Laporan Pendahuluan KPD ELIS
Laporan Pendahuluan KPD ELIS
Laporan Pendahuluan KPD ELIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Patofisiologi pada
Program Studi Pendidikan Profesi
Dosen Pengampu :
Evrian Solvia Soleh,M.Keb
Disusun Oleh:
Elis Medianita
PO71242230413
Lembar Pengesahan
i
Telah disahkan “Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Pada Ny. S. 35 Tahun
G3P2A0 36-37 Minggu Inpartu kala I Fase Laten dengan KPD di Puskesmas
Rantau Ikil Tahun 2024” guna memenuhi tugas Stase Kehamilan Program Studi
Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Jambi tahun 2023.
Mengetahui :
( ) ( )
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya
penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Pada Ny. S. 35 Tahun G3P2A0 36-37 Minggu Inpartu kala I Fase Laten dengan KPD
di Puskesmas Rantau Ikil Muaro Bungo Tahun 2024”.
Dalam penyusunan Laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yuli Suryanti, M.Keb selaku Kepala Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Jambi.
2. Lia Artika Sari, M.Keb selaku Ketua Prodi Profesi Bidan Poltekkes
Kemenkes Jambi.
3. Evrian solvia soleh selaku Dosen Pembimbing Institusi
4. Susi Yulvanely,AM.Keb selaku pembimbing lahan
5. Rekan-rekan sejawat yang telah memberi banyak masukan dan pengarahan
dalam penyusunan Laporan ini sehingga laporan ini diselesaikan dengan
baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, dengan demikian penulis sangat mengharapkan petunjuk dan saran
serta kritik yang membangun dari Dosen pembimbing.
Akhir kata, semoga hasil laporan kasus ini dapat memberikan manfaat yang
berguna bagi yang membutuhkannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Ada beragam mekanisme yang menyebabkan pecahnya membran
prelaboratif. Hal ini dapat terjadi akibat melemahnya fisiologis dari membran
yang dikombinasikan dengan kekuatan yang disebabkan oleh kontraksi
uterus. Infeksi intamniotik umumnya dikaitkan dengan PPROM. Faktor risiko
utama untuk PPROM termasuk riwayat PPROM, panjang serviks pendek,
perdarahan vagina trimester kedua atau ketiga, kekurangan nutrisi dari
tembaga dan asam askorbat, gangguan jaringan ikat, indeks massa tubuh
rendah, status sosial ekonomi rendah, merokok, dan penggunaan narkoba.
Meskipun berbagai etiologi, sering tidak ada penyebab yang jelas yang
diidentifikasi pada pasien yang datang dengan PROM. (Hong, 2019).
Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini menurut jurnal
(Susilowati,dkk. 2021) yaitu sebagai berikut:
1
a. Usia
Usia dapat dikategorikan menjadi dua yaitu risiko tinggi dan risiko
rendah, ibu dengan usia risiko tinggi mempunyai risiko lebih tinggi
terjadi KPD daripada ibu dengan risiko rendah dengan usia <20 tahun hal
ini dikarenakan organ reproduksinya belum bekerja dengan baik
termasuk jalan lahir wanita yang belum optimal untuk bekerja secara
sempurna. Organ reproduksi perempuan yang belum matang dan siap
dapat menyebabkan kurang optimalnya pembentukan beberapa jaringan
yang ada di dalamnya dan dari hal ini nantinya dapat berpengaruh
terhadap pembentukan membran ketuban yang tipis sehingga bisa
menyebabkan KPD. Sedangkan wanita dengan usia di atas 35 tahun akan
mengalami penurunan fungsi organ yang berarti mempunyai potensi
lebih besar untuk terkena penyakit degenerative seperti tensi yang tinggi,
gangguan pada sistem pembuluh darah, dan penyakit gula di mana
beberapa penyakit ini secara tidak langsung juga mempengaruhi dengan
tingkat kejadian KPD. (Maharrani & Nugrahini, 2017).
b. Gemelli
Gemelli merupakan kehamilan ganda yang ditandai dengan ukuran uterus
yang lebih besar dibandingkan dengan usia kehamilannya, dan dapat
menyebabkan terjadinya regangan pada rahim. Hal ini akan
meningkatkan tekanan di dalam rahim, sehingga dengan tekanan yang
berlebihan vaskularisasi tidak berjalan dengan lancar kemudian
mengakibatkan selaput ketuban kekurangan jaringan ikat kemudian
terjadi selaput ketuban yang lemah dan bila terjadi sedikit pembukaan
servik saja maka selaput ketuban akan mudah pecah. (Hackenhaar et al.,
2014).
c. Paritas
Komplikasi pada persalinan biasanya akan sering terjadi pada ibu
multipara dan grandemultipara, hal ini berkaitan dengan fungsi organ
reproduksi yang sudah menurun seperti pada bagian leher rahim yang
berkurang keelastisannya dan hal ini dapat menyebabkan pembukaan
2
yang lebih dini pada serviks sehingga hal lain juga bisa mengakibatkan
kelainan dalam proses persalinan seperti KPD, perdarahan dan eklamsia.
