga memudahkan kami
dalam penyelesaiannya. Dan juga, dalam proses pengerjaan
makalah ini, metode Takhrijul Hadits yang dipakai adalah
metode Al-Fazh ( َ‫)انفبظ‬. Metode ini dengan cara menentukan

lafazh tertentu
sebagai langkah penelusuran. Kami
‫َخ َل َمل َأ ُة‬
menggunakan lafazh ‫ و ا ُت َه ا ا ْر‬dalam mentakhrij kan hadits :

4
‫َن َه ى الَّن بُّي صَّل ى ُهللا عليه وسَّل م أْن ُت ْن َك َح‬

‫ واَملْر َأ ُة وَخ اَل ُت اَه‬،‫اَملْر َأ ُة عَل ى َع َّم ِت َه ا‬

C. Penelusuran Hadist Dari Kitab-Kitab Sumber


‫َمل َأ ُة‬ ‫َخ َل‬
Dari lafadz ‫ و ا ُت َه ا ا ْر‬ini, kami dapat menemukan

beberapa hadis dari beberapa kitab yang berbeda yaitu,


sebagai berikut :
1. Hadist pertama dari kitab Imam Bukhari, hadist nomor
4718, dalam Fathul Bari, bab Seorang wanita tidak boleh
dimadu dengan bibinya
2. Hadist kedua dari kitab Imam Muslim, hadist nomor
2514, dalam Syarh Shahih Muslim, bab larangan
menikahi wanita dengan mempoligami bibinya
3. Hadist ketiga dari kitab Imam Abu Daud, hadist nomor
1769, dalam kitab Baitul Afkar Ad Dauliah, bab wanita
dilarang untuk disatukan dalam satu perkawinan

 Hadist I

5
‫َح َّد َث َن َع ْب ُد َّل ْب ُن ُي ُس َف َأ ْخ َب َر َن َم ٌك َع ْن َأ‬
‫ِب ي‬ ‫ا اِل‬ ‫و‬ ‫ال ِه‬ ‫ا‬
‫ال َن ا َع ْن اَأْل ْع َر َع ْن َأ ي ُه َر ْي َر َة َر َي الَّل ُه َع ْنُه‬
‫ِض‬ ‫ِب‬ ‫ِج‬ ‫ِّز ِد‬
‫َأ َّن َر ُس وَل الَّل َص َّل ى الَّل ُه َع َل ْي َو َس َّل َم َق اَل اَل ُي ْج َم ُع‬
‫ِه‬ ‫ِه‬
‫َب ْي َن اَمْلْر َأ ِة َو َع َّم ِت َه ا َو اَل َب ْي َن اَمْلْر َأ ِة َو َخ اَل ِت اَه‬
Sunan Imam Bukhari 4718 : "Seorang wanita dan bibi dari pihak ayah
tidak boleh menikah dengan pria yang sama; dan demikian pula
seorang wanita dan bibi dari pihak ibu tidak boleh menikah dengan
pria yang sama.

 Hadist II

6
‫َح َّد َث َن ا َع ْب ُد الَّل ْب ُن َم ْس َل َم َة اْل َق ْع َن ُّي َح َّد َث َن ا َم ا ٌك‬
‫ِل‬ ‫ِب‬ ‫ِه‬
‫َع ْن َأ ي ال َن اِد َع ْن اَأْل ْع َر َع ْن َأ ي ُه َر ْي َر َة َق اَل‬
‫ِب‬ ‫ِج‬ ‫ِب ِّز‬
‫َق اَل َر ُس وُل الَّل َص َّل ى الَّل ُه َع َل ْي َو َس َّل َم اَل ُي ْج َم ُع َب ْي َن‬
‫ِه‬ ‫ِه‬
‫اَمْلْر َأ ِة َو َع َّم ِت َه ا َو اَل َب ْي َن اَمْلْر َأ ِة َو َخ اَل ِت اَه‬
Sunan Imam Muslim 2514 : Telah menceritakan kepada kami
Ahmad bin Shalih, telah menceritakan kepada kami 'Anbasah,
telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab, telah
mengabarkan kepadaku Qabishah bin Dzuaib bahwa ia
mendengar Abu Hurairah berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬melarang
menggabungkan (dalam satu perkawinan) antara seorang wanita
dengan bibi (saudara wanita ibu) serta seorang wanita dengan
bibi (saudara wanita ayah).

 Hadist III

7
‫َح َّد َث َن ا َأ ْح َم ُد ْب ُن َص اِل َح َّد َث َن ا َع ْن َب َس ُة َأ ْخ َب َر ِن ي ُي وُن ُس‬
‫ٍح‬
‫َع ْن اْب َه ا َأ ْخ َب َر ي َق يَص ُة ْب ُن ُذ َؤ ْي َأ َّنُه َس َع‬
‫ِم‬ ‫ٍب‬ ‫ِن ِب‬ ‫ِن ِش ٍب‬
‫َأ َب ا ُه َر ْي َر َة َي ُق وُل‬
‫َن َه ى َر ُس وُل الَّل َص َّل ى الَّل ُه َع َل ْي َو َس َّل َم َأ ْن ُي ْج َم َع َب ْي َن‬
‫ِه‬ ‫ِه‬
‫اَمْلْر َأ ِة َو َخ اَل ِت َه ا َو َب ْي َن اَمْلْر َأ ِة َو َع َّم ِت اَه‬
Sunan Abu Daud 1769 : Telah menceritakan kepada kami
Ahmad bin Shalih, telah menceritakan kepada kami 'Anbasah,
telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab, telah
mengabarkan kepadaku Qabishah bin Dzuaib bahwa ia
mendengar Abu Hurairah berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬melarang
menggabungkan (dalam satu perkawinan) antara seorang wanita
dengan bibi (saudara wanita ibu) serta seorang wanita dengan
bibi (saudara wanita ayah).

8
D. Skema Sanad

1. Sanad Imam Bukhari

9
2. Sanad Imam Muslim

10
11
3. Sanad Imam Abu Daud

12
E. Penggabungan Sanad

Rasulullah

Qabishah bin Dzu’aib Abdur Rahman bin


nin Halhalah Shakhr

Rasulullah
Muhammad bin Muslim Abdur Rahman bin
bin Ubaidillah bin Hurmuz
abdullah bin syihab

Yunus bin Yazid bin Abi Abdullah bin Dzakhwan


An Najad Abu Az Zanad

Anbasah bin Khalid bin Malik bin Anas bin


Yazid Malik bin Abi Amr

Abdullah bin Maslamah


Ahmad bin Shalih Abdullah bin Yusuf
bin Qa’nab

Kitab Sunan Abu Daud Kitab Shahih Bukhari Kitab Shahih Muslim

13
F. Keterangan Warna Sanad

G. Dirosah Haditsiyyah
Karena keterbatasan software yang ada, kami hanya
menemukan sedikit biografi yang tidak begitu lengkap
mengenai jalur periwayatan hadits tersebut, sehingga kami
hanya bisa menampilkan biografi tersebut seadanya yang
tersedia pada aplikasi software. Alhasil kami hanya bisa
menampilkan bagaimana komentar dari para Penta’dil

14
mengenai hadits tersebut. Kami menggunakan tiga hadits
dalam proses penta’dilan ini,
1. Hadist pertama dari kitab Imam Bukhari, hadist nomor
4718, dalam Fathul Bari, bab Seorang wanita tidak boleh
dimadu dengan bibinya
2. Hadist kedua dari kitab Imam Muslim, hadist nomor
2514, dalam Syarh Shahih Muslim, bab larangan
menikahi wanita dengan mempoligami bibinya
3. Hadist ketiga dari kitab Imam Abu Daud, hadist nomor
1769, dalam kitab Baitul Afkar Ad Dauliah, bab wanita
dilarang untuk disatukan dalam satu perkawinan

