LP & ASKEP RG - DAHLIA Roby
LP & ASKEP RG - DAHLIA Roby
LP & ASKEP RG - DAHLIA Roby
Disusun Oleh :
Roby Kurniandi
20241490104086
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. `1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................................................... 2
1.4 Manfaat............................................................................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................ 8
2.1 Konsep Dasar Penyakit Appendisitis................................................................ 10
2.1.1 Definisi............................................................................................................. 10
2.1.2 Anatomi Fisiologi............................................................................................. 10
2.1.3 Klasifikasi......................................................................................................... 11
2.1.4 Etiologi............................................................................................................. 11
2.1.5 Patofisiologi (Pathway).................................................................................... 12
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)............................................................ 13
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................... 14
2.1.8 Komplikasi........................................................................................................ 15
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..................................................................................... 16
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.................................................................... 17
2.2.1 Pengkajian......................................................................................................... 17
2.2.2 Diagnosa........................................................................................................... 18
2.2.3 Intervensi.......................................................................................................... 19
2.2.4 Implementasi..................................................................................................... 20
2.2.5 Evaluasi............................................................................................................. 25
2.3 Penelitian Terkait.............................................................................................. 27
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................ 28
2.1 Pengkajian............................................................................................................... 28
2.2 Diagnosa................................................................................................................. 41
2.3 Intervensi................................................................................................................ 43
2.4 Implementasi........................................................................................................... 46
2.5 Evaluasi................................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 50
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medis Apendisitis di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Apendisitis di Ruang
Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
2. Menyusun Analisa data dan Diagnosis keperawatan menurut Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI) pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Apendisitis
di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3. Menyusun rencanaan keperawatan serta luaran keperawatan menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI) pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Appendisitis di Ruang
Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. L dengan Diagnosa Medis
Apendisitis di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
5. Melakukan evaluasi pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Appendisitis di Ruang
Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
6. Melakukan dokumentasi pada Ny. L dengan Diagnosa Medis Apendisitis di
Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Merupakan kegunaan hasil studi kasus, ini adalah untuk pengembangan
Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar Diagnosis keperawatan Indonesia
(SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) dengan Diagnosa Medis Appendisitis di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.3.1 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan hasil penulisan ini sebagai bahan pertimbangan oleh para
pelaksana program dalam meningkatkan upaya di bidang Kesehatan khususnya
perawatan post operasi Apendisitis.
1.4.3.2 Bagi Institusi
Sebagai sarana mengaplikasikan mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
(KMB) berkaitan dengan ilmu penyakit Apendisitis di Ruang Dahlia RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm
dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks) (Wim de jong, 2005 dalam Nurarif, 2015). Apendisitis merupakan keadaan
inflamasi dan obstruksi pada vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang
tersembunyi dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sekum
vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih
dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lamen apendikeal oleh
garam kalsium, debris fekal), atau parasit E- Histolytica. (Katz 2009 dalam muttaqin, &
serat sehingga dapat terjadi konstipasi. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal
2.1.3 Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi 2, antara lain sebagai berikut :
1. Apendisitis akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi tanda setempat.
Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul merupakan nyeri visceral di
saerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan
penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney.
Pada titik ini, nyeri yang dirasakan menjadi lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
2. Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis baru bisa ditegakkan apabila ditemukan tiga hal yaitu pertama,
pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama paling sedikit
tiga minggu tanpa alternatif diagnosa lain. Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala
yang dialami pasien akan hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai
akibat dari inflamasi kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Santacroce dan
sebagai berikut :
periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke kuadaran kanan bawah
ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilikus dan spina anterior ileum)
2. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena kebocoran
3. Mual
4. Muntah
5. Nafsu makan menurun
6. Konstipasi
7. Demam
(Mardalena 2017 ; Handaya, 2017)
2.1.5 Patofisiologi
Apendisitis terjadi karena disebabkan oleh adanya obstruksi pada lamen
fekalit (material garam kalsium, debris fekal), atauparasit E-Histolytica. Selain itu
apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan yang rendah serat yang
intraluminal
10
kongesti dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan
inflamasi apendiks. Pada fase ini penderita mengalami nyeri pada area periumbilikal.
Dengan berlanjutnya pada proses inflamasi, akan terjadi pembentukan eksudat pada
permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan perietal peritoneum,
perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis serta diikuti peningkatan
tekanan intraluminal, juga akan meningkatkan risiko perforasi dari apendiks. Pada proses
dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri
peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan abses,
maka akan ditandai dengan gejala nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian akan
apendiks adalah adanya nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan
bawah (Tzanaki, 2005 dalam muttaqin, Arif & kumala sari, 2011).
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam
sebagai berikut:
1. Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis seperti suhu
tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari
2. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa rongga
3. Abses
Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa
perforasi
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu)
b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks
12
c. CT – Scan
Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan adanya
kemungkinan perforasi.
pembedahan/Apendiktomi
1. Pengertian Apendiktomi
Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan pengangkatan
dengan metode terbaru yang sangat efektif (Berman& kozier, 2012 dalam
paling banyak digunakan pada apendisitis akut. Tindakan ini cukup dengan
adalah tindakan dengan cara membuat sayatan pada perut sisi kanan bawah atau
b. Pemberian cairan melalui infus intravena guna mencegah dehidrasi dan mengganti
2. Tindakan Operasi
a. Perawat dan dokter menyiapkan pasien untuk tindakan anastesi sebelum
dilakukan pembedahan
b. Sehari pasca operasi, posisikan pasien semi fowler, posisi ini dapat mengurangi
c. Sehari pasca operasi, pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur
selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri tegak dan duduk diluar
kamar
e. Dua hari pasca operasi, diberikan makanan saring dan pada hari berikutnya
sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa
Menurut Association for the study of pain, Nyeri adalah awitan yang tiba –
tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan maupun > 6 bulan. Nyeri
atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood L., 2001 dalam Andarmoyo, 2013).
berikut:
1. Nyeri Akut
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah
seperti ( International Association for the study of pain) ; awitan yang tiba – tiba atau
perlahan dengan intesitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
2. Nyeri Kronis
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
(International Association for the study of pain); awitan yang tiba – tiba atau perlahan
dengan intesitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
sebagai berikut :
1. Trauma
a. Trauma mekanik berupa benturan, gesekan, luka, bekas sayatan pasca operasi yang
b. Trauma thermik seperti panas api, air dingin yang berlebih akan merangsang reseptor
nyeri
2. Neoplasma
a. Neoplasma jinak dapat menyebabkan penekanan pada ujung saraf reseptor nyeri.
b. Neoplasma ganas akan mengakibatkan kerusakan jaringan, akibat tarikan, jepitan atau
c. Peradangan seperti abses, pleuritis akan mengakibatkan kerusakan saraf reseptor nyeri akibat
3. Iskemik jaringan
4. Trauma psikologis
2.2.4 Karakteristik Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Tabel 2.1 perbandingan karakteristik Nyeri akut dan Nyeri Kronis
Karakteristik Nyeri akut Nyeri Kronis
Tujuan/Keuntun gan Memperingatkan adanya Tidak ada
cedera atau masalah
Terus menerus atau intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan) Durasi lama (6 bulan
on otonom • Konstan dengan respon stres simpatis atau lebih)
• Frekuensi jantung meningkat Tidak terdapat respons
• Dilatasi pupil meningkat
otonom
• Mortalitas gastrointestinal menurun
• Aliran saliva menurun
(mulut kering)
Komponen Ansietas • Depresi
Psikologis • Mudah marah
Menarik diri dan minat dunia luar
Menarik diri dari persahabatan
• Tidur terganggu
• Libido menurun
Nafsu makan menurun
Respon jenis lainnya
ma Nyeri kanker, artritis, neuralgia trigeminal
Sumber : Dikutip dari Porth CM. Parthopysiologi:Concepts Of Altered
Health State, Philadelphia, JBLippincott, 1995 dalam Smeltzer,
2002 dalam Andarmoyo 2013
19
kesulitan memahami rasa nyeri sebab belum dapat mengucapkan kata-kata untuk
petugas kesehatan. Berbeda pada pasien lansia, harus dilakukan pengkajian secara lebih
rinci ketika pasien lansia melaporkan adanya nyeri. Hal ini dikarenakan lansia
sering kali memiliki sumber nyeri yang lebih dari satu, terkadang penyakit yang
berbeda-beda yang diderita menimbulkan gejala yang sama. Sebagian lansia terkadang
pasrah terhadap apa yang mereka rasakan, karena menganggap hal tersebut
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin antara pria maupun wanita tidak ada perbedaan secara bermakna
dalam memaknai nyeri misal, menganggap bahwa anak laki – laki harus berani dan
tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi rasa
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
nyeri yang bagaimana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima(Smeltzer,
2013).
4. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan
dalam Andarmoyo,
2013).
5. Perhatian
Tingkat pasien memfokuskan perhatianya terhadap nyeri dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas (Paice, 1991) dikutip dari Potter & perry
(Andarmoyo, 2013).
7. Keletihan
36
persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih
berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap( Potter&
2013).
8. Pengalaman sebelumnya
Apabila individu mempunyai riwayat nyeri tanpa pernah sembuh
atau menderita nyeri yang berat maka ansietas dapat muncul. Apabila individu
mengalami nyeri dengan jenis yang sama secara berulang, tetapi kemudian nyeri
melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri (Potter & Perry,
9. Gaya koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuanbaik sebagian maupun
terdekat individu dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu yang
mengalami nyeri sering bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat
bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri ( Potter & Perry,2006 dalam
Andarmoyo, 2013).
berhasil untuk satu orang klien mungkin tidak berhasil untuk klien yang lainnya
hal ini karena tingkat mekanisme koping antara individu berbeda.Beberapa upaya
yang dapat dilakukan dalam mengatasi nyeri antara lain sebagai berikut :
1. Terapi Farmakologis
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.
penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya
kurang dari yang diresepkan. Tiga jenis analgesik umumnya digunakan untuk
NSAID antara lain aspirin, ibu profen (Motrin) dan naproksen (Naprosyn,
sedang, seperti nyeri terkait dengan artritis reumatoid, prosedur pengobatan gigi,
dan prosedur bedah minor, episiotomi, dan masalah pada punggung bagian
nyeri sedang sampai berat, seperti pascaoperasi dan nyeri maligna.Analgesik ini
kontrol nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri seperti
mual muntah. Agens tersebut diberikan dalam bentuk tunggal atau disertai
nyeri. Beberapa tindakan non farmakologis dalam mengurangi nyeri antara lain
sebagai berikut :
a. Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan
diharapkan pasien tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan
nyeri.
musik, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang
seperti musik klasik dan minta untuk berkonsentrasi pada lirik dan irama
2013).
3) Distraksi Intelektual
pengalihan perhtian selain nyeri yang diarahkan ke tindakan dengan
silang, beramin kartu, menulis buku cerita, dan sebagainya (Andarmoyo, 2013).
40
b. Relaksasi
Relaksasi merupakan pelemasan otot sehingga akan mengurangi ketegangan otot
yang dapat mengurangi rasa nyeri. Teknik yang dilakukan yaitu dengan nafas
dalam secara teratur dengan cara menghirup udara melalui hidung, tahan dan
keluarkan secara perlahan melalui mulut (Atoilah, E. M., & Engkus, K. 2013).
menggunakan aliran listrik baik dengan frekuensi rendah maupun tinggi yang
bergetar, atau mendengung pada area yang nyeru. TENS adalah salah satu
prosedur non invasif dan salah satu metode yang aman untuk mengurangi nyeri
d. Imajinasi terbimbing
dalam cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
e. Akupuntur
Akupuntur adalah suatu teknik tusuk jarum yang mempergunakan jarum kecil
10 cm) kemudian di tusukkan pada bagian tertentu di badan (area yang sering
digunakan adalah kaki, tungkai bawah, tangan, dan lengan bawah). Setelah
dimasukan ke area tubuh tertentu, jarum diputar – putar atau di pakai untuk
41
menghantar arus listrik yang kecil. Titik-titik akupuntur dapat distimulasi dengan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
sebagai berikut :
Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.Skala paling
efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
patokan
objektif.Skala deskriptif merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai
lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “Tidak terasa nyeri” sampai “nyeri
yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta
42
klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang klien rasakan.Perawat juga
menanyakan seberapa
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa tidak
menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya
menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah
penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis
“tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter (Smeltzer, 2002 dalam
Pengkajian pada pasien post operasi apendiktomi menurut (Bararah & Jauhar,
2013 dalam saputro, 2018) ; mutaqqin & kumala sari, (2011) antara lain :
2. Keluhan utama
Pasien dengan post operasi apendiktomi biasanya merasakan nyeri pada luka
insisi/operasi
didapatkan adanya keluhan seperti nyeri pada luka insisi operasi. Keluhan nyeri
berat atau ringannya nyeri. Q (Quality), yaitu kualitas dari nyeri, seperti apakah
rasa tajam, tumpul atau tersayat. R (Region), yaitu daerah / lokasi perjalanan
nyeri.S (Severity), yaitu skala/ keparahan atau intensitas nyeri.T (Time), yaitu
saja yang pernah di derita, riwayat operasiserta tanyakan apakah pernah masuk
hebat atau akibat respons pembedahan. Pada beberapa pasien juga didapatkan
haluaran urin.
c. Tidur/istirahat
d. Personal Hygiene
Upaya untuk menjaga kebersihan diri cenderung kurang. e. Aktavitas
mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari ruang operasi.
b. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) umumnya pasien
c. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Kepala
Kebersihan kepala, warna rambut, tidak ada kelainan bentuk kepala, tidak ada
nyeri tekan.
45
2) Pemeriksaan Muka
Pasien nampak meringis menahan nyeri pada luka bekas operasi. tidak ada
3) Pemeriksaan Mata
Keadaan pupil isokor, palperbra dan refleks cahaya tidak ada gangguan,
4) Pemeriksaan Hidung
Bersih, tidak terdapat polip, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat nafas cuping
hidung
5) Pemeriksaan Mulut
Mukosa bibir kering karena adanya pembatasan masukan oral, mengamati bibir
pembengkakkan atau tidak, lesi atau tidak, amati adanya stomatitis pada
mulut atau tidak, amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak,
dan kebersihan gigi.mengkaji terdapat nyeri tekan atau tidak pada pipi dan mulut
bagian dalam
6) Pemeriksaan Telinga
Pada klien post operasi apendiktomi fungsi pendengaran tidak mengalami
Palpasi : Kaji ada tidaknya nyeri tekan, vokal fremitus sama antara
suara tambahan
46
b) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 & 5 mid clavicula sinistra.
jantung kedua.
8) Abdomen
Inspeksi :Terdapat luka bekas operasi tertutup kasa, bentuk dan ukuran
karena tirah baring pasca operasi. Kekakuan otot akan berangsur membaik seiring
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
pembedahan
menurut (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016)antara lain :
intervensi terapeutik non farmakalogi berupa teknik relaksasi genggam jari. Terapi
2.3.5 Implementasi
Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
sebagai berikut :
keperawatan
upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (self care)
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
kemampuan klien mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada
berikut :
radiologi.
klien, pendidikan bagi individu atau keluarga, dan tujuan asuhan. Rencana
yang terdapat dalam evaluasi atau catatan SOAP dibandingkan dengan rencana
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. DATA UMUM
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Ny.M
Umur : 44 Tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Kawin
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku bangsa : Flores
Alamat : Jl.
Tanggal Masuk : 20 Oktober 2024
Tanggal Pengkajian : 21 Oktober 2024
No. Register : 45.91.33
Diagnose medis : Ca Mammae Dextral
2. Status Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama (saat MRS dan Saat ini)
Klien mengeluh nyeri pada payudara bagian kanan, seperti ditusuk-tusuk,
menjalar ke area tangan kanan, skala nyeri 5, hilang timbul, terpasang infus RL 20
tpm, TTV : TD : 130/88, N : 86, S : 36,5 ˚c, RR : 22 x/mnt, Spo : 98 x/mnt
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan saat ini
Pada tanggal 20 Oktober 2024 klien dibawa dari Klinik yang berada di PT.
Primacom parenggean ke Rumah sakit Doris Sylvanus Palangka Raya dengan
keluhan benjolan dipayudara kanan, awalnya kecil kemudian membesar dalam 1
tahun ini, pemeriksaan TTV : TD:125/82, N:88, S:36,3 ˚c, RR:20 dan terpasang
infus RL ditangan sebelah kiri, setelah malakukan pemeriksaan di IGD pasien
dibawa ke ruang rawat inap ruang dahlia dan akan dilakukan tindakan bedah
eksisi tumor mammae.
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Saat ini upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan obat sesuai
petunjuk dari dokter
b. Status kesehatan masa lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya
2) Pernah dirawat
Klien mengatakan tidak pernah dirawat
3) Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol dll)
Klien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan minum kopi dll
c. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga
d. Diagnose medis dan therapy
Diagnosa medis :
Ca Mammae Dextra
Therapy :
- Injeksi Ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi Omeprazole 2x1 gr
- Injeksi Ondansentron 3x
- Injeksi kalnex 3x500mg
II. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
1. Pola persepsi dan Pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Klien mengatakan jarang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
Saat sakit:
Pasien mengatakan saat sakit baru berobat ke klinik
2. Pola nutrisi dan metabolic
Sebelum sakit:
Klien mengatakan makan teratur 3 kali sehari dengan menu seimbang
Saat sakit:
Klien mengatakan saat sakit makan sesuai dengan jadwal pemberian makanan di
rumah sakit, namun terkadang juga suka makan-makanan yang dibawa oleh
keluarga pasien.
BB sebelum sakit : 51
BB sesudah sakit : 49
3. Pola eliminasi
1) Eliminasi Feses
Sebelum sakit :
Klien mengatakan BAB teratur 2 kali
Saat sakit :
Klien mengatakan BAB teratur 1 kali
2) BAK
Sebelum sakit:
Klien mengatakan BAK nya 3-4 kali dalam sehari
Saat sakit:
Klien mengatakan BAK nya 4-6 kali dalam sehari tetapi sedikit-sedikit
4. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Penilaian:
Kemampuan 0: Mandiri
0 1 2 3 1: Kergantungan minimal
Perawatan diri
Makan dan minum √ 2: Keteragntungan parsial
3: Ketergantungan total
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
2) Latihan
Sebelum sakit
Klien mengatakan sebelum sakit sering melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
adanya hambatan
Saat sakit
Klien mengatakan saat sakit terhambat melakukan aktvitas sehari-hari karena jika
terlalu berat melakukan aktvitas pasien merasa cepat lelah.
5. Pola kognitif dan perseptual sensori
Kognitif
Sebelum sakit: Klien mengatakan sudah 1 tahun mengetahui penyakitnya namun
tidak melakukan pemeriksaan ke dokter
Saat sakit: Pasien dan keluarga klien sudah mengatahui tentang penyakitnya klien
secara mendatail, dan akan dijadwal untuk dilakukan tindakan operasi eksisi
Persepsi
Sebelum sakit: Klien mengatakan selalu berpikir yang baik baik saja
Saat sakit: Klien mengatakan selalu berpikir ingin cepat sembuh.
6. Pola persepsi diri dan Konsep diri
Persepsi diri
Sebelum sakit: Klien mengatakan sebelum sakit klien selalu bisa beraktivitas
setiap hari
Saat sakit: Klien mengatakan menerima kenyataan dengan keadaannya saat ini
Konsep diri
Sebelum sakit: Sebelum sakit pasien merasa yakin terhadap kemampuannya
sendiri dalam melakukan apapun
Saat sakit: Klien memahami diri dengan kondisinya sekarang yang membutuhkan
perawatan dari tim medis untuk merawat pasien
7. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit:
Klien mengatakan sebelum sakit tidur 6-8 jam malam hari
Saat sakit:
Klien mengatakan selama sakit pasien lebih banyak waktunya untuk beristirahat
8. Pola peran hubungan dengan orang lain
Sebelum sakit:
Tidak ada masalah pada pola peran hubungan dengan orang lain
Saat sakit:
Tidak ada masalah pada pola peran hubungan dengan orang lain
9. Pola seksual-reproduksi:
Sebelum sakit :
Tidak ada masalah pada pola seksual-reproduksi
Saat sakit :
Klien mengatakan tidak ada lagi melakukan hubungan seksual karena factor umur
10. Pola mekanisme koping:
Sebelum sakit:
a. Pengambilan keputusan penting dilakukan oleh keluarga secara musyawarah,
terutama pasien dan anak pasien
b. Klien mengatakan sudah cukup bahagia melihat anak-anak
c. Klien mengatakan jika stress pasien melakukan pemecahan masalah dengan
keluarga
Saat sakit:
a. Pengambilan keputusan dalam menjalankan tindakan dilakukan oleh keluarga
secara musyawarah
b. Klien mengatakan sudah cukup bahagia melihat anak-anak dan keluarga
c. Klien mengatakan jika stress pasien melakukan pemecahan masalah dengan
keluarga
11. Pola nilai dan kepercayaan:
Sebelum sakit: Klien mengatakan rajin beribadah
Saat sakit: Klien mengatakan rajin berdoa ditempat tidur
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum:
Klien tampak tampak pucat, tampak lemah, tugor kulit klien menurun pada saat di
cubit membutuhkan yang waktu untuk kembali ke posisi normal, keluarga klien
juga mengatakan bahwa klien kurang minum air putih
Tingkat kesadaran:
GCS : 15 Mata: 4 Verbal: 5 Motorik: 6
b. Tanda-tanda vital
Nadi : 86 ×/mnt
Suhu : 36,5 ˚c
TD : 130/88 mmHg
RR : 22 ×/mnt
Spo2 : 98 %
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher: (kepala,rambut,hidung,telinga,mata,mulut dan leher)
Inspeksi : kepala simetris dan ada pergerakan, Finger print di tengah frontal
terdehidrasi, kulit kepala bersih, bentuk kepala oval, penyebaran rambut merata,
warna hitam, tidak mudah patah dan tidak bercabang, rambut terlihat cerah. Mata
lengkap dan simetris kanan dan kiri, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata,
kornea mata jernih, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor.
Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret atau sumbatan pada lubang
hidung, mukosa merah muda, tidak ada masalah pada tulang hidung dan posisi
septum nasi ditengah. Tidak ada sianosis, tidak ada luka, gigi lengkap, warna
lidah merah muda, mukosa bibir lembab, letak uvula simetris ditengah. Daun
telinga simetris kanan dan kiri, ukuran sedang, kanalis telinga tidak kotor dan
tidak ada benda asing, ketajaman pendengaran baik pasien dapat mendengar suara
gesekan jari. Posisi trakea simetris di tengah.
Palpasi : tidak ditemukan adanya penonjolan pada tulang kepala pasien, tidak ada
pembesaran pada kelenjar tiroid dan kelenjar lympe, denyut nadi karotis teraba
kuat.
2) Dada:
1. Paru:
Inspeksi : Bentuk thorak simetris (normal chest) pola pernafasan normal dan
teratur dengan frekuensi pernafasan 22 x/menit, tidak terdapat penggunaan otot
bantu pernafasan.
Palpasi : Pada pemeriksaan vocal premitus getaran paru kanan dan kiri teraba
sama kuat,
Perkusi : Suara paru sonor
Auskultasi : tidak terdapat pernafasan cuping hidung, suara perkusi sonor,
suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
2. Jantung:
Inspeksi : Tidak ada nyeri dada, Ictus cordis tidak terlihat, suara perkusi
redup,.
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikula kiri , basic jantung
terletak di ICS III sterna kanan dan ICS III sterna kiri.
Perkusi : apeks jantung terletak di ICS V midclavikula kiri suara perkusi redup.
Auskultasi : Bunyi jantung I terdengar lup dan bunyi jantung II terdengar dup.
Tidak ada bunyi jantung tambahan.
3) Payudara dan ketiak:
Inspeksi : terlihat Adanya bekas luka oprasi eksisi tumot mammae
Palpasi : Tidak dikaji
4) Abdomen:
Inspeksi : Tidak ada benjolan dibagian perut
Auskultasi : ising usus klien terdengar normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan diarea perut
Perkusi :
5) Genetalia :
Inspeksi : tidak dikaji
Palpasi : tidak dikaji
6) Integument:
Inspeksi : Kulit klien tampak bagus tidak ada masalah dengan tugor kulit
Palpasi : Turgor kulit baik
7) Ektremitas :
Atas : Tidak ada edema, suhu kulit teraba hangat, tidak ada luka, tidak ada
benjolan.
Inspeksi : Tangan kanan dan kiri bisa digerakkan secara leluasa, kekuatan otot 5,
tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm.
Palpasi : tidak ada nyeri dan tampak normal tanpa ada benjolan dan vulnus
Bawah : Suhu kulit teraba hangat, tidak ada luka di kaki kanan dan kiri,tidak ada
benjolan.
Inspeksi : Kaki kanan dan kiri bias digerakan secara leluasa
Palpasi : Tidak ada nyeri, kaki kiri dan kanan bebas bergerak
8) Neurologis:
- Status mental dan emosi: (tingkat kesadaran, orientasi, memori, suasana hati dan
afek, nyeri, intelektual, bahasa).
i. Kesadaran pasien compos mentis,
Tingkat kesadaran : Composmenthis
Orientasi Waktu : Klien dapat membedakan waktu pagi, siang dan malam.
Orientasi Orang : Klien dapat mengenali keluarganya dan petugas
kesehatan.
Orientasi Tempat : Klien dapat mengetahui ia berada di RS
Memori : Baik
Suasana hati : Tenang
Nyeri : Pada kaki sebelah kanan bagian punggung kaki dan bagian tumit
Bahasa : Bahasa sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia
- Pengkajian saraf cranial :
Nervus Kranial I (Olvaktori) : Pasien dapat membedakan bau-bauan seperti :
minyak kayu putih
Nervus Kranial II (Optik) : Pasien dapat melihat dengan jelas orang yang ada
disekitarnya.
Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil pasien dapat berkontraksi saat melihat
cahaya.
Nervus Kranial IV (Trokeal) : Pasien dapat menggerakan bola matanya ke atas
dan ke bawah.
Nervus Kranial V (Trigeminal) : Pasien dapat mengunyah makanan seperti : nasi,
kue, buah.
Nervus Kranial VI (Abdusen) : Pasien dapat melihat kesamping kiri ataupun
kanan.
Nervus Kranial VII (Fasial) : Pasien dapat tersenyum.
Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat mendengar perkataaan dokter,
perawat dan keluarganya dengan jelas.
Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Pasien dapat membedakan rasa pahit dan
manis.
Nervus Kranial X (Vagus) : Pasien dapat berbicara dengan jelas.
Nervus Kranial XI (Asesori) : Pasien dapat mengangkat bahunya.
Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya
- Pemeriksaan reflek :
Reflek bisep kanan positif dengan skala 2 (normal) dan reflex bisep kiri klien
positif skala 2 (normal), replek trisep kanan positif dengan skala 2 (normal) dan
reflek trisep kiri positif dengan skala 2 (normal), reflek brakioradialis kanan
positif dengan skala 2 (normal) dan reflek brakioradialis kiri klien positif skala 2,
patella kanan 0 (tidak ada) kiri klien positif dengan skala 2 (normal), dan akhiles
kanan 0 (tidak ada) dan kiri klien positif dengan skala 2 (normal). Uji sensasi
pasien di sentuh bisa merespon
- Pemeriksaan Sensorik :
Fungsi sensorik tangan sebelah kanan dan kiri klien masih merasakan adanya
sentuhan pada tangannya dan masih merasakan adanya nyeri di tangan. Pada kaki
kanan klien sensorik masih merasakan adanya sentuhan dan merasakan adanya
nyeri di kaki ketika disentuh, pada kaki kiri klien masih merasakan adanya
sentuhan dan masih merasakkan adnaya nyeri di kakinya.
- Pemeriksaan motorik :
Fungsi mototorik ekstermitas atas normal, kemampuan pergerakan sendi klien
bebas dan dapat melakukan pergerakan pada anggotan tubuh ekstermitas atas.
Fungsi motoric ektremitas bawah, klien tidak bebas melakukan gerakan pada
anggota tubuhnya khususnya pada bagian kaki sebelah kanan, kemampuan
pergerakan sendi klien kaku dan lutut klien tidak dapat digerakkan atau di
tekukkan, adanya nyeri di bagian luka punggung kaki dan tumit kaki, ada bengkak
pada jari-jari kaki. Pada anggota gerak kaki sebelah kiri bebas dan tidak ada nyeri
pada bagian kaki kiri. Otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas
atas = 5/5 dan ektermitas bawah = 5/2. Deformitas tulang mengalami perubahan
bentuk pada telapak kaki, adanya peradangan pada luka DM di punggung kaki
kanan, ada perlukaan ditelapak kaki kanan, tidak ada patah tulang, tulang
belakang normal.
- Pemeriksaan rangsangan meningeal : Tidak dikaji
2) Pemeriksaan radiologi
3) Hasil konsultasi: -
4) Terapi farmakologi:
No Nama Obat Kegunaan
1. Ceftriaxon 2x1 gr Obat yang digunakan untuk
membantu mengobati infeksi
pada saluran nafas bagian
bawah, sistem saluran kemih dan
saluran kelamin, infeksi alat
kelamin, infeksi saluran cerna,
infeksi tulang dan sendi, infeksi
sistem syaraf, serta infeksi sel
darah.
2. Ranitidine 2x50 gr Obat yang di gunakan untuk
mengobati penyakit-penyakit
yang di sebabkan oleh kelebihan
produksi asam lambung, seperti
sakit maag dan tukak lambung.
Ranitidine termasuk golongan
antagonis reseptor histamin H2
yang bekerja dengan cara
menghambat secara kompetitif
kerja reseptor histamin H2, yang
sangat berperan dalam sekresi
asam lambung. Penghambatan
kerja reseptor H2 menyebabkan
produksi asam lambung
menurun baik dalam kondisi
istirahat maupun adanya
rangsangan oleh makanan,
histamin, pentagastrin, kafein
dan insulin. Obat ini digunakan
untuk tukak lambung dan tukak
duodenum, refluks esofagitis,
dispepsia episodik kronis, tukak
akibat AINS, tukak duodenum
karena H.pylori, sindrom
Zollinger-Ellison, kondisi lain
dimana pengurangan asam
lambung.
3 Metoclopramide 2x10 ml mual dan muntah pada gangguan
saluran cerna dan pada
pengobatan dengan sitotoksik
atau radioterapi; untuk kontrol
muntah karena operasi
abdominal dan prosedur
diagnostik; migrain.
4 Peinlos 2x400 ml pengobatan nyeri sedang hingga
berat sebagai terapi tambahan
terhadap analgesik golongan
opioid.
5 Metronidazole 3x500 ml antibiotik untuk mengobati
infeksi bakteri di berbagai organ
tubuh, termasuk di saluran
pencernaan, paru-paru, darah,
saluran kemih, hingga kelamin.
DO :
Klien tampak meringis
Klien tampak gelisah
TTV :
TD : 130/88
N : 86 ×/mnt
S : 36,5 ˚C
RR : 22 x/mnt
Spo : 98 x/mnt
2 DS : Kerusakan integritas Resiko Infeksi
- Pasien mengeluhkan nyeri kulit
dibagian payudara sebelah
kanan sakitnya seperti
Kurangnya
ditusuk, skala nyeri 5 (nyeri
pengetahuan tentang
sedang), dan nyeri hilang
perawatan luka
timbul
P:pada saat bergerak Nampak
kesakitan Resiko Infeksi
Q:seperti ditusuk-tusuk
R:menjalar kearea tangan
bagian kanan
S:skala nyeri 5
T:hilang timbul
DO :
Tampak bekas luka operasi
eksisi tumor mammae
dibagian payudara sebelah
kanan, nyeri bertambah saat
bergerak skala nyeri 5 (Nyeri
Sedang), nyeri hilang timbul.
TTV
TD : 130/88
N : 86 ×/mnt
S : 36 ˚5C
RR : 22 x/mnt
Spo : 98 x/mnt
3 DS : Kurang terpapar Defisit pengetahuan
informasi
- Pasien mengatakan Sejak
tahun 1 lalu munculnya
Salah interpretasi
benjolan pada payudara
terhadap informasi
kanan namun tidak tahu
benjolan apa itu.
- Pasien mengatakan tidak Keterbatasan kognitif
tau mengenai
penyakitnya. kurang
akurat/lengkapnya
DO: informasi yang ada
- Ekspresi wajah pasien
Defisit pengetahuan
Tampak binggung
- Klien dan keluarga
bertanya Tentang
penyakit Ca Mammae.
TTV
TD : 130/88
N : 86 ×/mnt
S : 36 ˚5C
RR : 22 x/mnt
Spo : 98 x/mnt
2. Diagnosa keperawatan
Tanggal/
No Jam Diagnosa keperawatan
ditemukan
1 21 Oktober
2024 Nyeri akut
Jam 13.30
WIB
2 21 Oktober
2024 Resiko infeksi
Jam 13.30
WIB
3 29
November Defisit pengetahuan
2023
Jam 13.30
WIB
Senin 21 1 Tingkat nyeri Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Selalu memantau
Oktober 2024
(L.08066) Observasi perkembangan nyeri.
Jam 13.30
WIB 2. Supaya dapat memantau
Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas perkembangan nyeri
tindakan keperawatan
nyeri 3. Mencari tahu faktor
2x7 jam
2. Identifikasi skala nyeri memperberat dan
maka diharapkan
3. Identifikasi respons nyeri nonverbal memperingan nyeri agar
masalah keperawatan
4. Identifikasi faktor yang mempercepat proses
dapat teratasi
memperberat dan memperingan nyeri kesembuhan.
dengan kriteria hasil :
5. Identifikasi pengetahuan dan 4. Untuk mengetahui penyebab
keyakinan tentang nyeri
Keluhan nyeri rasa nyeri meningkat
menurun (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap 5. Agar klien bisa istiraha t
Meringis menurun (5) respon nyeri dan tidur dengan tenang
Sikap protektif 7. Identifikasi pegaruh nyeri pada 6. Agar klien mengetahui
menurun (5) kualitas hidup penyebab, periode dan
Gelisah menurun (5) 8. Monitor keberhasilan pemicu nyeri
terapi komplomenter yang sudah
Kesulitan tidur menurun
diberikan
(5)
9. Monitor efek samping penggunaa
n analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Senin, 21 2 Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)
6. Nyeri menurun
(5)
Hari/tgl/ No
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses Ttd
jam Dx
O:
Q : Seperti di tusuk-tusuk
S : 2 detik
T : Hilang timbul
O:
TTV :
TD : 127/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,3°C
RR : 20x/menit
SPO2 : 98%
A : Nyeri Akut belum teratasi
O:
1. Luka di bagian perut bekas luka operasi masih di tutupi perban, luka belum kering
tidak ada terdapat rembesan pada luka.
2. Setelah diberikan edukasi pasien dan keluarga mengerti dan dapat memahami
TTV :
TD : 127/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,3°C
RR : 20x/menit
SPO2 : 98%
A: Masalah Resiko infeksi tidak terjadi
3 Selasa Defisit S:
tanggal 22, pengetahuan
Pukul 11.00 - Pasien mengatakan sudah mulai mengerti tentang penyakit yang dideritanya
O:
P: Intervensi dilanjutkan
Hari/tgl/
No No Dx Evaluasi (SOAP, SOAPIER) Ttd
jam
1 Rabu tanggal Nyeri Akut S:
23, Pukul
10.00 Pasien mengatakan nyeri bekas operasi, berkurang skala nyeri 2
O:
S : 2 detik
T : Hilang timbul
O:
TD : 124/77 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5°C
RR : 20x/menit
SPO2 : 98%
A : Nyeri Akut teratasi sebagian
O:
Luka di bagian payudara sebelah kanan bekas luka operasi masih di tutupi perban, luka
belum kering tidak ada terdapat rembesan pada luka.
Setelah diberikan edukasi pasien dan keluarga mengerti dan dapat memahami
TTV :
TD : 124/77 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5°C
RR : 20x/menit
SPO2 : 98%
P: Intervensi dihentikan
70
DAFTAR PUSTAKA
Adelia, F., Monoarfa, A., & Wagiu, A. (2017). 250 Gambaran Benigna Prostat Hiperplasia
di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado Periode Januari 2014²Juli 2017. e-CliniC,
5(2).
Brunner and Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.
Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2016.
Edisi 10. Jakarta: EGC
Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). 2017. Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran
Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH). Jakarta: Ikatan Ahli Urologi
Indonesia
Sjamsuhidajat & de jong. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
71
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI