0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
35 tayangan443 halaman

Bahan Tayang Pelatihan Btcls - 2023

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 443

BAHAN TAYANG MATERI PELATIHAN BTCLS

Materi 3

AIRWAY AND BREATHING


MANAGEMENT

Disampaikan pada:

PELATIHAN
Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS)
Konsep Jalan Nafas dan
Pernafasan
PROSES PERNAPASAN
1. VENTILASI : PERGERAKAN UDARA
Dipengaruhi: Gerakan diafragma, perbedaan tekanan rongga
pleura-intrapulmonal-udara luar, kepatenan jalan napas, dan
surfaktan

2. DIFUSI : PERTUKARAN GAS


Dipengaruhi: Kondisi jaringan alveolus, kondisi gas terlarut

3. PERFUSI : PEREDARAN O2 – CO2


Dipengaruhi: Keutuhan kapilerisasi paru dan tubuh, komponen
darah
Sumbatan Jalan Nafas

Lidah jatuh
kebelakang

Gigi Palsu Sumbatan Bahan


Jalan Nafas Muntahan

Makanan Pudik Kemenkes,2016


American Heart Association.(2010).
Adult Basic Life Support
GANGGUAN PERNAFASAN
Asma Bronkhiale adalah penyakit
obstruksi saluran nafas yang
ditandai oleh tiga serangkai yaitu
kontraksi otot-otot bronkhus,
inflamasi airway dan peningkatan
sekresi

Gejala – Gejala :
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan
batuk terutama pada malam atau dini hari.
KGD dan Manajemen
Bencana,Pusdik SDM kemenkes
RI, 2016
Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut
yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius
dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Dahlan, 2014).

Beberapa gejala yang khas :


• Demam tinggi dan meriang
• Merasa sangat lelah
• Batuk berdahak
• Kesulitan bernapas serta frekuensi
pernapasan yang cepat
• Kenaikan nadi atau denyut jantung
Emfisema
Emfisema adalah suatu penyakit obstruktif
paru yang bersifat kronis dan progresif,
ditandai dengan adanya kelainan anatomis
berupa pelebaran rongga udara distal pada
bronkiolus terminal dan kerusakan parenkim
paru.

Ditandai dengan :
sesak napas, suara napas mengi, batuk
disertai atau tanpa dahak, dan nyeri dada
akut.
Pemeriksaan fisik didapatkan : pasien bernapas dengan bibir
setengah terkatup mencucu (pursed lips breathing), barrel chest
(bentuk dada seperti tong), sela iga melebar, fremitus melemah,
hipersonor pada perkusi paru, dan suara napas vesikuler normal atau
melemah dengan ekspirasi memanjang.( Perhimpunan dokter paru
indonesia)
PENGKAJIAN AIRWAY & BREATHING

• AIRWAY
• Ada tidaknya sumbatan jalan napas
• Sumbatan oleh benda padat  Stridor
• Sumbatan oleh benda cair  Gurgling
• Kemungkinan fraktur servikal

• BREATHING
• Lakukan LOOK, LISTEN & FEEL
PENGKAJIAN AIRWAY & BREATHING (Lanjutan…)

• Apakah teratur atau tidak?


• Apakah pengembangan dada simetris?
• Ada tidaknya retraksi dinding dada?
Look • Ada penggunaan otot asesori pernapasan?
• Ada tanda sianotik?

• Apakah terdengar suara napas


• Adakah suara tambahan :
• Snoring (tanda ada sumbatan)
• Gurgling (karena cairan)
Listen • Stridor (penyempitan jalan napas)
• Apakah bicaranya normal

• Merasakan adanya hembusan napas


• Meraba (palpasi) pergeseran/deviasi trakea
Feel
PENATALAKSANAAN

Prioritas Utama
1. Buka dan pertahankan jalan napas yang paten
2. Pertahankan pola napas
3. Pertahankan pertukaran gas adekuat

bila terjadi gagal napas pertimbangkan


pemakaian ventilasi mekanik
PENATALAKSANAAN AIRWAY
TANPA ALAT
1. Membersihkan jalan napas: Sapuan jari (finger sweep)
2. Membuka jalan napas: Head tilt, chin lift & jaw thrust
3. Mengatasi tersedak (Chocking): Manual thrust

DENGAN ALAT
4. Pengisapan benda cair: Suctioning
5. Mempertahankan jalan napas tetap terbuka: Oro-Pharingeal
Airway, Naso-Pharingeal Airway, Laringeal Mask Airway (LMA),
Endotracheal Tube (ETT)
6. Membuka jalan napas: Krikotiroidotomi
PENATALAKSANAAN AIRWAY (Lanjutan ..)

Sapuan Jari (Finger sweep)


Membebaskan jalan napas yang tersumbat akibat
benda asing dalam rongga mulut bagian belakang
(hipofaring)
PENATALAKSANAAN AIRWAY (Lanjutan ..)

Membuka jalan napas dengan teknik Triple Airway Manuveur


(Head Tilt, Chin-lift, Jaw Thrust)

Head-tilt (Dorong kepala) Chin-lift

Head-tilt & Chin-lift Jaw Thrust


PENATALAKSANAAN AIRWAY (Lanjutan ..)

Mengatasi Tersedak (Chocking) dengan Manual thrust


(Back Blow, Heimlick Manuveur)

Back blow

Heimlick Manuveur
Manuveur heimlich pada korban sadar dengan posisi
berdiri atau duduk

Heimlich manuveur – Abdominal


Thrust
• Rangkul korban dari belakang
• Dengan mempergunakan kepalan
kedua tangan, hentakkan
mendadak pada ulu hati
(abdominal thrust).
• Ulangi hingga jalan napas bebas
atau hentikan bila korban jatuh
tidak sadar, ulangi tindakan
tersebut dengan posisi korban
terlentang.
• Segera panggil bantuan
Manuveur heimlich pada korban yang
tergeletak (tidak sadar)
• Baringkan penderita terlentang
• Lakukan back blow / chest thrust atau heimlich
manuveur – abdominal thrust
PENATALAKSANAAN AIRWAY (Lanjutan ..)

Pengisapan Benda Cair (Suctioning)

• Sumbatan jalan napas karena benda cair  Gurgling 


suctioning
• Penghisapan bucal dan/atau penghisapan trakheal
• Penghisapan tidak boleh lebih dari 15 detik
• Perhatian! Pada cedera kepala hati-hati PTIK
Membersihkan benda asing padat dalam
jalan napas
• Dilakukan pada pasien tidak
sadar dengan sumbatan
benda padat di daerah
hipofaring

• Tidak mungkin dilakukan


dengan sapuan jari atau
secara Heimlich manuveur

 Magill forcep
Mempertahankan jalan napas dengan
oro- pharingial airway (OPA)
Tujuan
Menahan palatum tidak
menempel ke epiglotis yang
dapat menutup jalan napas
akibat pasien tidak sadar
Mempertahankan jalan napas dengan
Laringeal Mask Airway (LMA)
GANGGUAN AIRWAY
1. BERDASARKAN LOKASI
LOKASI PENYEBAB TINDAKAN

JALAN Eksogen : Heimlick manuveur,


NAPAS Makanan, mainan, abdominal thrust, back blow
gigi palsu (pada bayi)
ATAS

JALAN Endogen : - Atur posisi /miringkan


NAPAS - Lendir, sputum, - Sapuan jari, suction, magyl
muntah forceps, OPA
BAWAH - Bronkospasme - Bronkodilator
- Edema laring - Anti edema/Kortikosteroid
- Oksigen
- Intubasi, trakeostomi
2. BERDASARKAN DERAJAT SUMBATAN
Derajat Tanda dan Gejala Tindakan
PARSIAL • Kesulitan bernapas • Suruh pasien batuk
• Retraksi suprasternal • Teknik Heimlick Manuveur,
• Kesulitan bicara Abnominal thrust, back
• Masih terdengar suara blow
napas
• Gelisah
• Stridor
TOTAL • Tidak ada suara napas • Suction
• Retraksi interkostal • Pengambilan benda asing
• Kesulitan bernapas dengan magil forceps
• Tidak dapat bicara/batuk • Intubasi
• Wajah pucat dan
• Trakeostomi
sianotik
• Tangan memegang leher
Mempertahankan jalan napas
dengan Endotracheal Tube (ETT)

Usaha untuk mengamankan jalan nafas dengan cara


memasukkan pipa endotrakea (ETT) kedalam trakea
dengan bantuan tindakan laringoskopi

Suatu tindakan untuk memvisualisasi laring dan


pita suara dengan menggunakan alat laringoskop
Indikasi
•VENTILASI INADEKUAT
•OKSIGENASI INADEKUAT
•PROTEKSI JALAN NAFAS
PENYULIT INTUBASI
Leher Pendek
 Dagu Kecil
Jarak dagu – jakun < 4 Cm
Mulut Trismus/Susah dibuka
Tumor dilaring
Trauma leher
Persiapan
Metoda “ STATICS”
S = Scope : Laringoskope,Stateskop
T = Tube : ETT, NTT
A = Airway : Gudel.Nasofarigeal airway,
Mouthgag
T = Tape : Plester
I = Introducer : Mandrin,Klem magil
C = Connector : Pnghubung ETT ke
ambubag/Resusitator
S = Suction : Multifungsi suction
Mempertahankan jalan napas dengan Endotracheal Tube (Lanjutan ...)
Prosedur :
• Preoksigenasi dengan oksigen 100%
memakai ambu bag
• Lumasi ETT dengan jeli
• Sambungkan blade dan handle
laringoskop
• Pegang laringoskop di tangan kiri dan ETT
di tangan kanan
• Masukkan blade dan angkat epiglottis
• Masukkan & dorong ETT masuk ke trakea
• Evaluasi ujung ETT dengan melakukan
ventilasi lewat ambu bag dan auskultasi 5
area (apek kiri & kanan, basal kiri &kanan,
epigastrium).
• Fiksasi ETT dengan mengembangkan
balon memakai spuit yg berisi 6-10 ml
udara ke ujung inflating tube
• Amankan ETT pipa pada sudut mulut dan
fiksasi luar dengan plester
Peran Perawat Saat Intubasi

1. Persiapan alat
2. Persiapan pasien; restrain, sedatif,
oksigenisasi yang adekuat  vital
3. Persiapan keluarga; penjelasan
4. Informed concent oral/tertulis
Perawatan Post Intubasi
1. Pemasangan balon/cuff  kaji ketepatan:
1. Auskultasi suara pernapasan kedua paru  suara napas
(+)
2. Cek pergerakan dada
2. Jaga keamanan  plester di wajah (ETT)
3. Cegah komplikasi:
1. Aspirasi  muntahan, sekret
2. Erosi/nekrosis laring atau trakhea  tekanan maksimal
20 – 25 mm Hg
3. Pemasangan lama  trakheostomi
4. Berikan oksigen adekuat  cegah keracunan
oksigen
Membuka jalan napas dengan Krikotiroidotomi

• Krikotiroidotomi menggunakan
jarum besar No. 14-16
• Krikotiroidotomi dengan
pembedahan menggunakan
pisau
PENATALAKSANAAN BREATHING

Metode Pemberian Oksigen


Metode Konsentrasi Kecepatan
Aliran (Flow)
Oksigen
Low-Flow Nasal Kanul • 24 - 45% 1-6 liter/menit.
Low-Concentration (rendah)
• Naik 4% setiap
kenaikan aliran
1 liter/mnt

Low-Flow Simple mask 40 - 60 % 6-10 L/menit


High-Concentration (sungkup sederhana)

Rebreathing mask 60 - 80% 6-10 L/menit


(NRM)

Non-rebreathing mask 80 - 100% 8-12 L/menit.


(NRM)
Metode Pemberian Oksigen

Nasal cannula Simple mask

Rebreathing Mask Non Rebreathing Mask


VENTILASI MEKANIK
• Tidak mengatasi penyebab  hanya support untuk
ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat
• Komplikasi tinggi  mempercepat pasien keluar dari
mesin napas  weaning sejak awal
MODE VENTILATOR MEKANIK
1. CMV (controlled mandatory ventilation)
2. Assist/Control Mode
3. SIMV (Synchronized Intermittent Mandatory
Ventilation)

Tambahan:
• PEEP (Positive End Expiratory Pressure)
• Pressure/Volume Support
Disampaikan pada:

PELATIHAN
BASIC TRAUMA AND CARDIAC LIFE SUPPORT
Update 2022
Pokok Bahasan
• Pendahuluan
• Penyebab henti jantung
• Indikasi dan tujuan resusitasi jantung
paru (RJP)
• Peluang keberhasilan RJP
• Langkah-Langkah RJP
• Langkah-Langkah penggunaan AED
• Monitoring dan evaluasi pasca henti
jantung
• Data terkait prevalensi henti jantung di Indonesia belum
tercatat secara maksimal
• Akan tetapi angka kejadian henti jantung dapat
meningkat seiring dengan peningkatan angka kejadian
penyakit jantung koroner (PJK)
• Berdasarkan RISKESDAS 2018 kelompok usia yang
rentan mengalami kejadian PJK adalah termuda 25 – 34
tahun, tertua >75 tahun, jenis kelamin perempuan, dan
penduduk yang tinggal di daerah perkotaan

(KEMKES, 2018)
Henti jantung dapat disebabkan oleh:

Gangguan irama jantung

Penyakit jantung koroner

Gangguan metabolik atau elektrolit

Pemakaian obat-obatan

Keracunan obat

Cedera atau kecelakaan


• Mencegah
berhentinya
sirkulasi dan/atau
Henti Jantung pernapasan
Henti Napas • Memberikan
bantuan eksternal
terhadap sirkulasi
dan ventilasi
Ketelambatan Peluang Berhasil

1 menit 98 %
3 menit 50 %
10 menit 1%

Otak dan jantung jika tidak mendapatkan suplai oksigen


selama 3 – 8 menit  MATI
Langkah-langkah RJP

D R S C A B
Pastikan keamanan
3 Aman (3A):
– Aman Penolong
– Aman Lingkungan
– Aman Pasien
Menilai Respon Pasien
Tepuk bahu dan teriak “Buka mata
Pak/Bu!”

• Alert
A
• Verbal
V
• Pain
P
• Unresponsive
U
Hati-hati kemungkinan trauma
leher !!!
Memeriksa respon pasien dengan menepuk bahu
pasien atau dengan rangsang nyeri
Jika pasien tidak
memberikan respon,
segera panggil bantuan
dengan cara berteriak
“Tolong! ada orang tidak
sadar” untuk mengaktifkan
emergency medical
service (EMS) dan
meminta AED.

Berteriak meminta bantuan


Cek napas dan nadi
secara bersamaan kurang
dari 10 detik

Jika nadi tidak teraba


 Beri 30 kompresi dan 2 ventilasi

Jika nadi (+) tetapi napas (-)


 Beri rescue breathing: 1 ventilasi
tiap 6 detik (10 kali/menit)
Meraba nadi karotis, 2-3 cm dari
samping trakhea
Atur Posisi
• Pasien telentang di atas
permukaan yang keras & datar
• Posisi penolong:
• Berlutut disamping pasien
• Berdiri disamping tempat
tidur pasien
Letakkan tumit telapak tangan
pada seperdua bawah sternum
(lower half of sternum) dengan
kedua tumit telapak tangan
bertumpuk dan jari saling
ditautkan.

Posisi tangan pada seperdua bawah sternum


(Lower half of sternum)
Dengan posisi badan
tegak lurus, penolong
mengkompresi dada
lurus ke bawah 5 – 6 cm
secara teratur dengan
kecepatan 100 – 120
x/menit

Kedalaman kompresi dada 5 – 6 cm


dengan kecepatan 100 – 120 x/menit
Rekomendasi AHA 2020:
Kedalaman Rasio Teknik

Dewasa dan remaja


5 – 6 cm 30:2 2 tangan pada seperdua
(2 – 2.4 inchi) (1 atau 2 penolong) bawah sternum

Anak (1 tahun s.d. puber)


5 cm 30:2 (1 penolong) 2 atau 1 tangan pada
(1/3 diameter 15:2 (2 penolong) seperdua bawah sternum
anteroposterior dada)
Bayi (<1 tahun)
4 cm 30:2 (1 penolong) 2 jari dibawah nipple line
(1/3 diameter
anteroposterior dada) 15:2 (2 penolong) 2 jempol dibawah nipple line
Terdiri atas 2 tahap:
1. Membersihkan jalan napas
2. Membuka jalan napas

Head tilt

Head tilt dan Chin Lift

Tidak boleh dilakukan pada trauma


servikal !!!
Chin Lift
Rekomendasi AHA:
Pada pasien suspek cedera
servikal gunakan jaw thrust

• Sekitar 0,12 - 3,7% pasien henti


jantung mengalami cedera
servikal
• Risiko cedera servikal
meningkat jika pasien
mengalami cedera pada kepala
Jaw thrust dan muka atau GCS <8
Beri napas 2 kali dengan volume tidal dengan teknik
mouth-to-barrier device (standard precaution),
menggunakan:
1. Pocket Mask
2. CPR Face Shield
3. Bag Valve Mask

CPR Face Shield Pocket Mask


BAG VALVE MASK
Pegang BVM dengan
teknik “EC Clamp” :
• Ibu jari & telunjuk membentuk huruf
C, memegang masker
• Tiga jari lainnya membentuk huruf E,
ekstensi kepala

Dua orang penolong Teknik EC Clamp


• Evaluasi dilakukan tiap 2 menit
• AHA 2020 tidak menyebutkan evaluasi tiap 5 siklus

• Jika napas (-) dan nadi (-)  kompresi dan ventilasi 30 : 2


• Jika napas (-) dan nadi (+)  ventilasi 10 kali/menit
• Jika napas (+) dan nadi (+),  beri recovery position

Pemberian posisi pemulihan (recovery position)


disesuaikan dengan kondisi pasien
1 2

3 4
Pastikan 3A

Cek respon korban


Tidak ada respon (unresponsive)
Tidak bernapas atau hanya gasping

Teriak memanggil bantuan / Aktifkan EMS / AED


Napas (+) Napas (-)
Nadi (+) Cek napas dan nadi
Monitor hingga Nadi (+) •Beri 1 napas tiap 6 detik
secara bersamaan
bantuan tiba (kurang dari 10 detik) •Cek ulang tiap 2 menit

Napas (-) Nadi (-)

Mulai siklus 30 KOMPRESI dan 2 VENTILASI

AED datang

Cek irama jantung.


