Pan - Rezky Shangrila - 202245500300 - Makalah

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

M E N G G A L I KO N SE P ARS ITE K TU R A L

NAMA :REZKY SHANGRILA ABDULLAH RDJOKDJA


PUTRI
KELAS : S4C
NPM : 202245500300
MATKUL :PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA
M E N G G A L I KO N SE P ARS ITE K TU R A L

Menggali konsep ARSITEKTURAL (pada arsitektur rakyat) dari Lokalitas Nusantara ,


Rumah Tinggal Rumah Tradisional Suku Bajo untuk Menghadapi Iklim Tropis

A. Pendahuluan
Suku Bajau (Bajo) sejak ratusan tahun yang lalu sudah menyebar ke berbagai wilayah Indonesia.
Mereka dikenal sebagai orang-orang laut yang andal. Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di
atas laut, sehingga disebut gipsi laut.

Nama Bajo diambil dari leluhur mereka yang pandai melaut dan bercocok tanam. Mereka hidup
berdampingan dan tak terpisahkan dengan laut. Nama Bajo dikenal dengan air laut, perahu dan hidup di
atas permukaan laut.

Masyarakat Bajo juga terbagi dua yakni Bajo daratan dengan rumah-rumah yang didirikan di atas karang
yang telah mati dan disusun menjadi seperti daratan, dan Bajo laut yang mendirikan rumahnya di atas
permukaan air laut.

Dalam pembuatan rumah, masyarakat Bajo masih memegang teguh pakem dan mengadakan upacara
adat setiap kali mendirikan rumah. Karena dalam kepercayaannya ada hari baik dalam mendirikan
sebuah rumah.

Masyarakat Suku Bajo juga mengikuti kondisi alam di mana mereka tinggal, sehingga membentuk
pakem sendiri dalam arsitektur bangunan. Pandangan ontologis yaitu bagaimana memahami bumi dan
alam secara menyeluruh.

B. Pembahasan
M E N G G A L I KO N SE P ARS ITE K TU R A L
Asal-usul, Tradisi, dan Perubahan Suku Bajo
Cara masyarakat Bajo membangun rumah banyak sekali dipengaruhi oleh pemahaman struktur kosmos
di mana alam terbagi menjadi tiga bagian yakni alam atas, alam tengah, dan alam bawah.

Hal ini juga terlihat dari segi bangunan rumah adat suku Bajo, yakni baboroh atau rumah panggung.
Masyarakat Bajo menyebutnya rumah atas artinya rumah yang berdiri di atasnya tanah atau tidak
langsung bersentuhan dengan tanah tetapi ditumpu oleh tiang kayu.

Suku Bajo membagi bagian di dalam rumah menjadi tiga ruang, yakni ruang Lego-Lego sebagai
teras, Watangpola yaitu badan rumah dengan Pocci Bola sebagai pusat rumah untuk berkumpul dan
mengadakan upacara serta Dapureng sebagai dapur.

Mereka juga percaya arah barat sebagai kiblat dan suci tidak boleh digunakan sebagai tempat yang kotor
seperti toilet. Anak tangga juga harus berjumlah ganjil, bila syarat ini tidak dipenuhi maka akan
menyurutkan rezeki masuk ke dalam rumah.

Hunian masyarakat suku Bajo juga menyesuaikan lanskap pantai yang ditinggali. Hidup berdampingan
dengan laut dan menggunakan bahan material dari alam memberikan kesan yang menyatu dengan alam.
M E N G G A L I KO N SE P ARS ITE K TU R A L

“Penggunaan orientasi yang tepat serta penyusunan ruang yang baik membuat dampak positif kepada
penghuni terutama pada bagian teras dengan view hamparan laut lepas yang biru,” tulis Dwi Nurhasanah
dalam artikel berjudul Istimewa! Rumah Tradisional Suku Bajo.

C. Kandungan dan Filosofi pada Rumah Tradisionl Suku Bajo

Rumah adat suku Bajo disebut dengan nama baboroh yang memiliki arti bangunan sederhana dengan
tiang terbuat dari batang pohon. Untuk penutup dindingnya, dapat terbuat dari anyaman daun kelapa.

