Fajar Mulyana - 10040019221 - Tugaskapsel

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Kapita Selekta Hukum Islam

Dosen Pengampu : Dr. Deddy Effendy, S.H., M.H dan Jejen Hendar, S.H., M.H

DISUSUN OLEH :

FAJAR MULYANA

10040019221

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2022
KONSEP PERKAWINAN DALAM ISLAM

A. PENDAHULUAN

Pernikahan merupakan sebuah perintah agama yang diatur oleh syariat Islam dan

merupakan satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama Islam.

Dari sudut pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat

yang bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah

agama (syariat), namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan

biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.Dalam kehidupan ini,

manusia ingin memenuhi berbagai kebutuhannya, begitu juga kebutuhan biologis

sebenarnya juga harus dipenuhi. Sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin,Islam

telah menetapkan bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan biologis

seeorang yaitu hanya dengan cara pernikahan, pernikahan merupakan satu hal

yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang

masalah pernikahan ini. Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa di antara tujuan

pernikahan adalah agar pembelai laki-laki dan perempuan mendapatkan

kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan

sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks

namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia

dimana setiap manusia dapat membangun surga dunia di dalamnya. Inilah hikmah

disyari’atkannya pernikahan dalam Islam, selain memperoleh ketenangan dan

kedamain, juga dapat menjaga keturunan (hifdzu al-nasli).Islam mensyari’atkan


pernikahan untuk membentuk mahligai keluarga sebagai sarana untuk meraih

kebahagiaan hidup. Islam juga mengajarkan pernikahan merupakan suatu

peristiwa yang patut disambut dengan rasa syukur dan gembira. Islam telah

memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan

yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Dan Dasar Hukum Nikah

a. Pengertian Nikah

Secara etimologis perkawinan dalam bahasa Arab berarti nikah atau zawaj.

Kedua kata ini tang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan

banyaj terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Nikah mempunyai arti Al-

Wath’i, Al-Dhommu, Al-Tadakhul, Al-jam’u atau ibarat ‘an al-wath aqd yang

berarti bersetubuh, hubungan badan, berkumpul, jima’ dan akad. Perkataan

nikah mengandung dua pengertian yaitu dalam arti yang sebenarnya (haqiqat)

dan arti kiasan (majaaz). Dalam pengertian yang sebenarnya kata nikah itu

berarti berkumpul sedangkan dalam arti kiasan berarti aqad atau mengadakan

perjanjian kawin.

Menurut hukum Islam yang dimaksud dengan perkawinan ialah akad yang

menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta bertolong-

tolongan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara


keduanya bukan muhrim. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga

yang bahagia dan kekal, untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan

melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya

membantu dan mencapai

kesejahteraan spiritual dan materil.

b. Dasar Hukum Nikah

Dasar pensyariatan nikah adalah Al-Qur’an, Al-Sunnah dan Ijma. Namun

sebagian ulama berpendapat hukum asal melakukan perkawinan mubah

(boleh). Pada dasarnya arti “nikah” adalah akad yang menghalalkan pergaulan

dan membatasi hak dan kewajiban

serta tolong menolong antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

dalam pertalian suami isteri,

Mengenai dasar hukum tentang nikah, telah diatur dalam AlQur’an surat an-

Nur ayat 32:

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan

juga orang-orang yang layak (menikah) dari hambahamba sahayamu yang

laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi

kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas

(pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”

Selain diatur di dalam Al-Qur’an, terdapat juga beberapa hadis Rasul yang
menyangkut dengan hukum nikah, yaitu seperti yang diriwayatkan oleh

Jama’ah ahli hadis dan Imam Muslim yaitu “...dan aku mengawini wanita-

wanita, barangsiapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia bukan termasuk

ummatku”. Hadis lainnya seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan

Imam Muslim dari Ibn Abbas “Hai para pemuda, barang siapa yang telah

sanggup diantaramu untuk nikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah

itu dapat mengurangi pandangan (yang liar) dan lebih menjaga kehormatan”

Berkeluarga yang baik menurut Islam sangat menunjang untu menuju kepada

kesejahteraan, karena dari segi batin orang dapat mencapainya melalui

berkeluarga yang baik.

