LP & ASKEP RG - DAHLIA Roby

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS CA MAMMAE DI RUANG


DAHLIA RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
Roby Kurniandi
20241490104086

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2024
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Roby Kurniandi


Nim : 20241490104086
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada
Ny.M Dengan Diagnosa medis Ca Mammae di Ruangan
Dahlia RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka raya.

Telah melaksanakan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) pada Program Studi
Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :


Pembimbing Praktik

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Isna Wiranti, S.Kep.,Ners Yuliana Ernawati, S.Kep.,Ners


KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun
dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Dan Asuhan
Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan
Asuhan Keperawatan Pada Ny.M dengan Diagnosa Ca
Mammae Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.”. Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu
persyaratan pada Pendidikan Program Profesi Ners Stase
Keperawatan Medikal Bedah (KMB) di Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, Ners.,M.Kep., selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, serta penuh kesabaran membimbing penyusunan
dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Yuliana Ernawati, S.Kep.,Ners selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan dorongan, arahan dan pemikiran serta penuh kesabaran membimbing
penyusunan dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah membantu hingga laporan kasus asuhan keperawatan ini
dapat terselesaikan, yang mana telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada
penyusun.
Semoga laporan kasus asuhan keperawatan ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
di bidang ilmu keperawatan. Penyusun menyadari bahwa
dalam menyusun laporan kasus asuhan keperawatan ini
masih jauh dari sempurna untuk itu kepada semua pihak,
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga dapat menunjang kesempurnaan laporan kasus
asuhan keperawatan ini.

Palangka Raya, 21 Oktober 2024


Roby
Kurniandi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. `1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................................................... 2
1.4 Manfaat............................................................................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................ 8
2.1 Konsep Dasar Penyakit Appendisitis................................................................ 10
2.1.1 Definisi............................................................................................................. 10
2.1.2 Anatomi Fisiologi............................................................................................. 10
2.1.3 Klasifikasi......................................................................................................... 11
2.1.4 Etiologi............................................................................................................. 11
2.1.5 Patofisiologi (Pathway).................................................................................... 12
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)............................................................ 13
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................... 14
2.1.8 Komplikasi........................................................................................................ 15
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..................................................................................... 16
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.................................................................... 17
2.2.1 Pengkajian......................................................................................................... 17
2.2.2 Diagnosa........................................................................................................... 18
2.2.3 Intervensi.......................................................................................................... 19
2.2.4 Implementasi..................................................................................................... 20
2.2.5 Evaluasi............................................................................................................. 25
2.3 Penelitian Terkait.............................................................................................. 27
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................ 28
2.1 Pengkajian............................................................................................................... 28
2.2 Diagnosa................................................................................................................. 41
2.3 Intervensi................................................................................................................ 43
2.4 Implementasi........................................................................................................... 46
2.5 Evaluasi................................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 50
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis atau biasa
dikenal di masyarakat dengan peradangan pada usus buntu yang penyebabnya
masih di perdebatkan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa adanya
peradangan atau sumbatan pada apendiks yang bersifat Episodik dan hilang
timbul dalam waktu yang lama. (Amalina, et al, 2018).
Terdapat 259 juta kasus Apendisitis pada laki-laki di seluruh Dunia yang tidak
terdiagnosis, sedangkan pada perempuan terdapat 160 juta kasus Apendisitis yang
tidak terdiagnosis. 7% populasi di Amerika Serikat menderita Apendisitis dengan
Prevalensi 1,1 kasus tiap 1.000 orang pertahun. Angka kejadian Apendisitis Akut
mengalami kenaikan dari 7,62 menjadi 9,38 per 10.000 dari tahun 1993 sampai
2008. Kejadian Apendisitis akut di negara berkembang tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan negara maju. Di Asia Tenggara, Indonesia menempati
urutan pertama sebagai angka kejadian Apendisitis akut tertinggi dengan
prevalensi 0.05%, diikuti oleh Filipina sebesar 0.022% dan Vietnam sebesar
0.02% (Wijaya, et al, 2020). Kejadian apendisitis akut di negara berkembang
tercatat lebih rendah dibandingkan dengan negara maju. Di Asia Tenggara,
Indonesia menempati urutan pertama sebagai angka kejadian Apendisitis akut
tertinggi dengan prevalensi 0.05%, diikuti oleh Filipina sebesar 0.022% dan
Vietnam sebesar 0.02% (Wijaya, et al, 2020) .
Data yang dikeluarkan oleh WHO menunjukkan bahwa insiden apendisitis
pada tahun 2010 mencapai 7,62% dan meningkat pada tahun 2013 menjadi
8,22% dari populasi penduduk dunia. Apendisitis juga termasuk penyakit yang
memiliki jumlah penderita yang terus meningkat di Indonesia. Sesuai dengan data
yang dirilis oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia penderita
apendisitis pada tahun 2012 sebanyak 582.991 orang dan meningkat pada
tahun 2013 sebesar 593.877 (Isnanto dan Lestari, 2017). Pada tahun 2017 tercatat
132 pasien dengan apendisitis
di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman khususnya ruangan Cempaka 2, tahun
2020 sebanyak 23 orang dan pada tahun 2021 sebanyak 16 orang.
Apendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena angka
kejadian apendisitis tinggi di setiap negara. Risiko perkembangan apendisitis bisa
seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan (Fransisca et al.,
2019). Tindakan yang sering kali dilakukan untuk penanganan apendisitis adalah
apendektomi (Zulfa et al., 2019). Seiring perkembangan ilmu teknologi
kedokteran, teknik pembedahan pada penyakit apendisitis bisa dilakukan dengan
bedah terbuka atau laparoskopi (Diantari et al., 2019).
Apendictomy perlu dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi lebih lanjut (komplikasi) seperti peritonitis atau abses. Untuk merawat
pasien post apendictomy perawat harus mampu memberikan pelayanan yang
komperehensif agar dapat meningkatkan pengetahuan pasien mengenai
apendisitis, dan dapat mencegah keterlambatan penyembuhan pasien (Indrawan
(2019). Peran perawat juga dibutuhkan dalam perawatan luka untuk mencapai
tingkat penyembuhan yang maksimal (Nurjannah, 2019).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada studi kasus ini yaitu Bagaimana Asuhan Keperawatan
Pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Apendisitis di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medis Apendisitis di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Apendisitis di Ruang
Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
2. Menyusun Analisa data dan Diagnosis keperawatan menurut Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI) pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Apendisitis
di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3. Menyusun rencanaan keperawatan serta luaran keperawatan menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI) pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Appendisitis di Ruang
Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. L dengan Diagnosa Medis
Apendisitis di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
5. Melakukan evaluasi pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Appendisitis di Ruang
Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
6. Melakukan dokumentasi pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Apendisitis di
Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Merupakan kegunaan hasil studi kasus, ini adalah untuk pengembangan
Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar Diagnosis keperawatan Indonesia
(SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) dengan Diagnosa Medis Appendisitis di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.3.1 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan hasil penulisan ini sebagai bahan pertimbangan oleh para
pelaksana program dalam meningkatkan upaya di bidang Kesehatan khususnya
perawatan post operasi Apendisitis.
1.4.3.2 Bagi Institusi
Sebagai sarana mengaplikasikan mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
(KMB) berkaitan dengan ilmu penyakit Apendisitis di Ruang Dahlia RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.4.3.3 Institusi Pendidikan


Sebagai sarana mengaplikasikan mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
(KMB) berkaitan dengan ilmu penyakit Apendisitis di Ruang Dahlia RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Apendisitis


1.1.1 Definisi
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks

vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm

dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak

pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing

(apendiks) (Wim de jong, 2005 dalam Nurarif, 2015). Apendisitis merupakan keadaan

inflamasi dan obstruksi pada vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang

tersembunyi dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sekum

(Rosdahl dan Mary T. Kowalski, 2015).

Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks

vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih

dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada

sekum (Nurfaridah, 2015).

2.1.2 Etiologi

Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lamen apendikeal oleh

apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material

garam kalsium, debris fekal), atau parasit E- Histolytica. (Katz 2009 dalam muttaqin, &

kumala sari, 2011).


8
Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan rendah

serat sehingga dapat terjadi konstipasi. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal

yang mengakibatkan terjadinya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan kuman flora kolon.

2.1.3 Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi 2, antara lain sebagai berikut :
1. Apendisitis akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi tanda setempat.

Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul merupakan nyeri visceral di

saerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan

penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney.

Pada titik ini, nyeri yang dirasakan menjadi lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

merupakan nyeri somatik setempat (Hidayat 2005 dalam Mardalena,Ida 2017)

2. Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis baru bisa ditegakkan apabila ditemukan tiga hal yaitu pertama,

pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama paling sedikit

tiga minggu tanpa alternatif diagnosa lain. Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala

yang dialami pasien akan hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai

akibat dari inflamasi kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Santacroce dan

Craig 2006 dalam Mardalena, Ida 2017).


