LP - Appendictomy - Azhar Z 220120190024

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OPERASI APENDIKTOMI

Oleh :
Azhar Zulkarnain Alamsyah
220120190024

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2021

23
2.1.1 Definisi

Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi pengangkatan

apendiks (Haryono, 2012). Apendiktomi adalah pembedahan yang

dilakukan untuk mengangkat apendiks yang telah terinflamasi, hal ini

dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi.

Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal

dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi (Smeltzer &

Bare, 2013)

2.1.2 Etiologi

Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan pada penderita

apendiksitis dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks

yang meradang dapat menyebabkan infeksi dan perforasi apabila

tidakdilakukan tindakan pembedahan. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan

faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia

jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat

pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat

menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit

seperti E.histolytica (Sjamsuhidayat, 2011).

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang

apendiks menurut Haryono (2012) diantaranya:

24
1. Faktor sumbatan

Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya

apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60%

obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub

mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing, dan

sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.

2. Faktor bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer

pada apendisitis akut. Adanya fekolit dalam lumen apendiks

yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan memperberat

infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen

apendiks, pada kultur yang banyak ditemukan adalah

kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchius,

Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan

kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob

sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.

3. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi

yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang,

vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi

apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makan

dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat

memudahkan terjadinya fekolit dan menyebabkan obstruksi

lumen.

25
4. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola

makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya mempunyai

resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak

serat. Namun saatsekarang kejadiannya terbalik. Bangsa kulit

putih telah mengubah pola makan mereka ke pola makan

tinggi serat. Justru negara berkembang yang dulunya

mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah

serat, kini memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut Wijaya & Putri (2013), klien yang dilakukan tindakan

apendiktomi akan muncul berbagai manifestasi klinis seperti berikut:

a) Nyeri tekan pada luka operasi

b) Perubahan tanda-tanda vital

c) Kelelahan dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan

diri

d) Gangguan integritas kulit

e) Mual dan muntah, anoreksia

f) Nafsu makan menurun

g) Demam yang tidak terlalu tinggi

h) Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.

26
2.1.4 Patofisiologi

Apendiktomi biasanya disebabkan adanya penyumbatan lumen

apendiks yang dapat diakibatkan oleh fekalit/atau apendikolit,

hiperplasia limfoid, benda asing, parasit, mioplasma atau striktur

karena fibrosir akibat peradangan sebelumnya. Obstruksi lumen yang

terjadi mendukung perkembangan bakteri dan sekresi mukus

sehingga menyebabkan distensi lumen dan peningkatan tekanan

dinding lumen. Tekanan yang meningkat akan menghambat aliran

limfe sehinngga menimbulkan edema, diapedesis bakteri dan

pulserasi mukosa. Pada saat tersebut, terjadi apendisitis akut fokal yang

ditandai oleh nyeri periumbilikal.Sekresi mukus yang terus berlanjut

dan tekanan yang terus meningkat menyebabkan obsruksi vena,

peningkatan edema, dan pertumbuhan bakteri yang menimbulkan

radang. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai pritoneum

sehingga timbul nyeri daerah kanan bawah. (Saditya 2014).

27
2.1.5 Pathway

28
2.1.6 Penatalaksanaan

29
Penatalaksaan appendisitis menurut Andra & Yessi, 2013 :

a) Sebelum operasi

1) Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda

dan gejala apendisitis sering kali belum jelas, dalam keadaan ini

observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah

baring dan dipuasakan.Laksatif tidak boleh diberikan bila

dicurigai adanya apendisitis ataupun perioritas lainnya.

Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah

(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic, foto

abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari

memungkinkan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,

diagnosa ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan

bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

2) Antibiotik

Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tanpa perlu di

berikan antibiotik, kecuali apendisitis ganggrenosa atau

apendisitis perporasi. Penundaan tindak bedah sambil

memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau

perporasi.

b) Operasi

1) Apendiktomi.

2) Apendiks di buang, jika apendiks mengalami perporasi bebas,

maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotik.

30
3) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, masaanya

mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase

dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila

operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

c) Pasca operasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui

terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertrmia atau gangguan

pernafasan, angkat sonde lambung, bila pasien sudah sadar,

sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah, baringkan pasien

dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak

terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila tindakan

operasi lebih besar, misalnya pada perforasiatau peritonitis umum,

puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.Satu hari

pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di

tempat tidur selama 2x30 menit.Hari kedua dapat dianjurkan

untuk duduk di luar kamar.Hari ke tujuh jahitan diangkat dan pasien

di perbolehkan pulang.

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi setelah pembedahan apendik menurut Muttaqin (2009):

1. Infeksi pada luka, ditandai apabila luka mengeluarkan cairan kuning

atau nanah, kulit di sekitar luka menjadi merah, hangat, bengkak,

atau terasa semakin sakit,

31
2. Abses (nanah), terdapat kumpulan di dalam rongga perut

dengan gejala demam dan nyeri perut.

3. Perlengketan usus, dengan gejala rasa tidak nyaman di perut, terjadi

sulit buang air besar pada tahap lanjut, dan perut terasa sangat nyeri

4. Komplikasi yang jarang terjadi seperti ileus, gangren usus,

peritonitis, dan obstruksi usus.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung WBC/leukosit total hampir selalu meningkat diatas

10.000sel/mm³, pada sebagian besar pasien (95%). Jumlah

leukosit yang sangat tinggi (> 20.000/mm³) memberi kesan

kearah apendisitis komplikata dengan gangren atau perforasi.

2. Foto polos abdomen posisi tegak dilakukan untuk

mengesampingkan adanya perforasi dan obstruksi intestinalis.

Pemeriksaan ini mungkin menunjukkan dilatasi lengkung usus

halus pada fosa iliaka dekstra.

3. Ultrasonografi abdomen untuk mengesampingkan penyebab lain

yang mencakup penyebab ginekologik. Ultrasonografi

dapatmemperlihatkan organ tubular aperistaltik dan tidak

mengempis dengan dinding tabung yang tebal. Pemeriksaan

ultrasonografi dapat digunakan untuk menunjukkanadanya nyeri

tekan olehprobe ultrasonografi (sensitivitas 85%, spesifitas 90%).

4. CT scan merupakan pemeriksaan pilihan (sensitivitas 90%,

spesifisitas 90%) Protein C-reaktif meningkat pada setiap kelainan

peradangan seperti apendisitis (Shenoy dan Nileswar, 2014)

32
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Menurut Muttaqin & Sari (2011), dapat ditemukan masalah

psikososial yaitu pasien dengan pasca bedah akan mengalami

kecemasan akibat nyeri hebat pada luka post operasinya. Selain itu

pengkajian pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan diantaranya:

a. Tanda-tanda Vital

Pada pasien post operasi biasanya akan didapatkan

takikardi dan peningkatan frekuensi pernapasan akibat dari respon

kesakitan yang hebat dari pembedahan.

b. Abdomen

Pada abdomen akan ditemukan keluhan nyeri pada regio

kanan bawah, kembung pada pasien dengan komplikasi perforasi,

peningkatan respon nyeri pada saat palpasi dan nyeri lepas.

Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik diantaranya:

1) Pemeriksaan darah lengkap

Leukosit mencapai 10.000-20.000/ml,

2) C-Reaktif Protein (CRP) mengalami peningkatan yang

menyebabkan inflamasi.

3) USG untuk melihat adanya inflamasi pada apendisitis.

Menurut Mardalena (2017), pasien post operasi apendiktomi perlu

dilakukan pengkajian berikut ini:

33
1) Pola nutrisi

Kebiasaan makan makanan rendah serat dapat memicu terjadinya

konstipasi yang akan menjadi salah satu penyebab dari timbulnya

apendisitis.

2) Kebiasaan eliminasi

Pasien mengalami konstipasi, tanda-tanda diare, distensi abdomen,

nyeri tekan/lepas, penurunan bising usus

3) Nyeri kenyamanan : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan

umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada setengah

jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Nurarif & Kusuma (2015), berdasarkan hasil pengkajian pada

post operasi apendiktomi didapatkan diagnosa keperawatan sebagai

berikut :

a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi

Menurut PPNI (2016), definisi nyeri akut adalah pengalaman

sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung

kurang dari 3 bulan. Batasan karakteristik nyeri akut adalah

ekspresi wajah nyeri (meringis), perubahan posisi untuk

menghindari nyeri, sikap melindungi area nyeri. Gejala dan tanda

mayor: mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap menghindari

nyeri, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Gejala dan

34
tanda minor: tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu

makan menurun, fokus pada diri sendiri, menarik diri.