2. Rukun Dan Syarat Nikah

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut

dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.

Adapun yang manjadi rukun dalam suatu pernikahan atau perkawinan menurut

Jumhur Ulama ada lima rukun dan masing-masing rukun itu memiliki syarat-syarat

tertentu. Berikut adalah uraian dari rukun nikah dengan syarat-syarat dari rukun

tersebut

1) Calon suami, syarat-syaratnya:

a) Beragama Islam
b) Laki-laki

c) Jelas orangnya

d) Dapat memberikan persetujuan

e) Tidak terdapat halangan perkawinan

2) Calon isteri, syarat-syaratnya:

a) Beragama Islam

b) Perempuan

c) Jelas orangnya

d) Dapat dimintai persetujuan

e) Tidak terdapat halangan perkawinan

3) Wali nikah, syarat-syaratnya:

a) Laki-laki

b) Dewasa

c) Mempunyai hak perwalian

d) Tidak terdapat halangan perwalian

4) Saksi nikah, syarat-syaratnya:

a) Minimal dua orang laki-laki

b) Hadir dalam ijab qabul

c) Dapat mengerti maksud akad

d) Islam

e) Dewasa

5) Ijab Qabul, syarat-syaratnya:


a) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali

b) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai

c) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua

kata tersebut

d) Antara ijab dan qabul bersambungan

e) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya

f) Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau

umrah

g) Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu calon

mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.

3. Tujuan Nikah

Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan

syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebanyakan manusia pada hari ini. Namun

hendaknya ia menikah karena tujuan-tujuan berikut ini: Pertama, Melaksanakan

anjuran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:

“Wahai sekalian para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu untuk

menikah maka hendaknya ia menikah….”

Kedua, Memperbanyak keturunan umat ini, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

bersabda:

“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena (pada hari
kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat

yang lain.”

Ketiga, Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan

pandangannya dan pandangan istrinya dari yang haram. Karena Allah Subhanahu wa

Ta'ala memerintahkan:

“Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah

mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan

mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang

beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan

memelihara kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 30-31)

4. Khitbah

Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang

wanita,hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya. Apabila seorang lelaki

mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh

lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut.

Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:


“Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya

hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan

pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)

Diantara yang perlu diperhatikan oleh wali ketika wali si wanita didatangi oleh lelaki

yang hendak meminang si wanita atau ia hendak menikahkan wanita yang dibawah

perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut ini:

a. Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki

yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka

hendaknya ia menikahkannya karena Rasulullah Shallallahu

'alaihi wa sallam pernah bersabda:

“Apabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan

akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan

orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan

terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.

(HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al- Imam Al-Albani rahimahullahu)

b. Meminta pendapat putrinya/wanita yang di bawah perwaliannya dan tidak

boleh memaksanya. Persetujuan seorang gadis adalah dengan diamnya karena

biasanya ia malu
5. Hukum Nikah

Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima

yaitu:

 Wajib bagi orang yang sudah mampu nikah,sedangkan nafsunya telah

mendesak untuk melakukan persetubuhan yang dikhawatirkan akan

terjerumus dalam praktek perzinahan.

 Haram bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan

batin kepada calon istrinya,sedangkan nafsunya belum mendesak.

 Sunnah bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mempunyai

kemampuan untuk nikah,tetapi ia masih dapat menahan diri dari berbuat

haram.

 Makruh bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu member belanja

calon istrinya.

 Mubah bagi orang tidak terdesak oleh alas an-alasan yang mewajibkan segera

nikah atau karena alas an-alasan yang mengharamkan untuk nikah.

6. Larangan Perkawinan Dalam Islam

a) Larangan Perkawinan Selama-lamanya


larangan perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya dalam arti

sampai kapan pun dan dalam keadaan apa pun laki-laki dan perempuan itu

tidak boleh melakukan perkawinan. Larangan dalam bentuk ini disebut

mahram muabbad. Mahram muabbad terbagi menjadi tiga kelompok

yaitu:

 Disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan.