9

2.1.4 Manifestasi Klinis


Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis antara lain

sebagai berikut :

1. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus atau

periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke kuadaran kanan bawah

ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilikus dan spina anterior ileum)

nyeri terasa lebih tajam.

2. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena kebocoran

apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen

3. Mual
4. Muntah
5. Nafsu makan menurun
6. Konstipasi
7. Demam
(Mardalena 2017 ; Handaya, 2017)
2.1.5 Patofisiologi
Apendisitis terjadi karena disebabkan oleh adanya obstruksi pada lamen

apendikeal oleh apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa,

fekalit (material garam kalsium, debris fekal), atauparasit E-Histolytica. Selain itu

apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan yang rendah serat yang

dapat menimbulkan konstipasi. Kondisi obstruktif akan meningkatkan tekanan

intraluminal
10

dan peningkatan perkembangan bakteri. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan

kongesti dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan

inflamasi apendiks. Pada fase ini penderita mengalami nyeri pada area periumbilikal.

Dengan berlanjutnya pada proses inflamasi, akan terjadi pembentukan eksudat pada

permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan perietal peritoneum,

maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi (Santacroce,

2009 dalam dalam muttaqin & kumala sari, 2011).


Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan

meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding

apendiks yang ditandai dengan ketidaknyamanan pada abdomen. Adanya penurunan

perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis serta diikuti peningkatan

tekanan intraluminal, juga akan meningkatkan risiko perforasi dari apendiks. Pada proses

fagositosis terhadap respon perlawanan terhadap bakteri ditandai dengan

pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen apendiks.

Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi

dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri

masuk ke rongga abdomen kemudian akan memberikan respon inflamasi permukaan

peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan abses,

maka akan ditandai dengan gejala nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian akan

memberikan respons peritonitis. Gejala yang khas dari perforasi


11

apendiks adalah adanya nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan

bawah (Tzanaki, 2005 dalam muttaqin, Arif & kumala sari, 2011).

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam

penanganannya. Adapun jenis komplikasi menurut (LeMone, 2016) diantaranya

sebagai berikut:

1. Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga bakteri menyebar

ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis seperti suhu

tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari

36 jam sejak sakit.

2. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa rongga

abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya yang dapat terjadi

dalam bentuk akut maupun kronis.

3. Abses
Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa

lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi

peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami

perforasi

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu)

b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks
12

c. CT – Scan
Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan adanya

kemungkinan perforasi.

d. C – Reactive Protein (CRP)


C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati

sebagai respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan

peningkatan kadar CRP

(Mutaqqin, Arif & Kumala Sari 2011)


2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan

pembedahan/Apendiktomi

1. Pengertian Apendiktomi
Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan pengangkatan

bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit. Apendiktomi

dapat dilakukan dengan dua metode pembedahan yaitu pembedahan secara

terbuka/ pembedahan konveksional (laparotomi) atau dengan menggunakan

teknik laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal infasif

dengan metode terbaru yang sangat efektif (Berman& kozier, 2012 dalam

Manurung, Melva dkk, 2019

Laparoskopi apendiktomi adalah tindakan bedah invasive minimal yang

paling banyak digunakan pada apendisitis akut. Tindakan ini cukup dengan

memasukkan laparoskopi pada pipa kecil (trokar) yang dipasang melalui

umbilikus dan dipantau melalui layar monitor. Sedangkan Apendiktomi terbuka

adalah tindakan dengan cara membuat sayatan pada perut sisi kanan bawah atau

pada daerah Mc Burney sampai menembus peritoneum.

2. Tahap Operasi Apendiktomi


13

1. Tindakan sebelum operasi a. Observasi pasien

b. Pemberian cairan melalui infus intravena guna mencegah dehidrasi dan mengganti

cairan yang telah hilang

c. Pemberian analgesik dan antibiotik melalui intravena


d. Pasien dipuasakan dan tidak ada asupan apapun secara oral e. Pasien diminta

melakukan tirah baring

2. Tindakan Operasi
a. Perawat dan dokter menyiapkan pasien untuk tindakan anastesi sebelum

dilakukan pembedahan

b. Pemberian cairan intravena ditujukan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat

dan menggantikan cairan yang telah hilang.

c. Aspirin dapat diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu.


d. Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.
3. Tindakan pasca operasi a. Observasi TTV

b. Sehari pasca operasi, posisikan pasien semi fowler, posisi ini dapat mengurangi

tegangan pada luka insisi sehingga membantu mengurangi rasa nyeri

c. Sehari pasca operasi, pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur

selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri tegak dan duduk diluar

kamar

d. Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan melalui

intravena. Cairan peroral biasanya diberikan bila pasien dapat mentoleransi

e. Dua hari pasca operasi, diberikan makanan saring dan pada hari berikutnya

dapat diberikan makanan lunak


2.1.9 WOC
2.2 Konsep Nyeri
2.2.1 Pengertian nyeri
Nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan

sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa

nyeri (Arthur C Curton; Prasetyo 2010 dalam Andarmoyo, 2013).

Menurut Association for the study of pain, Nyeri adalah awitan yang tiba –

tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan maupun > 6 bulan. Nyeri

merupakan mechanism protektif yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran telah

atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood L., 2001 dalam Andarmoyo, 2013).

2.2.2 Klasifikasi Nyeri


Klasifikasi menurut Wilkinson Judith M. & Nancy R. Ahern, 2011 sebagai

berikut:

1. Nyeri Akut
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya

kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah

seperti ( International Association for the study of pain) ; awitan yang tiba – tiba atau

perlahan dengan intesitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan.


17

2. Nyeri Kronis
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan

(International Association for the study of pain); awitan yang tiba – tiba atau perlahan

dengan intesitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat

diramalkan dan durasinya lebih dari 6 bulan.

2.2.3 Etiologi Nyeri


Menurut Atoilah, E. M., & Engkus, K. (2013), etiologi dari nyeri adalah

sebagai berikut :

1. Trauma
a. Trauma mekanik berupa benturan, gesekan, luka, bekas sayatan pasca operasi yang

merangsang nyeri karena reseptor nyeri mengalami kerusakan

b. Trauma thermik seperti panas api, air dingin yang berlebih akan merangsang reseptor

nyeri

c. Trauma kimia seperti sentuhan asam dan basa yang kuat


d. Trauma elektrik seperti aliran listrik yang kuat akan merangsang reseptor nyeri akibat

kejang otot atau kerusakan reseptor nyeri

2. Neoplasma
a. Neoplasma jinak dapat menyebabkan penekanan pada ujung saraf reseptor nyeri.

b. Neoplasma ganas akan mengakibatkan kerusakan jaringan, akibat tarikan, jepitan atau

metestase dari kanker


18

c. Peradangan seperti abses, pleuritis akan mengakibatkan kerusakan saraf reseptor nyeri akibat

adanya peradangan atau karena adanya penekanan dari pembengkakan jaringan.

3. Iskemik jaringan
4. Trauma psikologis
2.2.4 Karakteristik Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Tabel 2.1 perbandingan karakteristik Nyeri akut dan Nyeri Kronis
Karakteristik Nyeri akut Nyeri Kronis
Tujuan/Keuntun gan Memperingatkan adanya Tidak ada
cedera atau masalah
Terus menerus atau intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan) Durasi lama (6 bulan
on otonom • Konstan dengan respon stres simpatis atau lebih)
• Frekuensi jantung meningkat Tidak terdapat respons
• Dilatasi pupil meningkat
otonom
• Mortalitas gastrointestinal menurun
• Aliran saliva menurun
(mulut kering)
Komponen Ansietas • Depresi
Psikologis • Mudah marah
Menarik diri dan minat dunia luar
Menarik diri dari persahabatan
• Tidur terganggu
• Libido menurun
Nafsu makan menurun
Respon jenis lainnya
ma Nyeri kanker, artritis, neuralgia trigeminal
Sumber : Dikutip dari Porth CM. Parthopysiologi:Concepts Of Altered
Health State, Philadelphia, JBLippincott, 1995 dalam Smeltzer,
2002 dalam Andarmoyo 2013
19

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri


1. Usia
Usia sangat mempengaruhi respon terhadap nyeri. Anak kecil mempunyai

kesulitan memahami rasa nyeri sebab belum dapat mengucapkan kata-kata untuk

mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orangtua ataupun

petugas kesehatan. Berbeda pada pasien lansia, harus dilakukan pengkajian secara lebih

rinci ketika pasien lansia melaporkan adanya nyeri. Hal ini dikarenakan lansia

sering kali memiliki sumber nyeri yang lebih dari satu, terkadang penyakit yang

berbeda-beda yang diderita menimbulkan gejala yang sama. Sebagian lansia terkadang

pasrah terhadap apa yang mereka rasakan, karena menganggap hal tersebut

merupakan konsekuensi penuaan yang tidak bisa dihindari.