Sedangkan dinding papan dan lantainya terbuat dari papan dan balok kayu. Atap rumah suku Bajo
menggunakan daun nipa atau yang biasa mereka sebut dengan tuho. Ciri lain adalah tapak tiang rumah
yang terbuat dari karang.

Pemilihan karang diyakini karena bahan yang paling tepat untuk rumah masyarakat yang mengapung di
atas laut. Sementara tiang-tiang yang menjulang tinggi membuat orang suku Bajo membangun lorong
menuju ke halaman rumah sebagai tempat menyandarkan kapal.

Tiang yang merupakan struktur utama bangunan ditancapkan langsung ke dalam pasir sedalam 50
centimeter. Pola tiang rumah ini berbentuk grid kubus dengan jarak bentang 5 x 6 meter.

Bangunan ini memiliki dua macam tiang yakni tiang yang menjadi penyangga kuda-kuda atap (biasa
berukuran panjang 4 meter) dan tiang yang menjadi penyangga tiang lantai (biasa berukuran panjang 1,5
meter).

Semua tiang yang digunakan berbahan kayu yakni kayu posi-posi sejenis kayu bakau yang tahan
terhadap air laut. Kayu posi-posi merupakan kayu lokal yang banyak ditemukan di daerah tersebut.

Pulau Padar, Permata Labuan Bajo yang Diabadikan dalam Uang Rp50 Ribu
Diameter kayu yang digunakan untuk tiang adalah sekitar 15-20 centimeter. Kayu batangan tersebut
langsung digunakan utuh karena jenis kayu tersebut tumbuh lurus tegak sehingga sangat ideal digunakan
sebagai tiang bangunan.

Lantai berdasarkan status penghuninya terdiri dari dari 2 bagian. Untuk golongan bangsawan yang
disebut aung, di sini lantai rumahnya tidak rata karena terdapat tamping yang berfungsi sebagai ruang
sirkulasi.

“Sedangkan untuk rakyat biasa atau tosama umumnya tanpa tamping dan umumnya terbuat dari bambu,”
tulis Fadly dalam artikel Struktur Rumah Suku Bajo.
M E N G G A L I KO N SE P ARS ITE K TU R A L

Untuk bahan dinding, masyarakat Bajo menggunakan batang pohon nibung sebagai bentuk sambung
ikat. Penggunaan batang pohon nibung karena pohon ini memiliki karakteristik batang yang khas yaitu
lurus dengan tekstur kuat, kokoh dan tahan lama.

Walau kini, jelas Fadly bahan dinding tersebut telah mengalami perubahan, sebagai pengganti adalah
bahan dari kayu (papan) dengan bentuk sambungan yang nantinya menggunakan paku.

Bentuk atap yang digunakan masih berbentuk asli yakni atap pelana dengan sistem struktur
menggunakan sambung ikat. Penutup atap menggunakan bahan rumbia yang dikenal juga sebagai atap
nipah.

D. Cocok untuk iklim tropis

Kondisi iklim akan mempengaruhi rasa nyaman bagi penghuni dalam bertempat tinggal. Dalam
kaitannya dengan iklim biasanya dikaitkan dengan kenyamanan thermal, yakni kenyamanan yang
tercapai apabila pada kondisi udara tertentu.

Faktor kenyamanan thermal didukung oleh temperatur udara, radiasi, pergerakan udara, dan kelembapan
relatif. Keempat faktor ini dalam kombinasi tertentu akan menghasilkan suatu kenyamanan thermal
tertentu.
M E N G G A L I KO N SE P ARS ITE K TU R A L

Arsitektur tropis akan mengacu pada kualitas fisik ruang dalam yakni suhu ruang yang rendah,
kelembapan relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara memadai, terhindari
dari hujan dan terik matahari.

Sementara itu rumah tradisional di Desa Bajo membentuk orientasi rumah menghadap ke jalan (darat)
sehingga orientasinya ada yang menghadap ke utara, selatan, timur, barat yang sedikit menyerong 15
derajat.

Pada pola masa bangunan, arah selatan merupakan arah yang sangat menguntungkan dalam
menanggulangi radiasi sinar matahari. Arah datangnya matahari tidak secara langsung pada bagian
depan/fasad rumah.