Ibu bersalin dengan paritas yang tinggi akan lebih berpotensi untuk
terkena beberapa komplikasi. Karena jika dilihat lebih tinggi paritas,
lebih tinggi juga angka kematian maternal (Maharrani & Nugrahini,
2017).
d. Preterm
Pada ibu dengan usia kehamilan preterm adalah 28-36 minggu pada
trimester ke-3 selaput ketuban mudah pecah, melemahnya kekuatan
selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi
rahim dan pembesaran janin. Hal ini dikarenakan pecahnya selaput
ketuban berkaitan dengan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstraseluler amnion, korion, dan apotosis membrane janin.
Ketuban pecah dini pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya
faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang menjalar dari vagina,
polihidramnion inkompeten serviks solusio plasenta (Tchirikov et al.,
2018).
e. Infeksi
Membran ketuban yang pecah dapat disebabkan oleh banyak hal, adapun
salah satunya yaitu karena adanya bakteri anaerob yang tumbuh pada
area vagina ibu. Hal ini bisa disebabkan oleh vulva hygiene ibu yang
kurang baik sehingga bisa menimbulkan adanya infeksi asendens yaitu
karena adanya perumbuhan bakteri pathogen atau terjadi perubahan
mikroba flora normal yang ada pada daerah vagina maupun servik ibu.
Bakteri pathogen ini nantinya akan merambah melalui vagina kemudian
ke serviks ibu hingga nantinya masuk ke membran ketuban sehingga
dapat menyebabkan penurunan fungsi pada membran ketuban. Serta
dengan adanya bakteri vaginosis yang mengakibatkan peptidase akan
dengan mudah untuk mendegenerasikan kolagen dan melemahkan
membran ketuban yang selanjutnya dapat mengakibatkan pecahnya
membran ketuban (Nguyen et al., 2021).
3
f. Cephalo pelvic disproportion (CPD)
Disorposi Kepala Panggul atau cephalopelvic disproportion (CPD)
adalah suatu kondisi yang timbul karena kepala bayi lebih besar jika
dibandingkan dengan panggul ibu sehingga kepala bayi tidak dapat
melewati panggul ibu. Hal ini dikarenakan bayi dengan makrosomia atau
kelainan ukuran panggul ibu yang sempit dan juga bisa dikarenakan
kombinasi antara keduanya. Disorposi kepala panggul atau CPD dapat
menyebabkan terjadinya KPD, hal ini dikarenakan tidak dapat masuknya
bagian terendah janin ke panggul ibu sehingga akan terjadi penekanan
pada cairan yang terdapat di dalam rahim bagian bawah dan akibatnya
dapat menimbulkan pecahnya membran ketuban atau terjadinya KPD
pada ibu bersalin (Barokah & Agustina, 2021).
g. Riwayat KPD
Riwayat KPD Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan
kejadian ketuban pecah dini dapat berpengaruh besar terhadap ibu jika
menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4
kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD
secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban
pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih
beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya karena komposisi membran yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya (Shah et al, 2020).
h. Serviks inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot
– otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensia
4
serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Alim, 2015).
i. Kelainan Letak Janin
Kelainan letak pada janin dapat meningkatkan kejadian KPD karena
kelainan letak dapat memungkinkan ketegangan otot rahim meningkat
sehingga dapat menyebabkan KPD. Pada letak sungsang posisi janin
berbalik, kepala berada dalam ruangan yang besar yaitu di fundus uteri
sedangkan bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar di
paksa untuk menepati ruang yang kecil yaitu disegmen bawah rahim,
Sehingga dapat membuat ketuban bagian terendah langsung menerima
tekanan intrauteri dan ketegangan rahim meningkat, sedangkan letak
lintang bagian terendah adalah bahu sehingga tidak dapat menutupi PAP
yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah
maupun pembukaan serviks. (Ahmad, dkk.2021).
5
Secara prosedural, menurut Saifudin (2015) diagnosis ketuban pecah dini
ditegakkan dengan cara:
a. Anamnesa
Melakukan pendekatan dengan penderita untuk memastikan cairan yang
keluar adalah cairan ketuban. Tanyakan apakah penderita merasakan basah
pada vagina, keluar cairan tiba-tiba dalam kapasitas sedikitbanyak, berbau
khas, warna dan apakah tedapat his yang teratur serta pengeluaran lendir
darah.
b. Inspeksi
Mengamati dengan mata secara langsung, apabila ketuban baru pecah dan
jumlah ketuban masih banyak sehingga mengalir di vagina.