2. Jenis kelamin
Jenis kelamin antara pria maupun wanita tidak ada perbedaan secara bermakna

dalam berespon terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin

dalam memaknai nyeri misal, menganggap bahwa anak laki – laki harus berani dan

tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang

sama (Potter & Perry, 2006 dalam Andarmoyo 2013).

3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi rasa

nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh

kebudayaan mereka.Budaya dan etnisitas


35

berpengaruh pada bagaimana seseorang merespon terhadap nyeri.Sejak dini pada

masa kanak-kanak, individu belajar dari lingkungan sekitar mereka merespon

nyeri yang bagaimana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima(Smeltzer,

S.S & Bare, B.G,2002 dalam Andarmoyo,

2013).
4. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan

dengan latar belakang budaya individu tersebut. individu akan mempersepsikan

nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberikan pesan

ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan(Potter& Perry,2006

dalam Andarmoyo,

2013).
5. Perhatian
Tingkat pasien memfokuskan perhatianya terhadap nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan

nyeri yang meningkat,sedangkan upayapengalihan(distraksi) dihubungkan

dengan respon nyeri yang menurun(Gill,1990;Potter

&Perry, 2006 dalam Andarmoyo, 2013).


6. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri,tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan ansietas (Paice, 1991) dikutip dari Potter & perry

(2006),melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian

sistem limbicyang diyakini mengendalikan emosi seseorang,khususnya ansietas

(Andarmoyo, 2013).

7. Keletihan
36

Keletihan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan persepsi nyeri.

Rasa keletihan akan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan

menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur,

persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih

berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap( Potter&

Perry, 2006 dalam Andarmoyo,

2013).
8. Pengalaman sebelumnya
Apabila individu mempunyai riwayat nyeri tanpa pernah sembuh

atau menderita nyeri yang berat maka ansietas dapat muncul. Apabila individu

mengalami nyeri dengan jenis yang sama secara berulang, tetapi kemudian nyeri

dapat berhasil dihilangkan akan lebih mudah bagi individu untuk

menginterpretasikan sensasi nyeri akibatnya, individu akan lebih siap untuk

melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri (Potter & Perry,

2006 dalam Andarmoyo 2013).

9. Gaya koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuanbaik sebagian maupun

keseluruhan. Individu seringkali menemukan berbagai cara untuk

mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Penting

untuk memahami sumber koping klien selama klien mengalami nyeri,

sumber yang dimaksud seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung

melakukan latihan,atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan

keperawatan dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri (Potter&

Perry,2006 dalam Andarmoyo, 2013).

10. Dukungan keluarga dan sosial


37

Faktor lain yang mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran orang

terdekat individu dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu yang

mengalami nyeri sering bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat

untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan perlindungan. Meskipun nyeri tetap

dirasakan,kehadiran orang yang dicintai individu akan meminimalkan kesepian

dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman,seringkali pengalaman

nyeri membuat individu semakin tertekan. Kehadiran orangtua sangat penting

bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri ( Potter & Perry,2006 dalam

Andarmoyo, 2013).

2.2.6 Upaya dalam mengatasi nyeri


Penatalaksaan nyeri bersifat sangat individual, dan intervensi yang

berhasil untuk satu orang klien mungkin tidak berhasil untuk klien yang lainnya

hal ini karena tingkat mekanisme koping antara individu berbeda.Beberapa upaya

yang dapat dilakukan dalam mengatasi nyeri antara lain sebagai berikut :

1. Terapi Farmakologis
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.

Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawatan

dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesik dalam

penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya

kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan melakukan

kesalahan dalam menggunakan analgesik narkotik dan pemberian obat yang

kurang dari yang diresepkan. Tiga jenis analgesik umumnya digunakan untuk

meredakan nyeri. Ketiga jenis ini adalah :

a. Analgesik non-narkotik dan obat anti inflamasi nonsteroid


(NSAID)
38

NSAID antara lain aspirin, ibu profen (Motrin) dan naproksen (Naprosyn,

Aleve). NSAID Non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan nyeri

sedang, seperti nyeri terkait dengan artritis reumatoid, prosedur pengobatan gigi,

dan prosedur bedah minor, episiotomi, dan masalah pada punggung bagian

bawah. Satu pengecualian, yaitu ketorolak (Taradol), merupakan agens analgesik

pertama yang dapat diinjeksikan yangkemanjurannya dapat dibandingkan dengan

morfin (Andarmoyo, 2013).

b. Analgesik narkotik atau opiate


Analgesik narkotik atau opiat umumnya diresepkan dan digunakan untuk

nyeri sedang sampai berat, seperti pascaoperasi dan nyeri maligna.Analgesik ini

bekerja pada sistem saraf pusat untuk menghasilkan kombinasi efek

mendepresi dan menstimulasi (Andarmoyo,2013).

c. Obat tambahan (Adjuvan)


Adjuvan seperti sedatif, anticemas, dan relaksasi otot meningkatkan

kontrol nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri seperti

mual muntah. Agens tersebut diberikan dalam bentuk tunggal atau disertai

dengan analgesik.Sedatif sering kali diresepkan untuk penderita nyeri kronik.

Obat-obatan ini dapat menimbulkan rasa kantuk dan kerusakan koordinasi,

keputusasaan, dan kewaspadaan mental (Andarmoyo, 2013).

2. Terapi Non Farmakologis


Managemen nyeri nonfarmakologis merupakan tindakan menurunkan

respon nyeri tanpa menggunakan agens farmakologis.Melakukan intervensi

manajemen nyeri non farmakologi merupakan tindakan mandiri perawat dalam

mengatasi respon nyeri klien.Managemen nyeri nonfarmakologi sangat

beragam.Banyak literatur yang membicarakan mengenai teknik-teknik peredaan


39

nyeri. Beberapa tindakan non farmakologis dalam mengurangi nyeri antara lain

sebagai berikut :

a. Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain

nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan

pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri. Dengan demikian,

diharapkan pasien tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan

kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap

nyeri.

1) Distraksi visual/ penglihatan


Distraksi visual atau penglihatan adalah pengalihan perhatian selain nyeri yang

diarahkan ke dalam tindakan-tindakan visual atau pengamatan. Misalnya

melihat pertandingan olahraga, menonton televisi, membaca koran, melihat

pemandangan indah, dsb (Andarmoyo, 2013).

2) Distraksi Audio/ pendengaran


Pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan-tindakan

melalui organ pendengaran.Misalnya mendengarkan musik yang disukai atau

mendengarkan suara kicauan burung serta gemercik sir.Saat mendengarkan

musik, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang

seperti musik klasik dan minta untuk berkonsentrasi pada lirik dan irama

lagu.Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu

seperti bergoyang, mengetuk jari atau kaki (Andarmoyo,

2013).
3) Distraksi Intelektual
pengalihan perhtian selain nyeri yang diarahkan ke tindakan dengan

menggunakan daya intelektual pasien, mislanya dengan mengisi teka teki

silang, beramin kartu, menulis buku cerita, dan sebagainya (Andarmoyo, 2013).
40

b. Relaksasi
Relaksasi merupakan pelemasan otot sehingga akan mengurangi ketegangan otot

yang dapat mengurangi rasa nyeri. Teknik yang dilakukan yaitu dengan nafas

dalam secara teratur dengan cara menghirup udara melalui hidung, tahan dan

keluarkan secara perlahan melalui mulut (Atoilah, E. M., & Engkus, K. 2013).

c. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan/TENS (Transcutaneous


Elektrical Nerve Stimulation)
Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation(TENS) adalah alat yang

menggunakan aliran listrik baik dengan frekuensi rendah maupun tinggi yang

dihubungkan dengan elektroda pada kulit untuk menghsilkan sensasi kesemutan,

bergetar, atau mendengung pada area yang nyeru. TENS adalah salah satu

prosedur non invasif dan salah satu metode yang aman untuk mengurangi nyeri

akut maupun kronis (Andarmoyo, 2013).

d. Imajinasi terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah suatu cara dengan menggunakan imajinasi seseorang

dalam cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.

Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup. Usahakan kondisi lingkunan

mendukung untuk tindakan ini misalnya kegaduhan, kebisingan, bau

menyengat maupun cahaya yang terang perlu di pertimbangkan agar tidak

mengganggu konsentrasi klien.

e. Akupuntur
Akupuntur adalah suatu teknik tusuk jarum yang mempergunakan jarum kecil

panjang (ukuran bervasiasi mulai dari 1,7 cm sampai

10 cm) kemudian di tusukkan pada bagian tertentu di badan (area yang sering

digunakan adalah kaki, tungkai bawah, tangan, dan lengan bawah). Setelah

dimasukan ke area tubuh tertentu, jarum diputar – putar atau di pakai untuk
41

menghantar arus listrik yang kecil. Titik-titik akupuntur dapat distimulasi dengan

mmasukkan dan mencabut jarum menggunakan panas, tekanan/pijatan, laser atau

stimulasi elektrik atau kombinasi dari berbagai macam cara tersebut

2.2.7 Mengukur Derajat Nyeri


Intensitas derajat nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

yang dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

invidual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik

tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Pengukuran intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala

sebagai berikut :

1. Skala numerik (Numerical Rating Scale)


Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai alat pendeskripsian kata.

Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.Skala paling

efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi

teraupetik.Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan

patokan

10 (Perry dan Potter, 2006 dalam Andarmoyo, 2013). Skalanya sepertI

2. Skala Deskriptif (Verbal Descriptor Scale)


Skala deskriptif adalah alat pengukur tingkat keparahan yang lebih

objektif.Skala deskriptif merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai

lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang

garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “Tidak terasa nyeri” sampai “nyeri

yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta
42

klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang klien rasakan.Perawat juga

menanyakan seberapa

jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa tidak

menyakitkan(Potter & Perry, 2006 dalam Andarmoyo,

2013). Skala tersebut seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.3 Skala Deskriptif


Sumber : Sulistyo Andarmoyo, 2013.
3. Skala analog (Visual Analog Scale)
Skala analog adalah garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili

intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendekskripsi verbal pada setiap

ujungnya.Pasien diminta untuk menunjukkan titik pada garis yang

menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut.Ujung kiri biasanya

menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya

menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah

penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis

“tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter (Smeltzer, 2002 dalam

Andarmoyo, 2013). Skala analog seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.4 Skala Analog


Sumber : Sulistyo Andarmoyo, 2013
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
43

Pengkajian pada pasien post operasi apendiktomi menurut (Bararah & Jauhar,

2013 dalam saputro, 2018) ; mutaqqin & kumala sari, (2011) antara lain :

1. Data umum pasien


Meliputi nama pasien, umur (remaja - dewasa), jenis kelamin (Laki – laki lebih

berisiko daripada perempuan), suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat,

tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

2. Keluhan utama
Pasien dengan post operasi apendiktomi biasanya merasakan nyeri pada luka

insisi/operasi

3. Riwayat penyakit sekarang


Riwayat penyakit sekarang dikaji dimulai dari keluhan yang dirasakan pasien

sebelum masuk rumah sakit,ketika mendapatkan perawatan di rumah sakit

sampai dilakukannyapengkajian. Pada pasien post operasi apendiktomi biasanya

didapatkan adanya keluhan seperti nyeri pada luka insisi operasi. Keluhan nyeri

dikaji menggunakan PQRST : P (provokatif), yaitu faktor yang mempengaruhi

berat atau ringannya nyeri. Q (Quality), yaitu kualitas dari nyeri, seperti apakah

rasa tajam, tumpul atau tersayat. R (Region), yaitu daerah / lokasi perjalanan

nyeri.S (Severity), yaitu skala/ keparahan atau intensitas nyeri.T (Time), yaitu

lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri

4. Riwayat kesehatan dahulu


Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien tentang penyakit apa

saja yang pernah di derita, riwayat operasiserta tanyakan apakah pernah masuk

rumah sakit sebelumnya.

5. Riwayat penyakit keluarga


Tanyakan pada pasien mengenai riwayat penyakit keluarga seperti
(Diabetes Melitus, Hipertensi, Asma) dan penyakit menular.
6. Riwayat Psikososial
44

Pada pasien post operasi apendiktomi didapatkan kecemasan akan nyeri

hebat atau akibat respons pembedahan. Pada beberapa pasien juga didapatkan

mengalami ketidakefektifan koping berhubungan dengan perubahan peran

dalam keluarga (Mutaqqin, Arif & kumala sari, 2011).

7. Pola sehari-hari a. Nutrisi

Nafsu makan menurun dan porsi makan menjadi kurang b. Eliminasi

1) Alvi : Kadang terjadi diare/ konstipasi pada awal post operasi

2) Urine : Pada pasien post operasi apendiktomi mengalami penurunan

haluaran urin.

c. Tidur/istirahat

Pola tidur dapat terganggu maupun tidak terganggu, tergantung bagaimana

toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakannya.

d. Personal Hygiene
Upaya untuk menjaga kebersihan diri cenderung kurang. e. Aktavitas

Biasanya pasien post operasi apendiktomi mengalami kelemahan


8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai saat pertama kali bertemu dengan klien

dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Pada pasien post operasi apendiktomi

mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari ruang operasi.

b. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) umumnya pasien

mengalami takikardi, peningkatan tekanan darah, dapat juga terjadi hipotensi.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Kepala
Kebersihan kepala, warna rambut, tidak ada kelainan bentuk kepala, tidak ada

nyeri tekan.
45

2) Pemeriksaan Muka
Pasien nampak meringis menahan nyeri pada luka bekas operasi. tidak ada

nyeri tekan, tidak ada edema.

3) Pemeriksaan Mata
Keadaan pupil isokor, palperbra dan refleks cahaya tidak ada gangguan,

konjungtiva tidak anemis

4) Pemeriksaan Hidung
Bersih, tidak terdapat polip, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat nafas cuping

hidung

5) Pemeriksaan Mulut
Mukosa bibir kering karena adanya pembatasan masukan oral, mengamati bibir

ada tidaknya kelainan kogenital (bibir sumbing), sianosis atau tidak,

pembengkakkan atau tidak, lesi atau tidak, amati adanya stomatitis pada

mulut atau tidak, amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak,

dan kebersihan gigi.mengkaji terdapat nyeri tekan atau tidak pada pipi dan mulut

bagian dalam

6) Pemeriksaan Telinga
Pada klien post operasi apendiktomi fungsi pendengaran tidak mengalami

gangguan, inspeksi bentuk dan kesimetrisan telinga, kebersihan telinga.

7) Pemeriksaan Thorak a) Paru-paru

Inspeksi : Pergerakan dada simetris, Pasien post operasi apendiktomi

akan mengalami penurunan dan peningkatan frekuensi nafas

Palpasi : Kaji ada tidaknya nyeri tekan, vokal fremitus sama antara

kanan dan kiri.

Perkusi : Terdengar sonor


Auskultasi : Normalnya terdengar vasikuler pada kedua paru, tidak terdapat

suara tambahan
46

b) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 & 5 mid clavicula sinistra.

Perkusi : Normalnya terdengar pekak


Auskultasi : Normalnya terdengar tunggal suara jantung pertama dan suara

jantung kedua.

8) Abdomen
Inspeksi :Terdapat luka bekas operasi tertutup kasa, bentuk dan ukuran

luka, terlihat mengencang (distensi). Auskultasi : Bising usus menurun

Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen bekas operasi

Perkusi :Kaji suara apakah timpani atau hipertimpani


9) Ekstremitas
Secara umum klien post operasi apendiktomi dapat mengalami kelemahan

karena tirah baring pasca operasi. Kekakuan otot akan berangsur membaik seiring

dengan peningkatan toleransi aktivitas klien.

10) Integritas kulit


Terdapat luka sayatan pada bekas operasi, warna kulit, kelembaban, akral

hangat, CRT (Capilary Refil Time)< 2 detik, turgor kulit menurun.

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang

merupakan tanda adanya infeksi.

b. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca

pembedahan

2.3.2 Analisa data


Data yang telah dikumpulkan dari data subjektif dan data objektif

kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa merupakan proses

intelektual yang meliputi kegiatan menyeleksi data, mengklarifikasi,

mengelompokkan data, mengaitkan dan menentukan kesenjangan informasi,


47

membandingkan dengan standar, menginterprestasikan serta akhirnya membuat

diagnosa keperawatan( Herdman dan Kamitsuru, 2015)

2.3.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keparawatan yang muncul pada pasien post operasi apendiktomi

menurut (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2016)antara lain :