 Disebabkan oleh adanya hubungan perkawinan (musaharah)

 Disebabkan oleh hubungan persusuan

b) Larangan Perkawinan Dalam Waktu Tertentu.

Larangan perkawinan dalam waktu tertentu bagi seorang pria

dengan seorang wanita adalah sebagai berikut:

 Dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang laki-laki

dalam waktu bersamaan.

 Wanita yang terikat dengan laki-laki lain.

 Wanita yang sedang dalam iddah, baik iddah cerai maupun iddah

ditinggal mati.

 Wanita yang ditalak tiga, haram kawin lagi dengan bekas suaminya,

kecuali sudah kawin lagi dengan orang lain.

 Wanita yang sedang melakukan ihram, baik ihram umrah maupun

ihram haji.
 Wanita musyrik, yang dimaksud wanita musyrik adalah yang

menyembah selain Allah.

7. Hal-hal yang Membatalkan Nikah

Akad nikah merupakan upacara sakral, karena mengikat kedua belah pihak, yaitu istri

dan calon suami. Dan pernikahan akan batal, apabila (Cik Hasan Bisri, 1999:160-

161b)

a. Suami melakukan pernikahan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena

sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu dari keempat istrinya itu

dalam ‘iddah talak raj’i.

b. Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dili’annya

c. Seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya,

kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian

bercerai lagi ba’da dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa ‘iddahnya.

d. Pernikahan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah,

semenda, dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi pernikahan

e. Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau

kemenakan dari istri atau istri-istrinya.Sayuti Thalib menjelaskan, pada dasarnya

seorang lakilaki Islam diperbolehkan menikah dengan perempuan mana saja.

Sungguh-pun demikian, juga diberikan pembatasanpembatasan. Sebagai pembatasan,

seorang laki-laki Muslim dilarang menikah dengan perempuan- perempuan tertentu.

Dalam larangan itu tampak segi-segi larangan itu. Sifat larangan itu berupa perlainan
agama, larangan nikah karena hubungan darah, karena hubungan sesusuan, karena

hubungan semenda yang timbul dari pernikahan yang terdahulu.(Sayuthi Thalib,

1986:51)

C. PENUTUP

Pernikahan sangat dianjurkan Allah SWT, dalam beberapa ayat disebutkan

keutamaan menikah oleh karenanya pernikahan merupakan ibadah, kecintaan kita

pada istri atau suami dapat mendorong kita untuk membimbingnya pada kebaikan

yang menghadirkan kecintaan Allah pada keluarga kita. Adakah cinta yang lebih

patut kita harapkan dari cintanya Sang Maha Pencinta?. Nabi Muhammad saw juga

menganjurkan kita dalam banyak hadits agar menikah dan melahirkan anak. Beliau

menganjurkan kita mengenai hal itu dan melarang kita hidup membujang, karena

perbuatan ini menyelisihi Sunnahnya.

D. DAFTAR PUSTAKA

Basit Badar Mutawally, Muhadarat fi al-Fiqh al-Muqaran (Mesir: Dar al-Salam.,

1999.).
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia

Terlengkap, cet. Ke-14 (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997).A.P. Gragtu Abbas

Mahmud al-Aqqad, Falsafah al-Qur’an (Mesir: Dar alHilal, 1985).

Sudarsono, Hukum Keluarga Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 1997

Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1986

Abdurrahman Ghazali, fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana 2003)

Wahyu Wibisana, “Pernikahan Dalam Islam”, Jurnal Pendidikan Agama Islam -

Ta’lim Vol. 14 No. 2 – 2016

Ahmad atabik dan khoridatul mudhiiah, " Pernikahan dah hikmahnya perspektif

hukum Islam", jurnal pemikiran hukum dan hukum islam Vol. 5 No 2, 2014

Anda mungkin juga menyukai