Adapun komentar para ulama mengenai rawi hadist ini


sebagai berikut :

Abdur Rahman bin Shakr

Kalangan : Shahabat

Kuniyah : Abu Hurairah

Negeri Hidup : Madinah

Tahun Wafat : 57 H

Ulama Komentar
Ibnu Hajar al’Asqalani Shahabat

Abdur Rahman bin Hurmuz

Kalangan : Tabi’in kalangan pertengahan

15
Kuniyah : Abu Daud

Negeri : Madinah

Tahun Wafat : 117 H

Ulama Komentar
Ibnu Sa’d Tsiqah
Ibnul Madini Tsiqah
Al ‘Ajli Tsiqah
Abu Zur’ah Tsiqah
Ibnu Kharasy Tsiqah
Ibnu Hibban Disebutkan dalam ‘ats tsiqat
Ibnu Hajar al’Asqalani Tsiqah tsabah

Abdullah bin Dzakawan Abu Az Zanad

Kalangan : Tabi’in kalangan biasa

Kuniyah : Abu ‘Abdur Rahman

Negeri Hidup : Madinah

Tahun Wafat : 130 H

Ulama Komentar
Ahmad bin Hambal Tsiqah
Abu Zur’ah Tsiqah
Yahya bin Ma’in Tsiqah
Al ‘Ajli Tsiqah
Abu Hatim Tsiqah, Faqih

16
As Saji Tsiqah
An Nasa’i Tsiqah
Ath Thabrani Disebutkan dalam ‘ats tsiqaat
Ibnu Hajar Al Atsqalani Tsiqah, Faqih
Adz Dzahabi Tsiqah Tsabat

Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir

Kalangan : Tabi’ut Tabi’in Kalangan tua

Kuniyah : Abu ‘Abdullah

Negeri Hidup : Madinah

Tahun Wafat : 179 H

Ulama Komentar
Yahya bin Ma’in Tsiqah
Muhammad bin Sa’d Tsiqah Ma’mun

Abdullah bin Yusuf

Kalangan : Tabi’ul Atba’ Kalangan tua

Kuniyah : Abu Muhammad

Negeri Hidup : Maru

Tahun Wafat : 218 H

Ulama Komentar
Al ‘Ajli Tsiqah

17
Ibnu Hibban Disebutkan dalam ‘ats tsiqaat
Ibnu Hajar Tsiqah
Adz Dzahabi Hafizh

Abdur Rahman bin Shakhr

Kalangan : Shahabat

Kuniyah : Abu Hurairah

Negeri Hidup : Madinah

Tahun Wafat : 57 H

Ulama Komentar
Ibnu Hajar al ‘Asqalani Shahabat

Abdur Rahman bin Hurmuz

Kalangan : Tabi’in kalangan pertengahan

Kuniyah : Abu Daud

Negeri Hidup : Madinah

Tahun Wafat : 117 H

Ulama Komentar
Ibnu Sa’d Tsiqah
Ibnul Madini Tsiqah

18
Al ‘Ajli Tsiqah
Abu Zur’ah Tsiqah
Ibnu Kharasy Tsiqah
Ibnu Hibban Disebutkan dalam ‘ats tsiqaat
Ibnu Hajar al ‘Asqalani Tsiqah tsabat

Abdullah bin Dzakwan Abu Az Zanad

Kalangan : Tabi’in kalangan biasa

Kuniyah : Abu ‘Abdur Rahman

Negeri Hidup : Madinah

Tahun Wafat : 130 H

Ulaman Komentar
Ahmad bin Hambal Tsiqah
Abu Zur’ah Tsiqah
Yahya bin Ma’in Tsiqah
Al ‘Ajli Tsiqah
Abu Hatim Tsiqah
As Saji Tsiqah, Faqih
An Nasa’i Tsiqah
Al ‘Ajli Tsiqah
Ath Thabrani Tsiqah
Ibnu Hibban Disebutkan dalam ‘ats tsiqaat
Ibnu Hajar Al Atsqalani Tsiqah, Faqih
Adz Dzahabi Tsiqah tsabat

19
Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir

Kalangan : Tabi’ut Tabi’in kalangan tua

Kuniyah : Abu ‘Abdullah

Negeri Hidup : Madinah

Tahun Wafat : 179 H

Ulama Komentar
Yahya bin Ma’in Tsiqah
Muhammad bin Sa’d Tsiqah ma’mun

Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab

Kalangan : Tabi’ut Tabi’in kalangan biasa

Kuniyah : Abu ‘Abdur Rahman

Negeri Hidup : Madinah

Tahun Wafat : 221 H

Ulama Komentar
Ibnu Hibban Disebutkan dalam ‘ats tsiqaat
Ibnu Hajar Tsiqah ahli ibadah
Abu Hatim Tsiqah hujjah

Abdur Rahman bin Shakhr

Kalangan : Shahabat

20
Kuniyah : Abu Hurairah

Negeri Hidup : Madinah

Tahun Wafat : 57 H

Ulama Komentar
Ibnu Hajar al ‘Asqalani Shahabat

Qabishah bin Dzu’aib bin Halhalah

Kalangan : Shahabat

Kuniyah : Abu ‘Abdullah’id

Negeri Hidup : Syam

Tahun Wafat : 86 H

Ulama Komentar
Ibnu Hajar al ‘Asqalani Shahabat
Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bin Syihab

Kalangan : Tabi’ut tabi’in kalangan pertengahan

Kuniyah : Abu Bakar

Negeri Hidup : Madinah

Tahun Wafat : 124 H

Ulama Komentar
Ibnu Hajar al ‘Asqalani Faqih hafidz mutqin

21
Adz Dzahabi Seorang tokoh

Yunus bin Yazid bin Abi An Najjad

Kalangan : Tabi’ut Tabi’in kalangan tua

Kuniyah : Abu Zaid

Negeri Hidup : Syam

Tahun Wafat : 159 H

Ulama Komentar
Al ‘Ajli Tsiqah
An Nasa’i Tsiqah
Ya’kub bin Syaibah Shalihul Hadist
Abu Zur’ah La ba’sa bih
Ibnu Kharasy Shaduuq
Ibnu Hibban Disebutkan dalam ‘ats tsiqaat
Ibnu Hajar al ‘Asqalani Tsiqah
Adz Dzahabi Tsiqah

Anbasah bin Khalid bin Yazid

Kalangan : Tabi’ut Tabi’in kalangan biasa

Kuniyah :-

Negeri Hidup : Maru

Tahun Wafat : 198 H

22
Ulama Komentar
Ibnu Hibban Disebutkan dalam ‘ats tsiqaat
Ibnu Hajar al ‘Asqalani Shaduuq

Ahmad bin Shalih

Kalangan : Tabi’ul Atba’ kalangan tua

Kuniyah : Abu Ja’far

Negeri Hidup : Maru

Tahun Wafat : 248 H

Ulama Berkomentar
Ya’qub bin sufyan Hujjah
Al ‘Ajli Tsiqah
Abu Hatim Ar Rozy Tsiqah
An Nasa’i Laisa bi qowi
Ibnu Hajar al ‘Asqalani Tsiqah ma’mun
Adz Dzahabi Alhafidz

H. Perbandingan Matan
Dari hasil penelitian ketiga hadits tersebut, ditemukan
bahwa perbedaan diantara masing-masing hadits terletak pada
perawinya dan perbedaan beberapa kata antara hadits yang
diteliti dan hadits yang menjadi objek Takhrij yaitu :

Hadist Objek Takhrij :

23
‫َّل ْن ُت ْن َك َح َملْر َأ ُة َل‬ ‫ُهللا‬ ‫َن َه َّن ُّي َّل‬
‫ا عى‬ ‫ى ال ب ص ى عليه وس م أ‬
‫َع َّم ِت َه ا‪ ،‬واَملْر َأ ُة وَخ اَل ُت اَه‬
‫‪Hadist I :‬‬