1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik


2. Risiko infeksi b.d prosedur invasif
3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi makana
36

2.3.4 Intervensi Keperawatan

1. Intervensi keperawatan menurut SIKI Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Intervensi
1. Nyeri akut kriteria hasil SLKI
SIKI
Definisi: Tingkat Nyeri :
Tingkat Manajemen Nyeri:
Pengalaman sensorik 1. Observasi.
atau emosional yang berkaitan nyeri
menurun a. Lokasi,
dengan kerusakan jaringan karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan kriteria
aktual atau fungsional, dengan kualitas, intensitas nyeri.
hasil:
onset mendadak atau lambat b. Identitas skala nyeri c.
1. Keluhan nyeri
dan berintensitas ringan hingga Identitas respon
menurun nyeri non verbal
berat yang berlangsung kurang
2. Fokus membaikd. Identitas faktor yang
dari 3 bulan.
3. Meringis menurun memperberat dan
4. Sifat protektif memperingan nyeri
Penyebab :
menurun e. Identitas
1. Agen pencedera
fisiologis (mis. Inflamasi, 5. Gelisah menurun pengetahuan dan keyakinan
iskemia, neoplasma). 6. Kemampuan tentang nyeri
2. Agen menuntaskan f. Identifikasi
pencedera kimiawi (mis. aktivitas meningkat pengaruh nyeri pada kualitas
Terbakar, bahan kimia iritasi). 7. Kesulitan tidur
3. Agen pencedera fisik (mis. hidup
menurun g. Monitor
Abses, trauma, amputasi,
8. berfokus pada keberhasilan terapi
terbakar, terpotong, mengangkat
diri
berat, prosedur operasi, komplementer yang sudah
trauma, diberikan
sendiri menurun
latihan fisik berlebihan
9. Diaforesis menurun
10. Frekuensi nadi 2. Terapeutik.
membaik a. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin,distra ksi,
Gejala dan Tanda relaksasi(genggam jari,
Mayor benson))
Subjektif: b. Control lingkungan yang
a. Mengeluh nyeri memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruang,
Objektif: pencahayaan, kebisingan)
a. Tampak meringis c. Fasilitasi istirahat dan tidur
b. Bersikap protektif (mis.
3. Edukasi.
Waspada, posisi menghindari a. Jelaskan penyebab,
nyeri) periode, dan pemicu nyeri
c. Gelisah b. Jelaskan strategi
d. Sulit tidur meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri
Gejala dan Tanda secara mandiri
Minor:
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
Subjektif:
pemberian analgesik jika
(Tidak tersedia)
perlu
Objektif:
a. Tekanan darah
meningat
b. Pola nafas berubah c. Nafsu
makan
berubah
d. Proses berfikir terganggu
e. Menarik diri

Kondisi klinis terkait:


a. Kondisi
pembedahan
b. Cedera traumatis c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
e. glaucoma

Sumber :Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018)

Dari beberapa intervensi yang telah di sebutkan diatas, peneliti mengambil

intervensi terapeutik non farmakalogi berupa teknik relaksasi genggam jari. Terapi

relaksasi genggam jari adalah salah


satu teknik relaksasi yang menggunakan jari tangan yang dapat memberikan suatu

tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan stresssehingga

dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Hasaini, Asni 2019).

2.3.5 Implementasi
Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke

status kesehatan yang baik dengan menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan

klien, faktor – faktor lain yang mempengaruhi kebutuhankeperawatan, strategi

implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi (Dinarti dan Mulyani, 2017).

Prinsip – prinsip dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah

sebagai berikut :

1. Berdasarkan respon pasien


2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan

profesional, hukum dan kode etik keperawatan

3. Berdasarkan sumber –sumber yang tersedia


4. Sesuai dengan tanggungjawab dan tanggung gugat profesi keperawatan
5. Mengerti dengan jelas pesanan – pesanan yang ada dalam intervensi

keperawatan

6. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan pasien sebagai individu dalam

upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (self care)

7. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan

8. Menjaga rasa aman, harga diri, dan melindungi pasien


9. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan
10. Bersifat holistik
11. Kerjasama dengan profesi lain
12. Melakukan dokumentasi
2.3.6 Evaluasi
Evaluasi atau tahap penilaian merupakan tindakan perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah

ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien,

keluarga, dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat

kemampuan klien mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada

tahap perencanaan (Wahyuni, 2016).

Teknik penulisan SOAP menurut (Zaidin Ali, 2009) adalah sebagai

berikut :

1. S (Subjective) : bagian ini meliputi data subjektif atau informasi yang

didapatkan dari klien setelah mendapatkan tindakan, seperti klien menguraikan

gejala sakit atau menyatakan keinginannya untuk mengetahui tentang pengobatan.

Ada tidaknya data subjektif dalam catatan perkembangan tergantung pada

keakutan penyakit klien.

2. O (Objective) : Informasi yang didapatkan berdasarkan hasil

pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan perawat setelah

tindakan. Misalnya pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, observasi atau hasil

radiologi.

3. A (Assesment) : Membandingkan antara informasi subjektif & objektif

dengan tujuan&kriteria hasil yang kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa

masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, atau masalah tidak teratasi

4. P (Planning) : Perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan. Rencana dapat meliputi instruksi untuk


mengatasi masalah klien, mengumpulkan data tambahan tentang masalah

klien, pendidikan bagi individu atau keluarga, dan tujuan asuhan. Rencana

yang terdapat dalam evaluasi atau catatan SOAP dibandingkan dengan rencana

pada catatan terdahulu, kemudian dapat ditarik keputusan untuk merevisi,

memodifikasi, atau meneruskan tindakan yang lalu


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Roby Kurniandi


NIM : 20241490104086
Ruang Praktek : Dahlia
Tanggal Praktek : 21 Oktober – 09 November 2024
Tanggal & Jam Pengkajian : 21 Oktober 2024 & 10.00 WIB

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. DATA UMUM
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Ny.M
Umur : 44 Tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Kawin
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku bangsa : Flores
Alamat : Jl.
Tanggal Masuk : 20 Oktober 2024
Tanggal Pengkajian : 21 Oktober 2024
No. Register : 45.91.33
Diagnose medis : Ca Mammae Dextral

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. A
Umur : 47 tahun
Hub. Dengan pasien : Suami
Pekerjaan : Swasta
Alamat : PT. Primacom parenggean

2. Status Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama (saat MRS dan Saat ini)
Klien mengeluh nyeri pada payudara bagian kanan, seperti ditusuk-tusuk,
menjalar ke area tangan kanan, skala nyeri 5, hilang timbul, terpasang infus RL 20
tpm, TTV : TD : 130/88, N : 86, S : 36,5 ˚c, RR : 22 x/mnt, Spo : 98 x/mnt
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan saat ini
Pada tanggal 20 Oktober 2024 klien dibawa dari Klinik yang berada di PT.
Primacom parenggean ke Rumah sakit Doris Sylvanus Palangka Raya dengan
keluhan benjolan dipayudara kanan, awalnya kecil kemudian membesar dalam 1
tahun ini, pemeriksaan TTV : TD:125/82, N:88, S:36,3 ˚c, RR:20 dan terpasang
infus RL ditangan sebelah kiri, setelah malakukan pemeriksaan di IGD pasien
dibawa ke ruang rawat inap ruang dahlia dan akan dilakukan tindakan bedah
eksisi tumor mammae.
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Saat ini upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan obat sesuai
petunjuk dari dokter
b. Status kesehatan masa lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya
2) Pernah dirawat
Klien mengatakan tidak pernah dirawat
3) Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol dll)
Klien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan minum kopi dll
c. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga
d. Diagnose medis dan therapy
Diagnosa medis :
Ca Mammae Dextra
Therapy :
- Injeksi Ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi Omeprazole 2x1 gr
- Injeksi Ondansentron 3x
- Injeksi kalnex 3x500mg
II. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
1. Pola persepsi dan Pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Klien mengatakan jarang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
Saat sakit:
Pasien mengatakan saat sakit baru berobat ke klinik
2. Pola nutrisi dan metabolic
Sebelum sakit:
Klien mengatakan makan teratur 3 kali sehari dengan menu seimbang
Saat sakit:
Klien mengatakan saat sakit makan sesuai dengan jadwal pemberian makanan di
rumah sakit, namun terkadang juga suka makan-makanan yang dibawa oleh
keluarga pasien.
BB sebelum sakit : 51
BB sesudah sakit : 49
3. Pola eliminasi
1) Eliminasi Feses
Sebelum sakit :
Klien mengatakan BAB teratur 2 kali
Saat sakit :
Klien mengatakan BAB teratur 1 kali
2) BAK
Sebelum sakit:
Klien mengatakan BAK nya 3-4 kali dalam sehari
Saat sakit:
Klien mengatakan BAK nya 4-6 kali dalam sehari tetapi sedikit-sedikit
4. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas

Penilaian:
Kemampuan 0: Mandiri
0 1 2 3 1: Kergantungan minimal
Perawatan diri
Makan dan minum √ 2: Keteragntungan parsial
3: Ketergantungan total
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √

2) Latihan
Sebelum sakit
Klien mengatakan sebelum sakit sering melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
adanya hambatan
Saat sakit
Klien mengatakan saat sakit terhambat melakukan aktvitas sehari-hari karena jika
terlalu berat melakukan aktvitas pasien merasa cepat lelah.
5. Pola kognitif dan perseptual sensori
 Kognitif
Sebelum sakit: Klien mengatakan sudah 1 tahun mengetahui penyakitnya namun
tidak melakukan pemeriksaan ke dokter
Saat sakit: Pasien dan keluarga klien sudah mengatahui tentang penyakitnya klien
secara mendatail, dan akan dijadwal untuk dilakukan tindakan operasi eksisi
 Persepsi
Sebelum sakit: Klien mengatakan selalu berpikir yang baik baik saja
Saat sakit: Klien mengatakan selalu berpikir ingin cepat sembuh.
6. Pola persepsi diri dan Konsep diri
 Persepsi diri
Sebelum sakit: Klien mengatakan sebelum sakit klien selalu bisa beraktivitas
setiap hari
Saat sakit: Klien mengatakan menerima kenyataan dengan keadaannya saat ini
 Konsep diri
Sebelum sakit: Sebelum sakit pasien merasa yakin terhadap kemampuannya
sendiri dalam melakukan apapun
Saat sakit: Klien memahami diri dengan kondisinya sekarang yang membutuhkan
perawatan dari tim medis untuk merawat pasien
7. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit:
Klien mengatakan sebelum sakit tidur 6-8 jam malam hari
Saat sakit:
Klien mengatakan selama sakit pasien lebih banyak waktunya untuk beristirahat
8. Pola peran hubungan dengan orang lain
Sebelum sakit:
Tidak ada masalah pada pola peran hubungan dengan orang lain
Saat sakit:
Tidak ada masalah pada pola peran hubungan dengan orang lain
9. Pola seksual-reproduksi:
Sebelum sakit :
Tidak ada masalah pada pola seksual-reproduksi
Saat sakit :
Klien mengatakan tidak ada lagi melakukan hubungan seksual karena factor umur
10. Pola mekanisme koping:
Sebelum sakit:
a. Pengambilan keputusan penting dilakukan oleh keluarga secara musyawarah,
terutama pasien dan anak pasien
b. Klien mengatakan sudah cukup bahagia melihat anak-anak
c. Klien mengatakan jika stress pasien melakukan pemecahan masalah dengan
keluarga
Saat sakit:
a. Pengambilan keputusan dalam menjalankan tindakan dilakukan oleh keluarga
secara musyawarah
b. Klien mengatakan sudah cukup bahagia melihat anak-anak dan keluarga
c. Klien mengatakan jika stress pasien melakukan pemecahan masalah dengan
keluarga
11. Pola nilai dan kepercayaan:
Sebelum sakit: Klien mengatakan rajin beribadah
Saat sakit: Klien mengatakan rajin berdoa ditempat tidur
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum:
Klien tampak tampak pucat, tampak lemah, tugor kulit klien menurun pada saat di
cubit membutuhkan yang waktu untuk kembali ke posisi normal, keluarga klien
juga mengatakan bahwa klien kurang minum air putih
Tingkat kesadaran:
GCS : 15 Mata: 4 Verbal: 5 Motorik: 6
b. Tanda-tanda vital
Nadi : 86 ×/mnt
Suhu : 36,5 ˚c
TD : 130/88 mmHg
RR : 22 ×/mnt
Spo2 : 98 %
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher: (kepala,rambut,hidung,telinga,mata,mulut dan leher)
Inspeksi : kepala simetris dan ada pergerakan, Finger print di tengah frontal
terdehidrasi, kulit kepala bersih, bentuk kepala oval, penyebaran rambut merata,
warna hitam, tidak mudah patah dan tidak bercabang, rambut terlihat cerah. Mata
lengkap dan simetris kanan dan kiri, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata,
kornea mata jernih, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor.
Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret atau sumbatan pada lubang
hidung, mukosa merah muda, tidak ada masalah pada tulang hidung dan posisi
septum nasi ditengah. Tidak ada sianosis, tidak ada luka, gigi lengkap, warna
lidah merah muda, mukosa bibir lembab, letak uvula simetris ditengah. Daun
telinga simetris kanan dan kiri, ukuran sedang, kanalis telinga tidak kotor dan
tidak ada benda asing, ketajaman pendengaran baik pasien dapat mendengar suara
gesekan jari. Posisi trakea simetris di tengah.
Palpasi : tidak ditemukan adanya penonjolan pada tulang kepala pasien, tidak ada
pembesaran pada kelenjar tiroid dan kelenjar lympe, denyut nadi karotis teraba
kuat.
2) Dada:
1. Paru:
Inspeksi : Bentuk thorak simetris (normal chest) pola pernafasan normal dan
teratur dengan frekuensi pernafasan 22 x/menit, tidak terdapat penggunaan otot
bantu pernafasan.
Palpasi : Pada pemeriksaan vocal premitus getaran paru kanan dan kiri teraba
sama kuat,
Perkusi : Suara paru sonor
Auskultasi : tidak terdapat pernafasan cuping hidung, suara perkusi sonor,
suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
2. Jantung:
Inspeksi : Tidak ada nyeri dada, Ictus cordis tidak terlihat, suara perkusi
redup,.
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikula kiri , basic jantung
terletak di ICS III sterna kanan dan ICS III sterna kiri.
Perkusi : apeks jantung terletak di ICS V midclavikula kiri suara perkusi redup.
Auskultasi : Bunyi jantung I terdengar lup dan bunyi jantung II terdengar dup.
Tidak ada bunyi jantung tambahan.
3) Payudara dan ketiak:
Inspeksi : terlihat Adanya bekas luka oprasi eksisi tumot mammae
Palpasi : Tidak dikaji
4) Abdomen:
Inspeksi : Tidak ada benjolan dibagian perut
Auskultasi : ising usus klien terdengar normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan diarea perut
Perkusi :
5) Genetalia :
Inspeksi : tidak dikaji
Palpasi : tidak dikaji
6) Integument:
Inspeksi : Kulit klien tampak bagus tidak ada masalah dengan tugor kulit
Palpasi : Turgor kulit baik
7) Ektremitas :
Atas : Tidak ada edema, suhu kulit teraba hangat, tidak ada luka, tidak ada
benjolan.
Inspeksi : Tangan kanan dan kiri bisa digerakkan secara leluasa, kekuatan otot 5,
tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm.
Palpasi : tidak ada nyeri dan tampak normal tanpa ada benjolan dan vulnus
Bawah : Suhu kulit teraba hangat, tidak ada luka di kaki kanan dan kiri,tidak ada
benjolan.
Inspeksi : Kaki kanan dan kiri bias digerakan secara leluasa
Palpasi : Tidak ada nyeri, kaki kiri dan kanan bebas bergerak
8) Neurologis:
- Status mental dan emosi: (tingkat kesadaran, orientasi, memori, suasana hati dan
afek, nyeri, intelektual, bahasa).
i. Kesadaran pasien compos mentis,
Tingkat kesadaran : Composmenthis
 Orientasi Waktu : Klien dapat membedakan waktu pagi, siang dan malam.
 Orientasi Orang : Klien dapat mengenali keluarganya dan petugas
kesehatan.
 Orientasi Tempat : Klien dapat mengetahui ia berada di RS
Memori : Baik
Suasana hati : Tenang
Nyeri : Pada kaki sebelah kanan bagian punggung kaki dan bagian tumit
Bahasa : Bahasa sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia
- Pengkajian saraf cranial :
Nervus Kranial I (Olvaktori) : Pasien dapat membedakan bau-bauan seperti :
minyak kayu putih
Nervus Kranial II (Optik) : Pasien dapat melihat dengan jelas orang yang ada
disekitarnya.
Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil pasien dapat berkontraksi saat melihat
cahaya.
Nervus Kranial IV (Trokeal) : Pasien dapat menggerakan bola matanya ke atas
dan ke bawah.
Nervus Kranial V (Trigeminal) : Pasien dapat mengunyah makanan seperti : nasi,
kue, buah.
Nervus Kranial VI (Abdusen) : Pasien dapat melihat kesamping kiri ataupun
kanan.
Nervus Kranial VII (Fasial) : Pasien dapat tersenyum.
Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat mendengar perkataaan dokter,
perawat dan keluarganya dengan jelas.
Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Pasien dapat membedakan rasa pahit dan
manis.
Nervus Kranial X (Vagus) : Pasien dapat berbicara dengan jelas.
Nervus Kranial XI (Asesori) : Pasien dapat mengangkat bahunya.
Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya
- Pemeriksaan reflek :
Reflek bisep kanan positif dengan skala 2 (normal) dan reflex bisep kiri klien
positif skala 2 (normal), replek trisep kanan positif dengan skala 2 (normal) dan
reflek trisep kiri positif dengan skala 2 (normal), reflek brakioradialis kanan
positif dengan skala 2 (normal) dan reflek brakioradialis kiri klien positif skala 2,
patella kanan 0 (tidak ada) kiri klien positif dengan skala 2 (normal), dan akhiles
kanan 0 (tidak ada) dan kiri klien positif dengan skala 2 (normal). Uji sensasi
pasien di sentuh bisa merespon
- Pemeriksaan Sensorik :
Fungsi sensorik tangan sebelah kanan dan kiri klien masih merasakan adanya
sentuhan pada tangannya dan masih merasakan adanya nyeri di tangan. Pada kaki
kanan klien sensorik masih merasakan adanya sentuhan dan merasakan adanya
nyeri di kaki ketika disentuh, pada kaki kiri klien masih merasakan adanya
sentuhan dan masih merasakkan adnaya nyeri di kakinya.
- Pemeriksaan motorik :
Fungsi mototorik ekstermitas atas normal, kemampuan pergerakan sendi klien
bebas dan dapat melakukan pergerakan pada anggotan tubuh ekstermitas atas.
Fungsi motoric ektremitas bawah, klien tidak bebas melakukan gerakan pada
anggota tubuhnya khususnya pada bagian kaki sebelah kanan, kemampuan
pergerakan sendi klien kaku dan lutut klien tidak dapat digerakkan atau di
tekukkan, adanya nyeri di bagian luka punggung kaki dan tumit kaki, ada bengkak
pada jari-jari kaki. Pada anggota gerak kaki sebelah kiri bebas dan tidak ada nyeri
pada bagian kaki kiri. Otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas
atas = 5/5 dan ektermitas bawah = 5/2. Deformitas tulang mengalami perubahan
bentuk pada telapak kaki, adanya peradangan pada luka DM di punggung kaki
kanan, ada perlukaan ditelapak kaki kanan, tidak ada patah tulang, tulang
belakang normal.
- Pemeriksaan rangsangan meningeal : Tidak dikaji