Irama shockable?
Ya Tidak

Berikan 1 shock Segera lanjutkan RJP selama 2 menit


Segera lanjutkan RJP Cek irama setiap 2 menit, sampai tim
selama 2 menit dengan alat lebih lengkap datang.
Alat untuk memberikan
kejut (shock) listrik pada
henti jantung secara
otomatis
1. Nyalakan AED
2. Ikuti instruksi yang diberikan AED
3. Pilih PAD yang sesuai
4. Letakkan PAD di tubuh korban
dengan benar
5. Saat AED melakukan analisis,
pastikan tidak ada yang menyentuh
korban
6. Jika hasil analisis AED irama non-
shockable  lanjutkan RJP 30
kompresi 2 ventilasi
7. Jika hasil analisis AED irama
shockable  tekan tombol shock 
lanjutkan RJP
Sirkulasi &
Penolong
Ventilasi
kelelahan
Spontan

STOP !!!
1
• Kaku Mayat

2
• Lebam Mayat
DNR (Do Not Tanda • Pupil Lebar
Kematian
3
Resuscitation) • Refleks Cahaya (-)
4
Akibat Bantuan Napas Akibat Kompresi

Inflasi gaster Fraktur iga

Regurgitasi Pneumothorak

Hemothoraks

Kontusio Paru

Laserasi hati & limpa

Emboli lemak
HIGH
QUALITY
CPR
1 2 3 4 5

POINT ONE
Monitoring dan Evaluasi Pasca
Henti Jantung

Manajemen saluran napas

Kelola Parameter napas

Kelola parameter
hemodinamika

Manajemen berkelanjutan
Referensi
• American Heart Association (AHA). 2020. Highlights of the
2020 American Heart Association Guideline for CPR and ECC.
Available at https://cpr.heart.org/-/media/CPR-Files/CPR-
Guidelines-
Files/Highlights/Hghlghts_2020_ECC_Guidelines_English.pdf
• KEMKES. 2018. Hasil Utama RISKESDAS.
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f
00/files/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf
Disampaikan pada :

Pelatihan
Basic Trauma and Cardiac Life Support
Update 2022
• Prevalensi
• Definisi sindrom koroner akut (SKA)
• Pengkajian SKA
– Nyeri Dada
– EKG
– Enzim Jantung
• Klasifikasi SKA
• Penatalaksanaan awal
Prevalensi

• Di Indonesia PJK menjadi penyebab kematian terbanyak


• Prevalensi penderita 2007 – 2018 meningkat
• Kelompok usia termuda 25 – 34 tahun, tertua >75 tahun
• Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi PJK lebih tinggi
perempuan dibandingkan laki-laki
• Penduduk perkotaan lebih banyak menderita PJK
dibandingkan penduduk di desa
(KEMENKES, 2018)
SINDROM
KORONER AKUT
Merupakan sindroma klinis
yang terjadi akibat
ruptur/pecahnya plak
aterosklerosis  oklusi
arteri koroner  iskemia
miokard
Iskemia yang lama akan
menyebabkan kematian otot
atau nekrosis.
Secara klinis nekrosis
miokardium dikenal dengan
nama infark miokard.
Pengkajian Sindrom Koroner Akut (SKA)

Pengkajian dilakukan untuk


mengidentifikasi adanya SKA dengan tiga
kriteria sebagai berikut:
1. Nyeri dada iskemik yang khas
2. Evolusi EKG
3. Peningkatan enzim jantung
1. Nyeri Dada
Nyeri Dada yang merupakan tipikal SKA,
yaitu:
– Rasa tertekan/berat daerah retrosternal,
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium
– Berlangsung intermiten (beberapa menit) atau
persisten (>20 menit)
– Disertai keluhan penyerta: keringat dingin,
mual/muntah, sesak napas, dan sinkop sesak
napas yang persisten
– Ditemukan pada pasien dengan faktor risiko:
pria, umur, hipertensi, merokok, DM, riwayat
PJK, dan dislipidemia

(PERKI, 2018)
Nyeri Dada (Lanjutan ...)

Nyeri Dada kemungkinan non-kardiak:


– Nyeri pleuritik: nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi
atau batuk
– Nyeri abdomen tengah atau bawah
– Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di
daerah apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral
– Nyeri dada akibat gerakan tubuh
– Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
– Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
(PERKI, 2018)
Nyeri Dada (Lanjutan ...)

Perbedaan Nyeri Angina dan Infark Miokard


Kriteria Angina Infark Miokard
Durasi nyeri dada Beberapa detik Intermiten (beberapa menit)
atau persisten (>20 menit)
Pencetus Stres, aktivitas Tiba-tiba, biasanya pagi hari
Respon terhadap nitrat Membaik Tidak membaik
sublingual
Gejala penyerta Tidak ada Diserta gejala:
• Mual/muntah
• Keringat dingin
• Nyeri abdominal
• Sesak napas
• Sinkop

(PERKI, 2018)
No Lokasi Lead
Saat aliran darah ke miokard
menurun akibat oklusi arteri koroner,
1. Septal V1 – V2 akan terjadi tiga kondisi (iskemia,
2. Anterior V3 – V4 injuri, infark)
3. Lateral V5, V6, I, aVL
4. Inferior II , III, aVF
Iskemia
Perubahan
repolarisasi 
T terbalik

Injuri
Elevasi ST 
cedera miokard

Infark
Tidak terjadi
depolarisasi
pada sel
nekrotik 
gelombang Q
patologis
Evolusi EKG (Lanjutan...)
Septal Anterior

Lateral Inferior
3. Enzim Jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T
merupakan biomarka nekrosis miosit jantung dan menjadi
biomarka untuk diagnosis infark miokard.

(PERKI, 2018)
Penatalaksanaan awal  terapi yang diberikan pada pasien
dengan kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan
angina di IGD. Sebelum ada hasil pemeriksaan EKG
dan/atau biomarka jantung.

M • Morfin
O • Oksigen

N • Nitrogliserin

A • Antiplatelet

(PERKI, 2018)
Penatalaksanaan Awal

M • Morfin
O • Oksigen

N • Nitrogliserin

A • Antiplatelet

MONAlisa
Tidak diberikan dengan urutan MONA tapi dengan urutan
OANM
Oksigen Tujuan

•Memaksimalkan suplai oksigen ke


miokard

Pemberian

• Diberikan 2 - 4 L/menit

Pertimbangan

• Gunakan selang yang sesuai


• Pada pasien STEMI direkomendasikan untuk
mengukur saturasi oksigen perifer
• Pada pasien STEMI oksigen diindikasikan pada
pasien hipoksemia (SaO2 < 90%), oksigen rutin
tidak direkomendasikan pada pasien SaO2 >
90%
(PERKI, 2018)
Antiplatelet Tujuan

•Memperlambat agregasi platelet 


menurunkan oklusi

Pemberian

• Aspirin 160 – 320 mg


• Clopidogrel 300 mg

Pertimbangan

• Kombinasi penggunaan aspirin dan


clopidogrel lebih direkomendasikan
dibandingkan hanya aspirin
• Jenis sediaan aspirin tidak bersalut lebih
dipilih
• Kaji tanda dan gejala perdarahan (PERKI, 2018)
Nitrogliserin Tujuan

• Meningkatkan vasodilatasi perifer,


menurunkan preload dan afterload
• Vasodilatasi arteri koroner

Pemberian

• Spray/tablet sublingual
• Tablet sublingual 0,4 mg dapat diulang setiap
5 menit sampai maksimal 3 kali

Pertimbangan
• NTG intravena dapat diberikan jika pasien tidak
responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual
• Jika tidak tersedia NTG, ISDN dapat digunakan sebagai
pengganti
• Pantau TD, HR dan RR
• Kontraindikasi jika TD <90 mmHg, bradikardia (<50
x/menit), takikardia
(PERKI, 2018)
Morfin Tujuan

• Vasodilator untuk menurunkan


preload dan konsumsi oksigen
miokard

Pemberian

• 1 – 5 mg IV, dapat diulang setiap 10 –


30 menit

Pertimbangan
• Diberikan jika nyeri tidak reda dengan
terapi 3 dosis NTG sublingual
• Hati-hati hipotensi
• Monitor fungsi dan upaya napas
• Kaji penurunan nyeri
Kementerian Kesehatan (KEMKES). 2018. Hasil Utama RISKESDAS.
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/f
iles/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf
Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2018.
Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut edisi keempat.
https://inaheart.org/wp-content/uploads/2021/07/Buku-ACS-2018.pdf
Materi 6

Disampaikan pada:

PELATIHAN
BASIC TRAUMA AND CARDIAC LIFE SUPPORT
(BTCLS)
2022
INDIKATOR PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan materi ini
peserta mampu melakukan
menginterpretasikan gambaran EKG.

INDIKATOR HASIL PEMBELAJARAN


Setelah menyelesaikan materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan pengertian EKG
2. Menyebutkan jenis-jenis sandapan EKG
3. Menjelaskan sistem konduksi listrik jantung
4. Dapat menginterpretasikan hasil perekaman EKG
ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)

Elektro
(Aktivitas listrik jantung)

Kardio (Jantung)

Grafik (Hasil rekaman


aktivitas listrik jantung)
FUNGSI DIAGNOSTIK EKG
Aritmia jantung

Hipertropi atrium dan ventrikel

Iskemik dan infark miokard

Efek obat-obatan seperti (digitalis, anti


aritmia, dll)

Gangguan keseimbangan elektrolit


khususnya kalium

Penilaian fungsi pacu jantung


3 JENIS MESIN EKG
SINGLE TRIPLE MULTIPLE
CHANNEL CHANNEL CHANNEL
SYARAT EKG LAYAK BACA
• Identitas Nama pasien, umur,
tanggal, jam, pemeriksa
• Kalibrasi
• Kabel terpasang benar
KALIBRASI INTERNASIONAL:
1. Kecepatan kertas: 25 mm/dtk
2. Tegangan kertas: 10 mm/mV
SADAPAN EKG (ECG LEADS)
Untuk rekaman rutin, terdapat 12 sadapan standar:

I V1

Dada (Prekordial)
Bipolar II V2
Ekstremitas

III V3
Unipolar
aVR V4
Unipolar aVL V5
aVF V6
SADAPAN EKSTREMITAS
aVR aVL

aVF
Lead ekstremitas memotret jantung dengan ARAH VERTIKAL
SADAPAN DADA (PREKORDIAL)
Posisi Pemasangan Lead Dada:
V1 : ICS IV sternal kanan
V2 : ICS IV sternal kiri
V3 : antara V2 dan V4
V4 : ICS V midklavikular kiri
V5 : ICS V aksilaris anterior kiri
V6 : ICS V aksilaris media kiri

Lead dada
memotret
jantung
dengan
ARAH
HORIZONTAL
• SA Nodal (60-100 x/menit)
Terletak di muara vena kava
superior

• AV Nodal (40-60 x/menit)


Terletak di dekat katub trikuspidalis

• Serabut Purkinje (20-40 x/menit)


Terletak disepanjang area ventrikel
GAMBARAN EKG NORMAL
PRINSIP EKG STRIP
Perlu Diingat…!!!
Kecepatan kertas (kotak kecil horizontal)

1 KOTAK BESAR = 5 KOTAK KECIL 1 KOTAK KECIL = 0,04 DETIK


2 KOTAK BESAR = 10 KOTAK KECIL 2 KOTAK KECIL = 0,08 DETIK
3 KOTAK KECIL = 0,12 DETIK
3 KOTAK BESAR = 15 KOTAK KECIL 4 KOTAK KECIL = 0,16 DETIK
4 KOTAK BESAR = 20 KOTAK KECIL 5 KOTAK KECIL = 0,20 DETIK
5 KOTAK BESAR = 25 KOTAK KECIL 6 KOTAK KECIL = 0,24 DETIK
7 KOTAK KECIL = 0,28 DETIK
6 KOTAK BESAR = 30 KOTAK KECIL 8 KOTAK KECIL = 0,32 DETIK
7 KOTAK BESAR = 35 KOTAK KECIL 9 KOTAK KECIL = 0,36 DETIK
8 KOTAK BESAR = 40 KOTAK KECIL 10 KOTAK KECIL = 0,40 DETIK
11 KOTAK KECIL = 0,44 DETIK
9 KOTAK BESAR = 45 KOTAK KECIL 12 KOTAK KECIL = 0,48 DETIK
10 KOTAK BESAR = 50 KOTAK KECIL 13 KOTAK KECIL = 0,52 DETIK
30 KOTAK BESAR = 150 KOTAK KECIL 14 KOTAK KECIL = 0,56 DETIK
15 KOTAK KECIL = 0,60 DETIK
150 KOTAK KECIL = 6 DETIK
INTERPRETASI EKG STRIP
1. Tentukan Irama  Reguler/Ireguler
2. Tentukan HR/Frekuensi Nadi → Normal/Tidak
3. Tentukan Gelombang P → Normal/Tidak
4. Tentukan Interval PR → Normal/Tidak
5. Tentukan Dalam Gelombang Q → Normal/Tidak
6. Tentukan Kompleks QRS → Normal/Tidak
7. Tentukan Segmen ST  Isoelektris/Tidak
8. Tentukan Gelombang T  Normal/Tidak
9. Tentukan Kesimpulan/Kesan  Sinus/Tidak
1. MENENTUKAN IRAMA

R R R R

Teratur  reguler
Tidak teratur  ireguler
2. MENGHITUNG HEART RATE

𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏
HR = ∑ 𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲 𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃 𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂 𝑹𝑹
HR = ∑ 𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲𝑲 𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌 𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂 𝑹𝑹

Jika irama tidak teratur: 𝐇𝐇𝐇𝐇 = � 𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌 𝑸𝑸𝑸𝑸𝑸𝑸 𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅 𝟔𝟔 𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅𝒅 × 𝟏𝟏𝟏𝟏
3. MENENTUKAN GELOMBANG P

𝑷𝑷

NORMAL (Lebar ≤ 3KK, Tinggi ≤ 3KK)


Lebar :0,04 - 0,12 detik (≤ 3 KK dari awal P sampai akhir P)
Tinggi:0,1 - 0,3 mvolt (≤ 3 KK dari dasar P sampai puncak P)
Kepentingan: Mengetahui kelainan di Atrium
4. MENENTUKAN INTERVAL PR

𝑷𝑷

𝑸𝑸
NORMAL ≤ 5 Kotak Kecil (KK)
Lebar = 0,12 - 0,20 detik (< 5 KK dari awal P sampai awal Q)
Kepentingan : Kelainan sistem konduksi
5. MENENTUKAN GELOMBANG Q

Langkah-langkah:
1.Tentukan tinggi R dari 𝑹𝑹
dasar garis isoelektris 𝟏𝟏�
2.Tinggi R dibagi 3 𝟑𝟑
3.Tentukan dalam Q
dari dasar garis 𝟏𝟏�
𝟑𝟑
isoelektris
4.Dalam Q tidak boleh 𝟏𝟏�
𝟑𝟑
lebih dari 1/3 tinggi R

Normal ≤ 1/3 R 𝑸𝑸
Lebar: < 0.04 detik
Dalam: Q ≤ 1/3 Tinggi R
Kepentingan : Menunjukkan adanya nekrosis miokard, disebut
Q patologis
6. MENENTUKAN KOMPLEKS QRS

𝑸𝑸 𝒔𝒔
Normal ≤ 3 Kotak Kecil (KK)
Lebar : 0,06 - 0,12 detik (dari awal Q sampai akhir S)
7. MENENTUKAN SEGMEN ST

𝑻𝑻

𝒔𝒔
Normal: Isoelektris Kepentingan :
Segaris Isoelektris Elevasi : injuri/infark akut
(dari akhir S (titik J) sampai awal T) Depresi: Iskemia,efek digitalis
8. MENENTUKAN GELOMBANG T

T Tinggi

𝑻𝑻

T Inverted

Normal < 5 Kotak Kecil (KK) Kepentingan :


