Gadar Lengkap Ok
Gadar Lengkap Ok
Gadar Lengkap Ok
Pembimbing Intitusi :
HERINAWATI, M.KEB
Disusun Oleh :
RISKA ALVIANITA
(PO71242210063)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) menjadi salah satu indikator yang penting bagi
derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumalah ibu yang meninggal
karena suatu penyebab kematian terkait dengan ganggauan kehamilan atau
penanganannya selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas tanpa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2017).
Menurut WHO (2015) jumlah ibu yang meninggal karena komplikasi kehamilan dan
persalinan sekitar 830 ibu meninggal setiap hari di seluruh dunia. Peningkatan ini sangat
luar biasa, mengingat pertumbuhan populasi yang cepat di banyak negara di mana
kematian ibu tertinggi. Menurut UNICEF (2015) di negara Afrika jumlah angka
kematian ibu sangatlah tinggi yaitu mencapai 201.000 kematian per tahun. Perdarahan
tetap menjadi penyebab utama kematian ibu, terhitung dari 201.000 ibu yang
meninggal, 28% ibu meninggal karena perdarahan.
Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami penurunan pada tahun 2012-2015
menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup dan jumlah kematian ibu di Indonesia pada
tahun 2019 yaitu sebanyak 4.221 kasus (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan data hasil
survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1991-2015, Jumlah kematian ibu
yang dihimpun dari pencatatan program kesehatan keluarga di Kementerian Kesehatan
pada tahun 2020 menunjukkan 4.627 kematian di Indonesia. Jumlah ini menunjukkan
peningkatan dibandingkan tahun 2019 sebesar 4.221 kematian.
Penyebab kematian ibu pada tahun 2020 sebagian besar disebabkan oleh
pendarahan sebanyak 1.330 kasus. Penyebab yang lain yaitu hipertensi dalam kehamilan
sebanyak 1.110 kasus, dan gangguan sistem peredaran darah sebanyak 230 kasus.
(Kemenkes RI, 2020: 100).
Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang mengalami kenaikan kasus
pada kematian ibu. Tahun 2019 terjadi 59 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di
tahun 2020 mengalami peningkatan sebesar 62 per 100.000 kelahiran hidup.
Pendarahan merupakan penyebab paling sering kematian ibu di provinsi Jambi.
Penyebab yang lain yaitu hipertensi dalam kehamilan dan infeksi. ( Kemenkes RI,
2020: 381).
1
Menurut penelitian Ajenifuja et al., (2010) yang dilakukan di Rumah Sakit
Pendidikan Obafemi Awolowo Nigeria, penyebab dari perdarahan pascapersalinan
adalah retensi produk konsepsi karena kesalahan penanganan pada kala III persalinan,
hal ini terjadi pada (78,57%) kasus. Risiko yang dialami ibu selama proses persalinan
tidak hanya terjadi di fase kala I atau II, bahkan setelah bayi sudah keluar dari rahim
ibunya risiko tersebut mengancam kehidupan seorang ibu. Jika saat proses kala III atau
tahap pengeluaran plasenta mengalami perlambatan kemungkinan ibu dikatakan
mengalami retensi plasenta yang selanjutnya menyebabkan ibu berisiko mengalami
perdarahan yang melebihi batas normal (Manurung, 2011). Menurut hasil penelitian di
Rumah Sakit Pendidikan Nigeria sebanyak 112 wanita mengalami perdarahan pasca
melahirkan ditinjau selama periode kala III persalinan, sebanyak 76 (67,86%)
mengalami perdarahan pascapersalinan primer dan 36 (32,14%) mengalami perdarahan
pascapersalinan sekunder (Ajenifuja et al., 2010).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
4) Diketahui gambaran tentang menetapkan kebutuhan terhadap tindakan
segera baik mandiri, kolaborasi, rujukan, dalam memberikan asuhan
kebidanan pada Ny R di di Ruang VK PKM Simpang Sungai Duren
2022”.
5) Diketahui gambaran tentang menyusun rencana asuhan yang menyeluruh
dengan tepat dan rasional berdasarkan kebutuhan selama masa persalinan
pada Ny R di di Ruang VK PKM Simpang Sungai Duren 2022”.
6) Diketahui gambaran tentang tindakan asuhan kebidanan yang diberikan
sesuai dengan rencana yang efesien dan aman selama masa persalinan
pada Ny R di di Ruang VK PKM Simpang Sungai Duren 2022”.
7) Diketahui gambaran tentang evaluasi hasil asuhan dan
mendokumentasikannya selama persalinan ditulis dalam bentuk catatan
perkembangan SOAP pada Ny R di Ruang VK PKM Simpang Sungai
Duren 2022”.
Semoga hasil studi kasus ini dapat diaplikasikan oleh semua tenaga
kesehatan khususnya bidan dan tenaga medis lainnya dalam melakukan
asuhan kebidanan dengan pre eklamsi ringan.
2) Bagi Poltekkes Kemenkes
Semoga hasil penelitian ini dapat dikembangkan menjadi lebih baik
lagi dan sebagai acuan dalam mencari referensi untuk studi kasus dan
penelitian selanjutnya.
3) Bagi penulis
Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi penulis
untukmelakukan perbaikan pada asuhan kebidanan selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
3. Patofisiologi Persalinan
a. Tanda – Tanda Persalinan
Beberapa minggu sebelum ibu memasuki persalinannya yang disebut
kala pendahuluan. Memberikan tanda- tanda sebagai berikut :
1) Lightening
Menjelang minggu ke36, pada primigravida terjadi penurunan
fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang
disebabkan kontraksi Braxon Hicks, ketegangan dinding perut,
ketegangan ligamentum rotondum, gaya berat janin kepala kearah
bawah. Masuknya kepala bayi ke pintu atas panggul dirasakan ibu
hamil sebagai terasa ringan dibagian atas, rasa sesak berkurang,
dibagian bawah terasa sesak, terjadi kesulitan saat berjalan, dan sering
berkemih (Manuaba, 2010:172).
2) Terjadinya His Permulaan
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.
Kontraksi ini dapat dikemukakan sebagai keluhan, karena dirasakan
sakit dan mengganggu. Kontraksi Braxton Hicks terjadi karena
perubahan keseimbangan estrogen, progesteron, dan memberikan
kesempatan rangsangan oksitosin. Dengan makin tua usia kehamilan,
pengeluaran estrogen dan progesteron makin berkurang, sehingga
oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering, sebagai his
palsu (Manuaba, 2010:172).
Sifat his permulaan adalah rasa nyeri ringan di bagian bawah,
datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan pada serviks atau
pembawa tanda, durasinya pendek, dan tidak bertambah bila
beraktivitas (Manuaba, 2010:172).
b. Tanda – Tanda Persalinan
1) Timbulnya his persalinan
His persalinan mempunyai ciri, pinggang terasa nyeri yang
menjalar ke depan, sifatnya teratur, interval makin pendek, kekuatan
makin besar, dan mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks,
serta makin beraktivitas kekuatan makin bertambah (Manuaba,
2010:173).
2) Blood show
His permulaan menyebabkan terjadinya perubahan serviks yang
5
menimbulkan pendataran dan pembukaan. Pembukaan menyebabkan
lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas. Terjadi perdarahan
karena kapiler pembuluh darah pecah terjadi pengeluaran pembawa
tanda lendir bercampur darah (Manuaba, 2010:173).
3) Pengeluaran Cairan
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan
pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang
pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan
berlagsung dalam waktu 24 jam (Manuaba, 2010:173).
6
2) Tenaga mengedan
Serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada proses
ekspulsi janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intra
abdominal ibu yang meninggi. Gaya ini terbentuk oleh kontraksi otot –
otot abdomen secara bersamaan melalui upaya pernapasan paksa
dengan glotis tertutup. Gaya ini disebut mengejan (Sarwono,
2009:300).
Sifat kontraksi berubah setelah pembukaan lengkap dan ketuban
pecah atau dipecahkan, serta sebagian presentasi sudah berada didasar
panggul, yakni bersifat mendorong keluar dibantu dengan keinginan
ibu untuk mengedan atau usaha volunter. Keinginan mengedan ini
disebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan
peninggian tekanan intra abdominal dan tekanan ini menekan uterus
pada semua sisi dan menambah kekuatan untuk mendorong keluar.
Setelah kepala sampai kedasar panggul, timbul refleks yang
mengakibatkan ibu menutup glotisnya, mengontraksikan otot-otot
perut dan menekan dianfragmanya kebawah, tenaga mengejan ini
hanya dapat berhasil bila pembukaan sudah lengkap dan paling efektif
sewaktu ada his, tanpa tenaga mengejan bayi tidak akan lahir (Badriah,
2012:3132).
b. Passage
Jalan lahir dibagi atas, bagian tulang: tulang-tulang panggul dengan
persendiannya (artikulasio) dan bagian lunak: otot – otot, jaringan- jaringan
dan ligamen (Sarwono, 2010:188).
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari
rongga panggul, dasar panggul, serviks, dan vagina (Badriah, 2012:32).
c. Passenger
1) Janin
Passenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan
akibat interaksi beberapa faktor, yakni kepala janin, presentasi, letak,
sikap, dan posisi janin (Sarwono, 2010:205209).
2) Plasenta
Plasenta juga harus melewati jalan lahir, maka dia dianggap
sebagai bagian dari passenger menyertai janin (Widia, 2015:28).
7
3) Air ketuban
Air Ketuban pada kehamilan aterm merupakan suatu membran
yang kuat dan ulet tetapi lentur. Air ketuban adalah jaringan yang
menentukan hampir semua kekuatan regangan membran janin, dengan
demikian pembentukan komponen air ketuban yang mencegah ruptur
atau robekan. Penurunan ini terjadi karena tekanan dari cairan air
ketuban dan juga saat terjadinya dilatasi serviks atau pelebaran muara
dan saluran serviks yang terjadi di awal persalinan, dapat juga karena
tekanan yang ditimbulkan oleh cairan air ketuban selama ketuban
masih utuh (Widia, 2015:29).
5. Mekanisme persalinan Normal
Menurut Sarwono (2009:310314) berikut merupakan mekanisme
persalinan normal:
a. Turunnya Kepala
His adalah kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka
dan mendorong janin kebawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah
cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk kedalam rongga panggul.
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan
sinklitismus, bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu
atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu
arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul.
Asinklitismus anterior menurut Neagele adalah apabila arah sumbu kepala
membuat sudut lancip kedepan dengan pintu atas panggul. Dapat pula
asinklitismus posterior menurut Litzman: apabila keadaan adalah
sebaliknya dari asinklitissmus posterior.
Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada
mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena ruangan
pelvis di daerah posterior lebih luas dibandingkan dengan ruang pelvis di
daerah anterior.
b. Majunya Kepala
Pada primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke
rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II. Pada multipara
majunya kepala dan masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi secara
bersamaan, majunya kepala bersamaan dengan gerakan fleksi, putaran faksi
dalam, dan extensi.
8
c. Fleksi
Tahanan oleh jaringan di bawahnya terhadap kepala akan menurun
akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan
sumbu lebih mendekati suboksiput, menyebabkan kepala mengadakan
fleksi di dalam rongga panggul.
Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran
yang paling kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus dan
dengan sirkumferensia suboksipitobregmatikus sampai di dasar panggul
kepala janin berada di dalam keadaan fleksi maksimal.
d. Putaran Paksi Dalam
Kepala melakukan rotasi akibat kombinasi elastisitas dianfragma
pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang,
yang disebut putaran paksi dalam.
e. Ekstensi
Pada saat rotasi ubun- ubun kecil berputar ke arah depan, sehingga di
dasar panggul ubun- ubun kecil di bawah simfisis, dan dengan suboksiput
sebagai hipomoklion, kepala melakukan gerakan defleksi untuk dilahirkan.
f. Putaran Paksi Luar
Kekuatan his bersama dengan kekuatan mengejan, berturut – turut
tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir,
kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut putaran faksi luar. Putaran
paksi luar ialah gerakan kembali ke posisi sebelum putaran faksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.
g. Ekspulsi
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keaadaan miring. Di dalam
rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang
dilaluinya, sehingga di dasar panggul apabila kepala telah dilahirkan, bahu
akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu
depan terlebih dahulu, baru kemudian bahu belakang. Demikian pula
dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, baru kemudian trokonter
belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.
9
6. Tahapan Persalinan
a. Kala I
1) Pengertian Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan 0 sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala
pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih
dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung
12 jam sedangkan multigravida berlangsung sekitar 8 jam.
Berdasarkan kurva Fredman, diperhitungkan pembukaan primigravida
1cm/jam dan pembukaan multigravida 2cm/jam. Dengan perhitungan
tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan
(Manuaba, 2010:173).
Kala I dibagi atas 2 fase yaitu:
a) Fase laten
sebelum kala satu aktif dan dapat berlangsung 68 jam pada
ibu primigravida untuk dilatasi serviks dari 0 cm hingga 34 cm
dan kanal serviks memendek dari 3 cm menjadi kurang dari 0,5
cm. Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih diatara 2030
detik (Fraser, M. D, 2009:432).
b) Fase aktif
Serviks mengalami dilatasi yang lebih cepat. Saat ini dimulai
ketika serviks berdilatasi 34 cm dan, jika terdapat kontraksi
ritmik, kala satu aktif ini akan selesai jika serviks sudah
mengalami dilatasi penuh 10cm (Fraser, M. D, 2009:432).
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (J-NPK, 2013:38).
2) Partograf
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan,
tujuan utama penggunaan partograf adalah untuk mencatat hasil
observasi dan kemajuan persalinan dan mendekati apakah proses
persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat
dikatakan deteksi secara dini, setiap kemungkinan terjadinya partus
lama. Jika digunakan secara tepat dan konsisten, partograf akan
membantu menolong persalinan untuk mencatat kemajuan persalinan,
kondisi ibu dan janin, asuhan yang diberikan selama persalinan dan
10
kelahiran, serta menggunakan informasi yang tercatat, sehingga secara
dini mengindentifikasi adanya penyulit persalinan, dan membuat
keputusan klinik yang sesuai tepat waktu. Penggunaan partograf secara
rutin akan memastikan ibu dan janin telah mendapatkan asuhan
persalinan secara aman dan tepat waktu. Selain itu, dapat mencegah
terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka
(Sarwono, 2010:315).
3) Nyeri Persalinan
Nyeri adalah rasa tidak enak akibat perangsangan ujung-ujung
saraf khusus. Selama persalinan dan kelahiran pervaginam, nyeri
disebabkan oleh kontraksi rahim, dilatasi serviks, dan distensi
perineum. Serat-serat aferen viseral yang membawa impuls sensorik
dari rahim memasuki medula spinalis pada segmen torakal ke-10, ke-
11, ke-12, serta segmen lumbal yang pertama. Selama bagian akhir
kala I dan di sepanjang kala II, impuls nyeri bukan saja muncul dari
rahim tetapi juga perineum saat bagian janin melewati pelvis (Yulianti,
2009:49).
a) Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa nyeri dalam persalinan
(1) Mekanisme Koping
Setiap manusia mempunyai cara tersendiri dalam
menghadapi stress akibat nyeri yang dialaminya. Namun ketika
nyeri menjadi sesuatu yang mengancam integritas indivudu
maka akan sulit bagi individu tersebut untuk mengontrol rasa
nyerinya. Dalam hal ini peran bidan adalah mengobservasi
bagaimana ibu dapat menurunkan rasa nyerinya dan mengkaji
efektivitas metode yang digunakannya. Meskipun demikian,
tidak menutup kemungkinan bagi bidan untuk memberikan
alternatif metode penanganan nyeri yang familiar bagi ibu
(Maryunani, 2010:25).