b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis

Menurut PPNI (2016), definisi gangguan integritas kulit yaitu

gangguan kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau

jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,

kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen). Batasan karakteristik

gangguan integritas kulit adalah benda asing menusuk permukaan

kulit. Gejala dan tanda mayor: kerusakan jaringan dan atau lapisan

kulit. Gejala dan tanda minor: nyeri, perdarahan, kemerahan,

hematoma.

c. Defisit Nutrisi

Menurut PPNI (2016), definisi defisit nutrisi adalah asupan nutrisi

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Batasan

karakteristiknya yaitu kurangnnya asupan makanan,

ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan

mengabsorbsi nutirisi, faktor psikologis (stres). Gejala dan tanda

mayor: berat badan menurun 10% dibawah rentang ideal. Gejala

dan tanda minor : nafsu makan menurun, membran mukosa pucat.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Menurut PPNI (2016), definisi risiko infeksi yaitu beresiko

mengalami peningkatan terserang organisme patogenik. Faktor

resiko diagnosa keperawatan risiko infeksi yaitu efek prosedur

invasif, kerusakan integritas kulit.

35
2.2.3 Intervensi

Rencana keperawatan pada pasien post operasi apendiktomi

dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

.
Tabel 2.1

Rencana keperawatan pada pasien post operasi Apendiktomi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut Kontrol Nyeri Managemen Nyeri
1. Mampu 1. Lakukan
mengontrol nyeri pengkajian nyeri
(penyebab nyeri, secara
mampu komprehensif
menggunakan termasuk lokasi,
teknik karakteristik,
nonfarmakologi durasi, frekuensi.
untuk mengurangi kualitas, dan faktor
nyeri, mencari presipitasi.
bantuan) 2. Observasi reaksi
2. Melaporkan bahwa nonverbal dan
nyeri berkurang ketidaknyamanan.
dengan 3. Pilih dan lakukan
menggunakan penangangan nyeri
manajemen nyeri. (farmakologi,
3. Menyatakan rasa nonfarmakologi,
nyaman setelah dan interpersonal).
nyeri berkurang. 4. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
(tarik napas
dalam).
5. Berikan analgetik

36
untuk mengurangi
nyeri.
2 Gangguan Integritas jaringan: Perawatan Luka
Integritas kulit dan membran 1. Jaga kulit agar
Jaringan mukosa tetap bersih dan
1. Perfusi jaringan kering.
normal 2. Mobilisasi pasien
2. Tidak ada tanda- 3. Monitor kulit akan
tanda infeksi adanya tanda-tanda
3. Ketebalan dan infeksi
tekstur jaringan 4. Observasi luka:
normal lokasi, dimensi,
4. Menunjukan keadaan luka, tanda
terjadinya proses infeksi.
penyembuhan luka
3 Hambatan Pergerakan Terapi latihan:
Mobilitas 1. Pasien meningkat ambulasi
Fisik dalam aktivitas 1. Monitor TTV
fisik sebelum/sesudah
2. Mengerti tujuan latihan dan liat
dan peningkatan respon pasien saat
aktivitas latihan.
3. Bantu untuk 2. Konsultasikan
mobilisasi dengan terapi fisik
(fasilitasi) tentang rencana
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan.
3. Kaji kemampuan
klien dalam
mobilisasi.
4. Ajari pasien
bagaimana

37
merubah posisi dan
berikan bantuan.
4 Resiko Keparahan Infeksi Kontrol Infeksi
Infeksi 1. Pasien bebas dari 1. Batasi pengunjung
tanda dan gejala pasien.
infeksi 2. Pertahankan teknik
2. Mendeskripsikan isolasi
proses penularan 3. Monitor tanda dan
penyakit, faktor gejala infeksi
yang sistemik dan lokal.
mempengaruhi 4. Dorong intake
penularan serta nutrisi dan cairan.
penatalaksanaanny 5. Ajarkan cara
a. pencegahan infeksi
3. Menunjukkan 6. Inspeksi kondisi
kemampuan untuk luka/insisi bedah.
mencegah
timbulnya infeksi.