IV. DATA PENUNJANG


1) Data laboratorium yang berhubungan:
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
10/10/2023 Hemoglobin 11.9 L:13,5-18,0; P : g/dL
11,5-16,0
Leukosit 349 4.500-11.000 /mm3
Eosinofil 6 20-500 /mm3
Basofil 0.7 0-100 /mm3
Nuetrofil 51.5 5.000-7.000 /mm3
Limfosit 30.6 800-4.000 /mm3
Monosit 11 120-1.200 /mm3
Monosit (%) 7.2 1-5 Juta/mm3
Eritosit 424.000 4-6 %
Trombosit 36 150.000-400.000 /mm3
Hematrokit 7.19 37-48 %
MCV L 68 80-100 fL
MCH L 21 27-34 fg

2) Pemeriksaan radiologi
3) Hasil konsultasi: -

4) Terapi farmakologi:
No Nama Obat Kegunaan
1. Ceftriaxon 2x1 gr Obat yang digunakan untuk
membantu mengobati infeksi
pada saluran nafas bagian
bawah, sistem saluran kemih dan
saluran kelamin, infeksi alat
kelamin, infeksi saluran cerna,
infeksi tulang dan sendi, infeksi
sistem syaraf, serta infeksi sel
darah.
2. Ranitidine 2x50 gr Obat yang di gunakan untuk
mengobati penyakit-penyakit
yang di sebabkan oleh kelebihan
produksi asam lambung, seperti
sakit maag dan tukak lambung.
Ranitidine termasuk golongan
antagonis reseptor histamin H2
yang bekerja dengan cara
menghambat secara kompetitif
kerja reseptor histamin H2, yang
sangat berperan dalam sekresi
asam lambung. Penghambatan
kerja reseptor H2 menyebabkan
produksi asam lambung
menurun baik dalam kondisi
istirahat maupun adanya
rangsangan oleh makanan,
histamin, pentagastrin, kafein
dan insulin. Obat ini digunakan
untuk tukak lambung dan tukak
duodenum, refluks esofagitis,
dispepsia episodik kronis, tukak
akibat AINS, tukak duodenum
karena H.pylori, sindrom
Zollinger-Ellison, kondisi lain
dimana pengurangan asam
lambung.
3 Metoclopramide 2x10 ml mual dan muntah pada gangguan
saluran cerna dan pada
pengobatan dengan sitotoksik
atau radioterapi; untuk kontrol
muntah karena operasi
abdominal dan prosedur
diagnostik; migrain.
4 Peinlos 2x400 ml pengobatan nyeri sedang hingga
berat sebagai terapi tambahan
terhadap analgesik golongan
opioid.
5 Metronidazole 3x500 ml antibiotik untuk mengobati
infeksi bakteri di berbagai organ
tubuh, termasuk di saluran
pencernaan, paru-paru, darah,
saluran kemih, hingga kelamin.

5) Pemeriksaan penunjang diagnostik lain : -


B. ANALISA DATA
1. Analisa data
No Data Interpretasi Masalah
1 DS : Agen pincideraan fisik Nyeri akut
- Pasien mengeluhkan nyeri
dibagian payudara sebelah
Prosedur operasi
kanan sakitnya seperti
ditusuk, skala nyeri 5 (nyeri
sedang), dan nyeri hilang
Terauma
timbul
P:pada saat bergerak Nampak
kesakitan Nyeri akut
Q:seperti ditusuk-tusuk
R:menjalar kearea tangan
bagian kanan
S:skala nyeri 5
T:hilang timbul

DO :
Klien tampak meringis
Klien tampak gelisah
TTV :
TD : 130/88
N : 86 ×/mnt
S : 36,5 ˚C
RR : 22 x/mnt
Spo : 98 x/mnt
2 DS : Kerusakan integritas Resiko Infeksi
- Pasien mengeluhkan nyeri kulit
dibagian payudara sebelah
kanan sakitnya seperti
Kurangnya
ditusuk, skala nyeri 5 (nyeri
pengetahuan tentang
sedang), dan nyeri hilang
perawatan luka
timbul
P:pada saat bergerak Nampak
kesakitan Resiko Infeksi
Q:seperti ditusuk-tusuk
R:menjalar kearea tangan
bagian kanan
S:skala nyeri 5
T:hilang timbul

DO :
Tampak bekas luka operasi
eksisi tumor mammae
dibagian payudara sebelah
kanan, nyeri bertambah saat
bergerak skala nyeri 5 (Nyeri
Sedang), nyeri hilang timbul.
TTV
TD : 130/88
N : 86 ×/mnt
S : 36 ˚5C
RR : 22 x/mnt
Spo : 98 x/mnt
3 DS : Kurang terpapar Defisit pengetahuan
informasi
- Pasien mengatakan Sejak
tahun 1 lalu munculnya
Salah interpretasi
benjolan pada payudara
terhadap informasi
kanan namun tidak tahu
benjolan apa itu.
- Pasien mengatakan tidak Keterbatasan kognitif
tau mengenai
penyakitnya. kurang
akurat/lengkapnya
DO: informasi yang ada
- Ekspresi wajah pasien
Defisit pengetahuan
Tampak binggung
- Klien dan keluarga
bertanya Tentang
penyakit Ca Mammae.
TTV
TD : 130/88
N : 86 ×/mnt
S : 36 ˚5C
RR : 22 x/mnt
Spo : 98 x/mnt

2. Diagnosa keperawatan
Tanggal/
No Jam Diagnosa keperawatan
ditemukan
1 21 Oktober
2024 Nyeri akut
Jam 13.30
WIB
2 21 Oktober
2024 Resiko infeksi
Jam 13.30
WIB
3 29
November Defisit pengetahuan
2023
Jam 13.30
WIB
Senin 21 1 Tingkat nyeri Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Selalu memantau
Oktober 2024
(L.08066) Observasi perkembangan nyeri.
Jam 13.30
WIB 2. Supaya dapat memantau
Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas perkembangan nyeri
tindakan keperawatan
nyeri 3. Mencari tahu faktor
2x7 jam
2. Identifikasi skala nyeri memperberat dan
maka diharapkan
3. Identifikasi respons nyeri nonverbal memperingan nyeri agar
masalah keperawatan
4. Identifikasi faktor yang mempercepat proses
dapat teratasi
memperberat dan memperingan nyeri kesembuhan.
dengan kriteria hasil :
5. Identifikasi pengetahuan dan 4. Untuk mengetahui penyebab
keyakinan tentang nyeri
Keluhan nyeri rasa nyeri meningkat
menurun (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap 5. Agar klien bisa istiraha t
Meringis menurun (5) respon nyeri dan tidur dengan tenang
Sikap protektif 7. Identifikasi pegaruh nyeri pada 6. Agar klien mengetahui
menurun (5) kualitas hidup penyebab, periode dan
Gelisah menurun (5) 8. Monitor keberhasilan pemicu nyeri
terapi komplomenter yang sudah
Kesulitan tidur menurun
diberikan
(5)
9. Monitor efek samping penggunaa
n analgetik
Terapeutik

1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.

