Nahwu Ibtida - Al-Mustatsna

Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MATERI POKOK

AL-MUSTATSNA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Nahwu Ibtida’

Dosen Pengampu: Drs. H. Abdul Hamid, M.Ag

Disusun Oleh:

Alda Rizki Padilah 0105.2201.025


Annisa Luthfiah Mahdi 0105.2201.004
Asti Agustina Rahmani 0105.2201.007
Cahyainda Lailazhizah 0105.2201.008

Semester 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DR. KHEZ. MUTTAQIEN

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami


kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah yang mengulas materi
mengenai “AL-MUSTATSANA”. Makalah ini merupakan salah satu wujud
tugas dalam mata kuliah Nahwu Ibtida’i yang terdapat pada semester 2
prodi Pendidikan Bahasa Arab di STAI DR. KHEZ. MUTTAQIEN.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Tb.
Abdul Hamid, Drs, M.Ag selaku dosen pengampu dalam mata kuliah
Nahwu Ibtida’i. Kami selaku penyusun juga mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini
sehingga dapat selesai pada waktu yang telah ditetapkan.

Pada akhirnya kami menyadari bahwa dalam penyajian makalah ini


masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
apabila ada kritik dan saran, kami akan menerimanya dengan terbuka. Kami
berharap bahwa makalah ini bisa bermanfaat dan menambah penegtahuan
untuk kita semua. Aamiin.

Purwakarta, 7 Juni 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari ilmu nahwu sangatlah penting ilmu


nahwu bagaikan akar dari segala bidang ilmu karena dengan ilmu nahwu
kita bisa mengetahui/mempelajari ilmu yang lain. Ruang yang ingin bisa
baca kitab kuning tidak akan terlepas dari mempelajari ilmu nahwu. Dalam
ilmu nahwu banyak sekali bab-bab yang penting diantaranya bab
yangmenerangkan tentang mustastna. Mustastna adalah isim yang berada
setelah adat/alat Istitsna yang keadaan hukumnya berada dengan hukum
Mustatsna Minhu yaitu lafazh yang disebut sebelum alat istitsna. Dari
definisi Mustatsna tersebut memberi kepahaman bahwa mustatsna berupa
kalimah isim yang berbeda setelah huruf-huruf istitsna yang terdiri dari
delapan huruf.Dalam makalah tentang mustatsna ini akan lebih dijelaskan
secara detail dalam pembahasan mengenai pengertian mustatsna, huruf-
huruf mustatsna dan beberapa ketentuan mustatsna.

B. Rumusan Masalah

1.Apa yang dimaksud dengan mustatsna?

2.Apa saja yang termasuk huruf-huruf mustatsna?

3.Bagaimana ketentuan hukum mustatsna?

C. Tujuan

1.Mengetahui definisi dari mustatsna.

2.Mengetahui huruf-huruf mustastna

3.Mengetahui ketentuan hukum mustastna.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mustatsna

Mustastna adalah isim yang berada setelah adat/alat

Istitsna yang keadaan hukumnya berada dengan hukum Mustatsna Minhu,


yaitu lafazh yang disebut sebelum alat istitsna, contoh:

‫( ع@@@@اد المس@@@@افرون اال محم@@@@د‬Telah pulang orang yang bepergian kecuali


Muhammad)

‫( نجح االوالد اال عليا‬Telah lulus anak-anak itu kecuali Ali)

KETERANGAN:

‫( مستثنى‬mustatsna) : artinya yang dikecualikan

‫( مستثنى منه‬mustatsna minhu) : artinya yang dikecualikan darinya

‫( االستثناء‬ististsna') : artinya pengecualian

‫'( اداة االستثناء‬adad ististsna’) : artinya alat/huruf yang bisa digunakan untuk
mengecualikan.

Contoh:

‫ عليا‬disebut yang dikecualikan (‫)مستثنى‬

‫ االوالد‬disebut yang dikecualikan darinya (‫)مستثنى منه‬

Maksudnya kata ‫ عليا‬dikecualikan dari (‫)االوالد‬

‫ اال‬disebut ‫ اداة االستثنى‬yaitu huruf yang digunakan untuk mengecualikan Yang


dimaksud dengan hukum Mustatsna berbeda dengan hukum Mustatsna
Minhu, yaitu jika Mustatsna Minhunya dinyatakan lulus maka Mustatsna
nya berarti tidak lulus, seperti dalam contoh di atas:

‫ نجح االوالد اال عليا‬Telah lulus anak-anak kecuali Ali (yang tidak lulus)

B. Macam-macam Huruf Istitsna


‫وحروف االستثناء ثمانية وهي اال و غير وسوى وسوى وسواء وخال و عدا و حشا‬

Huruf istitsna itu ada delapan, yiatu :