Puncak Waringin dan Gua Batu Cermin, Dua Destinasi Andalan Labuan Bajo
Susunan ruang dengan bukaan yang cukup mampu memenuhi kebutuhan akan cahaya alami secara
maksimal. Bentuk atap dengan sudut rendah sehingga intensitas radiasi tinggi dipengaruhi oleh
rambatan panas sinar matahari.

“Namun tidak menjadi masalah terkait dengan lokasi yang berada di laut dengan bukaan yang cukup
memadai,” jelas I Made Krisna Adhi Dharma, Ainussalbhi Al Ikhsan, dan La Ode Amrul Hasan
dalam Respon Rumah Tradisional Suku Bajo Terhadap Iklim Tropis.
M E N G G A L I KO N SE P ARS ITE K TU R A L

Karena terdapat rongga/ruang pada dinding dan lantai serta bukaan pada jendela memberikan ruang
gerak terhadap angin untuk masuk ke dalam rumah, sehingga penghawaan alami terjadi secara maksimal.

Kemiringan atap juga cukup landai yang membuat aliran air cukup lancar. Air hujan yang jatuh
langsung mengalir ke laut dan tanah tanpa menggunakan talang tritisan. Tritisan ini berfungsi untuk
melindungi dari panas pada tepi dan hujan.

Namun menurut Krisna, respon rumah tradisional suku Bajo terhadap iklim tropis belum terlalu
maksimal karena adanya perubahan material, terutama pada bagian atap bangunan yang dahulunya
menggunakan ijuk kemudian diganti menjadi seng.

“Sehingga untuk menciptakan thermal yang maksimal diberikan solusi untuk menggunakan plafon pada
bagian atap di dalam rumah yang dapat merespon iklim panas dengan baik, yaitu plafon yang bisa
menahan suhu pada malam dan siang hari dengan demikian akan mencapai suhu

E. Kajian Objek Arsitektur Rumah Tradisional Bajo

Kajian objek arsitektur rumah tradisional Bajo adalah studi mendalam tentang bentuk, struktur, dan
fungsi rumah tradisional yang digunakan oleh masyarakat Bajo. Masyarakat Bajo, yang dikenal
sebagai suku laut, memiliki gaya arsitektur rumah yang unik dan khas, yang mencerminkan adaptasi
mereka terhadap lingkungan laut dan kehidupan sebagai nelayan.

Berikut adalah beberapa aspek utama yang sering menjadi fokus dalam kajian arsitektur rumah
tradisional Bajo:

 Bahan dan Teknik Konstruksi: Rumah tradisional Bajo biasanya dibangun dari bahan-bahan
alami seperti kayu, bambu, dan daun nipah. Kajian ini meliputi analisis tentang pemilihan
bahan, teknik konstruksi, dan proses pembuatan rumah.
 Struktur dan Desain: Rumah Bajo umumnya dibangun di atas tiang-tiang tinggi (rumah
panggung) yang berfungsi untuk melindungi dari pasang surut air laut. Kajian ini mencakup
analisis tentang struktur bangunan, desain interior dan eksterior, serta fungsi masing-masing
ruangan dalam rumah.
 Filosofi dan Nilai Budaya: Kajian ini juga mencakup pemahaman tentang filosofi dan nilai-
nilai budaya yang terkandung dalam arsitektur rumah tradisional Bajo. Misalnya, orientasi
rumah, simbolisme dalam desain, dan keterkaitan dengan adat dan kepercayaan masyarakat
Bajo.
 Adaptasi Lingkungan: Arsitektur rumah Bajo merupakan contoh adaptasi manusia terhadap
lingkungan laut. Kajian ini meliputi analisis tentang bagaimana desain rumah membantu
masyarakat Bajo dalam menghadapi kondisi alam seperti gelombang, angin, dan pasang surut
air laut.
 Perubahan dan Modernisasi: Kajian ini juga mencakup bagaimana rumah tradisional Bajo
mengalami perubahan seiring waktu, baik karena faktor internal seperti perubahan budaya,
maupun faktor eksternal seperti pengaruh modernisasi dan kebijakan pemerintah.
M E N G G A L I KO N SE P ARS ITE K TU R A L