Tinggi < 1 mvolt di lead dada Mengetahui adanya
< 0,5 mvolt di lead ekstrimitas iskemia / infark dan
Minimal ada 0,1 mvolt Kelainan elektrolit
9. KESAN
IRAMA BERASAL DARI SA NODE
1. SINUS RITME (Frek. Nadi = 60 – 100 x/menit)
2. SINUS TAKIKARDIA (Frek. Nadi > 100 x/menit)
3. SINUS BRADIKARDIA (Frek. Nadi < 60 x/menit)
4. SINUS ARITMIA
5. SINUS AREST
6. SINUS BLOK

IRAMA BERASAL DARI AV NODE


1. JUNCTIONAL RITME
(Frek. Nadi = 40 – 60 x/menit)
2. JUNCTIONAL RITME AKSELERASI
(Frek. Nadi = 60 – 100 x/menit)

IRAMA BERASAL DARI SERABUT PURKINJE


1. IDIOVENTRIKULER RITME
(Frek. Nadi = 20 – 40 x/menit)
2. IDIOVENTRIKULER RITME AKSELERASI
(Frek. Nadi = 40 – 60 x/menit)
FOKUS KITA MENGUASAI…!!!
IRAMA SINUS  Impuls berasal dari SA Node

Kriteria irama sinus:


1. Gelombang P normal
2. Setiap 1 gelombang P diikuti 1
gelombang QRS (P : QRS = 1 : 1)
3. Interval PR < 0,20 detik
4. Gelombang QRS normal (0,06 - 0,12
detik)
Sinus Ritme

Sinus Bradikardia

Sinus Takikardia
Sinus Aritmia

Sinus Arrest

Sinus Blok
Junctional Ritme

Idioventrikuler Ritme
Sinus Ritme dengan Atrial Ekstrasistol

Atrial Flutter (AFl)

Atrial Fibrilasi (AF)


Sinus Ritme dengan Ventrikel Ekstrasistol (VES) Bigemini

Sinus Ritme dengan VES Trigemini

Sinus Ritme dengan VES Konsekutif

Sinus Ritme dengan VES Multifokal


Supra Ventricular Takikardia (SVT)

Ventrikel Takikardi Monomorfik

Ventrikel Takikardi Polimorfik


Ventrikel Fibrilasi (VF)

Asistole

Pulseless Electrical Activity (Irama Sinus tetapi nadi tidak ada)


DRUGS & DEFIBRILATIONS
TERAPI OBAT & LISTRIK
PADA HENTI JANTUNG

Disampaikan pada :

Pelatihan
Basic Trauma and Cardiac Life Support
Update 2022
INDIKATOR PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti materi ini:
peserta mampu memahami tindakan terapi obat
dan listrik pada henti jantung

INDIKATOR HASIL PEMBELAJARAN


Setelah menyelesaikan materi ini, peserta mampu:
1. Memahami tanda henti jantung
2. Memahami aritmia mengancam nyawa
3. Memahami algoritma penanganan henti jantung
4. Memahami pemberian terapi obat dan listrik pada henti
jantung
POKOK BAHASAN
• Tanda Henti Jantung
• Penatalaksanaan Henti Jantung
• Aritmia Lethal
• Algoritme Henti Jantung
• Prinsip Pemberian Defibrilasi
• Langkah-langkah Defibrilasi
• Obat-obatan pada Henti Jantung
TANDA HENTI JANTUNG
Tanda henti jantung:
1. Pernapasan tidak ada atau tidak normal
(gasping)
2. Nadi tidak teraba

Resusitasi Jantung Paru (RJP)


PENATALAKSANAAN HENTI JANTUNG

Resusitasi Jantung Paru (RJP)

1. RJP
2. Terapi obat
3. Terapi listrik
ARITMIA LETHAL

Irama shockable Irama non-shockable


• Ventrikel Fibrilasi ( VF ) • Asistole
• Ventrikel Takikardi • Pulseless Electrical
tanpa nadi [VT (-)] Activity (PEA)
VENTRICULAR FIBRILLATION (VF)

Frekuensi: 300-500 x/menit


Irama : Sangat Irreguler
QRS : Bentuk tidak teratur
Ventricular Tachycardia (VT)

Frekuensi: 100-250 bpm


Irama : Regular
QRS : Lebar (>0.12),
Bentuk tidak normal

Konfirmasi ada atau tidak adanya nadi

VT monomorfik kemungkinan dapat memburuk


menjadi VF atau unstable VT apabila menetap dan
tidak diobati.
ASYSTOLE

Pada monitor EKG tidak tampak aktivitas listrik


jantung dan tidak teraba denyut nadi pasien
PULSELESS ELECTRICAL ACTIVITY
(PEA)
Pada monitor EKG tampak adanya aktivitas listrik
jantung, tapi denyut nadi pasien tidak teraba
(kecuali VT,VF,Asistol)
ALGORITME
HENTI JANTUNG
DEWASA
(AHA, 2020)
PRINSIP PEMBERIAN DINI DEFIBRILASI
• Irama awal yang paling umum terjadi pada pasien
henti jantung adalah Ventricular Fibrillation (VF)
• VF  Hanya berupa getaran jantung dan tidak
memompa darah
• Terapi paling efektif untuk VF adalah Defibrilasi
• Semakin lambat terapi defibrilasi diberikan maka
kemungkinan keberhasilan defibrilasi juga akan
semakin menurun
• VF akan memburuk menjadi asistole jika tidak
tertangani
LANGKAH-LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock:
DISCHARGE • Koneksi Listrik
• Atur pilihan:
• Angkat paddle • 360 Joule (monofasik)
• Lanjutkan CPR atau 120-200 Joule (bifasik)
• Evaluasi monitor • unsynchronized
LANGKAH – LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock: DISCHARGE • Cabut dan angkat paddle
• Angkat paddle • Berikan jelly
• Ratakan jelly
• Lanjutkan CPR
• Evaluasi monitor
LANGKAH – LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock: DISCHARGE (Heames et al., 2001)
Paddle sternum (kanan) diletakkan pada sisi
• Angkat paddle kanan sternum di bawah klavikula

• Lanjutkan CPR Paddle apical (kiri) diletakkan pada garis


midaksilaris kiri setinggi elektroda V6 .
• Evaluasi monitor Posisi ini harus bebas dari jaringan
payudara (wanita)
LANGKAH – LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock: DISCHARGE
• Angkat paddle
• Lanjutkan CPR
Tekan tombol charge, dapat dilakukan di:
• Evaluasi monitor • Mesin defibrilator
• Paddle
LANGKAH – LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock:
DISCHARGE
• Angkat paddle
• Lanjutkan CPR Tekan tombol charge, dapat dilakukan di:
• Mesin defibrilator
• Evaluasi monitor • Paddle
LANGKAH – LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock: DISCHARGE
• Angkat paddle
• Lanjutkan CPR
• Evaluasi monitor
LANGKAH – LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock: DISCHARGE
• Angkat paddle
• Lanjutkan CPR
• Evaluasi monitor
LANGKAH – LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock: DISCHARGE
• Angkat paddle
• Lanjutkan CPR
• Evaluasi monitor
LANGKAH – LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock:
DISCHARGE
• Angkat paddle
• Lanjutkan CPR
• Evaluasi monitor
LANGKAH – LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock:
DISCHARGE
• Angkat paddle CPR langsung diterusan tanpa menunggu
irama apa yang muncul setelah defibrilasi.
• Lanjutkan CPR
• Evaluasi monitor CPR diteruskan hingga 2 menit, dilanjutkan
evaluasi monitor dan pemberian napas
buatan.
LANGKAH – LANGKAH DEFIBRILASI
• Siapkan defibrilator
• Siapkan paddle
• Tempel paddle
• Isi energi: CHARGE
• Stop CPR
• I’m clear, you’re clear,
everybody’s clear
• Lakukan shock:
DISCHARGE
• Angkat paddle
• Lanjutkan CPR
• Evaluasi monitor
TERAPI OBAT
1. ADRENALIN
• Indikasi : Henti jantung
• Dosis : 1 mg IV push (flush NaCl 0,9 % 20 cc) diulang
setiap 3 – 5 menit

2. AMIODARON
• Indikasi : Anti-aritmia yg mengancam jiwa
VF atau VT tanpa nadi setelah dilakukan DC shock
Dosis :
Dosis pertama 300 mg IV push (flush NaCl 0,9 % 20 cc)
Dosis kedua 150 mg IV push (flush NaCl 0,9 % 20 cc)
TERAPI OBAT (lanjutan...)

3. LIDOKAIN
• Indikasi : anti-aritmia, VF, VT tanpa nadi (jika
tidak tersedia amiodaron)
• Dosis: Dosis pertama 1 – 1.5 mg/KgBB
Dosis kedua 0.5 – 0.75 mg/KgBB
KESIMPULAN

HENTI JANTUNG (Cardiac Arrest)

• VF & VT tanpa nadi


(DRUG – SYOK – RJP)

• ASISTOL & PEA


(DRUG – RJP)
REFERENSI
American Heart Association. 2020. CPR Guidelines:
Advanced Cardiac Life Suport.
Heames R M, Sado D, Deakin C D. Do doctors position
defibrillation paddles correctly? Observational
study BMJ 2001; 322 :1393 doi:10.1136/bmj.322.72
99.1393
Disampaikan pada:
PELATIHAN BASIC TRAUMA CARDIAC LIFE SUPPORT(2022)
Pokok Bahasan
• Anatomi dan Fisiologi Jantung dan
Pembuluh darah
• Definisi syok
• Klasifikasi syok
• Tahapan syok
• Jenis syok
• Patofisiologi syok
• Asuhan keperawatan syok
• Derajat dan luas luka bakar
• Penatalaksanaan luka bakar
Anatomi dan Fisiologi jantung dan
Pembuh Darah
Mempunyai fungsi khusus sebagai sumber
tekanan yang tinggi dan membawa oksigen ke
jaringan yang membutuhkan .
Pada kapiler terjadi pertukaran O2 dan CO2
dimana pada sirkulasi sistemik O2 keluar dan CO2
masuk kekapiler,sedangkan pada sirkulasi paru
O2 masuk dan CO2 keluar dari kapiler.
Volume darah pada setip komponen sirkulasi
berbeda – beda. 84 % dri volume darah dalam
tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik,dimana 64
% pada vena,13 % pada arteri dan 7 % pada
arteriol dan kapiler.
Mekanisme Frank Starling
• Semakin besar otot jantung teregang
• Semakin besar kekuatan kontraksi
jantung
• Semakin besar jumlah darah yang
dipompa
Definisi
• Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang diakibatkan
ketidakmampuan sistem sirkulasi menyuplai
oksigen & nutrien ke jaringan, ditandai dengan
hipoksia dan ketidakadekuatan fungsi sel yang
menyebabkan kegagalan organ dan potensial kematian.
(Kleinpell dalam Garretson, 2007).

• Keadekuatan aliran darah ke jaringan membutuhkan TIGA


komponen :
- Pompa jantung yang adekuat
- Sistem sirkulasi yang efektif
- Volume darah adekuat
Klasifikasi Syok

Hipovolemik
Obstruktif

Distributif Kardiogenik
Sepsis
Neurogenik
Anafilaktik
Tahap Syok (the stages of shock)

Initial Compensatory Progressive Refractory

• Metabolisme aerob • Saraf simpatis • Imbalans elektrolit • Kerusakan ireversibel


menjadi anaerob menstimulasi : • Asidosis metabolik sel dan organ
• ↑ pelepasan • Asidosis respiratorik
• ↑ kadar asam laktat katekolamin • Edema perifer • Kematian
• Kontraktilitas • Takiaritmia ireguler
• Perubahan tanda klinis jantung • Hipotensi
blm tampak • Pucat
• Respons • Kulit dingin
neurohormonal: • Penurunan tingkat
vasokonstriksi & aliran kesadaran
darah prioritas ke organ
vital

• Pelepasan aldosteron:
↓ output urin (<30
menit)

• ↑ frekuensi jantung

• ↑ kadar glukosa
1. Syok Hipovolemik

• Akibat dari penurunan preload


• Etiologi:
- Hemoragik: trauma, perdarahan GI,
ruptur aneurisma
- Non-hemoragik / kehilangan cairan:
diare, muntah, luka bakar.
2. Syok Kardiogenik
• Akibat dari penurunan pompa jantung
• Etiologi:
- Disfungsi sistolik: infark miokard, kardiomiopati,
hipertensi pulmonal
- Disfungsi diastolik: hipertropi ventrikel, kardiomiopati
- Disritmia : bradiaritmia, takiaritmia
- Gangguan Struktur: stenosis atau regurgitasi,
ruptur septal
3. Syok Distributif

• Akibat dari dilatasi pembuluh darah besar-


besaran  penurunan systemic vascular
resistance (SVR)  penurunan preload
• Etiologi:
- Sepsis : Infeksi (pneumonia, peritonitis, prosedur invasif
- Neurogenik : cedera medula spinalis, anastesi spinal, depresi
pusat vasomotor
- Reaksi anafilaktik: reaksi hipersensitivitas (alergik)
Syok Sepsis : COVID-19
Pnemonia Coronavirus Disesase 2019 (COVID-19)
 Peradangan pada parenkim paru disebabkan
oleh severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2)(WHO, 2020).
• Gejala :
 Deman (≥ 38°C) atau riwayat deman.
 Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan.
 Pnemonia ringan sampai berat berdasarkan
klinis atau gambaran radiologis.
4. Syok Obstruktif

• Akibat dari restriksi pengisian diastolik


ventrikel kanan akibat kompresi/penekanan
pada jantung
• Etiologi:
- Tamponade jantung
- Tension pneumothorax
- Emboli paru
POIN PENTING
1. Kenali secara dini adanya syok
2. Identifikasi penyebab syok dan segera
sesuaikan terapi yang diberikan
Pengkajian
• Fokus pengkajian:
- Airway, Breathing, Circulation (ABC)
- Tanda/Gejala Syok:
Perifer ↓ nadi perifer, kulit dingin dan
lembap/basah, CRT > 2 detik, pucat,
sianosis
Renal output urine <0,5 mg/kg/jam, ↑ ureum, ↑
kreatinin, ↑ BJ urine
Serebral ansietas, pusing, agitasi, ↓ kesadaran
Kardiopulmonal ↓ TD, takikardia, disritmia, ↓ JVP, ↓ CVP,
takipnea, ↓ SpO2, gagal napas.
Gastrointestinal ↓ bunyi usus, ileus paralitik,
hiper/hipoglikemia
Hepatik ↑ enzim liver (ALT, AST) dan laktat
JENIS SYOK
Hipovolemik Distributif Kardiogenik Obstruktif
Meningkat
Dapat
(Normal pada
HR Meningkat syok meningkat Meningkat
neurogenik) atau menurun

JVP Menurun Menurun Meningkat Meningkat

TD Menurun Menurun Menurun Menurun

Hangat
Kulit Dingin (Dingin pd Dingin Dingin
syok berat)
CRT Lambat Lambat Lambat Lambat
Diagnosis Keperawatan pada Syok

• Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d. :


- Penurunan volume darah
- Penurunan kontraktilitas jantung
- Gangguan aliran darah sirkulasi
- Vasodilatasi yang luas

Diagnosa lain yang mungkin muncul:


• Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan
darah aktif, perpindahan cairan ke interstisial
• Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahn
preload; kontraktilitas; afterload; blokade simpatis
• Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
Intervensi Keperawatan
Penanganan Gawat Darurat di IGD
• Airway : menjamin jalan napas paten
• Beathing : memberikan oksigen  pertahankan
SaO2 > 95%
- Circulation :
• Hentikan perdarahan eksternal dgn penekanan langsung
• Pasang akses IV berukuran besar (No. 14 atau 16)
• Pemberian cairan hangat dengan tetesan cepat
• Dosis awal 1 - 2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg pada anak
Teknik Mengontrol Perdarahan

Sumber: ACEP 2014

Teknik penekanan langsung (direct pressure) untuk


menghentikan perdarahan
Kehilangan Darah Internal
Berdasarkan Fraktur

Tulang Kehilangan Darah (mL)


Iga 125
Radius atau ulna 250 - 500
Humerus 500 - 750
Tibia atau fibula 500 - 1000
Femur 1000 - 2000
Pelvis 1000 - masif
Sumber: McSwain & Frame (2003). PHTLS, Basic and advanced prehospital
trauma life support. 5th Ed. USA: Mosby.
Intervensi Keperawatan
Penanganan di IGD (Lanjutan...)

Pada pasien trauma, tidak hanya ABC tapi ABCDEFG


- Disability : Periksa tingkat kesadaran, respon pupil dan fungsi
sensorik & motorik
- Exposure : Periksa seluruh permukaan tubuh. Periksa DOTS :
• D - deformity (deformitas)
• O - open wounds (luka terbuka)
• T - tenderness (nyeri tekan)
• S - swelling (bengkak)
- Folley catheter : Kateter urine untuk penilaian produksi urine
- Gastric tube : NGT untuk dekompresi lambung  minimalkan
aspirasi
Intervensi Keperawatan (Lanjutan ...)