38
2.2.4 Intervensi Keperawatan Berbasis Bukti

Author Judul Penelitian Metode Hasil Kesimpulan

Dr. Casandra Enchanced recovery RCT (Randomized Control Enchance Recovery


Anderson, MD (2017) program improves Trail) Program (ERP)
elective appendectomy berdampak positif pada
Analisis :
surgical outcomes hasil pasien dengan LOS
untuk pasien menjalani
Kurangnya koordinasi
(program pemulihan
operasi elektif. Dalam
perawatan yang berkontribusi
yang ditingkatkan
satu tahun program ini
pada peningkatan biaya,
meningkatkan hasil
mencapai hasil yang
begitu pula kurangnya praktik
bedah appendectomy
signifikan.
standar, salah satunya
pilihan)
perawatan pasca operasi :
pasien dibantu keluar dari
tempat tidur untuk berjalan
dan sering di mobilisasi,
dengan begitu pasien dengan

23
cepat kembali ke pola makan
yang normal, diberikan
antiemetik untuk mencegah
mual. Intervensi diberikan
untuk menstimulasi sistem
gastrointestinal dan
mengembalikan fungsi
normalnya.
N Engl J Med, (2020) A Randomizet Trial RCT (Randomized Control Untuk pengobatan
Comparing Antibiotics Trail ) apendisitis, antibiotik
with Appendectomy for tidak kalah dengan
Kuesioner : EQ-5D
Appendicitis apendiktomi.
Berdasarkan hasil
(RCT untuk
pengukuran status
membandingkn
kesehatan standar. Pada
antibiotik dengan
kelompok antibiotik
apendiktomi pada pasien
hampir 3 dari 10 peserta
apendisitis)
telah menjalani usus

24
buntu selama 90 hari.
Peserta dengan
apendikolit memiliki
risiko lebih tinggi untuk
apenektomi dan
komplikasi dibanding
mereka yang tidak
apendikolit

(Tusyanawati et al., Studi perbandingan Quasi Eksperimen posttest rerata usia kelompok Terdapat perbedaan yang
2020) model modern dressing only. 18 responden acidental intervensi 29,6 tahun (SD bermakna pada proses
(salep tribee) dan sampling 3,5) sedangkan penyembuhan luka
konvensional terhadap dengan menggunakan
pada kelompok kontrol
penyembuhan luka post perawatan luka
31,1 tahun (SD 3,4). Nilai
operasi apendiktomi konvensional dan modern
median penyembuhan
luka kelompok intervensi
adalah 1,00 dan pada

kelompok kontrol 3,00.

25
Hasil analisis lebih lanjut
didapatkan nilai p-value
0,001.

(Rahmawati, et al. Penerapan teknik Deskriptif studi kasus


Hasil studi kasus pada Terdapat pengaruh
(2018) relaksasi nafas dalam
pasien 1 skala nyeri dari 5 penurunan skala nyeri
pada pasien post operas
menjadi 2. Dan skala kedua pasien. Faktor
apendiktomi dengan
Intervensi : nafas dalam
nyeri pada pasien 2 dari 5 yang mempengaruhi
gangguan pemenuhan
menjadi 1. perbedaan respon yaitu :
kebutuhan rasa aman
usia, spiritual, mobilisasi,
nyaman di RSUD
pengalaman nyeri
Sleman
sebelumnya, dan pola
koping.

26
27
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Jogja

Tarwoto, Wartono. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Haryono. 2012. Keperawatan medikal bedah sistem pencernaan. Yogyakarta:


Gosyen Publishing.
Sjamsuhidajat, R. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Shenoy dan Nileswar. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid Dua. Tangerang Selatan:
Karisma Publishing Group
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC.
APPLICATION OF DEEP BREATH RELAXATION TECHNIQUE IN POST.
(n.d.). 3–4.

Tusyanawati, V. M., Sutrisna, M., & Tohri, T. (2020). Studi Perbandingan


Modern Dressing (Salep Tribee) dan Konvensional Terhadap Proses
Penyembuhan Luka PADA PASIEN POST OPERASI APENDIKTOMI.
Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI), 4(1), 9.
https://doi.org/10.32419/jppni.v4i1.172

Luthfiana Rahmawati, Umi Istianah, Surantana. (2018) Penerapan teknik relaksasi nafas
dalam pada pasien post operasi apendiktomi dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan rasa aman nyaman di RSUD Sleman. Jurnal Keperawatan Yogyakarta.
3-4.

23

Anda mungkin juga menyukai