‫َح َّد َث َن ا َع ْب ُد الَّل ْب ُن ُي وُس َف َأ ْخ َب َر َن ا َم ا ٌك َع ْن‬


‫ِل‬ ‫ِه‬
‫َأ ي ال َن ا َع ْن اَأْل ْع َر َع ْن َأ ي ُه َر ْي َر َة َر َي الَّل ُه‬
‫ِض‬ ‫ِب‬ ‫ِج‬ ‫ِب ِّز ِد‬
‫َع ْنُه‬

‫َع َل ْي َو َس َّل َم َق اَل اَل ُي ْج َم ُع‬ ‫َأ َّن َر ُس وَل الَّل َص َّل ى الَّل ُه‬
‫ِه‬ ‫ِه‬
‫اَمْلْر َأ ِة َو َخ اَل ِت اَه‬ ‫َب ْي َن اَمْلْر َأ َو َع َّم َه ا َو اَل َب ْي َن‬
‫ِت‬ ‫ِة‬
‫‪Hadist II :‬‬

‫َح َّد َث َن ا َع ْب ُد الَّل ْب ُن َم ْس َل َم َة اْل َق ْع َن ُّي َح َّد َث َن ا َم ا ٌك‬


‫ِل‬ ‫ِب‬ ‫ِه‬
‫َع ْن َأ ي ال َن اِد َع ْن اَأْل ْع َر َع ْن َأ ي ُه َر ْي َر َة َق اَل‬
‫ِب‬ ‫ِج‬ ‫ِب ِّز‬
‫َق اَل َر ُس وُل الَّل َص َّل ى الَّل ُه َع َل ْي َو َس َّل َم اَل ُي ْج َم ُع َب ْي َن‬
‫ِه‬ ‫ِه‬
‫اَمْلْر َأ ِة َو َع َّم ِت َه ا َو اَل َب ْي َن اَمْلْر َأ ِة َو َخ اَل ِت اَه‬

‫‪24‬‬
Hadist III :

‫َح َّد َث َن ا َأ ْح َم ُد ْب ُن َص اِل َح َّد َث َن ا َع ْن َب َس ُة َأ ْخ َب َر ِن ي ُي وُن ُس‬


‫ٍح‬
‫َع ْن اْب َه ا َأ ْخ َب َر ي َق يَص ُة ْب ُن ُذ َؤ ْي َأ َّنُه َس َع‬
‫ِم‬ ‫ٍب‬ ‫ِن ِب‬ ‫ِن ِش ٍب‬
‫َأ َب ا ُه َر ْي َر َة َي ُق وُل‬
‫َن َه ى َر ُس وُل الَّل َص َّل ى الَّل ُه َع َل ْي َو َس َّل َم َأ ْن ُي ْج َم َع َب ْي َن‬
‫ِه‬ ‫ِه‬
‫اَمْلْر َأ ِة َو َخ اَل ِت َه ا َو َب ْي َن اَمْلْر َأ ِة َو َع َّم ِت اَه‬

F. Hasil Pengkajian Takhrij


Bersadasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa hadist mengenai larangan menikahi
perempuan dalam kategori mahram statusnya Shahih karena
tekah memenuhi kriteria Hadist Shahih sebagaimana yang
telah diteliti, dilihat Sanadnya sambung sampai kepada Nabi
SAW, para rawinya memiliki sifat adil, tidak ada syadz atau
kejanggalan, tidak ada illah (cacat) yang parah. Shahihnya
status hadist ini menandakan bahwa hadist ini bisa dijadikan
hujjah atau sumber hukum. Meskipun hadist shahih ini
memiliki perbedaan dari perkataan.