Penanganan Lanjut
• Pertahankan patensi airway
• Pertahankan oksigen sesuai kebutuhan pasien
• Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanik
(jika perlu), kebanyakan tidak perlu.
• Pertahankan kateter IV. Akses vena sentral jika
memungkinkan
• Beri cairan sesuai order (kristaloid, koloid,
produk darah)
• Beri posisi syok (modified Tredelenburg)
Pemberian Posisi Pada Syok
• Angkat kaki pasien lebih
tinggi dari jantung
(kurang lebih 30 cm)
untuk meningkatkan
aliran darah ke organ
vital
• Kontraindikasi pada
trauma servikal
Sumber: ACEP 2014
Intervensi Keperawatan (lanjutan ...)

• Monitor:
- Status kardiopulmonal : HR dan irama; RR; TD;
MAP; warna, suhu, kelembapan kulit, CRT, bunyi
paru.
- Status oksigensi: oksimetri nadi, AGD
- Status cairan: I & O; BB harian, jumlah & tipe
drainage (chest tube, nasogastrik, luka).
- Status neurologis: tingkat kesadaran
- Nilai serum serial: Ht, Hb, aPTT
• Beri dukungan psikososial
• Monitor perkembangan komplikasi
Intervensi Keperawatan (lanjutan ...)

Kolaborasi Penanganan Spesifik

• Syok Hipovolemik
- Hentikan kehilangan cairan
- Kembalikan volume sirkulasi
- Resusitasi cairan
Penanganan Spesifik (lanjutan ...)

• Syok Kardiogenik
- Perlu dinilai masalah utamanya: volume, pompa atau irama?
- Masalah volume : Beri cairan dan nilai kecukupan cairan
- Masalah pompa:
• Bila TDS > 100 mmHg  vasodilator (nitrogliserin)
• Bila TDS 70-100 mmHg tanpa disertai gejala/tanda syok 
inotropik (dobutamine)
• Bila TDS 70-100 mmHg disertai gejala/tanda syok  vasopressor
(dopamine)
• Bila TDS < 70 mmHg disertai gejala/tanda syok  vasopressor
kuat (norepinefrin)
- Masalah irama: disesuaikan takiaritmia atau bradiaritmia?
- Tatalaksana lanjutan setelah diatasi (pompa balon intra-aorta,
angiografi, intervensi kardiovaskuler perkutan, bedah).
Penanganan Spesifik (lanjutan ...)
• Syok Sepsis
- Resusitasi cairan dalam jumlah banyak : 6 - 10 L
kristaloid dan 2 - 4 L koloid pada 6 jam pertama untuk
mencapai taget CVP 8 - 12 mmHg.

- Setelah CVP tercapai 8 - 12 mmHg, namun :


• MAP < 60 mmHg  beri agen vasoaktif (dopamin).
• SaO2 < 70%  transfusi PRC untuk mencapai Ht 30%

- Mulai antibiotik spektrum luas dalam 1 jam pertama

- Kultur (darah, eksudat, urine, sputum) untuk


antibiotik spesifik
 Syok Sepsis: COVID-19
 Pada orang dewasa yang dicurigai infeksi/dikonfirmasi
Vasopressor diperlukan untuk menpertahankan mean
arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg dan kadar laktat ≥
2 mmol/L tanpa hipovolemi.
 Pada anak, syok sepsis ditandai hipotensi atau
terdapat 2-3 dari : Perubahan status mental; Takikardi
atau bradikardi (<90 atau >160 x/m pada bayi dan DJ
<70 atau >150 x/m pada anak); CRT >2 detik atau
denyut yang lemah; Takipnea; kulit berbintik atau
ruam petekie atau purpura; peningkatan laktat,
oliguria; hipertermia.
 Resusitasi Cairan : normal salin dan ringer laktat.
Pada pasien dewasa :
1. Isotonik kristaloid  30ml/kgBB dalam kurun waktu 3 jam
pertama (PDPI, 2020).
2. Kebutuahan cairan tambahan  250 – 1000 ml
berdasarkan respon klinis dan perbaikan perfusi.
Target perfusi : MAP (>65 mmHg, disesuaikan dengan
usia); output urine (> 0,5 ml/kgBB/jam); CRT; tingkat
kesadaran; laktat

Pada pasien anak :


1. Isotonik kristaloid  20 ml/KgBB bolus cepat dan
lanjutkan dengan 40-60 ml/kgBB dalam 1 jam pertama
(PDPI, 2020).
2. Kebutuhan cairan tambahan  10-20 ml/kgBB
berdasarkan respon klinis dan perbaikan perfusi.
Target perfusi : MAP (>65 mmHg, disesuaikan dengan
usia); output urine (1 ml/kgBB/jam); CRT, skin motting;
tingkat kesadaran; laktat.
Penanganan Spesifik (lanjutan ...)

• Syok Anafilaksis
- Epinephrine  vasokonstriksi perifer,
bronkhodilatasi dan menekan efek
histamine
- Diphenhydramine (Benadryl) 
memblok pelepasan histamin akibat
reaksi alergi
- Pertahankan keadekuatan airway:
• Bronkodilator dengan nebulizer lebih efektif
• Intubasi endotrakeal atau
krikotiroidotomi (jika perlu)
Krikotiroidotomi
Intubasi Endotracheal
Sumber:http://razimaulana.files.wordpress.com
Sumber:http://www.amicusvisualsolutio
/2012/11/surgical1.png
ns.com/obrasky/05001_09X.jpg
Penanganan Spesifik (lanjutan ...)

• Syok Neurogenik
- Stabilisasi spinal (misal cervical collar)
 mencegah bertambahnya kerusakan
spinal cord
- Vasopressor (phenilephrine) 
mempertahankan TD dan perfusi organ
- Atropine  mengatasi bradikardia
- Hati-hati pemberian cairan karena
hipotensi bukan akibat kehilangan
cairan
- Pantau hipotermia akibat disfungsi
hipotalamus
- Methylprednisolone  cegah
kerusakan sekunder spinal cord akibat
pelepasan mediator kimia
Penanganan Spesifik (lanjutan ...)

• Syok Obstruktif
- Kenali sedini mungkin agar
obstruksi dapat diatasi segera
- Atasi penyebab obstruksi:
• Cardiac tamponade  Pericardiosentesis
Sumber: http://img.webmd.boots.com
pericardiosentesis
• Tension pneumothorax  needle
decompression atau chest tube
insertion
• Emboli paru  terapi trombolitik
untuk mengembalikan sirkulasi paru
dan sisi kiri jantung

Needle decompression
Sumber:www.civiliandefenseforce.com
Kasus
• Seorang laki-laki berusia 24 tahun masuk IGD setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas. Tampak deformitas
pada femur dextra. Pemeriksaan fisik didapatkan
frekuensi nadi 124 x/menit, frekuensi napas 32 x/menit,
tekanan darah 90/65 mmHg, CRT >2 detik, produksi
urine 10 mL/jam ekstremitas pucat, gelisah dan
kesadaran menurun, BB 50 kg.

1. Berapa estimasi volume darah pasien?


2. Berapa perkiraan kehilangan darah yang dialami pasien?
3. Apa jenis cairan yang diberikan untuk resusitasi?
4. Berapa banyak cairan yang diberikan untuk resusitasi?
Resusitasi Cairan Berdasarkan Kelas Syok Hemoragik
KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV
Persentase
kehilangan darah <15% 15% - 30% 30% - 40% >40%
Kehilangan darah
< 750 750 - 1500 1500 - 2000 > 2000
(ml)*
Frekuensi nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun
Frekuensi napas 14 - 20 20 - 30 30 - 40 >35
Capillary Reffill Normal Lambat (>2 dtk) Lambat (>2 dtk) Tdk terdeteksi
Ekstremitas Normal Pucat Pucat Pucat & dingin
Produksi urin
>30 20 - 30 10 - 20 0 - 10
(ml/jam)
Gelisah, agresif, Gelisah, Ngantuk, bingung,
Status mental Sadar, haus
haus agresif, ngantuk tdk sadar
Kristaloid Kristaloid
Penggantian cairan Kristaloid Kristaloid
dan darah dan darah

*) Pada pasien dengan BB 70 kg


Resusitasi Cairan (Lanjutan...)

1. Tentukan Estimated Blood Volume (EBV)


EBV = 70 ml x BB (kg)
2. Tentukan KELAS SYOK berdasarkan
tanda/gejala (Lihat Tabel) untuk
mengetahui persentase kehilangan
darah
3. Tentukan Estimated Blood Loss (EBL)
EBL = Persentase x EBV
Cairan intravena untuk penanganan syok

Jenis Keterangan
Kristaloid Ringer lactate (RL) • Lebih Murah
Normal saline (NaCl) • Efek samping minimal
• Waktu paruh pendek
Koloid Gelofusine • Lebih mahal
Haemaccel • Efek samping lbh banyak
Dextran 70 • Waktu paruh 4-6 jam
Hetastarch
Plasma / albumin
Darah Whole blood
Packed red cell (PRC)
POIN PENTING
• Resusitasi cairan menggunakan prinsip 3:1 (3 ml
kristaloid untuk tiap 1 ml estimasi kehilangan
darah) TIDAK LAGI DISARANKAN karena berisiko
tinggi terjadi efek samping seperti edema paru
• Resusitasi cairan yang DISARANKAN adalah
pemberian kristaloid awal 1 liter (dewasa) dan 20
ml/KgBB untuk anak dengan BB < 40 Kg
• Selanjutnya pemberian cairan disesuaikan
dengan hasil respon pasien terhadap resusitasi
cairan: apakah perlu pemberian transfusi darah,
koloid, obat-obatan syok, dst

NICE 2016, ATLS 2018


Algoritme Resusitasi Cairan

Estimasi
kehilangan Penggantian cairan
darah

Diadaptasi dari NICE 2016


Evaluasi
• Kriteria Hasil:
Perfusi jaringan akan optimal, dengan kriteria:
- Kulit hangat, tidak pucat & turgor normal
- Capillary refill time (CRT) < 2 detik
- TD = ”lower than normal blood pressure”
(hypotensive resuscitation)*
- HR 60-100 x/mnt, kuat dan teratur
- Output urine 0.5 ml/KgBB/jam (dewasa)

(ATLS, 2018)

*) Jika TD pasien meningkat cepat sebelum penyebab perdarahan


teratasi secara definitive, maka perdarahan bisa lebih parah
LUKA BAKAR & RESUSITASI CAIRAN
Luka Bakar Derajat 1
• Kerusakan terbatas pada epidermis
• Kulit kering, hiperemik berupa eritema
• Tidak dijumpai bulae
• Nyeri
• Sembuh spontan
Luka Bakar Derajat 2
• Kerusakan meliputi
epidermis dan dermis
• Dijumpai bulae
• Nyeri
• Warna merah atau
merah muda
• Dibedakan menjadi
dangkal dan dalam
Luka Bakar Derajat 3
• Kerusakan meliputi
seluruh tebal dermis dan
lapisan lebih dalam
• Organ kulit rusak
• Warna pucat – putih
• Tidak nyeri
• Dijumpai eskar
(koagulasi protein)
• Proses penyembuhan
lama, dibutuhkan graft
Luka Bakar Derajat 3

Eskar melingkar di
dada menghalangi
gerakan ekspansi
rongga toraks
% LUAS LUKA BAKAR (% LLB)

(ATLS, 2018)
Pemberian Cairan dan Target
Umur dan Berat Badan Cairan* Output Urine
Dewasa dan anak 2 ml RL x KgBB x % LLB 0.5 ml/KgBB/jam
remaja
(≥ 14 tahun) 30 – 50 ml/jam
Anak-anak (< 14 tahun) 3 ml RL x KgBB x % LLB 1 ml/KgBB/jam
Bayi (BB ≤ 30 Kg) 3 ml RL x KgBB x % LLB 1 ml/KgBB/jam

Ditambah cairan yang


mengandung glukosa
(dosis pemeliharaan)

*) Cairan hanya diberikan pada pasien luka bakar derajat 2 dan 3


(ATLS, 2018)
Pemberian Cairan
Pemberian :
– 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan
– 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
– 8 jam III diberikan sisanya

Berdasarkan waktu mulai saat terjadi trauma.

(ATLS, 2018)
Contoh
– Pasien dewasa, BB pasien 50 Kg, luas luka
bakar 40 %, maka kebutuhan cairan pasien
adalah:
2 x 50 x 40 = 4.000 ml

– Cara pemberian:
8 jam I diberikan : 2.000 ml
8 jam II diberikan : 1.000 ml
8 jam III diberikan : 1.000 ml
Referensi
Cherkas, D. (2011). Traumatic hemorrhagic shock: Advances in fluid
Management. Emergency Medicine Practice, 13, 11, 1-20.
Garrtson, S & Malberti, S. (2007). Understanding hypovoleamic, cardiogenic
and septic shock. Nursing Standard, 50,21, 46-55.
Hand, H (2001). Shock. Nursing Standard, 15, 48, 45-52.
Jordan, K.S. (2000). Emergency Nursing Core Curriculum. USA:
Emergency Nurses Association.
Lewis, S. L., Heitkemper, M. M., & Dirksen, S. R., O’Brien, P. G., & Bucher,
L. (2007). Medical surgical nursing: Assesment and management of
clinical Problems. Vol. 2. 7th Ed. St.Louis: Mosby Elsevier.
McSwain & Frame (2003). PHTLS, Basic and advanced prehospital
trauma life support. 5th Ed. USA: Mosby.
National Institute for Health and Care Excellence (NICE). 2016.
Intravenous Fluid Therapy
American College of Emergency Physicians (ACEP). 2014. First Aid
Manual
Advanced Trauma Life Support (ATLS). 2018. ATLS Student Course
Manual 10th Edition.
KEGAWATDARURATAN
CEDERA KEPALA &
TULANG BELAKANG
Disampaikan pada :

Pelatihan
Basic Trauma and Cardiac Life Support
Update 2022
Pokok Bahasan
• Prevalensi cedera kepala dan tulang
belakang
• Klasifikasi cedera kepala dan tulang
belakang
• Pengkajian dan penatalaksanaan primer
cedera kepala dan tulang belakang
• Prinsip intervensi cedera kepala dan
tulang belakang
Kegawatdaruratan pada
CEDERA KEPALA
PREVALENSI
 Di Indonesia prevalensi cedera kepala
menempati posisi ketiga (11,9%) setelah
cedera pada anggota gerak bawah dan atas
 Provinsi dengan prevalensi cedera kepala
tertinggi yaitu provinsi Gorontalo (17,9%)
 Sebanyak 44,7% cedera terjadi di rumah dan
sekitarnya dan sebanyak 31.4% terjadi di
jalan raya
 Sebanyak 72,7% penyebab cedera akibat
KLL adalah mengendarai sepeda motor
(KEMKES, 2018)
KLASIFIKASI
 Berdasarkan Beratnya :
 Ringan GCS 13 – 15
 Sedang GCS 9 – 12
 Berat GCS 3 – 8
 Berdasarkan Morfologi :
 Fraktur Tengkorak
 Lesi Intrakranial

(ATLS, 2018)
PENGKAJIAN DAN
PENATALAKSANAAN PRIMER
1. APD dan keadaan umum dan tingkat kesadaran (AVPU)
A: Alert (sadar)
V: Verbal (berespon dg rangsang verbal)
P: Pain (berespon dg rangsang nyeri)
U: Unresponsive
2. AIRWAY + cervical-spinal control
Cek tanda trauma bagian atas klavikula, fraktur dasar
tengkorak
3. BREATHING + ventilation
Takipnea  kussmaul breathing (kompensasi utk
mencegah PTIK)
4. CIRCULATION + kontrol perdarahan
1. Cek kemungkinan tanda-tanda perdarahan
2. Cek perfusi perifer: CRT, nadi, akral
Pengkajian dan Penatalaksanaan Primer (Lanjutan ....)