‫اال‬: Kecuali ‫غير‬: Selain

‫سوا‬: Selai‫خال‬ : Selain

‫عدا‬: Selain :‫خشا‬ Selain

C. Ketentuan-ketentuan Istitsna

1. Mustatsna dengan (‫)اال‬

Ada 3 ketentuan mustatsna dengan ‫ اال‬yaitu:

a. keadaan kalamnya (kalimatnya) sempurna dan positif, maka mustatsna


nya wajib manshub, contoh:

‫نجح الطالب اال حسنا‬: Telah lulus siswa siswi kecuali Hasan

‫رجع التالميذ اال ولدين‬: Telah pulang anak-anak kecuali dua orang>

b. Jika keadaan kalamnya sempurna tapi negatif maka mustatsna boleh


manshub boleh itba’ (mengikuti I’rab) Mustatsna Minhu, contoh:

‫ ما نجح الطالب اال حسنا\حسن‬Tidak lulus siswa-siswa kecuali Hasan (‫حسنا‬, dibaca
manshub) atau kecuali Hasan (‫حسن‬, dibaca Marfu’).

‫ ما رجع الطالميذ اال ولدين\ولدان‬: Telah pulang anak-anak kecuali dua orang

‫ )ولدين‬, dibaca manshub atau ‫ ولدان‬dibaca marfu’).

c. Jika keadaan kalmnya naqis (kurang), yaitu tidak disebut

Mustatsna Minhunya, maka kedudukan i’rab Mustatsna tergantung


kebutuhannyadalam jabatan kalimat, contoh:

‫ ما نجح اال حسن‬Tidak ada yang lulus kecuali Hasan (dibacamarfu’ sebagai
fa’il).

‫ ما رايت اال حسنا‬Saya tidak melihat kecuali kepada Hasan(dibaca manshub


sebagai maf’ul bih).
‫ ما مررت اال بحسن‬Tidak saya lewat kecuali kepada Hasan(dibaca majrur
karena ada huruf jar).

KETERANGAN:

‫ تما‬artinya sempurna, yaitu jika disebut Mustastna Minhunya.

‫ موجبا‬artinya positif, yaitu jika kalimatnya positif (bukan kalimat negatif).

‫ منفيا‬artinya negatif, yaitu jika kalimatnya negatif.

‫ ناقصا‬artinya kurang, yaitu jika tidak disebut Mustatsna Minhu.

Ketentuan I’rabnya

- Kalimatnya ‫تما موجبا‬, maka mustatsna nya wajib manshub.


- Jika kalimatnya ‫تما منفيا‬, maka mustatsna nya boleh Manshub boleh
Itba’(mengikuti i’rab Mustatsna Minhu)
- Jika kalimatnya ‫ناقصا‬, maka tergantung kebutuhan.
- Jika butuh fa’il dijadikan fa’il dan dibaca marfu’, jika butuh maf’ul
bih dijadikan maf’ul bih dan dibaca manshub. Dan jika terdapat
huruf jar maka dijadikan majrur. (lihat contoh di atas).

2. Mustatsna dengan (‫)سوى& غير‬

Adapun mustatsna ‫ سوى & غير‬selamanya harus majrur


sebagai mudhof ilaih. Sedangkan hukum ketentuan lafazh & ‫سوى‬
‫ غير‬adalah seperti hukum isim yang berada setelah ‫اال‬.

KETERANGAN:

I’rab mustatsna dengan ‫ سوى & غير‬selamanya harus majrur sebagai mudhof
ilaih. Sedangkan I’rab ‫ سوى & غير‬adalah seperti I’rab isim mustatsna setelah
‫ اال‬, yaitu: terkadang dibaca ‫غير‬.

‫ غير‬atau ‫غير‬, tergantung mustatsnanya, contoh:

‫تاما مو جبا‬:

‫ما رسب الطالب غير\ غير علي‬


‫ما نجح الطالب سوى حسن‬

‫تاما منفي‬:

‫رسب الطالب غير علي‬

‫نجح الطالب سوى حسن‬

‫ناقص‬:

‫ما ريت غير علي‬

‫ما نجح سوى حسن‬

CATATAN:

Lafadz ‫ سوى‬tetap dibaca ‫سوى‬, baik dalam keadaan marfu’, mansub atau
majrur, karena i’rabnya senantiasa Muqaddarah tidak bisa Zhahirah.

3. Mustatsna dengan (( ‫َح ا َشا – َعذا – َخ ال‬

Adapun mustatsna dengan menggunakan lalazh ‫ غذا‬. ‫ خال ـ حشا‬maka boleh


manshub dan boleh majrur. Sedangkan jika dimasuki ‫ ال النفيه‬, maka wajib
manshub, contoh :

‫نخخ الطالب ما خال مختذا‬ ‫على‬/‫نجح الطالب خال عليه‬

E. Nadhom tentang mustatsna

a. Nadhom Imrithy

‫باب االستثناء‬

‫ من حكمه وكان في اللفظ اندرج‬# ‫أخرج به الكالم ما خرج‬

Keluarkanlah (kecualikan) dengan huruf istisna' dari


kalam yang

dikecualikan # dari hukumnya dan itu termasuk pada


lafadznya
‫ م إال وغيرا وسوى سوى سوا‬# ‫ولفظ االستثنا الذي قد حوى‬

- ‫ سؤى – غترا‬- ‫ سوئ‬- ‫ سوا‬Dan lafadz Ististna yang tergolong adalah #


‫إال‬

‫ ما أخرجت من ذي تمام موجب‬# ‫خال غذا حاشا فمع إال انصب‬

menashobkan - Kalam maka beserta ‫ خدا – حال‬. ‫ ) ) حاشا‬Lanjutan

yang di kecualikan dari Kalam Tam lagi mujab

‫ م وقد رأيت القوم إال خالدا‬# ‫كقام كل القوم إال واحدا‬

‫ قد رأيت النوم إال خاندا‬# dan ‫ قام كن القوم إال واحدا‬Seperti

‫ فأبدلن والنصب فيه ضعنا‬. # ‫وإن يكن من ذي تمام انتني‬

Apabila mustasna di dalam kalam yang tam dan manfi maka jadikanlah
badal dari mustasna minhu atau dibaca nashob (tarkib istisnaiyah) tetapi
hukumnya lemah

‫ وما سواه حكمة بعكسه‬# ‫هذا إذا استثنية من جنسه‬

Perincian tersebut apabila antara mustasna dan mustasna minhu itu sejenis
(Muttasil) sedang selainya (munqoti') hukumnya sebaliknya.

‫ م وانصب في إال بعيرًا أكثر‬#‫كلن يقوم القوم إال جعفر‬

# sedang membaca nashob didalam ‫ لن يقوم القوم إال جعفر‬Seperti

itu hukumnya lebih banyak ('istisna' Munqoti) ‫ اال بعيرا‬lafadz

‫ م قد ألغيت والعامل استقًال‬# ‫وإن يكن من ناقص فإال‬

# ‫ اال‬di dalam kalam yang naqis maka ‫اال‬ Apabila mustasna dengan
hukumnya di ilgho'kan (tidak beramal menashobkan) dan amilnya sendiri
yang langsung beramal

‫ وال أرى إال أخاك مقبال‬# ‫كلم يقم إال أبوك أوال‬

‫ ال أرى إال أخاك مقبال‬# dan ‫ لم يقم إال أبوك أوال‬Seperti


‫ يجوز بعد الشبعة البواقي‬# ‫وخفض مستثنى على اإلطالق‬

Dan jer-kan lah Mustasna secara muthlaq boleh jatuh setelah salah satu
perabot istisna' (menjadi mudhof ilaih)

‫ بما خال وما عدا وما حشا‬# ‫والنصب أيضًا جائز لمن يشا‬

Dan membaca Nashob juga boleh bagi orang yang menghendaki

‫ ما خال‬- ‫ ما خشا ـ ما غذا‬dengan perabot


BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Mustats na adalah isim yang berada setelah huruf Istitsna yang
keadaan hukumnya berada dengan hukum Mustatsna Minhu.
Mustatsna minhu yaitu lafazh yang disebut sebelum alat/huruf
istisna. Mustatsna itu ada tiga ketentuan yaitu; Mustatsna dengan ‫اال‬
Mustatsna dengan ( ‫ غير‬dan ‫ ) سوى‬dan mustatsna dengan (‫خاال ـ غدا ـ‬
‫)خال‬

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya dalam pembuatan
makalah ini banyak kekurangan dan hal yang mungkin luput dari
pengamatan penyusun, untuk itu kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat konstruktif dari sangat kami harapkan. Akhir kata semoga
makalah ini dapat menjadi tambahan ilmu umumnya bagi pembaca,
khususnya bagi penyusun.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zaini dahlan, Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka


Alawiyah. 2008 hal: 126

Muhammad Bin Ahmad bin Abdul Al-Bari, Kawakib Adz-Dzuriyah.


Jedah Sangkapuro,2003, hal, 14

Mustofa Al-Kulayaini, Jami'ad-durus al-arobiyah. Jiddah. PT.


Maktabah Asriah.8355

Ahmad Zahdi Dahlan. Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka


Alawiyah,2004 hal.152

Muhammad Bin Muhammad bin Abdullah Al-Bari. Kawakib Adz-


Dzuriyah. Jeddah. Sangkapur, 2005, hal;122

Anda mungkin juga menyukai