(2) Kecemasan dan ketakutan
Kecemasan serigkali menyertai nyeri. Ancaman dari hal-
hal yang belum diketahui dan ketidakmampuan untuk
mengontrol nyeri atau kejadian-kejadian yang sekitarnya
seringkali memperbesar persepsi nyeri.
Cemas dan takut menyebabkan peningkatan tegangan otot
11
dan gangguan aliran darah menuju otak dan otot. Hal tersebut
menyebabkan tegangan pada otot pelvis, kontraksi uterus yang
terganggu, dan hilangnya tenaga pendorong ibu selama kala II
persalinan. Ketegangan yang lama akan menyebabkan
kelelahan pada ibu dan meningkatkan persepsi nyeri serta
menurunkan kemampuan ibu untuk mengontrol rasa nyerinya
(Maryunani, 2010:28).
(3) Ras, budaya dan etnik
Berbagai data menyebutkan bahwa ras, budaya dan etnik
berpengaruh terhadap cara orang mengekspresikan nyeri.
Ekspresi nyeri tersebut berdasarkan perilaku lingkungan
disekitarnya. Pengkajian yang akurat tentang kemajuan
persalinannya dan tingkat toleransi terhadap nyeri ibu
membantu bidan dalam menentukan kemungkinan komplikasi
persalinan sebagai dampak dari suatu kebiasaan atau kultural
tertentu (Maryunani, 2010:30).
(4) Pelayanan tim kesehatan dan lingkungan tempat bersalin
Lingkungan seperti rumah sakit, dengan kebisingannya,
penerangan dan aktivitas-aktivitasnya dapat memperberat nyeri.
Begitu juga pelayanan tim kesehatan dapat memengaruhi
respon pasien terhadap nyeri seperti petugas kesehatan dan
situasi tempat bersalin tidak cukup bersahabat (Maryunani,
2010:30).
(5) Sistem pendukung
Ibu yang sendirian tanpa pendamping mungkin merasakan
skala nyeri hebat. Keluarga/ pendamping dapat menjadi
pendukung penting bagi ibu dalam keadaan nyeri persalinan,
misalnya pendamping dapat membantu menciptakan suasana
nyaman dalam ruang bersalin, membantu ibu mengatasi rasa
tidak nyaman fisik, serta memberi dorongan dan keyakinan
pada ibu selama persalinan (Maryunani, 2010:31).
12
b. Kala II
1) Pengertian kala II
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut
sebagai kala pengeluaran bayi (JNPK-KR, 2013:75). Kala II dimulai
dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir. Proses ini biasanya
berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi (Saifuddin,
2009:100).
2) Tanda dan gejala kala II
Menurut Williams (2009:152) Kala II dimulai sejak pembukaan
lengkap sampai lahirnya bayi, gejala dan tanda kala II adalah :
a) Pembukaan serviks telah lengkap.
b) Terlihatnya kepala janin di introitus vagina.
c) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi.
d) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan
vagina.
e) Perineum menonjol.
f) Vulva – vagina dan sfingter ani membuka.
g) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
a) Durasi
Durasi median kala II adalah 50 menit pada nulipara dan 20
menit pada multipara. Lama kala ini bervariasi bergantung pada
ukuran janin, adanya kontraksi panggul, atau gangguan upaya
ekspulsif akibat analgesia (Williams, 2009:152).
b) Denyut jantung janin
Daya dorong kuat yang terbentuk di dalam uterus akibat
kontraksi dan upaya ekspulsif ibu selama kala II dapat
mengurangi perfusi plasenta. Turunnya janin melalui jalan lahir
dan akibat penurunan volume uterus dapat memicu pemisahan dini
plasenta yang semakin memperburuk kesejahteraan janin.
Penurunan besar kemungkinan mengencangkan lilitan tali pusat di
sekitar janin yang cukup hebat sehingga aliran darah tali pusat
13
terhambat (Williams, 2009:152).
c. Kala III
1) Pengertian kala III
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Pada kala III persalinan,
miometrium berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus
setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat
perlekatan plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta
tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian
lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian
bawah uterus atau ke dalam vagina (JNPK-KR, 2013 :123).
Pada kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 510 menit.
Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada
lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta
sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda seperti
uterus menjadi bundar, uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas
ke segmen bawah rahim, tali pusat bertambah panjang, dan terjadi
perdarahan (Manuaba, 2010:174).
2) Tanda-tanda lepasnya plasenta
a) Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya
dibawah pusat setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong
ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada diatas pusat (Yulianti,dkk, 2009: 140).
b) Tali pusat memanjang. Tali pusat menjulur keluar melalui vulva
(Yulianti,dkk, 2009: 140).
c) Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya
gravitasi. Apabila kumpulan darah dalam ruang diantara dinding
uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang
14
terlepas (Yulianti,dkk, 2009: 140).
3) Metode pelepasan plasenta
a) Metode Schultze
Hematoma retroplasenta dipercaya mendorong plasenta
menuju ke rongga uterus, pertama bagian tengah dan kemudian
sisanya bila terjadi pemisahan plasenta tipe sentral atau tipe biasa.
Dengan demikian, plasenta mengalami inversi dan dibebani oleh
hematoma tersebut, kemudian turun. Karena membran
disekitarnya menempel kaku pada desidua, plasenta hanya dapat
turun dengan menyeret membran secara perlahan-lahan kemudian
membran tersebut mengelupas bagian perifernya. Akibatnya
kantong yang terbentuk oleh membran tersebut mengalami inversi,
dan yang muncul di vulva adalah amnion yang mengkilap di atas
permukaan plasenta atau ditemukan di dalam kantong inversi
(Sarwono, 2009: 307).
b) Metode Duncan
Pemisahan plasenta pertama kali terjadi di perifer, dengan
akibat darah menggumpal di antara membran dinding uterus dan
keluar dari plasenta. Pada situasi ini, plasenta turun ke vagina
secara menyamping, dan permukaan ibu adalah hal yang pertama
kali terlihat di vulva (Sarwono, 2009: 307).
15
b) Melakukan peregangan tali pusat terkendali
c) Masase fundus uteri
d. Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi
ibu dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar
biasa, ibu melahirkan bayi dari perutnya dan bayi menyesuaikan diri dari
dalam perut ibu ke dunia luar. Bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi
untuk memastikan bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil dan
mengambil tindakan yang tepat untuk stabilisasi (Saifuddin, 2009:120).
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah
itu. Setelah plasenta lahir, lakukan masase uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi baik dan kuat, evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari
tangan anda secara melintang dengan pusat sebagaai patokan,
memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan, periksa kemungkinan
perdarahan dari robekan perineum, evaluasi keadaan umum ibu dan
dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala empat di
bagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah
penilaian dilakukaan.
1) Pemantauan pada kala IV
a) Memperkirakan kehilangan darah
Kehilangan darah sangat sulit diperkirakan karena seringkali
bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap
handuk, kain atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah
secara akurat melalui perhitungan jumlah sarung karena ukuran
sarung bermacam – macam. Satu cara untuk menilai kehilangan
darah adalah dengan melihat volume darah yang terkumpul dan
memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung
semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua kantong berarti
ibu sudah kehilangan darah satu liter (JNPK-KR, 2013:137).
Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan
darah ibu ialah melalui penampakan gejala dan tekanan darah.
Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing dan
kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10
mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdaarahan
16
lebih dari 500ml (JNPK-KR, 2013:137).
b) Memeriksa perdarahan dari perineum
Perhatikan dan temukan penyebab perdarahan dari laserasi
atau robekan perineum dan vagina. Nilai perluasan laserasi
perineum, laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan
(JNPK-KR, 2013:138).
c) Pemantauan keadaan umum ibu
Jika tanda – tanda vital dan kontraksi uterus masih dalam
batas normal selama 2 jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu
tidak akan mengalami perdarahan pasca persalinan. Penting untuk
berada di samping ibu dan bayinya selama 2 jam pertama pasca
persalinan. Tekanan darah dan nadi ibu harus dicatat segera
setelah kelahiran bayi dan setiap 15 menit selama 1 jam pertama
(JNPK-KR, 2013:139).
17
h) Tempat tidur yang bersih untuk ibu.
i) Tempat atau meja yang bersih untuk menaruh tempat peralatan
persalinan.
j) Meja untuk tindakan resusitasi.
2) Persiapan untuk perlengkapan, bahan-bahan, dan obat-obatan yang
diperlukan
Pastikan kelengkapan jenis dan jumlah bahan-bahan yang
diperlukan serta dalam keadaan siap pakai pada setiap persalinan dan
kelahiran banyi. Ketidakmampuan untuk menyediakan semua
perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obat esensial pada saat diperlukan
akan meningkatkan risiko terjadinya penyulit pada ibu dan bayi baru
lahir sehingga keadaan ini dapat membahayakan keselamatan jiwa
mereka (JNP-KR 2013:51).
3) Persiapan rujukan
Keterlambatan untuk merujuk kefasilitas yang sesuai dapat
membahanyakan jiwa ibu dan banyinya apabila terjadi penyulit. Jika
perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan
yang telah diberikan dan semua hasil penilaian termasuk patograf
untuk dibawa kefasilitas rujukan (JNPKR 2013:52).
4) Memberikan asuhan sayang ibu
Persalinan adalah saat yang menegangkan dan dapat menggugah
emosi ibu dan keluarganya atau bahkan dapat menjadi saat yang
menyakitkan dan menakutkan bagi ibu. Upaya untuk mengatasi
gangguan emosional dan pengalaman yang menegangkan tersebut
sebaiknya dilakukan melalui asuhan sayang ibu selama persalinan dan
proses kelahiran banyinya (JNPK-KR 2013:52). Asuhan sayang ibu
selama persalinan:
a) Dukungan emosional
Dukung dan anjurkan suami dan keluarga yang lain untuk
mendampingi ibu selama persalinan dan proses kelahiran bayinya.
Anjurkan mereka untuk berperan aktif dalam mendukung dan
mengalami berbagai upaya yang mungkin sangat membantu
kenyamanan ibu. Suami dan anggota keluarga yang lain dapat
diajak bekerjasama untuk mengucapkan kata-kata atau pujian yang
membesarkan hati ibu, membantu ibu bernafas secara benar pada
18
saat kontraksi, memijat punggung, kaki atau tindakan-tindakan
bermanfaat lainnya, dan menyeka muka ibu secara lembut dengan
kain yang dibasahi air hangat atau dingin dan menciptakan suasana
yang aman.
b) Mengatur posisi
Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman
selama persalinan dan melahirkan bayi serta anjurkan suami dan
pendamping lainnya bayi serta anjurkan suami dan pendamping
lainnya untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu boleh berjalan,
berdiri, duduk, jongokok, dan berbaring miring atau merangkak.
Posisi tegak seperti berjalan, berjalan, berdiri atau jongkok dapat
membantu turunnya kepala bayi dan seringkali memperpendek
waktu persalinan. Selain itu anjurkan ibu untuk tidak berbaring
telentang lebih dari 10 menit karena apabila ibu berbaring
telentang maka berat uterus dan isinya akan menekan vena cava
inferior. Hal ini akan mengakibatkan turunnya aliran darah
sirkulasi ibu ke plasenta. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan
hipoksia atau kekurangan pasokan oksigen pada janin. Selain itu,
posisi telentang berhubungan dengan gangguan terhadap proses
kemajuan persalinan (JNPKR 2013 :53).
c) Pemberian cairan dan nutrisi
Anjurkan ibu untuk makan dan minum selama persalinan dan
proses kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan selama
fase laten persalinan tetapi setelah memasuki fase aktif mereka
hanya ingin mengkonsumsi cairan saja. Anjurkan anggota
keluarga sering mungkin menawarkan minuman dan makanan
ringan selama proses persalinan. Makanan ringan dan asupan
cairan yang cukup selama persalinan akan memberi lebih banyak
energi dan mencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa memperlambat
kontraksi atau membuat kontraksi menjadi tidak efektif (JNPK-KR
2013:52).
d) Keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur
Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara
rutin selama persalinan, ibu harus berkemih sedikitnya setiap 2
jam, atau lebih sering jika ibu merasa ingin berkemih atau jika
19
kandung kemih terasa penuh. Kandung kemih yang penuh
berpotensi untuk memperlambat turunnya janin dan menganggu
kemajuan persalinan, menyebabkan ibu tidak nyaman,
meningkatkan risiko perdarahan pasca persalinan yang disebabkan
oleh atonia uteri, dan meningkatkan risiko infeksi saluran kemih
pasca persalinan (JNPK-KR, 2013:54).
Anjurkan ibu untuk buang air besar bila perlu. Jika ibu ingin
buang air besar saat fase aktif, lakukan periksa dalam untuk
memastikan bahwa apa yang dirasakan ibu bukan disebabkan oleh
tekanan bayi pada rektum. Bila memang bukan gejala kala II
izinkan ibu untuk kekamar mandi (JNPK-KR, 2013:54).
e) Pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan
keterampilan untuk melaksanakan prosedur pencegahan infeksi
secara baik dan benar juga dapat melindungi penolong persalinan
terhadap risiko infeksi. Cuci tangan sesering mungkin, gunakan
peralatan steril dan gunakan sarung tangansaat diperlukan (JNPK-
KR 2013:54)
Berdasarkan penjelasan teori di atas, maka dapat
digambarkan dalam bagan 2.1 sebagai berikut:
Bagan 2.1
Alur Penatalaksanaa Asuhan Persalinan Normal Kala I
Persalinan Kala I
Pengkajian :
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan obstetric
d. Pemeriksaan dalam
e. Mencatat dan mengkaji hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
20
Hasil :
a. Menetapkan komplikasi kehamilan
b. Menetapkan tanda-tanda persalinan
c. Menggolongkan persalinan (risiko rendah dan risiko tinggi)
a. Pembukaan
Kehamilan risiko rendah : kurang dari 8 cm
a. Adanya tanda-tanda inpartu Observasi
b. Kontraksi teratur Kemajuan
b. Kehamilan 3742 minggu
dan lamanya Persalinan
c. DJJ 120160 kali/menit
d. Tekanan darah tidak lebih dari antara 2030
160/100 dan tidak ada protein urin
e. Presentasi kepala
f. Kontraksi adekuat
21
3) Pakai celemek plastik
4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai. cuci
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
5) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada tangan yang akan
digunakan untuk periksa dalam.
6) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik, gunakan tangan yang
memakai sarung tangan DTT dan steril pastikan tidak terjadi
kontaminasi pada alat steril.
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa telah
dibasahi air DTT. jika mulut vagina, perineum, atau anus
terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama
dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau
kassa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung
tangan jika terkontaminasi.
8) Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah
lengkap, bila pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban belum
pecah maka lakukan amniotomi.
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,
kemudian lepas dan rendam sarung tangan dalam keadaan terbalik
serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Mencuci kedua tangan.
10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus
untuk memastikan DJJ dalam batas normal (120160 x/menit)
11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik,
dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai
keinginannya.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran, pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan
pastikan ia merasa nyaman.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang
kuat untuk meneran
22
14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60
menit.
15) Meletakkan handuk bersih di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 56 cm.
16) Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan
alat dan bahan
18) Memakai sarung tangan DTT pada ke-2 tangan
19) Pada saat kepala bayi tampak dengan diameter 56 cm membuka vulva
maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain
bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk
menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu
untuk meneran perlahan atau bernapas cepat dan dangkal.
20) Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher dan ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar
secara spontan
22) Pada saat kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
bipariental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi.
Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas
dan distal untuk melahirkan bahu belakang
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan
atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas
24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung
kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai
bawah.
25) Melakukan penilaian selintas:
a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b) Apakah bayi bergerak aktif?
Jika bayi tidak menangis, bernapas megap-megap lakukan
langkah resusitasi.
23
26) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti
handuk basah dengan handuk kain yang kering. Biarkan bayi di atas
perut ibu
27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus.
28) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik
29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 IU IM
di 1/3 paha atas bagian distal lateral.
30) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira
3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah ibu dan jepit
kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama
31) Dengan 1 tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit, dan lakukan
pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut. ikat tali pusat
dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada
sisi lainnya
32) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu, luruskan bahu bayi sehingga
bayi menempel di dada/ perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di
antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara
ibu.
33) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi
dikepala bayi
34) Memindahkan klem pada tali pusat berjarak 510 cm dari vulva
35) Meletakkan 1 tangan di atas kain pada perut ibu, ditepi atas simfisis,
untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat
36) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan
kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah
dorso kronial. Jika plasenta tidak lahir setelah 3040 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi
berikutnya dan mengulangi prosedur
37) Melakukan penegangan dan dorongan dorso kronial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan
24
arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan
lahir
38) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan palsenta dengan
kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang
disediakan.
39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri.
Letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi.
40) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan
untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah
lahir lengkap, dan masukkan kedalam kantong plastik atau tempat
khusus.
41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan
42) Memastikan uterus berkontaksi dengan baik agar tidak jadi perdarahan
pervagina
43) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit, kekulit di dada ibu
paling sedikit 1 jam
44) Setelah 1 jam, lakukan penimbangan atau pengukuran bayi beri tetes
mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K 1Mg intramuscular di paha
kiri anterolateral
45) Setelah 1 jam pemberian K1 berikan suntikan imunisasi hepatitis B
dipaha kanan anterolateral
46) Melakukan pemantauan kontraksi dan mencegah pendarahan pervagina
47) Mengajarkan ibu atau keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi
48) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
49) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam
ke 2 pasca persalinan
50) Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas
dengan baik
25
51) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi selama 10 menit. Cuci dan bilas peralatan setelah
didekontaminasi
52) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah yang sesuai
53) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan sisa
cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih
dan kering.
54) Memastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya.
55) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klirin 0,5%.
56) Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin0,5%.
Melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya
dalam larutan klorin 0,5%.
57) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
58) Melengkapi patograf , periksa tanda vital dan asuhan kala I.
Berdasarkan penjelasan teori di atas, maka dapat digambarkan dalam bagan 2.2 sebagai
berikut:
Alur Penatalaksanaa Asuhan Persalinan Kala II
Tanda pasti 5)
persalinan kala II Lanjutkan dengan
a. Pembukaan serviks
6) penatalaksanaan
lengkap atau fisiologis : Bayi lahir
b. Kepala janin 7) a. Pecahkan selaput dalam 60
terlihat dari ketuban bila menit pada
introitus vagina8) belum pecah multipara Tidak Rujuk
b. Anjurkan untuk atau 120 segera
9) mulai meneran menitpada
c. Nilai DJJ, primipara
10) y kontraksi, tanda-
11) tanda vital,
kandung kemih
secara rutin
d. Anjurkan untuk
minum
Doronganspontan e. Anjurkan
12)
untuk meneran
ya Ya posisi
perubahan Ya
Lakukan :
a. Manajemen aktif kala
III
b. Asuhan bayi baru
lahir normal
26
Tidak
a. Anjurkan
perubahan posisi
b. Lakukan stimulasi
13)
putting susu
c. Minta ibu 14)
mengosongkan
15)
kandung kemihnya
d. Anjurkan ibu Dorongan ingin meneran
untuk minum16)
e. Nilai DJJ,
kontraksi dan
tanda-tanda vital Ya Lanjutkan dengan
f. Evaluasi dala 60 penatalaksanaan fisiologi
menit persalinan kala II
27
b) Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 520 cm dari vulva. Karena
memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulse.
c) Meletakkan tangan yang lain pada abdomen ibu tepat di atas
simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus
dan menahan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali
pusat. Setelah itu terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat
dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan uterus kearah
lumbal dan kepala ibu yaitu secara dorso kronial. Lakukan secara
hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
d) Bila plasenta belum lepas tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat
terkendali.
e) Saat mulai kontraksi tegangkan tali pusat kearah bawah, lakukan
tekanan dorso cranial hingga tali pusat makin menjulur dan
korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah
lepas dan dapat dilahirkan.
f) Pada saat plasenta terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar
plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap
tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai.
g) Pada saat plasenta terlihat diintroitus vagina lahirkan plasenta
dengan mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta
dengan tangan lainnya untuk meletakkan dalam wadah
penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang
plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta
hingga selaput ketuban terpilih menjadi satu.
h) Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk
melahirkan selaput ketuban.
i) Jika selaput ketuban robek tertinggal dijalan lahir saat melahirkan
plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan
seksama. Gunakan jari-jari tangan anda, klem atau forsep untuk
mengeluarkan selaput ketuban yang teraba.
3) Rangsangan aktil fundus uteri
a) Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
28
b) Menjelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin
merasa agak tidak nyaman karena tindakan yang diberikan.
Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam, perlahan dan rileks.
c) Dengan lembut tapi mantap gerakkan dengan arah memutar pada
fundus uteri supaya uterus berkontraksi.
d) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya
lengkap dan utuh. Periksa plasenta sisi maternal untuk memastikan
tidak ada bagian yang hilang. Periksa plasenta sisi foetal untuk
memastikan tidak adanya kemungkinan lobus tambahan. Evaluasi
selaput untuk memastikan kelengkapannya.
e) Periksa uterus setelah 1 hingga 2 menit untuk memastikan uterus
berkontraksi. Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi
masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan
masase uterus hingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus
tidak berkontraksi baik.
f) Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca
persalinan.
Lakukan
Penatalaksanaan
Atonia uteri Berikan suntikan
Plasenta lahir dalam waktu 15 Oksitosin 10 IU
menit Tidak Yang kedua
29
Tidak
Lakukan asuhan persalinan kala Plasenta lahir
IV dalam
Waktu 30 menit
Uterus Berkontraksi Ya
Rujuk segera
Ya
30
6) Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu
untuk mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posis
ibu agar nyaman, duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring.
Jaga agar bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup baik,
kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi
ASI
7) Lengkapi asuhan esensial bagi bayi baru lahir. Jangan gunakan kain
pembebat perut selama 2 jam pertama pasca persalinan atau hingga
kondisi ibu sudah stabil. Kain pembebat perut menyulitkan penolong
untuk menilai kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih
penuh, bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan
anjurkan untuk mengosongkan setiap kali diperlukan. Ingatkan ibu
bahwa keinginan untuk berkemih mungkin berbeda setelah dia
melahirkan banyinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan
cara menyiramkan air bersih dan hangat keperineumnya. Berikan
privasi atau masukkan jari-jari ibu kedalam air hangat untuk
merangsang keinginan berkemih secara spontan. Jika setelah upaya
tersebut, ibu tetap tidak dapat berkemih secara spontan, mungkin perlu
dilakukan kateterisasi (JNPK-KR 2013).
Kala IV
Ya
31
tidak
Lakukan pencegahan
infeksi
Pemantauan keadaan
umum ibu
Evaluasi keadaan
umum ibu
32
sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan
khusus dan pemeriksaan penunjang. Tujuan anamnesis adalah
mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan, kehamilan dan
persalinan. Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan
klinik untuk menentukan diagnosis dan mengembangkan rencana atau
perawatan yang sesuai (Yulianti,dkk, 2009:68).
Pada saat persalinan data lebih difokuskan lagi karena biasanya ibu
yang melahirkan ditempat bidan sudah mempunyai data nya sehingga fokus
pendataan adalah: sejak kapan ibu merasakan mulas yang semakin
meningkat, apakah ibu sudah ada perasaan ingin meneran bersamaan
dengan terjadinya kontraksi, apakah ibu merasakan adanya peningkatan
tekanan pada rektum/vaginanya. Dari data objektif diperoleh hasil
pemeriksaan TTV, dan data fokus persalinan antara lain ada tidaknya tanda
gejala kala II seperti, telah pembukaan lengkap, tampak bagian kepala janin
di introitus vagina, bagaimana gerakan janin, kontraksi uterus, pemeriksaan
leopold dan sebagainya (Yulianti,dkk, 2009: 9697).
33
Langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa
potensial berdasarkan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan
diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa ini menjadi
benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan
yang aman. Contoh: seorang wanita dengan pemuaian uterus yang
berlebihan, bidan harus mempertimbangkan kemungkinan penyebab
pemuaian uterus yang berlebihan tersebut. Kemudian dia harus
mengantisipasi, melakukan perencanaan untuk mengatasinya dan bersiap-
siap terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi perdarahan postpartum yang
disebabkan oleh atonia uteri karena pemuaian uterus yang berlebihan.
34
merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi
dengan dokter. Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari
preeklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau
masalah medik yang serius, bidan perlu melakukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter. Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin
juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi atau seorang ahli perawatan
klinis BBL. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap
klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang
paling tepat dalam manajemen asuhan kebidanan.
Pada penjelasan di atas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan
tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan yang
dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu
dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa atau masalah potensial pada
langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan segera yang
harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini
termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, secara
kolaborasi atau bersifat rujukan. Kaji ulang apakah tindakan segera ini
benar-benar dibutuhkan (Varney, 2007:27).
35
klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan
melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas
bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan
rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama
sebelum melaksanakannya. Semua keputusan yang dikembangkan dalam
asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan
pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang
apa yang akan dilakukan klien. Kaji ulang apakah rencana asuhan sudah
meliputi semua aspek kesehatan terhadap wanita (Varney, 2007:2728).
36
dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui manajemen untuk
mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan
penyesuaian terhadap rencana asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan
pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi
tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses manajemen
tersebut berlangsung didalam situasi klinik dan dua langkah terakhir
tergantung pada klien dan situasi klinik, maka tidak mungkin proses
manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja (Varney, 2007:28).
Berdasarkan penjelasan teori di atas, maka dapat digambarkan dalam
bagan 2.5 sebagai berikut:
Bagan 2.5
Langkah Manajemen Kebidanan
Langkah I
Pengumpulan data dasar.
Langkah II
Interpretasi data dasar.
Langkah III
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan
mengantisipasi penanganannya.
Manajemen Asuhan
Kebidanan menurut
Varney Langkah IV
Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera untuk
melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain berdasarkan kondisi klien.
Langkah V
Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh.
Langkah VI
Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman.
Sumber: Varney (2007:26)
Langkah VII
Mengevaluasi efektivitas asuhan yang diberikan.
37
C. Penerapan Manajemen Kebidanan
1. Fokus pengkajian data pada ibu bersalin
a. Kala I
1) Pengumpulan data dasar
a) Data Subjektif
Menggambarkan pengumpulan data klien melalui anamnesis
tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari
pasien, suami atau keluarga berupa identitas umum, keluhan,
riwayat menarche, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan,
riwayat persalinan, riwayat KB, riwayat penyakit, riwayat
penyakit keluarga, riwayat penyakit keturunan, riwayat
psikososial, pola hidup (Yulianti, 2009:68).
Melakukan anamnesis seperti, sejak kapan perut terasa mules,
jarak setiap rasa sakit apakah semakin sering, lamanya rasa sakit,
apakah sudah mengeluarkan lendir bercampur darah, darah cairan
dan bagaimana gerak janin di dalam perut (Manuaba,
2010:176177).
Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang
riwayat kesehatan, kehamilan dan persalinan. Informasi ini
digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk
menemukan diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau
perawatan yang sesuai (JNPK-KR, 2013:38).
b) Data Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik
klien, hasil laboratorium, dan test diagnostik lain yang dirumuskan
dalam data fokus untuk mendukung assesment. Tanda gejala
objektif yang diperoleh dan hasil pemeriksaan: Tekanan darah,
nadi, suhu tubuh, edeme/pembengkakan pada muka, jari tangan,
kaki dan pretibia tungkai bawah: warna pucat pada mulut dan
konjungtiva, replek-repleks pada kedua lutut, abdomen: ada
tidaknya bekas operasi section secaria, pengukuran tinggi fundus
uteri, gerakan janin, mendengarkan detak jantung janin, genetalia
luar: luka, cairan, lendir darah, perdarahan dan cairan ketuban,
genetalia dalam: penipisan serviks, dilatasi, penurunan kepala
janin, membrane, selaput ketuban dan pemeriksaan penunjang.
38
Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, auskultasi serta perkusi
(Yulianti, 2009:69).
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi
kesehatan ibu dan bayinya serta tingkat kenyamanan fisik ibu
bersalin. Informasi dari hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis
diolah untuk membuat keputusan klinik, menegakkan diagnosis
dan mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang paling
sesuai dengan kondisi ibu (JNPK-KR, 2013:39).
Menurut Myles (2009: 453454) data objektif dalam kala I
adalah sebagai berikut:
(1) Tekanan darah
Tekanan darah diukur setiap 24 jam, kecuali jika tidak
normal: dalam hal ini, pengukuran yang lebih sering
diperlukan pada situasi individu. Tekanan darah juga harus
dipantau dengan sangat cermat setelah anestetik epidural atau
spinal. Hipotensi dapat terjadi akibat posisi telentang, syok,
atau anastesi epidural.
(2) Suhu
Suhu tubuh harus tetap berada dalam rentang normal.
Pireksia merupakan indikasi terjadinya infeksi atau ketosis,
atau dapat berkaitan dengan analgesia epidural. Pada
persalinan normal, suhu tubuh maternal harus diukur
sedikitnya setiap 4 jam.
(3) Denyut nadi
Frekuensi nadi merupakan indikator yang baik dari
kondisi fisik umum ibu. Jika frekuensi nadi meningkat lebih
dari 100 denyut per menit, hal tersebut dapat mengindikasikan
adanya ansietas, nyeri, infeksi, ketosis, atau perdarahan.
Frekuensi nadi biasanya dihitung setiap 12 jam selama masa
awal dan setiap 30 menit jika persalinan lebih cepat.
(4) Pernapasan
Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal
selama persalinan dan mencerminkan peningkatan
metabolisme yang terjadi.
(5) Pemeriksaan abdomen
39
Kontraksi seperti frekuensi, lama, dan kekuatan
kontraksi harus dicatat. uterus harus terasa lebih lunak setelah
setiap kontraksi, kontraksi yang terlalu lama atau sangat kuat
dapat menimbulkan masalah seperti hipoksia janin. Kesan
abdomen, pemeriksaan Leopold seperti terdapat tanda nyeri
berlebihan, tanda cairan bebas dalam abdomen, kesan
lingkaran bandle meningkat/tinggi, bagian janin mudah diraba.
Pemeriksaan denyut jantung janin, jumlah normalnya
120150/menit (Manuaba, 2010:177).
(6) Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dapat dilakukan pada setiap klien
yang baru datang dengan tujuan untuk menetapkan apakah
klien in partu, selanjutnya pemeriksaan dalam dilakukan harus
berdasarkan indikasi untuk mencegah terjadinya infeksi.
2) Interpretasi data dasar
Diagnosa kala I : Inpartu kala ... fase ...
3) Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Masalah pontensial yang mungkin terjadi pada persalinan kala I adalah
kemajuan persalinan tidak sesuai dengan partograf, ketuban pecah dini
dan kala I memanjang.
4) Identifikasi kebutuhan tindakan segera
Pada pasien persalinan fisiologis tindakan segera kemungkinan tidak
ada. Namun pada kasus patologi tindakan segera dilakukan sesuai
dengan kondisi pasien yang memerlukan rujukan dan kolaborasi.
5) Perencanaan
Asuhan kebidanan pada kala I persalinan, sebagai berikut:
a) Lakukan pengkajian data kepada ibu berupa keluhan yang di
rasakan, biodata, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan
sebelumnya, persalinan sebelumnya serta kehamilan sekarang.
b) Evaluasi kesejahteraan ibu dan janin
(1) Denyut jantung janin: setiap ½ jam
(2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
(3) Nadi: setiap ½ jam
(4) Tekanan darah: setiap 4 jam
(5) Temperatur tubuh: setiap 4 jam
40
c) Lakukan pengisian partograf
pengisian partograf di lakukan pada fase aktif yaitu
pembukaan serviks 4 sampai 10 cm
d) Persiapan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi Persiapan
perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang diperlukan
(JNPK-KR, 2013:38).
6) Pelaksanaan asuhan
Pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarkan rencana asuhan yang
telah dibuat sebelumnya, yang sesuai dengan kebutuhan ibu.
7) Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektivitan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah.
b. Kala II
1) Pengumpulan data dasar
a) Data Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data
klien melalui anamnesa tanda gejala subjektif yang diperoleh dan
his persalinan kala II fokus pendataan adalah sejak kapan ibu
merasakan mulas meningkat, apakah ibu sudah ada perasaan ingin
meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, apakah ibu
merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/ atau
vaginanya (Yulianti, 2009:96).
b) Data Objektif
Menurut JNPK-KR (2013:76) data objektif dalam kala II
adalah:
(1) Pembukaan serviks telah lengkap.
(2) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
(3) Perineum menonjol vulva vagina dan spingter ani membuka.
(4) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
2) Interpretasi data dasar
Diagnosa kala II: Inpartu kala II
3) Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Masalah pontensial yang mungkin terjadi pada persalinan kala II
41
adalah distosia bahu, prolap tali pusat, kala II memanjang dan
perdarahan.
4) Identifikasi kebutuhan tindakan segera
Pada pasien persalinan fisiologis tindakan segera kemungkinan tidak
ada. Namun pada kasus patologi tindakan segera dilakukan sesuai
dengan kondisi pasien yang memerlukan rujukan dan kolaborasi.
5) Perencanaan
Asuhan kebidanan pada kala II persalinan, sebagai berikut :
a) Dengar dan lihat adanya tanda persalinan kala II.
b) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial
untuk menolong persalinan dan penatalaksanan komplikasi ibu dan
bayi baru lahir.
c) Pakai celemek plastik.
d) Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan
dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
e) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk
periksa dalam.
f) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik, gunakan tangan yang
memakai sarung tangan DTT dan steril.
g) Bersihkan vulva dan perineum.
h) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
i) Dekontaminasi sarung tangan, dengan cara mencelupkan ke
larutan klorin kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan
terbalik dalam larutan selama 10 menit.
j) Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah konttraksi atau saat
relaksasi uterus.
k) Beritahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik dan bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan sesuai
dengan keinginan.
l) Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran.
m) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada
dorongan kuat untuk meneran.
42
n) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran
dalam 60 menit.
o) Letakkan handuk bersih diperut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 56 cm.
p) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
q) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan.
r) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
s) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 56 cm membuka
vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi
dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala
bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya
kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat
dan dangkal.
t) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan
yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses
kelahiran bayi.
u) Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
v) Pada saat kepala telah melakukan putaran paksi luar, pegang
secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga
bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan
arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
w) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum
ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan
siku sebelah atas. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran
tangan atas berlanjut kepunggung, bokong, tungkai dan kaki.
Pegang kedua mata kaki masukkan telunjuk diantara kaki dan
pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari
lainnya (JNPK-KR, 2013:25).
6) Pelaksanaan asuhan
Pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarkan rencana asuhan yang
telah dibuat sebelumnya, yang sesuai dengan kebutuhan ibu.
43
7) Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektivitan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah.
c. Kala III
1) Pengumpulan data dasar
a) Data Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data
klien melalui anamnesa tanda gejala subjektif yang diperoleh dan
hasil bertanya dari pasien, suami atau keluarga pada saat
persalinan kala III: ibu mengatakan masih merasakan nyeri.
Menurut Saifuddin (2009:115) setelah persalinan, uterus kosong
akan berkontraksi dengan sendirinya, kontraksi pada otot uterus
merupakan mekanisme fisiologis yang menghentikan perdarahan.
b) Data Objektif
Menurut Cunningham (2011:409) data objektif dalam kala
III, sebagai berikut:
(1) Semburan darah yang mendadak.
(2) Pemanjangan tali pusat yang terlihat pada introitus vagina.
(3) Perubahan bentuk uterus dari discoid ke bentuk globular,
sewaktu uterus sekarang berkontraksi dengan sendirinya.
(4) Perubahan posisi uterus, uterus meninggi didalam abdomen
karena bagian terbesar plasenta dalam segmen bawah uterus
atau ruang vagina atas mendesak uterus keatas.
2) Interpretasi data dasar
Diagnosa kala III : Parturient kala III
3) Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Masalah pontensial yang mungkin terjadi pada persalinan kala III
adalah perdarahan, retensio plasenta, inversio uteri dan atonia uteri.
4) Identifikasi kebutuhan tindakan segera
Pada pasien persalinan fisiologis tindakan segera kemungkinan
tidak ada. Namun pada kasus patologi tindakan segera dilakukan sesuai
dengan kondisi pasien yang memerlukan rujukan dan kolaborasi.
44
5) Perencanaan
Asuhan kebidanan pada kala III persalinan menurut JNPK-KR
(2013:125):
a) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi
dalam uterus.
b) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik.
c) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10
unit IM di 1/3 paha atas bagian distal lateral.
d) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 510 cm dari
vulva.
e) Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas
simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
f) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang–atas
secara hati-hati untuk mencegah inversio uteri. Jika plasenta tidak
lahir setelah 3040 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hinngga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di
atas.
g) Lakukan peregangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti
poros jalan lahir.
h) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah
yang telah disediakan.
i) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase
dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi.
j) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan
pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta
ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
45
k) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan, bila
ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan.
6) Pelaksanaan asuhan
Pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarkan rencana asuhan yang
telah dibuat sebelumnya, yang sesuai dengan kebutuhan ibu.
7) Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektivitan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah.
d. Kala IV
1) Pengumpulan data dasar
a) Data Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data
pasien melalui anamnesa tanda gejala subjektif yang diperoleh dan
hasil bertanya dari pasien, suami atau keluarga pada saat
persalinan kala IV, yaitu: ibu mengatakan lelah dan lemas, kurang
nyaman serta ibu mengatakan darah yang keluar dari vaginanya
seperti saat haid hari pertama (Yulianti, 2009:184).
b) Data Objektif
Data objektif dalam kala IV adalah sebagai berikut:
(1) Tingkat kesadaran pasien.
(2) Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu dan
pernafasan.
(3) Kontraksi uterus
(4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal
bila jumlahnya tidak melebihi 400500 cc (Sulistyawati,
2010:9).
2) Interpretasi data dasar
Diagnosa kala IV : Parturient kala IV
3) Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Masalah pontensial yang mungkin terjadi pada persalinan kala IV
46
adalah perdarahan dan luka jalan lahir.
4) Identifikasi kebutuhan tindakan segera
Pada pasien persalinan fisiologis tindakan segera kemungkinan
tidak ada. Namun pada kasus patologi tindakan segera dilakukan sesuai
dengan kondisi pasien yang memerlukan rujukan dan kolaborasi.
5) Perencanaan
a) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervagina.
b) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan cegah perdarahan pervagina.
c) Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi.
d) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
e) Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama
jam kedua pasca persalinan, memeriksa temperatur tubuh ibu
sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan.
f) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5
% untuk dekontaminasi selama 10 menit. Cuci dan bilas peralatan
setelah didekontaminasi.
g) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai
h) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa
cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang
bersih dan kering.
i) Pastikan ibu merasa nyaman, bantu ibu memberi ASI.
j) Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan
yang diinginkannya.
k) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5 %.
l) Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%,
balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
m) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
6) Pelaksanaan asuhan
Pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarkan rencana asuhan yang
telah dibuat sebelumnya, yang sesuai dengan kebutuhan ibu.
47
7) Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektivitan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah.
E. Preeklampsia
a. Definisi preeclampsia
48
faktor lingkungan (Pribadi, A., et al, 2015).
b. Etiologi Preeklampsia
49
mengalami preeklampsia dan 22 sampai 47 persen pada orang
kembar.
c. Faktor Resiko
Faktor resiko dan berpengaruh terhadap progresifitas preeklampsia (Pribadi,
A. et al, 2015) :
1) Faktor usia ibu
2) Paritas
3) Usia kehamilan
4) Indeks Massa Tubuh (IMT). Nilai IMT diatas 30 dengan kategoriobesitas,
resiko preeklampsia meningkat menjadi 4 kali lipat.
Faktor resiko preeklampsia (Cunningham, et al., 2014) antara lain :
1) Obesitas
2) Kehamilan multifetal
3) Usia ibu
4) Hiperhomosisteinemia
5) Sindrom metabolic
Faktor resiko lain melliputi lingkungan, sosioekonomi, dan bisa juga
pengaruhmusim. (Cunningham et a., 2014).
d. Patofisiologi Preeclampsia
Patofisiologi terjadinya preeklampsia dapat dijelaskan sebagai berikut
(Cunningham et al., 2010):
1) Sistem Kardiovaskuler
Pada preeklampsia, endotel mengeluarkan vasoaktif yang didominasi
oleh vasokontriktor, seperti endotelin dan tromboksan A2. Selain itu, terjadi
penurunan kadar renin, angiotensin I, dan angiotensin II dibandingkan
kehamilan normal.
50
2) Perubahan Metabolisme
Pada perubahan metabolisme terjadi hal-hal sebagai berikut :
a) Penurunan reproduksi prostaglandin yang dikeluarkan oleh plasenta.
b) Perubahan keseimbangan produksi prostaglandin yang menjurus pada
peningkatan tromboksan yang merupakan vasokonstriktor yang kuat,
penurunan produksi prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator dan
menurunnya produksi angiotensin II-III yang menyebabkan makin
meningkatnya sensitivitas otot pembuluh darah terhadap vasopressor.
c) Perubahan ini menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah dan
vasavasorum sehingga terjadi kerusakan, nekrosis pembuluh darah, dan
mengakibatkan permeabilitasmeningkat serta kenaikan darah.
d) Kerusakan dinding pembuluh darah, menimbulkan dan memudahkan
trombosit mengadakan agregasi dan adhesi serta akhirnya
mempersempit lumen dan makin mengganggualiran darah ke organ vital.
e) Upaya mengatasi timbunan trombosit ini terjadi lisis,sehingga dapat
menurunkan jumlah trombosit darah serta memudahkan jadi perdarahan.
(Manuaba, 2001)
3) Sistem Darah dan Koagulasi
Pada perempuan dengan preeklampsia terjadi trombositopenia,
penurunan kadar beberapa faktor pembekuan, dan eritrosit dapat memiliki
bentuk yang tidak normal sehingga mudah mengalami hemolisis. Jejas pada
endotel dapat menyebabkan peningkatan agregasi trombosit, menurunkan
lama hidupnya, serta menekan kadar antitrombin III. (Cunningham et al.,
2014).
4) Homeostasis Cairan Tubuh
Pada preeklampsia terjadi retensi natrium karena meningkatnya sekresi
deoksikortikosteron yang merupakan hasil konversi progesteron. Pada wanita
hamil yang mengalami preeklampsia berat, volume ekstraseluler akan
meningkat dan bermanifestasi menjadi edema yang lebih berat daripada
wanita hamil yang normal. Mekanisme terjadinya retensi air disebabkan
karena endothelial injury. (Cunningham et al, 2014).
5) Ginjal
Selama kehamilan normal terjadi penurunan aliran darah ke ginjal dan
51
laju filtrasi glomerulus. Pada preeklampsia terjadi perubahan seperti
peningkatan resistensi arteri aferen ginjal dan perubahan bentuk endotel
glomerulus. Filtrasi yang semakin menurun menyebabkan kadar kreatinin
serum meningkat. Terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, menimbulkan
perfusi dan filtrasi ginjal menurun menimbulkan oliguria. Kerusakan
pembuluh darah glomerulus dalam bentuk “gromerulo-capilary
endhotelial” menimbulkan proteinuria. (Cunningham et al, 2014).
6) Serebrovaskular dan gejala neurologis lain
Gangguan seperti sakit kepala dan gangguan pengelihatan. Mekanisme
pasti penyebab kejang belum jelas. Kejang diperkirakan terjadi akibat
vasospasme serebral, edema, dan kemungkinan hipertensi mengganggu
autoregulasi serta sawar darah otak.
7) Hepar
Pada preeklampsia ditemukan infark hepar dan nekrosis. Infark hepar
dapat berlanjut menjadi perdarahan sampai hematom. Apaabila hematom
meluas dapat terjadi rupture subscapular. Nyeri perut kuadran kanan atas
atau nyeri epigastrium disebabkan oleh teregangnya kapsula Glisson.
8) Mata
Dapat terjadi vasospasme retina, edema retina, ablasio retina, sampai
kebutaan.
52
menggunakan uji dipstick 3+ sampai 4+)
7) Oliguria : keluaran urine kurang dari 30 ml/jam atau kurang dari 500 ml/24
jam
8) Nyeri epigastrium karena distensi hati
f. Diagnosis preeklampsia
Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda
utama: hipertensi, edema, dan proteinuria. Hal ini memang bergunauntuk kepentingan
statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya
kendatipun ditemukan sendiri. (Wibowo danRachimhadhi, 2006)
53
Trombositopenia Hitung trombosit < 100.000/µL
Insufisiensi ginjal Konsentrasi kreatinin serum >1,1 mg/dL
atau lebih dari dua kali kadarnya dan tidak
terdapat penyakit ginjal lainnya
Gangguan fungsi hati Konsentrasi transaminase lebih dari dua
kali normal
Edema paru
Gangguan serebral atau pengelihatan
Sumber :American College of Obstetricians and Gynecologists, 2013
54
g. Klasifikasi Preeclampsia
55
h. Penanganan Preeclampsia
Pengobatan pada preeklampsia hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena
etiologi preeklampsia dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang
menyebabkannya, belum diketahui. Tujuan utama penanganan adalah (Wibowo
dan Rachimhadhi, 2006):
1) Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia
2) Melahirkan janin hidup
3) Melahirkan janin hidup dengan trauma sekecil-kecilnya.
Wibowo dan Rachimhadhi (2006) mengklasifikasikan penanganan preeklampsia
menjadi dua sebagai berikut:
1) Penanganan preeklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur karena dengan berbaring pada sisi tubuh dapat
menyebabkan pengaliran darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal juga
lebih banyak, tekanan vena pada ekstrimitas bawah turun dan resorbsi cairan dari
daerah tersebut bertambah selain itu juga mengurangi kebutuhan volume darah yang
beredar. Pemberian Fenobarbital 3x30 mg sehari akan menenangkan penderita dan
dapat juga menurunkan tekanan darah.
2) Penanganan preeklampsia berat
Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda- tanda dan gejala-
gejala preeklampsia berat segera harus diberi sedatif yang kuat untuk mencegah
timbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut dapat diatasi, dapat
dipikrkan cara yang terbaik untuk menghentikan kehamilan. Tindakan ini perlu untuk
mencegah seterusnya bahaya eklampsia. Sebagai pengobatan untuk mencegah
timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: (1) larutan sulfas magnesikus 40% dengan
kegunaan selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
diuresis; (2) klorpomazin 50 mg; (3) diazepam 20 mg intramuscular.
i. Komplikasi Preeclampsia
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi dibawah
ini yang biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia (Wibowo dan
Rachimhadhi, 2006) :
a) Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering
56
terjadi pada preeklampsia.
b) Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklampsia berat. Oleh karena itu dianjurkan pemeriksaan
kadar fibrinogen secara berkala.
c) Hemolisis
Penderita dengan gejala preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinis hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah
ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi eritrosit. Nekrosis periportal hati
yang ditemukan pada autopsy penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus
tersebut.
d) Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
e) Kelainan mata
Kehilangan pengelihatan untuk sementara, yang berlansung selama seminggu,
dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
f) Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronchopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru.
g) Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia/eklampsia merupakan akibat
vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi
ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama pada enzim-enzimnya.
h) Sindroma HELLP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes and low platelets Merupakan sindrom
kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan
enzim hati [SGOT, SGPT],gejala subyektif [cepat lelah, mual, muntah dan nyeri
epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas
asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi
(adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor
kuat), lisosom (Manuaba, 2007).
57
i) Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endhotelial tubulus ginjal tanpa kelainanstruktur yang lainnya. Kelainan lain yang
dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
j) Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jantung akibat kejang-kejang, pneumonia
aspirasi dan DIC (disseminated intravascular coagulation).
k) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin
j. Pathway
Gambar 2.1
Pathway Pre-Eklampsia
Psikologis
karena belum
pernah hamil
dan
melahirkan
Metabolisme
hamil (karbohidrat, Protein urin Oedema
lemak
protein)
Pre Eklamsi Ringan
58
Penanganan Rawat inap:
Rawat jalan:
• Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan • Kehamilan < 37 minggu: bila desakan darah mencapai
ambulasi sesuai keinginannya. normotensif selama perawatan, persalinan ditunggu
• Diet reguler : tidak perlu diet khusus sampai aterm, bila desakan darah turun tetapi belum
• Vitamin prenatal mencapai normotensif selama perawatan maka
• Tidak perlu retriksi konsumsi garam kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37
minggu atau lebih
• Tidak perlu pemberian diuretic,
antihipertensi dan sedativum • Kehamilan aterm >37 minggu atau lebih: persalinan
• Kunjugan ke rumah sakit setiap seminggu ditunggu sampai aterm sampai onset persalinan
• Cara persalinan: persalinan dapat dilakukan secara
spontan bila memperpendek kala II
Induksi persalinan
komplikasi
Sumber: Prawirorahardjo 2007, Bothamely Judy 2012, Mitayani 2009, Prawirorahardjo 2009,
Anonimous, 2005, Rukiyah dan Yulianti, 2013
59
BAB IV
FORMAT PENDOKUMENTASIAN
ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN (INC)
Penanggung jawab
Nama : Tn. H
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT.07 Desa Pematang Jering
No. Telp/HP :-
Hubungan dengan klien : Suami
KELUHAN UTAMA :
Ibu hamil mengeluh, sakit perut menjalar sampai kepinggang keluar lendir bercampur darah dari
vagina. pusing, nyeri pada perut kanan atas, badan merasa tidak enak
1 Ini
2
3
4
5
Imunisasi : lengkap
TT 1 Hepatitis
- Lain-lain
4 Riwayat penyakit keluarga dan atau operasi yang lalu: (jenis penyakit/operasi, dimana dan kapan)
- Infentilitas - infeksi virus - PMS - Servisitis kronis - Endrometriosis
- Myoma - Polip servix - Kanker kandungan - Operasi kandungan
Lain-lain : tidak ada.....................................................................................................................
5 Makan/Minum/Eliminasi
Kapan terakhir kali makan/minum : 12.30 WIB
Jenis makanan/minuman yang sering dikonsumsi :
Nasi, sayur,lauk, buah,air putih, susu
(bila terdapat gangguan pada pola makan minum, hitung secara kuantitas/kualitas di lembar lain, kolaborasi
dengan ahli gizi)
Kapan terakhir BAB/BAK: : 13.00 WIB
6 Psikososial
61
B DATA OBYEKTIF (PEMERIKSAAN FISIK) :
Keadaan umum :composmentis
1 Tanda-tanda vital : - TD: 140/90mmHg S : 36,70C
- N :86 x/mnt -
- P : 20 x/mnt
BB Sebelum hamil : 70 kg
BB Sekarang : 84 kg
Turgor : baik kurang - jelek -
Mata : Seklera : - ikterus tdk.ikterus
Konjungtiva : - pucat tdk.Pucat
Penglihatan : jelas - kabur - Lain-lain.......................
Abdomen :
Bekas operasi :- Ada Tidak ada
PEMERIKSAAN KHUSUS
PALPASI
- Tinggi fundus : 31 cm - Bagian terdapat dalam Fundus : bokong
- Presentasi : kepala
- Posisi : Pu-ka - Penurunan :HI
- Pergerakan : Aktif
- kontraksi :3x10 " 25" - TBJA : 2945 gram
AUSKULTAS
- DJJ :130x/mnt. Teratur - Tidak teratur Kuat - Lemah
- lain-lain : …………………………………………………….
PERKUSI
Repleks patella : kanan /kiri +/+
Ano-genetalia
- Vulva : Bersih - Kotor - Varises - Edema
- Pengeluaran : - keputihan darah-lendir
- Air ketuban, karakteristik ………………………………………….
- Darah, Karakteristik ……………………………………………….
- Hemorroid : Tdk.ada - Ada, jelaskan ………………………………….
- Lain-lain : tidak ada
62
TOUCHER/PERIKSA DALAM
2
- Tgl : 09-04-2022 Pukul : 14.10 Wib, oleh : Bidan
- Indikasi : tidk ada
Portio : tipis - Tebal - Lembut - Kaku
Pendataran : - 25% - 50% √ 75% - 100%
Pembukaan : 8 cm
Ketuban : utuh - warna Jernih………………………………….
Presentase : kepala, uuk: kecil/kanan/depan/belakang
√
Penurunan : - HI - H II √ H III - H IV
Lain-lain : kandung kemih kosong
3 PemeriksaanPenunjang
Hb : 10,8 gr %
Lain-lain : Protein urine +1
63
PERENCANAAN
64
CATATAN PELAKSANAAN
65
KONTROL HIS
NamaIbu :Ny. R
Umur :26 Tahun
Alamat : RT.07 Desa Pematang Jering
10’’
15.10 wib 146 + 8-9 H1II 3x10’/ 140/90 114 37.8 28x/m -
10’’
15.40 wib 150 + 10 cm H III + 3x10’/ 140/90 114 38 28x/m -
10’’
16.00 wib Lahir spontan, segera menangis, A/S 8/9, perempuan, Caput suksedenum +. BB 3000 gr. PB 50 anus+
66
DATA PERKEMBANGAN KALA II
P:
1. menginformasikan proses kemajuan persalinan dan
memberitahu kondisi ibu dan janin
2. memantau perkembangan TTV, his, DJJ pada lembar
partograf,
3. memastikan semua alat sudah lengkap, memakai APD dan
mendekatkan alat partus set yang sudah lengkap,
4. mengamatai tanda dan gejala kala II, Mengamati tanda dan
gejala persalinan kala dua. - Ibu mempunyai keinginan
untuk meneran - Ibu merasa tekanan yang semakin
meningkat pada rektum dan/atau vaginanya. - Perineum
menonjol - Vulva dan sfingter ani membuka 30.
Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap,
ketuban sudah pecah, dan keadaan janin baik. Membantu
ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
5. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu
untuk meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi
setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman). 32.
Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai
dorongan yang kuatuntuk meneran :
6. Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai
keinginan untuk meneran.
67
7. Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk
meneran.
8. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai
pilihannya (tidak meminta ibu untuk berbaring terlentang).
9. Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
10. Menganjurkan suami dan keluarga untuk mendukung dan
memberi semangat pada ibu. Menganjurkan ibu minum
untuk menambah tenaga ibu saat meneran.
11. Meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk
mengeringkan bayi. Handuk sudah diletakkan.
12.Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian di bawah
bokong ibu
13. Membuka partus set.
14. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua
tangan.
15. Saat kepala bayi tampak 5-6 cm di depan vulva, lindungi
perineum dengan satu tangan dan tangan yang dilapisi kain
bersih dan kering dantangan yang lain menahan kepala
bayi dengan tekanan yang lembut agartidak terjadi defleksi
secara tiba-tiba dan membiarkan kepala keluarsecara
perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran
perlahan-lahanatau bernapas cepat saat kepala lahir.
16. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi
dengan kain atau kassa yang bersih.
17. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang
sesuai jikahal itu terjadi. Kepala lahir tanpa adanya lilitan
tali pusat.
18. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi
luar secaraspontan.
19. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar,
memposisikan tangansecara biparietal. Menganjurkan ibu
untuk meneran saat ada kontraksiberikutnya. Dengan
lembut dengan menariknya ke arah bawah dan kearah
keluar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke
arah luar untukmelahirkan bahu posterior.
20. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai
68
kepala bayiyang berada di bagian bawah ke arah perineum
tangan, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke
tangan tersebut. Mengendalikankelahiran siku dan tangan
bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian
bawah untuk menyangga tubuh bayi saat
dilahirkan.Menggunakan tangan anterior (bagian atas)
untuk mengendalikan sikudan tangan anterior bayi saat
keduanya lahir.
21. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang
ada di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi
untuk menyangganya saat punggung dan kaki lahir.
Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati
membantu kelahiran kaki.
22. Menilai bayi dengan cepat, bayi lahir bugar pada tanggal
09 April 2022 dengan keadaan sehat, menangis kuat, jenis
kelamin perempuan.
23. Mengeringkan bayi menggunakan handuk yang ada di atas
perut ibu untuk mencegah bayi hipotermi. Bayi sudah
dikeringkan.
24. Mengganti handuk yang basah dengan handuk baru yang
kering untuk menjaga kehangatan bayi.Handuk sudah
diganti dengan handuk yang kering.
25. Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada
janin kedua. Hasilnya setelah diperiksa janin tunggal.
26. Memberitahu ibu bahwa akan disuntikkan oksitosin 10 IU
di 1/3 paha lateral secara IM yang bertujuan untuk
mempercepat lahirnya plasenta dan mencegah terjadinya
perdarahan. Ibu sudah mengetahui bahwa plasenta akan
lahir dan bersedia untuk disuntik oksitosin, suntikan
oksitosin 10 IU sudah diberikan
27. Menjepit tali pusat dengan menggunakan klem kira-kira 3
cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat ke
arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem
pertama. 2 cm dari klem. Penjepitan tali pusat sudah
dilakukan.
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi
dari gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem
69
tersebut dan mengikat talipusat dengan benang tali pusat
yang steril. Tali pusat sudah diikat dengan kuat dan tidak
ada perdarahan.
29. Meletakkan bayi di atas dada ibu dengan posisi tengkurap
atau melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) dan tetap
diselimuti dari atas untuk menjaga kehangatan bayi. Ibu
sudah melakukan IMD
30. PB 50 cm, BB 3000 g, caput+, anus +, perempuan
70
DATA PERKEMBANGAN KALA III
P:
1. Memberitahu ibu bahwa akan disuntikkan oksitosin 10 IU
di 1/3 paha lateral secara IM yang bertujuan untuk
mempercepat lahirnya plasenta dan mencegah terjadinya
perdarahan. Ibu sudah mengetahui bahwa plasenta akan
lahir dan bersedia untuk disuntik oksitosin, suntikan
oksitosin 10 IU sudah diberikanlalu menjepit tali pusat
dengan koher
2. Menjepit tali pusat dengan menggunakan klem kira-kira 3
cm dari pusatbayi. Melakukan urutan pada tali pusat ke
arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem
pertama. 2 cm dari klem. Penjepitan tali pusatsudah
dilakukan
3. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi
dari gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem
tersebut dan mengikat tali pusat dengan benang tali pusat
yang steril. Tali pusat sudah diikat dengan kuat dan tidak
ada perdarahan
71
DATA PERKEMBANGAN KALA IV
P:
1. Memberitahu hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
2. Mengukur TTV
3. Mengajarkan ibu dan keluarga cara melakukan massase
uterus, yaitu dengan cara meletakkan telapak tangan
diatas perut dan melakukan gerakan melingkar searah
jarum jam. Ibu dan suami sudah mengerti dan
mempraktekkannya dengan benar dihadapan petugas.
4. Membersihkan ibu menggunakan washlap dan air DTT
dan memasang doek dan celana dalam ibu serta
mengganti pakaian ibu. Dan mendekontaminasi peralatan
bekas pakai ke dalam larutan klorin 0,5%. Membuang
bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat
sampah yang sesuai. Ibu sudah dibersihkan dan peralatan
bekas pakai telah di rendam dalam larutan klorin 0,5 %
5. Menganjurkan ibu untuk memulai memberikan ASI
dengan melakukanIMD Inisiasi Menyusui Dini) dan bayi
tetap diselimuti dan memakaitopi untuk menjaga
kehangatan bayi IMD berhasil selama 1 jam. Kolostrum
sudah keluar dan daya hisap bayi kuat.
6. Memindahkan ibu ke ruang nifas dan menganjurkan
72
suami atau keluarga untuk memberi asupan makan dan
minum untuk memulihkan tenaga ibu. Ibu dan keluarga
sudah mengerti dan mau memperhatikan asupan makanan
dan minum untuk memulihkan tenaga ibu.
7. Memantau keadaan ibu setiap 15 menit pada 1 jam
pertama dan memantau keadaan ibu setiap 30 menit pada
1 jam kedua.
73
LAPORAN PERSALINAN
Nama : Ny. R
Umur : 26 Tahun
Alamat : RT.07 Desa Pematang Jering
Ibu datang : Tgl : 09-04-2022 Jam : 14.00 WIB
Keluhan : Mules-mules
KALA/JAM KEADAAN IBU
09-04-2022 Ibu masuk ruang vk, ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah dan menjalar sampai
kepinggang
15.00 wib Pasien mengeluh nyeri perut menjalar ke pinggang KU sedang TD 180/100 mmhg
DJJ 152x/m, His 3x10’/10’’. HII+. Ketuban merembes , mengobservasi HIS, DJJ,
kolaborasi dengan dokter
74
membuka, K/U: cm , TD 180/100 mmhg His : 4 x 10’ 10 ”, DJJ 152 x/menit. Pukul
: 16.00 wib PD: portio tidak teraba, pembukaan lengkap, ketuban negatif,presentasi
kepala, penurunan hodge III +, posisi UUK kiri depan.
Kepala crowning, ibu ingin meneran, tangan kanan menekan perineum, tangan kiri
menahan puncak kepala agar tidak terjadi difleksi dini, maka lahirlah UUK, UUB,
dahi, mata, hidung, mulut, dan dagu bayi, kemudian usap muka bayi, dengan doek
steril, pegang kepala bayi secara biparetal, arahkan kepala bayi keperineum untuk
melahirkan bahu anterior, kemudian arahkan kesimpisis untuk melahirkan bahu
posterior, sanggah bayi dibaian leher dan bahu, dengan tangan kanan, tangan kiri
menelusuri lahirnya punggung, dengan bokong, dan tungkai kaki bayi, sehingga bayi
lahir menghadap kepinggang.
Bayi lahir normal segera menangis, bayi diletakkan diatas perut ibu dan pastikan
tidak ada janin kedua, jika tidak ada maka suntikkan oksitosin 10 U/IM paha atas ibu
bagian luar, kemudian klem tali pusat ±3-5 cm dari pangkal tali pusat, lalu klem
kedua ±2-3 cm dari klem pertama dan potong tali pusat diantara kedua klem, setelah
itu anjurkan ibu untuk segera melakukan IMD pada bayinya.
Kala III
16.20 wib Melakukan manajemen aktif kala III, serta menilai tanda perelepasan plasenta.