5. DISABILITY :
• Kaji GCS
• Kaji respon pupil
• Kaji kekuatan otot

Adanya tanda-tanda lateralisasi otak


Pemeriksaan GCS
Pendekatan

Berbicara dengan suara normal

Berbicara dengan suara keras

Sentuhan lembut

(CCSO, 2018) Rangsang nyeri


Pemeriksaan GCS
• Spontan : 4
• Terhadap suara : 3
Respon Membuka
• Terhadap nyeri : 2
Mata
• Tidak ada respon : 1
Respon • Orientasi baik : 5
• Kacau/bingung : 4
Verbal
• Kata-kata tidak teratur : 3
• Mengerang : 2
• Tidak ada respon : 1
Respon Motorik
• Mengikuti perintah : 6
• Melokalisir nyeri : 5
• Fleksi normal (withdraws) : 4
• Fleksi abnormal (dekortikasi ) : 3
• Ekstensi abnormal (deserebrasi) : 2
• Tidak ada respon : 1

Trapezius twist Supraorbital pressure Jaw margin pressure


Pemeriksaan Respon Pupil

Ukuran

Reaksi Bentuk

(CCSO, 2018)
Pemeriksaan Respon Pupil
Ukuran Bentuk

Normal Tidak Normal

Reaksi
Pemeriksaan Kekuatan Otot

Langkah-Langkah:
1. Minta pasien mengangkat ekstremitas atas-
bawah, kanan-kiri secara bergantian
2. Jika tidak mampu (tidak sempurna) maka tidak
perlu mengkaji kekuatan otot menggunakan
tahanan
3. Jika mampu maka dapat menggunakan tahanan
untuk menentukan grading kekuatan otot

(CCSO, 2018)
Pemeriksaan Kekuatan Otot

Grade Deskripsi
5 Ekstremitas mampu melawan tahanan penuh
4 Ekstremitas mampu melawan tahanan sedang
3 Ekstremitas mampu melawan gravitasi (bergerak
vertikal)
2 Ekstremitas tidak mampu melawan gravitasi (bergerak
horizontal)
1 Ekstremitas/tonus otot kontraksi
0 Tidak ada pergerakan

(CCSO, 2018)
Pemeriksaan Kekuatan Otot (lanjutan…)

Contoh pemberian tahanan

(Slide player CCSO 2014)


Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial

1. Penurunan kesadaran
2. Gelisah
3. Muntah proyektil
4. Pernafasan meningkat/menurun
5. Cushing syndrome: melebarnya tekanan
nadi  tekanan sistolik meningkat – tekanan
diastolik menurun
6. Papil edema +
Tanda FRAKTUR DASAR TENGKORAK
PRINSIP INTERVENSI
 Fokus utama dalam penanganan cedera
kepala adalah mencegah cedera otak
sekunder
 Intervensi yang dilakukan bertujuan untuk:
1. Meningkatkan perfusi otak dan aliran
darah dengan menurunkan TIK
2. Menjaga volume intravaskular dan MAP
normal
3. Mengembalikan oksigenasi dan ventilasi
normal
(ATLS, 2018)
INTERVENSI
1. Managemen oksigenasi dan ventilasi, target:
• PaO2 ≥ 100 mmHg
• PaCO2 35 – 45 mmHg
• SaO2 ≥ 95%
2. Managemen cairan, target:
• TDS ≥ 100 mmHg (50 – 69 tahun)
• TDS ≥ 110 mmHg atau lebih (15 – 49
tahun atau 70 tahun ke atas)
3. Managemen pencegahan valsava manuver
4. Menjaga suhu tubuh 36 – 380C
(ATLS, 2018)
Managemen Cairan
Manitol 20%
• Dosis awal pada pasien dengan penurunan neurologi
akut adalah 1 g/KgBB bolus cepat (over 5 menit)
• Selanjutnya untuk mencegah peningkatan TIK
gunakan dosis 0,25 – 1 g/KgBB bolus setiap 4 – 6
jam (maksimal dosis 4 g/KgBB/hari)
• Pemberian manitol secara bolus intermiten lebih
efektif dibandingkan infus kontinue
• TDS < 90 mmHg harus dihindari
• Jaga osmolaritas < 320 mOsm

(Ainsworth, 2021; ATLS, 2018; BTF, 2016)


Managemen Cairan (Lanjutan ...)

Furosemid
Efek sinergis bila dikombinasikan dengan
manitol  penggunaannya harus
berhati-hati karena dapat menyebabkan
gangguan elektrolit berat

(Ainsworth, 2021)
Steroid
• Tidak disarankan lagi penggunaannya
untuk meningkatkan outcome atau
menurunkan TIK.
• Metilprednisolon kontraindikasi
untuk pasien cedera kepala berat
• Metilprednisolon dosis tinggi
berhubungan dengan peningkatan
angka kematian

(BTF, 2016)
Managemen Valsava Manuveur
• Hindari/atasi batuk, mengedan dan
penyedotan lendir pernafasan (suction)
berlebihan
• Penggunaan obat-obatan anti kejang pada
cedera kepala  kontroversial
• Penggunaan obat anti kejang pada
minggu pertama cedera kepala bersifat
opsional
• Sebagai profilaksis obat anti kejang tidak
direkomendasikan penggunaannya > 7
hari
(Ainsworth, 2021)
Kegawatdaruratan pada
CEDERA TULANG
BELAKANG
KLASIFIKASI
 Berdasarkan tipe :
 Complete
 Incomplete
 Berdasarkan tubuh
yang terdampak :
 Quadriplegia/
tetraplegia
 Paraplegia

https://liamdownes.weebly.com/liams-injury.html
PENGKAJIAN DAN
PENATALAKSANAAN PRIMER
1. APD dan keadaan umum dan tingkat kesadaran (AVPU)
A: Alert (sadar)
V: Verbal (berespon dg rangsang verbal)
P: Pain (berespon dg rangsang nyeri)
U: Unresponsive
2. AIRWAY + c-spine immobilisation
Pra RS dengan long spine board/short, cervical
collar, head stabilizer (long spine board hanya
untuk evakuasi/transportasi tidak untuk bedrest)
3. BREATHING + ventilation
Kesulitan bernapas (C3/4/5); 15l/menit (NRM)
4. CIRCULATION + kontrol syok
Jika hipotensi: cek apakah syok hemoragik atau
neurogenik
Pengkajian dan Penatalaksanaan Primer (Lanjutan ....)

5. DISABILITY :
• Kaji GCS/respon pupil
• Kaji adanya kesemutan, hilang sensasi,
kelemahan pada ekstremitas
• Kaji adanya priapism dan inkontinensia

Adanya kerusakan saraf spinal


PRINSIP INTERVENSI
 Fokus utama dalam penanganan cedera
tulang belakang adalah mencegah
kecacatan lanjut atau cedera spinal
sekunder
 Intervensi yang dilakukan meliputi:
1. Imobilisasi
2. Cairan intravena
3. Medikasi
4. Transfer
(ATLS, 2018)
Penatalaksanaan (Lanjutan ...)
• Immobilisasi
Log-rolled, cervical collar, head stabilizer
• Cairan intravena
Diberikan hanya untuk terapi pemeliharaan kecuali jika
ditemukan syok hemoragik. Pada syok neurogenic e.c. cedera
spinal untuk memperbaiki hemodinamik (TD dan nadi)
diberikan vasopresor
• Pemasangan Kateter dan NGT
• Medikasi
Tidak ada bukti cukup terkait perbaikan outcome pasien
dalam penggunaan steroid pada cedera tulang belakang
• Transfer
Ke RS yang memiliki fasilitas definitif, jika terjadi gangguan
jalan napas atau gagal napas pasang ETT  ventilator
(ATLS, 2018)
Referensi
• Advanced Trauma Life Support (ATLS). 2018. ATLS Student
Course Manual 10th Edition.
• Ainsworth, CR. 2021. Head Trauma Treatment and Management.
https://emedicine.medscape.com/article/433855-treatment
• Brain Trauma Foundation (BTF). 2016. Guideline for the
management of severe traumatic brain injury, fourth edition.
https://academic.oup.com/neurosurgery/article/80/1/6/2585042
• Critical Care Services Ontario (CCSO). 2018. Guideline for basic
adult neurological observation. https://criticalcareontario.ca/wp-
content/uploads/2020/10/BNO-Adult-Guidelines-Revised-FINAL-
20190507.pdf
• KEMKES. 2018. Hasil Utama RISKESDAS.
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/f
iles/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf
• https://liamdownes.weebly.com/liams-injury.html
KEGAWATDARURATAN
TRAUMA
MUSKULOSKELETAL

Disampaikan pada:
PELATIHAN BASIC TRAUMA AND CARDIAC LIFE SUPPORT Update 2022
Pokok Bahasan
 Penatalaksanaan Pasien dengan Trauma
Sistem Muskuloskeletal ;
 Pengertian
 Tanda dan gejala
 Pemeriksaan fisik
 Penatalaksanaan
 Monitoring
Sistem Muskuloskeletal

Terdiri dari:
• Tulang • Ligamen
• Otot • Sendi
• Tendon

Limb – threatening
proprofs.com
Klasifikasi Cedera
 Cedera muskular (jaringan lunak):
– Sprain
– Strain
 Cedera skeletal:
– Dislokasi
– Fraktur
– Amputasi
– Sindrom kompartemen
Klasifikasi Cedera
 Terbuka
– Terjadi kerusakan kulit dan disertai perdarahan
 Tertutup
– Tidak terjadi kerusakan kulit. Kemungkinan
terjadi perdarahan

Perhatikan cedera penyerta :


 Cedera saraf
 Cedera arteri
 Cerera vena
 Cedera jaringan lunak
Survey Primer
1. APD dan keadaan umum serta tingkat kesadaran (AVPU)
A: Alert (sadar penuh)
V: Verbal (berespon dg rangsang verbal)
P: Pain (berespon dg rangsang nyeri)
U: Unresponsive
2. AIRWAY + cervical control
Cek tanda trauma bagian atas tubuh
3. BREATHING + ventilation control
Cek suara napas
4. CIRCULATION + bleeding control/shock control
Cek perfusi perifer
Pengkajian dan Penatalaksanaan Primer (Lanjutan ....)

5. DISABILITY
– Cek kesadaran
– Cek tanda laterasi

6. EXPOSURE
– Buka pakaian pasien tapi cegah hipotermia
– Cek seluruh permukaan tubuh
– Periksa DOTS:
 D – deformity (deformitas)  B – bentuk
 O – open wounds (luka terbuka)  T – tumor
 T – tenderness (nyeri tekan)  L – luka
 S – swelling (bengkak)  S – sakit
Survey Sekunder
(dilakukan setelah pasien stabil)
1. Pemeriksaan fisik head to toe + finger in orifice :
Pemeriksaan fisik dari ujung kepala sampai kaki dan periksa semua lubang
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital ;
Tekanan Darah, Respirasi, Nadi, Suhu, Saturasi O2
3. Anamnesa ;
a. SAMPLE / KOMPAK b. AIUEO
 Sign/Symptomp  Alcohol
 Allergic
 Insulin
 Medication
 Past Illness  Uremia
 Last Meal  Epilepsi
 Even Leading  Over Dosis
4. Pemeriksaaan penunjang diagnostik :
Rontgen, CT-Scan, USG, Darah, Urine, dll.
5. Persiapan rujuk
Pasien Stabil, Infermed Consent, Petuigas, Ambulans, RS Rujukan
Luka

Rusaknya
Jenis Luka

Contusion Wound Abrated Wound

Punctured Wound Lacerated Wound

Penetrated Wound Thermal Wound


Sumber perdarahan

Arteri Vena
• Keluar memancar • Keluar mengalir
• Warna merah segar • Warna merah tua
• Kaya O2, berbuih • Kaya CO2, tidak berbuih

Kapiler
• Keluar merembes
Luka Terbuka
Perlu diperhatikan pada Luka terbuka

1. Buka pakaian hingga seluruh luka terlihat.


2. Kontrol perdarahan dengan penekanan langsung dan
peninggian
3. Cegah kontaminasi, jaga luka sebersih mungkin
4. Balut luka dengan kasa steril dan balut
5. Periksa nadi distal setelah pembalutan.
Mengontrol Perdarahan

1 2

3 4
Penanganan perdarahan
“4 T “ :
 Tutup
 Tekan
 Tinggikan
 Titik tekan

Direct pressure Elevated Point pressure


Luka Tusuk dengan Benda
Tertancap
Penatalaksanaan :
a. Amankan benda tertancap untuk cegah pergerakan
b. Buka pakaian sekitar luka
c. Kontrol perdarahan, stabilisasi/balut tekan sekitar luka
tusuk.
d. Gunakan balut besar untuk stabilkan benda
e. Jangan cabut benda yang tertancap
f. Jangan ganti balutan yang rembes, tambah
Perawatan Luka
 Teknik showering (irigasi)
– Gunakan Cairan normal saline / NaCl 0,9%
 Tidak tosik terhadap jaringan
 Tidak menghambat proses penyembuhan
 Tidak menyebabkan alergi

 Teknik debridement
Membantu penyembuhan luka  menghilangkan
jaringan nekrotik
– Teknik yang digunakan surgical debridement
Dislokasi
Keluarnya pangkal tulang dari permukaan artikular

 Sangat nyeri
 Bila terjadi pada sendi besar dpt menjadi darurat 
jepitan neurovaskuler dpt menyebabkan amputasi
penting untuk menilai PMS

Tanda dan Gejala Dislokasi


a. Asimetris dari sendi
b. Nyeri
c. Bengkak
d. Kehilangan fungsi
Cedera Jaringan Lunak Tertutup, Dislokasi (Lanjutan...)

Sumber: Walt Alan Stoy dkk, EMT-Basic Textbook, 2nd ed, Mosby, 2005
Cedera Jaringan Lunak Tertutup, Dislokasi (Lanjutan...)

Tindakan :
 Reposisi secara tertutup atau secara terbuka dengan
kontrol anastesi
 Imobilisasi dengan pading (bantalan lunak) dan fiksasi
ekstremitas pada posisi yang nyaman
 Kolaborasi untuk terapi analgetik
Fraktur

Definisi
Terputusnya Kontinuitas

Jenis Fraktur
a. FrakturTertutup
b. Fraktur Terbuka
Tipe Fraktur
Tanda dan Gejala Fraktur
a. Nyeri dan kemerahan.
b. Pembengkakan.
c. Deformitas  perubahan posisi.
d. Krepitasi.
e. Keterbatasan gerak sendi.
f. Bone exposed pada fraktur terbuka
Perlu diperhatikan pada fraktur:
1. Mekanisme terjadinya cedera
2. Cedera lain : kepala, servikal, spine, thorak, abdomen,
ektremitas atas dan bawah.
3. Ketidakstabilan dan krepitasi pada pelvis  hati-hati
4. Periksa ada tidaknya nyeri pada semua sendi
5. Periksa dan catat PMS (pulse, motoric, sensoric)
6. Kolaborasi dokter
Penatalaksanaan

 Penanganan yang baik dan benar akan mengurangi


nyeri, kecacatan, dan menghindari komplikasi
 Antisipasi syok perdarahan gunakan balut tekan
terutama pada fraktur tulang panjang mis ; femur, rawat
luka, cegah infeksi dan tetanus
 Reduksi dilakukan dengan segera dengan cara traksi
(menarik) dan gentle, bila ada tahanan jangan dipaksa,
 Lakukan pembidaian pada posisi yang nyaman menurut
pasien
 Selalu catat PMS sebelum dan sesudah pembidaian
Pengelolaan (Lanjutan....)
Pembidaian
 Pengertian
Memasang alat untuk mempertahankan kedudukan tulang

 Indikasi
 Patah tulang terbuka / tertutup

 Tujuan
 Mencegah pergerakan tulang yang patah
 Mengurangi nyeri
 Mengurangi perdarahan
 Mencegah cedera lebih lanjut
 Mengistirahatkan daerah patah tulang
 Jenis dan Teknik Pembidaian
 Bidai kaku (rigit splint) : cardboard, plastik kaku, metal,
kayu, atau vacum splint
 Bidai lunak (soft splint) : air splint, bantal sling
 Sling dan bebat (sling and swathe) : anggota tubuh diikat
dan digantung ke anggota tubuh
 Bidai tarik (traction splint) : alat khusus untuk fraktur femur,
dipakai untauk membidai sekaligus menarik (traksi) pada
kaki
 Bidai anatomi (anatomy splint) : menggunakan LSB pada
multi fraktur
 Bidai tubuh (body splint) : menggunakan sisi tubuh yang
sehat sebagai media pembidaian terutama saat tidak ada
alat.
Pembidaian (Lanjutan....)
 Prinsip Pembidaian
 Pastikan ABC aman
 Kontrol perdarahan pada fraktur terbuka
 Pada pasien sadar : informasikan adanya nyeri
 Buka pakaian daerah yg akan dibidai
 Ukur pada sisi yang sehat  melewati minimal dua
sendi pada posisi fraktur di tengah tulang, melewati dua
tulang pada posisi fraktur di area persendian
 Jika memakai pengikat, simpul harus sebelah luar
 Periksa dan catat PMS (pulse, motoric, sensoric)
sebelum dan sesudah pembidaian
Prinsip Pembidaian (Lanjutan....)

 Jika terdapat angulasi yang besar dan pulsasi hilang


lakukan traksi secara gentle.
 Luka terbuka ditutup dengan kasa steril
 Berikan bantalan yang lunak
 Bila ragu-ragu apakah ada fraktur/tidak sebaiknya lakukan
bidai untuk pencegahan
Vacuum Splints (kiri) dan Air Splints (kanan)
Gambar: Lengan yang cedera Gambar: Sling dan swathe sering
diimobilisasi dengan Air Splint digunakan untuk membalut
cedera bahu untuk mencegah
pergerakan lengan dan bahu
Gambar: Bidai Tarik (Traction Splint)
Amputasi
 Amputasi area proksimal akan mengancam jiwa akibat
perdarahan
 Umumnya perdarahan akan berhenti balut tekan pada
ujung stump (puntung)
 Usahakan untuk menemukan bagian amputee dan bawa
serta ke rumah sakit, bagian ini bila mungkin disambung
kembali atau menjadi bagian untuk graft
 Reimplantasi dapat dilakukan pada kondisi luka tertentu
dan fasilitas tertentu
 Cara membawa amputee : masukan bagian amputee ke
dalam kantong plastic, bersih, kering dan kedap air
kemudian masukan dalam tempat yang lebih besar yang
diisi es batu dan air, beri label identitas
Tourniquet
 Sebagai alternatif terakhir untuk mengontrol
perdarahan ketika semua cara gagal
 Karena tourniquet dapat menghentikan seluruh aliran darah
pada anggota gerak,
 Gunakan tourniquet hanya pada ujung distal dari anggota
gerak yang sudah hancur atau sudah teramputasi
(terpotong).
 Selalu coba dulu dengan tekanan langsung
 Dilakukan pada perdarahan masif tidak terkontrol
atau amputasi traumatik
Tourniquet
 Dapat menyebabkan kerusakan yang menetap pada
saraf, otot dan pembuluh darah serta dapat berakibat
hilangnya fungsi dari anggota gerak tersebut.
 Disarankan menggunakan pneumatic tourniquet dengan
tekanan as high as 250 mmHg (ekstremitas atas) dan
400 mmHg (ekstremitas bawah)
(ATLS, 2018)
Tourniquet (lanjutan ...)
Cara Pemasangan Torniquet
a. Pilih perban selebar 4 inci dan
buatlah 6–8 lapis.
b. Lilitkan di sekeliling anggota gerak,
di proksimal luka.
c. Talikan simpul pada perban
d. Tempatkan sebuah batang
kecil/pensil diatasnya talikan
batang pensil pada perban
e. Putar batang pensil/kayu sampai
perdarahan berhenti kemudian
kunci batang pada posisinya.
f. Catat waktu pemasangan
g. Longgarkan setiap 10 menit untuk
sirkulasi
Cedera Jaringan Lunak Tertutup
A. Sprain
Cedera ligamen akibat tarikan dan
peregangan berlebihan.

Tanda dan gejala :


a. Tidak berfungsinya bagian tubuh fairview.org

b. Pembengkakan, nyeri
c. Keterbatasan gerak dalam 2-3 jam
d. Rongent  untuk mengetahui kemungkinan fraktur
Cedera Jaringan Lunak Tertutup, Sprain (Lanjutan...)

Tindakan :
 Tindakan awal dengan RICE ;
– Rest : Istirahatkan bagian yang cedera
– Ice : Kompres es
– Compression : Bebat dengan verban elastis.
– Elevation : Tinggikan bagian yang cedera

 Kolaborasi dalam pemberian analgetik

(ACEP, 2014)
Cedera Jaringan Lunak Tertutup (Lanjutan...)

B. Strain
Pereganganan pada otot dan
tendon yang berlebihan.

Tanda dan gejala :


a. Nyeri yang sangat berat
b. Pembengkakan
c. Ekimosis sesudah beberapa
hari
Cedera Jaringan Lunak Tertutup, Strain (Lanjutan...)

Tindakan :

 Tindakan awal dengan RICE


 Pembedahan  jika ruptur jaringan
 Penyembuhan: 4-6 minggu  aktifitas ringan
Cedera Jaringan Lunak Tertutup (Lanjutan...)

Perlu diperhatikan pada luka tertutup

1. Proteksi diri
2. Memar besar berikan kompres dingin
3. Perubahan warna kulit luas  perdarahan luas
4. Memar sekepalan tangan  hilang darah 10 %
5. Memar besar di kepala, dada dan perut  perdarahan
di dalam.
6. Memar di atas anggota gerak  kemungkinan fraktur
Sindroma Kompartemen
 Ekstremitas bersisi jaringan otot dan
neurovaskuler dalam rongga yang
tertutup, dibatasi oleh suatu
membran yang yang kuat dan
kurang elastis

 Cedera pada daerah ini dapat


menimbulkan perdarahan dalam
rongga tertutup, sehingga tekanan
meningkat, menyebabkan (ATLS, 2018)
penekanan pada pembuluh darah
dan saraf
Kompartemen sindroma (lanjutan...)
 Bila berlangsung > 6 jam dapat menimbulkan kematian
pada bagian distal
 Gejala 5 P (pain, pallor, pulseless, paresthesia, paralisis)
 Gejala awal pain dan paresthesia
 Jika menemukan gejala ini segera laporkan untuk
tindakan fasciotomy

(ATLS, 2018)
Referensi
American College of Surgeon, Advanced Trauma Life Support (ATLS).
2018. ATLS Student Course Manual 10th Edition, USA
Amerian College of Emergency Physicians (ACEP) 2014. First Aid
Manual 5th Edition, USA
Campbell John E. et all,, International Trauma life Support (ITLS) 2018,
Amerian College of Emergency Physicians (ACEP), Alabama
National Association of Emergency Medical Technician, Pre Hospital
Trauma Life Supporrt (PHTLS) 2016, American College of Surgeon,
USA
Materi 12

INITIAL ASSESSMENT
PENGKAJIAN DAN PENANGANAN AWAL PASIEN TRAUMA

Update 2021
PENGERTIAN

INITIAL ASSESSMENT

menilai hal-hal yang


mengancam nyawa
penderita dan
bagaimana
menanganinya dengan
cepat dan benar
PRINSIP

Kenali terlebih dahulu keadaan yang


mengancam nyawa

Terdiri dari :
1. Primary Survey (Survei Primer)
2. Secondary Survey (Survei Sekunder)

Terapi Definitif
Sebelum Kontak dengan Pasien
1. Alat Pelindung Diri (APD)
Pertimbangan pada pasien
trauma dengan curiga/
terkonfirmasi COVID-19

2. Identifikasi keadaan umum


Cek Respon AVPU :
Alert, Verbal, Pain, Unresponsive
SURVEI PRIMER

A. Airway (+ Cervical Spine Control)


B. Breathing (+ Ventilation )
C. Circulation (+ Kontrol Perdarahan)
D. Disability (Kesadaran, Lateralisasi)
E. Exposure
AIRWAY
Periksa kemungkinan cedera servikal:
 Jejas: leher, wajah, klavikula?
 Cedera kepala?
 Multiple trauma?

Bila curiga fraktur servikal


• Fiksasi kepala secara manual
• Pasang Cervical Collar
AIRWAY
 Periksa kepatenan jalan napas
 Head Tilt-Chin Lift / Jaw Thrust
 Look, Listen and Feel
- Melihat pengembangan dada
- Mendengar suara napas
- Merasakan hembusan napas

Snoring
• Head tilt -
Gurgling chin lift
Stridor • Miringkan • Jaw Trust
• Magyl /logroll • OPA
forcep • Suction • NPA
TINDAKAN PADA GANGGUAN AIRWAY

Head Tilt - Chin Lift Jaw Thrust

Logroll Finger sweep


AIRWAY (Lanjutan)
TINDAKAN PADA GANGGUAN AIRWAY

NPA
OPA
AIRWAY (Lanjutan)
TINDAKAN PADA GANGGUAN AIRWAY

OPA NPA
BREATHING

Pemeriksaan
• Inspeksi  Ekspansi dada simetris?
• Palpasi  Kelainan dinding dada
• Perkusi  Udara/ darah?
• Auskultasi  Vesikuler ?
BREATHING (Lanjutan)

5 gangguan Breathing yang


mengancam nyawa :
1. Open Pneumothorax
2. Tension Pneumothorax
3. Masif Hematothorax
4. Flail Chest
5. Tamponade Jantung Pneumothorax

Flail Chest
Hemothorax
BREATHING (Lanjutan)

Tindakan pada gangguan breathing


1. Open Pneumothorax  Kasa 3 sisi
2. Tension Pneumothorax  Needle Thorakosentesis
3. Masif Hematothorax  Thorakotomi Cito
4. Flail Chest  Analgetik
5. Tamponade Jantung  Pericardiosintesis
Kassa Tiga Sisi Needle thoracosentesis
CIRCULATION
Pemeriksaan
• Identifikasi sumber perdarahan ekternal
• Kaji nadi: kecepatan, kualitas dan keteraturan
• Nilai akral: hangat atau dingin
• Ukur tekanan darah (bila cukup waktu)

AKRAL DINGIN + NADI CEPAT & LEMAH

SYOK
CIRCULATION (Lanjutan)

Tindakan
• Pasang IV line 2 jalur dengan RL yang
sudah dihangatkan
• Tinggikan ekstrimitas bawah (posisi syok)

• Kalau tidak ada respon cari sumber


perdarahan dan hentikan
CIRCULATION (Lanjutan)

Teknik penekanan langsung (direct pressure) untuk menghentikan


perdarahan
CIRCULATION (Lanjutan)

Posisi Modified Tredelenburg


DISABILITY

• Tentukan tingkat kesadaran dengan GCS


Hati-hati bila GCS turun 2 atau lebih

• Tanda lateralisasi
- Pupil ( isokor )
- Tanda lateralisasi lainnya
EXPOSURE

– Buka pakaian pasien tapi cegah hipotermia


– Periksa seluruh permukaan tubuh
Periksa DOTS :
• D – deformity (deformitas)
• O - open wounds (luka terbuka)
• T - tenderness (nyeri tekan)
• S – swelling (bengkak)
Tambahan Survei Primer
F = Folley catheter
Kateter urine untuk penilaian produksi urine

G = Gastric tube
NGT untuk dekompresi lambung  minimalkan
aspirasi

H = Heart Monitor
Monitor EKG  untuk mengetahui adanya
gangguan irama jantung
SECONDARY SURVEY (Lanjutan)

• Setelah survei primer selesai


• Pemeriksaan kepala sampai kaki (HEAD TO TOE
EXAMINATION )
• Pemeriksaan tanda vital
• Periksa tiap lubang tubuh (finger in orifice)
SECONDARY SURVEY (Lanjutan)
Tidak lupa ditanyakan riwayat :

I . KOMPAK : II. AIUEO :


• K = Keluhan • A = alkohol
• O = Obat • I = Insulin
• M = Makanan
• U = Uremia
• P = Penyakit
• A = Alergi
• E = Epilepsi
• K = Kejadian • O = Over dosis
SECONDARY SURVEY (Lanjutan)

FOTO RONTGEN
1. Servikal (Lateral)
2. Toraks (AP)
3. Pelvis ( AP)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan creatine kinase, elektrolit, dan
serum serta pemeriksaan urine.
X – RAY ( FOTO RUTIN )
1. Servikal (Lateral )
2. Toraks (AP)
3. Pelvis (AP)

“Hanya bila stabil “


TAHAPAN-TAHAPAN

PERSIAPAN
Pra RS & RS

PRIMARY SURVEY
APD & Cek Respon  AVPU
AIRWAY and Cervical Spine Control
BREATHING & Ventilation Control
CIRCULATION & Bleeding Control SECONDARY SURVEY
DISABILITY  GCS Head to Toe Examination
EKSPOSURE Px Tanda Vital
FOLLEY CATH Finger in Orificiae
GASTRIC TUBE R/ KOMPAK – AIUEO
HEART MONITOR Ro Foto
Lab
Terima Kasih
KEGAWATDARURATAN

TRAUMA DADA
Disampaikan pada:

PELATIHAN
BASIC TRAUMA AND CARDIAC LIFE SUPPORT
PENDAHULUAN
• Trauma dada menyebabkan hampir 25 % dari
semua kematian yang berhubungan dengan trauma
• Sering terjadi akibat trauma tumpul dan tembus
dada
• Sering terjadi juga akibat efek mekanisme cedera
dari tabrakan mobil dan terjatuh dari sepeda motor

AKIBAT:
• Fraktur kosta (iga)
• Flail chest
• Hemothoraks
• Tension Pneumothoraks
TRAUMA DINDING DADA
(FRAKTUR KOSTA)

Robekan
Fraktur parenkim
Kostovertebral paru

Flail chest

fraktur
kostokondral Fraktur
sternum

Fraktur
kondrosternal
FLAIL CHEST
Tanda/Gejala:
• Sesak napas

• Pernapasan
paradoksal
• Napas cepat disertai
nyeri, pneumotoraks,
hematotoraks dan
kontusio paru.

Terjadi fraktur multipel segmental yang menyebabkan terdapat bagian


yang terlepas
PENANGANAN AWAL
FLAIL CHEST
• Berikan analgesik
• Berikan oksigen untuk menjaga pO2 80-100
mmHg
• Berikan bebat dada menggunakan handuk
gulung untuk meningkatkan tidal volume
pasien
• Persiapkan pasien untuk rawat inap atau
merujuk ke RS rujukan jika memerlukan
operasi untuk fikasasi internal segmen
HEMATO-TORAKS

Diagnosis: • Pembedahan harus segera


• Pada perkusi dullness dilakukan pada perdarahan drain
• Gambaran X ray paru kolaps >1000 ml (initial) dan terus
• Nyeri saat inspirasi bertambah > 100 ml/jam
• Penurunan suara napas (hipovolemia) dan suara napas
hilang.
Penanganan: • Dengan torakotomi akan ditemukan
• Perlu dekompresi, drainase dan sumber perdarahan dan
resusitasi cairan memperbaiki pengembangan paru
TENSION PNEUMOTHORAKS
Tension Pneumothorax ditandai dengan :
• Vena jugularis meningkat,
• Sesak napas,
• Trachea terdorong,
• Bunyi napas menurun/tidak ada

Jarum besar di ICS 2


Mid – Klavikular WSD
TENSION
PNEUMOTHORAKS
NEEDLE THORACHOSENTESIS
OPEN PNEUMOTORAKS
(SUCKING WOUND)

Terjadi hubungan langsung antara lingkungan luar


dan ruang intrapleura.
Paru akan kolaps dan terjadi pendorongan
mediastinum ke sisi berlawanan, menyebabkan
tekanan tinggi (tension-pneumothorax)
Diagnosis:
OPEN PNEUMOTORAKS
Riwayat trauma dada dengan
penetrasi, nyeri, sesak napas, (Lanjutan...)
terlihat jejas, tidak terdengar
suara napas pada auskultasi,
ditemukan hipersonor pada
perkusi

Penanganan Awal:
• Tutup luka pada 3 sisi
• Siapkan pemasangan pipa
dada (chest tube)
KEGAWATDARURATAN

TRAUMA ABDOMEN
Trauma Abdomen

Trauma abdomen adalah trauma yang


terjadi pada daerah abdomen yang
meliputi daerah retroperitoneal, pelvis
dan organ peritroneal.
Mekanisme Trauma
• Langsung
– Pasien terkena langsung oleh benda atau perantara benda yang
mengakibatkan cedera misalnya tertabrak mobil dan terjatuh dari
ketinggian

• Tidak langsung
– Pengendara mobil terbentur dengan dash board mobil ketika
mobil mengalami tabrakan
Jenis Trauma Abdomen
a. Trauma Tajam
Penyebab
• Luka tusuk atau luka tembak (kecepatan rendah) 
laserasi  kerusakan jaringan
• Luka tembak kecepatan tinggi  kerusakan organ
viscera
• Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus
halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%).
• Luka tembak tersering mengenai usus halus (50%),
colon (40%), hepar (30%), dan pembuluh darah
abdominal (25%).
Tampak Luar Tampak Dalam

Gambar : Luka tusuk karena stang sepeda di quadran kanan atas


Sumber: Walt Alan Stoy dkk, EMT-Basic Textbook, 2nd ed, Mosby, 2005
Jenis Trauma Abdomen (Lanjutan...)

b. Trauma Tumpul
Trauma di daerah abdomen yang tidak
menyebabkan perlukaan kulit /jaringan tetapi
dapat menyebabkan perdarahan akibat trauma

Organ berisiko cedera :


* Hepar 40 - 55 %
* Limpa 35 – 45 %
Gambar : Trauma tumpul di daerah abdomen

Sumber: Walt Alan Stoy dkk, EMT-Basic Textbook, 2nd ed, Mosby, 2005
Tanda dan Gejala Trauma
• Pecahnya organ solid (tdk berongga)
• Hepar atau lien yang pecah  perdarahan
• Penderita tampak pucat
• Perdarahan  gejala syok hemoragik
• Nyeri abdomen (ringan  berat)
• Auskultasi bising usus  menurun
• Nyeri tekan, terkadang nyeri lepas dan defans muskular
(kekakuan otot)
Tanda dan Gejala (Lanjutan ....)

• Pecahnya organ berlumen (berongga)


• Pecahnya gaster, usus halus atau kolon 
peritonitis.
• Keluhan nyeri seluruh abdomen.
• Bising usus menurun.
• Palpasi ada defans muskular, nyeri tekan dan
nyeri lepas. Pada perkusi didapati nyeri
PENATALAKSANAAN: Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Umumnya pasien diperiksa tanpa pakaian
• Periksa adanya ekskoriasi atau memar (ekimosis)
• Ekimosis umbilikal  perdarahan peritonial.

• Ekimosis panggul  perdarahan organ retroperitoneal

• Ekimosis perineum, scrotum atau labia  fraktur pelvis

• Periksa adanya laserasi, liang tusukan, benda asing


yang menancap atau bagian usus yang keluar
• Harus dilakukan log-roll agar pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan Fisik (Lanjutan...)
2. Auskultasi
• Dengarkan bising usus di semua kuadran
• Apabila bising usus menurun atau hilang 
kemungkinan perdarahan/perforasi pada organ
abdomen

3. Perkusi

Dengan perkusi dapat diketahui :


• Nada timpani akibat dilatasi lambung akut di kuadran
kiri atas
• Bunyi redup  hemoperitoneum
Pemeriksaan Fisik (Lanjutan...)