Edukasi

1. Jelaskan strategi meredakan


nyeri
2. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Senin, 21 2 Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)

November (L.14137) Observasi 1. Untuk mencegah terjadinya


2023 Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebisingan lingkungan
2x24 jam maka diharapkan masalah 1. Monitor tanda dan gejala
2. Menjaga kebersihan pasien
keperawatan dapat teratasi dengan kriteria infeksi lokal dan sistemik
hasil : dan lingkungan
Terapeutik 3. pasien Mengetahui tanda dan
1. Kebersihan tangan meningkat (5)
gejala infeksi lokal dan
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan meningkat (5) sistemik
3. Nafsu makan meningkat (5) 2. Berikan perawatan kulit 4. Agar kelurga pasien
pada area edema mengetahui tanda dan gejala
infeksi
3. Cuci tangan sebelum dan
5. Agar keluarga pasien
sesudah kontak dengan
mengetahui cara memeriksa
pasien dan lingkungan
kondisi luka tau luka operasi
pasien
6. Untuk meningkatkan
4. Pertahankan teknik asupan nutrisi pasien
aseptik pada pasien 7. Untuk meningkatkan
asupan cairan pasien
beresiko tinggi
4. Demam menurun (5) Kolaborasi

5. Kemerahan 1. Kolaborasi pemberian


menurun (5) imunisasi, jika perlu

6. Nyeri menurun

(5)

7. Bengkak menurun (5)

8. Vesikel menurun (5)

9. Cairan berbau busuk menurun (5)

10. Sputum berwarna hijau menurun (5)

11. Drainase purulen menurun (5)


Senin, 21 3 Tingkat Pengetahuan SLKI (L.12111 Edukasi Kesehatan SIKI (I.12383 1. Mengetahui lebih lanjut

November hal; 146) hal; 65) kesiapan yang di rasakan


oleh orang tua klien
2023 Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan
2. Mengetahui faktor sebab
1x7 jam diharapkan masalah defisit kemampuan menerima informasi
akibat
pengetahuan dapat teratasi, dengan 2. Identifikasi faktor – faktor yang
3. Materi yang di sampaikan
kriteria hasil : dapat meningkatkan dan
harus sesuai dengan
menurunkan motivasi perilaku
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat (5) kebutuhan, dan
hidup bersih dan sehat
menggunakan media yang
2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan 3. Sediakan materi dan media
baik dan menarik
tentang suatu topik meningkat (5) pendidikan kesehatan
4. Menjadwalan dapat
4. Jadwalkan pendidikan kesehatan
3. Perilaku sesuai dengan pengetahuan memudahkan
sesuai kesepakatan
meningkat (5) terselenggaranya
5. Berikan Kesempatan Untuk
4. Pertanyaan tentang masalah yang di pendidikan kesehatan
bertanya
hadapi menurun (5) dengan baik
6. Menjelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi kesehatan
5. Persepsi yang keliru terhadap masalah
menurun (5)
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/tgl/ No
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses Ttd
jam Dx

1. Senin, Nyeri akut 1. Mengidentifikasi skala nyeri S:


tanggal (D.0077) 2. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
21/Pukul memperingan nyeri Pasien mengatakan nyeri bekas
10.00 wib 3. Memberikan teknik non farmakologis untuk luka operasi dibagian perut
mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi nafas sebelah kanan. Skala 5
dalam)
4. Memberikan edukasi mengenai penyebab, periode
dan penyebab nyeri dan menjelaskan strategi
meredakan nyeri
5. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian
therapy memberikan Keterolac
2. Senin, Resiko Infeksi 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal Saat dilakukan tindakan
tanggal dan sistemik keperawatan pasien mengeluh
21/Pukul 2. Membatasi jumlah pengunjung
10.00 wib nyeri pada luka terbuka post
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan biopsi Luka tampak masih basah,
pasien berwarna kemerah-merahan, dan
4. Mempertahankan teknik aseptik pada
tertutup perban.
pasien berisiko tinggi
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Mengajarkan cara memeriksa kondisi
luka tau luka operasi
7. Menganjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
8. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan
3 21 Oktober Defisit Tingkat Pengetahuan SLKI (L.12111 hal; 146) Diharapkan pasien dan keluarga
pengetahuan mengetahui tentang penyakit yang
2023 Pukul Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diderita pasien dan tidak
13.30 Wib. diharapkan masalah defisit pengetahuan dapat teratasi, mengabaikannya lagi
dengan kriteria hasil :

1. Perilaku sesuai anjuran meningkat (5)

2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu


topik meningkat (5)

3. Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat (5)

4. Pertanyaan tentang masalah yang di hadapi menurun


(5)

5. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun (5)

6. Verbalisasi minat dalam belajar meningkat (5)


A. CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/tgl/
No No Dx Evaluasi (SOAP, SOAPIER) Ttd
jam

1 Selasa Nyeri Akut S:


tanggal 22,
Pukul 13.00 Pasien mengatakan nyeri bekas operasi berkurang, skala nyeri 4

O:

P : Nyeri saat bergerak

Q : Seperti di tusuk-tusuk

R : Bekas luka Operasi dipayudara sebelah kanan

S : 2 detik

T : Hilang timbul

O:

- Tampak pasien sudah tidak meringis


- Tampak pasien sudah tidak gelisah
- Pasien paham mengenai penyebab dan cara memonitor nyeri
- Pasien telah melakukan teknik relaksasi nafas dalam dan tampak pasien menjadi
lebih baik dari sebelumnya

TTV :
TD : 127/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,3°C
RR : 20x/menit
SPO2 : 98%
A : Nyeri Akut belum teratasi

P : Pertahankan intervensi 1,2,3,4 dan 5


2 Selasa Resiko infeksi S :
tanggal 22,
Pukul 11.00 Adanya bekas luka operasi dibagian payudara sebelah kanan

O:

1. Luka di bagian perut bekas luka operasi masih di tutupi perban, luka belum kering
tidak ada terdapat rembesan pada luka.
2. Setelah diberikan edukasi pasien dan keluarga mengerti dan dapat memahami
TTV :
TD : 127/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,3°C
RR : 20x/menit
SPO2 : 98%
A: Masalah Resiko infeksi tidak terjadi

P: Intervensi dilanjutkan 1,2 dan 3

3 Selasa Defisit S:
tanggal 22, pengetahuan
Pukul 11.00 - Pasien mengatakan sudah mulai mengerti tentang penyakit yang dideritanya
O:

- Pasien masih bingung tentang penyebab penyakitnya


- Pasien bertanya tentang penyakitnya
- Pasien dan keluarga kooperatif mendengarkan

A: Masalah Defisit pengetahuan teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Hari/tgl/
No No Dx Evaluasi (SOAP, SOAPIER) Ttd
jam
1 Rabu tanggal Nyeri Akut S:
23, Pukul
10.00 Pasien mengatakan nyeri bekas operasi, berkurang skala nyeri 2

O:

P : Nyeri saat bergerak berkurang

Q : nyeri seperti di tusuk-tusuk berkurang

R : Bekas luka Operasi dipayudara sebelah kanan

S : 2 detik

T : Hilang timbul

O:

- Tampak pasien sudah tidak meringis


- Tampak pasien sudah tidak gelisah
- Pasien paham mengenai penyebab dan cara memonitor nyeri
- Pasien telah melakukan teknik relaksasi nafas dalam dan tampak pasien menjadi
lebih baik dari sebelumnya
TTV :

TD : 124/77 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5°C
RR : 20x/menit
SPO2 : 98%
A : Nyeri Akut teratasi sebagian

P : Pertahankan intervensi 1,2, dan 3


2 Rabu tanggal Resiko infeksi S :
23, Pukul
10.00 Adanya bekas luka operasi dibagian payudara sebelah kanan

O:

Luka di bagian payudara sebelah kanan bekas luka operasi masih di tutupi perban, luka
belum kering tidak ada terdapat rembesan pada luka.
Setelah diberikan edukasi pasien dan keluarga mengerti dan dapat memahami
TTV :

TD : 124/77 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5°C
RR : 20x/menit
SPO2 : 98%

A: Masalah Resiko infeksi teratasi sebagian

P: Intervensi dilanjutkan 1 dan 2


3 Rabu tanggal Defisit S:
23, Pukul pengetahuan
10.00 - Pasien mengatakan sudah tau tentang apa itu penyakit Ca Mammae
- Pasien dan keluarga mengatakan tau dan mampu melakukan cara perawatan Ca
Mammae
O:

- Pasien dan keluarga kooperatif mendengarkan


- Keluarga tampak menjaga kebersihan dilingkungan pasien agar tetap bersih
- Pasien mampu mengulang kembali materi yang di sampaikan
- Pasien mampu memahami faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
A: Masalah Defisit pengetahuan teratasi

P: Intervensi dihentikan
70

DAFTAR PUSTAKA

Adelia, F., Monoarfa, A., & Wagiu, A. (2017). 250 Gambaran Benigna Prostat Hiperplasia
di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado Periode Januari 2014²Juli 2017. e-CliniC,
5(2).

Andre, Terrence & Eugene.(2011). Case FilesIlmu Bedah.Edisi 3. Jakarta Karisma


Publishing Group.

Brunner and Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.

Budaya, T. N. (2019). A To Z BPH (Benign Prostatic. Hyperplasia). Malang: UB Press.

Diyono & Mulyanti, S. (2019). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Urologi.Yogyakarta:


CV. Andi Offset.

Harmilah. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. PT. PUSTAKA BARU.

Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2016.
Edisi 10. Jakarta: EGC

Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). 2017. Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran
Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH). Jakarta: Ikatan Ahli Urologi
Indonesia

Nuari,N.A.(2017).Gangguan pada Sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Deepublish.

Purnomo, B.B. (2014). Dasar-Dasar Urologi.Edisi 3.Jakarta: Sagung Seto.

Siregar, D. (2021). Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.

Sjamsuhidajat & de jong. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
71

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai