Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4
STUNTING PADA ANAK
1. Apa Itu Stunting?
Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). (Kemenkes RI, 2018) Stunting adalah kondisi ketika balita memiliki tinggi badan dibawah rata-rata. Hal ini diakibatkan asupan gizi yang diberikan, dalam waktu yang panjang, tidak sesuai dengan kebutuhan. Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas. Penilaian status gizi dengan standar deviasi tersebut biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO. Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal merupakan akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama.Hal tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat sehingga mengakibatkan dirinya tergolong stunting. Namun, anak dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami stunting. Kondisi ini hanya terjadi ketika asupan nutrisi harian anak kurang sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya.
2. Apa Penyebab Stunting Pada Anak?
Penyebab stunting dapat disebabkan dari berbagai faktor antara lain asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi lahir prematur, serta berat badan lahir rendah (BBLR). Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi setelah ia lahir saja, melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam kandungan. Di bawah ini dua poin utama yang menjadi faktor penyebab stunting pada anak ; a. Kurang Asupan Gizi Selama Hamil WHO atau badan kesehatan dunia menyatakan bahwa sekitar 20% kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hamil yang kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran. Oleh karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting selama hamil. b. Kebutuhan Gizi Anak Tidak Tercukupi Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi akibat makanan balita saat masih di bawah usia 2 tahun yang tidak tercukupi, seperti tidak diberikan ASI eksklusif, hingga MPASI (makanan pendamping ASI) yang kurang berkualitas. Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa menjadi salah satu faktor utama penyebab stunting. Khususnya asupan makanan yang mengandung protein serta mineral zinc (seng) dan zat besi ketika anak masih berusia balita. Melansir buku Gizi Anak dan Remaja, kejadian ini umumnya sudah mulai berkembang saat anak berusia 3 bulan. Proses perkembangan tersebut lambat laun mulai melambat ketika anak berusia 3 tahun. Setelah itu, grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), terus bergerak mengikuti kurva standar tapi dengan posisi berada di bawah. Ada sedikit perbedaan kondisi stunting yang dialami oleh kelompok usia 2 – 3 tahun dan anak dengan usia lebih dari 3 tahun. Pada anak yang berusia di bawah 2 – 3 tahun, rendahnya pengukuran grafik tinggi badan menurut usia (TB/U) bisa menggambarkan proses stunting yang sedang berlangsung. Sementara pada anak yang berusia lebih dari itu, kondisi tersebut menunjukkan kalau kegagalan pertumbuhan anak memang telah terjadi (stunted). c. Faktor penyebab lainnya ; Selain itu yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan stunting pada anak, yaitu: 1) Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan. 2) Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan). 3) Kurangnya akses air bersih dan sanitasi. 4) Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal. d. Ciri-ciri stunting pada anak Perlu dipahami bahwa tidak semua anak balita yang berperawakan pendek mengalami stunting. Masalah kesehatan ini merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek dilihat dari standar baku pengukuran tinggi badan menurut usia dari WHO. Menurut Kemenkes RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal. Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran. Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni: 1) Pertumbuhan melambat 2) Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya 3) Pertumbuhan gigi terlambat 4) Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya 5) Usia 8 – 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya 6) Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun. 7) Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan). 8) Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
3. Bagaimana Penanganan Stunting Pada Bayi Anak?
Salah satu penanganan pertama yang bisa dilakukan untuk anak dengan tinggi badan di bawah normal yang didiagnosis stunting, yaitu dengan memberikannya pola asuh yang tepat. Dalam hal ini meliputi inisiasi menyusui dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan, serta pemberian ASI bersama dengan MP-ASI sampai anak berusia 2 tahun. World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) menganjurkan agar bayi usia 6-23 bulan untuk mendapatkan makanan pendamping ASI (MP- ASI) yang optimal. Ketentuan pemberian makanan tersebut sebaiknya mengandung minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan, meliputi serealia atau umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan susu, telur atau sumber protein lain, dan asupan kaya vitamin A. Di sisi lain, perhatikan juga batas ketentuan minimum meal frequency (MMF), untuk bayi usia 6-23 bulan yang diberi dan tidak diberi ASI, dan sudah mendapat MP-ASI. Untuk bayi yang diberi ASI 1. Umur 6 – 8 bulan: 2 kali per hari atau lebih 2. Umur 9 – 23 bulan: 3 kali per hari atau lebih 3. Sementara itu untuk bayi yang tidak diberi ASI usia 6 – 23 bulan yaitu 4 kali per hari atau lebih.
4. Bagaimana Cara Mencegah Stunting?
Cara mencegah stunting menurut Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, yakni: a. Pemantauan kesehatan secara optimal beserta penanganannya, pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi. b. Pemeriksaan kehamilan atau ante natal care (ANC) secara rutin dan berkala. c. Melakukan proses persalinan di fasilitas kesehatan terdekat, seperti dokter, bidan, maupun puskesmas. d. Memberikan makanan tinggi kalori, protein, serta mikronutrien untuk bayi (TKPM). e. Melakukan deteksi penyakit menular dan tidak menular sejak dini. f. Memberantas kemungkinan anak terserang cacingan. g. Melakukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan penuh.
Cara mencegah stunting untuk anak balita, yaitu:
a. Rutin memantau pertumbuhan perkembangan balita.
b. Memberikan makanan tambahan (PMT) untuk balita. c. Melakukan stimulasi dini perkembangan anak.
Cara mencegah stunting untuk anak usia sekolah, yaitu :
a. Memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan harian anak.
b. Mengajarkan anak pengetahuan terkait gizi dan Kesehatan.