F. Penafsiran Saran dan Simbolisme Rumah Tradisional Bajo


Penafsiran makna dan simbolisme rumah tradisional Bajo melibatkan analisis mendalam tentang
elemen-elemen desain, struktur, dan fungsi rumah yang mencerminkan nilai-nilai budaya,
kepercayaan, dan cara hidup masyarakat Bajo. Berikut adalah beberapa makna dan simbolisme
yang sering ditemukan dalam rumah tradisional Bajo:

1. Rumah Panggung

Rumah tradisional Bajo dibangun di atas tiang-tiang tinggi, atau sering disebut rumah panggung.
Struktur ini memiliki beberapa makna dan simbolisme:

 Perlindungan dari Alam: Tinggi tiang rumah melambangkan upaya melindungi diri dari bahaya alam seperti
banjir dan binatang buas. Ini juga mencerminkan adaptasi masyarakat Bajo terhadap lingkungan laut dan
pasang surut air laut.
 Keterhubungan dengan Alam: Rumah panggung menunjukkan keterhubungan yang erat dengan alam sekitar,
mencerminkan harmoni dan keselarasan dengan lingkungan laut.

2. Material dan Teknik Konstruksi

Material yang digunakan dalam membangun rumah, seperti kayu, bambu, dan daun nipah, serta
teknik konstruksi tradisional memiliki simbolisme tersendiri:
M E N G G A L I KO N SE P ARS ITE K TU R A L
 Ketersediaan Sumber Daya Alam: Penggunaan bahan alami yang tersedia di sekitar mencerminkan
kebijaksanaan dalam memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan.
 Keahlian dan Pengetahuan Lokal: Teknik konstruksi yang diwariskan secara turun-temurun menunjukkan
keahlian dan pengetahuan lokal yang dihargai dan dilestarikan.

3. Struktur dan Desain Interior

Desain dan tata letak ruangan dalam rumah tradisional Bajo juga mengandung makna simbolis:

 Pembagian Ruang: Biasanya, rumah Bajo memiliki pembagian ruang yang jelas antara ruang publik dan
ruang pribadi. Ini mencerminkan nilai-nilai privasi, kehormatan, dan peran sosial dalam keluarga dan
masyarakat.
 Ruang Berkumpul: Ruang tengah yang luas sering digunakan sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi. Ini
melambangkan kebersamaan, kerukunan, dan nilai sosial yang kuat dalam komunitas Bajo.

4. Orientasi dan Lokasi Rumah

Orientasi rumah dan pemilihan lokasi memiliki makna simbolis yang penting:

 Arah Mata Angin: Penempatan rumah sering kali mempertimbangkan arah mata angin, yang berkaitan
dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat Bajo tentang keberuntungan dan perlindungan dari roh jahat.
 Dekat dengan Air: Lokasi rumah yang dekat dengan laut atau perairan menunjukkan ketergantungan dan
kedekatan masyarakat Bajo dengan sumber penghidupan mereka, yaitu laut.

5. Hiasan dan Ornamen

Hiasan dan ornamen pada rumah tradisional Bajo juga mengandung makna simbolis:

 Motif Alam: Motif-motif alam seperti gelombang, ikan, dan tumbuhan sering ditemukan sebagai hiasan. Ini
melambangkan hubungan yang erat dengan alam dan laut sebagai sumber kehidupan.
 Simbol Keagamaan: Beberapa ornamen mungkin mencerminkan kepercayaan spiritual dan keagamaan
masyarakat Bajo.

6. Ritual dan Tradisi

Proses pembangunan rumah tradisional Bajo sering kali melibatkan berbagai ritual dan tradisi:

 Upacara Adat: Upacara adat yang dilakukan saat mendirikan rumah mencerminkan rasa syukur, harapan akan
keberuntungan, dan perlindungan dari roh-roh jahat.
 Gotong Royong: Proses pembangunan yang melibatkan gotong royong mencerminkan nilai-nilai kebersamaan,
saling membantu, dan solidaritas dalam komunitas.

G. Saran
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, penulis memberikan saran kepada
masyarakat untuk dapat mengenali budaya suku Karo terutama untuk generasi muda saat
ini agar warisan budaya suku Karo dapat diturunkan ke generasi berikutnya sampai
kapanpun sehingga tidak pernah luntur.

Anda mungkin juga menyukai