4. Palpasi
• Nyeri pada kuadran kiri atas menyebar ke arah bahu
 trauma limpa / diafragma.
• Nyeri abdomen berat, tegang dan spasme otot
(defans muskular)  indikasi proses inflamasi
(peritonitis).
• Nyeri lepas (nyeri yg terjadi setelah tangan yg
menekan dilepas)  peritonitis (terjadi akibat
kontaminasi isi usus)
• Tekan dengan hati-hati ada tidak krepitasi pada
pelvis.
Prinsip Penatalaksanaan
• Pasang IV line 2 jalur dengan cairan kristaloid
• Pasang kateter bila tidak ada kontra indikasi dan
monitoring intake dan out put
• Observasi tanda-tanda vital tiap jam
• Bila fraktur pelvis  Fiksasi
• Bila terdapat benda asing tertancap
• Jangan dicabut tapi pasang bantalan kasa yang cukup
tebal selanjutnya pasien disiapkan untuk operasi
mencegah perdarahan hebat
• Bila usus keluar
• Jangan dimasukkan tp tutup kasa steril yang dibasahi
NaCl 0,9% atau aluminium foil  pertahankan kelembaban
• Kolaborasi persiapan operasi bila syok berulang
Prinsip penatalaksanaan (Lanjutan ...)

– Perawatan dengan tehnik septik dan antiseptik


– Pasang nasogastric tube (NGT) untuk dekompresi
– Observasi tanda-tanda inflamasi peritoneum (peritonitis)
 Laporkan dan kolaborasi dengan tim medis
– Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap
– Kolaborasi tim medis untuk pemberian antibiotik.
Disampaikan pada:
PELATIHAN BASIC TRAUMA AND CARDIAC LIFE SUPPORT 2022
POKOK BAHASAN
 Pengertian Mekanik Tubuh.
 Indikasi Ekstrikasi dan Transportasi.
 Teknik Pemindahan dan Pengangkatan Pasien :
 Pemindahan darurat
 Pemindahan non darurat
 Teknik Melepaskan Helmet pada Pasien Trauma
 Evakuasi Pasien
 Ekstrikasi (manual dan alat)
 Evakuasi (dengan alat dan transportrasi)
 Transportasi Pasien dengan benar
MEKANIK TUBUH

Potensi seluruh kemampuan tubuh sebagai alat untuk


mengangkat, memindahkan dan mencegah cedera
PRINSIP DASAR MENCEGAH CIDERA

Rencanakan gerakan
Gunakanlah paha, bukan punggung

Berat benda sedekat mungkin pada tubuh

“Susunan” (stack) – satukan gerak tubuh


dalam satu kesatuan gerak
Kurangi jarak atau ketinggian, bila
memindahkan sebuah benda
Gunakan prinsip-prinsip tersebut untuk memindahkan,
menarik, menekan, membawa atau menggapai suatu benda

Kuncinya Adalah
Garis Lurus dari Tulang Belakang
Cara Mengangkat yang Benar

Cara mengangkat degan satu kaki maju ke depan


Cara mendorong, duduk & mengangkat yang benar

Cara yang benar dan kurang benar


Kerjasama tim sangat
diperlukan komunikasi
dengan jelas dan sering

Gunakan komando dan


berkoordinasi secara lisan
dari awal sampai akhir

Mintalah bantuan pada


petugas lain
Panduan Mengangkat Penderita
Kenali kemampuan diri dan
kemampuan pasangan kita
Nilailah beban yang akan diangkat
secara bersama, dan bila merasa
tidak mampu, jangan paksakan.
Selalu komunikasikan secara
teratur dengan pasangan kita
Regangkan kaki sejajar dengan
bahu kita dan posisikan satu kaki
sedikit di depan
Mulai dengan jongkok, jangan
membungkuk saat mengangkat
dan punggung harus selalu lurus
Tangan yang memegang
menghadap ke depan. Jarak
antara kedua tangan minimal 30
cm
Dekatkan tubuh dengan beban
yang akan diangkat. Jangan
memutar tubuh saat mengangkat
Indikasi Ekstrikasi dan Transportasi
 Kondisi penderita mengancam jiwa, tidak
dapat diperbaiki pada saat penilaian primer
ketika penderita ditemukan .
 Ketika tempat kejadian tidak aman dan jelas
bahaya bagi petugas pra-rumah sakit dan
pasien berada, memerlukan pemindahan
cepat ke lokasi yang aman
 Ketika pasien perlu dipindahkan dengan
cepat untuk mengakses pasien lain dengan
cedera yang lebih serius
 Untuk mendapatkan tindakan lanjutan
Tehnik Pemindahan dan Pengangkatan Penderita
 Pemindahan Darurat
Pemindahan penderita ketika dalam
keadaan yang membahayakan baik dari
lingkungan maupun penderita itu
sendiri
 Pemindahan Non Darurat
Pemindahan penderita dalam situasi
yang aman, cukup waktu nuntuk
melakukan stabilisasi penderita
PEMINDAHAN DARURAT
Pemindahan penderita ketika dalam
keadaan yang membahayakan baik dari
lingkungan maupun penderita itu sendiri

Misalnya :
Kebakaran atau suatu keadaan yang
memungkinkan terjadinya kebakaran
Ledakan atau suatu keadaan yang
memungkinkan terjadinya ledakan,
dll
Bahaya terbesar dari pemindahan
darurat adalah menambah
cedera pada tulang belakang atau
memperparah keadaan

Pindahkan penderita sejauh dan


seaman mungkin dari tempat
berbahaya
Jenis Pemindahan Darurat

Tarikan baju Tarikan lengan

Tarikan selimut Tarikan pemadam Pengangkatan recsue


PEMINDAHAN NON DARURAT

Pemindahan Non Darurat


Pemindahan penderita dalam
situasi yang aman, cukup waktu
nuntuk melakukan stabilisasi
penderita
Bisa dengan atau tanpa alat,
penderita dilakukan
pertolongan terlebih dahulu
baru dilakukan pemindahan
Ketika telah siap dievakuasi 
yaitu dengan melakukan
stabilisasi dan perawatan
penderita

Cegah cedera lebih lanjut serta


hindari sesuatu yang
menyebabkan ketidaknyamanan
atau nyeri pada penderita
JENIS PEMINDAHAN NON DARURAT
Pengangkatan langsung dari
lantai / tempat tidur
Pengangkatan ekstremitas

Pengangkatan dengan LSB


(Long Spine Board)  log roll

Direct ground lift


JENIS PEMINDAHAN NON DARURAT

Pengangkatan ekstremitas Log roll

Direct ground lift


PERALATAN untuk EVAKUASI
 Ketika mendorong brankar
posisi kaki penderita di depan
Brancard dan kepala di belakang
 Dalam ambulance posisi
brankar terbalik dengan kepala
di depan (dekat pengemudi),
 Pada wanita in – partu, posisi
brankar dalam ambulance
boleh dibalik, agar petugas
Tandu Beroda/ Stretcher dapat membantu persalinan
Atau Brankar
Scoop Stretcher

Scoop Stretcher / tandu sekop bukan


alat untuk membawa/transportasi tapi
hanya untuk membantu mengangkat
dan memindahkan
Neck Collar
Alat untuk membidai leher pada keadaan adanya kecurigaan cedera
pada tulang leher (servikal)

 Multiple trauma
 Adanya / perlukaan di atas klavikula
(tulang selangka)
 Cedera kepala dengan penurunan
kesadaran
 Biomekanika Trauma yg mendukung
(mechanism of injury)
Head Immobilizer

Untuk memfiksasi kepala ke arah lateral/rotasi


Long Spine Board (LSB)

Bidai tulang belakang


atau papan panjang
kayu yang keras atau
benda sintetis yang tidak
menyerap darah dengan
panjang sekitar 2 meter
Kendrick Extrication Device
(KED)

KED & SSB (Kendrick Extrication Device


& Short Spaint Board)

SSB dan KED  dua alat berbeda, mempunyai


fungsi yang sama.
Digunakan pada pemindahan/ekstrikasi
penderita trauma dengan cedera servikal dan
tulang belakang dari dalam kendaraan
Kendaraan Transportasi
Ambulans Gawat Darurat
Cukup ruang agar penderita
dapat diposisikan terlentang

Dapat memuat dua penderita


dan petugas

Cukup tinggi untuk petugas


berdiri dalam melakukan
tindakan yang diperlukan
selama perjalanan
Cukup tinggi untuk peletakkan
cairan infus yang diberikan ke
penderita (min 90 cm)

Dilengkapi peralatan medis dan non


medis untuk penanganan penderita

Dilengkapi alat komunikasi (radio,


telepon mobil/telepon seluler, GPS)

Identitas kendaraan jelas


Selama perjalanan  lakukan re-
assessment dan survei sekunder,
catat setiap tindakan yang
dilakukan dan perubahan -
perubahan yang spesifik yang
terjadi.
TERIMA KASIH
SISTEM PENANGANAN
GAWAT DARURAT
TERPADU (SPGDT)
Definisi definisi/ istilah

 Gawat darurat : keadaaan klinis pasien yang membutuhkan Tindakan


medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan 1
 Pelayanan gawat darurat : Tindakan medis yang dibutuhkan oleh
korban/ pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk
menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan 1
 Kode akses telekomunikasi 119 (call center) suatu disain system dan
teknologi menggunakan konsep pusat panggilan terintegrasi yang
merupakan layanan jaringan teelkomunikasi khusus di bidang
Kesehatan 1
 SPGDT : Suatu mekanisme pelayanan korban/ pasien gawat darurat
yang terintegrasi dan berbasis call center dengan mengunakan kode
akses telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat 1
 Pusat pelayanan Kesehatan terpadu / public safety center (PSC) :
pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam
hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan yang
berada di kabupaten/kota yang merupakan ujung tombak
pelayanan untuk mendapatkan respon cepat
SISTEM RUJUKAN TERINTEGRASI
(SISRUTE)
SISRUTE (Sistem Rujukan Terintegrasi) merupakan teknologi informasi berbasis internet yang dapat menghubungkan data
pasien dari tingkat
tujuan untuk layanan lebih
mempermudah dan rendah ke tingkat
mempercepat layanan
proses lebih
rujukan tinggi atau sederajat (horizontal maupun vertikal) dengan
pasien
APLIKASI TERINTEGRASI DALAM SISRUTE :

SISTEM
INFORMASI
Aplikasi yang memuat informasi data
SIRANAP
RAWAT INAP
kapasitas dan ketersediaan setiap
jenis tempat tidur RS
SISRUTE
Aplikasi yang memuat informasi
RS ONLINE data profile RS, Layanan dan SDM
Rumah sakit

ASPAK
Aplikasi yang memuat informasi
Sarana, Prasarana dan Alat
Kesehatan
Aplikasi yang memuat informasi
KOMDAT data profile PUSKESMAS dan SDM
Puskesmas
PERSIAPAN HARDWARE DAN JARINGAN ALAMAT APLIKASI SISRUTE
MINIMUM
AWAL IMPLEMENTASI SISRUTE
internet

Telkom Astinet

Provider lain
SISRUTE SEBAGAI ALAT INFORMASI PELAYANAN KESEHATAN

Informasi Informasi
Sumber Ketersedia
Daya an Darah
Rumah
Sakit
(SDM,
ASPAK)
Informasi
Ketersedia
anTempat Monitoring
Tidur Ambulanc
e
Tujuan SPGDT

 Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan


 Mempercepat waktu penanganan (respon time) korban/pasien
gawat darurat dan menurunkan angka kematian serta kecacatan
SPGDT-S (Sistim Pelayanan Gawat Darurat Terpadu-Sehari2)
PENCEGAHAN PENANGGULANGAN
MULTI DISIPLIN
ANTARA LAIN SUMBER DAYA MANUSIA MULTI PROFESI
- HELM YANG MEMBERI PERTOLONGAN MULTI SEKTOR
- SABUK AWAM UMUM PETUGAS DOKTER
PENGAMAN AWAM KHUSUS AMBULANS PERAWAT
TUJUAN
MENCEGAH
MASYARAKAT KOMUNIKASI - KEMATIAN
AMAN / - KECACADAN
SEJAHTERA TRANSPORTASI
(SAFE COMMUNITY)

Dokter umum
- First responder
- Life safer
PASIEN AMBULANS PUSKESMAS RS.KLAS C RS. KLAS A/B

PRA RS INTRA RS INTRA RS

ANTAR RS
PENDANAAN
Penyelenggaraan SPGDT terdiri
dari :
1. Sistem komunikasi gawat darurat
2. system penanganan korban/ pasien gawat
darurat
3. Sistem transportasi gawat darurat
Sistem komunikasi gawat darurat

 Sistem
komunikasi gawat darurat dikelola
oleh PUSAT KOMANDO NASIONAL
(NATIONAL COMMAND CENTER)
Pusat Komando Nasional

 Pusat komando nasional ( national command center) di kemkes RI


dengan call center 119
 Pusat komando nasional terintegrasi dengan PSC di kabuppaten/
kota dan fasilitas pelayanan Kesehatan (puskesmas, RS)
 Pelayanan 24 jam setiap hari
PUBLIC SAFETY CENTER (PSC)

 PSC dapat dilaksanakan secara Bersama-sama dengan unit teknis


lainnya di luar bidang Kesehatan seperti Kesehatan kepolisian dan
pemadam kebakaran tergantung kekhususan dan kebutuhan
daerah
 PSC merupakan bagian utama rangkaian kegiatan SPGDT
prafasilitas pelayanan Kesehatan yang berfungsi melakukan
pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan
kegawatdaruratan yang ada dalam system aplikasi call center 119
Tugas PSC

 Menerima terusan (dispatch) panggilan kegawatdaruratan dari


pusat komando nasional
 Melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan dengan
menggunakan algoritme kegawatdaruratan
 Memberikan informasi tentang fasilitas pelayanan Kesehatan
 Memberikan informasi tentang ketersediaan tempat tidur di rumah
sakit
Lokasi PSC

 Rs atau lokasi lain yang ditetapkan pemerintah kabupaten/kota


 Petuga call center harus tenaga Kesehatan (perawat)
Sistem penanganan korban

 Penanganan prafasilitas pelayanan Kesehatan


 Penanganan intrafasilitas pelayanan Kesehatan
 Penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan
Penanganan pasien gawat darurat di
PRRAFASILITAS pelayanan Kesehatan harus
CEPAT DAN TEPAT di lokasi kejadian sebelum
mendapatkan Tindakan di fasilitas pelayanan
kesehatan

Pertolongan di lokasi kejadian oleh


masyarakat dapat diberikan dengan
panduan operator call center
PENANGANAN INTRAFASILITAS

 Dilakukan sesuai standar pelayanan gawat darurat


 Dilakukan dengan pendekatan multidisiplin dan multiprofesi
PENANGANAN ANTAR FASILITAS

 Merupakan rujukan pasien ke fasilitas pelayanan lain yang lebih


mampu
Sistem transportasi gawat darurat

 Diselenggarakan oleh PSC dan / atau fasilitas pelayanan


Kesehatan
 Menggunakan ambulance gawat darurat
Referensi

1. Kemkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan RI no 19 Tahun 2016


tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
2. Kemkes RI, 2019, Keputusan Kementerian Kesaehatan RI no:
Hk.01.07/179/2019 tentang rumah sakit penyelenggara uji coba
program rekam medik terintegrasi dalam system rujukan
KEGAWATDARURATAN

KERACUNAN

Disampaikan pada :
Pelatihan
Emergency Nursing – Intermediate Level
KERACUNAN

Masuknya suatu zat racun ke dalam tubuh yang


mempunyai efek membahayakan atau
mengganggu fungsi organ, baik disengaja
maupun tidak disengaja yang dapat
menimbulkan kematian.
PENYEBAB

Zat Penyebab Keracunan Dapat Berupa :


• Padat : obat-obatan, makanan / kemasan
kadaluarsa.
• Gas : CO
• Cair : alkohol, bensin, minyak tanah , kemasan
minuman kadaluarsa dll
JALAN MASUK RACUN

• Tertelan : makan, minum


• Terhirup : keracunan gas CO
• Penyerapan : lewat mata, kulit (zat kimia)
• Pembuluh darah
Kapan Harus Curiga Keracunan ?