Plasenta lahir pukul 16.20 wib, dilakukan eksplorasi untuk memastikan tidak ada
bagian plasenta yang masih melekat. Kontraksi baik. Perdarahan 300 cc. Plasenta lahir
lengkap. Laserasi grade 2, heacting dalam jelujur, luar 6 jahitan
K/u ibu : cm
TD : 120/70 mmHg, N: 79x/menit, : 370C
TFU: Sepusat. kontraksi uterus baik kandung kemih kosong, perdarahan +100
cc.
K/u Bayi : baik
PB: 50 cm
Kala IV
BB : 3000 gram
16.30 wib
JK : perempuan
Caput +
Anus : +, cacat –
75
CATATAN PERKEMBANGAN PERSALINAN NY.R
76
mefenamat 3x1, amoxcillin
3x1. IVFD RL 20 tts/m
2 10-04-2022 Ny. R. Post partum hari pertama S :ibu mengatakan merasa
1 hari post keadaannya semakin
dengan nifas normal + PER
partum membaik, ASI sudah keluar,
16.00 wib bayi bisa menyusu.
O : KU baik suhu 36.5 nadi
78x/m, RR 21x/m, TFU pusat
simpisis, kontraksi uterus
baik, lochea rubra, TD
110/80 mmhg, kontraksi
uterus baik, emosional stabil
P:
1. Melepas infus
2. Memberitahu hasil
pemeriksaan
3. mengobservasi KU, TTV,
involusi, TFU,
4. anjurkan ibu untuk istirahat,
5. Memberitahu bahwa involusi
uteri ibu berjalan dengan
baik dan normal TFU
pertengahan simfisis dengan
pusat, uterus berkontraksi
dengan baik, tidak ada
perdarahan abnormal dan
tidak berbau. Ibu dalam
keadaan normal.
6. Mengingatkan ibu kembali
untuk memakan makanan
bergizi dan asupan nutrisi
yang cukup untuk
metabolisme dan proses
pembentukan ASI yaitu
karbohidrat, tinggi protein
(tahu tempe, kacang-
77
kacangan, daging, ikan),
sayur-mayur, buah-buahan
dan minum air putih minimal
3 liter/hari serta minum pil
zat besi. Ibu minum air putih
lebih dari 8 gelas/hari dan
telah minum pil zat besi
sesuai aturan yang diberikan
petugas.
7. Memberikan ibu pendidikan
kesehatan tentang perawatan
payudara dan posisi yang
baik saat menyusui.
Memastikan ibu menyusui
bayi secara bergantian dan
mengajarkan posisi yang
baik yaitu meletakkan bayi
pangkuan ibu dengan posisi
ibu duduk, seluruh daerah
hitam harus masuk ke dalam
mulut bayi. Ibu mengerti
dengan penjelasan yang
diberikan dan
mempraktekkannya di depan
petugas dengan benar
8. Menilai adanya tanda-tanda
demam dan infeksi pada ibu.
Tidak ada tanda-tanda
demam dan infeksi pada ibu
9. Edukasi tentang kehamilan
berikutnya
10-04-2022 Ny. R. Post partum hari pertama S :ibu mengatakan badan sudah
16.30 wib membaik dan nyaman
dengan nifas normal + PER
O : KU sedang suhu 36.5 nadi
84x/m, RR 21x/m, TFU 2
Jari bawah pusat, kontraksi
78
uterus baik, lochea rubra, TD
120/80 mmhg
P:
1. Persiapan Pasien pulang
79
BAB V
PEMBAHASAN
Keberadaan bidan menjadi tolak ukur kesehatan di masyarakat. Hal inilah yang
menjadikan bidan sebagai ujung tombak dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Dalam hal ini pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga bidan. Dalam penanganan Asuhan
Kebidanan tenaga kesehatan PKM. Simpang Sungai Duren mulai dari pengkajian data,
interpretasi data, diagnosa potensial, antisipasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Menurut Hellen, Varney (2007), Langkah pertama adalah mengumpulkan data dasar
yang menyeluruh untuk mengevaluasi ibu dan dan bayi baru lahir. Data dasar ini meliputi
pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik, meninjau kembali proses perkembangan
keperawatan saat ini atau catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data hasil
laboratorium dan laporan terkait dengan data dasar yang diperlukan adalah semua data
yang berasal dari sumber informasi yang berkaitan dengan ibu dan bayi.
Dalam teori menurut Benson dan Martin 2009 tanda dan gejala preeklamsia ditandai
oleh hipertensi atau > 140/90 mmhg, terjadi edema, dan protein urin > +1. Hal ini dapat
dilihat dari hasil pemeriksaan di lahan Ny. R.didapatkan pemeriksaan objektif yaitu
tekanan darah 140/90 mmhg BB sebelum hamil 70 kg, dan BB sekarang 82 kg, juga
terdapat oedema pada kaki dan proteinuria + 1. Selain itu, penambahan berat badan yang
berlebihan pada saat hamil juga bisa menjadi salah satu factor pencetus terjadi nya
preeclampsia.
Penelitian yang dilakukan oleh James et al. menyatakan bahwa berat badan
berlebihan pada wanita hamil berhubungan dengan pre-eklampsia. Pada penelitian yang
dilakukan Mark et al. dilaporkan bahwa obesitas pada kehamilan berhubungan dengan
peningkatan morbiditas pada ibu dan bayi. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh
Caroline, 2016. Memperlihatkan bahwa jumlah wanita hamil dengan obesitas yang
menderita pre-eklampsia dan wanita obes tanpa pre-eklampsia sebanyak 60 orang.
Sebagian besar responden dengan pre-eklampsia termasuk obesitas I. Sehingga terdapat
hubungan antara obesitas pada kehamilan dengan pre-eklampsi pada wanita hamil di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Dapat di simpulkan bahwa antara teori dan lahan tidak ada kesenjangan karena
Dilahan Ny. R tekanan darahnya 140/90 mmhg, sedangkan menurut teori Martin dan
Benson tekanan darahnya juga 140/90 mmhg, mengalami kelebihan berat badan selama
hamil, dan terdapat oedema pada kaki. Sertaproteinuria + 1 sama halnya dengan teori.
80
2. Interpretasi Data
Menurut Soepardan (2008) pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap
diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi data yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan
diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah, keduanya
harus ditangani. Meskipun masalah tidak diartikan sebagai diagnosis, tetapi tetap
membutuhkan penaganan.
Dalam teori menurut Prawirorahardjo, 2009 diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan
berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau odema setelah kehamilan
20 minggu. Interpretasi data yang dibuat di lahan pada Ny. R tidak hanya berdasarkan
pengkajian data subyektif dan data obyektif saja melainkan ditegakkan dengan hasil Ny. R
terjadi hipertensi, oedema disertai proteinuria .
Salah satu faktor risiko preeklampsia adalah primigravida. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ani Harumi, dkk pada tahun 2019 menunjukkan bahwa ibu hamil yang
mengalami preeklampsia lebih banyak terjadi pada ibu hamil primigravida yaitu 22 (26,2%).
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji statistik chi square didapatkan ρ-value = 0,027
(ρ-value < 0,05) yang artinya H1 diterima. Pada Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara primigravida dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil.
Dilihat dari hasil yang didapatkan antara teori dan hasil penelitian maka penulis
menyimpulkan bahwa antara teori dan lahan tidak ada kesenjangan. Dimana Ny.R
merupakan ibu hamil primipara, mengalami hipertensi, oedema, dan proteinuria +1. Maka
diagnosa Ny. R umur 26 tahun hamil 40 minggu janin tunggal hidup intra uteri adalah
preeklamsia ringan. parturient kala III, dan parturient kala IV.
3. Diagnosa Potensial
Menurut Asrinah (2010) Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan dignosis yang sudah teridentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. sambil
mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial
ini benar-benar terjadi.
Dalam teori menurut Martin dan Benson, 2009 jika keadaan preeklamsia ringan tidak
tertangani dengan baik, keadaannya akan memburuk dan dapat menimbulkan preeklamsia
berat. Sehingga pada kasus Ny. R tidak terdapat diagnosa potensial yang langsung karena
mendapatkan perawatan yang intensif, sehingga pada langkah ini tidak terdapat kesenjangan
yang signifikan karena diagnosa potensialnya telah diatasi dengan benar.
81
4. Antisipasi / Tindakan Segera
Menurut Soepardan (2008) dalam kondisi tertentu, seorang bidan mungkin juga perlu
melakukan tindakan yang harus disesuaikan dengan prioritas masalah atau kondisi
keseluruhan yang dihadapi klien. Setelah bidan merumuskan hal-hal yang perlu dilakukan
untuk mengantisipasi diagnosis/ masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga
harus merumuskan tindakan emergensi darurat yang harus dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa ibu dan bayi. Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa
dilakukan secara mandiri, kolabirasi, atau bersifat rujukan.
Dalam teori menurut Anonimous, 2005 tindakan segera yang dilakukan yaitu
pengukuran tekanan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur. Sedangkan dilahan tindakan segera
pada kasus ibu hamil Ny. R dengan preeklamsiaringan antisipasi atau tindakan segera yang
dilakukan adalah memantau keadaan umum terutama tekanan darah.
Dilihat dari antara teori dengan lahan dapat disimpulkan bahwa penanganan awal atau
tindakan segera yang dilakukan adalah memantau tekanan darah. Jadi antara lahan dan teori
tidak ada kesenjangan yang signifikan.
5. Perencanaan
Menurut Mufdillah, 2009. Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini
informasi atau data dasar yang tidak lengkap dilengkapi. Suatu rencana asuhan harus sama-
sama disetujui oleh bidan maupun wanita itu agar efektif, karena pada akhirnya wanita itulah
yang akan melaksanakan rencana itu termasuk membuat dan mendiskusikan rencana.
Dalam teori menurut Rukiyah dan yulianti, 2013 perencanaan pada preeklamsia ringan
yaitu pengukuran tekanan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur Penimbangan berat badan
pada waktu ibu masuk rumah sakit serta penimbangan dilakukan setiap hari dan
pemberian medikamentosa: sedativa (diazepam), anti hipertensi seperti alfa metil DOPA (R:
dopamet) diberikan menurut indikasi. dan pada persalinan dapat dilakukan secara spontan
bila memperpendek kala II.
Sedangkan dilahan perencanaan Ny. R yang dilakukan yaitu memantau tekanan darah
30 menit , diberikan obat penurun tensi nifedipine tujuanya untuk penurun tensi dan
pemberian infus 500 cc 20 tetes/menit+ MgSO4 20 %, dengan tujuan agar tidak terjadi
preeklamsia berat yang mengakibatkan kejang, hal ini sudah sesuai dengan protap
Puskesmas Simpang Sungai Duren.
Sehingga penulis menyimpulkan antara teori dan lahan tidak terdapatnkesenjangan pada
pemantauan tekanan darah di teori dilakukan setiap 4 jam, sedangkan di lahan tekanan
darah dipantau setiap 30 menit karena pemantaun tekanan darah sebaiknya dilakukan
setiap 30 menit sekali karena kondisi pasien dalam keadaan gawat darurat dan penimbangan
berat badan dilahan tidak dilakukan. sedangkan diteori Menurut Almatsier, 2004
82
Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan dilakukan
setiap hari karena mendekteksi dini terhadap tiga gejala preeklamsia, sehingga antara teori
tidakada kesenjangan yang signifikan.
6. Pelaksanaan
Menurut Varney, (2007) langkah keenam adalah melaksanakan rencana perawatan
secara menyeluruh. Langka ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan, atau
dilakukan sebagian oleh ibu atau orang tua, bidan, atau anggota tim kesehatan lain. Suatu
komponen implementasi yang sangat penting adalah pendokumentasian secara berkala,
akuarat, dan menyeluruh.
Dalam teori menurut Rukiyah dan yulianti, 2013 perencanaan padapreeklamsia ringan
yaitu pengukuran tekanan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur, Penimbangan berat badan
pada waktu ibu masuk rumah sakit serta penimbangan dilakukan setiap hari,dan pemberian
medikamentosa: sedativa (diazepam), anti hipertensi seperti alfa metil DOPA (R: dopamet)
diberikan menurut indikasi. dan pada persalinan dapat dilakukan secara spontan bila
memperpendek kala II.
Sedangkan dilahan pelaksanaan Ny. R yang dilakukan yaitu memantau tekanan darah
setiap 30 menit seperti tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, diberikan obat penurun tensi
nifedipine dan pemberian infus 500 cc 20 tetes/menit+ MgSO4 20 %, pemasangan O2.
Sehingga penulis menyimpulkan antara teori dan lahan tidak terdapatkesenjangan pada
pemantauan tekanan darah di teori dilakukan setiap 4 jam, sedangkan di lahan tekanan
darah dipantau setiap jam karena pemantaun tekanan darah sebaiknya dilakukan setiap
sejam sekali karena kondisi pasien dalam keadaan gawat darurat dan penimbangan berat
badan dilahan tidak dilakukan.
Sedangkan diteori Menurut Almatsier, 2004 Penimbangan berat badan pada waktu ibu
masuk rumah sakit dan penimbangan dilakukan setiap hari karena mendekteksi dini
terhadap tiga gejala preeklamsia, sehingga antara teori tidak ada kesenjangan yang
signifikan.
7. Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar- benar telah terpenuhi sesuai
dengan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut
dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksananya. Ada kemungkinan
bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif Estiwidani,
(2008).
Pelakasanaan evaluasi pada Ny. R dilakukan dari mulai pengkajiansampai perencanaan
dilakukan dengan tepat hasilnya bahwa pasien tidak cemas dengan kondisinya saat ini dan
bayi lahir secara spontan.
83
BAB VI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan kebidanan persalinan dilakukan pada Ny R yang
dilakukan pada tanggal 9-10 April 2022 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Asuhan kebidanan persalinan normal pada Ny R dengan pengelolaan PER dan
di Puskesmas Simpang Sungai Duren, dilakukan dengan teknik pendekatan
manajemen asuhan kebidanan yang dimulai dari pengkajian dan analisa data dasar,
pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan ibu secara lengkap, mulai dari anamnesis
riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang sesuai dengan teori.
2. Interprestasi Data Dasar / Analisa Masalah
Berdasarkan data yang dikumpulkan diagnosa Ny R adalah pada kala I
diagnosa yaitu inpartu kala I fase aktif dengan Pre eklamsi ringan, parturient kala II,
parturient kala III, dan parturient kala IV. Diagnosa yang ditegakkan pada langkah ini
sesuai daftar nomenklatur kebidanan.
3. Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Diagnosa potensial yang terjadi jika Preeklampsia ringan tidak segera
ditangani dengan tepat adalah terjadinya preeclampsia berat. Pada Ny.R yang
mengalami preekalmpsia ringan, telah tertangani dengan baik dan sesuai standar
prosedur Puskesmas Simpang Sungai Duren. Sehingga tidak ada kesenjangan antara
teori dan kasus pada saat penatalaksaan kasus pre eklamsi ringan.
4. Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera
Dilahan tindakan segera pada kasus ibu hamil Ny. R dengan preeklamsia
ringan antisipasi atau tindakan segera yang dilakukan adalah memantau keadaan
umum terutama tekanan darah. Dilihat dari antara teori dengan lahan dapat
disimpulkan bahwa penanganan awal atau tindakan segera yang dilakukan adalah
memantau tekanan darah. Jadi antara lahan dan teori tidak ada kesenjangan yang
signifikan.
84
5. Rencana tindakan
Rencana tindakan yang telah disusun pada Ny R bertujuan agar ibu
mendapatkan penanganan yang bersih dan aman, sesuai dengan kondisinya dan
mencegah terjadinya komplikasi serta mencegah terjadinya trauma berat pada ibu dan
bayinya, khususnya pada penanganan kasus pre eklamsi ringan
6. Pelaksanaan Tindakan
Sesuai dengan rencana tindakan yang dilakukan berdasarkan kondisi pasien
saat itu.
7. Evaluasi
Tindakan evaluasi pada Ny R dengan Asuhan Persalinan dengan pre eklamsi
ringan telah diberikan semaksimal mungkin dan sesuai standar pelayanan/rencana
asuhan kebidanan serta komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi dapat teratasi
dan tidak terdapat perbedaan antara teori dan praktik
B. Saran
1. Bagi Puskesmas Simpang Sungai Duren
Diharapkan Puskesmas Simpang Sungai Duren dapat mengaplikasikan asuhan
kebidanan dengan pre eklamsi ringan sesuai dengan standar kompetensi guna untuk
meningkatkan mutu pelayanan kebidanan pada ibu bersalin.
3. Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan teori dan ketrampilan yang diperoleh dari bangku kuliah
secara langsung dengan memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan pre
eklamsi ringan.
85
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016
1
Caroline E. G Dumais
2
Rudy A. Lengkong
2
Maya E. Mewengkang
1
Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
2
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas KedokteranUniversitas Sam Ratulangi –
RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado
Email: dumaiscaroline@yahoo.com
Abstract: This study aimed to obtain the relationship between obesity in pregnancy and
preeclampsia. This was a retrospective analytical study with a case-control design by using
data of patients’ medical records. Samples were pregnant women with obesity (IMT ≥30
kg/m2) at the last pregnancy that suffered from preeclampsia and obese pregnant women
without preeclampsia at RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado from January, 2013 until
December 2014. Data were processed by using SPSS 2.0. The results showed that the number
of obese pregnant women that suffered from preeclampsia and obese pregnant women without
preeclampsia was 60 people. Most of them suffered from preeclampsia were categorized as
obesity I. The chi-square test showed a p value = 0.013 (<α = 0.05). Conclusion: There was a
relationship between obesity at pregnancy with preeclampsia at pregnant women at RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Keywords: BMI, obesity, preeclampsia
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan obesitas pada kehamilan
dengan pre-eklampsia. Jenis pnelitian ini analitik retrospektif dengan desain case-control.
Data penelitian diperoleh dari catatan rekam medis pasien. Sampel penelitian ini ialah wanita
hamil dengan obesitas (IMT ≥ 30 kg/m2) pada akhir kehamilan yang menderita pre-eklampsia
dan wanita hamil obes tanpa pre-eklampsia di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado dari
bulan Januari 2013 sampai Desember 2014. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan
SPSS 2.0. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah wanita hamil dengan obesitas yang
menderita pre-eklampsia dan wanita obes tanpa pre-eklampsia sebanyak 60 orang. Sebagian
besar responden dengan pre-eklampsia termasuk obesitas I. Hasil uji chi square dengan
tingkat signifikan α = 0,05 mendapatkan nilai p = 0,013 (<α = 0,05). Simpulan: Terdapat
hubungan antara obesitas pada kehamilan dengan pre-eklampsi pada wanita hamil di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Kata kunci: IMT, obesitas, pre-eklampsia
Pre-eklampsia diperkirakan sebagai penye- yang meluas.2 Semua gejala klinis pre-
bab kematian 50.000-60.000 ibu hamil eklampsia disebabkan oleh endoteliosis
setiap tahunnya. Pre-eklampsia diketahui glomerulus, peningkatan permeabilitas
merupakan kontributor utama premature- vaskular, dan respon inflamasi sistemik
tas.1 Pre-eklampsia merupakan sebuah yang menyebabkan jejas dan/atau
sindrom sistemik dalam kehamilan yang hipoperfusi pada organ.3
bermula dari plasenta akibat dari invasi Pada tubuh perempuan hamil dengan
sitotrofoblas plasenta yang inadekuat pre-eklampsia terjadi beberapa perubahan
diikuti dengan disfungsi endotel maternal patofisiologis pada beberapa organ /siystem
Dumais, Lengkong, Mewengkang: Hubungan obesitas pada...
organ yang akan bermanifestasi pada Populasi penelitian ini ialah wanita
tampilan klinis. Perubahan-perubahan ini hamil berusia 20-40 tahun yang menjadi
diperkirakan akibat vasopasme, disfungsi pasien di RSUP Prof.dr. R. D. Kandou
endotel, dan iskemia yang terjadi. Manado. Sampel dihitung dengan menggu-
Diagnosis dari pre-eklampsia berdasarkan nakan rumus case control berpasangan dan
tekanan darah dan proteinuria.4,5 didapatkan jumlah sampel 39 untuk
Pre-eklampsia merupakan masalah kelompok kasus dan 21 untuk kelompok
kesehatan yang terjadi setelah 20 minggu kontrol. Kelompok kasus ialah wanita
kehamilan yang ditandai dengan adanya hamil obesitas yang didiagnosis dengan
hipertensi dan proteinuria.6 Pre-Eklampsia preeklampsia. Kelompok kontrol ialah
diperkirakan terjadi pada 5% kehamilan. wanita hamil obesitas tanpa preeklampsia.
Pre-eklampsia kemudian dapat berkem- Pada penelitian ini indeks massa tubuh
bang menjadi eklampsia yang dapat (IMT) ibu dibagi menjadi dua kelompok
menyebabkan kematian maternal dan janin. obesitas yaitu Obesitas I (IMT 30-34,9
Pada negara sedang berkembang kejadian kg/m2) dan Obesitas II (IMT 35-39.9
eklampsia dilaporkan berkisar antara 0,3% kg/m2).
sampai 0,7%, sedang di negara-negara Data yang diperoleh kemudian
maju angka kejadian diketahui lebih kecil, diproses dengan menggunakan program
yaitu 0,05% sampai 0,1%. Berdasarkan SPSS 20. Analisis yang dilakukan
Depkes RI 2005, dilaporkan bahwa 50.000 merupakan analisis univariat dan analisis
ibu meninggal dunia karena Pre-eklampsia bivariat, yaitu analisis chi-square.
dan eklampsia. Insiden Pre-eklampsia dan
Pre-eklampsia berat (PEB) berkisar antara HASIL PENELITIAN
1:1000 sampai 1:1700.7,8 Tabel 1 menunjukkan data umur
Overweight dan obesitas merupakan kelompok kasus yang umumnya masuk
risiko terbesar kelima yang dapat dalam kelompok umur 20-25 tahun
menyebabkan kematian global. Suatu sedangkan Tabel 2 menunjukkan data umur
penelitian oleh Anjel di Amerika Serikat kelompok kontrol yang umumnya masuk
pada wanita usia subur menunjukkan dalam kelompok umur 36-40 tahun.
bahwa 24,5% wanita usia 20-44 tahun
memiliki status gizi overweight dan 23% di Tabel 1. Data umur kelompok kasus
antaranya obesitas.9,10
Penelitian yang dilakukan oleh James Kelompok Umur N %
et al.13 menyatakan bahwa berat badan 20-25 16 41
berlebihan pada wanita hamil berhubungan 26-30 9 23,1
dengan pre-eklampsia. Pada penelitian 31-35 5 12,8
yang dilakukan Mark et al.14 dilaporkan 36-40 9 23,1
bahwa obesitas pada kehamilan berhubung- Total 39 100
an dengan peningkatan morbiditas pada ibu Keterangan: n = jumlah sampel
dan bayi.
Tabel 2. Data Umur Kelompok Kontrol
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini analitik-retrospektif Kelompok Umur N %
dengan desain case-control. Penelitian ini 20-25 7 33,3
26-30 3 14,3
bertujuan untuk mengetahui hubungan
31-35 3 14,3
obesitas pada kehamilan dan pre-eklampsia 36-40 8 38,1
dengan menggunakan data Rekam Medik. Total 21 100
Penelitian ini dilakukan di Bagian/SMF
Keterangan : n = jumlah sampel
Obstetri Ginekologi di RSUP Prof.dr.R.
D.Kandou Manado pada bulan Oktober – Tabel 3 menunjukkan jumlah paritas
Desember 2015.
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016
Abstract: Preeclampsia is a health issue that requires special attention because it is one of
the major contributors to maternal and fetal morbidity and mortality. Until now, preeclampsia
has not been clearly identified, but one of the risk factors for preeclampsia is primigravida.
This study aims to determine the relationship of primigravida with the incidence of
preeclampsia at Puskesmas Jagir Surabaya. This type of research is an analytical survey with
cross sectional design. The population used is all pregnant women with gestational age above
20 weeks in the period of January-December 2017 at Jagir Health Center Surabaya that is as
many as 278 pregnant women, with sample of study counted 164 pregnant women with
technique of non probability type purposive sampling. Instrument used in this research is
medical record. The dependent variable is preeclampsia and the independent variable is
primigravida. Analysis with chi square statistical test.The results of this study indicate that
pregnant women who experience preeklampsia more common in primigravida pregnant
women is 22 (26.2%). Based on the results of analysis using chi square statistical test obtained
ρ-value = 0.027 (ρ-value <0.05) which means H1 accepted.This study can be concluded that
there is a relationship between primigravida with the incidence of preeclampsia in pregnant
women. Suggestions for health personnel especially midwives, counseling about preeclampsia
in pregnant women and routine ANC examination is needed to detect early preeclampsia.
—————————— ◆ ——————————
kematian ibu di Kota Surabaya tahun 2015 sebesar 87,35 Penelitian ini berfokus pada hubungan primigravida
per 100.000 kelahiran hidup (Profil Dinas Kesehatan dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil di
Kota Surabaya, 2016). Sedangkan menurut Data Laporan Puskesmas Jagir Surabaya.
Kesehatan Kota Surabaya tahun 2013 penyebab kematian
ibu di Kota Surabaya tertinggi adalah preeklampsia- B. METODE PENELITIAN
eklampsia sebanyak 28,59%, HIV 10,24%, TB Paru 6,11%, Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei
Hepatitis 4,06%, lain-lain kasus 12,23%. Dari data analitik dengan rancangan cross sectional yang dilakukan
tersebut preeklampsia merupakan penyebab tertinggi pada bulan Maret 2018 di Puskesmas Jagir Surabaya.
AKI di kota Surabaya (Laporan Tahunan Profil Kesehatan Populasi yang digunakan adalah seluruh ibu hamil
dengan usia kehamilan diatas 20 minggu pada periode
Rumah Sakit dr.M.Soewandhie, 2013). bulan Januari-Desember 2017 di Puskesmas Jagir
Hasil dari studi pendahuluan pada tanggal 28 Surabaya yaitu sebanyak 278 ibu hamil, dengan sampel
Oktober 2017, pada bulan Januari sampai September penelitian sebanyak 164 ibu hamil dengan teknik non
2017 angka kejadian preeklampsia di tiga Puskesmas probability tipe purposive sampling. Instrumen yang
Kota Surabaya yaitu, Puskesmas Pakis sebanyak 9,7 % dipakai dalam penelitian ini adalah rekam medik.
dari keseluruan ibu hamil, Puskesmas Mulyorejo Variabel dependen adalah preeklampsia dan varibel
independen adalah primigravida. Analisis dengan uji
sebanyak 1,2 % dari keseluruan ibu hamil, dan Puskesmas
statistik chi square.
Jagir sebanyak 12,23 % dari keseluruan ibu hamil. Dari
hasil studi pendahuluhan tersebut kejadian preeklampsia C. HASIL DAN PEMBAHASAN
tertinggi terdapat di Puskesmas Jagir. Sedangkan
1. Hasil
kejadian preeklampsia di Puskesmas Jagir 3 tahun
a. Primigravida Pada Ibu Hamil
terakhir yaitu pada tahun 2015 sebanyak 20,84 %, tahun
TABEL 1
2016 sebanyak 24,18%, tahun 2017 (Januari-Sebtember) Distribusi Frekuensi Gravida pada Ibu Hamil di
sebanyak 12,23 %. Tahun 2017 angka kejadian Puskesmas Jagir Surabaya Januari sampai
preeklampsia mengalami penurunan, namun angka Desember 2017
penurunan tersebut masih belum sesuai dengan harapan Gravida Frekuensi Presentase (%)
dimana secara teori hanya 5 - 7 % ibu hamil mengalami Primigravida 84 51,2
preeklampsia. Data ibu hamil primigravida di Puskesmas Tidak 80 48,8
Jagir tahun 2017 sebanyak 56,54 % dari keseluruan ibu Jumlah 164 100,0
hamil. Sumber : Rekam Medik Puskesmas Jagir Tahun 2017
Sampai saat ini preeklampsia disebut sebagai
“penyakit teori” (Sofian, 2013), karena penyebab Berdasarkan tabel 1 dapat dijelaskan bahwa dari
preeklampsia hingga saat ini belum diketahui dengan 164 ibu hamil sebagian besar yaitu 84 ibu hamil (51,2%)
jelas, banyak teori yang telah dikemukakan tentang adalah primigravida.
terjadinya preeklampsia, tetapi tidak ada satupun teori
yang dianggap mutlak benar. Faktor risiko yang b. Preeklampsia Pada Ibu Hamil
mempengaruhi preeklampsia diantaranya primigravida, TABEL 2
hiperplasmentosis, umur yang ekstrim, riwayat keluarga Distribusi Frekuensi Preeklampsia pada Ibu Hamil di
pernah preeklampsia/eklampsia, obesitas, penyakit ginjal Puskesmas Jagir Surabaya Januari sampai
dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, obesitas Desember 2017
(Saifuddin, 2014). Preeklampsia Frekuensi Presentase (%)
Preeklampsia dapat dialami oleh semua lapisan ibu Preeklampsia 32 19,5
hamil sehingga pengetahuan tentang pengolaan Tidak 132 80,5
preeklampsia harus benar-benar dipahami oleh semua Jumlah 164 100,0
tenaga medik maupun non medik baik dipusat maupun Sumber : Rekam Medik Puskesmas Jagir Tahun 2017
daerah (Saifuddin, 2014). Untuk menurunkan angka Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa dari 164
kematian ibu akibat preeklampsia maka diperlukan kerja ibu hamil sebagian kecil yaitu 32 ibu hamil (19,5%)
keras sehingga perlu adanya antisipasi terhadap faktor mengalami preeklampsia.
risiko yang dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia.
Khususnya pada primigravida perlunya peningkatan
konseling pada ibu hamil mengenai preeklampsia agar
diharapkan mampu mendeteksi dan mengantisipasi
secara dini dengan menganjurkan ibu hamil
memeriksakan kehamilannya secara teratur pada petugas
kesehatan yang terlatih serta mencatat hasil pemeriksaan
secara lengkap, sehingga dapat dilakukan tindakan
pencegahan untuk mengurangi komplikasi sedini
mungkin (Saifuddin, 2014).
Ani Media Harumi, Hubungan Primigravida Dengan... 81
c. Hubungan Primigravida Dengan kalinya atau vili korialis dalam jumlah yang sangat
Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil berlimpah saat hamil seperti kehamilan kembar atau
molahidatidosa. Selain itu mayoritas primigravida pada
TABEL 3
Hubungan Primigravida dengan Kejadian Preeklampsia kehamilan minggu ke 28 - 32 minggu menunjukkan
pada Ibu Hamil di Puskesmas Jagir Surabaya Periode peningkatan kepekaan pembulu darah terhadap bahan
Bulan Januari sampai Desember 2017 vasopresor dan mengakibatkan preeklampsia. Menurut
Preeklampsia Artikasari (2009), Pada primigravida sering mengalami
Primi Preeklampsia Tidak Jumlah ρ- stres dalam menghadapi persalinan. Stres emosi yang
gravida valu terjadi pada primigravida menyebabkan peningkatan
∑ % ∑ % ∑ % e pelepasan corticotropic-releasing hormone (CRH) oleh
Primi 22 26,2 62 73,8 84 100
gravida hipotalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan
0,027 kortisol. Efek kortisol adalah mempersiapkan tubuh utuk
Tidak berespon terhadap semua stresor dengan meningkatkan
Primi
gravida
10 12,5 70 87,5 80 100 respon simpatis, termasuk respon yang ditunjukan untuk
meningkatkan curah jantung dan mempertahankan
Jml 32 19,5 132 80,5 164 100 tekanan darah. Pada wanita dengan
Sumber : Rekam Medik Puskesmas Jagir Tahun 2017 preeklampsia/eklampsia, tidak terjadi penurunan
sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut,
Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa ibu sehingga peningkatan besar volume darah langsung
hamil yang mengalami preeklampsia lebih banyak terjadi meningkatkan curah jantung dan tekanan darah.
pada ibu hamil primigravida yaitu 22 (26,2%). Hasil uji Hasil penelitian ini juga sejalan dengan jurnal
Chi Square Person dengan SPSS versi 21 dengan penelitian yang dikemukakan oleh Denantika (2014), di
menggunakan tingkat kemaknaan (α) 0,05 didapatkan RSUP Dr. M. Djamil Padang, yang berjudul “Hubungan
hasil ρ-value = 0,027 (ρ-value < 0,05), dengan demikian Status Gravida dan Usia Ibu terhadap Kejadian
maka Ho ditolak dan H1 diterima yang artinya terdapat Preeklampsia”, dari hasil analisis bivariat antara gravida
hubungan antara primigravida dengan kejadian dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil
preeklampsia. menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan
α = 0,05 didapatkan nilai ρ-value = 0,036 (ρ-value < α)
2. PEMBAHASAN yang dapat diartikan secara statistik terdapat hubungan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil di yang signifikan antara status gravida ibu dengan kejadian
wilayah kerja Puskesmas Jagir Surabaya yang mengalami preeklampsia. Proporsi primigravida yang menderita
preeklampsia lebih banyak terjadi pada ibu hamil preeklampsia 1,52 kali lebih banyak daripada
primigravida yaitu 22 (26,2%). primigravida yang tidak menderita preeklampsia. Hal ini
Berdasarkan uji Chi Square Person dengan menunjukkan bahwa primigravida mempunyai
menggunakan tingkat kemaknaan α = 0,05 didapatkan kecenderungan untuk mengalami preeklampsia
hasil ρ-value = 0,027 (ρ-value < 0,05), sehingga Ho dibandingkan dengan tidak primigravida.
ditolak dan HI diterima, yang artinya ada hubungan Pemeriksaan antenatal yang teratur dapat
antara primigravida dengan kejadian preeklampsia. menentukan deteksi dini preeklampsia dan kemudian
Berdasarkan dari hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa dapat melakukan penanganan sesuai gejala. Maka harus
primigravida menjadi salah satu faktor terjadinya selalu waspada apabila terdapat tanda-tanda terjadinya
preeklampsia, hasil penelitian tersebut membuktikan preklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi.
teori yang dikemukakan oleh Sofoewan (2008), Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya
primigravida adalah salah satu faktor risiko penyebab namun dapat dikurangi dengan memberikan penjelasan
terjadinya preeklampsia/eklampsia. Salain itu menurut dan pengawasan yang baik pada ibu hamil (Manuaba,
Saifuddin (2014), juga menyatakan bahwa salah satu 2010).
faktor risiko terjadinya preeklampsia adalah
primigravida, dan primigravida mempunyai risiko lebih D. SIMPULAN
besar terjadi preeklampsia dibanding dengan Simpulan pada penelitia ini adalah sebagian besar ibu
multigravida. Berdasarkan teori imunologik yang hamil di Puskesmas Jagir Surabaya adalah primigravida
disampaikan Sudhaberata (2007), menjelaskan tentang dan sebagian kecil ibu hamil mengalami preeklampsia
hubungan primigravida dengan kejadian preeklampsia, sehingga ada hubungan antara primigravida dengan
hal ini dikarenakan pada kehamilan pertama terjadi kejadian preeklampsia di Puskesmas Jagir Surabaya.
pembentukan “blocking antibodies” terhadap antigen
tidak sempurna, yang makin sempurna pada kehamilan DAFTAR RUJUKAN
berikutnya. Selain itu menurut Cunningham (2009), [1] Artikasari, Kurniawati .2009. Hubungan Antara
preeklampsia lebih berisiko terjadi pada primigravida Primigravida Dengan
karena mereka akan terpapar vili korialis untuk pertama Angka2008.http://etd.eprints.ums.ac.id/406/2/j500060
82 Midwifery Journal | Vol. 4, No. 2, Juli 2019, hal 79-82
Abstrak
Preeklampsia merupakan penyakit yang disebabkan kehamilan dan penyebab kematian maternal. Ang-
ka kejadian preeklampsia di RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun 2014 adalah 20,14%. Tujuan pene-
litian ini mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil di
RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014. Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan kasus
kontrol. Jumlah sampel 34 kasus dan 34 kontrol, perbandingan 1:1. Pengambilan sampel menggunakan
teknik systematic random sampling. Pengolahan data menggunakan analisis univariat, bivariat dengan uji
Chi-Square dan multivariat dengan analisis Regresi Logistik Ganda. Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan umur (p=0,006), dan obesitas (p=0,031) berisiko secara bermakna, sedangkan status gravida,
riwayat diabetes mellitus dan tingkat pendidikan tidak terdapat hubungan yang bermakna dan bukan
faktor risiko preeklampsia pada ibu hamil di RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014. Hasil analisis
multivariat menunjukkan faktor paling dominan terhadap kejadian preeklampsia adalah umur (p=0,001).
Umur dan obesitas merupakan faktor risiko kejadian preeklampsia. Disarankan kepada petugas kesehatan
untuk meningkatkan promotif dan preventif dengan penyuluhan dan sosialisasi mengenai umur beresiko
preeklampsia dan mengurangi berat badan.
Kata Kunci: Preeklampsia, Ibu Hamil, Faktor Risiko, RSUP M Djamil Padang
Korespondensi Penulis:
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat, 25148
Telepon/HP: -0751- 38613 Email :diennursal@gmail.com
38
Nursal, Tamela, Fitrayeni | Faktor Risiko Preeklampsia Pada Ibu Hamil
39
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas |Oktober 2015 - Maret 2016 | Vol. 10, No. 1, Hal. 38-44
40
Nursal, Tamela, Fitrayeni | Faktor Risiko Preeklampsia Pada Ibu Hamil
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Dependen dan Variabel Independen Kejadian Preeklampsia
Pada Ibu Hamil Di Instalasi Rawat Inap Obstetri RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2014
Variabel Kasus Kontrol Total
f % f % f %
Umur Beresiko 19 55,9 7 20,6 26 38,2
Riwayat Hipertensi 14 41,2 0 0 14 20,6
Status Gravida 10 29,4 11 32,4 21 30,9
Usia Gestasi 34 100,0 33 97,1 67 98,5
Obesitas 14 41,2 5 14,7 19 27,9
Riwayat Diabetes Mellitus 1 2,9 2 5,9 3 4,4
Preeklampsia Pada Keluarga 0 0 0 0 0 0
Pendidikan SMA/PT 5 14,7 9 26,5 14 20,6
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak sia daripada ibu primigravida. Oleh karena
menjadi lebih berat, dan istirahat yang cukup itu, seorang ibu primigravida maupun multi-
guna pencegahan kemungkinan terjadinya gravida sebaiknya menggunakan dan mengi-
preeklampsia. Itu semua tidak terlepas dari kuti konseling KB ke pelayanan kesehatan
peran petugas kesehatan dalam memberikan dengan petugas kesehatan yang profesional,
pelayanan, dan penyuluhan mengenai tanda sehingga dapat mengetahui dan menggunakan
dan gejala preeklampsia. alat kontrasepsi yang aman, dengan itu dapat
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak mengontrol jumlah kelahiran, sehingga dapat
terdapat hubungan yang bermakna antara sta- mencegah dan terhindar dari risiko terjadinya
tus gravida dengan kejadian preeklampsia. Ha- preeklampsia.
sil penelitian tidak sejalan dengan penelitian Hasil analisis didapatkan nilai OR (Odds
Gafur yang menyatakan adanya signifikan an- Ratio) sebesar 4,060 yang berarti ibu hamil
tara primigravida dengan kejadian preeklamp- yang obesitas berisiko 4,060 kali untuk terke-
sia dengan OR 1,458. Hal ini berarti bahwa na preeklampsia dibandingkan dengan ibu ha
pada primigravida mempunyai faktor risiko mil yang tidak obesitas. Penelitian ini sejalan
1,458 kali lebih besar untuk terkena preeklam- dengan penelitian Quedarusman yang menun-
psia dibanding ibu tidak primigravida. Tidak jukkan bahwa kelompok IMT obesitas berisiko
jauh berbeda dengan penelitian Afridasari 5 kali lebih besar untuk menderita preeklamp
bahwa terdapat hubungan yang signifikan an- sia dibandingkan kelompok IMT normal
tara status gravida dengan kejadian preeklam- (OR=5,06 95% IK = 1,46-12,67). Penelitian
psia dimana ibu primigravida 2,881 kali ber- ini berbeda dengan penelitian Langelo yang
esiko (OR=2,881) daripada ibu multigravida. menunjukkan bahwa tidak ada hubungan obe-
(13, 14)
sitas dengan kejadian preeklampsia.(15, 16)
Penelitian ini tidak sejalan dengan Penelitian ini sesuai dengan teori yang
pendapat Mochtar yang mengatakan Angka menyatakan bahwa Obesitas disebabkan oleh
kejadian sebanyak 6% dari seluruh kehami- banyak faktor seperti faktor genetik, gangguan
lan, dan 12% pada kehamilan primigravida. metabolik, dan konsumsi makanan yang ber-
Menurut beberapa penulis lain frekuensi dil- lebihan, makin gemuk seseorang makin ba
aporkan sekitar 3-10%. Lebih banyak dijump- nyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam
ai pada primigravida daripada multigravida, tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pe-
te
rutama primigravida usia muda. Primigra mompaan jantung. Sehingga dapat menyum-
vida, kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada bangkan terjadinya preeklampsia.
kehamilan pertama.(8) Diharapkan supaya ibu hamil memakan
Penelitian ini menunjukkan bahwa ibu makanan yang sehat serta menjaga pola makan
multigravida lebih berisiko terkena preeklamp yang teratur, serta melakukan diet seimbang,
41
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas |Oktober 2015 - Maret 2016 | Vol. 10, No. 1, Hal. 38-44
Tabel 2 Hubungan Variabel Independen Dengan Variabel Dependen Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di
Instalasi Rawat Inap Obstetri RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2014
Variabel Kasus Kontrol Total p-value
f % f % f %
Umur Beresiko 19 55,9 7 20,6 26 38,2 0,006*
Riwayat Hipertensi 14 41,2 0 0 14 20,6 -
Status Gravida 10 29,4 11 32,4 21 30,9 1,000
Usia Gestasi 34 100,0 33 97,1 67 98,5 1,000
Obesitas 14 41,2 5 14,7 19 27,9 0,031*
Riwayat Diabetes Mellitus 1 2,9 2 5,9 3 4,4 1,000
Preeklampsia Pada Keluarga 0 0 0 0 0 0 -
Pendidikan SMA/PT 5 14,7 9 26,5 14 20,6 1,000
42
Nursal, Tamela, Fitrayeni | Faktor Risiko Preeklampsia Pada Ibu Hamil
dengan kejadian preeklampsia pada ibu ha dan preventif dengan memberikan penyulu-
mil yaitu umur dengan OR=8,3, serta p-value han dan sosialisasi mengenai umur beresiko
(0,001). Maka dapat disimpulkan bahwa ibu terjadinya preeklampsia pada ibu hamil dan
hamil yang berada pada usia <20 tahun dan mengurangi berat badan sehingga tidak me
>35 tahun berisiko 8,3 kali untuk menderita ngalami obesitas pada kehamilannya sehing-
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil ga dapat menambah pengetahuan ibu hamil
yang berusia 20-35 tahun. mengenai faktor risiko preeklampsia.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Langelo (2013) di RSKD Daftar Pustaka
Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar yang 1. Kementerian Kesehatan RI. Rencana Aksi
membuktikan bahwa umur merupakan salah Percepatan Penurunan AKI 2013-2015. Ja-
satu faktor risiko dominan yang berhubu karta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
ngan dengan kejadian preeklampsia dengan 2. WHO Maternal and Reproductive Health;
OR=2,492 yang artinya ibu hamil pada umur 2014.
yang berisiko, berisiko 2,492 kali terkena 3. Sastrawinata S. Ilmu Kesehatan Repro-
preeklampsia dibandingkan pada kelompok duksi : Obstetri Patologi. Jakarta: Penerbit
umur yang tidak berisiko.(15) Buku Kedokteran EGC; 2012.
Penelitian ini sesuai dengan teori yang 4. Kementerian Kesehatan RI. Profil Keseha-
menyatakan umur merupakan bagian dari sta- tan Indonesia 2013. Jakarta: Kementerian
tus reproduksi yang penting. Umur berkaitan Kesehatan RI; 2014.
dengan peningkatan atau penurunan fungsi 5. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
tubuh sehingga mempengaruhi status keseha- Laporan Kematian Ibu dan Penyebabnya
tan seseorang. Umur yang baik untuk hamil Januari-Desember 2013. Padang: Dinas
adalah 20-35 tahun. Royston dan Armstrong Kesehatan Provinsi Sumatera Barat; 2014.
juga menyebutkan bahwa umur 20-35 tahun 6. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
merupakan umur yang paling aman bagi wa Indikator Kesehatan Ibu di Provinsi Su-
nita untuk hamil dan melahirkan. Royston matera Barat Tahun 2014. Padang: Dinas
dan Armstrong juga menyatakan bahwa wa Kesehatan Provinsi Sumatera Barat; 2015.
nita usia remaja yang hamil untuk pertama 7. Dinas Kesehatan Kota Padang. Profil Ke
kali dan wanita yang hamil pada usia >35 ta- sehatan Kota Padang 2013. Padang: Dinas
hun akan mempunyai risiko yang sangat tinggi Kesehatan Kota Padang; 2014
untuk mengalami preeklampsia.(21) 8. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. ed. 21, Jakar-
ta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013.
Kesimpulan 9. RSUP. DR. M. Djamil Padang. Laporan
Disimpulkan terdapat hubungan yang Rekam Medik Tentang Preeklampsia Di
bermakna antara umur dan kejadian obesitas RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun
dengan kejadian preeklampsia. Tidak ditemu- 2011-20132013, Padang:.
kan hubungan yang bermakna antara status 10. RSUP. DR. M. Djamil Padang. Data Regis
gravida, usia gestasi, riwayat diabetes melli- ter Ibu Hamil Di Instalasi Rawat Inap Ke-
tus dan tingkat pendidikan dengan kejadian bidanan RSUP. DR. M. Djamil Padang
preeklampsia. Ibu hamil yang berumur <20 ta- Tahun 2014, Padang; 2014
hun dan >35 tahun berisiko 4,886 kali untuk 11. Resmi dkk. Faktor yang Berhubungan de
terkena preeklampsia dan ibu hamil dengan ngan Preeklampsia pada Kehamilan di
obesitas 4 kali lebih besar berisiko terkena RSU Muhammadiyah Sumatera Utara
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil Medan Tahun 2011-2012. Medan: Univer-
yang tidak obesitas. Faktor risiko paling dom- sitas Sumatera Utara; 2012.
inan adalah umur dengan OR 8,3 (95%CI 12. Djannah S. Gambaran Epidemiologi Ke-
2,4-28). Disarankan kepada petugas kesehatan jadian Preeklampsia/Eklampsia Di Rsu
untuk dapat meningkatkan upaya promotif Pku Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
43
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas |Oktober 2015 - Maret 2016 | Vol. 10, No. 1, Hal. 38-44
44