25
G. Istinbath (Penetapan) Hukum
Berdasarkan penelitian takhrij hadist, dapat di ambil
ketetapan hukum bahwa menikahi perempuan dalam kategori
mahram adalah haram dan dilarang dalam Islam. Bahkan
larangan ini juga diterangkan di dalam Al-Qur’an sehingga
larangan ini jelas dan tidak bisa diganggu gugat. Rasulullah
juga menyampaikan kepada sahabat lainnya bahwa dilarangnya
menikahi perempuan yang didalam mahram.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam penyusunan makalah Takhrijul Hadist ini, kami
sebagai penyusun menggunakan software aplikasi Ensiklopedi
Hadist 9 Imam, sehingga memudahkan kami dalam
penyelesaian dan penelitian ini. Dan juga dalam proses
pengerjaan makalah ini, metode Takhrijul Hadist yang dipakai
adalah metode Al-Fazh ( َ ‫ظ‬,, , , ‫)انفب‬. Metode ini dengan cara

menentukan lafazh tertentu sebagai langkah penelusuran. Kami


‫َخ َل َمل َأ ُة‬
menggunakan lafazh ‫ و ا ُت َه ا ا ْر‬dalam mentakhrijul kan hadist :

‫َّل ْن ُت ْن َك َح َملْر َأ ُة َل‬ ‫ُهللا‬ ‫َن َه َّن ُّي َّل‬


‫ا عى‬ ‫ى ال ب ص ى عليه وس م أ‬
‫ واَملْر َأ ُة وَخ اَل ُت اَه‬،‫َع َّم ِت َه ا‬

26
Rasulullah SAW. Bersabda : “Nabi melarang menikahi
perempuan perempuan bersertaan dengan budaknya atau
tantenya” (H.R. Al – Jama’ah; Al Muntaqa 2: 528)

‫َخ َل ُت َه َملْر َأ ُة‬


Dari lafadz ‫ و ا ا ا‬ini, kami dapat menemukan
beberapa hadist dari kitab yang berbeda-beda yaitu sebagai
berikut :

1. Hadist pertama dari kitab Imam Bukhari, hadist nomor


4718, dalam Fathul Bari, bab Seorang wanita tidak boleh
dimadu dengan bibinya
2. Hadist kedua dari kitab Imam Muslim, hadist nomor 2514,
dalam Syarh Shahih Muslim, bab larangan menikahi wanita
dengan mempoligami bibinya
3. Hadist ketiga dari kitab Imam Abu Daud, hadist nomor
1769, dalam kitab Baitul Afkar Ad Dauliah, bab wanita
dilarang untuk disatukan dalam satu perkawinan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat


disimpulkan bahwa hadist mengenai larangan menikahi
perempuan dalam kategori mahram statusnya adalah Shahih
karena telah memenuhi kriteria hadist shahih. Shahihnya hadist
ini juga bisa dijadikan sebagai sumber hukum.

Berdasarkan penelitian takhrij hadist juga, dapat di ambil


ketetapan hukum bahwa hukum menikahi perempuan dalam
kategori mahram adalah jelas haram dan dilarang karena telah
dijelaskan dari 3 hadist shahih tersebut, bahkan larangan ini

27
tidak hanya ada di dalam hadist, akan tetapi di Al-Qur’an juga
di tegaskan tentang larangan tersebut sehingga tidak bisa di
ganggu gugat.

B. Kritik dan Saran


Dari penulisan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunannya baik pada kerangka makalah, maupun
kelengkapan materi. Oleh karena itu, kami berharap para
pembaca dapat memberikan kritik dan saran untuk bisa
dijadikan pelajaran dalam penulisan makalah selanjutnya

28
DAFTAR PUSTAKA

Atabik, Ahmad, and Koridatul Mudhiiah. “Pernikahan Dan


Hikmahnya Perspektif Hukum Islam.” Yudisia 5, no. 2 (2014):
293–94.

Muhammad, Qomarullah Dosen, Stai Bumi, and Silampari


Lubuklinggau. “Metode Takhrij Hadits Dalam Menakar Hadits
Nabi.” Studi Keislaman 11, no. 2 (2016): 23-34.
https://jurnal.staibsllg.ac.id/index.php/el-ghiroh.

29

Anda mungkin juga menyukai