Keracunan kronik dapat dicurigai bila digunakan obat


dalam waktu lama, atau lingkungan pekerjaan
berhubungan dengan zat-zat kimia
PENGKAJIAN
PRIMER
1. Kaji Airway, Breathing & Circulation
2. Kesadaran menurun
3. Kaji jenis racun, Durasi dan frekuensi, Lokasi

SEKUNDER
1. Kaji Riwayat:
a. Riwayat gigitan / sengatan serangga
b. Riwayat kontak / mengkonsumsi zat racun
2. Inspeksi kulit, tanda-tanda reaksi zat/gigitan beracun
3. Pemeriksaan Laboratorium
TANDA DAN GEJALA UMUM

• Seseorang yang sehat mendadak sakit


• Gejala tak sesuai dengan kondisi patologik
(perjalanan penyakit) tertentu
• Progresif / cepat dan intoleranble
Catatan:
– Anamnestik menunjukan kearah keracunan
(Terutama pada kasus bunuh diri, dan kecelakaan)
– Keracunan kronik  penggunaan obat waktu lama/
lingk.pekerjaan yg berhubungan dgn zat kimia
PRINSIP PENATALAKSANAAN UMUM

• Bersihkan saluran napas dari kotoran, lendir atau muntahan


• Berikan bantuan napas jika terjadi henti napas.
 Jangan berikan mouth to mouth. Gunakan sapu tangan
• Hindari aspirasi gas racun dari pasien
• Mencegah / menghentikan penyerapan racun
• Mengeluarkan racun yang telah diserap
• Pengobatan simtomatik
• Identifikasi penyebab keracunan  Pengobatan spesifik dan
antidotum
KERACUNAN MAKANAN
JENIS TANDA GEJALA TINDAKAN

Jengkol 1. Nafas,mulut, urine 1. Minum air putih


bau jengkol 2. Analgetik
(Asam jengkolat) 2. Sakit pinggang/perut 3. Bicnat
Masa laten 48 jam 3. Nyeri saat BAK, dan
kdg disertai darah
Singkong 1. Mual, muntah 1. Bilas lambung bila
2. Sesak napas kurang 4 jam
(Asam sianida )
3. Sianosis 2. Oksigen
Masa laten 1 s.d.
beberapa jam 4. Koma - meninggal 3. Natrium nitrat , sulfat

Tempe bongkrek 1. Kejang perut, otot 1. Sulfas atropin


Masa laten beberapa jam 2. Sesak napas 2. Atasi gejala yang ada
3. Bisa meninggal 3. Oksigen
4. Atasi syok

Makanan kaleng 1. Mual, muntah 1. Obs. Kesadaran


2. Sakit kepala 2. Beri oksigen
3. Kesadaran menurun 3. Atasi syok
Keracunan Korosif
JENIS TANDA TINDAKAN
GEJALA
Bahan kimia 1. Kesadaran menurun 1. Oksigenisasi
2. Sakit perut hebat 2. Pakaian melekat jangan
industri 3. Nyeri kepala hebat diangkat
4. Sesak napas 3. Bila kulit terkena jangan
disikat
4. Baju dicuci-lepas

Bahan kimia 1. Mual, muntah 1. Oksigenisasi


2. Sesak napas 2. Dekontaminasi saluran
pertanian 3. Kesadaran menurun cerna (250 cc/ dws,
4. Sakit perut 100cc/anak
3. Endoskopi

Bahan kimia 1. Mual, muntah 1. Dekontaminasi saluran


cerna ( 250 cc/ dws,
2. Sesak napas
rumah tangga 3. Kesadaran menurun 100cc/anak
4. Sakit perut 2. Endoskopi
3. Oksigenisasi
KERACUNAN INHALASI

Jenis Tanda gejala Tindakan


CO 1. Hipoksia 1. Dekontaminasi saluran
napas
2. Sakit kepala
(Karbon 3. Kelemahan otot 2. Observasi paralisis,
palpitasi ataksia, gangguan
Monoksida) visual,
4. Bingung - koma
3. Observasi SSP

CO2 1. Sesak napas 1. Dekontaminasi saluran


napas
2. Menggigil
(Karbon 3. Sakit kepala 2. Longgarkan pakaian
Dioksida ) 3. Jangan lakukan napas
buatan
4. Jangan beri alkohol untk
respon
5. Beri Selimut jika
menggigil
KERACUNAN ORGANOFOSFAT
Jenis Tanda gejala Tindakan
Baygon 1. Mual 1. A.B.C
2. Muntah 2. Aspirasi
3. Sakit kepala 3. Bilas lambung
4. Tachikardi 4. Terapi suportif
5. Hipotensi 5. SA 2 mg, 2-10 mnt
6. Kesadaran menurun 6. Cegah kontak lebih lanjut

Paration 1. Muntah 1. Oksigenisasi


2. Sesak Napas 2. Aspirasi
3. Keringat dingin 3. Bilas lambung

Malaion 1. Mual 1. Oksigenisasi


2. Sesak napas 2. Aspirasi
3. Keringat dingin 3. Bilas lambung
GIGITAN ULAR
PENGERTIAN
Perubahan multi organ secara cepat akibat gigitan ular
dengan tanda yang jelas dan dapat menimbulkan kematian
secara mendadak.

JENIS
• Famili Elapidae: Ular welung,welang sendok, ular anang, ular
cabai
• Famili Crotalidae: Ular tanah, Ular hijau
• Famili hydropidae: Ular laut
• Famili Colubridae: Ular pohon
Apa yang harus dilakukan?
1. DRSABCD.
2. Yakinkan pasien dan mintalah agar tidak bergerak.
3. Pasang perban yang lebar ke tempat gigitan sesegera mungkin.
4. Pasang perban untu balut tekanan (perban elastis) mulai tepat di
atas jari tangan atau jari kaki yang digigit, dan naik ke atas pada
anggota badan sejauh yang bisa dicapai (termasuk gigitan ular). ikat
dengan kuat tanpa menghentikan suplai darah ke anggota tubuh.
5. Imobilisasi anggota badan yang dibalut dengan splints.
6. Pastikan pasien tidak bergerak.
7. Tuliskan waktu gigitan dan saat perban diaplikasikan. Tinggallah
bersama pasien.
8. Periksa secara teratur peredaran di jari tangan atau kaki.
9. Atur kejutan.
10. Pastikan ambulans telah dipanggi
Perhatian!

 JANGAN mencuci racun dari kulit.


 JANGAN potong area yang digigit.
 JANGAN mencoba menghisap racun dari luka.
JANGAN gunakan tourniquet.
 JANGAN mencoba menangkap ular itu
GIGITAN ULAR (Lanjutan ...)

CIRI-CIRI ULAR BERBISA


1. Bentuk kepala segi tiga
2. Dua gigi taring besar di
rahang atas
3. Dua luka gigitan utama akibat
gigi taring
CIRI GIGITAAN ULAR & PERAWATAN
Jenis Gigitan Ular
Jenis Tanda & Gejala Tindakan
Famili 1.
2.
Sakit ringan-berat
Kerusakan kulit bekas
1. A.B.C
2. Monitor keseim
Elapidae gigitan bangan cairan
3. Melepuh
3. Terapi profilaksis
4. Paralisis urat wajah, bibir,
lidah 4. Menetralkan bisa yg
5. Susah menelan masuk
5. Mengatasi efek lokal

Famili 1. Muntah 1.
2.
A.B.C
Menetralkan bisa yg
2. Kolik
Viperids 3. Diare
masuk kesirkulasi
3. Mengatasi efek lokal
4. Perdarahan bekas gigitan 4. Monitor keseimbangan
5. Edema paru cairan

Famili 1. Nyeri menyeluruh 1. Memperlambat


absorbsi
2. Lidah terasa tebal
hydropoid 3. Muntah 2. Mengatasi efek lokal
4. Spasme rahang
GIGITAN ULAR (Lanjutan ...)

Gigitan Ular di Tangan


Klasifikasi & Tindakan (Schwartz )
Derajat Gambaran khas SABU
0 ( Nol ) Luka +, Nyeri-/+, edema atau Belum diberikan, nilai
dalam 12 jam, bila
eritema < 3cm/12jam
meningkat berikan

I ( Satu ) Luka +,Nyeri +, edema/


eritema 3-12 cm/12 jam
Belum diberikan, nilai
dalam 12 jam, bila
meningkat berikan

II ( Dua ) 1. Luka +, nyeri +++, edema /


eritema 12-25 cm/12 jam
3 - 4 vial
2. Neurotoksik, mual
3. Pusing, syok

III ( Tiga ) Luka +, nyeri +++,


edema/eritema > 25 cm/12
5 – 15 Vial
jam,perdarahan kulit, syok

IV ( Empat ) Luka +, nyeri +++ edema/


eritema > elstremitas, GGA,
Berikan penambahan
6 – 8 Vial
koma ,Perdarahan
ANTI TOKSIN

• Efektif dalam 12 jam


• Kebutuhan anak lebih banyak dibanding orang dewasa
• Uji sensitifitas harus dilakukan sebelum pemberian
• Pemberian IV dengan diencerkan 500-1000 ml normo salin dengan
kecepatanmeningkat setiap 10menit
• Dosis total harus diinfus selama 4-5 jam pertama setelah keracunan
• Terapi profolaksis : ATS, TT, AB spektrum
luas
• Dosis tergantung dari tipe ular dan keparahan gigitan
• Dosis awal diulang sampai gejala menurun
• Daerah yang terkena diukur setiap 30 60 menit selama 24 jam
KERACUNAN NAPZA
PENGERTIAN
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam
golongan – golongan (UU Narkotika No.35 tahun 2009)
PSIKOTROPIKA

• Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah


maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku(UU Psikotropika
No.5 tahun 1997)
ZAT ADIKTIF

Zat adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika


atau psikotropika yang penggunaannya dapat
menimbulkan ketergantungan.
• Alkohol
• Inhalasi dan solven
• Tembakau
Berdasar efek kerja di SSP

1. Golongan Depresan
Opioda ( Morfin, Heroin, Codein ), sedative (
penenang ), Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer (anti
cemas ).
2. Golongan Stimulan
Amphetamine (Shabu, Ekstasi), Kokain.
3. Golongan Halusinogen
Kanabis,Jamur, aica aibon,bensin
TERAPI INTOKSIKASI OPIAT
• Pantau ABC
• Pasang IVFD
• Pantau TTV
• Naloxon Chalenge Test
• Diberikan 0,4– 0,8 mg / 0,01 mg/kg BB IV setiap 5
menit.
• Awasi ketat tanda withdrawel : dilatasi pupil,
takipnoe,lakrimasi,Rhinorrhea, berkeringat.
• Bila bereaksi, nalokson 0,4 mg/jam selama minimal
12 jam, pasien diobservasi minimal 24 jam
• Bila tetap tak ada reaksi, maka pemakaian opiat
dapat disingkirkan.
TERAPI INTOKSIKASI ATS

• Trend sejak 2009


• Pantau ABC
• Observasi 1 x 24 jam
• Terapi simptomatik dan suportif
Anti psikotik : Hlp 2 – 5 mg/CPZ 1mg/kg BB setiap 4-6
jam
Anti hypertensi B/P
Benzodiazepin untuk kontrol ansietas dan kejang
• Pengekangan bila perlu/restrain
GANJA DAN NARKOTIKA
DEKONTAMINASI
PENGERTIAN
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
efek dari bahan berbahaya baik efek lokal maupun
sistemik yang dipengaruhi oleh bahan beracun.

JENIS
• Dekontaminasi mata
• Dekontaminasi kulit
• Dekontaminasi saluran napas
• Dekontaminasi saluran cerna
DEKONTAMINASI
JENIS TEHNIK PERHATIAN
Dekonta Isi baskom Jangan berikan zalf
mata
Celupkan muka kebaskom
minasi Irigasi mata ± 15 mnt Konsul mata bila iritasi
Mata Teteskan anestesi lokal menetap dan ulkus
Suhu 15 –35 derajat Cs pada kornea

Dekonta Basahi kulit dgn air Petugas kesehatan hrs


dilindungi jika yg
mengalir
minasi Lepas pakaian dgn tetap terbakar luas atau agent
toksik
kulit mengalirkan air
Baju jangan dilepas
Berikan bilas air hangat yg
banyak bila melekat pada kulit
Berikan penanganan standar luka Jangan digosok/
bakar disikat
Bawah kuku disikat
Rambut dikeramas
Kontrol 24-72jam dan hari ke 7
DEKONTAMINASI (Lanjutan...)

JENIS TEKNIK/ CARA PERHATIAN


Dekontaminasi  Beri minum air/susu (anak=
100cc, dws= 250c
 Zat korosif, asam
kuat/ basa kuat,
saluran cerna  Pasien sadar penuh fenol, striknin
 Kumbah lambung Jika : Senyawa hidrokarbon
tidak boleh diberi
 Menelan BB cair banyak susu dan rangsang
 BB cepat terabsorbsi muntah
 Ada kontra indikasi Rangsang  Penurunan
muntah kesadaran
 Rangsang muntah (–)  Kejang
 Dilakukan 12 jam setelah
menelan BB efektif 1jam

Dekontaminasi  Tempatkan di raung terbuka Jangan beri napas


buatan mulut ke mulut
 Buka semua pakaian yg
Saluran napas mengencangkan
 Nilai perlu 02/ tdk
 Bila tdk bernapas beri napas
bantuan ambu
ANTIDOT SPESIFIK BAHAN RACUN
• opium  Nalakson
• Paracetamol  Sisteamin, asetil sistei
• Sianida Dikobal Edetat
• Organofospat Atropin,pralidoksin
• Logam berat besi Desferoksamin
• Logam berat arsen Dimerkaprol
• Logam berat air raksa N asetil penisilamin
• Tembaga D Pinisilamin
• Timbal Dimerkaprol
• Metanol etilen glikol Etanol
• Antidepresan trisiklik Fisostigmin
• Anti koagulan kumarin Vitamin K
TRIAGE PASIEN

Disampaikan pada :

Pelatihan
Basic Cardiac Life Support
Update 2023
Pokok Bahasan
• Definisi triage
• Jenis triage
• Tujuan triage bencana
• Karakteristik triage bencana
• Zona bencana
• Triage bencana/kecelakaan masal: Simple
Triage and Rapid Treatment (START)
Definisi
• Triase adalah proses pengkajian dan
pengelompokkan pasien berdasarkan tingkat
urgensi
• Tingkat urgensi ditentukan berdasarkan
kondisi klinis pasien saat dilakukan triase

(DoH AU, 2009)


Jenis

Prehospital Intrahospital
Tujuan Triage Prehospital
• Menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin
• Memberikan perawatan terbaik dengan
resources yang tersedia

• Memilah korban kategori the least ill (tidak


sakit) terlebih dahulu
• Menggunakan diskriminator umum BUKAN
spesifik
Karakteristik

• Sangat dinamis, tergantung dari keadaan,


jumlah korban dan kemampuan penolong
• Kurang sensitif dan spesifik

Namun tetap penting untuk menentukan


prioritas penanganan dan rujukan.
Zona Bencana

(Chronaki et al., 2010)


Parameter Fisiologis

1. Pernapasan (P)
• Spontan?
• Frekuensi?

2. Perfusi (P) Ingat!!!


• CRT atau nadi radial P-P-K/M
3. Kesadaran/Mental (K/M)
• Mengikuti perintah?
Kategori START
• Gawat dan Darurat, mengancam Jiwa
MERAH • RR >30x; CRT >2 detik; tidak mengikuti perintah

• Gawat – Tidak Darurat, tidak mengancam jiwa


KUNING • Bukan hijau, merah

• Tidak Gawat - Tidak Darurat, cedera ringan


HIJAU • Bisa berjalan

• Meninggal/sangat parah/tidak ada harapan hidup


HITAM • Tidak ada napas/gasping
Kategori (lanjutan...)

MERAH: IMMEDIATE
• Korban dapat ditolong Masalah A-B-C, seperti:
dengan intervensi dan • Kesulitan bernapas,
transportasi segera • Cedera kepala berat,
• Memerlukan intervensi • Cedera tulang belakang,
medis segera (dalam 60 • Syok,
menit) untuk bertahan • Cedera multiple,
hidup • Trauma dada/abdomen
terbuka
Kategori (lanjutan...)

KUNING: DELAYED
• Transportasi korban dapat ditunda
• Kasus cedera serius (berpotensi mengancam nyawa)
tetapi tidak berisiko mengalami perburukan yang
signifikan dalam beberapa jam
Kategori (lanjutan...)

HIJAU: MINOR

Status korban tidak berpotensi mengalami


perburukan dalam beberapa hari

HITAM: EXPECTANT
• Korban kemungkinan tidak akan selamat (berdasarkan
keparahan cidera, ketersediaan layanan atau keduanya)
• Palliative care dan pain relief harus diberikan
Langkah-langkah START

1. Panggil korban yang masih bisa


berjalan
2. Cek Pernapasan Ingat!!!
3. Cek Perfusi P-P-K/M
4. Cek Kesadaran/Mental
(lanjutan...)
Algoritme START

Ingat!!!
P-P-K/M
(lanjutan...)
Algoritme START

Ingat!!!
P-P-K/M
Latihan
Pasien A:
Seorang laki-laki tidak bergerak. Terlihat
perdarahan pada femur kiri. RR: 35x/menit,
CRT > 2 detik.
Latihan
Pasien B:
Seorang perempuan mengeluh kesakitan di
kedua kaki. Kaki terlihat bengkak dan tidak bisa
digerakkan. RR: 25x/menit, CRT < 2 detik,
mengikuti perintah
Latihan
Pasien C:
Seorang perempuan tidak sadarkan diri,
terdengar suara mengorok. Terlihat luka di
kepala, hidung dan telinga keluar darah. RR:
40x/menit, CRT > 2 detik.
“Set our PRIORITY right
So we can SAVE more lives”

sca-aware.org
Referensi

1. Chronaki, C., Katehakis, DG & Kontogiannis. 2010. Interoperability in


Disaster Medicine and Emergency Management - Scientific Figure on
ResearchGate. Available from:
https://www.researchgate.net/figure/Technical-configuration-in-disaster-
area-for-POSEIDON-POSEIDON-will-organize-in-April_fig1_306038664
[accessed 21 Jun, 2022]
2. Khan, K. 2018. Table top exercise on Mass Casualty Incident Triage, Does
it Work? Health Science Journal, 12 (3), 566. doi: 10.21767/1791-
809X.1000566
3. https://www.sca-aware.org/people-saving-people-heroes-who-made-a-
difference

Anda mungkin juga menyukai