LK3_Reklink_Salsabila Raisya Anggraini

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

ILMU LINGKUNGAN (STS5643)

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu


Lingkungan

DISUSUN OLEH :

SALSABILA RAISYA ANGGRAINI

2210811220080

Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Nopi Stiyati P, S.Si., MT.

NIP. 198411182008122003

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S – 1 TEKNIK SIPIL
BANJARBARU
2024
PENDAHULUAN

Pencemaran Udara
Pencemaran udara merupakan salah satu kerusakan lingkungan,
berupa penurunan kualitas udara karena masuknya unsur-unsur
berbahaya ke dalam udara atau atmosfer bumi. Unsur-unsur berbahaya
yang masuk ke dalam atmosfer tersebut bisa berupa karbon monoksida
(CO), Nitrogen dioksida (No2), chlorofluorocarbon (CFC), sulfur dioksida
(So2), Hidrokarbon (HC), Benda Partikulat, Timah (Pb), dan Carbon
Diaoksida (CO2). Unsur-unsur tersebut bisa disebut juga sebagai polutan
atau jenis-jenis bahan pencemar udara. Masuknya polutan ke dalam
atmosfer yang menjadikan terjadinya pencemaran udara bisa disebabkan
dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Penyebab pencemaran
udara dari faktor adalah alam contohnya adalah aktifitas gunung berapi
yang mengeluarkan abu dan gas vulkanik, kebakaran hutan, dan kegiatan
mikroorganisme. Polutan yang dihasilkan biasanya berupa asap, debu,
dan gas. Penyebab polusi udara yang kedua adalah faktor manusia
dengan segala aktifitasnya.

Pencemaran udara di perkotaan merupakan isu lingkungan yang


sangat kritis, mempengaruhi jutaan penduduk setiap harinya. Seiring
dengan meningkatnya urbanisasi dan industrialisasi, emisi dari kendaraan
bermotor, industri, dan pembakaran sampah juga meningkat,
mengakibatkan kualitas udara yang buruk di banyak kota besar. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 90% populasi dunia tinggal
di daerah yang kualitas udaranya tidak memenuhi standar WHO,
menempatkan kesehatan jutaan orang dalam risiko serius. Sumber polusi
udara di perkotaan bervariasi, termasuk emisi kendaraan bermotor, pabrik
industri, pembakaran biomassa, dan aktivitas konstruksi. Kendaraan
bermotor menjadi kontributor utama emisi polutan seperti karbon
monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), dan partikel halus (PM2.5 dan
PM10). Selain itu, kegiatan industri dan pembakaran sampah rumah
tangga juga menyumbang emisi polutan berbahaya seperti sulfur dioksida
(SO2) dan senyawa organik volatil (VOC).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa polusi udara di


perkotaan berkorelasi dengan peningkatan insiden penyakit pernapasan
seperti asma, bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), serta
penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke. Beberapa
polutan utama yang berkontribusi terhadap masalah kesehatan ini adalah
partikel halus (PM2.5 dan PM10), ozon troposfer, nitrogen dioksida (NO2),
dan sulfur dioksida (SO2). Studi epidemiologi dan eksperimental
menunjukkan bahwa partikel halus (PM2.5) dapat menembus jauh ke
dalam paru-paru dan bahkan masuk ke aliran darah, menyebabkan
inflamasi sistemik dan stres oksidatif. Ozon troposfer, yang terbentuk dari
reaksi kimia antara sinar matahari dan polutan seperti VOC dan NO2,
dapat mengiritasi saluran pernapasan dan memperburuk asma. Nitrogen
dioksida (NO2), yang dihasilkan dari emisi kendaraan bermotor dan
pembakaran bahan bakar fosil, dapat menyebabkan inflamasi saluran
pernapasan dan mengurangi fungsi paru-paru. Sulfur dioksida (SO2), yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas vulkanik, dapat
menyebabkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan serta memperburuk
penyakit pernapasan.
PEMBAHASAN

Peran Dan Tanggung Jawab Negara Terhadap Lingkungan Berdasarkan


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup

Umumnya, segala bentuk pembangunan memiliki tujuan untuk


meningkatkan kesejahteraan Masyarakat, kendaraan memudahkan manusia
berpindah tempat dari satu wilayah ke wilayah lainnya serta pabrik sebagai
tempat untuk menghasilkan suatu produk yang dibutuhkan manusia. Namun,
segala sesuatu pasti memiliki konsekuensi pemakaian atau penggunaan
sumber daya alam yang terkadang tidak sesuai dengan daya dukung dan
kemampuan lingkungan, hingga mengakibatkan menurunnya kualitas
lingkungan. Faktanya, permasalahan lingkungan sering kali terjadi di negara
berkembang maupun negara maju. Salah satunya di Indonesia, bentuk
permasalahan lingkungan yang sedang terjadi di Indonesia saat ini ialah
pencemaran udara. Tingginya angka kasus pencemaran di Indonesia,
khususnya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta. Berdasarkan laporan
terbaru Kualitas Udara Dunia IQAir 2022 yang dirilis pada Maret 2023,
Indonesia menduduki peringkat ke-26. Merujuk dari laporan tersebut,
Indonesia menduduki peringkat teratas sebagai negara yang memiliki tingkat
polusi tertinggi di kawasan Asia Tenggara, yang mana tingkat konsentrasi PM
2.5 harian Indonesia mencapai 30.4 µgram/m3 dan 36.2 µgram/m3 untuk
Jakarta. Namun angka tersebut menunjukkan adanya perbaikan kualitas
udara dibanding tahun sebelumnya, yakni 11% (sebelas persen) secara
nasional dan 7% (tujuh persen) di lingkup Jakarta. Walaupun demikian,
tingkat konsentrasi tersebut masih enam hingga tujuh kali lipat lebih tinggi dari
standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO).

Pada hakekatnya, lingkungan hidup merupakan suatu ekosistem,


maka hukum yang mengatur segi-segi lingkungan hidup haruslah dipandang
sebagai suatu sistem. Sistem hukum terdiri dari sub sistem-sub sistem
hukum, antara lain adalah sub sistem hukum lingkungan. Sub sistem hukum
lingkungan terdiri dari asas-asas, kaidah-kaidah dan juga meliputi
lembagalembaga dan proses-proses guna mewujudkannya dalam kenyataan.
Sistem hukum merupakan suatu norma dan aturan untuk mengatur perilaku
manusia. Tindakan hukum mengandung makna penggunaan kewenangan
dan didalamnya tersirat adanya kewajiban dari pertanggungjawaban.
Tanggung jawab negara terhadap setiap warga negara atau pihak ketiga
dianut hampir semua warga negara. Apabila kita menelaah lebih jauh terkait
dengan peran serta tanggung jawab negara melalui pemerintah, hal tersebut
berkaitan dengan prinsip asas yang dilaksanakan dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Pembangunan yang berkelanjutan yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan meningkatikan mutu
hidup rakyat Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
diperguhnakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kemudian, agar
terealisasikannya pembangunan yang berkelanjutan dengan baik, terdapat 3
(tiga) syarat keberlanjutan suatu pembangunan, yaitu: pertama, keberlanjutan
ekonomi , yang mana tidak ada eksploitasi ekonomi yang kuat terhadap
ekonomi yang lemah; kedua, keberlanjutan lingkungan, yang mana adanya
toleransi manusia terhadap kehadiran makhluk lain selain manusia; ketiga,
keberlanjutan sosial, yang mana pembangunan tidak melawan, merusak dan
menggantikan sistem dan nilai sosial yang telah teruji dan telah dipraktikkan
oleh Masyarakat. Dasarnya, prinsip kelestarian dan keberlanjutan telah
disatukan dengan prinsip kelestarian dalam UUPLH, oleh karena itu, prinsip
ini bukan hanya terfokus pada keselamatan dari lingkungan hidup saja,
namun juga digunakan untuk segala aspek dalam pembangunan.
Harapannya, peran aktif dari pemerintah diperlukan untuk pengoptimalisasi
asas kelestarian dan keberlanjutan terhadap pencemaran udara ini, dan juga
dalam penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan, dan proses
pembelajaran sosial yang terpadu. Yang terakhir, yaitu asas keadilan, yang
menjelaskan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik
lintas daerah, lintas gender ataupun lintas generasi.
Upaya Penanggulangan Pencemaran Udara Melalui Peraturan Daerah

Pertama, pemerintah daerah dapat memperkuat pemantauan dan


pengawasan terhadap sumber-sumber polusi udara. Dengan memasang
sensor dan sistem pemantauan yang canggih, pemerintah daerah dapat
memperoleh data yang akurat tentang tingkat polutan udara di wilayah
mereka. Data ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber
polusi utama dan mengarahkan upaya penanganan yang tepat.

Kedua, pemerintah daerah dapat mengembangkan program insentif


yang mendorong penggunaan energi bersih dan teknologi ramah lingkungan.
Insentif fiskal, seperti pembebasan pajak atau subsidi untuk instalasi energi
terbarukan, dapat mendorong perusahaan dan masyarakat untuk beralih ke
sumber energi yang lebih bersih dan mengurangi emisi polutan. Pemerintah
daerah juga dapat menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan dan
perusahaan swasta untuk mendukung investasi dalam teknologi ramah
lingkungan.

Ketiga, penting untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam


upaya penanggulangan pencemaran udara. Pemerintah daerah dapat
meluncurkan kampanye kesadaran masyarakat yang edukatif, yang
menjelaskan dampak negatif pencemaran udara dan memberikan informasi
tentang langkah-langkah yang dapat diambil individu untuk mengurangi emisi
polutan, seperti menggunakan transportasi umum, mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi, dan menghemat energi di rumah. Program partisipasi
masyarakat, seperti pengumpulan sampah dan pembersihan lingkungan, juga
dapat melibatkan masyarakat secara langsung dalam menjaga kualitas udara.

Keempat, pemerintah daerah perlu memperkuat kerjasama dengan


sektor industri dan perusahaan. Kolaborasi ini dapat mencakup
pengembangan standar emisi yang ketat untuk industri, mengadakan
pelatihan dan pendidikan untuk mengurangi emisi dalam proses produksi,
serta berbagi pengetahuan dan teknologi terbaru untuk mengurangi dampak
pencemaran udara.

Kelima, pemerintah daerah harus memprioritaskan pengembangan


transportasi umum yang efisien dan ramah lingkungan. Meningkatkan
jaringan transportasi publik, memperkenalkan kendaraan listrik atau
kendaraan dengan emisi rendah, serta memberikan fasilitas yang memadai
bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda dapat membantu mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi yang merupakan salah satu penyumbang
utama pencemaran udara.
Terakhir, penting bagi pemerintah daerah untuk berkolaborasi
dengan pemerintah pusat, lembaga internasional, dan daerah lainnya untuk
mengatasi masalah pencemaran udara secara bersama-sama. Pertukaran
pengetahuan dan pengalaman antar pemerintah daerah, serta kerjasama
dalam mengembangkan kebijakan dan regulasi yang konsisten, dapat
memperkuat upaya penanggulangan pencemaran udara di tingkat nasional
dan internasional.
Studi Kasus Penanggulangan Pencemaran Udara

Odd-even car (aturan ganjil-genap kendaraan) Salah satu upaya untuk


mengurangi polusi udara adalah skema ganjil-genap. Berdasarkan skema ini,
kendaraan dengan plat nomor yang berakhiran dengan angka genap
diperbolehkan beroperasi pada tanggal genap, sedangkan kendaraan dengan
plat nomor ganjil diperbolehkan beroperasi pada tanggal ganjil. Berdasarkan
artikel hasil penelusuran, dua artikel membahas tentang penerapan skema
ganjil-genap dengan hasilnya adalah pengurangan PM2.5 rata-rata sebesar
4,39 % (Delhi pada tahun 2022) dan pengurangan konsentrasi PM2.5 sebesar
2%-44%, pengurangan konsentrasi PM10 5%- 49% (Delhi pada tahun 2017).
Kedua artikel ini menunjukkan hasil yang sama dimana penerapan kendaraan
skema ganjil-genap efektif untuk mengurangi polusi udara. Berdasarkan hasil
penelitian lain, kebijakan ganjil-genap efektif dalam mengurangi polusi udara
terkait lalu lintas dan secara substansial meningkatkan kualitas udara di daerah
perkotaan Beijing dimana konsentrasi rata-rata harian dan maksimum C0,
PM10, NO dan O3 menurun secara signifikan(9). Sedangkan hasil penelitian
Zulkarnain pada tahun 2021 di Jakarta menunjukkan hasil yang berbeda.
Pembatasan ganjil-genap tidak secara signifikan mengurangi polutan udara di
Jakarta dan belum berhasil memperbaiki kualitas udara. Beberapa faktor yang
mempengaruhinya adalah pembatasan ini tidak berlaku untuk sepeda motor
yang merupakan transportasi paling populer di Jakarta(10). Program
pembatasan tersebut pertama kali dilaksanakan oleh pemerintah DKI Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 2016 di sembilan ruas jalan DKI Jakarta dan diperluas
menjadi 25 ruas jalan pada tanggal 9 September 2019. Pembatasan ini
diberlakukan pada hari Senin sampai Jumat pukul 06.00-10.00 WIB dan 16.00-
21.00 WIB. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dinesh Mohan dkk pada tahun 2016 di Delhi, hasil penelitian menunjukkan
bahwa aturan ganjil-genap tidak efektif dalam mengurangi polusi PM 2.5 yang
terukur di Delhi(11).
Renewable energy (energi terbarukan) Energi terbarukan adalah energi
yang berasal dari sumber-sumber alami seperti sinar matahari dan angin.
Energi terbarukan menghasilkan emisi yang jauh lebih rendah daripada bahan
bakar fosil. Sumber energi terbarukan di antaranya adalah energi surya, energi
panas bumi, tenaga air, energi laut, dan bioenergi(19). Sementara itu, bahan
bakar fosil dapat berupa batu bara, minyak, dan gas yang merupakan
kontributor terbesar terhadap perubahan iklim global dengan menyumbang lebih
dari 75% emisi gas rumah kaca dan 90% dari semua emisi karbon dioksida.
Sekitar 80% populasi global tinggal di negara pengimpor bahan bakar fosil dan
sekitar 6 miliar orang bergantung pada bahan bakar fosil dari negara lain.
Sebaliknya, sumber energi terbarukan tersedia di setiap negara, tetapi belum
dimanfaatkan sepenuhnya. Padahal, energi terbarukan merupakan solusi dari
ketergantungan impor bahan bakar fosil. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), sekitar 99% orang di dunia menghirup udara dengan kualitas udara
yang melebihi ambang batas dan mengancam kesehatan mereka. Tingkat
partikel halus dan nitrogen dioksida yang tidak sehat berasal dari pembakaran
bahan bakar fosil. Upaya negara-negara di dunia untuk beralih ke sumber
energi bersih secara berkelanjutan dapat mengatasi tidak hanya perubahan
iklim tetapi juga polusi udara dan masalah kesehatan(20). Berdasarkan hasil
penelusuran artikel, diperoleh satu artikel terkait penerapan energi terbarukan
dan program subsidi yang secara efektif dapat mengurangi emisi karbon di
Tiongkok pada tahun 2021. Penelitian lain di Cina, sebagai negara dengan
penggunaan energi terbarukan tertinggi di dunia, menunjukkan potensi
keberhasilan upaya mengurangi emisi karbon dan menjaga kenaikan suhu di
bawah 2 derajat celsius melalui pengembangan energi terbarukan. Hal ini
dilakukan dengan mengintervensi sektor listrik yang banyak mengonsumsi
bahan bakar fosil dan mengubahnya menjadi tenaga surya pembangkit Listrik
fotovoltaik secara bertahap. Upaya ini dapat mempercepat pemulihan kualitas
udara dan mencegah jutaan kematian dini (21). Polusi udara dan emisi karbon
berkontribusi terhadap perubahan iklim melalui pelepasan gas rumah kaca dari
sumber energi tidak terbarukan seperti batu bara. Hal ini menyebabkan
kenaikan suhu, cuaca ekstrem, dan perubahan pola hujan di berbagai belahan
dunia(22). Hasil penelitian di Cina menunjukkan bahwa untuk setiap
peningkatan kiloton dalam penggunaan energi terbarukan, log emisi CO2 di
Cina berkurang sebesar 0,713%. Berdasarkan hasil tersebut, upaya untuk
beralih ke sumber energi terbarukan di Cina terbukti membantu mengurangi
emisi CO2 dan gas rumah kaca di negara tersebut(22).
DAFTAR PUSTAKA

Maizara, R., Zakianis, Pelawi, A. C. (2024). Intervensi Pengurangan Polusi


Udara dari Sumber Bergerak dan Tidak Bergerak Berbagai Negara di Dunia:
Jurnal Universitas Muhammadiyah Palu, 7(5) 1-12.

Saly, N. J., Metriska, C. (2023). Kebijakan Pemerintah Dalam Pengendalian


Pencemaran Udara di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009: Jurnal Kewarganegaraan, 7(2) 1-7.

Ubaidillah, M. N., Fithori, M. R., & Mukminin, M. Z. A. (2024). Penanggulangan


Pencemaran Udara Melalui Peraturan Daerah. Ma’mal: Jurnal Laboratorium
Syariah dan Hukum, 5(1), 73-94.

Umah, R., Gusmira, E. (2024). Dampak Pencemaran Udara terhadap


Kesehatan Masyarakat di Perkotaan: Jurnal Manajemen, Bisnis dan Akutansi,
3(3) 103-112.

Anda mungkin juga menyukai