c. Pemeriksaan dengan Spekulum
Diagnosa KPD dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dalam
menggunakan spekulum. Pemeriksaan KPD di dapatkan cairan amnion
keluar dari ostium uteri eksterna (OUE), jika cairan amnion belum nampak
keluar penderita diminta untuk batuk, mengejan, atau melakukan manuver
valsalva.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan cairan vagina : warna, konsistensi, bau dan pH
2) Test lakmus. Apabila dengan cara tersebut cairan belum keluar dapat
dilakukan dengan pemeriksaan dengan menggunakan kertas nitrasin
yang ditempelkan pada forniks posterior. Dengan menggunakan
pemeriksaan dengan kertas nitrasin menghasilkan perubahan warna
menjadi biru. Cairan amnion mempunyai pH sekitar 7,0 sampai 7,5
sedangkan pH normal cairan vagina antara 4,5 sampai 5,5. Namun
positif palsu dapat ditemukan oleh karena adanya kontaminasi dari
darah, cairan antiseprik, urine dan infeksi vagina.
3) Mikroskopik. Berdasarkan penelitian Hyagriv, pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan adalah fern test, pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara meneteskan cairan sempel pada gelas objek, kemudian
dikeringkan selama 10 menit. Pada pemeriksaan di bawah mikroskop,
6
cairan amnion akan tampak seperti kristal yang berbentuk daun pakis,
yang menunjukkan tingginya kadar protein dan NaCl. Tingkat
ketepatan pada pemeriksaan ini mencapai 90% untuk diagnosis
PPROM dan jika spesimen ditemukan pakis dan nitrazine positif, ibu
harus segera ditangani.
e. Pemeriksaan USG Pemeriksaan USG bertujuan untuk mengetahui jumlah
cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD indeks jumlah cairan
ketuban berkurang yaitu <1000 ml.
4. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung
(Manuaba, 2011) sebagai berikut:
a. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban
sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
b. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1)
dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan
aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan,
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion,
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
c. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
1) Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban
menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion
dengan dunia luar.
2) Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau
dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.
3) Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi
intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
7
Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi
infeksi.
Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan KPD, infeksi
merupakan faktor utama yang terkait dengan KPD. Selama terjadi infeksi,
terjadi pelepasan endoktoksin dan eksotoksin dari mikroorganisme yang
menginvasi korionamnion dan desidua selanjutnya akan mengaktivasi desidua
dan selaput janin untuk memproduksi sejumlah sitokin, dimana banyak zat
bioaktif yang dilepaskan seperti prostaglandin bertindak intuk merangsang
kontraksi rahim, sedangkan di sisi lain metalloprotease mempengaruhi
kekuatan dari membran yang menyebabkan pecahnya membran (Al-Riyami,
2020). Matrix metalloproteinase (MMP) adalah grup dari protein yang
memecah kolagen. Kolagen memberikan kekuatan regangan utama pada
membran janin, oleh karena itu pecahnya selaput membran janin dikaitkan
dengan peningkatan ekspresi.
Berdasarkan Hasil penelitian Ika Yulia Darma, dkk (2021) ditemukan
kadar MMP-2 serum yang lebih tinggi pada ketuban pecah dini dibandingkan
kehamilan normal. Hal ini dapat disebabkan karena MMP-2 merupakan
enzim yang berperan dalam mendegradasi kolagen sehingga melemahkan
elastisitas selaput ketuban yang merupakan dasar terjadinya ketuban pecah
dini. Pada ketuban pecah dini MMP-2 aktif diawali oleh mekanisme infeksi.
Peningkatan kadar prostaglandin memicu desidua untuk meningkatkan kadar
matriks metalloproteinase-2 (MMP-2), yang kemudian peningkatan kadar
MMP- 9 ini memicu terjadinya peningkatan degradasi matriks ekstraseluler
(ECM). Degradasi matriks ekstraselluler yang meningkat mengakibatkan
terjadinya penurunan elastisistas membran, kemudian perlemahan pada
membran dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
(Weiss et al.2007).
8
4. Penatalaksanaan kebidanan
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur
kehamilan, evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta
dalam keadaan inpartu terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini
dilakukan secara konservatif dan aktif, pada penanganan konservatif yaitu
rawat di rumah sakit (Saifuddin, 2015).
Menurut (Prawirohardjo, 2016) penanganan pada kasus ketuban pecah
dini di bagi dalam menjadi 2 yaitu :
1. Konservatif
a. Rawat dirumah sakit
b. Berikan antibiotik ( ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari). Jika
umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
c. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada tanda
infeksi, tes busa negatif beri dexametason, observasi tanda-tanda
infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu.
d. Jika usia 32-37 minggu sudah inpartu, tidak ada tanda infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), dexametason, dan induksi sesudah
24 jam.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-
tanda infeksi intrauterin).
f. Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan bila memungkinkan periksa kadar
lestin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal 2 hari, dexametason I.M 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.
9
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal
sectio cesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg- 50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi
berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
10
BAB II
MANAJEMEN KEBIDANAN
11
b. Membuat sebuah identifikasi masalah atau diagnosis dan kebutuhan
perawatan kesehatan akurat berdasarkan perbaikan intervensi data yang
benar.
Langkah kedua bermula dari data dasar, menginterpretasikan data
untuk kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis serta
kebutuhan perawatan kesehatan yang diidentifikasi khusus. Masalah dan
diagnosis sama-sama digunakan karena beberapa masalah tidak dapat
didefenisikan sebagai sebuah diagnosis, tetapi tetap perlu
dipertimbangkan dalam mengembangkan rencana perawatan kesehatan
yang mneyeluruh. Masalah seringkali berkaitan dengan bagaimana ibu
mengahadapi kenyataan tentang diagnosisnya dan ini sering kali bisa
dididentifikasi berdasarkan pengalaman bidan dalam menangani masalah
(Varney, 2007:27).
c. Mengantisipasi masalah atau diagnosis yang terjadi lainnya, yang dapat
menjadi tujuan yang diharapkan, karena telah masalah atau diagnosis
yang diidentifikasi
Langkah katiga mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial
berdasarkan masalah dan diagnosis saat ini berkenaan dengan tindakan
antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu dengan waspada
penuh, dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul.
Langkah ini adalah langkah yang sangat penting dalam memberikan
keperawatan kesehatan yang aman (Varney, 2007:27).
d. Mengevaluasi kebutuhan akan intervensi dan/atau konsultasi
bidan/dokter yang dibutuhkan dengan segera, serta manajemen
kalaborasi dengan anggota tim tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
kondisi yang diperlihatkan oleh ibu dan bayi baru lahir
Langkah keempat mencerminkan sifat kesinambungan proses
pelaksanaan, yang tidak hanya dilakukan selama perawatan primer atau
kunjungan prenatal periodi, tetapi juga saat bidan melakukan perawtan
berkelanjutan bagi pasien (Varney, 2007:27).
12
e. Mengembangkan sebuah rencana perawatan kesehatan yang menyeluruh,
didukung oleh penjelasan rasional yang valid, yang mendasari keputusan
yang dibuat dan didasarkan pada langkah-langkah sebelumnya
Langkah kelima mengembangkan sebuah rencana keperawatan
yang menyeluruh ditentukan dengan mengacu pada hasil langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan pengembangan masalah atau
diagnosis yang diidentifikasikan baikpada saat ini maupun yang dapat
diantisipasiserta perawatan kesehatan yang dibutuhkan. Langkah ini
dilakukan dengan mengumpulkan setiap informasi tambahan yang hilang
atau diperlukan untuk melengkapi data dasar (Varney, 2007:27).
f. Mengemban tanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana perawatan
yang efisien dan aman
Langkah keenam adalah melaksanakan rencana perawatan secara
menyeluruh. Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan
atau dilakukan sebagian oleh ibu atau orang tua, bidan atau anggota tim
kesehatan lain (Varney, 2007:28).
g. Mengevaluasi efekttivitas perawatan kesehatan yang diberikan, mengolah
kembali dengan tepat setiap aspek perawatan yang belum efektif melalui
proses penatalaksanaan diatas.
Langkah terakhir evaluasi merupakan tindakan untuk
memeriksakan apakah rencana perawatan yang dilakukan benar-benar
telah mencapai tujuan yaitu memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang
diidentifikasi pada langkah kedua tentang masalah, diagnosis, maupun
kebutuhan perawatan kesehatan (Varney, 2007:28).
13
2) Terdiri dari data subjektif (hasil anamnesa, biodata, keluhan utama,
riwayat obstetrik, riwayat kesehatan, dan latar belakang sosial
budaya)
3) Data objektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan
penunjang)
b. Perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan. Kriteria perumusan
diagnosa dan atau masalah :
1) Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan
2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien
3) Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri,
kolaborasi, dan rujukan
c. Perencanaan. Kriteria perencanaan :
1) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi
klien, tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan secara
komprehensif
2) Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga
3) Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien/keluarga
4) Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien
berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang
diberikan bermanfaat untuk klien
5) Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku,
sumberdaya serta fasilitas yang ada
14
6) Melaksanakan prisip pencegahan infeksi
7) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan
8) Menggunakan sumber daya, sarana, dan fasilitas yang ada dan sesuai
9) Melakukan tindakan seusuai stamdar
10) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan
e. Evaluasi. Kriteria evaluasi :
1) Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan
sesuai kondisi klien
2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien
dan/keluarga
3) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
4) Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai kondisi klien atau pasien
f. Pencatatan asuhan kebidanan. Keriteria pencatatan asuhan kebidanan :
1) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang bersedia (rekam medis/KMS/status pasien/buku KIA)
2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
3) S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
4) O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
5) A adalah hasil analisa mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
6) P adalah mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang
sudah dilakukan seperti tindakan antisipatik,tindakan segera,
tindakan secara komprehensif ;penyuluhan,dukungan,kolaborasi,
evaluasi/follow up dan rujukan.
g. Pemeriksaan terfokus
Pengkajian data Fokus pada asuhan Persalinan
a) Data Subjektif
Biodata, Riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat
kesehatan pasien, mulainya tanda persalinan (blood show),
HPHT dan TP, masalah prenatal
b) Data Objektif
15
1. Pemeriksaan Umum, terdiri dari : Keadaan Umum, TTV: TD,
S, N, RR, BB, TB
2. Pemeriksaan Obstetri :
d) Diagnosa potensial
-
e) Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter agar ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai dengan kondisi klien.
16
(2) Pelaksanaan persalinan palsu dan persalinan dini
(3) Evaluasi awal terhadap ibu dan janin dalam persalinan
(4) Evaluasi kesejahteraan ibu dan janin yang kontinu
(5) Evaluasi dan fasilitasi kemajuan persalinan yang kontinu
(6) Perawatan tubuh dan perawatan pennunjang untuk ibu dan
orang terdekat lain/keluarga/teman-teman
Asuhan kebidanan pada kala II persalinan menurut
Varney (2007;758-759) yaitu:
(1) Evaluasi kontinu kesejahteraan ibu
(2) Evaluasi kontinu kesejahteraan janin
(3) Evaluasi kontinu kemajuan persalinan
(4) Perawatan tubuh wanita
(5) Asuhan pendukung untuk wanita dan orang terdekatnya
serta keluarga
(6) Peindaian kontinu tanda dan gejala komplikasi pada ibu dan
janin
(7) Persiapan kelahiran
(8) Penatalaksanaan kelahiran
(9) Pembuatan keputusan penataklaksanaan untuk kala II
persalinan
Perencanaan persalinan kala II mencakup :
(1) Frekuensi pemeriksaan tanda-tanda vital wanita
(TD,Denyut nadi dan suhu)
(2) Frekuensi pemeriksaan DJJ
(3) Apakah mendukung usaha wanita untuk mendorong
(4) Lokasi melahirkan
(5) Kapan mempersiapkan kelahiran
(6) Posisi wanita untuk melahirkan
(7) Apakah wanita perlu dikateterisasi segera sebelum
melahirkan
17
(8) Apakah perlu menyokong premium, dan apabila perlu,
bagaimana
(9) Apakah perlu melakukan episiotomy
(10) Jika diputuskan untuk melakukan episiotomy, jenis
episiotomy apa yang digunakan
(11) Jenis analgesia/anastesia
(12) Apakah akan melahirkan kepala bayi ketika kontraksi atau
di antara kontraksi
(13) Apakah akan menggunakan perasat ritgen
(14) Kapan menjepit dengan dengan klem atau memotong tali
pusat
(15) Apakah perlu berkonsultasi atau berkolaborasi dengan
dokter
Asuhan kebidanan pada kala III persalinan menurut Varney
(2007;827) yaitu:
(1) Lindungi uterus dengan mencegah diri sendiri dan orang
lain melakukan masase uterus segera setelah pelepasan
plasenta
(2) Jangan melakukan masase uterus sebelum pelepasan
plasenta
(3) Jangan mendorong tali pusat sebelum plasenta lepas
(4) Jangan mencoba melahirkan plasenta sebelum pelepasan
lengkap kecuali pada kondisi darurat perdarahan kala tiga
(5) Mendiagnosa pelepasan plasenta
(6) Skrining tanda dan gejala perdarahan kala III
Asuhan kebidanan pada kala IV persalinan menurut Varney
(2007:837) yaitu:
(1) Konsistensi uterus
(2) Potensial untuk relaksasi uterus
(3) Menilai kelengkapan plasenta
(4) Menilai status kandung kemih
18
(5) Memantau konsistensi uterus dan aliran lokia
(6) Menilai kemampuan pasangan ibu-bayi untuk memulai
pemberian ASI
1. Pengertian
Evidence based Midwifery adalah pemberian informasi kebidanan
berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.
Praktik kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil
penelitian dan pengalaman praktik terbaik dari para praktisi dari seluruh
penjuru dunia. Menurut Sackett et.al (2016:24) Evidence based Midwifery
(EBM) adalah suatu pendekatan medic yang didasarkan pada bukti-bukti
ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan
demikian praktiknya EBM memadukan antara kemampuan dan
pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat
dipercaya.
Evidence based Midwifery adalah pemberian informasi kebidanan
berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.
Praktik kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil
penelitian dan pengalaman praktik terbaik dari para praktisi dari seluruh
penjuru dunia.
Pada awal gerakan praktik berbasis bukti, banyak Bidan yang
menanggapi dengan antusias dengan potensi untuk perubahan. Pentingnya
hal ini adalah adalah sumber dari publikasi yang berkualitas yang
sebelumnya tidak tersedia untuk bidan, asuhan efektif terutama di
Kehamilan dan Persalinan (Enkin et al. 1989). Praktek berdasarkan bukti
terlihat menawarkan alat yang ampuh untuk mempertanyakan dan meneliti
model kebidanan yang digunakan dalam asuhan yang telah mendominasi
dekade sebelumnya (Page 1996; Renfrew 1997; Wickham 2000; Munro
19
dan Spiby 2001; Brucker dan Schwarz 2002; Bogdan-Lovis dan Sousa
2006).
Hasil pemeriksaan tersebut bisa berarti ‘Mulai menghentikan’
intervensi tidak membantu yang sudah terbiasa pada praktek umum,
bahkan menyarankan bahwa ditawarkan untuk ‘membawa kita keluar dari
zaman kegelapan dan menuju era pencerahan. Bidan juga menjadi lebih
aktif dalam penelitian – melakukan penelitian yang memiliki dampak
klinis yang jelas (Sleep dan Hibah 1987; Hundley et al. 1994; McCandlish
et al. 1998). Namun, beberapa bidan belum begitu antusias, meraka
beranggapan bahwa praktik bedasarkan bukti sebagai ancaman terhadap
kebebasan klinis mereka (Page 1996). Dengan kata lain Evidence Based
Midwifery atau yang lebih dikenal dengan EBM adalah penggunaan
mutakhir terbaik yang ada secara bersungguh sungguh, eksplisit dan
bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam penanganan pasien
perseorangan (Sackett et al,1997). Evidenced Based Midwifery (EBM) ini
sangat penting peranannya pada dunia kebidanan karena dengan adanya
EBM maka dapat mencegah tindakan–tindakan yang tidak
diperlukan/tidak bermanfaat bahkan merugikan bagi pasien,terutama pada
proses persalinan yang diharapkan berjalan dengan lancar dan aman
sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi
(Yulizawati, 2020).
David L. Sackett et al menyatakan bahwa praktik berbasis bukti
adalah penggunaan bukti terbaik dan terbaru secara teliti, eksplisit, dan
bijaksana dalam membuat keputusan tentang perawatan pasien individual.
Praktek kedokteran berbasis bukti berarti mengintegrasikan keahlian klinis
individu dengan bukti klinis eksternal terbaik yang tersedia dari penelitian
sistematis. Pendekatan untuk melakukan penatalaksanaan kepada pasien
dimana info-infodari status pasien dan keinginan pasien diintegrasikan
dengan pengalaman klinis dan dengan bukti – bukti keilmuan terbaik yang
didapat dari berbagai penelitian terutama Randomized Controlled Trials
(RCTs). Jadi EBM selalu mengenai pelayanan optimal dari masingmasing
20
pasien yang mengaplikasikan temuan epidemiologi dari penelitian kohort
dalam skala luas dalam pelayanan kesehata individu (Yulizawati, 2020).
2. Manfaat
Menurut Sackett et.al (2016:24) manfaat yang dapat diperoleh dari
EBM antara lain adalah sebagai berikut :
a. Keamanan bagi tenaga kesehatan karena intervensi yang dilakukan
berdasarkan bukti ilmiah
b. Meningkatkan kompetensi (kognitif)
c. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagai professional dalam
memberikan asuhan yang bermutu
d. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan
klien mengharapkan asuhan yang benar sesuai dengan bukti dan teori
serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Proses ekplorasi Evidance based practice
Pada evidence base medicine pengobatan dasar pada bukti ilmiah
yang dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan pada evidence practice
bukti tidak dapat hanya dikaitkan dengan bukti-bukti ilmiah aja, tetapi juga
harus dikaitkan dengan bukti atau data yang ada pada saat praktek profesi
dilakukan dengan demikian perbedaan waktu, situasi, kondisi tempat dan
lain-lain, mungkin akan mempengaruhi profesi, keputusan profesi dan
hasil dari swamedikasi. Dan jalannya praktik profesi epoteker tetap harus
berjalan optimal pada setiap situasi dan kondisi termasuk pada
swamedikasi Sackett et.al (2016:24).
4. Etika Pemanfaatan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi segala bidang
berpengaruh terhadap meningkatnya kritis masyarkat terhadap mutu
pelayanan kesehatan terutama pelayanan kebidanan. Menjadi tantangan
bagi profesi bidan untuk mengembangkan kompetensi dan profesionalisme
sdalam mejalankan praktik kebidanan serta dalam memberikan pelayanan
berkualitas. Sikap etis profesionalisme bidan akan mewarnai dalam setiap
langkahnya, termasuk dalam mengambil keputusan dalam merespon
21
situasi yang muncul dalam usaha. Pemahaman tentang etika dan moral
menjadi bagian yang fundamental dan sangat penting dalam memberikan
asuhan kebidanan dengan senantiasa menghormati nilai-nilai pasien.
Etika merupakan pertimbangan yang sistematis stentang perilaku
yang benar atau salah kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan
perilaku. Etika berfokus pada pronsip dan konsep yang membimbang
manusia berfikir dan bertindak dalam kehidupannya dilandasi nilai-nilai
yang dianutnya.
Tabel 2.1
Matrik Evidance Based
Nama, tahun Matode Penelitian Hasil Telaah
dan judul
Andi Ayu penelitian observasional faktor yang berhubungan
Novitasari analitik dengan dengan kejadian KPD
(2021) analisis pendekatan cross yakni usia kehamilan (p-
faktor-faktor sectional, pada penelitian value 0,001) dan riwayat
yang ini dianalisis univariat penyakit infeksi
berhubungan untuk mengetahui urogenitalia (p-value
dengan kejadian karakteristik sampel yang 0,000), berdasarkan hasil
ketuban pecah diteliti serta bivariat (chi- penelitian dari beberapa
dini di rsud square) untuk faktor yang berhubungan
lamaddukelleng mengetahui faktor risiko dengan kejadian KPD
kab. Wajo yang berhubungan didapatkan faktor usia
dengan kejadian ketuban kehamilan dan riwayat
pecah dini, jumlah penyakit infeksi
sampel pada penelitian urogenitalia yang
ini sebanyak 822 memiliki korelasi yang
responden bermakna
Legawati (2018) Jenis penelitian yang variabel yang
Determinan dilaksanakan adalah berhubungan dengan KPD
Kejadian deskriptif dan analitik, adalah umur ibu berisiko
Ketuban Pecah menggunakan rancangan akan mengalami
Dini (Kpd) Di cohort retroprospective peningkatan kejadian
Ruang Cempaka melalui pendekatan KPD 1,9 kali (OR=
Rsud Dr Doris kuantitatif , sampel 166 1,917), paritas ibu
Sylvanus ibu post partum yang berpengaruh signifikan
Palangkaraya dirawat. Analisa data terhadap kejadian KPD
kuantitatif dilakukan primpara 1,5 kali lebih
melalui dua tahapan yaitu tinggi mengalami KPD
analisis univariat untuk dibandingkan dengan
melihat karakteristik multipara (OR=1,5), umur
22
reponden, bivariat kehamilan prematur
dengan menggunakan uji meningkatkan kejadian
chi square KPD 10,8 kali lebih tinggi
dibandingkan kehamilan
aterm (OR=10,887) , BB
bayi lahir normal
menyebabkan KPD 5,7
kali lebih tinggi
dibandingkan BBLR
(OR=5,758), gemelli/
kembar menjadi penyebab
KPD 6,8 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi
yang tunggal (OR=6,845)
dan metode persalinan
pada ibu dengan KPD 1,2
kali lebih tinggi
diberlakukan persalinan
SC dibandingkan
persalinan normal. Dan
variabel yang tidak
berhubungan dengan KPD
adalah pekerjaan ibu.
Ikrawanty Ayu Metode penelitian Dari hasil uji statistik
W (2019) Faktor analitik dengan dengan menggunakan uji
yang menggunakan Chi-Square (Fisher’s
Berhubungan pendekatan Cross Exact Test). Di peroleh
Terhadap Section Study untuk untuk variabel usia
Kejadian mengetahui hubungan kehamilan p= 0,05 < dari
Ketuban Pecah usia kehamilan dan α = 0,05 artinya ada
Dini (KPD) di paritas dengan kejadian hubungan antara usia
RSIA Sitti ketuban pecah dini di kehamilan terhadap
Khadijah I RSIA Sitii Khadijah I kejadiian ketuban pecah
Makassar Tahun Makassar 2019 dengan dini unuk variabel paritas
2019 jumlah populasi 882 nilai p= 0,01 < dari α =
orang dan jumlah sampel 0,05 artinya ada hubungan
275 orang dengan antara paritas terhadap
menggunakan teknik kejadian ketuban pecah
Random sampling dini. Dari hasil uji statistik
dengan menggunakan uji
Chi-Square (Continuity
Correctionb ) diperoleh
untuk variabel umur ibu
nilai p = 0,503> = (0,05)
artinya tidak ada
hubungan antara umur ibu
23
dengan ketuban pecah
dini. Untuk variabel
pekerjaan nilai p = 0,029
Meldafia Penelitian ini survey Hasil penelitian ini
Idaman (2021) analitik dengan didapatkan, 51 umur ibu
Hubungan rancangan kohort, beresiko, 50 (98%) KPD,
Faktor Risiko pendekatan retrospektif. p value 0,001. 46 ibu
Dengan Ketuban Penelitian dilaksanakan paritas beresiko, 45 (98%)
Pecah Dini bulan Juli s/d Agustus KPD,p value 0,001. 40 ibu
2019 di Instalansi Rekam riwayat KPD, 29 (72,5%)
Medik RS Bhayangkara KPD, p value 0,216. 19
Padang. ibu kelainan letak, 17
Populasi ibu bersalin (89,5%) KPD, p value
sebanyak 665 orang, 0,02 . 8 ibu kehamilan
sampel 87 orang. Teknik kembar, 8 (88,9%) KPD, p
pengambilan sampel value 0,149. 10 ibu
systematik infeksi, 8 (80%) KPD, p
random sampling. value 0,484. Simpulan
Analisis data univariat penelitian ini ada
dan bivariat dengan uji hubungan bermakna umur
Chi-Square. ibu, paritas, kelainan letak
dengan KPD dan tidak ada
hubungan yang bermakna
riwayat KPD, kehamilan
kembar dan infeksi
dengan KPD di RS
Bhayangkara Padang.
Mega Silvia Metode penelitian ini Hasil review 10 jurnal
Mahardika adalah penelitian didapatkan bahwa terdapat
(2020) literature review. hubungan antara ketuban
Hubungan Pencarian database yang pecah dini (KPD) dengan
Ketuban Pecah digunakan termasuk kejadian bayi berat lahir
Dini (Kpd) Google scholar, DOAJ rendah (BBLR), KPD
Dengan dan PUBMED. Kata merupakan komplikasi
Kejadian Bayi kunci yang digunakan langsung dalam kehamilan
Berat Lahir dalam pencarian artikel yang mengganggu
Rendah (BBLR) adalah KPD, BBLR dan kesehatan ibu dan juga
faktor-faktor yang pertumbuhan janin dalam
berhubungan dengan kandungan pada neonatus
kejadian BBLR yang meliputi prematuritas
diterbitkan pada tahun yang dapat melahirkan
2010-2020, bayi dengan berat badan
menggunakan Bahasa lahir rendah (BBLR).
Indonesia, Bahasa inggris
dan full text. Hasil
penelusuran didapatkan
24
26 jurnal dan yang
digunakan hanya 10
jurnal yang sesuai
melalui analisis tujuan,
kesesuaian topik, metode
penelitian yang
digunakan dan hasil dari
setiap artikel
25
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Arif , Eva Kurnia , Meike Julesa. 2021. HUBUNGAN LETAK JANIN
DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA
PADA IBU BERSALIN. Volume 1, Nomor 2 Agustus 2021 Journal of
Health Science.
Al Riyami, N., Al-Ruheili, I., Al-Shezawi, F., & Al-Khabori, M. (2020). Extreme
preterm premature rupture of membranes: Risk factors and feto maternal
outcomes. Oman Medical Journal, 28(2), 108–111.
Astuti, A. T. (2017). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini di RS TK II Pelamonia Makassar Tahun 2017. Jurnal
Kesehatan Delima Pelamonia, 1(2), 153–159.
Barokah, L., & Agustina, S. A. (2021). Faktor Internal Kejadian Ketuban Pecah
Dini di Kabupaten Kulonprogo. Window of Health: Jurnal Kesehatan,
04(02), 108–115.
Dewi, R. S., Apriyanti, F., & Harmia, E. (2020). Hubungan Paritas Dan Anemia
Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSUD Bangkinang. Jurnal
Kesehatan Tambusai, 1(2), 10–15.
Endang Susilowati , Endang Surani , Reka Anggie Estina. 2021. Scoping
Review: Faktor Penyebab Ketuban Pecah Dini pada Persalinan. Bidan
Prada: Jurnal Publikasi Kebidanan Vol. 12 No.2 Edisi Desember 2021, hlm.
35-48.
Hong.L.Peter. Premature Rupture of Membranes.2019.STATPEARLS.
https://www.statpearls.com/Keywords/UserViewPopup/27659
Manuaba. (2017). Pengantar Kuliah Obstetri. ECG : Jakarta.
Nikmathul Ali, R., Aprianti A Hiola, F., & Tomayahu, V. (2021). Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kejadian Komplikasi Ketuban Pecah Dini (Kpd) Di
Rsud Dr Mm Dunda Limboto. Jurnal Health Sains, 2(3), 381–393.
Perkumpulan Obstetri Ginekologi (POGI) & Himpunan Kedokteran Feto
Maternal (HKFM). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK):
26
Ketuban Pecah Dini. Indonesia: POGI & HKFM. 2016; 1-17/
http:/www.alumniobgynunpad.com.
Prawirohardjo Sarwono (2016). Buku Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Standar Prosedur Operasional RSUD Cibabat. 2016.
Saifuddin Abdul Bari, Trijatmo Rachimhadhi, Gulardi H. Wiknjosastro. 2015.
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Varney, Kriebs DG. BUku Ajar Asuhan Kebidanan. ECG; 2007.
Zamilah, R., Aisyiyah, N., & Waluyo, A. (2020). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin Di
RS.Betha Medika. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 10(2), 122–135.
27